makalah Hipotiroidisme Kongenital

25
Hipotiroidisme Kongenital pada Bayi Usia 2 Bulan Mohamad Hafiz Bin Mohd Azmi 102012480 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 [email protected] Pendahuluan Hipotiroidisme kongenital adalah keadaan dimana produksi hormon tiroid pada bayi tidak mencukupi. Ini boleh disebabkan oleh defek anatomi kelenjar, gangguan metabolisme tiroid atau defisiensi iodium. Ada istilah yang dipakai yaitu kretinisme endemik untuk bayi-bayi dengan gondok dan hipotiroidisme di sesebuah daerah. Daerah itu dianggap kurang pajanan iodium. Kretinisme sporadik pula adalah terma untuk bayi yang mengalami kretinisme di daerah yang non-endemik. Sebab kelainan adalah karena kelenjar tiroid yang tidak berfungsi atau ketiadaan kelejar tiroid. Dengan deteksi dan penanganan awal, morbiditas hipotiroidisme dapat dikurangkan. Banyak faktor yang berperan pada hipotiroid sehingga gambaran klinisnya sangat bervariasi. Terjadinya hipotiroid tidak dipengaruhi oleh faktor geografis, sosial ekonomi maupun iklim dan tidak terdapat predileksi untuk golongan etnis tertentu. 1

description

Hipotiroidisme Kongenital

Transcript of makalah Hipotiroidisme Kongenital

Page 1: makalah Hipotiroidisme Kongenital

Hipotiroidisme Kongenital pada Bayi Usia 2 Bulan

Mohamad Hafiz Bin Mohd Azmi

102012480

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

[email protected]

Pendahuluan

Hipotiroidisme kongenital adalah keadaan dimana produksi hormon tiroid pada bayi

tidak mencukupi. Ini boleh disebabkan oleh defek anatomi kelenjar, gangguan metabolisme

tiroid atau defisiensi iodium.

Ada istilah yang dipakai yaitu kretinisme endemik untuk bayi-bayi dengan gondok dan

hipotiroidisme di sesebuah daerah. Daerah itu dianggap kurang pajanan iodium. Kretinisme

sporadik pula adalah terma untuk bayi yang mengalami kretinisme di daerah yang non-endemik.

Sebab kelainan adalah karena kelenjar tiroid yang tidak berfungsi atau ketiadaan kelejar tiroid.

Dengan deteksi dan penanganan awal, morbiditas hipotiroidisme dapat dikurangkan.

Banyak faktor yang berperan pada hipotiroid sehingga gambaran klinisnya sangat

bervariasi. Terjadinya hipotiroid tidak dipengaruhi oleh faktor geografis, sosial ekonomi maupun

iklim dan tidak terdapat predileksi untuk golongan etnis tertentu. Umumnya kasus hipotiroid

muncul secara sporadik. Faktor genetik hanya berperan pada hipotiroid tipe tertentu yang

diturunkan secara autosomal resesif.

Pembahasan

Rumusan Masalah

Bayi berusia 2 bulan dengan keluhan jarang menangis, lebih sering tidur dan malas

menetek.

Analisa Masalah

1

Page 2: makalah Hipotiroidisme Kongenital

Anamnesis

Tanpa adanya skrining pada bayi baru lahir, pasien sering datang terlambat

dengan keluhan retardasi perkembangan disertai dengan gagal tumbuh atau perawakan pendek.

Pada beberapa kasus pasien datang dengan keluhan pucat. Pada bayi baru lahir sampai usia 8

minggu keluhan tidak spesifik. Perlu ditanya riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit

ibu saat hamil, obat anti tiorid yang sedang  diminum dan terapi sinar.

Dari anamnesis dapat digali berbagai gejala yang mengarah kepada hipotiroid

kongenital seperti ikterus lama, letargi, konstipasi, nafsu makan menurun dan kulit teraba dingin.

Selain itu, didapat pertumbuhan anak kerdil, ekstremitas pendek, fontanel anterior dan posterior

terbuka lebih lebar, mata tampak berjauhan dan hidung pesek. Mulut terbuka, lidah yang tebal

dan besar menonjol keluar, gigi terlambat tumbuh. Leher pendek dan tebal, tangan besar dan jari-

jari pendek, kulit kering, miksedema dan hernia umbilikalis.perkembangan terganggu, otot

hipotonik kadang dapat ditemukan hipertrofi otot generalisata sehingga menghasilkan tampakan

tubuh berotot. Perlu pula digali adanya riwayat keluarga dengan hipothyroidisme, terutama

kedua orang tua. Penting juga mengevaluasi riwayat kehamilan untuk mengetahui pengobatan

yang mungkin didapat ibu selama hamil, terutama yang bekerja mempengaruhi sintesis dan kerja

hormon thyroid atau kelainan lainnya.1

Diagnosa

Pemeriksaan Fisik

Indeks hipotiroidisme kongenital merupakan ringkasan tanda dan gejala yang paling

sering terlihat pada hipotiroidisme kongenital. Dicurigai adanya hipotiroid bila skor indeks

hipothyroid kongenital > 5.1 Tetapi, tidak adanya gejala atau tanda yang tampak tidak

menyingkirkan kemungkinan hipotiroid kongenital.

2

Page 3: makalah Hipotiroidisme Kongenital

Tabel 1 : Skoring hipotiroid kongenital1

Gejala Klinis

Hernia umbilicalis                                          

Kromosom Y tidak ada (wanita)

Pucat, dingin, hipotermi                     

Tipe wajah khas edematus                 

Makroglosi                                                     

Hipotoni         

Ikterus lebih dari 3 hari                                  

Kulit kasar, kering                              

Fontanella posterior terbuka (>3cm)

Konstipasi                                                      

Berat badan lahir > 3,5 kg                 

Kehamilan > 40 minggu         

2

1

1

2

1

1

1

1

1

1

1

1

Total 15

Pemeriksaan Penunjang

Penyakit hipotiroid kongenital dapat dideteksi dengan tes skrining, yang

dilakukan dengan pemeriksaan darah pada bayi baru lahir atau berumur 3 hari atau minimal 36

jam atau 24 jam setelah kelahiran. Tes skrining dilakukan melalui pemeriksaan darah bayi. 2

Darah bayi akan diambil sebelum ibu dan bayi meninggalkan rumah sakit bersalin. Jika bayi

3

Page 4: makalah Hipotiroidisme Kongenital

dilahirkan di rumah, bayi diharapkan dibawa ke rumah sakit atau dokter sebelum usia 7 hari

untuk dilakukan pemeriksaan ini. Darah diambil melalui tusukan kecil pada salah satu tumit

bayi, lalu diteteskan beberapa kali pada suatu kertas saring (kertas Guthrie) dan setelah

mengering dikirim ke laboratorium.2,3 Adapun pemeriksaannya ada tiga cara, yaitu:

a)       Pemeriksaan primer TSH.

b)       Pemeriksaan T4 ditambah dengan pemeriksaan TSH dari sampel darah yang sama,

bila hasil T4 rendah.

c)       Pemeriksaan TSH dan T4 sekaligus pada satu sampel darah.

Nilai cut-off adalah 25 mU/ml. Bila nilai TSH < 25 >50 mU/ml dianggap

abnormal dan perlu pemeriksaan klinis dan pemeriksaan TSH dan T4 plasma. Bila kadar TSH

tinggi > 40 mU/ml dan T4 rendah, Bayi dengan kadar TSH diantara 25-50 mmU/ml, dilakukan

pemeriksaan ulang 2-3 minggu kemudian.3

Pemeriksaan penunjang lainnya yang penting dilakukan, antara lain:

a)       Darah, air kemih, tinja, kolesterol serum.

b)       T3, T4, TSH.

c)       Radiologis :

1)       USG atau CT scan tiroid.

2)       Tiroid scintigrafi.

3)       Umur tulang (bone age).

4)       X-foto tengkorak .

Selain untuk mendiagnosis keadaan hipothyroid, perlu juga dilakukan

evaluasi tambahan guna menentukan etiologi dasar penyakit. Hal ini perlu dilakukan untuk

menentukan apakah HK bersifat permanent atau transient sehingga dapat diperkirakan lama

terapi dan prognosis.

4

Page 5: makalah Hipotiroidisme Kongenital

1. Pengukuran kadar hormon kelenjar gondok.

Thyroxine total (T4)

  Cara pemeriksaan T4 total yang umum dilakukan ialah cara

competitive protein binding assay (CPBA), radioimmuno assay (RIA) dan enzyme immuno

assay (EIA). Cara CPBA dikembangkan oleh Murphy dan Pattee (1964) dimana digunakan T4

— J125 dan thyroxine binding globulin (TBG) untuk mengukur kadar T4 serum. Saat ini yang

lebih sering digunakan adalah cara RIA dimana digunakan antibodi spesifik terhadap T4 (anti—

T4). T4 terlebih dulu dilepaskan dari ikatannya dengan TBG dengan penambahan zat tertentu.

T4 yang telah dibebaskan bersaing dengan T4 —J125 dalam berikatan dengan anti— T4. Ikatan

T4-anti T4 kemudian dipisahkan dari T4 bebas dan salah satu fraksi diukur radioaktivitasnya.

Ukuran radioaktivitas ini digunakan untuk mendapatkan kadar T4, dengan membandingkan

dengan satu seri standard yang dikerjakan bersama bahan pemeriksaan dari pasien.3

T4 bebas

 Kadar T4 bebas dapat diperkirakan dengan menghitung

Free Thyroxine Index (FTI) dengan rumus : FTI = T4 x T3U atau FTI = T4/TBG. T4 bebas(Free

T4 = FT4) dapat pula diukur langsung. Cara yang klasik adalah dengan cara dialysis ekuilibrium.

Cara ini sulit dan tidak praktis untuk digunakan secara rutin, sehingga saat ini perkiraan T4 bebas

dengan menghitung FTI yang lebih banyak digunakan. Akhir-akhir ini telah dibuat suatu tehnik

pemeriksaan FT4 yang lebih sederhana. Dasar dari cara ini adalah penggunaan antibody spesifik

terhadap T4 yang dibuat sedemikian sehingga hanya bereaksi dengan T4 bebas.

Triiodothyronine (T3)

T3 dapat diukur dengan cars RIA dengan menggunakan

T3-J'25 dan antibodi spesifik terhadap T3. Prinsip pemeriksaan ini sama seperti pemeriksaan T4

dengan cara RIA. Seperti halnya T4 total, kadar T3 juga dipengaruhi kadar protein pengikatnya

5

Page 6: makalah Hipotiroidisme Kongenital

dalam darah. Untuk mendapatkan gambaran kadar T3 bebas dalam darah dapat pula diitung Free

T3 Index (FT3I) dengan rumus l FT3I = T3 (ng/dl) x T3U (%)/ 1000

Disamping pemeriksaan T3 dapat pula diperiksa kadar neversed T3

(rT3) yang juga menggunakan cara RIA.

2. Penilaian jalur hipotalamus — hipofisis - kelenjar gondok Thyroid

Stimulating Hormone (TSH).

TSH adalah suatu glikoprotein yang disekresi oleh kelenjar

hipofisis pars anterior. Dulu kadar TSH diperiksa dengan cara bioassay, sekarang telah dapat

digunakan cara RIA yang sensitif untuk mengukurnya. Kadar normal TSH adalah mulai dari

tidak terdeteksi sampai 10uU/ml. Tes TRH.Pengukuran kadar TSH dilakukan sebelum, 20 menit

sesudah penyuntikan 500ug TRH intravena.

3. Pemeriksaan tidak langsung.

Pemeriksaan basal metabolic rate (BMR) dan lemak darah dapat

digunakan untuk menilai faal kelenjar gondok secara tidak langsung. Padahipotiroidisme

seringkali dijumpai adanya hiperlipidemia.

4. Pemeriksaan terhadap etiologi

Autoantibodi terhadap kelenjar gondok.

 Pada keadaan-keadaan tertentu mungkin dijumpai adanya antibodi

terhadap komponen- komponen kelenjar gondok seperti thyroglobulin, komponen koloid,

mikrosom dan komponen nukleus dari sal folikuler. Antibodi ini dapat diperiksa dengan cara

imunologis seperti hemaglutinasi, presipitasi, fiksasi komplemen dan imunofluoresens. Penyakit

yang dihubungkan dengan adanya autoantibodi ini antara lain thyroiditis Hashimoto dan

penyakit Grave. Long acting thyroid stimulator (LATS). LATS adalah IgG yang bersifat antibodi

terhadap komponen kelenjar gondok yang mampu merangsang fungsi kelenjar gondok. Sekarang

ini dikenal beberapa macam thyroid stimulating immunoglobulins (TSI). Zat-zat ini dapat diukur

dengan cara bioassay, akan tetapi cara ini sulit dilakukan.4

6

Page 7: makalah Hipotiroidisme Kongenital

Diagnosa kerja

Hipotiroid Kongenital adalah penyakit bawaan akibat kekurangan hormon

tiroid. Hormon tiroid adalah hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid yang mempunyai peran

penting dalam pertumbuhan, metabolisme, dan pengaturan cairan tubuh.2

Diagnosa banding

Sindrome Down

Sering disertai hipotiroid kongenital, sehingga perlu dilakukan

pemeriksaan faal tiroid secara rutin. Gejala lainnya pada penyakit mongolisme ini antara lain

epikantus (+), makroglosi (+), miksedema (-), retardasi motorik dan mental, kariotyping (trisomi

21).1

Etiologi

Beberapa defek genetik dikaitkan dengan terjadinya hipotiroid kongenital yang

permanen. Diketahui bahwa faktor imunologik, lingkungan, dan iatrogenik (tapi bukan genetik)

dapat menyebabkan hipotiroid kongenital yang transient, yang dapat sembuh secara spontan

dalam bulan pertama kehidupan.2

Penyebab dari hipotiroid kongenital dihubungkan dengan terjadinya defek pada

protein-protein yang berperan dalam sistesis hormon tiroid dan defek pada faktor transkripsi

yang berperan dalam pembentukan dan perkembangan kelenjar tiroid. Namun, kasus yang

demikian hanya terjadi pada persentasi yang kecil dari populasi hipotiroid kongenital, penyebab

dari sebagian besar populasinya masih tidak diketahui.3,5

Hipotiroid kongenital yang transient dapat disebabkan oleh defisiensi iodine,

paparan terhadap iodine yang berlebih pada saat periode perinatal, atau paparan pada fetus oleh

thyriod-blocking antibodies yang diperoleh secara maternal atau obat antitiroid yang dikonsumsi

oleh wanita hamil dengan penyakit tiroid autoimun. Disfungsi tiroid kongenital dapat juga

merupakan akibat dari lahir yang prematur, dishormogenesis tiroid ringan, atau kehilangan

protein karena nefrosis (pada kasus yang jarang).5

7

Page 8: makalah Hipotiroidisme Kongenital

Dosis OAT (Obat Anti Tiroid) berlebihan menyebabkan hipotiroidisme. Dapat

juga terjadi pada pemberian litium karbonat pada pasien psikosis. Hati-hatilah menggunakan

fenitoin dan fenobarbital sebab meningkatkan metabolisme tiroksin di hepar. Kelompok

kolestiramin dan kolestipol dapat mengikat hormon tiroid di usus. Defisiensi yodium berat serta

kelebihan yodium kronis menyebabkan hipotiroidisme dan gondok, tetapi sebaliknya kelebihan

akut menyebabkan IIT (iodine induced thyrotoxcisos). Bahan farmakologis yang menghambat

sintesis hormon tiroid yaitu tionamid (MTU, PTU, karbimazol), perklorat, sulfonamid, yodida

dan yang meningkatkan katabolisme atau penghancuran hormon tiroid yaitu fenitoin,

fenobarbital, yang menghambat jalur enterohepatik hormon tiroid yaitu kolestipol dan

kolestiramin.2

Obat anti tiroid yang dianjurkan ialah golongan tionamid yaitu propilthiourasil

(PTU) dan carbamizole (Neo Mercazole) . Yodida merupakan kontraindikasi untuk diberikan

karena dapat langsung melewati sawar plasenta dan dengan demikian mudah menimbulkan

keadaan hipotiroid kongenital. Wanita hamil dapat mentolerir keadaan hipertiroid yang tidak

terlalu berat sehingga lebih baik memberikan dosis OAT yang kurang dari pada berlebih.

Bioavilibilitas carbamizole pada janin ± 4 kali lebih tinggi dari pada PTU sehingga lebih mudah

menyebabkan keadaan hipotiroid. Melihat hal-hal tersebut maka pada kehamilan PTU lebih

terpilih. PTU mula-mula diberikan 100-150 mg tiap 8 jam. Setelah keadaan eutiroid tercapai

(biasanya 4-6 minggu setelah pengobatan dimulai), diturunkan menjadi 50 mg tiap 6 jam dan

bila masih tetap eutiroid dosisnya diturunkan dan dipertahankan menjadi 2 kali 50 mg/hari.

Idealnya hormon tiroid bebas dipantau setiap bulan. Kadar T4 dipertahankan pada batas normal

dengan dosis PTU ≤ 100 mg/hari. Bila tirotoksikosis timbul lagi, biasanya pasca persalinan, PTU

dinaikkan sampai 300 mg/hari. Efek OAT terhadap janin dapat menghambat sintesa hormon

tiroid. Selanjutnya hal tersebut dapat menyebabkan hipotiroidisme sesaat dan struma pada bayi,

walaupun hal ini jarang terjadi. Pada ibu yang menyusui yang mendapat OAT, OAT dapat keluar

bersama ASI namun jumlah PTU kurang dibandingkan carbamizole dan bahaya pengaruhnya

kepada bayi sangat kecil, meskipun demikian perlu dilakukan pemantauan pada bayi seketat

mungkin.2

Kelenjar tiroid bekerja di bawah pengaruh kelenjar hipofisis, tempat diproduksi

hormon tirotropik. Hormon ini mengatur produksi hormon tiroid yaitu tiroksin dan tri-

8

Page 9: makalah Hipotiroidisme Kongenital

iodotironin. Kedua hormon tersebut dibentuk dari monoiodo-tirosin dan diiodo-tirosin. Untuk ini

diperlukan yodium. T3 dan T4 diperlukan dalam proses metabolik di dalam badan, lebih-lebih

pada pemakaian oksigen. Selain itu ia merangsang sintesis protein dan mempengaruhi

metabolisme karbohidrat, lemak dan vitamin. Hormon ini juga diperlukan untuk mengolah

karoten menjadi vitamin A. Untuk pertumbuhan badan, hormon ini sangat dibutuhkan, tetapi

harus bekerja sama dengan growth hormon.4

Berdasarkan pada kelainan heterogenous genetiknya terdapat dua kelompok

utama kelainan: yang menyebabkan disgenesis kelenjar tiroid, dan yang menyebabkan

dishormogenesis. Gen yang terkait dengan disgenesis kelenjar tiroid antara lain adalah reseptor

TSH pada hipotiroid kongenital tanpa gejala, dan GSα serta faktor transkripsi tiroid (TTF-1, TTF-

2, dan Pax-8). Yang menyebabkan dishormogenesis antara lain adalah defek pada gen thyroid

peroxidase dan gen thyroglobulin, PDS (pendred syndrome), NIS (sodium iodine symporter),

dan THOX2 (thyroid oxidase 2). Ada pula bukti awal yang mengarahkan pada kelompok ketiga

dari hipotiroid kongenital yang terkait dengan defek pada transposter iodothyronine yang terkait

dengan gangguan neurologik berat.6,8Sedangkan menurut Genetics Home Reference bahwa

Mutasi di DUOX2 , PAX8 ,SLC5A5 , TG , TPO , TSHB , dan TSHR gen menyebabkan

hipotiroidisme kongenital. mutasi gen menyebabkan hilangnya fungsi tiroid dalam salah satu dari

dua cara. Mutasi pada gen PAX8 dan beberapa mutasi pada gen TSHR mencegah atau

mengganggu perkembangan normal dari kelenjar tiroid sebelum kelahiran. Mutasi di DUOX2,

SLC5A5, TG, TPO, dan gen TSHB mencegah atau mengurangi produksi hormon tiroid,

meskipun kelenjar tiroid hadir. Mutasi pada gen lain yang belum juga ditandai juga dapat

menyebabkan hipotiroidisme congenital.5

Epidemiologi

Prevelensi hipotiroidisme kongenital berdasarkan studi dari program skrining

neonatus dari Amerika Serikat menyatakan bahwa 1/3,000 bayi baru lahir akan menderita

hipotiroidisme.1 Prevelensi itu lebih tinggi pada perempuan dari laki-laki dengan rasio 2:1.

Prevelensi tidak jauh berbeda jika dibandingkan mengikut ras.

9

Page 10: makalah Hipotiroidisme Kongenital

Patofisiologi

Patofisiologi hipotiroidisme didasarkan atas masing-masing penyebab yang dapat

menyebabkan hipotiroidisme, yaitu :

1. Hipotiroidisme sentral (HS)

Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena adanya kegagalan hipofisis, maka disebut

hipotiroidisme sekunder, sedangkan apabila kegagalan terletak di hipothalamus disebut

hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena tumor hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya karena

desakan tumor, gangguan visus, sakit kepala, tetapi juga karena produksi hormon yang berlebih

(ACTH penyakit Cushing, hormon pertumbuhan akromegali, prolaktin galaktorea pada wanita

dan impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon akibat desakan tumor hipofisis lobus

anterior adalah gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain, dan TSH.

2. Hipotiroidisme Primer (HP)

Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang akibat anatomi kelenjar.

Jarang ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak dari hipotiroidisme kongenital di negara

barat. Umumnya ditemukan pada program skrining massal. Kerusakan tiroid dapat terjadi

karena:

1)      Pascaoperasi

Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal atau total.

Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan hipotiroidisme. Strumektomi

subtotal M. Graves sering menjadi hipotiroidisme dan 40% mengalaminya dalam 10 tahun, baik

karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang mendasarinya.

2)      Pascaradiasi

Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan lebih dari 40-

50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI pada nodus toksik

hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar <5%. Juga dapat terjadi pada radiasi eksternal di usia

<20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun tergantung juga dari dosis

radiasi.

10

Page 11: makalah Hipotiroidisme Kongenital

3)      Tiroiditis autoimun.

 Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan antibodi antitiroid,

yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin, Atg-Ab). Kerusakan yang

luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Faktor predisposisi meliputi toksin, yodium, hormon

(estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi kortikosteroid), stres mengubah

interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada kasus tiroiditis-atrofis gejala klinisnya

mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis Hashimoto tidak permanen.

4)      Tiroiditis Subakut.

Nyeri di kelenjar atau daerah sekitar, demam, menggigil. Etiologi yaitu virus. Akibat

nekrosis jaringan, hormon merembes masuk sirkulasi dan terjadi tirotoksikosis (bukan

hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme sepintas.

5)      Dishormogenesis

Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses hormogenesis.

Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat maka kasus sudah dapat ditemukan

pada skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada defek ringan, baru pada usia lanjut.

6)        Karsinoma.

Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat jarang.

3. Hipotiroidisme sepintas.

 Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang cepat

menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca tiroidektomi

subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40% kasus mengalami

hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak kasus pulih kembali,

sehingga jangan tergesa-gesa memberi substitusi. Pada neonatus di daerah dengan defisiensi

yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka beresiko mengalami gangguan

perkembangan saraf.

11

Page 12: makalah Hipotiroidisme Kongenital

Gejala Klinis

Umumnya bayi yang terdeteksi pada program skrining belum memperlihatkan

gejala klinis yang khas, dan bila ada umumnya gejala sangat ringan dan kurang jelas. Hanya

kurang dari 5% bayi dengan hasil skrining positif memperlihatkan gejala klinis hipotiroid.

Manifestasi klinis ini sangat bergantung pada etiologi, usia terjadinya in utero, beratnya

penyakit, serta lamanya hipotiroid. Bayi yang sudah memperlihatkan gejala klinis hipotiroid

pada minggu pertama kehidupannya dapat dipastikan sudah mengalami hipotiroid yang

berlangsung lama sebelum anak tersebut dilahirkan.

Umumnya rerata berat badan dan panjang badan bayi berada pada persentil ke 50

dan lingkar kepala pada persentil 70. Hal ini menunjukkan bahwa hormon tiroid tidak diperlukan

untuk pertumbuhan somatic intrauterine, dan terjadinya pada akhir masa kehamilan. Meskipun

kadar T4 rendah tetapi  biasanya kadar T3 normal sehingga pada kebanyakan kasus tidak

ditemukan tanda atau manifestasi klinis hipotiroid. Ada kecenderungan bahwa masa gestasi

berlangsung lebih lama yang dibuktikan bahwa terdapat sepertiga kasus dengan masa gestasi

lebih dari 42 minggu.

Gejala klinis yang sering terlihat adalah ikterus memanjang akibat keterlambatan

maturasi enzim glukoronil tranferasi hati, letargi, konstipasi , malas minum (kurang kuat) dan

masalah makan lainnya, serta hipotermia. Pada saat skrining hanya sedikit dijumpai tanda klinis.

Beberapa bayi menunjukkan tanda klasik seperti wajah sembab, pangkal hidung rata dengan

“pseudohipertelorisme”, pelebaran fontanel (khususnya fontanel posterior), pelebaran sutura,

makroglosi, suara tangis serak, distensi abdomen dengan hernia umbilikalis, kulit yang dingin

dan ‘’ mottled ” (cutis mammorata), ikterik, hipotonia, hiporefleksia, galaktorea, dan

meningkatnya kadar prolaktin. Jarang sekali dijumpai goiter, namun bayi yang lahir dari ibu

dengan penyakit graves dan diobati dengan PTU sering didapatkan goiter yang besar dan

menutupi jalan napas.

Bila diagnosis hipotiroid tidak ditegakkan sedini mungkin, maka akan terjadi

keterlambatan perkembangan. Umumnya keterlambatan perkembangan dan pertumbuhan terlihat

pada usia 36 bulan. Retardasi mental yang terjadi akibat hipotiroid kongenital yang terlambat

12

Page 13: makalah Hipotiroidisme Kongenital

diobati sering disertai oleh gangguan neurologis lain, seperti gangguan koordinasi, ataksia,

diplegia spastic, hipotonia, dan strabismus.

Bayi yang mengalami hipotiroid sekunder memiliki gejala lebih ringan daripada

hipotiroid primer. Bayi dicurigai mengalami hipotiroid sekunder bila terdapat sumbing pada bibir

dan/atau palatum, nistagmus, hipoglikemia akibat defisiensi hormone pertumbuhan dan hormone

adrenokortikotropik (ACTH), serta bayi laki laki dengan mikropenis, hipoplasia skrotum, dan

undesensus testis yang diduga karena defisiensi hormon pertumbuhan dan gonadotropin.

Komplikasi

Koma miksedema

Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai

oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil,

hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Dalam keadaan

darurat (misalnya koma miksedema), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena.

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan (Kretinisme)

Jika hipotiroidisme yang berat sudah terjadi sewaktu hidup fetal, maka

kita akan mendapatkan penderita yang cebol dan mungkin imbesil. Pada waktu lahir tidak

ditemukan kelainan tetapi pada umur 2-3 bulan sudah bisa timbul gejala lidah tebal dan jarak

antara ke dua mata lebih besar dari biasanya. Pada waktu ini kulit kasar dan warnanya agak

kekuningan. Kepala anak besar, mukanya bulat dan raut mukanya (ekspresi) seperti orang bodoh

sedangkan hidungnya besar dan pesek, bibirnya tebal, mulutnya selalu terbuka dan juga lidah

yang tebal dikeluarkan. Pertumbuhan tulang juga terlambat. Sedangkan keadaan psikis berbeda-

beda biasanya antara agak cerdik dan sama sekali imbesil.

Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan terapi hormon dan stabilisasi

semua gejala dengan segera.

13

Page 14: makalah Hipotiroidisme Kongenital

Penatalaksanaan

Begitu diagnosis hipothyroid kongenital ditegakkan, dapat dilakukan pemeriksaan

tambahan untuk menetukan etiologi dasar penyakit. Bila hal ini tidak memungkinkan, tretment

awal dengan L-thyroxine harus segera dilaksanakan. Dosis awal pengobatan dengan L-thyroxine

adalah 10-15μg/kgBB/hr yang bertujuan segera mencapai kadar hormon tiroksin yang adekuat.

Pada pasien dengan derajat hipothyroidisme yang berat, ditandai dengan terbukanya fontanela

mayor, harus diberikan dosis yang lebih besar, yaitu lebih besar dari

15μg/kgBB/hr.4,5,11 Selanjutnya, diikuti dengan terapi maintenence dimana besar dosis

mentenence disesuaikan kondisi pasien. Tujuan terapi adalah untuk mempertahankan kadar

hormon tiroksin dan free T4 dalam batas normal, yaitu 10-16 μg/dL untuk hormon tiroksin dan

1.4 - 2.3 ng/dl untuk free T4.4

Untuk hipothyroidisme kongenital, satu-satunya terapi adalah dengan replacment

hormon. Dalam tatalaksananya, yang paling penting adalah follow up dan montoring terapi untuk

memepertahankan kadar TSH dan T4 plasma dalam ambang normal.2 Untuk itu, perlu dilakukan

follow up kadar TSH dan hormon T4 dlam waktu-waktu yang ditentukan, yaitu:

Jadwal 2: Jadwal Follow-up Pasien Sesuai Usia2

Usia Pasien Jadwal Follow-up

0-6 bulan Tiap 6 minggu

6 bulan-3 tahun Tiap 3 bulan

> 3 tahun Tiap 6 bulan

Selain itu, perlu juga dilakukan monitoring 6-8 minggu setiap pergantian dosis.

Hal ini guna mengantisipasi terjadinya overtreatment yang dapat menyebabkan efek samping

seperti penutupan sutura yang premature, dan masalah temperament dan perilaku.2

14

Page 15: makalah Hipotiroidisme Kongenital

Jadwal 3: Dosis Hormon Tiroid Berdasarkan Usia2

Usia Dosis kg/kg BB/hari

0-3 bulan

3-6 bulan

6-12 bulan

1-5 tahun

2-12 tahun

> 12 tahun

10-15

8-10

6-8

5-6

4-5

2-3

Kadar T4 dipertahankan di atas pertengahan nilai normal.

Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukantherapeutic

trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu; bila ada perbaikan

klinis, dosis dapat ditingkatkan bertahap atau dengan dosis pemberian + 100 μg/m2/hari.

Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon klinik dari uji fungsi tiroid T3, T4,

dan TSH yang dapat berbeda tergantung dari etiologi hipotiroid.

Prognosis

Prognosis meningkat secara dramatis dengan adanya neonatal screening program.

Diagnosis yang cepat dan pengobatan yang adekuat dari minggu pertama kehidupan dapat

memberikan pertumbuhan yang normal termasuk intelegensi dibandingkan dengan lainnya yang

tidak mendapatkannya.8Sebelum berkembangnya skrining bayi baru lahir, suatu penelitian di RS

Anak Pittsburgh melaporkan bayi-bayi yang diobati > 7 bulan IQ rata-rata 54.2. Prognosis juga

bergantung pada etiologi yang pasti.3 Infant yang megalami keadaan kadar T4 yang rendah

dengan retardasi pematangan skeletal, mengalami penurunan IQ 5-10m point, dan kelainan

neuropskikologis misalnya, inkoordinasi, hypotonic atau hypertonis, kurang perhatian, dan

kesulitan bicara. Pada 20% kasus terjadi kesulitan mendengar. Tanpa pengobatan, infant yang

15

Page 16: makalah Hipotiroidisme Kongenital

mengalamianya akan ditemukan defisensi mental dan retardasi pertumbuhan. Hormone thyroid

sangat penting untuk pertumbuhan otak, maka diperlukan diagnosis biokimia untuk mengetahuai

apakah ada kelainan atau tidak agar dapat segera di tatalaksana untuk mencegah kerusaka otak

yang irreversible. Keterlambatan diagnosis, kegagalan untuk menangani hypertyroxemia secara

cepat, pengobatanya yang tidak adekuat, dan pemenuhan yang kurang pada 2-3 tahun pertama

kehidupan dapat menghasilkan derajat kerusakan otak yang bervariasi.5

Kesimpulan

Hipotiroid kongenital adalah kelainan bawaan dengan kadar hormon tiroid (T3 danT4) di

sirkulasi darah yang kurang dengan kadar TSH yang meningkat. Kelainan ini diketahui sebagai

penyebab terjadinya keterbelakangan mental dan kecacatan fisik pada anak- anak.

Prevalensi rata-rata hipotiroid kongenital di Asia adalah 1 diantara 2.720 bayi di daerah

non endemis iodium (hipotiroid kongenital sporadik) dan 1 : 1000 hipotiroid kongenital endemis

di daerah defisiensi iodium. Penelitian di daerah Yogyakarta menunjukkan angka kejadian 1 :

1500 hipotiroid kongenital sporadik dan 1 : 1300 bayi menderita hipotiroid transien karena

kekurangan iodium (endemis). Angka kejadian hipotiroid kongenital di Indonesia belum

diketahui, namun apabila mengacu pada angka kejadian di Asia dan di Yogyakarta, maka di

Indonesia, dengan angka kelahiran sekitar 5 juta per tahun, diperkirakan sebanyak 1.765 sampai

3200 bayi dengan hipotiroid kongenital dan 966 sampai 3.200 bayi dengan hipotiroid kongenital

transien karena kekurangan iodium, lahir setiap tahunnya.

Begitu diagnosis hipothyroid kongenital ditegakkan, dapat dilakukan pemeriksaan

tambahan untuk menetukan etiologi dasar penyakit. Bila hal ini tidak memungkinkan, tretment

awal dengan L-thyroxine harus segera dilaksanakan. Dosis awal pengobatan dengan L-thyroxine

adalah 10-15 μg/kgBB/hr yang bertujuan segera mencapai kadar hormon tiroksin yang adekuat.

Pada pasien dengan derajat hipothyroidisme yang berat, ditandai dengan terbukanya fontanela

mayor, harus diberikan dosis yang lebih besar, yaitu lebih besar dari 15μg/kgBB/hr.

16

Page 17: makalah Hipotiroidisme Kongenital

Daftar Pustaka

1. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak nelson. Jakarta: EGC; 2000.h.883,1483.

2. Hassan R, Alatas H, editor. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-4. Jakarta: Infomedika; 2007.

h. 1051-165.

3. Karen J.M, Robert M.K, Hal B.J, Richard E.B, editor. Nelson essentials of pediatrics. 6 th

ed. Michigan: W.B. Saunders Company; 1998.

4. Tom L, Avroy F. At a Glance neonatologi. Dalam: Amalia S, penyunting. Neonatologi:

Kedokteran perianatal, bayi baru lahir yang normal, dan bayi preterm. Jakarta: Erlangga;

2009.p.33,52-3,68.

5. Fauci AS, Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al. Harrison’s

principles of internal medicine. 17th ed. United States: The McGraw-Hill companies;2008.p.2536-

43

6. Scoot N. Obstetri-ginekologi: referensi singkat. Dalam: Dewi A, Prifitasari, Joko S,

penynting. Neonatus. Jakarta: EGC; 2005.p.256.

17