Makalah GI Fixhj

58
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan secara normal membawa perubahan mental maupun fisik. Penurunan intelektual mulai terlihat pada dewasa muda dan semakin jelas pada usia tua. Schaie dan Willis (1992) mengatakan bahwa tahap usia tua akan dialami oleh semua orang, ada perubahan fisik, psikis, dan sosial yang terjadi. Di sisi lain kondisi fisik dan psikis setiap lansia akan berbeda. Hal tersebut berkaitan dengan pengalaman masa lalu dan lingkungan sosial budaya mereka. Akibatnya, di berbagai negara akan mempunyai karakteristik usia lanjut yang berbeda, salah satunya adalah harapan hidupnya. Saat ini penduduk yang berusia lanjut di Indonesia terus meningkat jumlahnya bahkan pada tahun 2005-2010 menyamai jumlah balita yaitu sekitar 8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau sekitar 19 juta jiwa. Di negara- negara yang sedang berkembang, usia harapan hidup berkisar 10 tahun atau lebih ada di bawah rata-rata usia harapan hidup penduduk dunia. Usia harapan hidup yang lebih lama akan menyebabkan perubahan yang terjadi pada struktur dan sistem masyarakat dunia. Banyak permasalahan yang dapat dialami oleh para lansia salah satunya adalah masalah pencernaan. 1

description

ses

Transcript of Makalah GI Fixhj

Page 1: Makalah GI Fixhj

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses penuaan secara normal membawa perubahan mental maupun fisik.

Penurunan intelektual mulai terlihat pada dewasa muda dan semakin jelas pada

usia tua. Schaie dan Willis (1992) mengatakan bahwa tahap usia tua akan dialami

oleh semua orang, ada perubahan fisik, psikis, dan sosial yang terjadi. Di sisi lain

kondisi fisik dan psikis setiap lansia akan berbeda. Hal tersebut berkaitan dengan

pengalaman masa lalu dan lingkungan sosial budaya mereka. Akibatnya, di

berbagai negara akan mempunyai karakteristik usia lanjut yang berbeda, salah

satunya adalah harapan hidupnya.

Saat ini penduduk yang berusia lanjut di Indonesia terus meningkat

jumlahnya bahkan pada tahun 2005-2010 menyamai jumlah balita yaitu sekitar

8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau sekitar 19 juta jiwa. Di negara-negara

yang sedang berkembang, usia harapan hidup berkisar 10 tahun atau lebih ada di

bawah rata-rata usia harapan hidup penduduk dunia. Usia harapan hidup yang

lebih lama akan menyebabkan perubahan yang terjadi pada struktur dan sistem

masyarakat dunia. Banyak permasalahan yang dapat dialami oleh para lansia salah

satunya adalah masalah pencernaan.

Pada lansia akan terjadi perubahan di saluran pencernaan dan tidak jarang

timbul keluhan, misalnya hilangnya rasa di dalam mulut, gangguan motilitas

esofagus, perubahan membran mukosa di lambung sehingga timbul aklorhidri,

gangguan absorpsi di intestin, sering timbul konstipasi, timbul divertikel di

beberapa tempat diantaranya di esofagus, duodenum, jejunum dan di kolon.

Dalam menetukan kelainan pada saluran pencernaan pada penderita berusia

lanjut, seringkali ditemui kesulitan, diantaranya kesulitan dalam komunikasi yang

mungkin disebabkan oleh menurunnya daya ingat penderita lansia, menurunnya

perhatian penderita terhadap sekitarnya dan sebagainya. Kesulitan lain dapat

disebabkan karena keluhan yang menyertainya. Oleh karena itu, diperlukan

kesabaran dalam melakukan anamnesis dan pemeriksaan, sehingga penting bagi

1

Page 2: Makalah GI Fixhj

perawat untuk memahami tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem

gastrointestinal lansia agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian sistem gastrointestinal?

2. Bagaimana proses penuaan normal pada saluran gastrointestinal?

3. Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan

gastrointestinal?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:

1. Menjelaskan pengertian sistem gastrointestinal.

2. Menjelaskan proses penuaan normal pada saluran gastrointestinal.

3. Menjelaskan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan

gastrointestinal.

2

Page 3: Makalah GI Fixhj

BAB II

ISI

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Gastrointestinal Manusia

1. Pengertian Sistem Gastrointestinal

Sistem gastrointestinal atau sistem pencernaan adalah sistem organ dalam

manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat

gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang

bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari

tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,

lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga

meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati

dan kandung empedu.

2. Organ-Organ dalam Sistem Gastrointestinal

a. Mulut

Mulut merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air.

Mulut adalah jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut

dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat

di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin

dan pahit. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah

oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih

mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari

makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.

Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah

protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara

sadar dan berlanjut secara otomatis.

b. Faring

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal

dari bahasa yunani yaitu pharynk. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil

(amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan

merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan

nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, di

3

Page 4: Makalah GI Fixhj

depan ruas tulang belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga

hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan

dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.

Tekak terdiri dari; Bagian superior = bagian yang sangat tinggi dengan hidung,

bagian media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior =

bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada

nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang

telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar

lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring

dengan laring.

c. Esofagus

Esofagus adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu

makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan

melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu

dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi

menjadi tiga bagian:

1) Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka).

2) Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus).

3) Bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

d. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang

keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu:

1) Kardia

2) Fundus

3) Antrum

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot

berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan

normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam

kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi

secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang

melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu:

4

Page 5: Makalah GI Fixhj

a) Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap

kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah

kepada terbentuknya tukak lambung.

b) Asam Klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh

pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan

sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

c) Prekursor Pepsin

Merupakan enzim yang yang memecahkan protein.

e. Usus Halus

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di

antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang

mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus

melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan

pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah

kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Adapun lapisan usus yaitu

lapisan mukosa, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan

serosa. Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus

kosong (jejunum) dan usus penyerapan (ileum).

1) Duodenum

Duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan

menghubungkannya ke jejunum. Duodenum merupakan bagian terpendek dari

usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.

Duodenum merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya

oleh selaput peritoneum. pH duodenum yang normal berkisar pada derajat

sembilan. Pada duodenum terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan

kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum

digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam

usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.

Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang

5

Page 6: Makalah GI Fixhj

bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal

kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

2) Jejunum

Usus kosong atau Jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian

kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus

penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8

meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan

digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong

berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas

permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas

jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan

dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit

untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.

Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa

Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti

“kosong”.

3) Illeum

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem

pencernaan manusia ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah

duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH

antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan

garam-garam empedu.

f. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan

rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri

dari:

1) Kolon asendens (kanan)

2) Kolon transversum

3) Kolon desendens (kiri)

4) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna

beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus

6

Page 7: Makalah GI Fixhj

besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini

penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa

menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya

terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah

diare.

g. Usus Buntu (Sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi

adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon

menanjak dari usus besar. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,

sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau

seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

h. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Dalam

anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix

(atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan

caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang

dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai

20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa

berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di

peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ

vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi

dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai

appendektomi.

i. Rektum dan Anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan

yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.

Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya

rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada

kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,

maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding

rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf

yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak

7

Page 8: Makalah GI Fixhj

terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan

air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,

konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih

tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami

kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus

merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari

tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya

dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses

dibuang dari tubuh melalui proses defekasi, yang merupakan fungsi utama anus.

j. Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama

yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti

insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat

dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankreas terdiri dari dua jaringan dasar,

yaitu:

1) Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan.

2) Pulau Pankreas, menghasilkan hormon.

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan

hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna

protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam

bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif.

Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga

melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi

duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.

k. Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki

berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Organ ini

memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi

dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan

penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Zat-

zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh

darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena

8

Page 9: Makalah GI Fixhj

yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam

hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di

dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut

dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah

dialirkan ke dalam sirkulasi umum.

l. Kandung Empedu

Kandung empedu adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar

50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia,

panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap, bukan

karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang

dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari

melalui saluran empedu. Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:

1) Membantu pencernaan dan penyerapan lemak.

2) Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama

Haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan

kelebihan kolesterol.

B. Proses Penuaan Normal Pada Saluran Gastrointestinal

Proses penuaan memberikan pengaruh pada setiap bagian dalam sistem

gastrointestinal (GI). Namun karena luasnya persoalan fisiologis pada sistem

gastrointestinal, hanya sedikit masalah-masalah yang berkaitan dengan usia yang

dilihat dalam kesehatan lansia. Banyak masalah-masalah GI yang dihadapi oleh

lansia yang erat kaitannya dengan fungsi normal saluran gastrointestinal dan

perubahan-perubahan kebutuhan nutrisi lansia.

b. Rongga Mulut

Penampilan fisik kemampuan, berkomunikasi dan asupan nutrisi di

tingkatkan oleh kebersihan mukosa mulut dan keutuhan gigi. Walaupun

tanggalnya gigi bukan suatu konsekuensi dasar dari proses penuaan, banyak lansia

yang mengalami penanggalan gigi sebagai akibat dari hilangnya tulang

penyokong pada periosteal dan periodontal. Hilangnya sokongan tulang ini juga

berperan terhadap kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan penyediaan

sokongna gigi yang adekuat dan stabil pada usia lebih lanjut. Gigi yang tersisa

9

Page 10: Makalah GI Fixhj

pada usia setelah 70 tahun sering menimbulkan perasaan ngilu pada permukaan

pengunyahan. Penyusutan dan fibrosis pada akar halus bersama-sama dengan

retraksi gusi yang berkontribusi terhadap penanggalan gigi pada penyakit

periodontal. Mukosa mulut tampak merah dan berkilat pada lansia karena adanya

atrofi. Bibir dan gusi tampak tipis karena epitelium telah menyusut dan menjadi

lebih mengandung keratin. Vaskularitas mukosa mulut menurun dan gusi yang

tampak pucat adalah akibat dari menurunnya suplai darah.

Aliran air liur tetap normal pada lansia sehat dan tidak mendapatkan

pengobatan yang akan dapat menyebabkan mulut menjadi kering. Meskipun ada

beberapa kontroversi berkenaan dengan hilangnya kuncup perasa akibat proses

penuaan, banyak lansia mengeluh adanya gangguan sensasi rasa dan penurunan

kemampuan mengenali rasa yang tidak tajam.

c. Esofagus, Lambung dan Usus

Motilitas esofagus tetap normal meskipun esofagus mengalami sedikit

dilatasi seiring penuaan. Sfingter esofagus bagian bawah (kardiak) kehilangan

tonus. Reflex muntah pada lansia akan melemah. Kombinasi dan faktor-faktor ini

meningkatkan resiko terjadinya aspirasi pada lansia. Kesulitan dalam mencerna

makanan adalah akibat dari penurunan sekresi asam hidroklorik, dengan

pengurangan absorpsi zat besi, kalsium, dan vitamin B12. Motilitas gaster biasanya

menurun dan melambatnya gerakan dari sebagian makanan yang dicerna keluar

dari lambung dan terus melalui usus halus dan usus besar.

d. Saluran Empedu, Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas

Kapasitas fungsional hati dan pankreas tetap dalam rentang normal karena

adanya cadangan fisiologis dari hati dan pankreas. Setelah usia 70 tahun, ukuran

hati dan pankreas akan mengecil, terjadi penurunan kapasitas menyimpan dan

kemampuan mensintesis protein dan enzim-enzim pencernaan. Sekresi insulin

normal dengan kadar gula darah yang tinggi (250-300 mg/dL), tetapi respon

insulin akan berkurang seiring dengan peningkatan gula darah secara moderat

(120-200 mg/ dL). Proses penuaan telah mengubah proporsi lemak empedu tanpa

perubahan metabolisme asam empedu yang signifikan. Faktor ini mempengaruhi

peningkatan sekresi kolesterol. Banyak perubahan-perubahan terkait usia terjadi

dalam sistem empedu yang terjadi pada pasien yang gemuk (obesitas).

10

Page 11: Makalah GI Fixhj

C. Kebutuhan Nutrisi pada Lansia dalam Rangka Promosi Kesehatan

Secara fisiologis, kebutuhan energi lebih dikaitkan dengan tingkat aktivitas

fisik daripada usia kronologis. Kebutuhan asupan kalori sehari-hari yang

disarankan (Recommended Daily Allowence) pada lansia yang berusia 65 sampai

75 tahun adalah 2300 kkal. RDA untuk lansia di atas 75 tahun diturunkan

menjadi 2050 kkal, konsumsi kalori dari karbohidrat kompleks yang diharuskan

sebanyak 55 samapai 65 % dan kurang dari 30% lemak, serta porsi sisanya adalah

protein. Faktor-faktor fisiologis lainnya yang dikaitkan dengan kebutuhan nutrisi

yang unik pada lansia adalah menurunnnya sensitivitas olfaktorius, perubahan

persepsi rasa dan peningkatan kolesistikinin yang dapat mempengaruhi keinginan

untuk makan dan peningkatan rasa kenyang. Proses penuaan itu sendiri

sebenarnya tidak mengganggu proses penyerapan vitamin pada berbagai tingkatan

yang luas. Namun, laporan-laporan terakhir mengindikasikan bahwa lansia

mengalami defisiensi vitamin B12, vitamin D dan asam folat. Perubahan-perubahan

dalam kebutuhan mineral meliputi rendahnya kebutuhan akan zat besi pada wanita

lansia daripada wanita usia produktif. Asupan kalsium sebagai satu mineral

esensial lainnya bagi lansia sekitar 600 mg perhari untuk wanita. Hal ini hanya

menggambarkan 30 sampai 40% dari kebutuhan yang disarankan. Pada proses

penuaan yang normal, peningkatan jaringan adipose secara normal dapat

menyertai penurunan massa tubuh dan cairan tubuh total.

1. Pencegahan primer

Proses penuaan memengaruhi kebutuhan nutrisi dan status pada 30 juta

lansia, 6 juta dari mereka beresiko tinggi terhadap malnutrisi. Studi-studi

mengindikasikan bahwa lansia yang memiliki penghasilan kurang dari 6000 dolar

pertahun atau kurang dari 35 dolar perminggu untuk konsumsi makanan, dan para

lansia yang mengunjungi rekan atau keluarganya kurang dari dua kali perminggu,

dna para lansia yang kelebihan berat badan sebesar 25 kg atau yang kekurangan

berat badan 10 kg adalah mereka yang beresiko tinggi mengalami kekurangan

nutrisi. Faktor-faktor sosioekonomi, juga penderita penyakit kronis dan

polifarmasi, turut berperan terhadap masalah malnutrisi yang aktual atau potensial

bagi lansia.

11

Page 12: Makalah GI Fixhj

a. Faktor-Faktor Sosioekonomi

Faktor-faktor sosioekonomi yang memengaruhi lansia meliputi isolasi sosial dan

pendapatan yang rendah.. Banyak lansia harus memilih antara makanan, obat-

obatan atau sewa tempat tinggal karena mereka hidup dengan pendapatan yang

rendah atau tidak teratur. Kekurangan asupan protein, vitamin dan mineral dapat

diakibatkan karena ketidakmampuan untuk membelanjakan makanan yang tepat.

Banyak lansia yang tidak bergigi memiliki masalah kelainan gigi atau penyakit

peridontal dan tidak dapat merawat giginya. Daging yang berkualitas tinggi, buah-

buahan mentah mentah dan sayuran sering dihindari karena semua itu terlalu

mahal atau tidak dpat dikunyah atau ditelan. Perawat mungkin dapat bekerja sama

dengan dokter gigi setempat atau sekolah doktervgigi untuk menyediakan

pelayanan penapisan gigi.

b. Penyakit-Penyakit Kronis

Banyak penyakit kronis seperti gagal jantung kongestif dan gagal ginjal kronis

yang membutuhkan terapi diet yang sangat ketat. Diet ini sering menyulitkan

dalam mempertahankannyadan mungkin dapat turut berperan terhadap masalah

defisiensi nutrisi. Perhatian yang sungguh-sungguh harus diberikan terhadap

orang-orang yang memebutuhkan terapi diet untuk meyakinkan asupan nutrisi

yang adekuat.

c. Pengobatan

Pengobatan seperti diuretik akan mempengaruhi keseimbangan cairan dan

elektrolit. Penyalahgunaan pemakaian laksatif dan penurunan fungsi nefron ginjal

normal terkait usia mungkin dapat terjadi bagian dari masalah ini. Lansia dapat

lebih memahami penjelasan tentang interaksi obat nutrient yang merugikan karena

adanya penurunan metabolism dan penggunaan berbagai obat. Efek samping

lainnya adalah peningkatan atau penurunan absorpsi nutrient. Alcohol juga

mengganggu absorpsi vitamin B dan folat. Zat-zat neuroleptic dapat menekan

nafsu makan, sementara obat-obat lainnya dapat meningkatkannya. Antihistamin

juga turut berperan terhadap penurunan nafsu makan. Minyak mineral, yang

kadang-kadang digunakan seperti laksatif dapat menghambat penyerapan vitamin

A, D dan K yang larut dalam lemak.

12

Page 13: Makalah GI Fixhj

Banyak lansia juga mengalami masalah kelebian berat badan sekarang daripada

sebelumnya. Kondisi ini menempatkan lansia pada peningkatan resiko untuk

mengalami penyakit kronis seperti hipertensi, stroke, arteri korener dan diabetes.

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dimulai dari pengkajian seksama terhadap klien dan

upaya-upaya untuk mengidentifikasi sumber masalah gizi. Kesalahan pengaturan

metabolism seharusnya diperbaiki dan pemberian obat-obatan untuk kondisi-

kondisi kronis dapat disesuaikan untuk mengurangi efek samping yang

mengganggu nutrisi yang normal.depresi yang tidak terdeteksi dan fase awal

demensia sering terjadi pada kurangnya asupan diet dan malnutrisi. Selain itu

suatu pengkajian nutrisi adalah penting untuk menentukan tujuan yang realistis

dan tepat pada lansia dengan masalah nutrisi. Pelayanan ahli diet akan

menguntungkan bagi klien.

Banyak lansia yang tidak mengetahui bagaimana kebutuhan nutrisi mereka

mengalami perubahan sebagai akibat penuaan. Oleh akrena itu seluruh pemberi

pelayanan kesehatan perlu dipersiapkan untuk memberikan informasi yang akurat

dan terbaru tentang nutrisi normal. Asuhan keperawatan adalah suatu bagian

penting dalam memperbaiki asupan nutrisi apda institusi pelayanan akut maupun

pelayanan jangka panjang. Keterlibatan keluarga sangat penting untuk

menyediakan nutrisi yang baik di semua lingkungan. Kemampuan untuk

memberikan makanan kesukaan lansia dan memberikan atmosfir social yang

mendorong asupan makanan adalah hal terbaik yang dapat dilakukan oleh

keluarga. Keluarga sering memiliki keinginan yang kuat untuk berpartisipasi

dalam cara ini dan berespon dengan baik terhadap saran-saran.

D. Gangguan-Gangguan Pada Sistem Gastrointestinal

b. Penyakit Peridontal

Patofisiologi dan Manifestasi Klinis

Penyakit periodontal (gingitivis dan periodontitis) adalah inflamasi dari

struktur-struktur yang menyokong gigi, dengan hasil akhir berupa kerusakan

tulang. Kerusakan ini menyebabkan kehilangan gigi. Gingitivis dan periodontitis

disebabkan oleh bakteri yang terdapat dalam plak. Gingitivis adalah infeksi gusi

13

Page 14: Makalah GI Fixhj

superfisial, biasanya disebabkan oleh hiegine gigi yang buruk. Tanda pertama

gingitivis adalah gusi yang kemerahan dan gusi bengkak yang berdarah ketika

menggosok gigi. Jika infeksi terus berkembang, bau mulut tidak sedap (halitosis),

rasa tidak enak dalam mulut atau adanya eksudat purulen di sekitar garis gusi.

Kondisi lain yang dapat memperberat penyakit periodontal meliputi infeksi mulut,

maloklusi, malnutrisi, disbetes mellitus, dan iritasi lokal seperti posisi gigi palsu

yang tidak tepat.

a. Pencegahan primer

Pencegahan efektif termasuk menggosok gigi secara teratur dan

emmbersihkan gigi dengan benang, dan pemeriksaan gigi secar teratur untuk

pembersihan plak dan kalkulus dua atau tiga kali pertahun. Lansia harus

mengunjungi dokter gigi secara teratur bahkan jika mereka memiliki

sebagian gigi palsu. Gigi palsu harus diperiksa secara periodic untuk

menjamin posisi gigi yang tepat dan untuk mencegah iritasi mulut.

b. Pencegahan sekunder

Klien dapat mengeluh gusi sakit dan bengkak yang membuat sulit untuk

mengunyah, atau gigi yang tanggal, apath sebagian kecil gigi atau bahkan

bau yang tidak enak. Gusi berdarah atau eksudat purulent dapat terlihat.

Perawat harus menentukan apakah pasien mengunjungi dokter gigi, jika ya,

kapan tanggal pemeriksaan terakhir klien. Jika infeksi gigi terjadi, inflamasi

dapat terlihat. Gingitivis dapat disembuhkan dengan intervensi gigi secara

dini. Perawatannya melibatkan pembersihan secara seksama dengan cara

membersihkan tartar dan bakteri dari baeah gusi dan dari permukaan akar

gigu. Proses pembersihan ini disebut penghlusan akar gigi. Jika infeksi

periodontal (piorea) yang berat terjadi pengobatan dengan antibiotic

mungkin diperlukan. Pembedahan gigi mungkin diperlukan untuk

memperbaiki tulang dan jaringan. Dengan intervensi dini, periodontis

biasanya dapat dikendalikan. Perawat dapat membantu pasien untuk

mendapatkan penanganan dari seorang ahli bedah mulut jika tanggalnya gigi

dan penyakit gusi menjadi berat.

14

Page 15: Makalah GI Fixhj

2. Disfagia

Walaupun disfagia dianggap konsekuensi normal akibat penuaan, penyebab

struktural, vaskular atau neurogenik sekarang telah dikenali sebagai patologi

yang mendasari. Disfagia menunjukkan patologi yang signifikan pada

lansia. Tanpa meperhatikan penyebabnya, mukosa esofagus biasanya

mengalami iritasi akibat makanan yang statis. Perasaan jantung seperti

terbakar atau nyeri dada biasanya diketahui. Secara umum makanan padat

dapat ditelan lebih mudah daripada cairan, kecuali jika terjadi lesi

struktural.regurgutasi dan aspirasi pulmonal sering terjadi, juga keluhan-

keluhan makanan yang menyangkut di kerongkongan dan batuk selama

menelan.

a. Pencegahan primer

Disfagia dapat terjadi dari paralisis, iritasi tenggorokan, efek samping obat,

lesi struktural (tumor atau striktur), atau perubahan vaskular (disfagia

aortika). Stroke dan gangguan neuromuscular seperti penyakit Parkinson,

polimiosititis, miastenia gravis, hipertiroidisme, dan sklerosis amiotropik

lateral dapat menyebabkan disfagia. Disfagia yang diakibatkan dari

penyebab vaskular dapat terjadi dari dilatasi atau aneurisma aorta. Seluruh

atau sebagian esogfgus dapat dipengaruhi abnormalitas struktural atau

neurogenik. Permulaan dari mekanisme menelan dan pergerakan makanan

ke dalam lambung dapat terganggu.

b. Pencegahan sekunder

Pengumpulan riwayat penyakit sangat penting untuk menentukan respon

klien terhadap disfagia. Perawat harus mengobservsi klien pada waktu

makan dan memperhatikan bagaimana ia dapat mengatur cairan atau

makanan dengan konsistensi yang berbeda. Kemampuan klien untuk

menghasilkan saliva harus dikaji. Saliva yang adekuat dapat membantu

pembentukan bolus makanan. Saliva yang kental dan mulur dapat

mengganggu makan. Seperti juga halnya jika terdapat xerostomia (mulut

kering) makanan dapat terpecah-pecah di dalam mulut, yang menyebabkan

pasien tersedak. Saat perawat berbicara dengan pasien, keabnormalan pola

bicara dan nada suara dapat diketahui. Palatum dan orofaring yang

15

Page 16: Makalah GI Fixhj

mengalami paralisis dapat menyebabkan nada suara hipernasal. Suara yang

serak dapat diseabbkan oleh paralisis parsial dari saraf kranial ke 10.

Pencegahan regurgitasi dan aspirasi adalah suatu keharusan dan pengkajian

kemampuan klien untuk menelan adalah langkah pertama kearah

pencegahan. Hufler merekomendasikan 3 pemeriksaan yang digunakan

untuk mengevaluasi reflex menelan klien:

- Minta klien untuk meletakkan lidahnya pada palatum. Pergerakan ini

penting untuk mendorong makanan masuk ke kerongkongan.

- Usap arkus tonsiler pasien dan palatum mole dengan usapan kapas lembab

dan tanyakan apakah usapan ini dapat dirasakan. Beberapa perasaan sangat

penting pada area-area ini agar menelan dapat dilakukan.

- Periksa kontraksi normal faring dengan meransang askus tonsiler dengan

usapan kapas. Apusan kapas tersebut harus dilembabkan dengan air jeruk

dingin untuk mendapatkan informasi tentang kontraksi otot-otot faring.

Perawat dapat membantu klien memposisikan lidahnya pada

palatum dengan cara mealkukan maneuver ini di depan cermin. Kemudian,

arkus tonsiler dimasase dengan apusan kapas lembab, yang akan

membantu menjaga otot-otot farin. Jika klien memperoleh kembali reflex

menelannya, diet yang lunak seperti pudding atau makanan bayi yang

lunak dapat mulai diberikan. Untuk mencegah asprasi klien harus

diposisikan dengan leher agak direfleksikan ke depan. Maneuver ini

mendorong trakea untuk tertutup dan esofagus untuk terbuka. Cairan harus

dihindari pada awalnya karena pasien disfagia biasanya memiliki kesulitan

untuk menelan cairan. Untuk itu sejumlah cairan harus dicampurkan

dengan makanan.

Perawat mengobservasi kehilangan berat badan klien atau tanda-

tanda dehidrasi. Klien harus ditimbang dengan interval yang teratur.

Ketakutan tersedak dapat menyebabkan klien membatasi asupan makanan

dan cairan. Jika tersedak menjadi suatu masalah, siapkan alat pengisap di

dekat klien. Asuhan keperawatan dapat meliputi pemberian obat-obatan

nitrat untuk mengurangi nyeri akibat spasme esofagus. Klien harus

diinfoemasikan tentang efek samping dari obat-obatan.

16

Page 17: Makalah GI Fixhj

3. Refluks Gastroesofagus dan Hernia Hiatal

Refluks gastroesofagus adalah aliran balik getah lambung masuk kedalam

esofagus. Dinding esofagus lebih tipis dan lebih sensitif pada lansia. Selain itu,

dilatasi esofagus bagian bawah dengan relaksasi sfingter esofagus bawah (lower

esophageal spihinkter [LES]) membuat refluks esofagus lebih cenderung terjadi.

Hernia hiatal sering terlihat dengan tekanan LES. Namun, banyak lansia yang

mengalami gejala refluks tanpa hernia hiatal. Hernia hiatal adalah masuknya

lambung dan organ-organ dalam abdomen lainnya ke dalam rongga toraks melalui

suatu pembesaran hiatus esofagus dalam diagfragma. Hernia hiatal hiatal terjadi

pada 40 sampai 60% orang dewasa yang berusia lebih dari 60 tahun. Terdapat dua

tipe hernia hiatal. Tipe 1 atau hernia pergeseran (sliding hernia) adalah herniasi

lambung ke atas masuk ke dalam hiatus diafragma yang mengalami sedikit

pembesaran. Hernia tipe 1 ini lebih sering terjadi dari pada hernia tipe 2, atau

hernia bergulung (rolling hernia), yaitu adanya herniasi dari sebagian lambung

disepanjang esofagus, yang memperbesar taut gastroesofagus.

Manifestasi Klinik

Gejala-gejala refluks esofagus mungkin tidak ada atau bervariasi. Keluhan

biasanya termasuk rasa terbakar pada jantung,regurgitasi,”lambung yang asam”,

disfagia, dan odinofagia (nyeri saat menelan). Rasa terbakar pada jantung

dimanifestasikan dengan adanya rasa terbakar retrosternal, biasanya setelah

makan, yang terjadi ketika membungkuk atau berbaring telentang.

Sebagian besar hernia hiatal tidak menimbulkan gejala. Jika gejala terjadi,

lansia dapat mengalami beberapa derajat rasa terbakar pada dada, flatulensi,

bersendawa, disfagia, atau rasa nyaman pada epigastrium setelah memakan jenis-

jenis makanan tertentu. Gejala-gejala hernia hiatal biasanya berhubungan dengan

refluks esofagus, yang terjadi akibat regurgitasi getah lambung masuk kedalam

esofagus bawah, yang menyebabkan iritasi mukosa esofagus. Jika refluks

esofagitis berat terjadi, ulserasi peptikum dan striktur dapat terjadi. Refluks

gastroesofagus lebih cenderung terjadi pada tipe 1. Nyeri yang dihasilkan dari

refluks esofagus harus dibedakan dari nyeri angina. Nyeri refluks biasanya

dihubungkan dengan makan atau berbaring telentang, dan tidak dihubungkan

dengan perubahan tanda-tanda vital.

17

Page 18: Makalah GI Fixhj

a. Pencegahan

Ketika mengkaji riwayat penyakit, perawat harus menanyakan tentang

adanya rasa terbakar pada jantung, disfagia, bersendawa, “lambung yang asam”,

atau regurgitasi. Perawat harus menentukan jenis makanan apakah yang

berhubungan dengan awitan terjadinya gejala dan apakah aktivitas-aktivitas

tertentu (misalnya berjongkok, membungkuk, atau berbaring terlentang) yang

mengurangi atau memperberat gejala.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Asuhan keperawatan pada lansia dengan refluks esfagus atau hernia hiatal

melibatkan pengkajian yang berkelanjutan, pengajaran pasien, dan pemantauan

respons terhadap terapi. Karena modifikasi perilaku gaya hidup dapat membantu

mengurangi gejala-gejala, klien harus diinstruksikan tentang tindakan-tindakan

yang dapat menurunkan tekanan intrabdomen dan membantu digesti, juga tentang

obat-obatan yang diresepkan dan efek sampingnya. Klien harus dianjurkan untuk

menghilangkan zat-zat yang dapat menimbulkan gejala dari dietnya.

4. Gangguan-Gangguan pada Usus Halus

a. Penyakit malabsorpsi

Gangguan yang paling sering terjadi pada usus halus yang berkaitan dengan

klien lansia adalah malabsorpsi, yaitu gangguan asimilasi nutrien dari usus halus.

Penurunan sekresi asam lambung dan penggunaan antasid dalam waktu lama

mendorong ke arah pertumbuhan bekteri secara berlebihan, sering menyebabkan

malabsorpsi pada lansia. Malabsorpsi dapat juga dihubungkan dengan operasi

usus sebelumnya atau obat-obatan, seperti antikolinergik, dan narkotik yang

memperlambat motilitas usus yang kemudian meningkatkan pertumbuhan bakteri.

Ketika mekanisme imun usus mengalami gangguan, seperti karena infeksi usus

kronis akibat Giardia lambia, diare berat akibat malabsorpsi. Pankreatitis kronis

mungkin dapat menyebabkan keadaan malabsorpsi karena aliran getah pankreas

berkurang, sehingga hanya sebagian makanan yang diingesti yang dapat

diabsorpsi. Penyakit celiac pada orang dewasa atau gluten enterophaty juga dapat

menyebabkan malabsorpsi karena gluten dalam diet dapat menyebabkan

18

Page 19: Makalah GI Fixhj

pengecilan vili usus halus dan mengurangi area permukaan yang tersedia untuk

absorpsi nutrien.

Malabsorpsi pada pasien lansia dapat juga terjadi akibat iskemia mesentrika.

Bila aliran darah ke usus terganggu, efisiensi usus mengalami penururnan, oleh

karena itu menyebabkan malabsorpsi. Kontaminasi usus halus oleh bakteri

abdomen (sindrom blind loopl lengkung buta) juga dapat menyebabkan

malabsorpsi. Bakteri bersaing dengan vitamin B12 Dan juga menyerang garam

empedu, menganggu fungsi deterjen mereka dalam absorpsi lemak. Kondisi

malabsorpsi ini lebih sering dihubungkan dengan divertikulosis usus halus, statis

akibat usus yang konstriksi, dan statis setelah gastrektomi parsial.

Manifestasi Klinik

Malabsorpsi bukan akibat yang normal dari penuaan, walaupun masalah

malabsorpsi dapat muncul pada lansia, sering dengan manifestasi lain yang

menyertainya. Tanda dan gejala malabsorpsi sering terlihat dalam hubungannya

dengan gangguan inflamasi usus. Diare, nyeri abdomen, dan perdarahan rektum

adalah gejala-gejala yang paling jelas. Orang-orang yang mengalami penyakit

celiac dapat mengalami osteomalasia yang terjadi akibat gangguan absorpsi

vitamin D dan kehilangan kalsium secara tidak normal dalam feses. Lansia sering

tampak kurus dan semakin kurus akibat sakit, dengan membran mukosa yang

pucat dan kulit yang kering dan berisik. Tekanan darah mungkin rendah dan

demam dapat terjadi jika terdpat pertumbuhan bakteri yang berlebih dalam usus.

1) Pencegahan primer

Pencengahan primer terhadap malabsorpsi bertujuan untuk memodifikasi

atau menghilangkan faktor-faktor yang turut berperan. Pasien harus diperingatkan

tentang penggunaan antasida berlebihan yang menyebabkan pertumbuhan bakteri

secara berlebihan yang dapat berbahaya bagi pasien, yang membawa ke arah

kondisi malabsorpsi. Pemantauan secara seksama dan terus-menerus pada kklien

yang menggunakan berbagai macam obat yang diresepkan sangat penting untuk

mencegah penurunan mortilitas usus yang disebabkan oleh obat-obatan.

Pasien lansia harus diajarkan untuk membaca label dan mewaspadai

makanan-makanan yang menimbulkan tanda-tanda intoleransi, seprerti susu dan

produk-produk yang mengandung susu. Produk-produk susu yang

19

Page 20: Makalah GI Fixhj

difermentasikan, seperti yogurt, sering dapat ditoleransi lebih baik dari pada

produk-produk yang mengandung susu. Intoleransi laktosa mungkin dapat

dikurangi dengan susu yang laktosanya telah dihidrolisis atau produk enzim yang

dijual bebas, seperti lact-acid.

Klien dapat mempunyai masalah malabsorpsi akibat isolasi atau situasi

kehidupan yang penuh stress. Evaluasi dan modifikasi stresor pada situasi lansia

harus ditujukkan dengan cara memberikan makana-makanan yang mudah dicerna

dalam suatu lingkungan yang nyaman. Kontak sosial dan dukungan adalah faktor

penting yang meningkatkan kebiasaan makan yang sehat untuk banyak lansia.

2) Pencegahan Sekunder

Pasien harus ditanyai tentang pola eliminasi dan asupan diet yang

normalnya. Jika diare sering terjadi, karakter, konsistensi, warna, dan bau feses

harus dicatat. Pengkajian klien meliputi pengawasan terhadap tanda dan gejala

dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit dengan memeriksa berat badan klien

setiap hari, karakter membran mukosa, dan hipotensi postural.

Riwayat diet memberikan suatu dasar untuk membuat modifikasi yang

diperlukan. Klien dapat diajarkan untuk memodifikasi diet dengan cara

menghilangkan gluten dan latktose. Karena pembatasan diet yang ketat sering

merupakan sesuatu yang sangat sulit bagi lansia, dukungan yang terus-menerus

mungkin diperlukan untuk memastikan kepatuhan klien dan untuk menghilangkan

masalah-masalah malabsorpsi lebih lanjut. Ketika kondisi pasien telah semakin

membaik, sejumlah kecil gluten atau laktose mungkin dapat ditoleransi oleh klien.

Konsultasi secara periodik dapat membantu menjamin dukungan nutrisi yang

adekuat. Klien dapat hanya menunjukkan tanda-tanda penyakit malabsorpsi yang

samar-samar. Mungkin hanya anemia, diare, dan penurunan berat badan yang

menjadi tanda bahwa malabsorpsi sedang terjadi. Perawat mungkin mampu

mendeteksi tanda-tanda ini, yang tidak tampak penting bagi klien. Edukasi pasien

secara berkelanjutan diperlukan untuk memberikan penguatan tentang pentingnya

gejala-gejala penyerta ini.

20

Page 21: Makalah GI Fixhj

5. Penyakit-Penyakit pada Usus Besar

Gangguan yang sering terjadi pada usus besar yang mempengaruhi lansia

adalah divertikulosis, kanker, konstipasi dan diare.

a. Penyakit Divertikular

Penyakit divertikular sering terjadi pada lansia. Pada usia 80 tahun,

sedikitnya 40% orang-orang terkena penyakit ini. Kultur barat dan diet yang

secara khas rendah serat mungkin menyebabkan insidensi divertikulosis yang

tinggi. Divertikulum kolonik adalah suatu kantong diluar atau herniasi melalui

mukosa kolon. Biasanya terdapat penebalan dinding kolon yang jelas. Kolon

sigmoid paling sering terpengaruh dan mungkin merupakan satu-satunya bagian

usus yang terkena pada 50 sampai 65% pasien.

Sebagian besar orang dengan divertikulosis adalah tanpa gejala; namun,

sebagian orang dapat mengalami konstipasi, kembung, dan rasa tidak nyaman

serta distensi abdomen. Komplikasi dari divertikulosis timbul ketika terdapat

inflamasi akut (divertikulitis), ruptur dari satu atau lebih divertikula, perdarahan

atau obstruksi. Divertikulitis terjadi ketika ada mikroperforasi dan kebocoran isi

usus ke dalam jaringan-jaringan disekitarnya, yang menyebabkan inflamasi.

Pasien dapat mengalami nyeri, nyeri tekan abdomen, demam, dan sering terdapat

massa yang dapat diraba. Perdarahan gastrointestinal bagian bawah terjadi sampai

15% dari pasien dengan penyakit divertikular. Perdarahan sering terjadi tanpa

nyeri abdomen yang signifikan.

Gangguan mortilitas usus dianggap merupakan predisposisi pembentukan

divertikula pada lansia. Terjadinya ruptur divertikulum dapat mengancam jiwa,

yang akhirnya perlu pembedahan besar dan sering kali suatu kolostomi sementara.

Obstruksi usus dan penyakit divertikular adalah penyebab kematian terbanyak

yang berhubungan dengan gastrointestinal pada lansia.

1) Pencegahan Primer

Klien lansia harus dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah samar di

dalam feses setiap tahunnya. Diet yang seimbang dengan asupan serat yang

adekuat sangat dianjurkan. Pasien yang mengalami perubahan kebiasaan buang air

besar secara tiba-tiba atau adanya perdarahan gastrointestinal harus segera

mendapatkan perhatian medis. Gaya hidup yang aktif harus dianjurkan karena

21

Page 22: Makalah GI Fixhj

latihan dan kontak sosial yang berarti dapat meningkatkan pola makan dan

eliminasi yang sehat.

2) Pencegahan Sekunder

Pengajuan pertanyaan yang seksama tentang kebiasaan buang air besar,

khususnya perubahan dalam konstipasi dan diare, adalah bagian yang penting

dalam pengkajian. Diare atau konstipasi yang terjadi secara bergantian yang

berkembang menjadi mual dan muntah merupakan tanda adanya ruptur atau suatu

obsrtuksi divertikulum. Status nutrisi pasien, kebiasaan makan, dan pengetahuan

umum tentang proses penyakit harus dikaji.

Asuhan keperawatan terhadap lansia dengan penyakit divertikular termasuk

penatalaksanaan nyeri dan manipulasi diet. Upaya-upaya untuk menangani nyeri

harus menghindari penggunaan opiat, yang dapat meningkatkan tekanan

intralumen sigmoid. Manipulasi diet adalah kebutuhan terus-menerus yang secara

aktif melibatkan klien dan pemberi perawatan. Oleh karena itu, edukasi dimulai

selama fase akut proses penyakit untuk mengajarkan klien tentang pentingnya

serat dalam diet, menghindari makanan yang pedas, dan mengendalikan konstipasi

tanpa menggunakan laksatif secara berlebihan.

b. Obstruksi Usus

Obstruksi usus adalah penghentian sebagian atau keseluruhan dari majunya

aliran isis usus, biasanya terjadi sebagai akibat dari penutupan lumen usus yang

aktual. Obstruksi dapat disebabkan oleh adhesi mekanis (dari pembedahan

sebelumnya), volvolus, intusepsi, tumor, atau ileus neurogenik atau paralitik, atau

penyakit usus iskemik. Kanker kolon mungkin merupakan penyebab obstruksi

yang paling sering pada lansia.

Usus secara normal mensekresikan dan mereabsorpsi kira-kira 7 sampai 8

liter cairan yang kaya elektrolit setiap harinya. Ketika suatu obsrtuksi terjadi,

sejumlah besar cairan, bakteri yang berfermentasi, dan udara yang tertelan

berkumpul pada bagian proksimal dari obstruksi tersebut. Pasien mengalami

mual, muntah, dan distensi. Pertukaran cairan sering terjadi dan permeabilitas

kapiler menurun, yang menyebabkan kebocoran isis usus yang masuk ke dalam

rongga peritoneal.

22

Page 23: Makalah GI Fixhj

Pada awalnya, pasien dengan obstruksi usus akan memiliki tanda dan gejala

yang berhubungan dengan upaya tubuh untuk mengatasi obstruksi tersebut.

Peristaltik akan berusaha untuk meningkatkan kecepatan untuk mencoba melewati

isi usus melalui sistem tersebut. Pasien akan mengalami bisisng usus dengan

kecepatan tinggi dengan nyeri kram. Seiring dengan perkembangan obstruksi,

bising usus menjadi hipoaktif, distensi abdomen meningkat, dan muntah, sering

menyemprot, jika selang nasogastrik tidak digunakan. Pasien akan tetap memiliki

pergerakan usus bahkan dengan adanya obstruksi karena kolon distal akan terus

mengosongkan isinya. Lansia, yang mungkin mengalami dehidrasi, ringan

sebelum episode akut, akan dengan cepat mengalami penurunan volume cairan.

Tanda-tanda sepsis dapat terjadi akibat kebocoran usus kedalam rongga abdomen.

1) Pencegahan Primer

Pencegahan obstruksi usus pada klien lansia dapat dicapai dengan

memberikan pendidikan kepada mereka tentang tanda-tanda peringatan kanker

kolon. Hal ini melibatkan kebutuhan utnuk melaporkan perubahan-perubahan

kebiasaan buang air besar kepada pemberi perawatan primer. Pemeriksaan darah

samar pada feses secara periodik, bersama-sama dengan pendididikan tentang

faktor risiko yang lain, seperti riwayat keluarga dan kebiasaan diet yang buruk,

juga sangat penting.

2) Pencegahan Sekunder

Pengkajian keperawatan termasuk pengkajian riwayat nyeri pasien secara

seksama. Pengkajian abdomen harus meliputi auskultasi bising usus dan palpasi.

Pengkajian tekanan darah posisi telentang dapat menunjukkan defisit volume

cairan. Data laboratorium dapat menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan

peningkatan hemoglobin dan hematokrit yang disebabkan oleh hemokonsentrasi

dan defisit volume cairan. Pasien dapat mengalami demam atau temperatur

dibawah normal jika terjadi sepsis akut.

Penatalaksanaan keperawatan akan memfokuskan pada penggantian cairan

dan elektrolit yang hilang melaui muntah atau drainase nasogastrik secara

seksama. Cairan harus diganti secara perlahan-lahan untuk mencegah kompilkasi

gagal jantung kongestif. Klien biasanya dipertahankan untuk istirahat di tempat

tidur selama fase akut. Perawatan harus terstruktur untuk menghindari komplikasi

23

Page 24: Makalah GI Fixhj

yang berhubungan dengan imobilitas. Penatalaksanaan nyeri yang bijaksana

sangat penting untuk menghindari komplikasi yang berhubungan dengan

imobiltas. Penataksanaan nyeri yang bijaksana sangat penting untuk memberikan

penurunan rasa nyeri sementara menghindari masalah lebih lanjut akibat konfusi

dan disorientasi. Selain itu, jika obstruksi tidak dapat dihilangkan dalam waktu 48

jam, penambahan nutrisi harus dilakukan.

c. Konstipasi

Peristaltik mengandalkan suatu sistem yang kompleks dari integrasi antar

sistem saraf simpatis, parasimpatis, saraf gaster, dan efek neuron lokal dan sistem

saraf pusat. Makanan-makanan tertentu, aktivitas, pengobatan, dan emosi

semuanya mepengaruhi peristaltik. Konstipasi adalah masalah umum yang

disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, dan penururnan kekuatan

dan tonus otot. Defisiensi diet dalam asupan cairan dan serat juga dapat

menimbulkan konstipasi. Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari

penumpulan sensasi saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan

dalam menanggapi sinyal untuk defekasi.

Konstipasi adalah suatu penurunan frekuensi pergerakan usus yang disertai

dengan perpanjangan waktu dan kesulitan pergerakan feses. Konstipasi dapat

dikategorikan lebih lanjut sebagai konstipasi yang diimajinasikan, konstipasi

kolonik, atau konstipasi rektal.

1) Pencegahan Primer

Pencegahan konstipasi pada lansia dimulai dengan memodifikasi

kepercayaan tentang eliminasi. Pemberian edukasi tentang kandungan cairan,

selulosa, dan serat dalam diet dan menetapkan laithan rutin yang sesuai akan

membantu dalam eliminasi yang sehat. Diet yang berserat sangat membantu

dalam mencegah konstipasi karena serat menahan cairan, membuat feses menjadi

lebih berbentuk, lunak, dan mudah untuk dikeluarkan. Karena lansia mengalami

perlambatan motilitas gastrointestinal, tambahan diet berserat akan menururnkan

waktu yang diperlukan bagi suatu zat untuk bergerak melalui usus. Jumlah asupan

diet serat setiap hari yang dianjurkan adalah dari 20 sampai 35 gram. Suatu

campuran gandum, saus apel, dan jus kismis telah ditemukan merupakan metode

yang efektif dalam meningkatkan eliminasi usus yang normal.

24

Page 25: Makalah GI Fixhj

Kegiatan pengajaran termasuk memberikan informasi tentang pemberian

obat-obatan katartik, laksatif, dan purgatif. Purrgatif tidak digunakan karena dapat

menyebabkan hal-hal seperti feses encer dan kram yang berbahaya. Katariktik

dapat mengakibatkan feses lunak, tetapi juga dihubungkan dengan beberapa kram

abdomen. Laksatif juga bekerja pada usus besar dan diklasifikasikan sebagai

pemberi bentuk, osmotik, surfaktan (zat yang membasahi), kontak (stimulan,

iritan), lubrikan, atau supositoria dan enema. Suatu regimen untuk usus terdiri dari

suposituria sesuai kebututhan jika dipilih untuk dosis harian dari Susu Magnesium

atau Metamucil. Cairan, terutama air bening, adalah pelembut feses yang alami.

Anjurkan untuk minum beberapa gelas air putih setiap harinya. Kopi, teh, dan jus

bekerja sebagai deuretik, menarik air daris usus, sehingga menghasilkan feses

yang keras. Walaupun kopi dan teh, terutama sebagai rutinitas pagi hari, dapat

menstimulasi kerja usus harian, asupannya harus minimal.

Latihan fisik adalah suatu faktor yang penting dalam menghindari

konstipasi. Untuk klien yang mengalami imobilitas yang telah mengalami

perlambatan motilitas usus, bahkan ketika berganti posisi di tempat tidur atau

memindahkan berat seseorang di kursi dapat memiliki efek yang positif terhadap

peristaltik. Suatu program untuk meningkatkan aktivitas yang dimulai dengan

latihan rentang gerak pasif adlah suatu komponen esensial dalam mencegah

konstipasi.

2) Pencegahan Sekunder

Perawat yang mengkaji konstipasi pada lansia harus:

Menetukan jenis konstipasi melalui suatu riwayat buang air besar.

Mengidentifikasi faktor-faktor yang menempatkan pasien pada risiko tinggi

untuk mengalami konstipasi.

Mengisolasi dan memodifikasi elemen-elemen yang turut berperan terhadap

masalah kostipasi.

Penatalaksanaan keperawatan untuk lansia dengan konstipasi yang

dibayangkan atau dipersepsikan harus memfokuskan pada pendidikan tentang

defekasi yang normal. Perawat dapat membantu klien utnuk memeriksa sumber

dari sikap dan kepercayaannya tentang eliminasi. Klien dianjurkan untuk

menetapkan tujuan dari eliminasi setiap hari dan untuk menyimpan kalender atau

25

Page 26: Makalah GI Fixhj

catatan harian sebagai pengingat selama fase awal perubahan perilaku. Jika

terdpat penyalahgunaan laksatif jangka panjang, konstipasi kolonik dapat terjadi

ketika obat-obat ini dihentikan. Oleh karena itu, klien akan perlu diajarkan tentang

tindakan-tindakan preventif.

Tindakan-tindakan tambahan untuk lansia yang mengalami konstipasi

kolonik termasuk menetapkan rutinitas defekasi dengan privasi yang adekuat.

Waktu yang paling sering untuk buang air besar adalah 1 jam setelah sarapan

pagi. Jika riwayat defekasi klien menunjukkan adanya pola eliminasi pada malam

hari, 1 jam setelah makan malam mungkin lebih produktif. Memberikan cairan

hangat dengan makanan dan membantu klien pada posisi duduk tegak yang

nyaman akan membantu pergerakan feses. Kostipasi rektal memerlukan semua

intervensi yang telah disebutkan sebelumnya. Selain itu, lansia dengan konstipasi

rektal mungkin memerlukan latihan otot-otot pelvis kembali.

d. Diare

Diare adalah defekasi yang meningkat dalam frekuensi, lebih cair, dan sulit

untuk dikendalikan. Infeksi bakteri dan virus, impaksi fekal, pemberian makanan

melalui slang, dan diet yang berlebihan (terutama pisang) dapat menyebabkan

diare akut pada lansia. Diare dapat mengganggu gaya hidup normal. Untuk lansia

yang aktif secara fisik, diare dapat membatasi interaksi sosialnya. Ketika klien

harus berada ditempat tidur atau kurang mobilisasi, diare dapat menimbulkan

masalah serius, seperti infeksi saluran kemih atau ulkus dekubitus.

Diare kronis dapat disebabkan oleh malabsorpsi, penyakit divertikular,

gangguan inflamasi usus, atau obat-obatan, terutama antasid, antibiotik,

antidisritmia, dan antihipertensi. Penyakit sistemik seperti tirotoksikosis, penyakit

hati, neuropati diabetik, dan uremia dapat menyebabkan diare. Penyakit iskemi

diantara lansia, terutama mereka dengan masalah jantung, dapat mengarah pada

kolitis iskemik dengan diare. Prosedur pembedahan, seperti gastrektomi dan

gangguan psikogenik juga dapat menyebabkan diare.

1) Pencegahan Primer

Pencegahan primer pada lansia dengan diare bertujuan untuk memebrikan

pendididkan pada klien tentang penyebab diare dan mempertahankan diet yang

seimbang. Karena diare mungkin merupakan akibat dari gangguan yang lebih

26

Page 27: Makalah GI Fixhj

serius seperti obstruksi usus atau keganasan, semua lansia harus dianjurkan untuk

mencari bantuan medis jika diare tetap terjadi.

2) Pencegahan Sekunder

Lansia dengan awitan diare akut biasanya mengalami penururnan volume

dan dapat mengalami demam, takikardia, dan hipotemsi postural, turgor kulit

buruk. Peningkatan hemoglobin dan hematokrit, seperti juga perubahan kadar

kalium dan natrium serum, dapat terjadi. Pada awalnya, perawat memeriksa

pasien untuk mengetahui adanya impaksi fekal. Perhitungan banyaknya feses dan

pengukuran asupan dan haluaran yang akurat perlu dicatat. Pemberian makanan

melalui selang yang terlalu cepat atau memiliki osmolaritas terlalu tinggi dapat

menyebabkan diare. Pengobatan pasien harus ditinjau ulang untuk mengobservasi

obat-obatan dengan diare sebagai potensial efek sampingnya. Kaji adanya nyeri

atau daerah nyeri tekan terlokalisasi pada abdomen.

Fokus utama penatalaksanaan keperawatan adalah untuk mempertahankan

nutrisis yang adekuat dan keseimbangan elektrolit serta untuk mencegah

kerusakan kulit, sementara menemukan dan menghilangkan penyebab diare.

Malnutrisi dapat menjadi penyebab dan akibat dari diare pada lansia. Formula

asam amino bebas yang diberikan secara perlahan (20 sampai 30 mi/jam) melalui

selang lambung mungkin diperlukan untuk mengatasi malnutrisi dan

meningkatkan absorpsi. Selain itu, klien harus diberikan hidrasi secara adekuat

sebelum program pemberian makanan jenis apa pun mulai dilakukan.

Pencegahan kerusakan kulit selama episode-episode diare memerlukan

pengawasan secara ketat. Kulit harus langsung diberikan dengan sabun ringan dan

air hangat dan dikeringkan dengan baik setelah buang air besar. Krim pelembap

protektif dapat memberikan perlindungan terhadap keasaman enzim digestif.

27

Page 28: Makalah GI Fixhj

E. Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Gangguan Gastrointestinal

1. Pengkajian

a. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Informasi yang harus dikumpulkan dari pasien lansia adalah tentang sejarah

penyakit-penyakit atau masalah-masalah yang berkaitan dengan fungsi

Gasrointestinal (GI), seperti nyeri perut, gastritis, mual dan muntah, diare dan

sembelit, hepatitis, radang usus besar, bisul perut, distensi abdomen, ikterus,

anemia, hiatus hernia, penyakit kandung empedu, disfagia, mulas, dispepsia,

perubahan nafsu makan, hematemesis, intoleransi makanan, gangguan

pencernaan, gas yang berlebihan, kembung, melena, wasir, hernia, atau anus

berdarah.

Pasien harus ditanya tentang sejarah berat badan. Setiap penurunan berat

badan yang tidak diterangkan atau tidak direncanakan atau berat badan dalam 12

bulan terakhir harus dikaji secara rinci. Sejarah diet kronis dan penurunan berat

badan berulang harus didokumentasikan.

b. Obat-Obatan

Riwayat kesehatan termasuk pengkajian mengenai penggunaan obat-obatan

di masa lalu dan penggunaan saat ini. Nama obat, frekuensi dan durasi

penggunaan sangat penting untuk dikaji khususnya informasi tentang resep obat

yang berhubungan dengan masalah hati. Banyak bahan-bahan kimia yang

potensial bersifat hepatotoxic. Perawat harung menanyakan apakah pasien

menggunakan laksativ atau antasid, termasuk jenis dan frekuensinya. Penggunaan

resep obat yang dapat menekan nafsu makan juga harus dicatat.

c. Pembedahan atau Pengobatan Lain

Informasi yang harus diperoleh adalah mengenai pengobatan di RS yang

terkait dengan sistem GI. Kaji data yang terkait dengan pembedahan perut atau

dubur, termasuk tahun, alasan untuk pembedahan, pascaoperasi, dan kemungkinan

transfusi darah.

28

Page 29: Makalah GI Fixhj

d. Persepsi kesehatan - Pola manajemen kesehatan

Perawat harus mengkaji persepsi kesehatan pasien yang berhubungan

dengan sistem GI, seperti pemeliharaan berat badan normal, perawatan gigi,

nutrisi yang adekuat, dan kebiasaan eliminasi. Pasien harus ditanya tentang

pemaparan bahan kimia hepatotoxic seperti arsenik, fosfor, dan merkuri, tentang

perjalanan ke luar negeri yang mungkin dapat terkena hepatitis, infeksi parasit

atau gangguan bakteri.

Identifikasi kebiasaan-kebiasaan tertentu yang memiliki efek langsung pada

fungsi GI, seperti konsumsi alkohol dalam jumlah besar memiliki efek merugikan

pada mukosa lambung dan juga meningkatkan sekresi asam klorida dan

pepsinogen. Paparan alkohol menyebabkan infiltrasi lemak pada hati, merokok

berhubungan dengan berbagai GI (khususnya kanker mulut dan kerongkongan),

esophagjtis, dan ulcer. Merokok juga dapat menunda penyembuhan ulkus.

e. Nutrisi-Pola Metabolisme

Penilaian gizi yang menyeluruh sangat penting. Perawat harus menanyakan

pertanyaan-pertanyaan terbuka yang akan memungkinkan pasien untuk

mengekspresikan keyakinan dan perasaan tentang diet. Perawat harus mengkaji

asupan makanan termasuk asupan pagi dan malam hari. Perawat harus mencari

tahu tentang asupan makanan ringan, cairan, dan suplemen vitamin.

Perawat harus mengkaji penggunaan gula dan garam pengganti, kafein, dan

jumlah cairan dan asupan serat. Kaji adanya perubahan perubahan dalam nafsu

makan, toleransi terhadap makanan, dan berat badan Anorexia dan penurunan

berat badan dapat mengindikasikan karsinoma. Kaji adanya alergi terhadap

makanan dan periksa gejala GI seperti respon dari alergi.

f. Pola Eliminasi

Kaji pola eleminasi pasien (frekuensi, waktu, dan konsistensi dari tinja biasa

harus dicatat). Penggunaan pencahar dan enema, termasuk jenis, frekuensi, dan

hasil, harus didokumentasikan. Setiap perubahan terbaru dalam pola usus harus

diselidiki. Kaji asupan dan keluaran cairan. Masalah kulit dapat dikaitkan dengan

masalah GI. Alergi makanan dapat menyebabkan lesi, pruritus, dan edema. Diare

29

Page 30: Makalah GI Fixhj

dapat menyebabkan kemerahan, iritasi, dan rasa sakit di daerah perianal. Sistem

drainase eksternal seperti ileostomi atau saluran ileum dapat menyebabkan iritasi

kulit lokal. Kaji hubungan masalah kulit dan masalah GI.

g. Kegiatan Pola-Latihan

Kaji status ambulatory untuk menentukan apakah pasien mampu

mengamankan dan menyiapkan makanan. Batasan kemampuan pasien untuk

makan sendiri secara independen harus dicatat. Kaji adanya kesulitan dalam

mengakses lingkungan yang aman untuk eliminasi. Kaji kegiatan dan latihan yang

dapat mempengaruhi motilitan GI.

h. Pola Tidur-Istirahat

Kaji masalah-masalah tidur yang berhubungan dengan gangguan sistem

pencernaan, seperti mual, muntah, diare, gangguan pencernaan, kembung, dan

kelaparan. Kaji ritual tidur yang melibatkan penggunaan suatu makanan atau

minuman tertentu. Susu hangat dapat menyebabkan tidur melalui efek dari

serotonin prekursor L-triptofan. Teh herbal dan melatonin sering dapat membantu

untuk tidur. Kaji Rutinitas individu yang mungkin dapat menghindari tidu seperti:

Lapar dapat mencegah tidur sehingga harus dikurangi dengan makanan yang

ringan dan mudah di cerna.

i. Kognitif Pola-Perseptual

Penurunan sensoris dapat mengakibatkan permasalahan yang terkait dengan

kemampuan mempersiapkan, dan mengkonsumsi makanan. Perubahan dalam rasa

atau aroma dapat mempengaruhi nafsu makan. Sensitivitas panas atau dingin bisa

membuat makanan tertentu menyakitkan untuk makan.  Mengkaji pasien dalam

pola ini untuk menilai efek kekurangan asupan gizi yang adekuat. Jika pasien

telah didiagnosis memiliki gangguan GI, perawat harus mengajukan pertanyaan

untuk menentukan pemahaman pasien tentang penyakit dan pengobatannya. 

Nyeri di area lain memerlukan pengkajian yang hati-hati berkaitan dengan

efeknya pada sistem GI dan gizi. Kaji efek yang mungkin ada dari obat

30

Page 31: Makalah GI Fixhj

penghilang rasa sakit yang berkaitan dengan sembelit, sedasi, dan pengurangan

nafsu makan.

j. Persepsi Diri-Pola Konsep Diri

Kelebihan dan kekurangan berat badan sering menjadi masalah terkait

dengan harga diri dan citra tubuh. Cara seseorang menceritakan sejarah berat

badannya merupakan tanda akan kemungkinan terjadi masalah di daerah ini.  Area

masalah potensial lain adalah kebutuhan terhadap perangkat eksternal untuk

mengatur eliminasi, seperti kolostomi atau ileostomi. Kesediaan pasien untuk

terlibat dalam perawatan diri dan  mendiskusikan mengenai situasi ini menuntut

perawat untuk menyediakan informasi berharga yang berkaitan dengan citra tubuh

dan harga diri. Penyakit kuning dan asites menyebabkan perubahan fisik yang

signifikan. Sikap pasien terhadap perubahan-perubahan ini harus dikaji.

k. Peran Pola-Hubungan

Masalah yang terkait dengan sistem GI seperti sirosis, alkoholisme,

hepatitis, ostomies, obesitas, dan karsinoma dapat berdampak besar pada

kemampuan pasien untuk mempertahankan peran dan hubungannya. Penyakit

kronis dapat menyebabkan pasien meninggalkan tugasnya atau mengurangi

jumlah jam kerja. Perubahan dalam citra tubuh dan harga diri dapat

mempengaruhi hubungan. Hal ini penting perawat harus menyadari yang mungkin

terjadi kehadiran mereka.

l. Pola Reproduksi-Seksualitas

Perubahan yang terkait dengan seksualitas dan status reproduksi dapat

disebabkan oleh masalah sistem GI, sepeti obesitas, sakit kuning, anoreksia, dan

asites, dapat menurunkan potensi penerimaan pasangan seksual. Penggunaan

ostomy dapat mempengaruhi kepercayaan diri pasien yang berkaitan dengan

aktivitas seksual. Pertanyaan yang sensitif dari perawat dapat menentukan adanya

potensi masalah. Anorexia dapat mempengaruhi status reproduksi kewanitaan.

Peminum alkohol dapat mempengaruhi status reproduksi laki-laki dan perempuan.

Asupan gizi yang buruk sebelum dan selama kehamilan dapat mengakibatkan

31

Page 32: Makalah GI Fixhj

rendah berat lahir bayi. Perawat harus  menentukan keinginan pasien mengenai

reproduksi dan kaji langsung berdasarkan respon pasien.

m. Koping-Pola Toleransi Setress

Kaji koping terhadap stress. Gejala gangguan pencernaan seperti nyeri

epigastrik, mual, dan diare menyebabkan seseorang berespon terhadap stress atau

situasi emosional. Beberapa masalah sistem pencernaan seperti tukak lambung

dapat diperburuk oleh stress.

n. Nilai-Pola Keyakinan

Kaji keyakinan spiritual dan budaya pasien tentang makanan dan persiapan

makanan, kesukaan pasien ini harus dihormati oleh para penyedia layanan

kesehatan.

2. NANDA, NOC dan NIC

Banyak diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada lansia dengan

gangguan gastrointestinal, namun diagnosa keperawatan yang paling sering

muncul pada lansia dengan gangguan gastrointestinal adalah ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri akut dan kurang pengetahuan.

No.Diagnosa

KeperawatanNOC NIC

1. Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

berhubungan dengan

ketidakmampuan

mencerna makanan

Nutritional Status: food

and fluid intake

Kriteria hasil:

Adanya peningkatan

berat badan sesuai

dengan tujuan.

Berat badan ideal sesuai

dengan tinggi badan.

Mampu

mengidentifikasi

kebutuhan nutrisi.

Nutrition Management

Kolaborasi dengan ahli gizi

untuk menentukan jumlah

kalori dan nutrisi yang

dibutuhkan pasien

Anjurkan pasien untuk

meningkatkan intake Fe

Anjurkan pasien untuk

meningkatkan protein dan

vitamin C.

Yakinkan diet yang dimakan

mengandung tinggi serat

32

Page 33: Makalah GI Fixhj

Tidak ada tanda-tanda

malnutrisi.

Tidak ada tanda-tanda

malnutrisi

Tidak terjadi penurunan

berat badan yang berarti.

untuk mencegah konstipasi.

Berikan makanan yang

terpilih (sudah

dikonsultasikan dengan ahli

gizi).

Ajarkan kepada keluarga

pasien tentang bagaimana

membuat catatan menu

makanan harian.

Monitor jumlah nutrisi dan

kandungan kalori

Berikan informasi tentang

kebutuhan nutrisi kepada

keluarga pasien.

Nutrition Monitoring

BB pasien dalam batas

normal.

Monitor adanya penurunan

berat badan.

Monitor tipe dan jumlah

aktivitas yang biasa

dilakukan.

2. Nyeri Akut

berhubungan dengan

agen cedera

(biologis)

NOC:

- Pain Level

- Pain Control

- Comfort Level

Kriteria Hasil:

Mampu mengontrol

nyeri (tahu penyebab

nyeri, mampu

menggunakan teknik

NIC:

Pain Management

Lakukan pengkajian nyeri

secara komprehensif

termasuk lokasi,

karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas dan

faktor presipitasi.

Observasi reaksi nonverbal

33

Page 34: Makalah GI Fixhj

nonfarmakologi untuk

mengurangi nyeri,

mencari bantuan).

Melaporkan bahwa nyeri

berkurang dengan

menggunakan

manajemen nyeri.

Mampu mengenali nyeri

(skala, intensitas,

frekuensi dan tanda

nyeri).

Menyatakan rasa

nyaman setelah nyeri

berkurang.

dari ketidaknyamanan.

Gunakan teknik komunikasi

terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri pasien.

Evaluasi pengalaman nyeri

masa lampau.

Evaluasi bersama pasien,

keluarga, dan tim kesehatan

lain tentang ketidakefektifan

kontrol nyeri masa lampau.

Kontrol lingkungan yang

dapat mempengaruhi nyeri,

seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan

kebisingan.

Kurangi faktor presipitasi

nyeri.

Pilih dan lakukan

penanganan nyeri

(farmakologi, non

farmakologi).

Kaji tipe dan sumber nyeri

untuk menentukan

intervensi.

Ajarkan teknik

nonfarmakologi.

Kolaborasi dengan dokter

untuk pemberian analgetik.

Evaluasi keefektifan kontrol

nyeri.

Tingkatkan istirahat.

Kolaborasikan dengan

34

Page 35: Makalah GI Fixhj

dokter jika ada keluhan dan

tindakan nyeri tidak

berhasil.

3. Kurang pengetahuan

berhubungan dengan

kurang pajanan

informasi.

NOC:

- Knowledge: disease

process

- Knowledge: health

behavior

Kriteria Hasil:

Pasien dan keluarga

menyatakan pemahaman

tentang penyakit,

kondisi, prognosis dan

program pengobatan.

Pasien dan keluarga

mampu melaksanakan

prosedur yang dijelaskan

secara benar.

Pasien dan keluarga

mampu menjelaskan

kembali apa yang

dijelaskan perawat/tim

kesehatan lainnya.

NIC:

Teaching : disease process

Berikan penilaian tentang

tingkat pengetahuan pasien

tentang proses penyakit

yang spesifik.

Gambarkan tanda dan gejala

yang biasa muncul pada

penyakit, dengan cara yang

tepat.

Sediakan informasi pada

pasien tentang kondisi,

dengan cara yang tepat.

Diskusikan perubahan gaya

hidup yang mungkin

diperlukan untuk mencegah

komplikasi di masa yang

akan datang.

Instruksikan pasien

mengenai tanda dan gejala

untuk melaporkan pada

pemberi perawatan

kesehatan, dengan cara yang

tepat.

BAB III

PENUTUP

35

Page 36: Makalah GI Fixhj

A. Kesimpulan

Sistem gastrointestinal atau sistem pencernaan adalah sistem organ dalam

manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat

gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang

bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari

tubuh. Proses penuaan memberikan pengaruh pada setiap bagian dalam sistem

gastrointestinal. Adapun gangguan gastrointestinal yang dapat ditemukan pada

pasien lansia adalah penyakit peridontal, disfagia, refluks gastroesofagus dan

hernia hiatal, gangguan-gangguan pada usus halus (penyakit malabsorbsi),

penyakit pada usus besar (penyakit divertikular, obstruksi usus, konstipasi, diare).

Adapun diagnosa keperawatan yang dapat diangkat pada lansia dengan

gangguan gastrointestinal ada banyak, namun diagnosa keperawatan yang paling

sering muncul adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,

nyeri akut dan kurang pengetahuan.

B. Saran

Diperlukan kesabaran dalam melakukan anamnesis dan pemeriksaan, agar

mendapatkan data yang lengkap, sehingga penting bagi perawat untuk memahami

tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal lansia agar

dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat.

36