MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

61
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata berbentuk mirip kacang, sebagai bagian dari system urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran(terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Progresivitas penurunan fungsi ginjal berbeda-beda, yaitu dapat berkembang cepat atau lambat. Penyakit ginjal kronik adalah suatu keadaan yang ditandai dengan adanya kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa kelainan structural atau fungsional dengan penurunan laju filtrasi glomerulus dengan etiologi yang bermacam-macam, disertai kelainan komposisi darah atau urin dan kelainan dalam tes pencitraan. Secara laboratorik dinyatakan penyakit ginjal kronik apabila hasil pemeriksaan klirens kreatinin <15 mg/dl. (Prima Astiawati, 2008). Penderita gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun. Dari data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan insidens dan prevalensi penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar 100-150/ 1 juta penduduk dan 200-225/ 1 juta penduduk. (Prima Astiawati, 2008). Penderita acute kidney injury di Indonesia, menurut Suhardjono (2005), jumlahnya tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan masyarakat Amerika Serikat, sekitar 1200 per 1 juta penduduk. Beberapa laporan dunia menunjukkan insidens AKI yang bervariasi antara 1

Transcript of MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

Page 1: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata berbentuk mirip kacang, sebagai bagian

dari system urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran(terutama urea) dari darah dan

membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Progresivitas penurunan fungsi ginjal

berbeda-beda, yaitu dapat berkembang cepat atau lambat. Penyakit ginjal kronik adalah suatu

keadaan yang ditandai dengan adanya kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

kelainan structural atau fungsional dengan penurunan laju filtrasi glomerulus dengan etiologi

yang bermacam-macam, disertai kelainan komposisi darah atau urin dan kelainan dalam tes

pencitraan. Secara laboratorik dinyatakan penyakit ginjal kronik apabila hasil pemeriksaan

klirens kreatinin <15 mg/dl. (Prima Astiawati, 2008).

Penderita gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya

sekitar 10% setiap tahun. Dari data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan

insidens dan prevalensi penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar 100-150/ 1 juta

penduduk dan 200-225/ 1 juta penduduk. (Prima Astiawati, 2008). Penderita acute kidney

injury di Indonesia, menurut Suhardjono (2005), jumlahnya tidak terlalu besar jika

dibandingkan dengan masyarakat Amerika Serikat, sekitar 1200 per 1 juta penduduk.

Beberapa laporan dunia menunjukkan insidens AKI yang bervariasi antara 0,5-0,9% pada

komunitas, 0,7-18% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 20% pada pasien yang

dirawat di unit perawatan intensif (ICU), dengan angka kematian yang dilaporkan dari seluruh

dunia berkisar 25% hingga 80% (Robert Sinto, 2010)

Keadaan yang menimbulkan terjadinya kerusakan ginjal biasanya menghasilkan

gejala-gejala serius yang tidak berhubungan dengan ginjal. Sebagai contoh, demam tinggi,

syok, kegagalan jantung dan kegagalan hati, bisa terjadi sebelum kegagalan ginjal dan bisa

lebih serius dibandingkan gejala gagal ginjal.

Setelah penyebabnya ditemukan, tujuan pengobatan adalah untuk mengembalikan

fungsi ginjal biasanya. Masukan Jumlah cairan sangat dibatasi tergantung dari seberapa

banyak urine yang dapat dihasilkan oleh ginjal.Makanan juga harus dipilih jangan sampai

meracuni ginjal , protein harus dikurangi sampai batas tertentu ,rendah garam dan potasium ,

untuk karbohidrat dapat lebih leluasa diberikan. Dialisis mungkin diperlukan sebagai

tatalaksana gagal ginjal.

1

Page 2: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatn klien dengan Acute Kidney Injury dan CKD?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien

acute kidney injury dan gagal ginjal kronik.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui dan memahami definisi dari acute kidney injury

2. Mengetahui dan memahami etiologi dari acute kidney injury

3. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari acute kidney injury

4. Mengetahui dan memahami patofisiologi dari acute kidney injury

5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik dari acute kidney injury

6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari acute kidney injury

7. Mengetahui dan memahami komplikasi dari acute kidney injury

8. Mengetahui dan memahami prognosis dari acute kidney injury

9. Mengetahui dan memahami WOC dari acute kidney injury

10. Mengetahui dan memahami definisi dari gagal ginjal kronis

11. Mengetahui dan memahami etiologi dari acute kidney injury

12. Mengetahui dan memahami klasifikasi dari acute kidney injury

13. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari acute kidney injury

14. Mengetahui dan memahami patofisiologi dari acute kidney injury

15. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik dari acute kidney injury

16. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari acute kidney injury

17. Mengetahui dan memahami komplikasi dari acute kidney injury

18. Mengetahui dan memahami prognosis dari acute kidney injury

19. Mengetahui dan memahami WOC dari acute kidney injury

20. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan dari acute kidney injury dan

gagal ginjal kronis

1.4 Manfaat

Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit acute kidney injury serta mampu

menerapkan asuhan keperawatan pada klien acute kidney injury.

2

Page 3: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Acute Kidney Injury(AKI)

2.1.1 Definisi

AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam 48

jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25 μmol/L) atau

meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam

(Molitoris et al, 2007).

Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya kemampuan

ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan

(Eric Scott, 2008).

Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju

filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal

untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit (Brady et al, 2005).

Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang fungsidasarnya normal (AKI

“klasik”) atau tidak normal (acute onchronic kidney disease). Dahulu, hal di atas disebut

sebagai gagal ginjal akut dan tidak ada definisi operasional yang seragam, sehingga parameter

dan batas parameter gagal ginjal akut yang digunakan berbeda-beda pada berbagai

kepustakaan. Hal itu menyebabkan permasalahan antara lain kesulitan membandingkan hasil

penelitian untuk kepentingan meta-analisis, penurunan sensitivitas kriteria untuk membuat

diagnosis dini dan spesifisitas kriteria untuk menilai tahap penyakit yang diharapkan dapat

menggambarkan prognosis pasien (Mehta et al, 2003)

Atas dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang beranggotakan

para nefrolog dan intensives di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF

menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat membantu

pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah failure menjadi injury dianggap

lebih tepat menggambarkan patologi gangguan ginjal. Kriteria yang melengkapi definisi AKI

menyangkut beberapa hal antara lain (1) kriteria diagnosis harus mencakup semua tahap

penyakit; (2) sedikit saja perbedaan kadar kreatinin (Cr) serum ternyata mempengaruhi

prognosis penderita; (3) kriteria diagnosis mengakomodasi penggunaan penanda yang sensitif

yaitu penurunan urine output (UO) yang seringkali mendahului peningkatan Cr serum;

(4)penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar Cr serum, UO dan LFG mengingat belum 3

Page 4: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

adanya penanda biologis (biomarker) penurunan fungsi ginjal yang mudah dan dapat

dilakukan di mana saja (Rusli R, 2007).

2.1.2 Klasifikasi Etiologi

Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis AKI, yakni

(1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada

parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara langsung menyebabkan

gangguan pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan

obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat

tergantung dari tempat terjadinya AKI. Salah satu cara klasifikasi etiologi AKI dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi etiologi AKI (Robert Sinto, 2010)

AKI Prarenal I. Hipovolemia- Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular- Kerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia,

obstruksi- usus- Kehilangan darah- Kehilangan cairan ke luar tubuh- Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui

saluran- kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui kulit- (luka bakar)

II. Penurunan curah jantung- Penyebab miokard: infark, kardiomiopati- Penyebab perikard: tamponade- Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal- Aritmia- Penyebab katup jantung

III. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik- Penurunan resistensi vaskular perifer- Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan- (contoh: barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)- Vasokonstriksi ginjal- Hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin,

takrolimus,- amphotericin B- Hipoperfusi ginjal lokal- Stenosis a.renalis, hipertensi maligna

IV. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal- Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen- Perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi- kronik, PGK (penyakit ginjal kronik), hipertensi maligna),- penurunan prostaglandin (penggunaan OAINS, COX-2 inhibi

4

Page 5: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

- tor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia,- sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras)- Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen- Penggunaan penyekat ACE, ARB- Stenosis a. renalis

V. Sindrom hiperviskositas- Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia

AKI Renal I. Obstruksi renovaskular- Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis, emboli,- diseksi aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis,- kompresi)

II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal- Glomerulonefritis, vaskulitis

III. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)- Iskemia (serupa AKI prarenal)- Toksin- Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi,- pelarut organik, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis,

hemolisis,- asam urat, oksalat, mieloma)

IV. Nefritis interstitial- Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi

(bakteri,- viral, jamur), infiltasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis),- idiopatik

V. Obstruksi dan deposisi intratubular- Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat,

sulfonamidaVI. Rejeksi alograf ginjal

AKI pascarenal I. Obstruksi ureter- Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi

eksternalII. Obstruksi leher kandung kemih

- Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu, keganasan, darah

III. Obstruksi uretra- Striktur, katup kongenital, fimosis

2.1.3 Klasifikasi AKI

ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri

dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau

kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang

menggambarkan prognosis gangguan ginjal, seperti yang terlihat pada tabel 2. (Rusli R,

2007).

5

Page 6: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007

Kategori Peningkatan kadar SCr Penurunan LFG Kriteria UORisk >1,5 kali nilai dasar >25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,

>6 jamInjury >2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,

>12 jamFailure >3,0 kali nilai dasar >75% nilai dasar <0,3 mL/kg/jam, >24

jamLoss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4

minggu

End stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3Bulan

2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi Aki dapat dibagi menjadi mikrovaskular dan komponen tubular

seperti yang terdapat didalam gambar (Bonventre, 2008) berikut ini:

Gambar 1. Patofisiologi AKI (Bonventre, 2008)

Patofisiologi dari AKI dapat dibagi menjadi komponen mikrovaskular dan

tubular, bentuk lebih lanjutnya dapat dibagi menjadi proglomerular dan komponen

pembuluh medulla ginjal terluar. Pada AKI, terdapat peningkatan vasokonstriksi dan

penurunan vasodilatasi pada respon yang menunjukkan ginjal post iskemik. Dengan

peningkatan endhotelial dan kerusakan sel otot polos pembuluh, terdapat peningkatan

adhesi leukosit endothelial yang menyebabkan aktivasi system koagulasi dan obstruksi

pembuluh dengan aktivasi leukosit dan berpotensi terjadi inflamasi.

6

Page 7: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

Pada tingkat tubuler, terdapat kerusakan dan hilangnya polaritas dengan diikuti

oleh apoptosis dan nekrosis, obstruksi intratubular, dan kembali terjadi kebocoran filtrate

glomerulus melalui membrane polos dasar. Sebagai tambahan, sel-sel tubulus

menyebabkan mediator vasoaktif inflamatori, sehingga mempengaruhi vascular untuk

meningkatkan kerjasama vascular. Mekanisme positif feedback kemudian terjadi sebagai

hasil kerjasama vascular untuk menurunkan pengiriman oksigen ke tubulus, sehingga

menyebabkan mediator vasoaktif inflamatori meningkatkan vasokonstriksi dan interaksi

endothelial-leukosit. Bonventre (2008)

2.1.5 Pendekatan Diagnosis

1. Pemeriksaan Klinis

Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan UO dan

berat badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan OAINS,

penyekat ACE dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi

ortostatik dan takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor

kulit, mukosa kering, stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal

jantung dan sepsis. Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan

status hemodinamik tidak memperbaiki tanda AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan

dengan data klinis penggunaan zat-zat nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya

mioglobin, hemoglobin, asam urat). Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan

dengan gejala dan tanda yang menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut,

atau hipertensi maligna.

AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostovertebra atau

suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri

pinggang kolik yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut.

Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan pembesaran prostat pada

pemeriksaan colok dubur menyokong adanya obstruksi akibat pembesaran prostat.

Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan temuan

disfungsi saraf otonom (Robert Sinto, 2010).

2. Pemeriksaan Penunjang

Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi glomerulus,

tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI prarenal, sedimen yang

didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI pascarenal juga

menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan 7

Page 8: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan berbagai cast

yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented “muddy brown”

granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast

eritrosit pada kerusakan glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan

pigmented “muddy brown” granular cast pada nefritis interstitial (Schrier et al, 2004).

Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin (osmolalitas

urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada penentuan tipe AKI,

seperti yang terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3. Kelainan analisis urin (Robert Sinto, 2010)

Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan AKI pascarenal adalah

pemeriksaan urin residu pascaberkemih. Jika volume urin residu kurang dari 50 cc, didukung

dengan pemeriksaan USG ginjal yang tidak menunjukkan adanya dilatasi pelviokalises, kecil

kemungkinan penyebab AKI adalah pascarenal. Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto

polos abdomen, CT-scan, MRI, dan angiografi ginjal dapat dilakukan sesuai indikasi.

Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan pada pasien dengan penyebab renal yang

belum jelas, namun penyebab pra- dan pascarenal sudah berhasil disingkirkan. Pemeriksaan

tersebut terutama dianjurkan pada dugaan AKI renal non-ATN yang memiliki tata laksana

spesifik, seperti glomerulonefritis, vaskulitis, dan lain lain (Brady HR, 2005).

2.1.6 Penatalaksanaan

1. Terapi nutrisi

Kebutuhan nutrisi pasien AKI bervariasi tergantung dari enyakit dasarnya dan kondisi

komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi pemberian nutrisi berdasarkan status

katabolisme diajukan oleh Druml pada tahun 2005 dan telah dimodifikasi oleh Sutarjo seperti

pada tabel berikut:

Tabel 4. Kebutuhan nutrisi klien dengan AKI (Sutarjo, 2008)

8

Page 9: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

2. Terapi Farmakologi: Furosemid, Manitol, dan Dopamin

Dalam pengelolaan AKI, terdapat berbagai macam obat yang sudah digunakan

selama berpuluh-puluh tahun namun kesahihan penggunaannya bersifat kontoversial.

Obatobatan tersebut antara lain diuretik, manitol, dan dopamin. Diuretik yang bekerja

menghambat Na+/K+-ATPase pada sisi luminal sel, menurunkan kebutuhan energi sel

thick limb Ansa Henle. Selain itu, berbagai penelitian melaporkan prognosis pasien

AKI non-oligourik lebih baik dibandingkan dengan pasien AKI oligourik. Atas dasar

hal tersebut, banyak klinisi yang berusaha mengubah keadaan AKI oligourik menjadi

non-oligourik, sebagai upaya mempermudah penanganan ketidakseimbangan cairan

dan mengurangi kebutuhan dialisis. Meskipun demikian, pada keadaan tanpa fasilitas

dialisis, diuretik dapat menjadi pilihan pada pasien AKI dengan kelebihan cairan

tubuh. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penggunaan diuretik sebagai bagian

dari tata laksana AKI adalah: (Mohani, 2008)

a. Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikan pasien tidak dalam

keadaan dehidrasi. Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan tes

cairan dengan pemberian cairan isotonik 250-300 cc dalam 15- 30 menit. Bila

jumlah urin bertambah, lakukan rehidrasi terlebih dahulu.

9

Page 10: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

b. Tentukan etiologi dan tahap AKI. Pemberian diuretik tidak berguna pada AKI

pascarenal. Pemberian diuretik masih dapat berguna pada AKI tahap awal

(keadaan oligouria kurang dari 12 jam).

Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40mg. Jika manfaat tidak

terlihat, dosis dapat digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-

6 jam atau tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1 gram/hari.

Usaha tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian cairan koloid untuk

meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler. Bila cara tersebut tidak berhasil

(keberhasilan hanya pada 8-22% kasus), harus dipikirkan terapi lain. Peningkatan

dosis lebih lanjut tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan toksisitas (Robert,

2010).

Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler

sehingga dapat digunakan untuk tata laksana AKI khususnya pada tahap oligouria.

Namun kegunaan manitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan kerusakan

ginjal lebih jauh karena bersifat nefrotoksik, menyebabkan agregasi eritrosit dan

menurunkan kecepatan aliran darah. Efek negatif tersebut muncul pada pemberian

manitol lebih dari 250 mg/kg tiap 4 jam. Penelitian lain menunjukkan sekalipun dapat

meningkatkan produksi urin, pemberian manitol tidak memperbaiki prognosis pasien

(Sja’bani, 2008).

Dopamin dosis rendah (0,5-3 μg/kgBB/menit) secara historis digunakan dalam

tata laksana AKI, melalui kerjanya pada reseptor dopamin DA1 dan DA2 di ginjal.

Dopamin dosis rendah dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ginjal,

menghambat Na+/K+-ATPase dengan efek akhir peningkatan aliran darah ginjal, LFG

dan natriuresis. Sebaliknya, pada dosis tinggi dopamin dapat menimbulkan

vasokonstriksi.

Faktanya teori itu tidak sesederhana yang diperkirakan karena dua alasan yaitu

terdapat perbedaan derajat respons tubuh terhadap pemberian dopamin, juga tidak

terdapat korelasi yang baik antara dosis yang diberikan dengan kadar plasma dopamin.

Respons dopamin juga sangat tergantung dari keadaan klinis secara umum yang

meliputi status volume pasien serta abnormalitas pembuluh darah (seperti hipertensi,

diabetes mellitus, aterosklerosis), sehingga beberapa ahli berpendapat sesungguhnya

dalam dunia nyata tidak ada dopamin “dosis renal” seperti yang tertulis pada literatur.

Dalam penelitian dan meta-analisis, penggunaan dopamin dosis rendah tidak

terbukti bermanfaat bahkan terkait dengan efek samping serius seperti iskemia 10

Page 11: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

miokard, takiaritmia, iskemia mukosa saluran cerna, gangrene digiti, dan lain-lain.

Jika tetap hendak digunakan, pemberian dopamin dapat dicoba dengan pemantauan

respons selama 6 jam. Jika tidak terdapat perubahan klinis, dianjurkan agar

menghentikan penggunaannya untuk menghindari toksisitas. Dopamin tetap dapat

digunakan untuk pengobatan penyakit dasar seperti syok, sepsis (sesuai indikasi)

untuk memperbaiki hemodinamik dan fungsi ginjal (Robert Sinto, 2010).

2.1.7 Komplikasi dan Penatalaksanan

Pengelolaan komplikasi yang mungkin timbul dapat dilakukan secara

konservatif, sesuai dengan anjuran yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Penatalaksanaan Komplikasi AKI (Robert, 2010)

11

Page 12: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

2.1.8 WOC (terlampir)

2.2 Gagal Ginjal Kronik

2.2.1 Definisi

Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the

National Kidney Foundation (NKF) pada tahun 2009, mendefenisikan gagal ginjal kronis

sebagai suatu kerusakan ginjal dimana nilai dari GFR nya kurang dari 60 mL/min/1.73 m2

selama tiga bulan atau lebih. Dimana yang mendasari etiologi yaitu kerusakan massa

ginjal dengan sklerosa yang irreversibel dan hilangnya nephrons ke arah suatu

kemunduran nilai dari GFR.

2.2.2 Klasifikasi

Menurut KDOQI, ada 5 tingkatan atau stage dari CKD seperti yang ditunjukkan

oleh table 6 dibawah ini :

(The Renal Association, 2010)

Tabel 6 KDOQI stages of kidney diseases

12

Page 13: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

Suffixes:

p suffix:tambahan p pada tiap tingkatan (misal 3Ap, 4p) menunjukkan adanya

proteinuria

T - : tambahan T pada tiap tingkatan (misalnya 3AT) mengindikasikan bahwa

pasien telah menjalani transplantasi ginjal.

D -: tambahan D pada tingkatan/stage ke 5 (misalnya. 5D) mengindikasikan

bahwa pasien sedang menjalani Dialisis.

2.2.3 Etiologi

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal

ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia.

Tabel 5. Penyebab gagal ginjal di Indonesia

2.2.3 Manifestasi Klinik

13

Page 14: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

Ada beberapa manifestasi klinik gagal gagl ginjal kronik : ( Schrier RW, 2003)

1. Gangguan keseimbangan elektrolit : hipernatremia, huiperkalemia

2. Asidosis metabolic (ditemukan jika LFG<25%)

3. Gangguan metabolism karbohidrat dan lemak

4. Anemia normokrom mormositer

5. Hipertensi

6. Gangguan neurologi

7. Osteodistrofi ginjal

8. Gangguan pertumbuhan

9. Gangguan perdarahan

2.2.4 Patofisiologi

Perjalanan penyakit dari CKD akan digambarkan dalam bagan berikut ini: (J.M

Lopez Novoa et al, 2010)

14

Page 15: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

Gambar 3. Hipertensif nefropathy

15

Page 16: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

Gambar 4. Diabetic Nefropathy

16

Page 17: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

Gambar 5. Nefropaty kronik akibat Renal Mass Reduction(RMR)

17

Page 18: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

Gambar 6. Nefropaty akibat ureteral obstruction

Gambar 7. Mekanisme CKD

2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium

1. LED: meninggi, yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia.

Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosi yang rendah.

2. Ureum dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan

kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena

perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan

obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari

kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.

3. Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya terjadi

pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya dieresis.

18

Page 19: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

4. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin

D3 pada GGK.

5. Phosphat alkaline meninggi akibat gangguan metabolism tulang, terutama

isoenzim fosfatase lindi tulang

6. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan gangguan

metabolism dan diet rendah protein.

7. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal

ginjal (resitensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).

8. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolism lemak, disebabkan peninggian

hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.

9. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang

menurun, BE menurun, HCO3 menurun, PCO2 menurun, semuanya disebabkan

retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.

b. Pemeriksaan lain

1. Foto polos abdomen: untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau

adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh

sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.

2. IVP (Intra Vena pielografi): untuk menilai system pelviokalises dan ureter.

Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,

misalnya usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat.

3. USG: untuk menilai besar dan bentuk ginajl, tebal parenkim ginjal, kepadatan

parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih,

dan prostat.

4. Renogram, untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan

(vascular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.

5. EKG, untuk melihat kemungkina hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).

2.2.6 Penatalaksanaan

1. Stage 1 dan 2

Pada CKD stage 1 fungsi ginjal sebenarnya normal tapi terdapat beberapa tanda

adanya kelainan pada ginjal. CKD stage 2 ditandai dengan menurunnya sebagian

fungsi ginjal, GFR 60-89mls/min/1.73m2

Pengkajian Awal pada CKD stage 1+2:19

Page 20: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi resiko peningkatan kelainan

ginjal pada klien, dan untuk mengurangi resiko terkait. Yang perlu dikaji adalah

a. Hematuria

b. Proteinuria

Jika pengkajian pertama menemukan adanya peningkatan kreatinin maka

penting bagi kita untuk memastikan kestabilan nilainya. Ulangi test 14 hari

berikutnya.

Managemen CKD stage 1+2 :

Dalam 12 bulan pencapaian yang harus didapat adalah :

a. Kreatinin : perubahan signifikan pada eGFR telah ditentukan sebagai short-

term eGFR fall >15% atau [creatinine] meningkat >20%; atau yang terbaru

berdasar NICE guideline adnya kehilangan GFR 1y dari 5ml/min, atau

kehilangan dalam 5y dari 10ml/min.

b. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50

bagi klien dengan tekana darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)

c. Tekanan darah: maksimal 140/90 (130-139/90), atau maksimal 130/80 (120-

129/80) bagi pasien dengan proteinuria: urinary ACR>30 atau PCR>50.

d. Resiko Kardiovaskular : berikan eduksi dalam hal kebiasaan merokok,

olahraga teratur dan gaya hidup.

2. Stage 3

Dalam CKD stage 3 ini nilai eGFR 30-60%: eGFR 45-59 (3A) atau 30-44 (3B).

Pengkajian awal CKD stage 3

a. Pengakajian klinis : khususnya untuk sepsis, gagl jantung, hipovolemi,

memeriksa adanya pembesaran kandung kemih

b. Review ulang medikasi: periksa apakah diperlukan perubahan dosis obat ketika

GFR terjadi penurunan, untuk mencegah nephrotoxic drug.

c. Tes Urin : adanya hematuria atau proteinuria menunjukkan adanya kelainan

ginjal yang progresif

d. Pencitraan: perlu dilakuakan bila klien diindikasikan adanya obstruksi pada

sistem ginjal

Manajemen CKD stage 3

Dalam 6 sampai 12 bulan targetnya adalah :

20

Page 21: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

a. Creatinine and K :pertimbangkan turunnya nilai eGFR yang tib-tiba >25%

sebagai ARF. NICE menyarankan untuk meminta advis dari specialist ketika

GFR turun lebih 1y dari 5ml/min, atau 5y dari 10ml/min.

b. Hb – bila di bawah 110 g/l, terapi spesifik perlu dilakukan. Hb turun secara

progresif mengindikasikan turunnya GFR.

c. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50 bagi

klien dengan tekana darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)

d. Tekanan darah: maksimal 140/90 (130-139/90), atau maksimal 130/80 (120-

129/80) bagi pasien dengan proteinuria: urinary ACR>30 atau PCR>50.

e. Resiko Kardiovaskular : berikan eduksi dalam hal kebiasaan merokok, olahraga

teratur dan gaya hidup.

f. Immunization - influenza dan pneumococcal

g. Medication review – review teratur terhadap jenis-jenis obat yang diberikan

untuk mencegah nephrotoxic drugs

3. Stage 4+5

Tanda CKD stage4 adalah adanya penurunan fungsi ginjal yang parah, 15-30% (eGFR

15-29ml/min/1.73m2). Tanda CKD stage 5 adalah adanya penurunan fungsi ginjal

yang sangat parah (endstage atau ESRF/ESRD), <15% (eGFR kurang dari 15 ml/min).

Pengkajian awal CKD stage 4

a. Pengakajian klinis : khususnya untuk sepsis, gagl jantung, hipovolemi,

memeriksa adanya pembesaran kandung kemih

b. Review ulang medikasi: periksa apakah diperlukan perubahan dosis obat ketika

GFR terjadi penurunan, untuk mencegah nephrotoxic drug.

c. Tes Urin : adanya hematuria atau proteinuria menunjukkan adanya kelainan

ginjal yang progresif

d. Tes darah : Ca, PO4, Hb

e. Pencitraan: perlu dilakuakan bila klien diindikasikan adanya obstruksi pada

sistem ginjal

Manajemen CKD stage 4 dan 5

Dalam 3 bulan :

a. Kretainin dan K : waspadai hiperkalemia

b. Hb : Hb rendah, waspadai penyebab lain selain ginjal

c. Ca dan PO4 : obat oral phospat seringkali dibutuhkan

21

Page 22: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

d. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50 bagi

klien dengan tekanan darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)

e. Tekanan darah: maksimal 140/90 (130-139/90), atau maksimal 130/80 (120-

129/80) bagi pasien dengan proteinuria: urinary ACR>30 atau PCR>50.

f. Resiko Kardiovaskular : berikan eduksi dalam hal kebiasaan merokok, olahraga

teratur dan gaya hidup.

g. Immunization - influenza dan pneumococcal, dan imunisasi Hepatitis B jika

transplantasi ginjal akan dilakukan

h. Medication review – review teratur terhadap jenis-jenis obat yang diberikan untuk

mencegah nephrotoxic drugs

i. Jika klien osteoporosis: jangan menggunakan bisphosphonates karena bisa

mengarah ke renal osteodystrophy.

Gambar 2. CKD stages

Penatalaksanaan Hemodialisa

Hemodialisa merupakan suatu membran atau selaput semi permiabel. Membran ini

dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialisis yaitu proses

berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permiabel. Terapi hemodialisa

merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa

metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,

hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permiabel sebagai

pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan

ultra filtrasi (Brunner & Suddarth, 2001).

Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal atau tahap

akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat membantu penderita.

Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan sebagai upaya memperpanjang usia

penderita. Hemodialisa tidak dapat menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien

tetapi hemodialisa dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal

(Wijayakusuma, 2008).

Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat

adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekskresikan produk akhir

metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan

bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara

22

Page 23: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet

rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian

meminimalkan gejala (Brunner & Suddarth, 2001).

Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung

kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan bagian dari

resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan

pasien dapat diperbaiki meskipunbiasanya memerlukan beberapa penyesuaian dan

pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan (Brunner & Suddarth, 2001).

Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang

memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia dan

antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini dalam

darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik (Brunner &

Suddarth, 2001).

Indikasi dan Komplikasi Terapi Hemodialisa

Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada gagal ginjal kronis adalah laju

filtrasi glomerulus ( LFG ) sudah kurang dari 5 mL/menit, sehingga dialisis dianggap baru

perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah :

a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata

b. K serum > 6 mEq/L

c. Ureum darah > 200 mg/Dl

d. pH darah < 7,1

e. Anuria berkepanjangan ( > 5 hari )

f. Fluid overloaded (Shardjono dkk, 2001).

Menurut Al-hilali (2009), walaupun hemodialisa sangat penting untuk menggantikan

fungsi ginjal yang rusak tetapi hemodialisa juga dapat menyebabkan komplikasi umum

berupa hipertensi (20-30% dari dialisis), kram otot (5-20% dari dialisis), mual dan muntah (5-

15% dari dialisis), sakit kepala (5% dari dialisis), nyeri dada (2-5% dialisis), sakit tulang

belakang(2-5% dialysis), 5% dari dialisis), rasa gatal (5% dari dialisis) dan demam pada anak-

anak (<1% dari dialisis). Sedangkan komplikasi serius yang paling sering terjadi adalah

sindrom disequilibrium, arrhythmia, tamponade jantung, perdarahan intrakaranial, hemolisis

dan emboli paru.

2.2.7 WOC (terlampir)

23

Page 24: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

Ny. A usia 65 tahun mengeluh sulit berkemih dan sakit pinggang sebelah kanan, disertai

lemah, mual, sakit kepala, nafsu makan akhir-akhir ini berkurang, dan penurunan berat badan

yang cukup drastis. Ny. A menceritakan bahwa ia pernah menderita urolithiasis atau batu

ginjal sekitar 1 tahun yang lalu. Ny. A mengeluhkan edema di sekitar mata, ekstremitas pucat

dan edema, Ny. A mengatakan tangan dan kakinya terasa dingin, sehingga terasa sangat

lemah untuk digerakkan. Nafasnya pun pendek dan cepat, sekitar 28 x/menit. Ny. A

mengeluhkan kencingnya sedikit sekali, diperkirakan produksi urin tidak sampai 300ml dan

terjadi lebih dari 1 bulan, urin berwarna coklat seperti teh. TD 130/ 90 mmHg. Nadi 110 x/

menit, suhu Badan 36,2 C. Ny.A telah memeriksakan diri ke RSP Unair, dengan hasil ureum

urin meningkat, BUN dan kreatinin meningkat, serta dokter mendiagnosa Ny. A mengalami

kegagalan ginjal akut.

3.2 Pengkajian

Anamnesa, meliputi :

1. Identitas pasien

Nama : Ny. A

Umur : 65 tahun

Berat badan : 45 kg

Tinggi badan : 160 cm

Alamat : Surabaya

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

2. Riwayat sakit dan kesehatan

2.1 Keluhan utama

Klien mengeluh sulit berkemih dan sakit pinggang sebelah

kanan.

2.2 Riwayat penyakit sekarang

Ny. A mengatakan sulit berkemih, sakit pinggang sebelah

kanan, lemah, mual, sakit kepala, nafsu .makan akhir-akhir ini

berkurang, dan penurunan berat badan yang cukup drastis

24

Page 25: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

2.3 Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi dan nyeri

dada. Serta pernah memiliki riwayat urolithiasis.

2.4 Riwayat keluarga

Adanya riwayat hipertensi.

2.4 Riwayat psikososial

Klien merasa stress, tak ada kekuatan, ansietas dan takut.

3. Pemeriksaan fisik

Review Of System (ROS)

a. B1(BREATH)

Napas pendek, dispnea, RR : 28x/menit. Pada pemeriksaan perkusi : redup

b. B2(BLOOD)

Nadi lemah dan cepat, hipotensi ortostatik yang menunjukkan hipovolemia,

pucat, TD : 130/90, nadi : 110x/menit, Hb : 5 g/dl, CRT: 4 detik.

c. B3(BRAIN)

Stress, ansietas, takut, penurunan kesadaran, bicara agak melantur.

d. B4(BLADDER)

Oliguria (produksi urine 300cc/24 jam), adanya rasa nyeri saat buang air

kecil dan kandung kemih yang menegang.

e. B5(BOWEL)

Antropomeri : BB = 45kg, TB = 160 cm

Biochemical : Hb= 5 g/dl, creatin = 65 µmol/l, albumin = 60 g/dl

Clinis : Pucat, nafsu makan menurun, mual dan muntah, pucat, turgor jelek

dan edema

Diet : Makan 2x sehari, porsi makan tidak pernah habis.

f. B6(BONE)

Klien mengalami kelemahan serta edema ekstremitas

4. Pemeriksaan diagnostik

a. Urin

Warna : secara abnormal warna urin kotor, kecoklatan seperti teh

menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.

Volume urin: kurang dari 300 ml/ 24 jam

Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat25

Page 26: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

Osmolatas : kurang dari 350 m0sm/ kg menunjukkan kerusakan ginjal

tubular dan resiko urin / serum sering 1:1

Protein: derajat tinggi proteinuria (3-41) secara kuat menunjukkan

kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada

Klirens kreatinin: agak menurun

Natrium : lebih besar dari 40 mEg / l karena ginjal tidak mampu

mereabsorbsi natrium

b. Darah

HT: menurun karena adanya anemia. Hb 5 gr/ dl

BUN/ kreatinin : 65 µmol/l

GDA: asidosis metabolic, pH 6

Albumin = 60 g/dl

Natrium serum: 125 mEq/L

Kalium : 6,0 mEq/L

c. Osmolalitas Serum

350 mOsm/ kg

d. Pelogram Letrograd

Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

e. Ultrasonografi ginjal

Ginjal berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm dan tidak

ada masa kista obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas

f. Endoskopi ginjal, nefroskopi

Tidak terdapat pulvis ginjal, keluar batu dan pengangkutan tumor selektif

g. EKG

Tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi

3.3 Analisa Data

Data Etiologi MasalahDS: -DO:- TD 130/90 mmHg

- Nadi perifer tidak teraba dan cepat

Sindrom uremik↓

Asidosis metabolic↓

Hipertensi sitemik↓

Beban kerja jantung ↑

Penurunan curah jantung

26

Page 27: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

↓Curah jantung ↓

DS:-DO: Natrium 125 mEq/ L (normal= 135-145 mEq/ L (mmol/L))

- Kalium 6,0 mEq/ L (normal 3,5 – 5 mEq/L)

- Ureum: 202,32 mg/dl (normal: 20-40 mg/dl)

Aliran darah ginjal ↓↓

Destruksi struktur ginjal↓

GFR ↓↓

Penyerapan elektrolit di tubulus terganggu

↓Penumpukan toksik uremia,

hiponatremia, dan hiperkalemia

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

DS: - klien mengatakan mual, tidak nafsu makanDO: - porsi makan sedikit dan tidak pernah habis, hanya 3 sendok makan.

- Mata cowong

Sindrom uremik↓

Ureum pada saluran cerna↓

Peradangan mukosa saluran cerna

↓Stomatitis, ulkus lambung

Mual, muntah↓

anoreksia

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

DS: - klien mengeluh nafas terasa seperti sesakDO:- RR 28 x/menit

Sindrom uremik↓

Asidosis metabolic↓

Hb↓↓

Distribusi O2 ↓↓

Sesak

Gangguan pola nafas tidak efektif

DS:DO:- nadi tidak teraba

- CRT >2 detik= 4 detik- Ekstremitas pucat,

basah, dan dingin

RAAS ↑↓

Pelepasan Angiotensin II↓

Vasokonstriksi pembuluh darah

↓nadi cepat-lemah , pucat,

akral dingin, basah

Gangguan perfusi jaringan

DS:- klien mengatakan lemahDO:- klien berbaring ditempat tidur

- Kebutuhan klien sebagian besar dibantu oleh keluarga.

Sindroma uremik↓

Ureum pada jaringan otot↓

Oksigenasi otot ↓↓

Restless leg sindrom

Intoleransi aktivitas

27

Page 28: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

↓Letargi (kelemahan)

3.4 Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder:

volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,

muntah.

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi

melalui alkalosis respiratorik.

5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,

keletihan.

3.5 Intervensi

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat

Tujuan:

Penurunan curah jantung tidak terjadi

Kriteria hasil :

Mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung

dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler

Intervensi:

a. Auskultasi bunyi jantung dan paru

Rasional: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur.

b. Kaji adanya hipertensi

Rasional: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem

aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)

c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala

0-10)

Rasional: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri

d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas

Rasional: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

28

Page 29: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder

: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)

Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan

Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output

Intervensi:

a. Batasi masukan cairan

Rasional: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan

respon terhadap terapi

b. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan

Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam

pembatasan cairan

c. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama

pemasukan dan haluaran

Rasional: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,

muntah

Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.

Kriteria hasil: menunjukan BB stabil

Intervensi:

a. Awasi konsumsi makanan / cairan

Rasional: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

b. Perhatikan adanya mual dan muntah

Rasional: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat

mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi

c. Berikan makanan sedikit tapi sering

Rasional: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan

d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan

Rasional: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek social

e. Berikan perawatan mulut sering

Rasional: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai

dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:

kompensasi melalui alkalosis respiratorik29

Page 30: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

Tujuan : Pola nafas kembali normal / stabil

Kriteria hasil : RR dalam rentang normal: 16-20 x/menit

Intervensi

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles

Rasional: Menyatakan adanya pengumpulan secret

b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam

Rasional: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2

c. Atur posisi senyaman mungkin

Rasional: Mencegah terjadinya sesak nafas

d. Batasi untuk beraktivitas

Rasional: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis

Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga setelah dilakukan perawatan 2X24 jam

Criteria hasil :

- Mempertahankan kulit utuh

- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit

Intervensi:

a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya

kemerahan

Rasional: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat

menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.

b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa

Rasional: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang

mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan

c. Inspeksi area tergantung terhadap edema

Rasional: Jaringan edema lebih cenderung rusak

d. Ubah posisi sesering mungkin

Rasional: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk

untuk menurunkan iskemia

e. Berikan perawatan kulit

Rasional: Mengurangi pengeringan , robekan kulit

f. Pertahankan linen kering

R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit30

Page 31: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan

tekanan pada area pruritis

Rasional: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera

h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar

Rasional: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi

lembab pada kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,

keletihan

Tujuan : Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi setelah

perawatan 2x 24 jam

Kriteria hasil :

a. Klien kooperatif

b. Klien dapat miring ke kanan dan ke kiri

c. Klien dapat melakukan aktivitas ringan, seperti makan dan minum

Intervensi :

a) Pantau pasien untuk melakukan aktivitas

b) Kaji faktor yang menyebabkan keletihan

c) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat

d) Pertahankan status nutrisi yang adekuat

31

Page 32: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam

48 jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25 μmol/L) atau

meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam

(Molitoris et al, 2007). Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya

kemampuan ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga keseimbangan

elektrolit dan cairan (Eric Scott, 2008).

Penyakit ginjal kronik adalah suatu keadaan yang ditandai dengan adanya kerusakan

ginjal yang terjadi lebih daeri 3 bulan berupa kelainan structural atau fungsional dengna

penurunan laju filtrasi glomerulus dengan etiologi yang bermacam-macam, disertai kelainan

komposisi darah atau urin dan kelainan dalam tes pencitraan. Secara laboratorik dinyatakan

penyakit ginjal kronik apabila pemeriksaan klirens kreatinin <15mg/dl (NKF-DOQI, 1997)

32

Page 33: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

DAFTAR PUSTAKA

American Journal of Kidney Disease. 2006. Hemodialysis Guidelines. Diakses dari

http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/pdf/12-50-0210_JAG_DCP_Guidelines

HD_Oct06_SectionA_ofC.pdf pada tanggal 12 Mei 2012

Astiawanti, Prima. 2008. Perbedaan Pola Gangguan Hemostasis Antara Penyakit

Ginjal Kronik Prehemodialisis Dengan Diabetes Mellitus dan Non Diabetes Mellitus. Diakses

dari http://www.pernefri.org/1-kamus-ginjal.php pada tanggal 12 Mei 2012.

Bonventre, Joseph, MD, PhD. Pathophysiology of Acute Kidney Injury. Nephrology

rounds (2007), Volume 6 Issue 7.

Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS, Longo DL,

Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison’s principle of internal medicine. Ed

16. New York: McGraw-Hill, Inc; 2005.p.1644-53.

Effendi, Ferri. 2008. Asuhan Keperawatan Acute kidney injury.

http://indonesiannursing.com/2008/07/asuhan-keperawatan-gagal-ginjal-akut/. Diakses

tanggal 1 Mei 2012

Hadi, Sjahfiri. 1996. Penatalaksaan Acute kidney injury. Dexa Media, No. 4, Vol.9,

Oktober-Desember 1996. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/94962734.pdf. Diakses

tanggal 1 Mei 2012

Hudak dan Gallo.1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume 2. Edisi 6.

Jakarta: EGC

J. M Lopez Novoa et al. Common Pathophysioogical Mechanism Of Chronic Kidney

Disease : Therapeutic Perspectives. Pharmacology & therapeutic 128 (2010) 61-81

Mehta RL, Chertow GM. Acute renal failure definitions and classification: time for

change?. J Am Soc Nephrol. 2003;14:2178-87.

Mohani CI. Diuretika pada kasus dengan oligouria. Dalam Dharmeizar, Marbun MBH,

editor. Makalah lengkap the 8th Jakarta nephrology & hypertension course and symposium on

hypertension. Jakarta: PERNEFRI; 2008.p.9-10.

Molitoris BA, Levin A, Warnock DG, et al; Acute Kidney Injury Network. Improving

outcomes from acute kidney injury. J Am Soc Nephrol. 2007;18(7): 1992-1994.

National Kidney Foundation. 2010. About CKD Guide. Diakses dari

http://www.kidney.org/atoz/atozcopy.cfm?pdflink=AboutCKDGuidePatFam.pdf pada tanggal

12 Mei 2012.33

Page 34: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

National Kidney Foundation. NKF-DOQI clinical practice guidelines for dyalisis

adequaly. Am J Kidney Dis. 1997:567-5136.

Noer, Muhammad Sjaifullah, Ninik Soemyarso. 2012. Acute kidney injury .

http://www.pediatrik.com/isi03.php?

page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-jlqk257.htm

diakses 1 Mei 2012 jam 8.00

Roesli R. Kriteria “RIFLE” cara yang mudah dan terpercaya untuk menegakkan

diagnosis dan memprediksi prognosis gagal ginjal akut. Ginjal Hipertensi. 2007;7(1):18-24.

Schrier RW, Wang W, Poole B, Mitra A. Acute renal failure: definitions, diagnosis,

pathogenesis, and therapy. J. Clin. Invest.2004;114:5-14.

Schrier RW. Renal and Electrolyte Disorders. 6th edition. Lippincolt Williams and

Willkins;2003

Scott, Eric. 2008. Identifying Acute Kidney Injury In High Risk Patients. AGE Health

MR Publication : Scotland

Sinto, Robert, Ginova Nainggolan. 2010. Acute Kidney Injury :Pendekatan Klinis dan

Tata Laksana. Majalah Kedokteran Indonesia Volume 6p Nomor : 2 Pebruari 2010

Sja’bani M. Penggunaan manitol: dampaknya pada ginjal. Dalam Dharmeizar, Marbun

MBH, editor. Makalah lengkap the 8th Jakarta nephrology & hypertension course and

symposium on hypertension. Jakarta: PERNEFRI; 2008.p.21-22.

Sutarjo B. Poliuria pada gagal ginjal akut. Dalam Dharmeizar, Marbun MBH, editor.

Makalah lengkap the 8th Jakarta nephrology & hypertension course and symposium on

hypertension. Jakarta: PERNEFRI; 2008.p.53-9.

34

Page 35: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

A. PATHOPHYSIOLOGY a. Schematic Diagram

35

Modifiable Factors

-Diabetic Mellitus

-Hypertension

-Increase Protein and Cholesterol Intake

Non-Modifiable Factors

-Hereditary

-Age greater than 60 years old

Decreased renal blood flow

Primary kidney disease

Damage from other diseasesDecreased

glomerular filtration

Serum Creatinin

e

BUN

Hypertrophy of remaining nephrons

Inability to concentrate urine

Loss of Sodium in Urine

Hyponatremia

Dilute Polyuria

Dehydration

Further loss of nephron function

Loss of nonexcretory renal function

Failure to convert inactive forms of

calcium

Failure to produce eryhtropoietin

Anemia

Pallor

Impaired insulin action

Erratic blood glucose levels

Production of lipids

Advanced atherosclerosis

Immune disturbances

Disturbances in reproduction

2a

Chronic Kidney Disease

Page 36: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

36

Calcium absorption

1

Delayed wound healing

Infection Libido

Infertility

Hypocalcemia

Osteodystrophy

Excretion of nitrogenous

waste

Uremia

BUN,

Creatinine

Uric Acid

Proteniuria

Peripheral nerve

changes

Pericarditis

CNS changes

Pruritus

Altered TasteBleeding Tendencies

Decreased sodium

reabsorption in tubule

Water Retention

Hypertension

Heart Failure

Edema

Decreased potassium excretion

Hyperkalemia

Decreased phosphate

excretion

Hyperphosphatemia

Decreased calcium

absorption

Hypocalcemia

Hyperparathyroidism

Decreased potassium excretion

Increased potassium

Decreased hydrogen excretion

Metabolic acidosis

12a

Loss of excretory renal function

Hypocalcemia

Osteodystrophy

Hyperphosphatemia

12a

Page 37: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

WOC GGA

37

Iskemia atau nefrotoksin

Pra Renal:Hipoperfusi

Intra Renal: Kerusakan sel tubulus atau glomerulus

Pasca Renal: Obstruksi/reflux

Penurunan aliran darah

Penurunan permeabilitas glomerulus

Kebocoran cairan tubulus

Obstruksi tubulus hidronefrosis

Penurunan GFR

GGA MK: AnsietasOliguri MK: Gangguan pola eliminasi urin

Retensi cairan interstisial ↑ dan pH ↓ Fase diuresis ginjal

Ekskresi kalium menurun

Peningkatan metabolit pada jaringan otot

Peningkatan metabolit pada gastrointestinal

AKI Prarenal AKI Renal AKI Pasca renal

Perubahan rasio retensi vascular ginjal sistemik

hipovolemia

Pe↓nan curah jantung

hipoperfusi ginjal

Penurunan transport O2

MK: Gangguan perfusi jaringan

Page 38: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

38

Edema paru, asidosis metabolik

Urin hipotonisMK: Ketidak

seimbangan cairan dan elektrolit

Kelelahan, kram otot ↑

Peningkatan ureum dalam saluran

cerna

MK: Gangguan pola nafas tidak

efektif

Peradangan mukosa saluran

cerna

MK: Intoleransi aktivitas

HiperkalemiPengeluaran cairan tubuh berlebih

dehidrasi

MK: Resiko Tinggi Kejang

Perubahan konduksi elektrikal jantung

Ulkus lambung

Page 39: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

39

MK: Defisit volume cairan MK: Resiko

tinggi: AritmiaMK: Penurunan Curah Jantung

Mual, muntah

Anoreksia

MK: Nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Page 40: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

WOC GGK

40

Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya penurunan fungsi nefron

Mekanisme kompensasi dan adaptasi dari nefron menyebabkan kematian nefron↑ membentuk jaringan parut dan aliran darah ginjal ↓

Detruksi struktur ginjal secara progresif

GFR↓ menyebabkan kegagalan mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit

Page 41: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

41

Penumpukan toksik uremia dalam darah

Volume cairan ↑

Hipernatremia

Hiperkalemia

pH↓

Hiperpospatemia dan

hipokalsemia

Aktifasi SRAA

Asidosis metabolik

Syndrome uremik

Hipertensi sistemik

Aritmia, Resiko tinggi kejang

Respon hiperkalemia,

kerusakan impuls saraf,

gangguan konduksi

elektrikal otot ventrikel

Respon asidosis metabolik & sindrom uremia pada sistem

saraf& pernafasan.

- Pernafasan kusmaul

- Letargi, kesadaran ↓

- Edema sel otak ↑

- Disfungsi serebral

- Neuropati perifer

Beban kerja jantung ↑

Kelebihan vol.cairan

Curah jantung ↓

MK: Penurunan curah jantung, penurunan

perfusi jaringan

MK: Gangguan pola nafas

MK: Gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit

Page 42: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

42

Respons hipokalsemia, PTH↑, Deposit kalsium tulang↓

Penurunan perfusi serebral

Osteodistrofi ginjal

MK: Perubahan proses pikir. MK: defisit neurologik

Sindroma uremik

Respon hematologi: produksi eritropetin

turun, trombositopenia

Masa hidup sel darah merah pendek,

Kehilangan sel darah merah ↑, pembekuan

darah ↓

Respon muskuloskeletal: ureum

pada jaringan otot

Restless Leg sindrom, Burning Feet sindrome,

Miopati, Kram otot, Kelemahan Fisik

Respon gastrointestinal: ureum pada saluran cerna (fetor uremik), peradangan mukosa

saluran cerna

Nafas bau amonia, Stomatitis, Ulkus

lambung

Page 43: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

43

Respon integumen: ureum pada jaringan kulit

MK: Gangguan pemenuhan seksual

MK: Gangguan konsep diri

MK: Cemas

MK: Kurang pengetahuan

Pucat, Hiperpigmentasi, Perubahan rambut dan kuku, Pruritis, Kristal

uremik, Kulit kering dan pecah, berlilin, memar.

MK: Resiko cedera

Anemia normositik

normokromik

MK: Nyeri otot

MK: Intoleransi aktivitas

Mual, muntah, anoreksi

MK: Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

Respon endokrin, Gangguan

metabolisme glukosa

Respon sistem perkemihan: kerusakan

nefron↑ , kehilangan libido

Hiperglikemia, Hipertrigliseridemia

Respon psikologis, Prognosis penyakit,

Tindakan dialisa, Koping maladaptif MK: Gangguan

integritas kulit

Page 44: MAKALAH Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Final

44