Hipotiroid Kongenital

25
PENDAHULUAN Hipotiroid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah satu tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid-”end organ”, dengan akibat terjadinya defisiensi hormon tiroid, ataupun gangguan respon jaringan terhadap hormon tiroid.Menurut onsetnya, hipotiroid pada anak dibedakan menjadi 2 : Hipotiroid kongenital dan Hipotiroid dapatan. Hipotiroid kongenital adalah kelainan bawaan dengan kadar hormon tiroid (T3 danT4) di sirkulasi darah yang kurang dengan kadar TSH yang meningkat. Kelainan ini diketahui sebagai penyebab terjadinya keterbelakangan mental dan kecacatan fisik pada anak- anak. Produksi hormon tiroid yang berkurang disebabkan karena berbagai hal antara lain: kelainan pada kelenjar pituitari, hipotalamus atau tiroid, yang menyebabkan proses metabolism karbohidrat di dalam tubuh mengalami keterlambatan. Telah diketahui bahwa hormon tiroid merupakan salah satu hormon yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme yang bcrperan pada pertumbuhan dan perkembangan, termasuk perkembangan otak dan kematangan organ seks. Kebutuhan hormon tiroid pada segala tingkat usia sangat diperlukan, terutama sangat berperan pada masa bayi dan anak- anak yaitu masa dimana tumbuh kernbang sedang terjadi pada diri seseorang. 4

description

isinya

Transcript of Hipotiroid Kongenital

Page 1: Hipotiroid Kongenital

PENDAHULUAN

Hipotiroid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah satu tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid-”end organ”, dengan akibat terjadinya defisiensi hormon tiroid, ataupun gangguan respon jaringan terhadap hormon tiroid.Menurut onsetnya, hipotiroid pada anak dibedakan menjadi 2 : Hipotiroid kongenital dan Hipotiroid dapatan.

Hipotiroid kongenital adalah kelainan bawaan dengan kadar hormon tiroid (T3 danT4) di sirkulasi darah yang kurang dengan kadar TSH yang meningkat. Kelainan ini diketahui sebagai penyebab terjadinya keterbelakangan mental dan kecacatan fisik pada anak- anak.  Produksi hormon tiroid yang berkurang disebabkan karena berbagai hal antara lain: kelainan pada kelenjar pituitari, hipotalamus atau tiroid, yang menyebabkan proses metabolism karbohidrat di dalam tubuh mengalami keterlambatan. Telah diketahui bahwa hormon tiroid merupakan salah satu hormon yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme yang bcrperan pada pertumbuhan dan perkembangan, termasuk perkembangan otak dan kematangan organ seks. Kebutuhan hormon tiroid pada segala tingkat usia sangat diperlukan, terutama sangat berperan pada masa bayi dan anak- anak yaitu masa dimana tumbuh kernbang sedang terjadi pada diri seseorang.4

Page 2: Hipotiroid Kongenital

Hipotiroid Kongenital

A. Definisi

Hipotiroid Kongenital adalah penyakit bawaan akibat kekurangan hormon

tiroid. Hormon tiroid adalah hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid yang

mempunyai peran penting dalam pertumbuhan, metabolisme, dan pengaturan

cairan tubuh.

D.      Epidemiologi

Hipotiroid kongenital merupakan kelainan endokrin kongenital yang paling

sering, dapat terjadi pada 1 dari 3000 sampai 4000 bayi baru lahir. Penyakit ini

dapat terjadi secara transient, namun lebih sering terjadi secara

permanen.9Hipotiroid, termasuk yang kongenital, paling sering terjadi karena

defisiensi iodine. Hipotiroid neonatal disebabkan oleh disgenesis pada 80-85%,

karena dishormogenesis pada 10-15%, dan antibodi TSH-R pada 5% populasi.

Kelainan ini terjadi dua kali lebih sering pada anak perempuan.9 Hipotiroid

kongenital biasanya bersifat sporadik, namun sampai 2% dari disgenesis tiroid

bersifat familial, dan hipotiroid kongenital yang disebabkan oleh defek

organifikasi biasanya diturunkan resesif. Mutasi yang menyebabkan hipotiroid

kongenital semakin banyak ditemukan, namun penyebab dari sebagian besar

populasi masih tidak diketahui.

E.     Etiologi

Beberapa defek genetik dikaitkan dengan terjadinya hipotiroid kongenital

yang permanen. Diketahui bahwa faktor imunologik, lingkungan, dan iatrogenik

(tapi bukan genetik) dapat menyebabkan hipotiroid kongenital yang transient,

yang dapat sembuh secara spontan dalam bulan pertama kehidupan.

Penyebab dari hipotiroid kongenital dihubungkan dengan terjadainya defek

pada protein-protein yang berperan dalam sistesis hormon tiroid dan defek pada

faktor transkripsi yang berperan dalam pembentukan/perkembangan kelenjar

tiroid. Namun, kasus yang demikian hanya terjadi pada persentasi yang kecil dari

Page 3: Hipotiroid Kongenital

populasi hipotiroid kogenital, penyebab dari sebagian besar populasinya masih

tidak diketahui.

Hipotiroid kongenital yang transient dapat disebabkan oleh defisiensi iodine,

paparan terhadap iodine yang berlebih pada saat periode perinatal, atau paparan

pada fetus oleh thyriod-blocking antibodies yang diperoleh secara maternal atau

obat antitiroid yang dikonsumsi oleh wanita hamil dengan penyakit tiroid

autoimun. Disfungsi tiroid kongenital dapat juga merupakan akibat dari lahir

yang prematur, dishormogenesis tiroid ringan, atau kehilangan protein karena

nefrosis (pada kasus yang jarang).

Dosis OAT (Obat Anti Tiroid) berlebihan menyebabkan hipotiroidisme.

Dapat juga terjadi pada pemberian litium karbonat pada pasien psikosis. Hati-

hatilah menggunakan fenitoin dan fenobarbital sebab meningkatkan metabolisme

tiroksin di hepar. Kelompok kolestiramin dan kolestipol dapat mengikat hormon

tiroid di usus. Defisiensi yodium berat serta kelebihan yodium kronis

menyebabkan hipotiroidisme dan gondok, tetapi sebaliknya kelebihan akut

menyebabkan IIT (iodine induced thyrotoxcisos). Bahan farmakologis yang

menghambat sintesis hormon tiroid yaitu tionamid (MTU, PTU, karbimazol),

perklorat, sulfonamid, yodida dan yang meningkatkan katabolisme atau

penghancuran hormon tiroid yaitu fenitoin, fenobarbital, yang menghambat jalur

enterohepatik hormon tiroid yaitu kolestipol dan kolestiramin.

Obat anti tiroid yang dianjurkan ialah golongan tionamid yaitu

propilthiourasil (PTU) dan carbamizole (Neo Mercazole) . Yodida merupakan

kontraindikasi untuk diberikan karena dapat langsung melewati sawar plasenta

dan dengan demikian mudah menimbulkan keadaan hipotiroid janin. Wanita

hamil dapat mentolerir keadaan hipertiroid yang tidak terlalu berat sehingga

lebih baik memberikan dosis OAT yang kurang dari pada berlebih.

Bioavilibilitas carbamizole pada janin ± 4 kali lebih tinggi dari pada PTU

sehingga lebih mudah menyebabkan keadaan hipotiroid. Melihat hal-hal tersebut

maka pada kehamilan PTU lebih terpilih. PTU mula-mula diberikan 100-150 mg

tiap 8 jam. Setelah keadaan eutiroid tercapai (biasanya 4-6 minggu setelah

pengobatan dimulai), diturunkan menjadi 50 mg tiap 6 jam dan bila masih tetap

Page 4: Hipotiroid Kongenital

eutiroid dosisnya diturunkan dan dipertahankan menjadi 2 kali 50 mg/hari.

Idealnya hormon tiroid bebas dipantau setiap bulan. Kadar T4 dipertahankan

pada batas normal dengan dosis PTU ≤ 100 mg/hari. Bila tirotoksikosis timbul

lagi, biasanya pasca persalinan, PTU dinaikkan sampai 300 mg/hari. Efek OAT

terhadap janin dapat menghambat sintesa hormon tiroid. Selanjutnya hal tersebut

dapat menyebabkan hipotiroidisme sesaat dan struma pada bayi, walaupun hal

ini jarang terjadi. Pada ibu yang menyusui yang mendapat OAT, OAT dapat

keluar bersama ASI namun jumlah PTU kurang dibandingkan carbamizole dan

bahaya pengaruhnya kepada bayi sangat kecil, meskipun demikian perlu

dilakukan pemantauan pada bayi seketat mungkin.

Kelenjar tiroid bekerja di bawah pengaruh kelenjar hipofisis, tempat

diproduksi hormon tirotropik. Hormon ini mengatur produksi hormon tiroid yaitu

tiroksin dan tri-iodotironin. Kedua hormon tersebut dibentuk dari monoiodo-

tirosin dan diiodo-tirosin. Untuk ini diperlukan yodium. T3 dan T4 diperlukan

dalam proses metabolik di dalam badan, lebih-lebih pada pemakaian oksigen.

Selain itu ia merangsang sintesis protein dan mempengaruhi metabolisme

karbohidrat, lemak dan vitamin. Hormon ini juga diperlukan untuk mengolah

karoten menjadi vitamin A. Untuk pertumbuhan badan, hormon ini sangat

dibutuhkan, tetapi harus bekerja sama dengan growth hormon.

Berdasarkan pada kelainan heterogenous genetiknya terdapat dua kelompok

utama kelainan: yang menyebabkan disgenesis kelenjar tiroid, dan yang

menyebabkan dishormogenesis. Gen yang terkait dengan disgenesis kelenjar

tiroid antara lain adalah reseptor TSH pada hipotiroid kongenital tanpa gejala,

dan GSα serta faktor transkripsi tiroid (TTF-1, TTF-2, dan Pax-8). Yang

menyebabkan dishormogenesis antara lain adalah defek pada gen thyroid

peroxidase dan gen thyroglobulin, PDS (pendred syndrome), NIS (sodium iodine

symporter), dan THOX2 (thyroid oxidase 2). Ada pula bukti awal yang

mengarahkan pada kelompok ketiga dari hipotiroid kongenital yang terkait

dengan defek pada transposter iodothyronine yang terkait dengan gangguan

neurologik berat.6,8 Sedangkan menurut Genetics Home Reference bahwa Mutasi

di DUOX2 , PAX8 , SLC5A5 , TG , TPO , TSHB , dan TSHR gen menyebabkan

Page 5: Hipotiroid Kongenital

hipotiroidisme kongenital. mutasi gen menyebabkan hilangnya fungsi tiroid

dalam salah satu dari dua cara. Mutasi pada gen PAX8 dan beberapa mutasi pada

gen TSHR mencegah atau mengganggu perkembangan normal dari kelenjar

tiroid sebelum kelahiran. Mutasi di DUOX2, SLC5A5, TG, TPO, dan gen TSHB

mencegah atau mengurangi produksi hormon tiroid, meskipun kelenjar tiroid

hadir. Mutasi pada gen lain yang belum juga ditandai juga dapat menyebabkan

hipotiroidisme congenital.

F.     Patofisiologi

Patofisiologi hipotiroidisme didasarkan atas masing-masing penyebab yang

dapat menyebabkan hipotiroidisme, yaitu :

1. Hipotiroidisme sentral (HS)

Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena adanya kegagalan hipofisis, maka

disebut hipotiroidisme sekunder, sedangkan apabila kegagalan terletak di

hipothalamus disebut hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena tumor

hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya karena desakan tumor, gangguan visus,

sakit kepala, tetapi juga karena produksi hormon yang berlebih (ACTH penyakit

Cushing, hormon pertumbuhan akromegali, prolaktin galaktorea pada wanita dan

impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon akibat desakan tumor hipofisis

lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain, dan TSH.

2. Hipotiroidisme Primer (HP)

Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang akibat anatomi

kelenjar. Jarang ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak dari

hipotiroidisme kongenital di negara barat. Umumnya ditemukan pada program

skrining massal. Kerusakan tiroid dapat terjadi karena:

1)      Pascaoperasi

Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal atau

total. Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan

hipotiroidisme. Strumektomi subtotal M. Graves sering menjadi hipotiroidisme

Page 6: Hipotiroid Kongenital

dan 40% mengalaminya dalam 10 tahun, baik karena jumlah jaringan dibuang

tetapi juga akibat proses autoimun yang mendasarinya.

2)      Pascaradiasi

Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan lebih

dari 40-50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian

RAI pada nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar <5%. Juga

dapat terjadi pada radiasi eksternal di usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26

tahun pascaradiasi, namun tergantung juga dari dosis radiasi.

3)      Tiroiditis autoimun.

 Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan antibodi

antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin,

Atg-Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Faktor

predisposisi meliputi toksin, yodium, hormon (estrogen meningkatkan respon

imun, androgen dan supresi kortikosteroid), stres mengubah interaksi sistem

imun dengan neuroendokrin. Pada kasus tiroiditis-atrofis gejala klinisnya

mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis Hashimoto tidak

permanen.

4)      Tiroiditis Subakut.

(De Quervain) Nyeri di kelenjar/sekitar, demam, menggigil. Etiologi yaitu virus.

Akibat nekrosis jaringan, hormon merembes masuk sirkulasi dan terjadi

tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan

hipotiroidisme sepintas.

5)      Dishormogenesis

Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses

hormogenesis. Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat maka

kasus sudah dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada

defek ringan, baru pada usia lanjut.6)        Karsinoma.

Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat jarang.

3. Hipotiroidisme sepintas.

Page 7: Hipotiroid Kongenital

 Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang

cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI,

pasca tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves,

40% kasus mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah

setahun banyak kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi

substitusi. Pada neonatus di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak

ditemukan, dan mereka beresiko mengalami gangguan perkembangan saraf.

G.    Tipe Hipotiroidism

Hipotiroidisme kongenital terdiri dari hipotiroidisme kongental primer dan

sekunder. Untuk hipotiroidisme kongenital primer, kerusakan terjadi pada bagian

tiroid. Untuk kondisi ini kita dapat membagi pasien dengan hipotiroidisme

kongenital primer ke dalam 4 kelompok. sebagai berikut:

1.      Tidak Adanya Kelenjar Tiroid (Athyrosis)

Pada kelompok ini, kelenjar tiroid gagal terbentuk sebelum kelahiran.

Kelenjar tersebut absen dan tidak akan pernah dapat berkembang, sehingga

sebagai konsekuensinya tidak ada hormon tiroksin yang diproduksi. Kondisi ini

disebut Agenesis Tiroid atau Atirosis. Kondisi ini lebih sering ditemukan pada

perempuan dibandingkan laki-laki, sekitar 2:1. Kondisi ini ditemukan pada 1 dari

10.000 bayi lahir, dan merupakan 35% kasus yang ditemukan pada Newborn

Screening. Alasan mengapa hormon tiroid gagal berkembang belum diketahui.

Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu kaskade pada gen

yang berperan dalam pembentukan kelenjar tiroid tidak teraktivasi tepat pada

waktunya.

2.      Kelenjar Tiroid Ektopik

Pada bayi dengan kondisi ini, kelenjar tiroid berukuran kecil dan tidak

terletak secar normal pada posisinya di depan trakea. Seringkali kelenjar tiroid

ditemukan di bawah lidah di dekat lokasi di mana kelenjar pertama kali terbentuk

pada embrio. Tiroid ektopik memiliki derajat fungsi yang berbeda-beda.

Terkadang ukurannya sangat kecil dan tidak aktif, namun pada kondisi tertentu

Page 8: Hipotiroid Kongenital

masih dapat menghasilkan hormon tiroid yang jumlahnya hampir mencapai

normal, oleh karena itu ada derajat keparahan pada kondisi ini. Setelah kelahiran,

kelenjar tiroid ektopik tidak akan bertambah besar dan turun pada posisi

normalnya. Fungsinya pun akan semakin menurun seiring perjalanan waktu.

Kelenjar tiroid ektopik juga dua kali lebih sering terjadi pada wanita

dibandingkan pria. Kondisi tersebut merupakan 50% dari yang terdeteksi pada

Newborn Screening dan sedikit lebih sering terjadi dibandingkan atirosis.

Penyebab pastinya juga tidak diketahui, namun penyebab yang sama seperti pada

atirosis dapat menimbulkan kondisi ini.

3.      Malformasi Kelenjar Tiroid pada Posisi Normal (Hypoplasia)

Kondisi ini terkadang disebut sebagai Hipoplasia Thyroid dan hanya terjadi

dengan persentase yang sangat kecil pada total seluruh kasus. Pada hipoplasia

tiroid, kelenjar berukuran kecil, tidak terbentuk secara optimal dan terkadang

hanya memiliki satu lobus.

4.      Kelenjar Tiroid Tumbuh dengan Normal Namun Tidak Dapat Berfungsi Optimal

(Dysmorphogenesis)

Kondisi ini merupakan 15% dari kasus yang ditemukan pada Neonatal

Screening. Dismorfogenesis seringkali terjadi akibat defek enzim tertentu, yang

dapat bersifat transien maupun permanen. Pada bayi dengan dismorfogenesis,

ukuran kelenjar tiroid mengalami pembesaran dan dapat dilihat atau diraba pada

bagian depan.

H. Manifestasi Klinis

Pada neonatus, gejala khas hipotiroidisme seringkali tidak tampak dalam

beberapa minggu pertama kehidupan. Hanya 10-15% bayi baru lahir

hipotiroidisme yang datang dengan manifestasi klinik mencurigakan, yang

membuat dokter waspada akan kemungkinan hipotiroidisme.4,5,8 Salah satu tanda

yang paling khas dari hipotiroidisme kongenital pada bayi baru lahir adalah

fontanela posterior terbuka dengan sutura cranial yang terbuka lebar akibat

keterlambatan maturasi skeletal prenatal. Kelambatan maturasi tulang, dapat

dinilai dengan pemeriksaan radiologik pada daerah femoral distal lutut, tidak

Page 9: Hipotiroid Kongenital

hanya untuk kepentingan diagnostik, tetapi juga menggambarkan berat serta

lamanya penyakit in utero. Gejala berikutnya yang paling sering adalah hernia

umbilikalis, namun kurang spesifik. Sebagian besar pasien memiliki berat lahir

besar untuk kehamilan (di atas 3,5 kg dengan periode kehamilan lebih dari 40

minggu). Kurang dari separuh pasien didapatkan ikterus berkepanjangan pada

awal kehidupannya. Tidak terdapat perbedaan jenis kelamin untuk terjadinya

hipotiroidisme kongenital. Tanda dan gejala lain yang jarang terlihat adalah

konstipasi (Riwayat BAB pertama > 20 jam setelah lahir dan sembelit ),

hipotonia, suara tangis serak, kesulitan makan atau menyusui, bradikardi dan

kulit kering dan kasar. Selain itu, bayi dengan hipotiroidisme kongenital

memiliki insiden anomaly kongenital lain lebih tinggi, namun kemaknaannya

tidak jelas. Berbagai anomali congenital pada bayi hipotiroidisme kongenital

yang diidentifikasi melalui program skrining hipotiroidisme, antara lain penyakit

jantung bawaan, penyimpangan kromosom, kelainan tulang, dan sindrom rambut

terbelah.

Signs and Symptoms of Hypothyroidism (Descending Order of Frequency)

SymptomsTiredness, weaknessDry skinFeeling coldHair lossDifficulty concentrating and poor memoryConstipationWeight gain with poor appetiteDyspneaHoarse voiceMenorrhagia (later oligomenorrhea or amenorrhea)Paresthesia Impaired hearing

SignsDry coarse skin; cool peripheral extremitiesPuffy face, hands, and feet (myxedema)Diffuse alopeciaBradycardiaPeripheral edemaDelayed tendon reflex relaxationCarpal tunnel syndromeSerous cavity effusions

Sumber: Harrison 17th edition

Apabila keadaan hipothyroid ini tidak ditangani selama masa neonatus dan

bayi, maka akan dapat menyebabkan kelainan yang lebih berat berupa:

1.      Keterlambatan Pertumbuhan

Page 10: Hipotiroid Kongenital

Walaupun tiroksin tampaknya tidak begitu diperlukan untuk pertembuhan

sebelum kelahiran, namun sangat esensial untuk pertumbuhan normal setelah

kelahiran. Jika seorang bayi memilki defisiensi tiroid yang tidak ditangani, ia

akan memiliki postur yang kecil pada masa bayi maupun kanak-kanak dan

berujung pada postur yang sangat pendek. Keterlambatan pertumbuhan ini

mempengaruhi seluruh bagian tubuh termasuk tulang.

2.      Keterlambatan Perkembangan Mental

Retardasi intelektual dapat terjadi pada kondisi kekurangan tiroksin. Derajat

retardasi bergantung pada keparahan defisiensi hormon tiroid. Jika hanya ada

kekurangan parsial tiroksin, kelainan mental minimal dapat terjadi.4,5 Ketika

tiroksin sepenuhnya tidak ada dan bayi tidak mendapatkan penanganan, retardasi

mental yang parah mungkin dapat terjadi. Namun, kondisi ini tidak akan terjadi

jika penatalaksanaan dilakukan sejak awal.

3.      Jaundice Persisten

Secara normal, kondisi jaundice adalah kondisi yang fisiologis yang dapat

terjadi pada neonatus yang berlangsung selama 1-2 minggu. Namun pada kondisi

hipotiroidisme yang tidak ditangani (untreated hypothiroidism), jaundice dapat

berlangsung lebih dari waktu yang normal.4,5,10

Enzim glukoronil teransferase merupakan enzim yang mengkatatalisis proses

konjugasi bilirubin di dalam hepatosit. Pada hipotiroid aktivitas enzim ini

menurun sehingga terjadi penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dari

hepatosit ke dalam usus. Hal ini menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tak

terkonjugasi. Peningkatan rasio klesterol-fosfolipid pada membran hepatosit

dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada proses pengambilan bilirubin tak

terkonjugasi oleh hepatosit. Gangguan karena penningkatan rasio kolesterol

fosfolipid ini mengganggu kelarutan bahan–bahan yang akan memasuki sel

hepatosit, salah satunya adalah bilirubin tak terkonjugasi yang berasal dari siklus

enterohepatik. Selain itu tejadi juga gangguan kerja dari enzim Na+, K+-ATPase

yang merupkan enzim yang berperan dalam proses up take bilirubin oleh hati

yang terjadi melalui suatu proses transport aktif.

Page 11: Hipotiroid Kongenital

I. Diagnosis

1.      Anamnesis Tanpa adanya skrining pada bayi baru lahir, pasien sering datang terlambat

dengan keluhan retardasi perkembangan disertai dengan gagal tumbuh atau

perawakan pendek. Pada beberapa kasus pasien datang dengan keluhan pucat.

Pada bayi baru lahir sampai usia 8 minggu keluhan tidak spesifik. Perlu ditanya

riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit ibu saat hamil, obat anti tiorid

yang sedang  diminum dan terapi sinar.

Dari anamnesis dapat digali berbagai gejala yang mengarah kepada

hipotiroid kongenital seperti ikterus lama, letargi, konstipasi, nafsu makan

menurun dan kulit teraba dingin. Selain itu, didapat pertumbuhan anak kerdil,

ekstremitas pendek, fontanel anterior dan posterior terbuka lebih lebar, mata

tampak berjauhan dan hidung pesek. Mulut terbuka, lidah yang tebal dan besar

menonjol keluar, gigi terlambat tumbuh. Leher pendek dan tebal, tangan besar

dan jari-jari pendek, kulit kering, miksedema dan hernia

umbilikalis.perkembangan terganggu, otot hipotonik kadang dapat ditemukan

hipertrofi otot generalisata sehingga menghasilkan tampakan tubuh berotot. Perlu

pula digali adanya riwayat keluarga dengan hipothyroidisme, terutama kedua

orang tua. Penting juga mengevaluasi riwayat kehamilan untuk mengetahui

pengobatan yang mungkin didapat ibu selama hamil, terutama yang bekerja

mempengaruhi sintesis dan kerja hormon thyroid atau kelainan lainnya.

2.      Gejala Klinis

Indeks hipotiroidisme kongenital merupakan ringkasan tanda dan gejala yang

paling sering terlihat pada hipotiroidisme kongenital. Dicurigai adanya hipotiroid

bila skor indeks hipothyroid kongenital > 5. Tetapi, tidak adanya gejala atau

tanda yang tampak tidak menyingkirkan kemungkinan hipotiroid kongenital.

Page 12: Hipotiroid Kongenital

Tabel : Skoring hipotiroid kongenital

Gejala KlinisHernia umbilicalis                                           Kromosom Y tidak ada (wanita)Pucat, dingin, hipotermi                      Tipe wajah khas edematus                  Makroglosi                                                      Hipotoni          Ikterus lebih dari 3 hari                                   Kulit kasar, kering                               Fontanella posterior terbuka (>3cm)Konstipasi                                                       Berat badan lahir > 3,5 kg                  Kehamilan > 40 minggu         

211211111111

Total 15

3.      Laboratorium

Penyakit hipotiroid kongenital dapat dideteksi dengan tes skrining, yang

dilakukan dengan pemeriksaan darah pada bayi baru lahir atau berumur 3 hari

atau minimal 36 jam atau 24 jam setelah kelahiran. Tes skrining dilakukan

melalui pemeriksaan darah bayi. Darah bayi akan diambil sebelum ibu dan bayi

meninggalkan rumah sakit bersalin. Jika bayi dilahirkan di rumah, bayi

diharapkan dibawa ke rumah sakit / dokter sebelum usia 7 hari untuk dilakukan

pemeriksaan ini. Darah diambil melalui tusukan kecil pada salah satu tumit bayi,

lalu diteteskan beberapa kali pada suatu kertas saring (kertas Guthrie) dan setelah

mengering dikirim ke laboratorium. Adapun pemeriksaannya ada tiga cara, yaitu:

a)       Pemeriksaan primer TSH.

b)       Pemeriksaan T4 ditambah dengan pemeriksaan TSH dari sampel darah yang

sama, bila hasil T4 rendah.

c)       Pemeriksaan TSH dan T4 sekaligus pada satu sampel darah.

Nilai cut-off adalah 25 mU/ml. Bila nilai TSH < 25 >50 mU/ml dianggap

abnormal dan perlu pemeriksaan klinis dan pemeriksaan TSH dan T4 plasma.

Bila kadar TSH tinggi > 40 mU/ml dan T4 rendah, Bayi dengan kadar TSH

diantara 25-50 mmU/ml, dilakukan pemeriksaan ulang 2-3 minggu kemudian.

Pemeriksaan penunjang lainnya yang penting dilakukan, antara lain:

Page 13: Hipotiroid Kongenital

a)       Darah, air kemih, tinja, kolesterol serum.

b)       T3, T4, TSH.

c)       Radiologis :

1)       USG atau CT scan tiroid.

2)       Tiroid scintigrafi.

3)       Umur tulang (bone age).

4)       X-foto tengkorak .

Selain untuk mendiagnosis keadaan hipothyroid, perlu juga dilakukan evaluasi

tambahan guna menentukan etiologi dasar penyakit. Hal ini perlu dilakukan

untuk menentukan apakah HK bersifat permanent atau transient sehingga dapat

diperkirakan lama terapi dan prognosis.

1. Pengukuran kadar hormon kelenjar gondokThyroxine total (T4). Cara pemeriksaan T4 yang umum dilakukan ialah cara

competitive protein binding assay (CPBA), radioimmuno assay (RIA) dan

enzyme immuno assay (EIA). Cara CPBA dikembangkan oleh Murphy dan

Pattee (1964) dimana digunakan T4 — J125 dan thyroxine binding globulin

(TBG) untuk mengukur kadar T4 serum. Saat ini yang lebih sering digunakan

adalah cara RIA dimana digunakan antibodi spesifik terhadap T4 (anti—T4). T4

terlebih dulu dilepaskan dari ikatannya dengan TBG dengan penambahan zat

tertentu. T4 yang telah dibebaskan bersaing dengan T4 —J125 dalam berikatan

dengan anti— T4. Ikatan T4-anti T4 kemudian dipisahkan dari T4 bebas dan

salah satu fraksi diukur radioaktivitasnya. Ukuran radioaktivitas ini digunakan

untuk mendapatkan kadar T4, dengan membandingkan dengan satu seri standard

yang dikerjakan bersama bahan pemeriksaan dari pasien.

Prinsip EIA sama seperti prinsip RIA, hanya disini digunakan label ensim

sebagai pengganti label zat radioaktif. T3 UPTAKE (T3U). Pemeriksaan T3U

bukanlah pemeriksaan mengukur kadar hormon T3. Penamaan T 3 U disini

hanyalah karena reagens yang dipakai adalah T3—J125. T 3 U dipakai untuk

menilai "unsaturated thyroxine binding protein". T 3 — J 125 berlebihan

ditambahkan kedalam serum dimana ia akan mengisi unsaturated TBP. Sisa T3

Page 14: Hipotiroid Kongenital

—J125 diikat oleh pengikat kedua yaitu resin atau arang. Yang dimaksud dengan

T 3 U adalah persentase radioaktivitas yang diikat oleh pengikat kedua.

Selain cara diatas, dapat pula dilaporkan sebagai thyrobinding index (TBI)

yaitu persentase radioaktivitas yang diikat oleh unsaturated TBP. Kadar TBG

dapat pula diukur secara langsung dengan cara RIA.

T4 bebas

 Kadar T4 bebas dapat diperkirakan dengan menghitung Free Thyroxine Index

(FTI) dengan rumus : FTI = T4 x T3U atau FTI = T4/TBG. T4 bebas (Free T4 =

FT4)Idapat pula diulcur langsung. Cara yang klasik adalah dengan cars dialysis

ekuilibrium. Cara ini sulit dan tidak praktis untuk digunakan secara rutin,

sehingga seisms ini perkiraan T4 bebas dengan menghitung FTI yang lebih

banyak digunakan. Akhir-akhir ini telah dibuat suatu tehnik pemenksaan FT4

yang lebih sederhana. Dasar dari cara ini adalah penggunaan antibody spesifilc

terhadap T4 yang dibuat sedemikian sehingga hanya bereaksi dengan T4 bebas.

Triiodothyronine (T3)

T3 dapat diukur dengan cars RIA dengan menggunakan T3-J'25 dan antibodi

spesifik terhadap T3. Prinsip pemeriksaan ini sama seperti pemeriksaan T4

dengan cara RIA. Seperti halnya T4 total, kadar T3 juga dipengaruhi kadar

protein pengikatnya dalam darah. Untuk mendapatkan gambaran kadar T3 bebas

dalam darah dapat pula diitung Free T3 Index (FT3I) dengan rumus l FT3I = T3

(ng/dl) x T3U (%)/ 1000

Disamping pemeriksaan T3 dapat pula diperiksa kadar neversed T3 (rT3)

yang juga menggunakan carai RIA. Selain pemeriksaan-pemeriksaan hormon

kelenjar gondok diatas, dilcenal pula pemeriksaan Protein bound iodine (PBI)

dan Butanol extractable iodine (BEI), akan tetapi pemeriksaan ini telah

ditinggalkanehingga tidak dibicarakan dalam tulisan ini.

2. Penlaian jalur hipotalamus — hipofisis - kelenjar gondok Thyroid

Stimulating Hormone (TSH).

TSH adalah suatu glikoprotein yang disekresi oleh kelenjar hipofisis pars

anterior. Dulu kadar TSH diperiksa dengan cant bioassay, sekarang telah dapat

Page 15: Hipotiroid Kongenital

digunakan cara RIA yang sensitif untuk mengukurnya. Kadar normal TSH

adalah mulai dari tidak terdeteksi sampai 10uU/ml. Tes TRH. Pengukuran kadar

TSH dilakukan sebelum, 20 menit sesudah penyuntikan S00ug TRH intravena.

3. Pemeriksaan tidak langsung.

Pemeriksaan basal metabolic rate (BMR) dan lemak darah dapat digunakan

untuk menilai faal kelenjar gondok secara tidak langsung. Padahipotiroidisme

seringkali dijumpai adanya hiperlipidemia.

4. Pemeriksaan terhadap etiologi

Autoantibodi terhadap kelenjar gondok. Pada keadaan-keadaan tertentu

mungkin dijumpai adanya antibodi terhadap komponen- komponen kelenjar

gondok seperti thyroglobulin, komponen koloid, mikrosom dan komponen

nukleus dari sal folikuler. Antibodi ini dapat diperiksa dengan cara imunologis

seperti hemaglutinasi, presipitasi, fiksasi komplemen dan imunofluoresens.

Penyakit yang dihubungkan dengan adanya autoantibodi ini antara lain

thyroiditis Hashimoto dan penyakit Grave. Long acting thyroid stimulator

(LATS). LATS adalah IgG yang bersifat antibodi terhadap komponen kelenjar

gondok yang mampu merangsang fungsi kelenjar gondok. Sekarang ini dikenal

beberapa macam thyroid stimulating immunoglobulins (TSI). Zat-zat ini dapat

diukur dengan cara bioassay, akan tetapi cara ini sulit dilakukan.

Penggunaan dan Interpretasi Pemeriksaan Laboratorium

Karena hampir seluruh T4 dalam sirkulasi darah terikat TBP, terutama TBG,

pengukuran kadar T4 total dipengaruhi oleh juinlah T4 yang dibuat oleh kelenjar

gondok dan kadar TBG. 14 bebas merupakan bentuk hormon yang dapat

mendifusi kedalam sel dan mempengaruhi metabolisme, karena itu pengukuran

FT4 lebih menggambarkan fungsi kelenjar gondok.

Kadar T4 total dan T3U dipengaruhi oleh kadar TBG seperti dapat dilihat

pada gambar dibawah.

Page 16: Hipotiroid Kongenital

DAFTAR PUSTAKA