makalah hhd

55
BAB I HIPERTENSI I. 1. Epidemiologi Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan penyakit vaskuler. Hipertensi disebut “silent killerkarena sifatnya asimptomatik dan setelah beberapa tahun menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Meskipun tidak dapat diobati, pencegahan dan penatalaksanaan dapat menurunkan kejadian hipertensi dan penyakit yang menyertainya. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diketahui hampir seperempat (24,5%) penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi makanan asin setiap hari, satu kali atau lebih. Sementara prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Pada orang dewasa, peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg menyebabkan peningkatan 60% risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler. Berdasarkan American Heart Association (AHA, 2001), terjadi peningkatan rata-rata kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai tahun 1999. Secara keseluruhan kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. Data Riskesdas menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis,

Transcript of makalah hhd

Page 1: makalah hhd

BAB I

HIPERTENSI

I. 1. Epidemiologi

Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak

terkontrol dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung

kongestif, gagal ginjal, dan penyakit vaskuler. Hipertensi disebut “silent killer” karena

sifatnya asimptomatik dan setelah beberapa tahun menimbulkan stroke yang fatal

atau penyakit jantung. Meskipun tidak dapat diobati, pencegahan dan

penatalaksanaan dapat menurunkan kejadian hipertensi dan penyakit yang

menyertainya.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diketahui hampir

seperempat (24,5%) penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi

makanan asin setiap hari, satu kali atau lebih. Sementara prevalensi hipertensi di

Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu,

60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung,

gagal ginjal, dan kebutaan. Pada orang dewasa, peningkatan tekanan darah sistolik

sebesar 20 mmHg menyebabkan peningkatan 60% risiko kematian akibat penyakit

kardiovaskuler.

Berdasarkan American Heart Association (AHA, 2001), terjadi peningkatan

rata-rata kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai tahun

1999. Secara keseluruhan kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan

sebesar 46%. Data Riskesdas menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian

nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi

penyebab kematian pada semua umur di Indonesia.

Hipertensi perlu diwaspadai karena merupakan bahaya diam-diam. Tidak ada

gejala atau tanda khas untuk peringatan dini bagi penderita hipertensi. Selain itu,

banyak orang merasa sehat dan energik walaupun memiliki hipertensi. Berdasarkan

hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, sebagian besar kasus hipertensi di

masyarakat belum terdiagnosis.

I. 2. Definisi

Page 2: makalah hhd

Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam

arteri. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi

esensial. Menurut The Seventh of The Joint national Committee on Prevention,

detection, Wvaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi

tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi,

hipertensi derajat 1, dan derajat 2.

Klasifikasi Tekanan darah menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan

DarahTDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 atau 80 – 90

Hipertensi derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 atau ≥ 100

Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah

menjadi hipertensi; mereka yang tekanan darahnya berkisar antara 130 – 139/80 –

89 mmHg dalam sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali risiko menjadi hipertensi

dan mengalami penyakit kardiovaskular daripada yang tekanan darahnya lebih

rendah.

Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg

merupakan factor resiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular

daripada tekanan darah diastolic.

Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg,

meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg

Risiko penyakit kardiovaskular bersifat kontinyu, konsisten, dan independen

dari factor resiko lainnya

I. 3 . Etiologi

2

Page 3: makalah hhd

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi

renal.

1) Hipertensi esensial

Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut

juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang

mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis,

sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca

intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol,

merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada usia 30 – 50

tahun.

2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab

spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular

renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio

aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain.

a) Hipertensi pada penyakit ginjal

Penyakit ginjal dapat meningkatkan tekanan darah dan sebaliknya hipertensi dalam

jangka waktu yang lama dapat mengganggu ginjal. Secara klinis sulit untuk

membedakan dua keadaan tersebut, terutama pada penyakit ginjal menahun.

Beratnya pengaruh hipertensi terhadap ginjal tergantung dari tingginya tekanan

darah dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darah dalam waktu

lama makin berat komplikasi yang mungkin ditimbulkan.

Hipertensi pada penyakit ginjal dapat terjadi pada penyakit ginjal akut maupun

penyakit ginjal kronik, baik pada kelainan glumerolus maupun pada kelainan

vaskular. Hipertensi pada penyakit ginjal dapat dikelompokkan dalam :

1. Penyakit glumerolus akut

2. Penyakit vaskuler

3. Gagal ginjal kronik

3

Page 4: makalah hhd

4. Penyakit glumerolus kronik

b) Hipertensi pada penyakit renovaskular.

Hipertensi renovaskular merupakan penyebab tersering dari hipertensi sekunder.

Diagnosa hipertensi renovaskular penting karena kelainan ini potensial untuk

disembuhkan dengan menghilangkan penyebabnya yaitu stenosis arteri renalis.

Stenosis arteri renalis adalah suatu keadaan terdapatnya lesi obstruktif secara

anatomik pada arteri renalis. Sedangkan hipertensi renovaskular adalah hipertensi

yang terjadi akibat fisiologis adanya stenosis arteri renalis. Istilah nefropati iskemik

menggambarkan suatu keadaan terjadinya penurunan fungsi ginjal akibat adanya

stenosis arteri renalis. Jika terjadi gangguan fungsi ginjal, kelainan ini akan menetap

walaupun tekanan darahnya dapat dikendalikan dengan pengobatan yang meliputi

medikamentosa antihipertensi, revaskularisasi dengan tindakan bedah ataupun

angioplasti.

c) Hipertensi pada kelainan endokrin

Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan endokrin adalah

aldosteronisme primer (Sindrom Conn). Hiperaldosteronisme primer adalah sindrom

yang disebabkan oleh hipersekresi aldesteron yang tidak terkendali yang umumnya

berasal dari kelenjar korteks adrenal. Hiperaldosteronisme primer secara klinis

dikenal dengan triad terdiri dari hipertensi, hipokalemi, dan alkalosis metabolik.

Sindrom ini disebabkan oleh hiperplasi kelenjar korteks adrenal, adenoma atau

karsinoma adrenal.

d) Sindrom Cushing

Sindrom cushing disebabkan oleh hiperplasi adrenal bilateral yang disebabkan oleh

adenoma hipofisis yang menghasilkan Adenocorticotropin Hormone (ACTH).

e) Hipertensi adrenal kongenital

Hipertensi adrenal kongenital merupakan penyabab terjadinya hipertensi pada anak

(jarang terjadi).

f) Feokromositoma

Feokromositoma adalah salah satu hipertensi endokrin yang patut dicurigai apabila

terdapat riwayat dalam keluarga. Tanda – tanda yang mencurigai adanya

feokromositoma yaitu hipertensi, sakit kepala, hipermetabolisme, hiperhidrosis, dan

hiperglikemia.

4

Page 5: makalah hhd

Feokromositomia disebabkan oleh tumor sel kromatin asal neural yang

mensekresikan katekolamin. Sebagian besar berasal dari kelenjar adrenal, dan

hanya 10 % terjadi di tempat lain dalam rantai simpatis. 10 % dari tumor ini ganas

dan 10 % adenoma adrenal adalah bilateral. Feokromositomia dicurigai jika tekanan

darah berfluktuasi tinggi, disertai takikardi, berkeringat atau edema paru karena

gagal jantung.

g) Koartasio aorta

Koarktasi aorta paling sering mempengaruhi aorta pada distal dari arteri subklavia

kiri dan menimbulkan hipertensi pada lengan dan menurunkan tekanan pada kaki,

dengan denyut nadi arteri femoralis lemah atau tidak ada. Hipertensi ini dapat

menetap bahkan setelah reseksi bedah yang berhasil, terutama jika hipertensi terjadi

lama sebelum operasi.

h) Hipertensi pada kehamilan

Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan

mortalitas maternal, janin dan neonatus. Kedaruratan hipertensi dapat menjadi

komplikasi dari preeklampsia sebagaimana yang terjadi pada hipertensi kronik.

Perempuan hamil dengan hipertensi mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya

komplikasi yang berat seperti abruptio plasenta, penyakit serebrovaskuler, gagal

organ, koagulasi intravaskular. Penelitian observasi pasien hipertensi kronik yang

ringan didapatkan risiko kehamilan preaklampsia 10 – 25 %, abruptio 0,7 – 1,5 %,

kehamilan prematur kurang dari 37 minggu 12 – 34 %, dan hambatan pertumbuhan

janin 8 – 16 %. Risiko bertambah pada hipertensi kronik yang berat pada trimester

pertama dengan didapatnya preaklampsia sampai 50 %. Terhadap janin,

mengakibatkan risiko retardasi perkembangan intrauterin, prematuritas dan kematian

intrauterin. Selain itu risiko hipertensi seperti gagal jantung, ensepalopati, retinopati,

perdarahan serebral, dan gagal ginjal akut dapat terjadi. Sampai sekarang yang

belum jelas apakah tekanan darah yang terkontrol secara agresif dapat menurunkan

terjadinya eklampsia.

i) Hipertensi akibat dari penggunaan obat – obatan.

Penggunaan obat yang paling banyak berkaitan dengan hipertensi adalah pil

kontrasepsi oral (OCP). 5% perempuan mengalami hipertensi sejak mulai

penggunaan. Perempuan usia lebih tua (> 35 tahun)lebih mudah terkena, begitupula

5

Page 6: makalah hhd

dengan perempuan yang pernah mengalami hipertensi selama kehamilan. Pada 50

% tekanan darah akan kembali normal dalam 3 – 6 sesudah penghentian pil.

Penggunaan estrogen pascamenopause bersifat kardioproteksi dan tidak

meningkatkan tekanan darah. Obat lain yang terkait dengan hipertensi termasuk

siklosporin, eritopoietin, dan kokain.

I. 4 . Gejala Klinis

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala

pada hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala

yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa

gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti

pada ginjal, mata, otak dan jantung.

Perjalanan penyakit hipertensi sangat berlahan. Penderita hipertensi mungkin

tidak menunjukkan gejala selama bertahun – tahun. Masa laten ini menyelubungi

perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila

terdapat gejala biasanya hanya bersifat spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing.

Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga

berdengung, rasa berat di tungkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila

hipertensi tidak diketahui dan dirawat dapat mengakibatkan kematian karena payah

jantung, infark miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan

parawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas.

I. 4 . Patogenesis

Tekanan darah terutama dikontrol oleh sistem saraf simpatik (kontrol jangka

pendek) dan ginjal (kontrol jangka panjang). Mekanisme yang berhubungan dengan

penyebab hipertensi melibatkan perubahan – perubahan pada curah jantung dan

resistensi vaskular perifer. Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi

sedangkan tahanan perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas

simpatik. Saraf simpatik mengeluarkan norepinefrin, sebuah vasokonstriktor yang

mempengaruhi pembuluh arteri dan arteriol sehingga resistensi perifer meningkat.

Pada tahap selanjutnya curah jantung kembali ke normal sedangkan tahanan perifer

meningkat yang disebabkan oleh refleks autoregulasi. Yang dimaksud dengan

refleks autoregulasi adalah mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan

hemodinamik yang normal. Oleh karena curah jantung yang meningkat terjadi

6

Page 7: makalah hhd

konstriksi sfingter pre-kapiler yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan

peninggian tahanan perifer. Pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi

menunjukkan curah jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan

tahanan perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap.

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi

esensial antara lain :

1) Curah jantung dan tahanan perifer

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh

terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial

curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah

ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.

Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan

konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin

lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin

dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang

irreversible.

2) Sistem Renin-Angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan

ekstraseluler dan sekresi renin.1 Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem

endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh

juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau

penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik.

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari

angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan

fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh

ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE

yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida

yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah

karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:

7

Page 8: makalah hhd

a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH

diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk

mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat

sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi

pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan

tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron

merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur

volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)

dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl

akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler

yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

3) Sisten Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi

arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam

pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara

sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor

lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

4) Disfungsi Endotelium

Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan

pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul

oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus

hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan

perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit.

5) Substansi vasoaktif

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam

mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan

vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan

sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin

8

Page 9: makalah hhd

lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium

jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan

ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan

dan hipertensi.

6) Hiperkoagulasi

Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh

darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor

homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan

protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan

merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat

anti-hipertensi.

7) Disfungsi diastolik

Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi

tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel,

terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal,

dan penurunan tekanan ventrikel.

I. 5 . Faktor Risiko

Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui

dengan jelas. Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi

antara lain :

a. Keturunan

Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua atau

salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko lebih

besar untuk terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya normal

(tidak menderita hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan

penyakit jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi

pada perempuan dibawah 65 tahun dan laki – laki dibawah 55 tahun.

b. Usia

9

Page 10: makalah hhd

Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi usia

seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya.. Hal ini disebabkan elastisitas

dinding pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya usia. Sebagian

besar hipertensi terjadi pada usia lebih dari 65 tahun. Sebelum usia 55 tahun

tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah usia 65

tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan demikian,

risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya usia.

c. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah. Sejumlah

fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara

umum tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada

perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang

mununjukkan adanya pengaruh hormon.

d. Merokok

Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan darah.

Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan

darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena

nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat

menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik

terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik

maupun diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa,

pemakaian O2 bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi

pada pembuluh darah perifer.

e. Obesitas

Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan

hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya

penambahan berat badan. Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya

hipertensi terjadi pada penambahan berat badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua

obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung pada masing – masing individu.

Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg akan

meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Penurunan berat badan

10

Page 11: makalah hhd

efektif untuk menurunkan hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat

menurunkan tekanan darah secara signifikan.

f. Stress

Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang

dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung

lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Pada binatang

percobaan dibuktikan bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang

tersebut menjadi hipertensi.

g. Aktifitas Fisik

Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar kemungkinan

aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan

mengontrol berat badan. Aerobik yang cukup seperti 30 – 45 menit berjalan cepat

setiap hari membantu menurunkan tekanan darah secara langsung.23 Olahraga

secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik

hipertensi maupun normotensi.

h. Asupan

1) Asupan Natrium

2) Asupan Kalium

3) Asupan Magnesium

4) Asupan Kalsium

I. 6 . Gejala klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala,

meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan berhubungan

dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan

dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik

pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang

normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala

berikut:

11

Page 12: makalah hhd

Sakit kepala

Kelelahan

Mual

Muntah

Sesak nafas

Gelisah

Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,

mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan

bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut hipertensif

ensefalopati, yang memerlukan penanganan segera.

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan

darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah

terjadinya kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120

mmHg.

Pada hipertensi emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan

kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus

diturunkan segera (dalam hitungan menit – jam) untuk mencegah kerusakan organ

target lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut: ensefalopati, pendarahan

intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema paru, dissecting aortic aneurysm,

angina pectoris tidak stabil, dan eklampsia atau hipertensi berat selama kehamilan.

Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan organ

target yang progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi oral ke

nilai tekanan darah pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam sampai dengan

beberapa hari.

I. 7. Pemeriksaan Mencari Faktor Resiko

Faktor resiko penting untuk menentukan resiko hipertensi dan stratifikasi terhadap

kejadian komplikasi kardiovaskular, yaitu :

1. Resiko untuk stratifikasi

a. Derajat hipertensi

b. Wanita > 65 tahun

12

Page 13: makalah hhd

c. Laki-laki > 55 tahun

d. Perokok

e. Kolesterol total > 250 mg% (6,5 mmol/L)

f. Diabetes mellitus

g. Riwayat keluarga penyakit kardiovaskular lain

2. Resiko lain yang mempengaruhi prognosis

a. Kolesterol HDL rendah

b. Kolesterol LDL meningkat

c. Mikroalbuminaria pada diabetes mellitus

d. Toleransi glukosa terganggu

e. Obesitas

f. Tidak berolahraga (secondary lifestyle)

g. Fibrinogen meningkat

h. Kelompok resiko tinggi tertentu; sosioekonomi, ras, geografik

3. Kerusakan organ sasaran

a. Hipertrofi ventrikel kiri

b. Proteinuria / kreatinin 1,2 – 2,0 mg%

c. Penyempitan a.retina local / umum

d. Tanda aterosklerosis pada A. karotis, A. iliaka, aorta

4. Tanda klinis kelainan dengan penyakit

a. Penyakit serebrovaskular

Stroke iskemik

Perdarahan serebral

b. Penyakit jantung

Infark miokard

Angina pectoris

Revaskularisasi koroner

Gagal jantung kongestif

c. Retinopati hipertensi lanjut

Perdarahan atau eksudat

Edema papil

13

Page 14: makalah hhd

d. Penyakit ginjal

Nefropati diabetic

GGK (kreatinin > 2 mg %)

e. Penyakit lain

Diseksi aneurisma

Penyakit arteri (simtomatik)

I. 8. Komplikasi

Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri

dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya

organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar.

Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke,

transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal

ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor

resiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat

gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan

hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner,

stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung.

14

Page 15: makalah hhd

HIPERTENSIJantung :

Hipertrofi ventrikel kiriGagal jantung kronikInfark miokard Penyakit jantung kongestifAritmia

Pembuluh Darah :Arteriosklerosis

Penyakit pembuluh darah perifer Penyakit jantung koroner

Insufisiensi ginjal

Ginjal

OTAK

Stroke TIA

MATA Retinopati

Faktor risiko

Disfungsi endotel

aterosklerosis

Infark miokard akut

Disfungsi sistolikventrikel kiri

remodelling

Gagal jantung kongestif

Gagal jantungtahap akhir

KEMATIAN

Disritmia mati mendadak

Disfungsi diastolik

Hipertrofiventrikel kiri

Disfungsi endotel

Tekanan glomerulus

Gagal ginjal tahap akhir Disfungsi mesangial

sitokin

Proteinuriasklerosis & fibrosis

Paradigma Perjalanan Penyakit Kardiovaskular

plak tidak stabil

Penyakit jantung koroner

PVD

STROKE

Hipertensi

15

Page 16: makalah hhd

I. 9. Diagnosis

Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5

menit. Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi

diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran.

Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan kelainan

pembuluh darah perifer. Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang

tinggi, maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali

pada 2 hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil pengukuran bukan

hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi, tetapi juga digunakan untuk

menggolongkan beratnya hipertensi. Setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan

pemeriksaan terhadap organ utama, terutama pembuluh darah, jantung, otak dan

ginjal

I. 10. Pemeriksaan Penunjang

Tes darah rutin

Hemoglobin dan hematokrit

Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula

Kimia darah untuk kalium (serum), kreatinin (serum), gula darah puasa, total

kolesterol

Elektrokardiogram

Ekokardiogram

Radiologi: foto toraks

Sesuai penyakit penyerta

Kolesterol total serum, kolesterol HDL serum, LDL serum, kolesterol

trigliserida serum (puasa)

Asam urat serum

Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin

Ekokardiografi bila diduga KOS (kerusakan organ sasaran), seperti adanya

LVH

Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)

Ultrasonografi ginjal bila diduga adanya kelainan ginjal

Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak

Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata

16

Page 17: makalah hhd

I. 11. Penatalaksanaan hipertensi

a. Penatalaksanaan non farmakologis

Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang untuk mencegah tekanan darah

tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua

pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup.

Di samping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi,

modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke

hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi. Modifikasi gaya

hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah:

mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk;

mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang

kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan

tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol.

Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik

dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat

membebaskan pasien dari menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima

adalah yang diatur untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada

pasien yang gemuk dan obesitas disertai pembatasan pemasukan natrium dan

alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moral. Aktifitas fisik

juga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak

30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi

menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan

menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat

terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi

dengan dokter untuk mengetahui jenis olah raga mana yang terbaik terutama untuk

pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan faktor resiko utama

independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus

dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.

17

Page 18: makalah hhd

Tabel II. Modifikasi Gaya Hidup untuk mengontrol hipertensi

Modifikasi RekomendasiKira-kira penurunantekanan darah, range

Penurunan berat badan(BB)

Pelihara berat badan normal

(BMI 18.5 – 24.9)

5-20 mmHg/10-kgpenurunan BB

Adopsi pola makan DASHDiet kaya dengan buah, sayur, dan produk

susu rendah lemak8-14 mm Hg1

Diet rendah sodium Mengurangi diet sodium, tidak lebih dari 100meq/L (2,4 g sodium atau 6 g sodium klorida)

2-8 mm Hg

Aktifitas fisikRegular aktifitas fisik aerobik seperti jalan kaki

30 menit/hari, beberapa hari/minggu4-9 mm Hg18

Minum alkohol sedikit saja

Limit minum alkohol tidak lebih dari 2/hari (30

ml etanol [mis.720 ml beer], 300ml wine)

untuk laki-laki dan 1/hari untuk perempuan

2-4 mm Hg

Singkatan: BMI = body mass index, BB = berat badan, DASH = Dietary Approach to Stop

Hypertension

* Berhenti merokok, untuk mengurangi resiko kardiovaskular secara keseluruhan

b. Penatalaksanaan farmakologis

Jenis – jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan

JNC 7:

Diuretika, terutama jenis Thiazie (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo

Ant)

Beta Blocker (BB)

Calcium Channel Blocker atau Calcium Anatagonist (CCB)

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1receptor antagonist / blocker (ARB)

Masing – masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam

pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi

beberapa faktor, yaitu :

18

Page 19: makalah hhd

Faktor sosioekonomi

Profil faktor resiko kardiovaskular

Ada tidaknya kerusakan organ target

Ada tidaknya penyakit penyerta

Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi

Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk

penyakit lain

Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam

menurunkan resiko kardiovaskular

Untuk keperluan pengobatan, ada pengelompokan pasien berdasar yang

memerlukan pertimbangan khusus (Special Consederations), yaitu Kelompok

Indikasi yang Memaksa (Compelling Indications), dan Keadaan Khusus lainnya

(Special Situations).

Indikasi yang memaksa meliputi :

Gagal jantung

Pasca infark miokardium

Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi

Diabetes

Penyakit ginjal kronis

Pencegahan stroke berulang

Keadaan khusus lainnya meliputi :

Populasi minoritas

Obesitas dan sindrom metabolic

Hipertrofi ventrikel kanan

Penyakit arteri perifer

Hipertensi pada usia lanjut

Hipotensi postural

Demensia

Hipertensi pada perempuan

Hipertensi pada anak dan dewasa muda

Hipertensi urgensi dan emergensi

19

Page 20: makalah hhd

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan

target tekanan darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu.

Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau

yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari.

Pilihan memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan

kombinasi tergantung tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi

dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan

darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis

obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek

samping umumnya bisa dihindarkan dengan dosis rendah, baik tunggal maupun

kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk

mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan bisaya

pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang semakin

bertambah.

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :

CCB dan BB

CCB dan ACEI atau ARB

CCB dan diuretika

AB dan BB

Kadang diperlukan tida atau empat kombinasi obat

20

Page 21: makalah hhd

Tabel III. Indikasi dan Kontraindikasi (KI) Obat Antihipertensi

Kelas Obat Indikasi KI Mutlak KI Tidak Mutlak

Diuretika (Thiazide)

Gagal jantung kongestif, usia

lanjut, isolated systolic

hypertension

Gout Kehamilan

Diuretika (Loop)Insufisiensi ginjal, gagal

jantung kongestif

Diuretika (anti aldosteron)Gagal jantung kongestif,

pasca infark miokardiumGagal ginjal, hiperkalemia

Β-blocker

Angina pectoris, pasca infark

miokardium, gagal jantung

kongestif, kehamilan,

takiaritmia

Asma, penyakit paru

obstruktif menahun, A-V

block (derajat 2 atau 3)

Penyakit pembuluh darah perifer,

intoleransi glukosa, atlit atau pasien

yang aktif secara fisik

Calcium Antagonist

(dihydopiridine)

Usia lanjut, isolated systolic

hypertension, angina

pectoris, penyakit pembuluh

darah perifer, aterosklerosis

karotis, kehamilan

Takiaritmia, gagal jantung kongestif

Calcium Antagonist

(verapamil, diltiazem)

Angina pectoris,

aterosklerosis karotis,

takikardia supraventrikuler

A-V block (derajat 2 atau 3),

gagal jantung kongestif

Penghambat ACE

Gagal jantung kongestif,

disfungsi ventrikel kiri, pasca

infark miokardium, non-

diabetic nefropati, nefropati

DM tipe 1, proteinuria

Kehamilan, hiperkalemia,

stenosis arteri renalis

bilateral

Angiotensin II receptor

antagonist (ATI-blocker)

Nefropati DM tipe 2,

mikroalbuminaria diabetic,

proteinuria, hipertrofi ventrikel

kiri, batuk karena ACEI

Kehamilan, hiperkalemia,

stenosis arteri renalis

bilateral

α – Blocker Hyperplasia prostat (BPH),

hiperlipidemiaHipotensi ortostatik Gagal jantung kongestif

21

Page 22: makalah hhd

Tabel IV. Monitoring kerusakan target organ

Kelas ObatParameter pasien yang di

monitor

Monitoring

Tambahan

ACE Inhibitor Hipotensi pada pemberian dosis pertama, pusing, batuk, tekanan darah, adherence (kepatuhan)

Fungsi ginjal (BUN, serum kreatinin), serum elektrolit (kalium)

ARB Hipotensi pada pemberian dosis pertama, pusing, tekanan darah, adherence

Fungsi ginjal (BUN, serum kreatinin), serum elektrolit (kalium)

Alpha-blocker(Penyekat alfa)

Hipotensi ortostatik (terutamadengan dosis pertama), Pusing, tekanan darah, adherence

-

Beta-blocker (Penyekat beta)

Denyut nadi, tekanan darah,toleransi thd olah raga, pusing, disfungsi seksual, gejala gagal jantung, adherence

Gejala gagal jantung,gula darah

Antagoniskalsium

Denyut nadi (verapamil,diltiazem), edema perifer, sakit kepala (terutama dengandihidropiridin), gejala gagaljantung, tekanan darah, adherence

Gejala gagal jantung

Obat yang bekerja sentral(metildopa, klonidin)

Sedasi, mulut kering, denyut nadi, gejala retensi cairan, tekanan darah, adherence

Enzim liver (metildopa)

Diuretik Pusing, status cairan, urine output, berat badan, tekanan darah, adherence

Fungsi ginjal (BUN, serum kreatinin), serum elektrolit (kalium, magnesium, natrium), kadar gula, asam urat (untuk tiazid)

ACE: angiotensin converting enzyme; ARB:angiotensin receptor blocker;

BUN:blood urea nitrogen

22

Page 23: makalah hhd

Tabel V. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7

Klasifikasi

Tekanan darah

TDS (mmHg) TDD (mmHg) Perbaikan Pola

Hidup

Terapi Obat

Awal tanpa

Indikasi

Memaksa

Terapi Obat

awal dengan

Indikasi

Memaksa

Normal < 120 dan < 80 Dianjurkan

Prehipertensi 120 – 139 atau 80 – 89 Ya Tidak indikasi

obat

Obat-obatan

untuk indikasi

yang memaksa

Hipertensi

derajat 1

140 – 159 atau 90 – 99 Ya Diuretika jenis

Thiazide untuk

sebagian besar

kasus, dapat

dipertimbangkan

ACEI, ARB, BB,

CCB, atau

kombinasi

Obat-obatan

untuk indikasi

yang memaksa

obat

antihipertensi

lain (diuretika,

ACEI, ARB, BB,

CCB) sesuai

kebutuhan

Hipertensi

derajat 2

≥ 160 atau ≥ 100 ya Kombinasi 2

obat untuk

sebagian besar

kasus umumnya

diuretika jenis

Thiazide dan

ACEI atau ARB

atau BB atau

CCB

Untuk melihat toksisitas dari terapi, efek samping dan interaksi obat harus di nilai

secara teratur. Efek samping bisanya muncul 2 sampai 4 minggu setelah memulai

obat baru atau setelah menaikkan dosis (tabel 7). Kejadian efek samping mungkin

memerlukan penurunan dosis atau substitusi dengan obat antihipertensi yang lain.

Monitoring yang intensif diperlukan bila terlihat ada interaksi obat.

23

Page 24: makalah hhd

Tabel VI. Efek samping dan kontraindikasi obat-obat antihipertensi

Kelas Obat Kontraindikasi Efek samping

ACE inhibitors Kehamilan, bilateral artery

stenosis, hiperkalemia

Batuk, angioedema, hiperkalemia,

hilang rasa, rash,

disfungsi renal

ARB Kehamilan, bilateral artery

stenosis, hiperkalemia

Angioedema (jarang),

hiperkalemia, dusfungsi renal

Penyekat alfa Hipotensi ortostatik, gagal

jantung, diabetes

Sakit kepala, pusing, letih,

hipotensi postural, hipotensi

dosis pertama, hidung

tersumbat, disfungsi ereksi

Penyekat beta Asma, heart block, sindroma

Raynaud’s yg parah

Bronkospasm, gagal jantung,

gangguan sirkulasi perifer,

insomnia, letih, bradikardi,

trigliserida meningkat, impoten,

hiperglikemi, exercise

intolerance

Antagonis kalsium Heart block, disfungsi sistolik

gagal jantung (verapamil,

diltiazem)

Sakit kepala, flushing, edema

perifer, gingival hyperplasia,

constipasi (verapamil), disfungsi

ereksi

Agonis sentral

(metildopa,

klonidine)

Depresi, penyakit liver

(metildopa), diabetes

Rebound hipertensi bila

dihentikan, sedasi, mulut kering,

bradikardi, disfungsi ereksi, retensi

natrium dan cairan, hepatitis

(jarang)

Diuretik Pirai Hipokalemia, hiperurisemia,

glucose intolerance (kecuali

indapamide), hiperkalsemia

(tiazid), hiperlipidemia,

hiponatremia, impoten (tiazid)

Tabel VII. Interaksi antara obat antihipertensi dengan obat lain

Kelas Obat Berinteraksi dengan Mekanisme Efek

Diuretik- Tiazid - Loop

Digoksin

Obat-obat yangmenurunkan kadarkalium

Hipokalemia

Hipokalemia

Digoksin menjadi lebih toksikLemah otot, aritmia jantung

24

Page 25: makalah hhd

- Potasium- Sparing

- Tiazid

ACEI, ARB,siklosporin, garamkalium

Carbamazepin, chlorpropamid

Hiperkalemia

Hiponatremia

Hiperkalemia yg serius dapat menyebabkancardiac arrestMual, muntah, letargi, bingung, dan kejang

Kelas Obat Berinteraksi dengan Mekanisme Efek

Penyekat

beta

Diltiazem, verapamil

Antidiabetik oral

Dobutamin

Adrenalin

Efek negatif inotropikyang aditifBlokade reseptor beta-2Antagonis reseptor β-1α-vasokonstriksi olehadrenalin

Bradikardia, depresimiokardialGejala hipoglisemiatertutupiEfek inotropik dr dobutamin dihambatHipertensi dan bradikardi

Verapamil

diltiazem

Penyekat beta

Digoksin

Efek negatif inotropikyang aditifMenghambat ekskresi renal digoksin

Bradikardia, depresimiokardialAkumulasi digoksin, efek aritmogenik

ACEI/ARB Diuretik penahanKalium

NSAID

Ekskresi kalium melalui ginjal berkurangRetensi Na dan H2O

Hiperkalemia

Efek antihipertensiberkurang

Klonidin Penyekat beta

Antidepresan trisiklik

Tidak diketahui

Antagonismeadrenoreseptor α-2 sentral

Fenomena rebound bila klonidin dihentikanEfek antihipertensiberkurang dan fenomenarebound bila klonidindihentikan

I. 12. Pencegahan

Resiko seseorang untuk mendapatkan hipertensi dapat dikurangi dengan cara :

- Memeriksa tekanan darah secara teratur

- Menjaga berat badan dalam rentang normal

- Mengatur pola makan, antara lain dengan mengkonsumsi makanan berserat,

rendah lemak dan mengurangi garam dan makanan berlemak .

- Hentikan kebiasaan merokok dan minuman beralkohol

- Berolahraga secara teratur

- Hidup secara teratur

- Mengurangi stress dan emosi

25

Page 26: makalah hhd

BAB II

PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI

II. 1 Pendahuluan

Tidak terkendali dan tingginya tekanan darah yang berkepanjangan dapat

mengakibatkan berbagai perubahan struktur otot jantung, pembuluh darah koroner,

dan sistem konduksi jantung. Perubahan ini pada akhirnya dapat mengarah pada

hipertrofi ventrikel kiri atau of left ventricular hypertrophy (LVH), penyakit arteri

koroner, berbagai penyakit sistem konduksi, dan sistolik dan disfungsi diastolik dari

miokardium, yang secara klinis sebagai angina atau infark miokard, aritmia jantung

(terutama fibrilasi atrium ), dan gagal jantung kongestif atau congestive heart failure

(CHF).

II. 2 Definisi

Penyakit jantung hipertensif merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh

peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak

terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi

jantung. Perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri,

penyakit arteri koroner, gangguan sistem konduksi, disfungsi sistolik dan diastolik

miokard yang nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark

miokard, aritmia jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif.

II. 3 Epidemiologi

Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%

sedangkan tercatat pada tahun 1978 proporsi penyakit jantung hipertensif sekitar

14,3% dan meningkat menjadi sekitar 39% pada tahun 1985 sebagai penyebab

penyakit jantung di Indonesia. Sebanyak 85-90% hipertensi tidak diketahui

26

Page 27: makalah hhd

penyababnya (hipertensi primer/hipertensi idiopatik/hipertensi esensial) dan hanya

sebagian kecil yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder).

Frekuensi yang tepat dari hipertrofi ventrikel kiri atau of left ventricular hypertrophy

(LVH) tidak diketahui. Tingkat EKG LVH berdasarkan temuan adalah 2,9% untuk pria

dan 1,5% untuk perempuan. Tingkat berdasarkan temuan ekokardiografi mencapai

15-20%. Pasien tanpa LVH, 33% memiliki bukti disfungsi diastolik LV asimtomatik.

Menurut studi Framingham, hipertensi menyumbang sekitar seperempat dari

kasus gagal jantung.7 Dalam populasi lansia, sebanyak 68% kasus gagal jantung

yang disebabkan hipertensi. penelitian berbasis masyarakat telah menunjukkan

bahwa hipertensi dapat berkontribusi bagi pengembangan gagal jantung sebanyak

50-60% dari pasien. Pada pasien dengan hipertensi, risiko gagal jantung meningkat

2 kali lipat pada pria dan 3 kali lipat pada wanita.

Kapan seorang dengan hipertensi akan jatuh dalam kegagalan jantung tidak

dapat diketahui dengan pasti. Seorang penderita hipertensi kronik walaupun tekanan

darahnya tinggi dapat hidup bertahun-tahun tanpa terjadi komplikasi pada jantung

sedangkan seorang dengan pheochromocytoma, glomerulonefritis akut, atau

toxemia gravidarum dapat dengan mudah jatuh dalam kegagalan jantung walaupun

tekanan darahnya tidak begitu tinggi. Jadi tidak ada hubungan langsung antara

tingginya tekanan darah dengan terjadinya kegagalan jantung, dan kegagalan

jantung bukanlah suatu komplikasi yang harus terjadi pada hipertensi. Ternyata

dengan menurunkan tekanan darah arteri, fungsi jantung menjadi baik kembali. Hal

yang sama dapat dijumpai pula pada penyakit jantung koroner yang terjadi akibat

hipertensi. Frohlich dkk. meneliti 20 penderita hipertensi dengan keluhan angina

pektoris, pada pemeriksaan angiografi koroner ternyata tidak terdapat penyumbatan

A. koronaria. Keadaan ini membuktikan bahwa perubahan-perubahan hemodinamika

menyebabkan gangguan fungsi dan oksigenisasi miokard dan menimbulkan keluhan

angina pektoris, keluhan-keluhan tersebut menghilang dengan diturunkannya

tekanan darah. Melihat pengamatan-pengamatan di atas, kedua kelainan jantung

akibat hipertensi—kegagalan jantung dan aterosklerosis— merupakan suatu hal

yang kompleks.

Dari penelitian Frohlich pada 200 penderita hipertensi didapatkan tekanan

darah arteri dan jumlah tekanan perifer (TPR) meningkat secara progresif dan nyata.

27

Page 28: makalah hhd

Denyut jantung lebih cepat pada penderita hipertensi daripada orang normal, tapi

denyut jantung ini (heart rate) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata di antara

penderita hipertensi (lihat gambar I). Bila sudah ada pembesaran atrium kiri maka

denyut jantung akan menurun dan cardiac output menetap. Selanjutnya bila sudah

ada pembesaran ventrikel kiri maka cardiac output menurun bersama dengan denyut

jantung.

Gambar I

Perbandingan denyut jantung dengan jumlah tahanan perifer diantara orang normal

dan hipertensi.

II. 4 Patofisiologi

Pada tahun-tahun terakhir ini banyak penelitian tentang hipertrofi ventrikel kiri

sebagai akibat dari kenaikan beban kerja pada hipertensi. Akhir-akhir ini diketahui

bahwa bila hipertensi diobati secara baik maka jarang sekali mengakibatkan

kegagalan jantung. Cohn dkk. pada autopsi penderita hipertensi mendapatkan

kelainan arteria koronaria lebih banyak pada penderita dengan kegagalan jantung

daripada yang belum menunjukkan kegagalan jantung .

II. 4. 1. Hipertrofi Ventrikel Kiri

Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy/LVH) terjadi pada 15-20%

penderita hipertensi dan risikonya meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas.

Hipertrofi ventrikel kiri merupakan pertambahan massa pada ventrikel (bilik) kiri

28

Page 29: makalah hhd

jantung, hal ini merupakan respon sel miosit terhadap stimulus yang menyertai

peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit terjadi sebagai mekanisme kompensasi

peningkatan tekanan afterload. Stimulus mekanis dan neurohormonal yang

menyertai hipertensi akan mengaktivasi pertumbuhan sel miokard, ekspresi gen dan

berujung kepada hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu aktivasi sistem renin-angiotensin

akan menyebabkan pertumbuhan intestitium dan komponen sel matriks.

Berbagai bentuk hipertrofi ventrikel kiri telah diidentifikasi, di antaranya

hipertrofi ventrikel kiri konsentrik dan hipertrofi ventrikel kiri ekstenstrik. Pada

hipertrofi ventrikel kiri konsentrik terjadi peningkatan massa dan ketebalan serta

volume dan tekanan diastolik. Pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri konsentrik

umumnya memiliki prognosis yang lebih buruk. Adapun pada hipertrofi ventrikel kiri

eksentrik  terjadi peningkatan hanya pada lokasi tertentu, misalnya daerah septal.

Walaupun hipertrofi ventrikel kiri bertujuan untuk melindungi terhadap stres yang

ditimbulkan oleh hipertensi, namun pada akhirnya dapat menyebabkan disfungsi

miokard sistolik dan diastolik.

II. 4. 2. Abnormalitas Atrium Kiri

Abnormalitas atrium kiri, meliputi perubahan struktural dan fungsional, sangat

sering terjadi pada pasien hipertensi. Peningkatan tekanan darah/hipertensi akan

meningkatkan volume diastolik akhir (end diastolic volume/EDV) di ventrikel kiri

sehingga atrium kiri pun akan mengalami perubahan fungsi dan peningkatan ukuran.

Peningkatan ukuran atrium kiri tanpa disertai gangguan katup atau disfungsi sistolik

biasanya menunjukkan hipertensi yang sudah berlangsung lama/kronis dan mungkin

berhubungan dengan derajat keparahan disfungsi diastolik ventrikel kiri. Pasien juga

dapat mengalami fibrilasi atrium dan gagal jantung.

Pembesaran dari atrium kiri pada pemeriksaan EKG (tabel II), berhubungan

erat dengan adanya atrial (presystolic), irama gallop (suara jantung ke-4 — S 4).

Kelainan atrium kiri ini tidak dapat diartikan bahwa gangguan fungsi jantung pada

hipertensi pertama-tama menyerang atrium kiri, tetapi karena adanya hipertrofi

ventrikel kiri yang berhubungan dengan menurunnya ventricular compliance. Dalam

keadaan ini atrium kiri memompa darah ke dalam ventrikel kiri yang mempunyai

29

Page 30: makalah hhd

compliance yang sudah berkurang. Jadi pembesaran atrium kiri ini sebagai respons

terhadap kelainan veritrikel.

Bila keadaan ini berjalan terus maka akan timbul pembesaran dan hipertrofi

ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri akan menurun dengan cepat, kerja jantung (Cardiac

Work) bertambah dan cardiac output akan terus menurun sampai timbul kegagalan

jantung.

II. 4. 3. Gangguan katup

Hipertensi berat dan kronik dapat menyebabkan dilatasi pada pangkal aorta

sehingga menyebabkan insufisiensi katup. Hipertensi yang akut mungkin

menyebabkan insufisiensi aorta, yang akan kembali normal jika tekanan darah

dikendalikan. Selain menyebabkan regurgitasi (aliran balik) aorta, hipertensi juga

akan mempercepat proses sklerosis aorta dan regurgitasi katup mitral.

II. 4. 4. Gagal Jantung

Gagal jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi

kronis. Pasien dengan hipertensi dapat menunjukkan gejala-gejala gagal jantung

namun dapat juga bersifat asimtomatis (tanpa gejala). Prevalensi (gagal jantung)

disfungsi diastolik asimtomatis pada pasien hipertensi tanpa disertai hipertrofi

ventrikel kiri adalah sebanyak 33%. Peningkatan tekanan afterload kronik dan

30

Page 31: makalah hhd

hipertrofi ventrikel kiri dapat mempengaruhi fase relaksasi dan pengisian diastolik

ventrikel.

Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan terkadang

disertai hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan

afterload, penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis. Disfungsi

sistolik asimtomatis biasanya mengikuti disfungsi diastolik. Setelah beberapa lama,

hipertrofi ventrikel kiri gagal mengkompensasi peningkatan tekanan darah sehingga

lumen ventrikel kiri berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Lama-

kelamaan fungsi sistolik ventrikel kiri akan menurun. Penurunan ini mengaktifkan

sistem neurohormonal dan renin-angiontensin, sehingga meretensi garam dan air

dan meningkatkan vasokonstriksi perifer, yang akhirnya malah memperburuk

keadaan dan menyebabkan disfungsi sistolik.

Apoptosis (kematian sel terprogram yang dirangsang oleh hipertrofi miosit dan

ketidakseimbangan stimulus dan inhibitornya) diduga memainkan peranan penting

dalam peralihan fase “terkompensasi” menjadi fase “dekompensasi”. Peningkatan

mendadak tekanan darah dapat menyebabkan edema paru tanpa adanya perubahan

fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum dilatasi ventrikel kiri (asimtomatik atau

simtomatik) dapat memperburuk keadaan dan meningkatkan risiko kematian.

Disfungsi ventrikel kiri serta dilatasi septal dapat menyebabkan penebalan ventrikel

kanan dan disfungsi diastolik.

Tekanan darah arteri yang meningkat mengakibatkan tegangan dinding

ventrikel kiri juga meningkat dan dilatasi ventrikel kiri. Akibatnya kebutuhan O2

meningkat. Bila terjadi hipertrofi ventrikel kiri maka kebutuhan O2 akan menjadi

normal kembali. Keadaan ini dapat berjalan bertahun-tahun tanpa keluhan. Selama

hipertrofi ventrikel kiri dapat mengatasi beban jantung maka tegangan dinding

ventrikel tidak meningkat dan kebutuhan O2 juga tidak meningkat.

Bila terjadi kenaikan mendadak dari tekanan darah maka terjadi dilatasi

ventrikel secara cepat tanpa adanya hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini menyebabkan

kebutuhan O2 meningkat dan terjadilah hipoksia miokard, seperti pada

glomerulonefritis, toxemia gravidarum atau pheochromocytoma. Dengan adanya

penyakit jantung koroner maka suplai O2 ke ventrikel berkurang padahal kebutuhan

31

Page 32: makalah hhd

O2 meningkat. Berkurangnya suplai O2 ini terutama terjadi pada lapisan dalam dari

miokard karena tekanan intraventrikuler yang meningkat. Akibat dari semuanya ini

diastolik compliance menurun, tekanan ventrikel kiri pada akhir diastolik (LVEDP)

meninggi mengakibatkan hipertensi pada pembuluh darah kapiler paru dan terjadilah

bendungan paru-paru, hipoksemia dan hipoksia miokard akan lebih berat. Bila

keadaan ini berlangsung terus maka akan terjadi kegagalan jantung kiri yang

sebenarnya dapat diatasi atau dicegah dengan menurunkan tekanan darah

tingginya. Mekanisme terjadinya kegagalan jantung adalah seperti yang tertera pada

gambar 2.

II. 4. 5. Iskemia miokard

Pada pasien hipertensi dapat timbul iskemia miokard yang bermanifestasi

sebagai nyeri dada/angina pektoris. Hal ini dikarenakan hipertensi menyebabkan

peningkatan tekanan di ventrikel kiri dan transmural, peningkatan beban kerja yang

mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri. Suplai oksigen yang tidak sanggup memenuhi

kebutuhan otot jantung yang membesar akan menyebabkan nyeri dada. Hal ini

diperparah jika terdapat penyulit seperti aterosklerosis.

II. 4. 6. Aritmia jantung

32

Page 33: makalah hhd

Aritmia jantung yang sering ditemukan pada pasien hipertensi adalah fibrilasi

atrium, kontraksi prematur ventrikel dan takikardia ventrikel. Berbagai faktor berperan

dalam mekanisme arituma seperti miokard yang sudah tidak homogen, perfusi buruk,

fibrosis miokard dan fluktuasi pada saat afterload. Sekitar 50% pasien dengan

fibrilasi atrium memiliki penyakit hipertensi. Walaupun penyebab pastinya belum

diketahui, namun penyakit arteri koroner dan hipertrofi ventrikel kiri diduga berperan

dalam menyebabkan abormalitas struktural di atrium kiri. Fibrilasi atrium dapat

menyebabkan disfungsi sistolik dan diastolik serta meningkatkan risiko komplikasi

trombo-embolik seperti stroke.

Kontraksi prematur ventrikel, aritmia ventrikel dan kematian jantung

mendadak ditemukan lebih sering pada pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri.

Penyebab aritmia seperti ini diduga akibat proses penyakit arteri koroner dan fibrosis

miokard yang berjalan bersamaan.

II. 5. Klasifikasi

Frohlich membagi kelainan jantung akibat hipertensi menjadi empat tingkat :

1. Tingkat I : Besar jantung masih normal, belum ada kelainan jantung pada

EKG

atau radiologi.

2. Tingkat II : Kelainan atrium kiri pada EKG dan adanya suara jantung ke 4

(atrial gallop) sebagai tanda dari permulaan hipertrofi ventrikel kiri.

3. Tingkat III : Adanya hipertrofi ventrikel kiri pada EKG dan radiologis.

4. Tingkat IV : Kegagalan jantung kiri.

II. 6. Keluhan dan gejala

Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien tidak

ada keluhan. Gejala penyakit jantung hipertensi tergantung pada durasi, tingkat

keparahan, dan jenis penyakit. Selain itu, pasien mungkin atau mungkin tidak

menyadari memiliki hipertensi, sehingga mengapa hipertensi disebut sebagai "silent

killer."

33

Page 34: makalah hhd

Pada pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri atau of Left Ventricular

Hypertrophy (LVH) memiliki gejala yang asimtomatik kecuali LVH menyebabkan

perkembangan disfungsi diastolik dan gagal jantung.

Meskipun gejala gagal jantung diastolik dan gagal jantung sistolik tidak bisa

dibedakan, namun pada anamnesis mungkin cukup dapat mengungkapkan. Secara

khusus, orang-orang yang tiba-tiba mengalami gejala gagal jantung kongestif atau

Congestive Heart Failure (CHF) parah dan cepat kembali ke baseline dengan terapi

medis lebih cenderung memiliki disfungsi diastolik terisolasi.

34

Page 35: makalah hhd

Gejala gagal jantung antara lain:

1. Exertional dan dyspnea nonexertional (NYHA kelas I-IV)

2. Ortopnea

3. Paroxysmal nocturnal dyspnea

4. Kelelahan (lebih sering terjadi pada disfungsi sistolik)

5. Edema pada pergelangan kaki dan kenaikan berat badan

Pasien bisa hadir dengan edema paru akut karena tiba-tiba dekompensasi LV

sistolik atau diastolik disfungsi yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti

peningkatan tekanan darah secara akut, diet yang berlebihan, atau iskemia miokard.

Pasien dapat mengalami aritmia jantung, terutama fibrilasi atrium, atau pasien dapat

mengalami gejala gagal jantung secara diam-diam dari waktu ke waktu.

Pada iskemi miokard dapat terjadi angina, yaitu komplikasi yang sering pada

penyakit jantung hipertensi, dan juga dapat dibedakan dari penyebab lain iskemia

miokard. Gejala khas angina termasuk rasa sakit dada substernal yang berlangsung

kurang dari 15 menit (versus> 20 menit pada infark).

Nyeri sering digambarkan dengan cara berikut:

1. Nyeri terasa berat, ada tekanan, meremas

2. Memancar ke leher, rahang, punggung atas, atau lengan kiri

3. Diprovokasi oleh tenaga emosi atau fisik

4. Lega dengan istirahat atau nitrogliserin sublingual

5. Pasien juga dapat hadir dengan gejala atipikal tanpa nyeri dada, seperti

dyspnea exertional atau kelelahan yang berlebihan, sering disebut sebagai angina

setara. Pasien wanita, khususnya, lebih mungkin untuk hadir dengan presentasi

atipikal.

35

Page 36: makalah hhd

6. Pasien mungkin hadir dengan angina stabil kronis atau sindrom koroner akut,

termasuk infark miokard tanpa elevasi ST-segmen dan infark miokard akut dengan

elevasi ST. Perubahan EKG iskemik dapat ditemukan pada individu penyajian

dengan krisis hipertensi pada yang tidak aterosklerosis koroner signifikan terdeteksi

oleh angiografi koroner.

7. Aritmia jantung dapat menyebabkan berbagai gejala, termasuk palpitasi, near

atau total syncope, precipitation of angina, kematian jantung mendadak, dan

precipitation of heart failure, terutama dengan fibrilasi atrium dalam disfungsi

diastolik.

II. 7. Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda fisik dari penyakit jantung hipertensi tergantung pada kelainan

jantung utama dan durasi serta keparahan dari penyakit jantung hipertensi. Temuan

dari pemeriksaan fisik tidak dapat sepenuhnya normal pada tahap dini penyakit, atau

pasien mungkin memiliki tanda-tanda klasik pada saat pemeriksaan. Selain temuan

umum terkait langsung ke tekanan darah yang tinggi, pemeriksaan fisik dapat

mengungkapkan petunjuk potensi etiologi hipertensi, seperti obesitas truncal dan

striae pada sindrom Cushing, renal artery bruit di stenosis arteri renalis, dan massa

abdomen pada penyakit ginjal polikistik.

1. Pulsasi: pulsasi arteri normal pada tahap awal penyakit ini, yang dinilai antara

lain :

a. Irama

i. Regular jika pasien berada dalam ritme sinus

ii. Irregular jika pasien berada dalam atrial fibrilasi

b. Kecepatan

i. Normal pada pasien dengan irama sinus, dan tidak dalam gagal jantung

dekompensasi

ii. Takikardi pada pasien dengan gagal jantung dan pada pasien dengan fibrilasi

36

Page 37: makalah hhd

atrial dan rapid ventricular response

c. Volume

i. Normal

ii. Penurunan pada pasien dengan disfungsi LV

2. Tekanan darah: sistolik dan / atau tekanan darah diastolik yang tinggi (>

140/90 mm Hg). Nilai mean tekanan darah dan tekanan pulsasi umumnya juga

tinggi. Tekanan darah mungkin akan normal pada saat evaluasi jika pasien pada

obat-obatan antihipertensi yang memadai atau pasien yang telah memiliki disfungsi

LV dan LV tidak dapat menghasilkan cukup stroke volume dan cardiac output untuk

menghasilkan tekanan darah yang tinggi.

3. Vena: Pada pasien dengan gagal jantung, tekanan pada vena jugularis dapat

meningkat, dominasi gelombang tergantung pada beratnya gagal jantung dan setiap

lesi lainnya.

4. Jantung

a. Suara jantung: S1 dalam intensitas normal. S2 di perbatasan sternum kanan

atas adalah keras karena komponen aorta ditekankan (A2), yang dapat memiliki

reverse split atau paradoks karena baik untuk peningkatan afterload atau terkait blok

kiri bundel-cabang (LBBB). S4 sering bisa diraba dan terdengar, menyiratkan adanya

ventrikel, menegang patuh karena kelebihan tekanan kronis dan LVH. S3 biasanya

tidak hadir pada awalnya namun terdengar di hadapan gagal jantung, baik sistolik

atau diastolik.

b. Murmur: Sebuah decrescendo murmur diastolik awal dari insufisiensi aorta

dapat mendengar sepanjang daerah parasternal pertengahan-ke-kiri, terutama di

hadapan BP benar-benar ditinggikan, sering menghilang setelah BP lebih terkontrol.

Selain itu, awal menggumam pertengahan sistolik dari sklerosis aorta sering

terdengar. Gumaman holosystolic regurgitasi mitral dapat hadir pada pasien dengan

gagal jantung canggih dan anulus mitral melebar.

37

Page 38: makalah hhd

5. Paru-paru: Temuan pada pemeriksaan paru-paru mungkin normal atau

mungkin termasuk tanda-tanda kongesti paru, seperti rales, penurunan suara napas,

dan pekak pada perkusi karena efusi pleura.

6. Abdomen: dapat ditemukan arteri renalis bruit pada pasien dengan hipertensi

sekunder akibat stenosis arteri ginjal, massa expansile berdenyut dari aneurisma

aorta abdominal, dan hepatomegali dan asites karena CHF.

7. Kaki: edema pada pergelangan kaki dapat terjadi pada pasien dengan gagal

jantung lanjut.

8. SSP dan retina

a. Temuan pada pemeriksaan SSP biasanya normal, kecuali pasien memiliki

kecelakaan serebrovaskular sebelumnya dengan defisit residual.

b. Pemeriksaan fundus dapat menunjukkan adanya retinopati hipertensi,

beratnya yang tergantung pada durasi dan keparahan hipertensi, atau tanda-tanda

awal hipertensi seperti nicking arteriovenosa.

c. Perubahan pada SSP dapat dilihat pada pasien yang datang dengan

hipertensi darurat.

38

Page 39: makalah hhd

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

I. Almatsier, Sunita. 2004. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta : Gramedia

II. Depkes, Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina

Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. PHARMACEUTICAL CARE UNTUK

PENYAKIT HIPERTENSI. 2006

III. Goodman, Cathrine Cavallaro .1998. Pathology Implication for The Physical

Therapist. US : W. B. Saunders company

IV. Ruhyanuddin, Faqih. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan

Gangguan Sistem KARDIOVASKULER. Malang : UMM Press

V. Stump, Kathleen Mahan, Sylvia Escoot. 1996. Krause’s Food, Nutrition, & Diet

Therapy. 9th edition. W. B. Saunders Company

VI. Ganong, MD.(2003). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Cetakan I, Ed. 20.

Jakarta EGC.

VII. Gunawan , L.(2001) Hipertensi Tekanan Darah Tinggi, Cetakan I, Ed.III, Jilid

2. Jakarta : Media Aescalapius.

VIII. Mansjoer, Arifet. et. al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Ed. III, Jilid II.

Jakarta : Media Aesculapius.

IX. Noer, Sjaifoellah, H.M. et. al. (1999). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. III.

Jilid I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.

X. Sustrani, et. al (2004) Hipertensi. Cetakan I. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama.

39