MAKALAH-GLAUKOMA

52
Glaukoma I. Definisi Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma. Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan kebutaan. (Sidarta Ilyas) Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang dikarakterisasi dengan adanya kerusakan pada sel ganglion dan saraf optik. Jika kondisi ini dibiarkan tanpa penanganan, dapat menyebabkan terjadinya kehilangan kemampuan melihat (dengan derajat bervariasi), dan bahkan sampai kebutaan. (J. Douglas Wurtzbacher) Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan tanda utama tekanan intraocular yang tinggi dengan segala akibatnya yaitu penggaungan dan atrofi syaraf optic serta defek lapang pandang yang khas. (Von Graefe) II. Prevalensi Prevalensi glaukoma Indonesia sebesar 0,4 %, masih berada di bawah Jamaika (1,4 %), Inggris (0,64 %) dan Swedia (0,86 %). Survey pada tahun 2002 menempatkan glaukoma menjadi urutan kedua penyebab kebutaan di seluruh dunia setelah katarak (WHO).

description

MAKALAH-GLAUKOMA

Transcript of MAKALAH-GLAUKOMA

Page 1: MAKALAH-GLAUKOMA

Glaukoma

I. Definisi

Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang

memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma.

Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau lebih tinggi

dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan kebutaan. (Sidarta Ilyas)

Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang dikarakterisasi dengan adanya kerusakan

pada sel ganglion dan saraf optik. Jika kondisi ini dibiarkan tanpa penanganan, dapat

menyebabkan terjadinya kehilangan kemampuan melihat (dengan derajat bervariasi), dan bahkan

sampai kebutaan. (J. Douglas Wurtzbacher)

Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan tanda utama tekanan

intraocular yang tinggi dengan segala akibatnya yaitu penggaungan dan atrofi syaraf optic serta

defek lapang pandang yang khas. (Von Graefe)

II. Prevalensi

Prevalensi glaukoma Indonesia sebesar 0,4 %, masih berada di bawah Jamaika (1,4 %),

Inggris (0,64 %) dan Swedia (0,86 %). Survey pada tahun 2002 menempatkan glaukoma menjadi

urutan kedua penyebab kebutaan di seluruh dunia setelah katarak (WHO).

Sekitar 40% dari penderita glaukoma di Indonesia mengalami kebutaan. Penyakit ini

menjadi penyebab ketiga terjadinya kebutaan di Indonesia dan penyebab kebutaan nomor dua di

seluruh dunia dengan jumlah penderita diperkirakan mencapai 50 juta orang. Diperkirakan di

Amerika serikat ada 2 juta orang yang menderita glaukoma dengan hampir setengahnya

mengalami gangguan penglihatan dan hampir 70.000 benar-benar buta yang mengakibatkan

penderita kebutaan bertambah 5500 orang tiap tahun (Sidarta Ilyas).

Insidensi 1,8% pada usia lebih dari 40 tahun

Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus

glaukoma dapat dikendalikan

Glaukoma disebut sebagai “pencuri penglihatan” karena sering berkembang tanpa gejala

yang nyata.

Page 2: MAKALAH-GLAUKOMA

Diperkirakan 50% penderita glaukoma tidak menyadari mereka menderita penyakit

tersebut.

Keterangan :

- Glaukoma Primer : glaukoma yang tidak disebabkan oleh penyakit lain ataupun karena cacat

ketika dilahirkan.

- Glaukoma Sekunder : glaukoma yang disebabkan oleh penyakit lain.

Contoh:

- Pupillary block : kondisi adanya hambatan aliran aqueous humor normal dari bilik posterior

ke bilik anterior melalui pupil.

- Congenital glaucoma : glaukoma yang terjadi pada bayi baru lahir akibat kelainan dalam

pengembangan bilik mata bagian depan yang menghambat aliran aqueous humor tanpa

adanya anomali secara sistemik.

Page 3: MAKALAH-GLAUKOMA

III. Patofisiologi

Mata dibasahi oleh suatu cairan intraokular (aqueous humor) yang diatur oleh suatu

sistem irigasi untuk menjaga fungsi normal/ kesehatan mata.

Aqueus humor secara kontinue diproduksi oleh badan silier (sel epitelprosesus ciliary bilik mata belakang

untuk memberikan nutrien pada lensa. Aqueous humor mengalir melalui jaring-jaring trabekuler, pupil, bilik mata

depan, trabekuler meshwork dan kanal schlem. Tekanan intra okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-21

mmHg tergantung keseimbangan antara produksi dan pegeluaran (aliran) Aqueous Humor di bilik mata depan.

Peningaktan TIO akan menekan aliran darah ke syaraf optik dan retina sehingga dapat merusak serabut syaraf optik

menjadi iskemik dan mati.Selanjutnya menyebabkan kerusakan jaringan yang dimulai dari perifer menuju ke fovea

sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari derah nasal atas dan sisa terakhir pada

temporal (SunaryoJoko Waluyo, 2009)

Terdapat tiga faktor penting yang menentukan tekanan bola mata, yaitu:

1. Jumlah produksi aqueous oleh badan siliar

2. Tahanan aliran aqueous humor yang melalui system trabekular meshwork-kanalis Schlem

3. Level dari tekanan vena episklera

Umumnya peningkatan TIO disebabkan peningkatan tahanan aliran aqueous humor

Aqueous humor dibentuk oleh proseus siliaris, dimana masing-masing proseus ini

disusun oleh epitel lapis ganda, dihasilkan 2-2,5mL/menit, mengalir dari kamera okuli posterior,

lalu melalui pupil mengalir ke kamera okuli anterior. Sebagian besar akan keluar melalui system

vena, yang terdiri dari jaringan trabekulum, juxta kanalikuler, kanal Schlemn dan selanjutnya

melalui saluran pengumpul (Collector channel). Aliran aqueous humor akan melewati jaringan

Page 4: MAKALAH-GLAUKOMA

trabekulum sekitar 90%. Sebagian kecil akan melalui struktur lain pada segmen anterior hingga

mencapai ruangan supra khoroid. Untuk selanjtnya akan kleuar melalui sclera yang intak atau

saraf maupun pembuluh darah yang memasukinya. Jalur ini disebut juga dengan jalur uveosklera

(10-15%).

Tekanan bola mata yang umum dianggap norma adalah 10-21 mmHg. Pada banyak kasus

peningkatan tekanan bola mata dapat disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran aqueous

humor. Beberapa faktor resiko dapat menyertai perkembangan suatu glaucoma termasuk riwayat

keluarga, umur, sex, ras, genetic, variasi diurnal, olahraga dan obat-obatan.

Proses kerusakan papil saraf optik (Cupping) akibat tekanan intraokuli yang tinggi atau

gangguan vaskuler ini akan bertambah luas seiring dengan terus berlangsungnya kerusakan

jaringan sehingga skotoma pada lapang pandangan makin bertambah luas. Pada akhirnya terjadi

penyempitan lapang pandangan dari yang ringan sampai berat.

Glaucomatous optic neuropati adalah tanda dari semua bentuk glaucoma. Cupping

glaucomatous awal terdiri dari hilangnya akson-akson, pembuluh darah, dan sel glia.

Perkembangan glaucomatous optic neuropati merupakan hasil dari berbagai variasi faktor, baik

intrinsic maupun ekstrinsik. Kenaikan TIO memegang peranan utama terhadap perkembangan

glaucomatous optic neuropati.

Aqueous Humor adalah:

Page 5: MAKALAH-GLAUKOMA

The fluid produced in the eye and filling the spaces (anterior and posterior) in front of the

lens and its attachments. (Dorland's Medical Dictionary for Health Consumers)

The clear, watery fluid circulating in the chamber of the eye between the cornea and the

lens. (The American Heritage - Medical Dictionary)

A transparent liquid, contained within the eye, that is composed of water, sugars, vitamins,

proteins, and other nutrients. (Gale Encyclopedia of Medicine)

Fungsi Aqueous Humor:

1. Memelihara tekanan intraokular (TIO) dan mempertahankan bentuk bola mata.

2. Menyediakan nutrisi untuk keperluan metabolisme jaringan okular yang tidak

tervaskularisasi, seperti kornea posterior, jaringan trabekular, lensa, dll.

3. Membuang produk sisa metabolisme

4. Mentransportasikan askorbat sebagai antioksidan

5. Mentransportasikan imunoglobulin

Sistem Irigasi

Aqueous Humor Diproduksi oleh epitel badan silia (kelenjar di belakang iris) à masuk ke bilik

posterior melewati bagian antara iris dan lensa à masuk ke pupil à bilik anterior àjaringan

trabekular meshwork à filtrasi melalui kanal Schlemm à masuk ke peredaran darah.

Keterangan : kanal Schlemm membentuk sudut antara iris dan kornea

laju alir (produksi) normal : 2-2,5 mL/menit

Volume normal : ± 125 mL

laju clearance normal : 1-4 mL/ menit/ mmHg

Tekanan intraokular normal: 10-21 mmHg

Peningkatan Tekanan Intraokular (TIO)

Page 6: MAKALAH-GLAUKOMA

Terjadi ketika jumlah aliran aqueous humor yang masuk dan yang keluar tidak seimbang

Aliran aqueous humor yang masuk ditingkatkan oleh:

Senyawa β-adrenergik

Dan diturunkan oleh:

Penghambat α2-, α-, dan β-adrenergik

Penghambat dopamin

Penghambat karbonik anhidrase

Aliran aqueosu humor yang keluar ditingkatkan oleh:

Senyawa kolinergik, yang menyebakan kontraksi otot siliari

a. Patofisiologi Glaukoma Secara Keseluruhan

Glaukoma berkaitan dengan adanya gangguan pada tekanan intraokular (TIO). Tekanan ini

berkaitan dengan aliran cairan mata (aqueous humor). Gangguan pada aliran dapat

disebabkan oleh :

1. produksi cairan mata yang berlebih

2. adanya sumbatan pada tempat keluarnya cairan mata, yaitu trabecular meshwork, sudut

yang terbentuk antara kornea dan iris dangkal atau tertutup.

Page 7: MAKALAH-GLAUKOMA

Sebagian orang yang menderita glaukoma namun masih memiliki tekanan di dalam bola

matanya normal, penyebab dari tipe glaukoma semacam ini diperkirakan adanya hubungan

dengan kekurangan sirkulasi darah di daerah syaraf/nervous opticus mata. Meski glaukoma lebih

sering terjadi seiring dengan bertambahnya usia, glaukoma dapat terjadi pada usia berapa saja.

Risiko untuk menderita glaukoma diantaranya adalah riwayat penyakit glaukoma di dalam

keluarga (faktor keturunan), suku bangsa, diabetes, migrain, tidak bisa melihat jauh (penderita

myopia), luka mata, tekanan darah, penggunaan obat-obat golongan kortison (steroid).

Efek peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada semua bentuk

glaukoma, yang manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan

tekanan intraokular. Mekanisme kerja utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi

sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina

dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran

Page 8: MAKALAH-GLAUKOMA

cekungan optikus. Iris dan korpus siliare juga menjadi atrofik, dan prosesus siliaris

memperlihatkan degenarasi hialin.

Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, sehingga

terjadi kerusakan iskemik pada iris yang disertai edema kornea.

b. Patofisiologi dari Open-Angle Glaucoma

Tidak memiliki gejala pada awal terjadi (asimptomatik) sampai terjadi kerusakan berat

dari syaraf optik dan penglihatan terpengaruh secara permanen.

Disebut sudut terbuka karena aqueous humor mempunyai pintu terbuka ke jaringan

trabekular.

Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem,

dan saluran yang berdekatan.

Dulu : peningkatan tekanan intraokuler (TIO) diduga satu-satunya penyebab kerusakan

glaukoma sudut terbuka.

Saat ini :

1. Peningkatan kerentanan dari saraf optik menjadi iskemia,

2. Aliran darah berkurang atau disregulasi,

3. Eksitotoksisitas,

4. Reaksi autoimun,

5. Proses fisiologis normal

Dua penyebab spesifik dari neuropati optik glaukoma saat ini belum diketahui.

Sebelumnya peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dianggap menjadi satu-satunya penyebab

kerusakan, namun saat ini diakui bahwa TIO hanya salah satu dari banyak faktor yang terkait

dengan pengembangan dan perkembangan glaukoma. Peningkatan kerentanan optik saraf ke

iskemia, aliran darah berkurang atau disregulasi, eksitotoksik, reaksi autoimun, dan proses

fisiologis normal kemungkinan merupakan fakor penyebab tambahan. Hasil akhir dari proses

apoptosis sel-sel ganglion retina diyakini menghasilkan degenerasi aksonal dan diakhiri dengan

hilangnya penglihatan secara permanen. Hal yang cukup menarik, tampaknya ada cukup banyak

kesamaan antara kematian sel saraf oleh apoptosis pada penyakit Alzheimer dan glaukoma.

Memang glaukoma sudut terbuka dapat mewakili sejumlah penyakit yang berbeda atau kondisi

Page 9: MAKALAH-GLAUKOMA

yang hanya mewujudkan gejala yang sama. Kerentanan terhadap hilangnya penglihatan pada

TIO bervariasi jauh, dimana beberapa pasien tidak menunjukkan kerusakan pada TIO yang

tinggi, sedangkan pasien lainnya mengalami kehilangan penglihatan yang progresif meskipun

TIO dalam batas normal (normal-normal ketegangan glaukoma).

Nilai TIO yang buruk merupakan salah satu cara prediksi pada pasien yang memiliki

penglihatan yang buruk, resiko kerugian bidang penglihatan jelas meningkat dengan peningkatan

TIO dalam jangkauan apapun. Bahkan studi terbaru menunjukkan bahwa menurunkan TIO, baik

dengan pretreatment TIO dapat mengurangi resiko perkembangan glaukoma atau bahkan dapat

mencegah timbulnya glaukoma awal pada pasien penyakit mata dengan hipertensi.

Mekanisme pada TIO tingkat tertentu meningkatkan kerentanan mata terhadap kerusakan

saraf yang masih kontroversial. Beberapa mekanisme memungkinkan untuk dilakukannya

operasi data spektrum kombinasi untuk menghasilkan kematian sel ganglion retina dan akson

mereka pada glaukoma. Tekanan sensitif astrosit dan sel-sel lainnya dalam disk optic yang

mendukung matriks dapat menghasilkan perubahan dan remodeling disk, mengakibatkan

kematian aksonal. Teori vasogenik menunjukkan bahwa kerusakan saraf mata merupakan hasil

dari aliran darah yang tidak cukup untuk retina sekunder dengan tekanan perfusi yang diperlukan

dalam mata, disregulasi perfusi, atau kelainan dinding pembuluh, dan hasil dalam degenerasi

serat aksonal retina. Teori lain menunjukkan bahwa TIO dapat mengganggu aliran axoplasmal

pada disk optik.

Saat ini, glaukoma terfokus pada mekanisme apoptosis sel ganglion retina dan peranan

kelebihan glutamat serta oksida nitrat yang ditemukan pada pasien glaukoma telah memperluas

fokus penelitian terapi obat untuk mengevaluasi agen yang bertindak sebagai neuroprotektan.

Agen tersebut mungkin sangat berguna pada pasien dengan tekanan normal glaukoma,

diantaranya tekanan faktor independen yang memiliki peran relatif besar dalam perkembangan

penyakit. Agen ini akan menargetkan faktor resiko dan mekanisme patofisiologi yang mendasari

penyakit selain TIO.

c. Patofisiologi closed-angle glaucoma

Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris

terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat aqueous humor

mengalir ke saluran schlemm.

Page 10: MAKALAH-GLAUKOMA

Peningkatan Tekanan intraokular à terjadi ketika iris secara mekanik menghambat

jaringan trabekular

Pasien biasanya mengalami simptom prodromal intermittent (seperti pandangan kabur

dengan halos sekitar cahaya, dan biasanya sakit kepala)

Peningkatan TIO > 40 mmHg, kerusakan syaraf mata

Jika TIO > 60 mmHg, kehilangan penglihatan (kebutaan), dalam hitungan jam s/d hari.

Dapat disebabkan oleh:

Turunan genetik (anterior chamber sempit)

Sumbatan pada pupil à iris dan lensa bergesekan à sumbatan aliran aqueous

dari pupil ke ruang anterior à pergeseran iris, yang memblok trabecular

meshwork

Abnormalitas (Plateau iris) à pergeseran iris

Closed-angle glaucoma (CAG) terjadi karena penyumbatan pada trabecular meshwork oleh iris

perifer. Penyumbatan ini dapat terjadi secara sebagian atau pun menyeluruh, di mana terjadi

secara berselang, sehingga tekanan intraocular (TIO) terjadi perubahan tajam antara tekanan

normal (tanpa gejala), dan tekanan tinggi (dengan gejala akut CAG). Tekanan intraokular akan

normal pada serangan CAG, kecuali pada penderita open-angle glaukoma (POAG) dan closed-

angle glaukoma secara beriringan atau sumbatan stabil (irreversible) yang semakin besar seiring

dengan waktu pada mata narrow-angle.

Penderita closed-angle glaucoma, disebabkan oleh turunan genetik yang mempunyai

ruangan anterior yang dangkal, yang menyebabkan terjadinya sudut sempit antara kornea dan iris

atau tegangan kontak antara iris dan lensa (sumbatan pada pupil). Pengujian lain melibatkan

peningkatan tekanan intraokular yang diinduksi oleh angle-closure, yang menghasilkan sudut

sempit melalui midriasis (tes midriasis).

Closed-angle glaucoma, dibagi menjadi 2 bagian yaitu closed-angle glaucoma dengan

sumbatan pada pupil dan tanpa sumbatan pupil. Closed-angle glaucoma dengan sumbatan pada

pupil terjadi akibat iris dan lensa saling bergesekan, menyebabkan sumbatan pada aliran

aqueous dari pupil ke ruang anterior, sehingga terjadi pergeseran iris, yang memblok trabecular

meshwork. Pada umumnya terjadi pada saat pupil mengalami mid dilatasi. Posisi mid dilatasi ini

adalah gabungan penyumbatan pupil dan relaksasi iris, sehingga menyebabkan pergeseran iris.

Pendekatan sudut terjadi selama miosis.

Page 11: MAKALAH-GLAUKOMA

Akan tetapi, closed-angle glaucoma dapat terjadi tanpa adanya penyumbatan pupil, tetapi

karena adanya abnormal yang disebut plateau iris. Siliari terdapat pada anterior, yang

memajukan iris ke depan dan menyebabkan pendekatan pada trabecular meshwork, terutama

pada midriasis. Midriasis yang disebabkan oleh obat antikolinergik atau obat lain dapat

membentuk endapan pada kedua tipe glukoma. Sedangkan obat yang menginduksi miosis dapat

menghasilkan sumbatan pupil.

IV. Etiologi

a. Etiologi dari Open-Angle Glaucoma

Genetik

Terjadi pada usia dewasa

Penyebab utama adalah: Peningkatan TIO yang mungkin disebabkan karena penurunan

fungsi Trabecular meshwork

Faktor lainnya adalah: Iskemia, penurunan dan ketidakteraturan aliran darah,

eksitotoksisitas, reaksi autoimun, dll

Pada glaukoma sudut lebar sekunder, diakibatkan oleh penyakit lain yang sistemik,

inflamasi, obat, operasi, dll

Seperti yang dinyatakan sebelumnya, kerusakan saraf optic di POAG (Primary Open-

Angle Glaucoma) terjadi pada cakupan luas dari intraokular, dan tingkat perkembangannya

sangat bervariasi. Pasien mungkin menunjukkan tekanan dalam kisaran 20 sampai 30 mmHg

selama bertahun-tahun sebelum penyakit penglihatan ini berkembang. Itulah sebabnya glaukoma

sudut terbuka sering disebut sebagai ‘pencuri penglihatan’.

Sumber : DiPiro edisi 6, hal. 1715-1716

b. Etiologi closed-angle glaucoma

Genetik

Pupillary Block : Penghambatan jaringan trabekular oleh iris secara mekanik

Tanpa Pupillary Block : Terjadi pada keadaan plateau iris

Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada closed-angle glaucoma (CAG) adalah

karena penyumbatan cairan aqueous humor, yang terjadi antara bagian iris dan trabecular

meshwork pada mata. Dengan adanya sumbatan, terjadi gangguan aliran aqueous humor, padahal

Page 12: MAKALAH-GLAUKOMA

tubuh tetap menghasilkan cairan aqueous humor sehingga tekanan intraokular (IOP) akan

meningkat. Nilai IOP yang terlalu tinggi (>40mmHg) dapat menyebabkan kerusakkan pada

saraf mata. Tekanan yang lebih tinggi (>60mmHg) dapat menyebabkan kehilangan penglihatan

dimulai dari hitungan jam sampai hari. Kontak antara iris dan trabecular meshwork yang terlalu

lama akan membentuk luka (synechiae) permanen.

Salah satu tipe closed-angle glaucoma, dikenal sebagai “creeping” pendekatan sudut,

terjadi pada pasien dengan sudut sempit yang menyebabkan iris menempel pada trabecular

meshwork.

Page 13: MAKALAH-GLAUKOMA

c. Glaukoma congenital

Glaukoma kongenital merupakan gangguan glaukoma dimana tekanan intraokular

meningkat sebagai akibat dari abnormalitas dari perkembangan struktur okular dari infant. Hal

ini mungkin terjadi berkaitan dengan abnormalitas-abnormalitas atau anomali lain yang mungkin

terjadi seperti homocystinuria dan syndrom Marfan.

Gejala

1. Glaukoma Sudut Lebar (GSL)

GSL berkembang GSL berkembang dengan pelan dan biasanya asimptomatik sampai onset

kehilangan jarak pandang.

2. Glaukoma Sudut Sempit

Mengalami simptom prodromal intermittent (Seperti: pandangan kabur dengan halos di sekitar

cahaya dan sakit kepala).

Tahap akut memiliki gejala:

- Kornea berawan

- Edematous

- Nyeri pada ocular

- Mual

- Muntah nyeri abdominal

- diaforesis

V. DIAGNOSIS

Diagnosa Glaukoma

a. Pengukuran tekanan intra okular (TIO)

Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Pada usia lanjut, rerata tekanan

intraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg. Tekanan bola mata

untuk satu mata tak selalu tetap, tetapi dapat dipengaruhi seperti pada saat bernapas

mengalami fluktuasi 1-2 mmHg dan pada jam 5-7 pagi paling tinggi, siang hari menurun,

malam hari naik lagi. Hal ini dinamakan variasi diurnal dengan fluktuasi 3 mmHg. Pada

glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena akan memperlihatkan

Page 14: MAKALAH-GLAUKOMA

tekanan intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa. Sebaliknya, peningkatan

tekanan intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa pasien mengedap glaukoma

sudut terbuka primer; untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain seperti

adanya diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang. Apabila tekanan

intraokular terus-menerus meninggi sementara diskus optikus dan lapangan pandang

normal (hipertensi okular), pasien dapat diobservasi secara berkala sebagai tersangka

glaukoma. Pada penderita tersangka glaukoma, harus dilakukan pemeriksaan serial

tonometri. Variasi diurnal tekanan intraokular pada pada orang normal berkisar 6 mmHg

dan pada pasien glaukoma variasi dapat mencapai 30 mmHg.

Tonometer aplanasi Goldman merupakan instrumen yang paling luas digunakan.

b. Gonioskopi

Pada pemeriksaan gonioskopi, dapat dilihat struktur sudut bilik mata depan. Lebar sudut

bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan bilik mata depan. Apabila

keseluruhan trabecular meshwork, scleral spur dan prosesus siliaris dapat terlihat, sudut

dinyatakan terbuka. Apabila hanya Schwalbe’s line atau sebagian kecil dari trabecular

meshwork yang dapat terlihat, dinyatakan sudut sempit. Apabila Schwalbe’s line tidak

terlihat, sudut dinyatakan tertutup.

c. Pemeriksaan Diskus Optikus

Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi sentral). Atrofi

optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang terutama

ditandai oleh pembesaran cawan diskus optikus dan pemucatan diskus di daerah cawan.

Selain itu, dapat pula disertai pembesaran konsentrik cawan optik atau pencekungan

(cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi

diskus optikus. Kedalaman cawan optik juga meningkat karena lamina kribrosa tergeser

ke belakang dan terjadi pergeseran pembuluh darah di retina ke arah hidung. Hasil

akhirnya adalah cekungan bean-pot, yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian

tepinya. Pada penilaian glaukoma, rasio cawan-diskus adalah cara yang berguna untuk

mencatat ukuran diskus optikus. Apabila terdapat kehilangan lapangan pandang atau

Page 15: MAKALAH-GLAUKOMA

peningkatan tekanan intraokuli, rasio cawan-diskus lebih dari 0,5 atau terdapat asimetri

yang bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa.

d. Pemeriksaan Lapangan Pandang

Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur penting untuk diagnosis dan tindak lanjut

glaukoma. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30º

lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik

buta. Perluasan akan berlanjut ke lapangan pandang Bjerrum (15O dari fiksasi)

membentuk skotoma Bjerrum, kemudian skotoma arkuata. Daerah-daerah penurunan

lapangan pandang yang lebih parah di dalam daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma

Seidel. Skotoma arkuata ganda di atas dan dibawah meridian horizontal, sering disertai

oleh nasal step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut.

Pengecilan lapangan pandang cenderung berawal di perifer nasal sebagai konstriksi

isopter. Selanjutnya, mungkin terdapat hubungan ke defek arkuata, menimbulkan

breakthrough perifer. Lapangan pandang perifer temporal dan 5-10 derajat sentral baru

terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Pada stadium akhir, ketajaman penglihatan

sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang (Salmon, 2009). Alat-

alat yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan lapanganpandang pada

glaukoma adalah automated perimeter (misalnya Humphrey,Octopus, atau Henson),

perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar tangent.

Page 16: MAKALAH-GLAUKOMA

Normal Glaukoma

Perubahan-perubahan lapangan pandang pada glaukoma

Page 17: MAKALAH-GLAUKOMA

VI. Faktor Resiko Glaukoma

Glaukoma lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa faktor

resiko lainnya untuk terjadi glaukoma, antara lain:

TIO yang tinggi

Tekanan bola mata diatas 21 mmHg beresiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu,

tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata

dapat dilakukan dirumah sakit mata atau pada dokter spesialis mata.

Genetik (faktor keturunan), riwayat glaukoma dalam keluarga

Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai resiko 6 kali lebih besar

untuk terkena glaukoma.Resiko terbesar adalah kakak adik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.

Glaukoma bisa diturunkan dalam keluarga. Apabila salah satu orangtua Anda mengidap

glaukoma, maka resiko Anda terkena glaukoma mencapai sekitar 20%. Apabila saudara

kandung Anda mengidapnya, maka kemungkinan Anda terkena glaukoma mencapai 50%.

Suku bangsa

Kecenderungan orang kulit hitam terserang glaukoma tiga sampai empat kali lebih besar

dibandingkan dengan orang kulit putih, dan enam kali lebih besar untuk menderita

kebutaan permanen akibat glaukoma. Orang Asia, khususnya keturunan Vietnam, juga

beresiko lebih besar.

Penggunaan obat-obat golongan kortison (steroid)

Pemakai steroid secara rutin misalnya pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak

dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi, dan pemakai

obat secara rutin lainnya juga bisa meningkatkan resiko Anda terkena glaukoma.

Usia

Resiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2 % dari populasi usia 40 tahun yang

terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah dengan bertambahnya usia. Glaukoma kronis jarang

terjadi sebelum usia 40 tahun. Resiko terkena glaukoma hampir meningkat dua kali setiap 10

tahun setelah usia 50 tahun. Glaukoma kronis umumnya terjadi pada perempuan usia lanjut.

Diabetes melitus dan penyakit sistemik lainnya

Bila Anda mengidap diabetes, maka risiko Anda terkena glaukoma tiga kali lebih besar

dibandingkan mereka yang tidak mengidap diabetes. Adanya riwayat tekanan darah tinggi

atau penyakit jantung juga dapat meningkatkan resiko. Selain itu, penyakit radang mata,

Page 18: MAKALAH-GLAUKOMA

seperti iritis, tumor mata, terlepasnya retina serta pembedahan mata juga meningkatkan

resiko terjadinya glaukoma.

Kelainan refraksi berupa Miopi dan hipermetropi

Hasil kajian yang ekstensif menunjukkan bahwa pengidap rabun jauh (miopia) beresiko dua

hingga tiga kali lebih besar terkena glaukoma dibanding mereka yang tidak menderita

miopia.

Cedera fisik

Trauma parah, seperti mata terkena pukulan, dapat meningkatkan tekanan pada mata. Cedera

juga dapat mengeser letak lensa, sehingga sudut drainase tertutup.

Penyakit hipertensi

Tekanan darah yang tinggi dapat secara langsung memicu kenaikan tekanan intraokular yang

menjadi faktor utama penyebab glaukoma. Hipertensi atau sindrom prahipertensi sering

dikaitkan dengan sindrom praglaukoma.

VII. Penanganan non Farmakologi

Terapi nonfarmakologi untuk glaukoma meliputi terapi laser dan operasi bedah.

a. Terapi Laser pada Glaukoma

1. Trabekuloplasti Laser

Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar pada jalinan trabekular, untuk

memperbaiki aliran keluar akueous. Pada awalnya terapi ini efektif, namun tekanan intraokular

secara perlahan kembali meningkat. Tindakan laser akan menurunkan tekanan pada 80% pasien

dengan glaukoma sudut terbuka.

2. Laser iridotomi

Digunakan untuk terapi glaukoma sudut tertutup. Teknik yang digunakan dalam laser ini

adalah menciptakan lubang di iris untuk memecahkan blokade pupil (penyebab utama glaukoma

sudut tertutup). Jika tidak ada laser iridotomi, dapat pula digunakan laser argon (European

Glaucoma Society [EGS], 2003).

Page 19: MAKALAH-GLAUKOMA

3. Laser iridoplasti

Digunakan untuk terapi glaukoma sudut tertutup. Laser ini digunakan ketika setelah

terapi dengan laser iridotomi, sudut antara iris dan trabecular meshwork tetap sempit atau sudah

terbuka sedikit tetapi sempit kembali. Laser ini menggunakan kontraksi panas yang diberikan

pada iris perifer untuk menariknya menjauhi trabecular meshwork sudut menjadi tidak sempit

lagi.

b. Operasi bedah pada Glaukoma

1. Trabekulektomi

Bedah trabekulektomi merupakan teknik bedah untuk mengalirkan cairan melalui saluran

yang ada. Pada trabekulektomi, cairan mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran

keluarnya dipercepat atau salurannya diperluas.

Bedah trabekulektomi membuat katup sklera sehingga cairan mata keluar dan masuk di

bawah konjungtiva. Untuk mencegah jaringan parut yang terbentuk diberikan 5 fluorouracil atau

mitomisin C. Pada teknik ini, dapat dibuat lubang filtrasi yang besar sehingga tekanan bola mata

sangat menurun.

Page 20: MAKALAH-GLAUKOMA

2. Siklodekstruksi

Pada siklodestruksi dilakukan perusakan sebagian badan siliar sehingga pembentukan

cairan mata berkurang.

3. Iridektomi

Iridektomi adalah operasi pengangangkatan sebagian iris. Prosedur ini paling sering

dilakukan dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup dan melanoma iris. Kelebihan iridektomi

adalah dapat digunakan pada pasien dengan opaque cornea yang tidak berhasil dengan terapi

laser. Risiko iridektomi juga lebih besar dibanding dengan laser seperti pada pasien glaucoma

sudut tertutup primer, risiko komplikasi seperti glaukoma malignan dan hemorrhage koroid dan

TIO harus diturunkan dulu sebelum dilakukan operasi bedah.

c. Edukasi

• Akupuntur, meditasi, mengonsumsi vitamin (A) dalam jumlah banyak atau diet khusus

àtidak signifikan pengaruhnya dalam pengobatan glaukoma.

• Gaya hidup sehat dan kestabilan emosi dapat membantu memperlambat keparahan

penyakit dan membantu pasien untuk dapat tetap beraktivitas secara normal.

(National Collaborating Centre for Acute Care, 2009).

• Menjaga mata tetap bersih.

• Kosmetik pada mata, harus berhati-hati dan pilihlah produk yang tidak menyebabkan

alergi

• Tidak menggaruk mata

• Saat berenang, menggunakan kacamata berenang

• Menggunakan kaca pembesar untuk membaca

• Pola hidup sehat (istirahat cukup, makan makanan sehat, tidak mengonsumsi kafein

terlalu banyak tidak mengonsumsi garam terlalu banyak, menghindari stres dan

melakukan exercise)

• Mengonsumsi obat atau memakai obat tetes secara teratur dan sesuai dosis

Periksa kondisi mata secara teratur

Page 21: MAKALAH-GLAUKOMA

VIII. Penanganan Secara Farmakologi

Golongan Obat- obat yang digunakan

1. β-bloker : produksi aqueous humour $

2. Agonis α2-Adrenergik : produksi aqueous humour $

3. Analog Prostaglandin : meningkatkan aliran aqueous humor

4. CAI (Carbonic Anhydrase Inhibitors) : menurunkan kecepatan pembentukan aqueous

humour

5. Parasimpatomimetik/ Kolinergik : terjadinya konstriksi pupil, menstimulasi otot siliari,

dan $ aliran aqueous humor

6. Agonis Adrenergik Nonspesifik : $ laju pengeluaran aqueous humor

7. Hiperosmotik : $ volume cairan vitreous

Berikut adalah obat-obat yang digunakan untuk terapi glaukoma

Kelas Mekanisme KerjaEfek Samping

Okular Sistemik

β-bloker

Non selektifTimololLevobunolol

SelektifBetaxolol

Mengurangi produksi aqueous humour dengan cara memblok reseptor β2-adrenergik pada ciliary body

Rasa terbakar Menyengat Fotofobia Gatal Pengeluaran air

mata Sensitivitas korneal

menurun Hiperaemia Punctate keratitis Diplopia

Konstriksi bronkus Hipotensi Bradikardia Blokade jantung Menutupi

hipoglikemia Perubahan kadar

lipid Impotensi Capek Depresi Syncope Bingung Alopecia

Agonis α2-Adrenergik

BrimonidinApraclonidin

Mengurangi produksi aqueous humour; Brimonidin juga diketahui dapat meningkatkan pengaliran uveoskleral

Reaksi alergi okular

Rasa terbakar Menyengat Penglihatan kabur Foreign-body

sensation Gatal Hiperaemia Lid retraction Conjunctial

blanching Fotofobia

Depresi SSP Mulut kering Sakit kepala Capek Mengantuk Bradikardia Hipotensi Hipotermia Apnoea Gangguan rasa Syncope

Page 22: MAKALAH-GLAUKOMA

Midriasis (Apraclonidin)

Analog Prostaglandin

Analog prostaglandin F2αLatanoprost

Analog prostamideBimatoprostTravoprost

Meningkatkan pengaliran uveoskleral

Penglihatan kabur Rasa terbakar Menyengat Hiperaemia

konjungtiva Foreign-body

sensation Gatal Peningkatan

pigmentasi pada iris

Penebalan bulu mata

Reversible macular oedema

Reactivation of herpetic infection

Iritis/uveitis

Sangat jarang

CAI (Carbonic AnhydraseInhibitors)

TopikalBrinzolamidDorzolamid

SistemikAcetazolamidDichlorphenamidMethazolamid

Menurunkan sekresi aqueous humor dari cilliary body dengan cara memblok secara aktif sekresi natrium dan ion bikarbonat dari ciliary body ke aqueous humor

Rasa terbakar dan menyengat sementara

Ketidaknyamanan okular

Penglihatan kabur sementara

Jarang terjadi konjungtivitis, lid reaction, fotofobia

Sakit kepala Muntah Kelelahan Mulut kering Pusing Anafilaksis

Parasimpatomimetik / Kolinergik

PilokarpinKarbakol

Meningkatkan pengeluaran aqueous humor sebagai hasil dari terbuka dan tertutupnya trabecular meshwork pada kontraksi otot ciliary sehingga menurunkan resistensi pengeluaran aqueous humor

Sakit mata Berkurangnya

ketajaman penglihatan di malam hari

Penglihatan kabur Miosis Myopic shift Retinal detachment Ketidaknyamanan

dalam pemblokan pupil

Lakrimasi

Sakit kepala Salivasi Frekuensi urinasi

meningkat Kejang perut Tremor asma Hipotensi Muntah dan Mual

Agonis adrenergik nonspesifikDipivefrin

β2-receptor–mediated meningkatkan laju pengeluaran aqueous humor

Rasa terbakar Ocular discomfort Alis sakit Hiperemia Alergi

Sakit kepala Hilang kesadaran Tekanan darah

meningkat Takikardia

Page 23: MAKALAH-GLAUKOMA

Blepharoconjunctivitis

Jarang terjadi: Tidak

menimbulkan Rontok pada bulu mata

Stenosis saluran Nasolakrimal

Penglihatan kabur

Penggunaan dalam waktu lama (>1 tahun) dapat menyebabkan deposisi pigmen dalam konjungtiva dan kornea

Aritmia Tremor Kegelisahan Laju pernafasan

meningkat

Hiperosmotik

Manitol, Gliserin, Isosorbid

Mengurangi volume cairan vitreous

- Sakit kepala Menggigil Pusing Hipotensi Takikardia Mulut kering Pulmonary oedema

Kelas Kontraindikasi Perhatian

β-bloker

Non selektifTimololLevobunolol

SelektifBetaxolol

Asma Bradi aritmia Blokade jantung

Diabetes Hipertiroid Kegagalan jantung Penyakit paru-paru Bradikardia Atherosclerosis Diabetes Miastenia gravis

Agonis α2-Adrenergik

BrimonidineApraclonidine

Pasien yang diterapi dengan MAOI (monoamine oxidase inhibitor)

Anak di bawah 2 tahun

Penyakit kardiovaskular Depresi

Analog Prostaglandin

LatanoprostBimatoprostTravoprost

Inflamasi intraokular (iritis/uveitis) Aphakia dan pseudophakia

CAI (Carbonic AnhydraseInhibitors)

Cangkok kornea Distrofi endotelial dapat

menyebabkan udem pada

Keruskan hati dan ginjal yang parah

Page 24: MAKALAH-GLAUKOMA

TopikalBrinzolamideDorzolamide

SistemikAcetazolamideDichlorphenamideMethazolamide

kornea Alergi sulfonamida mempunyai

risiko alergi terhadap CAI

Parasimpatomimetik / Kolinergik

PilokarpinKarbakol

Uveitis Glaukoma sekunder yang

berhubungan dengan hambatan pengeluaran cairan aqueous humor

Asma Obstruksi saluran kemih Miopi yang parah Aphakia Degenerasi perifer retina

Agonis adrenergik nonspesifik

Dipivefrin

Glaukoma sudut sempit akut Hipersensitif terhadap obat

Hipertensi Arteriosclerosis Jantung koroner Diabetes Hyperparathyroidism

Hiperosmotik

Manitol, Gliserin, Isosorbid

Hipersensitif terhadap gliserin, manitol

Intrakranial hematoma akut

Dehidrasi Gangguan fungsi ginjal dan retensi

urin Kegalalan jantung kongestif Diabetes insipidus Geriatri

Tambahan:

Terapi Farmakologi

Page 25: MAKALAH-GLAUKOMA

1. Terapi Hipertensi Okular

Hipertensi okular adalah kondisi dimana tekanan intraokular mata lebih besar dari tekanan

intraokular (TIO) mata normal yaitu > 22 mmHg. Hipertensi okular ini menyebabkan seseorang

memiliki kemungkinan menderita glaukoma akan tetapi belum positif glaukoma. Terapi untuk

mengatasi hipertensi okular diperlukan untuk meminimalisir faktor risiko yang dapat

menyebabkan berkembangnya hipertensi okular menjadi glaukoma. OHTS (Ocular Hypertensive

Treatment Study) adalah studi terapi yang dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor risiko

yang dapat dijadikan pertimbangan untuk terapi hipertensi okular tersebut. Pasien dengan TIO >

25mmHg, rasio vertical cup:disk lebih dari 0.5, ketebalan pusat kornea kurang dari 555µm

mempunyai risiko yang besar berkembang menjadi glaukoma. Faktor risiko lain seperti riwayat

keluarga, ras (kulit hitam), miopi yang parah, dan pasien yang hanya mempunyai satu mata

fungsional, juga perlu dipertimbangkan untuk memilih terapi yang tepat. Pasien tanpa faktor

risiko, tidak perlu mendapatkan terapi akan tetapi harus tetap dikontrol untuk mencegah

berkembangnya glaukoma.

Pasien dengan faktor risiko yang signifikan harus diterapi dengan agen topikal yang sesuai

seperti β-bloker, agonis α2, inhibitor karbonik anhidrase (CAI), atau analog prostaglandin yang

disesuaikan dengan kondisi pasien. Agar terapi berjalan optimal maka hendaknya dimulai pada

satu mata untuk menilai keberhasilan terapi dan toleransi pasien. Penggunaan agen terapi lini

kedua dan ketiga (seperti pilokarpin dan epinefrin) diberikan ketika agen terapi lini pertama

gagal menurunkan tekanan intra okular yang bergantung pada rasio risiko-benefit pada setiap

pasien. Pertimbangan biaya, ketidaknyamanan penggunaan, dan timbulnya efek samping yang

sering muncul pada terapi kombinasi, inhibitor antikolinesterase, dan CAI oral menghasilkan

rasio risiko-benefit yang tidak diharapkan oleh pasien.

Tujuan terapi hipertensi okular adalah untuk menurunkan tekanan intra okular (TIO) pada

level yang memungkinkan penurunan risiko kerusakan syaraf optik, umumnya 20% atau 25%-

30% penurunan dari TIO awal pasien. Penurunan yang lebih besar mungkin dibutuhkan pada

pasien dengan risiko tinggi atau pasien yang mempunyai TIO awal yang tinggi. Terapi obat

sebaiknya dimonitor dengan pengukuran TIO, pemeriksaan optic disk, penilaian lapang pandang

dan evaluasi efek samping obat serta kepatuhan pasien. Pasien yang tidak memberikan respon

terhadap obat atau intoleran terhadap obat maka hendaklah obat tersebut diganti dengan alternatif

obat lain. Banyak praktisi yang lebih memilih untuk menghentikan semua jenis pengobatan pada

Page 26: MAKALAH-GLAUKOMA

pasien yang gagal merespon terapi topikal, melakukan monitoring yang intensif terhadap

perkembangan perubahan optic disk atau hilangnya bidang pandangan, kemudian dilakukan

pengobatan kembali ketika terjadi perubahan kondisi pa

Algoritma terapi

2. Terapi Glaukoma Sudut Lebar (Terbuka)

Terapi glaukoma sudut terbuka diawali dengan pemberian agen topikal tunggal yang

toleran dengan konsentrasi terendah. Tujuan dari terapi ialah mencegah kehilangan atau

penurunan bidang pandang. Target TIO dipilih berdasarkan TIO awal pasien dan penurunan

bidang pandang pasien. Umumnya, target penurunan TIO yang diharapkan sebesar 30%.

Page 27: MAKALAH-GLAUKOMA

Obat yang umumnya digunakan dalam penanganan glaukoma adalah nonselektif β-

bloker, analog prostaglandin (latanoprost, travoprost, dan bimatoprost), α2-agonis (brimonidin),

dan kombinasi tetap dari timolol dan dorzolamide.

Terapi dimulai dengan pemberian agen tunggal pada salah satu mata (kecuali pada pasien

dengan TIO yang sangat tinggi atau pasien dengan kehilangan bidang pandang yang parah)

untuk mengevaluasi efikasi dan toleransi obat. Pemantauan terapi sebaiknya dilakukan secara

individual. Respon awal terhadap terapi biasanya dihasilkan 4-6 minggu setelah terapi dimulai.

Ketika telah mencapai nilai TIO yang diharapkan, pemantauan TIO dilakukan setiap 3-4 bulan.

Perubahan bidang pandang dan optic disc dipantau setiap tahun atau lebih awal jika glaukoma

tidak stabil atau bersamaan dengan kondisi lain yang dapat memperburuk.

Pasien yang memberikan respon tetapi intoleran pada terapi awal yang diberikan dapat

beralih ke obat lain atau dosis alternatif dari obat yang sama. Untuk pasien yang tidak dapat

merespon konsentrasi toleran yang tertinggi, harus mengganti obat tersebut dengan agen

alternatif setelah sehari terapi konkuren dengan obat tersebut. Apabila hanya timbul respon

parsial, maka dimungkinkan kombinasi dengan agen topikal lainnya yang ditentukan melalui

percobaan. Karena frekuensi efek samping, karbakol, inhibitor kolinesterase topikal, dan CAI

oral dipertimbangkan sebagai agen terakhir yang diberikan pada pasien yang gagal merespon

terapi dengan kombinasi topikal yang kurang toksik.

Page 28: MAKALAH-GLAUKOMA

Algoritma terapi hipertensi ocular

Page 29: MAKALAH-GLAUKOMA

Sumber : NHMRC Guidelines, 2010

Page 30: MAKALAH-GLAUKOMA

Sumber : Japan Glaucoma Society, Guidelines for Glaucoma (2nd Edition), Sept 2006

3. Glaukoma Sudut Tertutup

Untuk sudut tertutup yang akut, terapi pertama bertujuan untuk menurunkan TIO,

mengurasi rasa sakit, dan menghilangkan udem pada kornea sebagai persiapan untuk terapi laser

iridotomi. Obat kolinergik (agen miotik) dapat meningkatkan efektifitas laser iridotomi atau

iridoplasti pada pra operasi. Untuk kasus yang gawat, sebaiknya digunakan pengobatan sistemik

seperti hiperosmotik oral atau parenteral serta CIA oral atau parenteral untuk menurunkan TIO

dengan cepat dan mencegah kerusakan permanen pada posterior chamber dan anterior chamber.

Topikal timolol dan bribrimonidin/apraklonidin juga dapat digunakan secara bersamaan dengan

CAI topikal (Singapore Ministry of Health [SMOH] 2005). Topikal anti infamasi juga

disarankan untuk digunakan. Saw, Gazzard dan Friedman (2003) menyarankan untuk

memberikan obat aditif latanoprost sebelum dilakukan terapi menggunakan laser iridotomi.

Latanoprost dapat digunakan jika TIO <25 mm.

Kemudian setelah TIO sudah menurun, dilakukan terapi menggunakan laser iridotomi. Jika

berhasil, maka dilakukan pengontrolan terhadap TIO. Jika telah mencapai target TIO yang

diharapkan, maka langkah selanjutnya dilakukan follow up yang meliputi pemeriksaan TIO,

pemeriksaan lapang pandang dan optic disc serta pemeriksaan terhadap syaraf optik. Namun jika

Page 31: MAKALAH-GLAUKOMA

tidak mencapai target TIO yang diharapkan, maka dilakukan terapi tambahan dengan

menggunakan obat lain yang dikombinasi dengan dan atau terapi laser dan operasi bedah.

Sementara jika terapi menggunakan laser iridotomi belum berhasil maka dilajutkan dengan

operasi bedah iridektomi. Lalu TIO kembali dilihat apakah telah mencapai target yang

diharapkan atau tidak. Jika telah mencapai target TIO yang diharapkan, maka langkah

selanjutnya dilakukan follow up yang meliputi pemeriksaan TIO, pemeriksaan lapang pandang

dan optic disc serta pemeriksaan terhadap syaraf optik. Namun jika tidak mencapai target TIO

yang diharapkan, maka dilakukan terapi tambahan dengan menggunakan obat lain yang

dikombinasi dengan dan atau terapi laser dan operasi bedah.

Algoritma terapi

Page 32: MAKALAH-GLAUKOMA

IX. Interaksi Obat

Obat A Obat B Efek yang terjadi

Betabloker

optalmik Digitalis

Penggunaan propanolol menyebabkan

bradikardia pada pasien aritmia akibat

menggunakan digitalis

Kinidin Betabloker optalmik

Kinidin meningkatkan kadar serum

metoprolol dan timolol karena inhibisi enzim

CYP2D6, demikian juga kadar serum

propanolol naik, dapat terjadi bradikardia.

Betabloker Senyawa fenotiazin

Pada penggunaan klorpromazin thioridazin

dengan propanolol terjadi peningkatan kadar

serum kedua obat, terjadi hipotensi

Karbakol,

pilokarpin NSAID

Dilaporkan karbakol dan pilokarpin menjadi

tidak efektif bila digunakan NSAID topikal

Latanoprost

Obat tetes

mengandung

timerosal

Terjadi pengendapan sacara invitro,

gunakan dengan interval 5 menit

Karbakol Flubiprofen,

surprofen

Dilaporkan karbakol menjadi tidak efektif

bila digunakan bersamaan dengan

Flubiprofen atau surprofen

1. β-Blocker

Betatoxolol, carteolol, levobunolol, metipranolol, timolol

Memblok adrenoreseptor β2 pada prosesus siliaris sehingga menurunkan sekresi

aqueous. Memblok reseptor β pada pembuluh darah aferen yang memperdarahi

prosesus siliaris. Hal tersebut menyebabkan vasokonstriksi yang kemudian

menurunkan ultrafiltrasi dan pembentukan aqueous. Obat-obat yang diberikan

sebagai tetes mata dapat diabsorpsi melalui mukosa nasal dan menimbulkan efek

sistemik. Oleh karena itu, β-bloker dapat menyebabkan bronkospasme pada pasien

Page 33: MAKALAH-GLAUKOMA

asma atau bradikardia pada pasien yang peka. Jadi sebaiknya dihindari pada pasien

dengan asma, gagal jantung, blok jantung, atau bradikardia. Efek antiaritmika akan

diperkuat oleh β-bloker dan efek bradikardianya akan diperkuat oleh anestetika

umum. Pada penderita diabetes, interaksi yang penting adalah perlambatan naiknya

kadar gula darah setelah pembertian insulin atau antidiabetika oral. Ini menyebabkan

bahaya diperpanjangnya reaksi hipoglikemik.

ACE inhibitor dan anestetik dapat meningkatkan efek hipotensif. Analgetik (AINS)

melawan efek hipotensif. Antiaritmia dapat meningkatkan risiko depresi miokardium

dan bradikardia. Antihipertensi meningkatkan efek hipotensi.

2. α2-Adrenergic Agonis

Apraclonidine, brimonidine

Menurunkan pembentukan aqueous melalui stimulasi reseptor α2 pada terminal saraf

adrenergic yang menginervasi badan silliaris sehingga menurunkan pelepasan

norefinefrin). Dengan dosis yang amat kecil sudah menurunkan tekanan darah selama

periode waktu tertentu. Oleh karena itu, pada pasien dengan penyakit kardiovaskular,

gangguan ginjal, serebrovaskular, dan diabetes penggunaan obat ini harus dengan

perhatian khusus terkait dengan obat-obatan yang digunakan seperti antihipertensi,

obat kardiovaskular, monoamine oksidator inhibitor, dan antidepresan tetrasiklik.

3. Carbonic Anhydrase Inhibitor

Brinzolamide, dorzolamide, methazolamide, acetazolamide, dichlorphenamide.

Termasuk golongan sulfonamide yang dapat memberikan efeksistemik seperti ruam

kulit dan bronkospasme. Penggunaan CAI dan diuretic dapat menyebabkan

hipokalemia. penggunaan salisilat dois tinggi menyebabkan asidosis oleh CAI yang

mana dapat menikngkatkan toksisitas salisilat.

Risiko hipokalemia dapat meningkat bila diberikan dengan bambuterol, efromoterol,

pirbuterol, reproterol, rimeterol, dan salmoterol. dengan asetosal dapat menyebabkan

asecosis parah dan meningkatkan efek toksik pada ssp. asetalozamid meningkatkan

efek amfetamin, karbamazepin, efedrin, kuinidin, dan mengurangi efek histamine dan

turunannnya. mempengaruhi keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh.

4. Parasympathomimetic Agents

Page 34: MAKALAH-GLAUKOMA

Carbachol, pilocarpine, echothiophate

Pilicarpine tidak dapat bercampur dengan benzalkonium klorida.

5. Epinephrine and Dipivefrin

Penggunaan dengan β-bloker menyebabkan midriasis

Obat Interaksi Obat

β-Blocker

Betatoxolol

Clonidine: May enhance or reverse antihypertensive effect;

potentially life-threatening situations may occur, especially on

withdrawal.

NSAIDs: Some agents may impair antihypertensive effect.

Prazosin: May increase postural hypotension.

Verapamil: May increase effects of both drugs.

Carteolol

Clonidine: May enhance or reverse antihypertensive effect; may

cause potentially life-threatening increases in BP, especially on

simultaneous discontinuation of both drugs.

Epinephrine: May cause initial hypertensive episode followed by

bradycardia.

Ergot alkaloids: May cause peripheral ischemia with cold

extremities. Peripheral gangrene possible.

NSAIDs: May impair antihypertensive effect.

Prazosin: May increase orthostatic hypotension.

Systemic beta-blocker: When administered concomitantly with

ophthalmic carteolol hydrochloride solution, may cause additive

effects and toxicity.

Theophyllines: May reduce elimination of theophylline. May cause

pharmacologic antagonism, reducing effects of one or both drugs.

Verapamil: May increase effects of both drugs.

Levobunolol

Beta blockers, oral: Additive effects on systemic beta blockade.

Epinephrine, ophthalmic: Hypertension due to unopposed alpha-

adrenergic stimulation.

Page 35: MAKALAH-GLAUKOMA

Timolol

Clonidine: May enhance or reverse antihypertensive effect;

potentially life-threatening situations may occur, especially on

withdrawal.

Epinephrine: Initial hypertensive episode followed by bradycardia

may occur.

Ergot alkaloids: Peripheral ischemia, manifested by cold extremities

and possible gangrene, may occur.

Insulin: Prolonged hypoglycemia with masking of symptoms may

occur.

NSAIDs: Some agents may impair antihypertensive effect.

Prazosin: Orthostatic hypotension may be increased.

Theophyllines: Elimination of theophylline may be reduced. Effects

of both drugs may be reduced.

Verapamil: Effects of both drugs may be increased.

α2-Adrenergic Agonis

Brimonidine

Antihypertensives, beta blockers, cardiac glycosides: Brimonidine

may reduce pulse and BP; use with caution.

CNS depressants (eg, alcohol, anesthetics, barbiturates, opiates,

sedative): Additive or potentiating CNS depressant effect.

MAO inhibitors: Concurrent use contraindicated.

Tricyclic antidepressants: May decrease the effect of brimonidine by

altering the metabolism and uptake of circulating amines.

Carbonic Anhydrase

Inhibitor

Acetazolamide

Diflunisal: May cause significant decrease in IOP.

Primidone: Primidone concentrations may be decreased.

Quinidine: Quinidine serum levels may be increased.

Salicylates: May cause acetazolamide accumulation and toxicity,

including CNS depression and metabolic acidosis.

Parasympathomimeti

c Agents

Page 36: MAKALAH-GLAUKOMA

Pilocarpine

Anticholinergics: May antagonize action of pilocarpine (PO and

ophthalmic).

Beta-blockers: Potential for cardiac conduction disturbances with

oral pilocarpine.

Parasympathomimetics: Additive pharmacologic effects and

increased toxicity possible.

Epinephrine

Alpha-Adrenergic Blockers (eg, Phentolamine): Vasoconstricting

and hypertensive effects are antagonized.

Antihistamines: Epinephrine effects may be potentiated. Beta

Blocking Agents: May decrease effects of these agents, resulting in

hypertension.

Diuretics: Vascular response may be decreased.

Ergot Alkaloids/Phenothiazines/Nitrates: Pressor effects of

epinephrine may be reversed.

General Anesthetics (eg, Halothane, Cyclopropane)/Cardiac

Glycosides: The potential for the myocardium to be sensitized to the

effects of sympathomimetic amines is increased. Arrhythmias may

result with coadministration and may respond to beta-blockers.

Guanethidine: May increase pressor response.

Levothyroxine: Epinephrine effects may be potentiated.

Oxytoxic Drugs: May cause severe persistent hypertension.

Rauwolfia Alkaloids, Methyldopa, Furazolidone: May cause

hypertension.

Tricyclic Antidepressants: May potentiate epinephrine’s

vasopressive effects.

INCOMPATIBILITIES: Epinephrine is unstable in alkaline

solutions (eg, sodium bicarbonate); avoid admixture.