Makalah Fix
-
Upload
ariep-zumantara -
Category
Documents
-
view
60 -
download
15
description
Transcript of Makalah Fix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan dengan gangguan sistem pernapasan masih menduduki peringkat
yang tinggi sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Diantaranya adalah efusi pleura
dan emboli paru. Efusi pleura adalah salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan
Efusi pleura sendiri sebenarnya bukanlah diagnosa dari suatu penyakit melainkan hanya lebih
merupakan symptom atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan
dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan akan
membahayakan jiwa penderita. Sedangkan emboli paru adalah obstruksi salah satu arteri
pulmonal atau lebih oleh thrombus (trombi) yang berasal dari suatu tempat dalam system venosa
atau jantung sebelah kiri, yang terlepas, dan terbawa ke paru. Kondisi ini merupakan kelainan
umum yang berkaitan dengan trauma, bedah (ortopedik, pelvis, ginekologik), kehamilan,
penggunaan kontrasepsi oral, gagal jantung kongestif, usia lanjut (lebih dari 60 tahun), dan
imobilitasyang berkepanjangan. Sebagian besar trombusberasal dari vena tungkai.
Menurut WHO (2008), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat
mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan
menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di
negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000 orang. Amerika
Serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita efusi pleura terutama disebabkan
oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri.
Menurut depkes RI (2006), kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi
saluran napas lainnya. tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan keterlambatan penderita
untuk memeriksakan kesehatan sejak dini dan angka kematian akibat efusi pleura masih sering
ditemukan. Faktor resiko terjadinya efusi pleurakarena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi
yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta
sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan.
by: Anisa, Ayu, Denny1
Maka dari itu, perawat perlu mengetahui tentang penyakit efusi pleura dan emboli paru
beserta intervensi keperawatan yang dapat dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, rumusan masalah makalah ini adalah
sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan efusi pleura?
2. Apa yang menjadi etiologi dari efusi pleura?
3. Bagaimana terjadinya efusi pleura?
4. Bagaimana manifestasi klinis pada efusi pleura?
5. Sebutkan pemeriksaan diagnostic yang digunakan untuk pemeriksaan pada pasien efusi
pleura!
6. Apa komplikasi dari efusi pleura?
7. Bagaimana penatalaksaan medis dalam penanganan efusi pleura?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura?
9. Apa yang dimaksud dengan emboli paru?
10. Apa yang menjadi etiologi dari efusi pleura?
11. Bagaimana proses terjadinya emboli paru?
12. Bagaimana manifestasi klinis pada emboli paru?
13. Sebutkan pemeriksaan diagnostic yang digunakan untuk pemeriksaan pada pasien emboli
paru!
14. Apa komplikasi dari emboli paru?
15. Bagaimana penatalaksaan medis dalam penanganan emboli paru?
16. Bagaimana tindakan pencegahan dalam emboli paru?
17. Bagaimana peran penting perawat pada penanganan emboli paru?
18. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan emboli paru?
by: Anisa, Ayu, Denny2
C. Tujuan Penulisan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas perkuliahan
mata kuliah Sistem Respirasi 2. Selain itu bertujuan agar mahasiswa mengetahui penyakit
efusi pleura dan emboli paru beserta asuhan keperawatannya.
Tujuan khusus dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa dapat:
a. Mengetahui pengertian efusi pleura dan emboli paru
b. Mengetahui etiologi efusi pleura dan emboli paru
c. Mengetahui proses terjadinya efusi pleura dan emboli paru
d. Mengetahui manifestasi klinis pada efusi pleura dan emboli paru
e. Mengetahui pemeriksaan diagnostic untuk pasien dengan efusi pleura dan emboli
paru
f. Mengetahui komplikasi efusi pleura dan emboli paru
g. Mengetahui penatalaksanaan medis dalam penanganan efusi pleura dan emboli paru
h. Mengetahui proses keperawatan pada pasien efusi pleura dan emboli paru
i. Mengetahui pencegahan emboli paru
j. Mengetahui peran penting perawat dalam penanganan emboli paru.
by: Anisa, Ayu, Denny3
BAB II
PEMBAHASAN
1. EFUSI PLEURA
A. Definisi
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus.
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Price C Sylvia, 1995)
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price C Sylvia, 1995)
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam
pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
antara produksi dan absorbsi di kapiler dan pleura viseralis. (Price C Sylvia, 1995)
Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernafasan.
Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejala
atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat
cairan berlebihan di rongga pleura jika kondisi ini dibiarkan akan membahayakan jiwa
penderitanya. (Price C Sylvia, 1995)
Dari segi anatomis, permukaan rongga pleura berbatasan dengan paru sehingga
cairan pleura mudah bergerak dari satu rongga ke rongga lainnya. Dalam keadaan normal
seharusnya tidak ada rongga kosong di antara kedua pleura, karena biasanya hanya
terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak
secara teratur. Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari
cukup untuk memisahkan kedua pleura. Jika terjadi maka kelebihan tersebut akan di
by: Anisa, Ayu, Denny4
pompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga
pleura ke mediastinum. Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral pleura
parietalis, memerlukan adanya keseimbangan antara produksi cairan pleura oleh pleura
parietalis, memerlukan adanya keseimbangan antara produksi cairan pleura oleh pleura
parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Oleh karena itu, rongga pleura disebut
sebagai rongga potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit, sehingga bukan
merupakan ruang fisik yang jelas.
B. Etiologi
Penyebab efusi pleura biasa bermacam-macam seperti gagal jantung, adanya
neoplasma (carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang berasal dari organ
lain), tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni, syndrome nefrotik, hipoalbumin
dan lain sebagainya.
Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk
melumasi permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada dan
membungkus paru-paru). Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi
lagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragi.
1) Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan
normal di dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan
adalah gagal jantung kongestif. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung
kongestif (gagal jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis),
sindrom vena kava superior, tumor dan sindrom Meigs.
2) Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali
disebabkan oleh penyakit paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya,
reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang
bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.
3) Efusi Hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, dan
tuberkolosis. Penyebab lain dari efusi pleura antara lain: gagal jantung, kadar protein
darah yang rendah, sirosis, pneumonia, blastomikosis, koksidioidomikosis,
tuberculosis, histoplasmosis, kriptokokosis, abses dibawah diafragma, artritis
by: Anisa, Ayu, Denny5
rematoid, pankreatitis, emboli paru, tumor, lupus eritematosus sistemik,
pembedahan jantung, cedera di dada, obat-obatan (hidralazin, prokainamid,
isoniazid, fenitoin, klorpromazin, nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen,
prokarbazin), pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang
baik.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, difusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akn tetapi efusi bilateral ditemukan pada penyakit kegagalan jantung
kongestif, sindrom nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus sistemis, tumor dan
tuberkolosis.
C. Patofisiologi
Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura. Jumlah cairan di
rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9cmH2O.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun (misalnya
pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permebialitas kapiler akibat ada
proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan
jantung) dan tekanan negatif intrapleura apabila terjadi atelektasis paru.
Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas dalam
kavum pleura. Kemungkinan proses akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat
beberapa proses yang meliputi:
1. Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura.
2. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi
sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam
rongga pleura.
3. Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma juga memungkinkan terjadinya transudasi
cairan yang berlebihan.
by: Anisa, Ayu, Denny6
4. Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apa pun pada permukaan
pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya membran kapiler dan
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat.
Infeksi pada tuberkolosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tubercolosis yang masuk melalui saluran pernafasan menuju alveoli, sehingga terjadilah
infeksi primer. Dari infeksi primer ini, akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah
bening hilus (limfangitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permeabilitas
membrane. Permeabilitas membrane akan meningkat dan akhirnya menimbulkan
akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari
tuberkulosis paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Sebab lain dapat juga diakibatkan dari robeknya perkijauan kearah saluran getah bening
yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna vertebralis.
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi
seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh
kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik
elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis,
sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase
cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat
inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena
(gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat
pleura.
1. Efusi pleura transudat
Efusi pleura jenis ini terbentuk bila ada peninggian tekanan kapiler sirkulasi
sistemik atau penurunan tekanan onkotik plasma. Jumlah efusi pleura akan bertambah
by: Anisa, Ayu, Denny7
tinggi sampai tercapai keseimbangan yang baru dimana penyerapan kembali cairan pleura
pembentukannya. Transudat sering terbentuk bilateral. Penumpukan cairan di dalam
rongga toraks disebut juga hidrotoraks. Efusi pleura transudat dijumpai pada kelainan
ekstrapulmonal, dimana selaput pleura masih utuh dan kurang permeabel terhadap
protein. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai
peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang
menurun.
2. Efusi Pleura eksudat
Efusi pleura eksudat terbentuk karena bertambahnya permeabilitas lapisan pleura
terhadap protein. Pada efusi jenis ini bisa lebih dari 10 gr protein masuk ke dalam rongga
pleura tiap 24 jam, sehingga tekanan onkotik transpleura menurun. Proses ini akan terus
berlangsung sampai penyerapan kembali protein melalui saluran getah bening sama
dengan protein yang masuk ke dalam rongga pleura. Efusi pleura jenis eksudat
megandung protein lebih besar dari pada jenis transudat. Faktor lain yang menyebabkan
terbentuknya eksudat adalah pengurangan aliran getah bening dari ronnga pleura.
Peningkatan kadar protein di dalam rongga pleura akan lebih menambah volume cairan
pleura. Gangguan aliran getah bening akan mempermudah terjadinya efusi pleura pada
penerita keganasan atau pleuritis TB. Eksudat sering ditemukan unilaterl, berbeda dengan
transudat sering ditemukan bilateral. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh
keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein
dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya
transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.
3. Efusi Pleura Hemoragi
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberculosis paru adalah ekudat yang berisi
protein dan terdapat pada cairan pleura akibat kegagalan aliran protein getah bening.
Cairan ini biasanya serosa, namun kadang-kadang biasa juga hemoragi.
D. Pathway
by: Anisa, Ayu, Denny8
E. Manisfestasi Klinis
by: Anisa, Ayu, Denny9
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, Bila
cairan banyak, penderita akan sesak napas. ( nyeri,sesak napas )
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleura yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis
Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya
sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
2. Ultrasonografi
3. Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan,
sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada
sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah
(hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin
berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
by: Anisa, Ayu, Denny10
4. Cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel
malignan, dan pH.
5. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
G. Komplikasi
Komplikasi pada efusi pleura adalah :
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis. Keadaan ini disebut
dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang
berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan
(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan
oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis Paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
lanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura,
atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan baru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
H. Penatalaksanaan Medis
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi
melalui selang iga sekitar 500 – 1000cc. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit
dikeluarkan atau bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin
by: Anisa, Ayu, Denny11
sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik.
Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila
tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan
pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang
dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
2. Irigasi cairan garam fisiologis (NaCl ) atau larutan antiseptik (Betadine).
3. Pleurodesis (penyatuan parietalis dan viseralis): untuk mencegah terjadinya lagi
efusi pleura setelah aspirasi.
4. Torakosintesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dispnea.
Indikasinya:
Mehilangkan sesak yang ditimbulkan
Bila terapi spesifik pada primernya tidak efektif
Bila terjadi reakumulasi cairan
5. Water seal drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala
subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1-1,2 liter perlu
dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan
efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian.
by: Anisa, Ayu, Denny12
I. Asuhan Keperawatan
Pengkajian Keperawatan
Anamnesis
Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan,
pekerjaan klien, dan asuransi kesehatan.
Keluahan utama merupakan faktor utama yang mendorong klien mencari pertolongan
atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada klien efusi pleura didapatkan keluhan berupa
sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritis akibat iritasi pleura yang bersifat tajam
dan terlokalisasi terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk nonproduktif.
Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya keluhan seperti batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan menurun. Perlu juga
ditanyakan sejak kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan pula, aoakah klien pernah menderita penyakit seperti TB paru,
pneumonia, gagal jantung, trauma, asites, dan sebagainya. Hal ini perlu diketahui untuk
melihat ada tidaknya kemungkinan faktor predisposisi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
mungkin dapat menyebabkan efusi pleura seperti kanker paru, asma, TB paru dan
sebagainya.
Pengkajian Psikososial
by: Anisa, Ayu, Denny13
Pengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan klien terhadap penyakitnya,
bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana prilakunya klien terhadap tindakan yang
dilakukan kepada dirinya.
Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
Inspeksi
Peningkatan suhu dan frekuensi pernafasan yang disertai penggunaan otot bantu
pernafasan. Gerakan pernafasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal
pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit).
Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum purulen.
Palpasi
Pendorongan mediastnum kearah hemithoraks kontralateral yang diketahui dari posisi
trachea dan ictus cordis. Taktil fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang
jumlah cairannya >300 cc. di samping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan
dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Perkusi
Suara perkusi redup hingga resonan tergantung dari jumlah cairannya.
Auskultasi
Suara nafas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk, cairan
semakin ke atas semakin tipis.
B2 (Blood)
by: Anisa, Ayu, Denny14
Pada saat dilakukannya inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordis normal yang berada
pada ICS 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1cm. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung.
Palpasi dilakukan untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate) dan harus
memerhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung. Selain itu, perlu juga
memeriksa adanya thrill, yaitu getaran ictus cordis. Tindakan perkusi dilakukan untuk
menentukan batas jantung daerah mana yang terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk
menentukan apakah terjadi pergeseran jantung karena pendorongan cairan efusi pleura.
Auskultasi dilakukan untuk menentukan bunyi jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung, serta adakah murmur
yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
B3 (Brain)
Pada saati dilakukannya inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji, setelah sebelumnya
diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan apakah klien berada dalam keadaan
compos mentis, somnolen, atau koma. Selain itu fungsi-fungsi sensorik juga perlu dikaji
seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria, karena itu merupakan tanda
awal syok.
B5 (Bowel)
Pada saat inspeksi, hal yang perlu diperahatikan adalah apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu
diinspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada klien biasanya didapatkan
indikasi mual dan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
B6 (Bone)
by: Anisa, Ayu, Denny15
Hal yang perlu diperhatikan adalah edema peritibial, feel pada kedua ekstremitas untuk
mengetahui tingkat perfusi perifer, serta dengan pemeriksaan capillary refill time.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk kemudian dibandingkan antara
bagian kiri dan bagian kanan.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi foto thoraks PA cairan yang kurang dari 300cc tidak bisa terlihat.
Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukan kostrofenikus. Pada efusi
pleura subpulmonal, meskipun cairan pleura lebih dari 300cc, frenicocostalis tampak
tumpul dan diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikannya, perlu dilakukan
dengan foto thoraks lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus). Foto ini akan
memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit. Pemeriksaan radiologi foto
thoraks juga diperlukan sebagai monitor atas intervensi yang telah diberikan dimana
keadaan keluhan klinis yang membaik dapat lebih dipastikan dengan penunjang
pemeriksaan foto thoraks.
Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura melalui biopsi jalur
perkutaneus.. biopsi ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-
kuman penyakit (biasanya kasus pleuristy tuberculosa dan tumor pleura).
Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara residual ke kapasitas total paru, daan
penyakit pleura pada tuberculosis kronis tahap lanjut.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan memeriksa cairan pleura agar
dapat menunjang intervensi lanjutan. Analisis cairan pleura dapat dinilai untuk
mendeteksi kemungkinan penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil
by: Anisa, Ayu, Denny16
thorakosentesis secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan hemoragi, eksudat dan
transudat.
1. Haemorhagic pleura efusion , biasanya terrjadi pada klien dengan adanya keganasan
paru ata akibat infark paru terutama disebabkan oleh tuberculosis
2. Yellow exudate pleura efusion, terutam terjadi pada keadaan gagal jantung kongestif,
sindrom nefrotik, hipoalbuminemia dan perikarditis konstriktif.
3. clear transudat pleura efusion, sering terjadi pada klien dengan keganasan
ekstrapulmoner.
Hasil Kemungkinan Penyebab/Penyakit
Leukosit 25.000
(mm3)
Empisema
Banyak neutrofil Pneumonia, infark paru, pancreatitis, dan TB paru
Banyak limfosit Tuberkulosis, limfoma dan keganasan
Eosinofil meningkat Emboli paru, polyathritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit Mengalami peningkatan 1000-10.000 mm3, cairan tampak hemoragis,
dan sering dijumpai pada penderita pancreatitis atau pneumonia. Bila
eritrosit >100.000 mm3 menunjukkan adanya infark paru, trauma dada
dan keganasan.
Misotel banyak Jika terdapat misotel kecurigaan TB bisa disingkirkan
Sitologi Hanya 50-60% kasus-kasus keganasan dapat ditemukan keberadaan sel
ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura
lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis.
Diagnosis Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
2. ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan batuk akibat deviasi trakea
by: Anisa, Ayu, Denny17
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pertukaran oksigen dan
karbondioksida di alveoli
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan nafsu
makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penurunan struktur abdomen.
5. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas)
6. Nyeri berhubungan dengan Penekanan rongga pleura
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi oksigen ke jaringan
8. Risiko infeksi berhubungan dengan drainase limfatik terganggu
9. kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat
mengenai proses penyakit dan pengobatan.
Rencana Intervensi
Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan :
Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi klien mampu mempertahankan fungsi paru
secara normal.
Kriteria Evaluasi:
Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan berada dalam batas normal, pada pemeriksaan
Rontgen thoraks tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan bunyi nafas tterdengar jelas.
Rencana Intervensi Rasional
Identifikasi faktor penyebab Dengan mengidentifikasi penyebab, kita dapat
menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat
mengambil tindakan yang tepat.
Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman
pernafasan, serta melaporkan setiap perubahan
yang terjadi
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan
kedalaman pernafasan kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan kondisi klien.
Baringkan klien dalam posisi yang nyaman,
dalam posisi duduk, dengan kepala tempat
tidur ditinggikan 60-90° atau mringkan kearah
Penurunan diafraggma dapat memperluas
daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal.
by: Anisa, Ayu, Denny18
sisi yang sakit. Miring kearah sisi yang sakit dapat
menghindari efek penekanan gravitasi cairan
shingga ekspansi dapat maksimal.
Observasi tanda-tanda vital (nadi dan
pernafasan)
Peningkatan frekuensi nafas dan takikardi
merupakan indikasi adanya penurunan fungsi
paru.
Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam Auskultasi dapat menentukan kelainan suara
nafas pada bagian paru.
Batu dan ajarkan klien untuk batuk dan nafas
dalam yang efektif.
Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau
nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta
abdomen membuat batuk lebih efektif.
Kolaborasi dengan tim medis lain untuk
pemberian O2 dan obata-obatan serta foto
thoraks
Pemberian O2 dapat menurunkan beban
pernapasan dan mencegah terjadinya sianosis
akibat hipoksia.
Dengan foto thoraks, dapat dimonitor
kemajuan dari berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang paru.
Kolaborasi untuk tidakan thorakosentesis Tindakan thorakosentesis atau fungsi pleura
bertujuan untuk menghilangkan sesak nafas
yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam
rongga pleura.
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan batuk akibat deviasi trakea
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi, bersihan jalan nafas kembali
efektif.
Criteria Evaluasi :
Klien mampu melakukan batuk efektif
Pernafasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunanan otot bantu nafas. Bunyi nafas
normal, Rh-/- dan pergerakan pernapasan normal
by: Anisa, Ayu, Denny19
Rencana Intervensi Rasional
Kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, kecepatan,
irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu
nafas)
Penurunan bunyi nafas menunjukkan
atelektasis, ronkhi menunjukkan akumulasi
secret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi
yang selanjutnya dapat menimbulkan
penggunaan otot bantu pernafasan dan
meningkatkan kerja pernafasan.
Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat
kateter dan volume sputum
Pengeluaran akan sulit bila secret sangat kental
(efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat)
Berikan posisi semiflower tinggi dan bantu
klien latihan nafas dalam dan batuk efektif
Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru
dan menurunkan upaya bernafas. Ventilasi
maksimal membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan secret ke dalam jalan
nafas besar untuk dikeluarkan
Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500ml
/hari kecuali tidak diindikasikan
Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan
secret dan mengefektifan pembersihan jalan
nafas.
Bersihan secret dari mulut dan trachea, bila
perlu lakukan suction
Mencegah obstruksi dan aspirasi. Pengisapan
dilakukan bila klien tidak mampu
mengeluarkan secret. Eliminasi lender dengan
suction sebaiknya dilakukan dalam jangka
waktu kurang dari 10 menit, dengan
pengawasan efek samping suction
Kolaborasi pemberian obat indikasi : antibiotic Pengobatan antibiotik yang ideal adalah
dengan adanya dasar dari tes uji resistensi
kuman terhadap jenis antibiotic sehingga lebih
mudah mengobati
Agen mukolitik Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan
perlengketan secret paru untuk pemudahan
pembersihan
Bronkodilator: jenis aminofilin via intravena Bronkodilator meningkatkan diameter lumen
by: Anisa, Ayu, Denny20
percabangan trakheobonkial sehingga
menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
Kortikosteroid Kortikosteroid berguna pada hipoksemia
dengan keterlibatan luas dan bila reaksi
inflamasi mengancam kehidupan.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pertukaran oksigen dan
karbondioksida di alveoli
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi, pertukaran gas efektif
Criteria Evaluasi :
Menunjukkan ventilasi adekuat/oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal
Menunjukkan perbaikan tidak adanya gejala distres normal
Rencana Intervensi Rasional
Catat frekunsi dan kedalaman
pernapasan,penggunaan otot bantu, napas bibir.
Takipnea dan Dispnea menyertai obtruksi paru.
Kegagalan penapassan lebih berat menyertai
kehilangan paru unit fungsional dari sedang
sampai berat.
Auskultasi paru untuk penurunan/tidak adanya
bunyi napas dan adanya bunyi tambahan misal
krekels
Area yang tak terventilasi dapat
diidenifikasikan dengan tak adanya bunyi
napas. Krekels terjadi pada jaringan terisi
cairan/jalan napas dapat menunjukan
dekompensasi
Observasi keabu-abuan menyeluruh dan
sisanosis pada ‘jaringan hangat’ seperti daun
telinga,bibir,lidah dan membran lidah.
Menunjukan hipoksemia sistemik.
Lakukan tindakn untuk
memperbaiki/mempertahankan jalan napas
misalnya batuk, pengisapan
Jalan napas lengket/kolaps menurunkan jumlah
alveoli yang berfungsi secara negatif
mempengaruhi pertukaran gas.
by: Anisa, Ayu, Denny21
Tinggi kepala tempat tidur sesuai sesuai
kebutuhan/toleransi pasien.
Meningkatkan ekspansi dada maksimal
membuat mudah bernapas,yang meningkatkan
kenyamanan fisiologi/psikologis
Awasi tanda vital Takikardia,takipnea,dan perubahan pada TD
terjadi dengan beratnya hipoksemia dan
asidosis.
Kaji tingkat kesadaran/perubahan mental. Hipoksemia sistemik dapat ditunjukan pertama
kali oleh gelisah dan peka rangsang kemudian
oleh penurunan mental progesif.
Kaji toleransi aktivitas misal keluhan
kelemahan/kelelahan selama berbagai kerja
atau tanda vital berubah. Dorong periode
istirahat dan batasi aktivitas sesuai toleransi
pasien.
Hipoksemia menurunkan kemampuan untuk
berpatisipasi dalam aktivitas tanpa dispnea
berat,takikardia, dan disritmia dan
kemungkinan hipotensi. Parameter ini
membantu dalam menentukan respon pasien
terhadap aktivitas ynag diinginkan dan
kemampuan berpartisipasi dalam perawattan
diri.
Awasi sering GDA/nadi oksimetri Hipoksemia ada pada berbagai derajat
tergantung pada jumlah obtruksi jalan napas,
fungsi kardiopulmonal,dan ada tidak
syok.valkalosis repiratori dan asidosis
metabolik dapat juga terjadi.
Berikan oksigen dengan metode yang tepat Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk
pertukaran gas. Oksigen biasanya diberikan
dengan kanula nasal pada obstruksi paru
sebagian.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan nafsu
by: Anisa, Ayu, Denny22
makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penurunan struktur abdomen.
Tujuan : nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi
Criteria Evaluasi :
Menunjukan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan.atau mempertahankan
berat yang tepat.
Rencana Intervensi Rasional
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat
ini,. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi
berat badan dan ukuran tubuh
Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia
karena dispnea, produksi sputum, dan obat.
Selain itu, banyak pasien PPOM mempunyai
kebiasaan yang makan buruk, meskipun
kegagalan pernapasan membuat status
hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan
kalori. Sebagai akibat pasien sering masuk RS
denagn beberapa derajat malnutrisi. Orang
yang mengalami emfisema sering kurus
dengan perototan kurang.
Auskultasi bunyi usus Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukan
penurunan motilitas gaster dan konstipasi
(komplikasi umum) yang berhubungan dengan
pembatasan pemasukan cairan, pilihan
makanan buruk, penurunan aktivitas, dan
hipoksemia.
Berikan perawatan oral sering, buang sekret,
berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan
tisu.
Rasa tak enak, bau da penampilan adalah
pencegahan utama terhadap nafsu makan dan
dapat membuat mual dan muntah dengan
peningkatan kesulitan napas
by: Anisa, Ayu, Denny23
Dorong periode istirahat semalam 1 jam
sebelum dan sesudah makan. Berikan makan
porsi kecil tapi sering
Membantu menurunka kelemahan dalam waktu
makan dan memberikan kesempatan untuk
meningkatkan masukan kalori total.
Hindari makanan penghasil gas dan minuman
karbonat
Dapat menghasilkan distensi abdomen yang
mengganggu napas abdomen dan pernapsan
diafragma, dan dapat meningkatakan dispnea.
Hindari makanan yang sangat panas dan sangat
dingin
Suhu ekstrem dapat mencetuskan
/meningkatkan spasme batuk.
Timbang berat badan sesuai indikasi. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori,
menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi. Catatan :
penurunan berat badan dapat berlajut,meskipun
masukan adekuat sesuai teratasinya edema
Kolaborasi
Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk
memberikan makanan yang mudah dicerna,
secara nutrisi seimbang, mis.,nutrisi tambahan
oral/selang, nutrisi parental.
Metode makan dan kebutuhan kalori didasari
pada situasi/kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal dengan upaya
minimal pasien/penggunaan energy
Kaji pemeriksaan laboratorium, mis.,albumin
serum, transferin, profil asam amino, besi,
pemeriksaan kesimbangan nitrogen, glukosa
pemeriksaan fungsi hati, elektrolit.
Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai
dengan indikasi
Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan
mengawasi kefektifan terapi nutrisi.
Berikan oksigen tambahan selama makan
sesuai indikasi
Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi
untuk makan meningkatkan masukan.
Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
by: Anisa, Ayu, Denny24
(ketidakmampuan untuk bernafas)
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi, pasien tidak merasa cemas
Criteria Evaluasi :
Melaporkan ansietas hilang atau menurun sampai tingkat yang dapat ditangani.
Penampilan rileks dan istirahat/tidur dengan tepat
Rencana Intervensi Rasional
Catat derajat ansietas. Informsikan
pasien/orang terdekat bahawa perasaannya
normal dan dorong mengekspresikan perasaan
Pemahaman bahwa perasaan (dimana
berdasarkan situasi stres ditambah
ketidakseimbangan oksigen yang mengancam)
normal dapat membantu pasien meningkatakan
beberapa perasaan kontrol emosi.
Jelaskan proses penyakit dan prosedur dalam
tingkat kemampuan pasien untuk memahami
dan menangani informasi. Kaji situasi saat ini
dan tindakan yang diambil untuk mengatasi
masalah
Menghilangkan ansietas karena ketidaktahuan
dan menurunkan takut tentang keamanan
pribadi. Pada fase dini penjelasan perlu diulang
dengan sering dan singkat karena pasien
mengalami penurunan lingkup perhatian
Tinggal dengan pasien atau membuat
perjanjian engan seseorang untuk menunggu
selama serangan akut
Membantu dalam menurunkan ansietas yang
berhubungan dengan penolakan adanya
dispnea barat/perasaan yang mau pingsan
Berikan tindakn kenyamanan mis,. Pijatan
punggng, perubahan posisi
Alat untuk menurunkan stres dan perhatian tak
langsung untuk meningkatkan relaksasi dan
kemampuan koping
Bantu pasien untuk mengindentifikasiperilaku
membantu mis., posisi yang nyaman fokus
bernapas, teknik relaksasi
Memberikan pasien tndakan mengontrol untuk
menurunkan ansietas dan tegangan otot
Dukung pasien/orang terdekat dalam menerima
realita situasi,khususnya untuk periode
penyembuhan yang lama. Libatkan pasien
dalam perencanaan dan partisipasi dalam
perawatan
Mekanisme koping dan partisipasi dalam
program pengobatan mungkin meningkatkan
belajar pasien untuk menerima hasil yang
diharapkan dari penyakit dan meningkatkan
beberapa rasa control
Kembangkan program aktivitas dalam batas Memberikan kesehatan unuk membentuk
by: Anisa, Ayu, Denny25
kemampuan fisik energi dan perasaan.
Waspadai untuk perilake diluar kontrol atau
peningkatan disfungsi kardiopulmonal, mis,.
Memburuknya dispnea dan takikardia
Pengembangan dalam kapasitas amsietas
memerlukan evaluasi lanjut dan kemungkinan
intervensi dengan obat antiansietas.
Nyeri berhubungan dengan penekanan rongga pleura
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi, pasien tidak mengeluh nyeri
Criteria Evaluasi :
Menyatakan nyeri hilang/terkontrol
Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningktan aktivitas dengan tepat
Rencana Intervensi Rasional
Tentukan karakteristik nyeri,mis., tajam,
konstan, ditusuk. Selidiki perubahan
karakter/lokasi/intensitas nyeri.
Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa
derajat
Pantau tanda vital Perubahan frekuensi jantung atau TD
menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri,
khusunya bila alasan lain untuk perubahan
tanda vital telah terlihat.
Berikan tindakan nyaman, mis., pijatan
punggung, perubahan posisi, music
tenang/perbincangan, relaksaasi/latihan nafas.
Tindakan non-analgesik diberikan dengan
sentuhan lembut dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi
analgesic.
Tawarkan pembersihan mulut dengan sering Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat
mengiritasi dan mengeringkan membrane
mukosa, potensial ketidaknyaman umum.
Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik
menekan dada selama episode batuk
Alat untuk mengontrol ketidaknyaman dada
sementara meningktakan keefektifan upaya
batuk.
Kolaborasi: Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk
nonprodutif /paroksismal atau menurunkan
by: Anisa, Ayu, Denny26
Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi. mukosa berlebihan, meningkatkan
kenyamanan/istirahat umu
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi oksigen ke jaringan
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi, pasien bebas beraktivitas
Criteria Evaluasi :
Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat dengan tak
adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan tanda vital dalam rentang normal
Rencana Intervensi Rasional
Evaluasi repons pasien terhadap aktivitas.
Catat laporan dispnea, peningktan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital
selama dan setelah aktivitas.
Penurunan bunyi nafas menunjukkan
atelektasis, ronkhi menunjukkan akumulasi
secret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi
yang selanjutnya dapat menimbulkan
penggunaan otot bantu pernafasan dan
meningkatkan kerja pernafasan.
Berikan lingkungan tenang dan batasi
pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Dorong penggunaan manajemen stress dan
pengalih yang tepat
Pengeluaran akan sulit bila secret sangat kental
(efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat)
Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana
pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat
Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru
dan menurunkan upaya bernafas. Ventilasi
maksimal membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan secret ke dalam jalan
nafas besar untuk dikeluarkan
Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk
istirahat dan/untuk tidur
Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan
secret dan mengefektifan pembersihan jalan
nafas.
Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Berikan kemajuan peningkatan aktivitas
selama fase penyembuhan.
Mencegah obstruksi dan aspirasi. Pengisapan
dilakukan bila klien tidak mampu
mengeluarkan secret. Eliminasi lender dengan
by: Anisa, Ayu, Denny27
suction sebaiknya dilakukan dalam jangka
waktu kurang dari 10 menit, dengan
pengawasan efek samping suction
Risiko infeksi berhubungan dengan drainase limfatik terganggu
Tujuan : Agar tidak terjadi infeksi berulang
Criteria Evaluasi :
Menunjukan pemahaman faktor resiko individu
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi
Menunjukan teknik untuk meningktakan lingkungan yang aman
Rencana Intervensi Rasional
Catat faktor resiko terjadinya infeksi Intubasi, ventilasi mekanik lama,
ketidakmampuan umum, melnutrisi, usia, dan
prosedur invasif adalah faktor dimana pasien
potensial mengalami infeksi dan lama sembuh.
Kesadaran akan faktor resiko memberikan
kesempatan untuk membatasi efeknya
Observasi warna/bau/karakteristik sputum.
Catat drainase sekitar selang trakeostomi
Kuning/hijau, sputum berbau purulen
menunjukan infeksi, sputum kental, lengket
diduga dehidrasi
Turunkan faktor resiko nosokominal melalui
cuci tangan yang tepat pada semua
perawat,mempertahankan teknik penghisapan
steril
Faktor ini paling sederhana tetapi paling
penting untuk mencegah infeksi di rumah sakit
Dorong napas dalam, batuk, dan sering ubah
posisi
Memaksimalkan ekspansi paru dan
memoilisasi sekret untuk
mencegah/menurunkan atelektasis dan
akumulasi sekret kental.
Adanya ronki/mengi diduga ada tahanan sekret
yang perlu pengeluaran/penghisapan
Awasi/batasi pengunjung. Hindari kontak Individual telah dipengaruhi dan berada pada
by: Anisa, Ayu, Denny28
dengan orang dengan orang saluran napas atas resiko tinggi mengalami infeksi.
Anjurkan pasien menyiakan wadah sekali
pakai untuk sputum contoh tisu,balutan
trakeostomi
Menurunkan tranmisi organisme melalui cairan
Berikan isolasi pernapasan bila diindikasikan Tergantung pada diagnosis khusus pasien yang
memerlukan perlindungan dari orang lain atau
harus mencegah transmisi infeksi keorang lain.
(mis., tuberkolosis)
Pertahankan dehidrasi adekuat dan nutrisi.
Dorong cairan 2500 ml/hari dalam toleransi
jantung
Membantu memperbaiki tahanan umum untuk
penyakit dan menurunkan resiko infeksi dari
statis dekret.
Dorong perawatan diri/aktivitas sampai batasan
toleransi. Bantu dengan program latihan
bertahap.
Memperbaiki kesehatan umum dan regangan
otot dan dapat merangsang perbaikan sistem
imun.
Kolaborasi:
Ambil kultur sputum sesuai indikasi
Diperlukan untuk mengidentifikasi patogen
dan antimikrobial yang tepat.
Berikan antimikrobial sesuai indikasi Satu atau lebih agen dapat digunkan tergantung
pada identifikasi patogen bila infeksi terjadi
Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses
penyakit dan pengobatan
Tujuan : pasien mengetahui proses penyakit dan pengobatannya
Criteria Evaluasi :
Menyatakan pemahaman proses penyakit,kemungkinan komplikasi dan tindakan untuk
mencegah kekambuhan
Mengidentifikasi potensial faktor risiko terapi dan tanda/gejala yang memerlukan intervensi
Rencana Intervensi Rasional
Tekankan penting mengikuti jadwal pengobtan
yang diberikan
Antikoagulan dapat diperlukan selama 6
minggu-6 bulan selama episode awal.
Menggunakan obat pada waktu yang sama tiap
hari dengan jumlah yang diresepkan membantu
by: Anisa, Ayu, Denny29
mempertahankan antikoagulan serum pada
kadar dalam rentang terapeutik sempit.
Beri tahu pasien untuk waspada terhadap
perdarahan dari membran mukosa (hidung dan
gusi), kemerahan berat setelah trauma minimal,
terjadinya petekie, perdarahan berlanjut dari
terpotong tau tertusuk
Tanda memanjangnya waktu pembekuan yang
menunjukan kebutuhan untuk penurunan atau
penghentian terapi koagulan
Identifikasi faktor keamanan yang tepat, mis.,
menggunakan pisau cukur elektrik;menyikat
gigi dan gusi dengan perlahan; hindari
peniupan hidung dengan kuatdan menggaruk
atau menggesek kulit
Memapukan pasien untuk menghindari trauma
yang menimbulkan perdarahan.
Diskusi penting melaporkan pengawasan
jadwal pemerikasaan laboratorium dan
kunjunagn dokter
Pengawasan medik penting bila terapi
antikoagulan mungkin terganggu/dihentikan
tergantung informasi yang didapat.
Anjurkan menghindari ketidakaktifan , mis.,
duduk atau berdiri dalam waktu lebih dari 1
jam; menggunakan baju ketat; menggunakan
dan melepas soking dengan tepat
Menrunkan pengumpalan vena dan resiko
pembentukan thrombus
Diskusi alasan untuk menginformasikan dokter
gigi dan pemberi perawatan lain tentang anti
koagulan dan menghilangkan menggunakan
obat baru(termasuk yang dijual bebas) tanpa
ditanyakan pada pemberi perawatan kesehatan
Diperlukan untuk menghentikan sementara
prosedur atau memilih terapi antikoagulan
yang menurunkan risiko perdarahan. Obat
seperti antasida, antihistamin, dan vitamin C
dapat menurunkan efek Coumadin. Alkohol,
amtibiotik dan ibuprofen dapat meningkatkan
efek Coumadin.
Doromg pasien untuk menggunakan gelag
identifikasi
Mewaspadakan petugas darurat bahwa pasien
menggunaka antikoagulan
Waspada Medik Pencegahan terutama berhubungan dengan
pasien yang mengalami imobilasasi berat,
mengalami tromboflebitis berulang,atau
by: Anisa, Ayu, Denny30
menglami riwayat paru berulang
Diskusikan dan berikan daftar tertulis
tanda/gejal untuk dilaporkan kedokter,mis.,
dispnea berat takipnea dan nyeri dada,
kelemahan berat, peningkata berat badan yang
tak dapat dijelaskan, edema dependen,sesak
napas
paru dapat mencetuskan disritmia seperti
fibrilasi atrial/getaran
Nyeri betis/pembengkakan Trombolflebitis dapat terjadi berulang dan
mencetuskan EP
2. EMBOLI PARU
A. Definisi
Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total sirkulasi arteri
pulmonalis atau cabang – cabang akibat tersangkutnya Emboli thrombus atau Emboli yang lain.
Penyumbatan Arteri pulmonalis oleh suatu embolus biasanya terjadi secara tiba – tiba. Suatu
Emboli biasanya merupakan gumpalan darah (Trombus), tetapi biasa juga berupa lemak, cairan
by: Anisa, Ayu, Denny31
ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara yang akan mengikuti aliran darah
sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat
memberikan darah dalam jumlah yang memadai kejaringan paru – paru yang terkena sehingga
kematian jaringan bisa dihindari tetapi bila yang tersumbat adalah pumbuluh yang sangat besar
atau orang memiliki kelainan paru – paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak
mencukupi untuk mencegah kematian paru – paru.
Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat di minimalkan. Gumpalan
yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang
ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak. Emboli paru adalah
obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonalis oleh trombus yang berasal dari suatu tempat.
Embolisme pulmonal tersebut mengacu pada obstruksi salah satu arteri pulmonal atau lebih oleh
thrombus (trombi) yang berasal dari suatu tempat dalam system venosa atau jantung sebelah kiri,
yang terlepas, dan terbawa ke paru. Kondisi ini merupakan kelainan umum yang berkaitan
dengan trauma, bedah, kehamilan, dan imobilitas yang berkepanjangan. Sebagian besar trombus
berasal dari vena tungkai.
Emboli Paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus,
yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa
juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang
akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.
Embolisme paru merupakan keadaan pada satu atau lebih arteri pulmonal oleh thrombus yang
berasal dari suatu tempat dalam sistem vena atau pada jantung sebelah kanan. Embolisme paru
adalah gangguan umum dan sering berkaitan dengan trauma, bedah (ortopedi, pelvis,
ginekologi), kehamilan, gagal jantung kongestif, usia lanjut (lebih dari 60 tahun), dan imobilisasi
berkepanjangan. Embolisme paru juga dapat terjadi pada individu yang tampaknya sehat.
Emboli paru terjadi apabila suatu embolus, biasanya merupakan bekuan darah yang
terlepas dari perlekatannya pada vena ekstremitas bawah, lalu bersirkulasi melalui pembuluh
darah dan jantung kanan sehingga akhirnya tersangkut pada arteri pulmonalis utama atau pada
salah satu percabangannya.
by: Anisa, Ayu, Denny32
B. Etiologi
Emboli paru berasal dari :
a. thrombus vena ekstremitas inferior (terbanyak)
b. thrombus dari ruang atrium kanan
c. focus sepsis dari endokarditis trikuspidalis, flebitis ekstremitas inferior, tromboflebitis
daerah pelvis, infeksi gigi, flebitis supuratif karena pemakaian kateter vena, dan alat pacu
yang terinfeksi.
d. tumor tanpa adanya thrombosis intravena.
e. atero-emboli dari aneurisma aorta abdominalis
f. cairan amnion
g. lain-lain seperti lemak, udara, sumsum tulang, jaringan tropoblas dan desidua, parasit,
akibat tindakan katerisasi jantung, emboli merkuri, dan jaringan otak yang terdapat pada
trauma. Jumlah emboli udara sebesar 100-150 cc sudah dapat menyebabkan kematian.
Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di tungkai
atau panggul. Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan ketuban atau
gumpalan parasit maupun sel tumor.
Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang disebut
trombosis vena dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah mengalir lambat atau
tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang berada dalam satu
posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika orang tersebut bergerak kembali, gumpalan
tersebut dapat hancur, tetapi ada juga gumpalan darah yang menyebabkan penyakit berat bahkan
kematian.
Ada 3 faktor utama yang menyebabkan emboli paru, yaitu :
1. Darah
Darah yaitu cairan yang terdiri atas plasma, sel-sel merah dan putih yang mengalir dalam
pembuluh darah manusia atau binatang.Jika pada tubuh manusia mengalami pendarahan
atau perdarahan maka akan merangsang pengeluaran zat beku darah ( fibrinogen ).
by: Anisa, Ayu, Denny33
2. Udara
Udara yaitu campuran dari berbagai gas yang tidak berwarna dan tidak berbau ( seperti
oksigen, nitrogen 0 yang memenuhi ruang di atas bumi ini seperti yang kita hirup bila kita
bernafas.
3. Lemak
Minyak yang melekat pada daging, terdapat pada kulit yang bertindak sebagai pelindung
kulit terhadap rangsangan kimia dan jasad renik, pada punggung timbunan lemak
sepanjang punggung yang merupakan salah satu kriteria kualitas karkas.
Dari ke tiga faktor di atas, maka dapat menimbulkan beberapa penyebab lain yang
mengakibatkan terjadinya emboli paru. Penyebabnya yaitu :
1. Luka Bakar
Luka bakar dapat menyebabkan emboli paru karena adanya perlukaan di jaringan tubuh
yang mengakibatkan rusaknya penbuluh darah dan pada darah terjadi trombus.
Kemudian trombus ikut masuk dalam aliran darah melalui pembuluh darah yang rusak.
Aliran pembuluh darah mengalirkan darah menuju jantung ( pembuluh darah vena )
dari vena masuk ke jantung ( atrium kanan, ventrikel kanan ) dari jantung mengalir ke
paru melalui a. Pulmonalis dan terjadi sumbatan di arteri pulmonalis yang menuju ke
paru-paru.
2. Persalinan
Persalinan adalah salah satu penyebab terjadinya emboli paru. Dapat dikarenakan
apabila pada saat persalinan mengalami banyak perdarahan, dan merangsang
pembentukan fibrinogen. Akibat terlalu banyak pembentukan fibrinogen dapat
menyebabkan trombosis. Pada akhirnya trombus ikut mengalir bersama aliran darah
vena.
3. Pembedahan
Pembedahan merupakan suatu proses, perbuatan, atau cara membedah. Proses
pembedahan kadang kala menyebabkan pendarahan, dan dapat membentuk trombus.
Kemudian trombus mengalir bersama aliran darah pada penbuluh darah vena yang
menuju jantung.
4. Patah tulang tungkai
by: Anisa, Ayu, Denny34
Patah tulang tungkai dapat menyebabkan terputus atau rusaknya jaringan tulang yang
mengakibatkan sumsum tulang terurai. Pada peristiwa patah tulang tungkai juga
menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan uraian sumsum tulang masuk dalam
pembuluh darah. Masuknya sumsum tulang dalam pembuluh darah, terbawa oleh aliran
darah yang menuju jantung.
5. Struke
Struke dapat terjadi karena adanya trobus atau trombosis, perdarahan mendadak yang
mengenai pasokan darah serebral. Akibatnya dapat menyebabkan suplay O2 ke otak
berkurang sehingga terjadi hipoxia jaringan otak dan penurunan keseimbangan.
6. Obesitas
Obesitas yaitu penumpukan lemak yang berlebih di dalam tubuh atau sering orang
menyebut kegemukan. Dapat pula diartikan kelainan nutrisi yang sering dijumpai dan
ditandai oleh penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Definisinya bervariasi kendati
indeks massa tubuh yang melebihi 30 diterima sebagai kriteria obesitas oleh banyak
ahli. Oleh karena itu, berdasarkan definisi obesitas di atas peningkatan lemak yang
berlebih di dalam tubuh dapat menyebabkan ateroma, dan ateroma bisasaja ikut
terbawa oleh aliran darah vena yang mengalir menuju jantung.
Ketika trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang rugi alveola
membesar karena area, meski terus mendapat ventilasi, menerima aliran darah sedikit atau tidak
sama sekali. Selain itu sejumlah substasi yang dilepaskan dari bekuan dan menyebabkan
pembuluh darah dan bronkiolus berkontriksi.
Reaksi ini bersamaan dengan ketidak seimbangan ventilasi-perfusi, menyebabkan
sebagian darah terpirau ( tidak ada pertukaran gas yang terjadi ) dan mengakibatkan penurunan
kadar O2 dan peningkatan CO2.
Konsekuensi hemodinamik adalah peningkatan tahan vaskular paru akibat penurunan
ukuran jaring-jaring vaskular pulmonal, mengakibatkan peningkatan tekanan arteri pulmonal
dan, pada akhirnya meningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah
pulmonal.
Bila kebutuhan kerja ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal
ventrikel kanan, yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok.
by: Anisa, Ayu, Denny35
C. Patofisiologi
Kebanyakan emboli paru terjadi akibat lepasnya thrombus yang berasal dari pembuluh
vena di ekstremitas inferior. Thrombus terbentuk dari beberapa elemen sel dan fibrin-fibrin yang
yang kadang-kadang berisi protein plasma seperti plasminogen. Thrombus dapat berasal dari
pembuluh arteri dan pembuluh vena. Thrombus arteri terjadi karena rusaknya dinding pembuluh
arteri (lapisan bagian dalam), sedangkan thrombus vena terjadi karena perlambatan aliran darah
dalam vena tanpa adanya kerusakan dinding pembuluh darah.
Thrombus vena dapat berasal dari pecahan thrombus besar yang kemudian terbawa oleh
aliran vena. Biasanya thrombus vena ini berisi partikel-partikel seperti fibrin (terbanyak),
eritrosit, dan trombosit. Ukurannya dari beberapa millimeter saja sampai sebesar lumen vena.
Biasanya thrombus semakin bertambah oleh tumpukan thrombus lain yang kecil-kecil. Adanya
perlambatan (stasis) aliran darah vena semakin mempercepat terbentuknya thrombus yang lebih
besar, sedangkan adanya kerusakan dinding pembuluh vena (misalnya pada operasi rekonstruksi
vena femoralis) jarang menimbulkan thrombus vena.
Hiperkogubilitas juga amat berpengaruh dalam pembentukan thrombus. Disini terjadi
aktivasi terhadap faktor koagulan oleh kolagen, endotoksin dan prokoagulan daru jaringan
malignansi sehingga tromboplastin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah dan thrombus mudah
terbentuk. Keadaan ini sering ditemukan pada persalinan, operasi dan trauma pada organ-organ
tubuh. Faktor lain juga mempercepat terjadinya thrombus adalah hiperagresi trombosit.
Pada embolisme paru terdapat dua keadaan sebagai akibat obstruksi pembuluh darah,
yakni terjadinya vasokonstriksi da bronkokontriksi, sehingga sistem perfusi dan ventilasi
jaringan paru terganggu. Bronkokontriksi setempat yang terjadi bukan saja akibat berkurangnya
aliran darah tetapi juga karena berkurangnya bagian aktif permukaan jaringan paru dan terjadi
pula pengeluaran histamine dan 5-hidroksi isoptamin yang dapat membuat vasokonstriksi dan
bronkokontriksi bertambah berat. Akibatnya terjadi kenaikan dead space dan reaksi
kardiovaskular berpa penurunan aliran darah ke paru dan meningkatnya tekanan arteri
pulmonalis, dilatasi atrium dan ventrikel kanan, serta menurunnya curah jantung dan kemudian
dapat terjadi infark paru.
by: Anisa, Ayu, Denny36
Konskuensi hemodinamik adalah peningkatan tahanan vascular paru akibat penurunan
ukuran jarring-jaring vascular pulmonal, mengakibatkan peningkatan tekanan arteri pulmonal,
dan pada akhirnya meningktakan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah
pulmonal. Jika kebutuhan kerja ventrikel kanan melebihi kapasitasnya akan terjadi gagal
ventrikel kanan yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok.
Emboli mengembara dari tempat terbentuknya melewati jantung kanan dan tersangkut
dalam vaskulatur pulmonal. Aliran darah tersumbat sehingga manyebabkan hipoksia jaringan
setempat dan pada akhirnya penurunan dalam jaring-jaring vascular pulmonal. Pembuluh
pulmonary mengalami vasokonstriksi dalam berespons terhadap hipoksia. Ketidakseimbangan
rasio V/Q (ventilasi lebih besar dari perfusi) menyebabkan hipoksemia arteri.
Jika embolus tidak menyebabkan infark, maka bekuan dilarutkan oleh system fibrolitik
dan fungsi pulmonal kembali normal. Jika terjadi infark, maka bidang paru yang terkena
menyusut dan membentuk jaringan parut.
Jika embolus menyumbat pembuluh darah besar, maka individu mengeluh nyeri
mendadak, tajam pada abdomen atas atau torakik dan mengalami dispnea, batuk sangat hebat,
dan hemoptisis; dapat terjadi syok sangat cepat.
Ukuran arteri pulmonalis dan jumlah emboli menentukan keparahan gejala. Dampak atau
efek dari embolus bergantung pada keluasan aliran darah pulmonal yang tersumbat, ukuran
pembuluh darah yang terkena, dan sifat dari embolus. Emboli pulmonal dapat terjadi sebagai
berikut:
1. Oklusi massif, embolus menyumbat bagian utama sirkulasi pulmonal (spt. Embolus
arteri pulmonary besar).
2. Embolus dengan infark, embolus yang cukup besar untuk menyebabkan infark
(kematian) dari suatu bagian jaringan paru.
3. Embolus tanpa infark, embolus yang tidak cukup berat untuk menyebabkan cedera paru
yang permanen.
4. Emboli pulmonal multipel, yang mungkin bersifat kronis atau kambuhan
by: Anisa, Ayu, Denny37
D. Pathway
by: Anisa, Ayu, Denny38
E. Manifestasi Klinis
Emboli yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi sering menyebabkan sesak
nafas. Sesak mungkin merupakan satu-satunya gejala, terutama bila tidak ditemukan adanya
infark.
Penting untuk diingat, bahwa gejala dari emboli paru mungkin sifatnya samar atau
menyerupai gejala penyakit lainnya:
1. batuk (timbul secara mendadak, bisa disertai dengan dahak berdarah)
2. sesak nafas yang timbul secara mendadak, baik ketika istirahat maupun ketika sedang
melakukan aktivitas
by: Anisa, Ayu, Denny39
3. nyeri dada (dirasakan dibawah tulang dada atau pada salah satu sisi dada, sifatnya tajam
atau menusuk)
4.nyeri semakin memburuk jika penderita menarik nafas dalam, batuk, makan atau
membungkuk
5. perubahan pola nafas
6. denyut jantung cepat (takikardia).
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik
Mengingat gejala embolisme paru yang beragam, maka pemeriksaan diagnostik perlu dilakukan
untuk membedakannya dengan gejala penyakit lainnya. Thrombosis vena profunda sangat
berkaitan dengan terjadinya emolisme paru. Pemeriksaan diagnostrik mencakup Rontgen
thoraks, EKG, pemeriksaan vascular perifer, pletismografi imfedans, gas darah aarteri,
pemindaian ventilasi-perfusi, dan angiografi pulmonal.
1. Radiologi
Hasil rontgen thoraks biasanya normal tetapi dapat menunjukkan adanya pneumokonstriksi,
infiltrate, atelektasis, elevasi diafragma pada sisi yang sakit, atau dilatasi besar arteri pulmoner
dan efusi pleura.
2. CT Scan
Hasil pemindaian perfusi paru memperlihatkan adanya penurunan atau tidak adanya aliran darah.
Hasil pemindaian ventilasi juga menunjukkan adanya abnormalitas perfusi. Jika terdapat
ketidakcocokan ventilasi-perfusi (V/Q), probabilitas embolisme paru adalah tinggi. Jika
pemindaian paru tidak definitive, angiografi pulmonal akan menegakkan diagnosis embolisme
paru.
3. Analisa Gas Darah
by: Anisa, Ayu, Denny40
Biasanya pada klien dengan embolisme paru didapatkan tekanan PO2 yang rendah, tapi tidak
jarang pula tekanan PO2 tersebut lebih rendah dari 80 mmHg. Tekanan PCO2 tidak begitu
penting, tapi umunya masih berada dibawah 40mmHg. Menurunnya tekanan PO2 disebabkan
gagalnya fungsi perfusi dan ventilasi, sedangkan menurunnya tekanan PCO2 adalah karena
kompensasi hiperventilasi sekunder.
4. Kimia Darah
Pada embolisme paru masif, dapat ditemukan enzim LDH, SGOT, dan CPK yang meningkta,
tapi keadaan in jarang sekali di dapat sehingga pemeriksaan ini tidak banyak arti klinisnya.
Pemmeriksaan terhadap FDP sedikit lebih berarti karena positif palsu dan negative palsunya
relative kecil (kurang dari 7%). Nilai FDP akan mencapai puncaknya pada hari ke-3 serangan.
Pemeriksaan ini masih kurang praktis karena memerlukan waktu cukup lama.
5. EKG
Pemriksaan EKG juga tidak spesifik tapi masih dapat membantu sebagai tanda pertama dugaan
adanya emboli paru. Bila emboilinya masif, 77% penderita akan menunjukkan gambaran EKG
seperti pada kor pulmonal akut yang berupa :
adanya strain ventrikel kanan. Di sini terdapat gelombang T pada prekordial kanan
(V1-V5/V6) jadi terbalik dan sering berupa cove shape seperti pada infark jantung
akut.
Perputaran searah jarum jam. Terdapat gambaran rS atau RS pada V1-V5/V6.
Terdapat S1Q3 dan juga QR pada aVF dan III serta elevasi ST yang menyerupai infark
jantung akut.
terdapat RBBB komplet ataupun inkomplet. P pulmonal pada II, III, dan aVF.
Lain-lain berupa aritmia, takikardia dan atriasflutter.
6. Pemeriksaan Darah Tepi
Kadang – kadang ditemukan leukositosis dan laju endap darah yang sedikit tinggi.
7. Rontgen Thorax
by: Anisa, Ayu, Denny41
Pada pemeriksaan foto rontgen dada pasien emboli paru, biasanya ditemui
kelainan yang sering berhubungan dengan adanya kelainan penyakit kronik paru atau
jantung pada pasien emboli paru tanda radiologi yang sering didapatkan adalah
pembesaran arteri pulmonalis desendens, peninggian diagfrakma bilateral, pembesaran
jantung kanan, densitas paru daerah terkena dan tanda westermark.
8. Gas darah arteri (GDA)
Menunjukkan hipoksemia (PaO2 kurang dari 80MmHg)dan alkalosis respiratori
(PaCO2 kurang dari 35MmHg dan pH lebih tinggi dari 7,45).Alkalosis respiratori dapat
di sebabkan oleh hiperventilasi
9. Skanning Paru-Paru (Skanning Ventilasi dan Perfusi)
Mengetahui area yang mengalami hipoperfusi.
G. Komplikasi
Menurut Contran Kuman Rabbins (1996), komplikasi yang terjadi adalah :
1. Asma Bronkhial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri bronkospasme
periodic (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan penyakit kompleks
yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan
psikologi.
2. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukkan cairan dalam
rongga pleura.
3. Anemia
Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel – sel darah merah dalam
sirkulasi. Anemia dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah
merah,peningkatan kehilangan sel darah merah melalui perdarahan kronik atau
mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah merah yang berlebihan.
4. Emfisema
by: Anisa, Ayu, Denny42
Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran rongga udara
pada asinus yang sipatnya permanen. Pelebaran ini disebabkan karena adanya
kerusakan dinding asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak di bronkiolus
terminalis distal. Ketika membicarakan emfisema, penyakit ini selalu dikaitkan
dengan kebiasaan merokok. Oleh karena itu, beberapa ahli menyamakan antara
emfisema dan bronchitis kronik.
5. Hipertensi Pulmoner
Hipertensi pulmoner primer (HPP) adalah kelainan paru yang jarang, dimana
didapatkan peningkatan tekanan arteri polmonalis jauh diatas normal tanpa
didapatkan penyebab yang jelas. Tekanan arteri polmonal normal pada waktu istirahat
adalah lebih kurang 14 mmhg. Pada HPP tekanan arteri polmonal akan lebih dari 25
mmhg saat istirahat, dan 30 mmhg saat aktifitas HPP akan meningkatkan tekanan
darah pada cabang – cabang arteri yang lebih kecil di paru, sehingga meningkatkan
tahanan (resistensi) vaskuler dari aliran darah di paru. Peningkatan tahanan arteri
pulmonal ini akan menimbulkan beban pada ventrikel kanan sehingga harus bekerja
lebih kuat untuk memompa darah ke paru.
H. Penatalaksanaan Medis
Menurut brunner dan suddarth (1996) Tujuan pengobatan adalah untuk menghancurkan
(lisis) emboli yang ada dan mencegah pmbentukan yang baru. Pengobatan embolisme paru dapat
mencakup beragam modalitas :
1. terapi antikoagulan.
2. terapi trombolitik.
3. tindakan umum untuk meningkatkan status pernafasan dan vascular.
4. intervensi bedah.
Terapi koagulasi meliputi heparin, natrium warfarin telah menjadi metoda primer secara
tradisional untuk mengatasi trombosis vena profunda akut dan embolisme paru. Terapi
antikoagulan (heparin, natrium, dan waferin) telah menjadi metode primer secara tradisional
by: Anisa, Ayu, Denny43
antuk mengatasi thrombosis vena profundus akut dan embolisme paru. Heparin digunakan untuk
mencegah kekambuhan emboli tetapi tidak mempunyai efek pada emboli yang sudah ada
sebelumnya. Heparim diberikan dalam bolus intravena 5000 unit diikuti dengan infus kontinu
10.000 unit per jam. Tujuannya untuk mempertahankan masa tromboplastin parsial (PTT) 1,5-2
kali nilai normal. Heparin diberikan selama 5-7 hari. Pemberian koumadin dimulai dalam 24
jam setelah dimulainya terapi Heparin dan dilanjutkan selama 3 bulan. Masa protrombin (PT)
dipertahankan pada 1,5 kali nilai normal. Tetapi antikoagulan dikontraindikasikan pada klien
yang berisiko mengalami perdarahan (misalnya perdarahan GI, pasca-operati, atau pasca
melahirkan).
Terapi tromboilitik meliputi urokinase, streptokinase mungkin juga digunakan dalam
mengatasi embolisme paru, terutama pada paien yang sangat terganggu. Terapi trombolitik
menghancurkan trombus atau emboli lebih cepat dan memulihkan fungsi himodinamik sirkulasi
paru lbih besar, karena mengurang hipertensi paru dan memperbaiki perfusi, oksigenasi, dan
curah jantung. Terapi trombolitik (urokinase dan streptokinase) mungkin digunakan juga dalam
mengatasi embolisme paru terutama pada klien yang sangat terganggu. Terapi trombolitik
menghancurkan thrombus atau emboli lebih cepat dan memulihkan fungsi hemodinamik
sirkulasi paru lebih besar, karenanya mengurangi hipertensi paru dan memperbaiki perfusi,
oksigenasi dan curah jantung. Namun, perdarahan merupakan efek sanping yang signifikan.
Akibatnya, preparat trombolitik disarankan hanya bagi klien dengan thrombus yang mengenai
vena popliteal atau vena profundus femur dan pelvis, dan untuk klien dengan embolisme paru
masif yang mengenai area signifikan aliran darah ke paru.
Sebelum terapi trombilitik dimulai maka PT, PTT, nilai hematokrit, dan jumlah trombosit harus
diperiksa terlebh dahulu. Selama terapi, semua prosedur invasive (kecuali yang benar-benar
penting) harus dihindari, dengan pengecualian fungsi vena yang sangat hati-hati menggunakan
jarum no.22 atau 23 untuk mendapat sampel darah guna memantau efek terapi. Jika diperlukan,
darah lengkap, segar, sel-sel darah merah, kriopresipital, atau plasma beku diberikan untuk
mengganti kehilangan darah dan mengahambat kecendrungan pendarahan. Setelah infuse
trombolitik selesai (yang lainnya beragan sesuai dengan agen yang digunakan dan kondisi yang
sedang diatasi), klien diberikan antikoagulan.
by: Anisa, Ayu, Denny44
Tindakan umum dilakukan untuk memperbaiki status pernafasan dan vaskular pasien.
Terapi oksigen diberikan untuk memperbaiki hipoksia dan untuk menghilangkan vasokontriksi
vaskular paru dan dan mengurangi hipertensi paru. Kemudian Intervensi bedah yang dilakukan
adalah embolektomi paru tapi embolektomi dapat diindikasikandalam kondisi berikut :
1. jika pasien mengalami hipotensi persisten, syok, dan gawat panas.
2. jika tekanan arteri pulmonal sangat tinggi.
3. jika anngiogram menunjukkan obtruksi bagian besar mbuluh darah paru.
Tindakan lain dilakukan untuk memperbaiki status pernafasan dan vascular klien. Terapi
oksigen diberukan untuk memperbaiki hipoksia dan menghilangkan vaskontriksi vascular paru
serta mengurangi hipertensi paru. Stasis vena dikurangi dengan menggunakan stoking elastic
atau alat kompresi tungkai intermiten. Tindakan ini menekan vena superficial dan meningkatkan
kecepatan darah dalam profunda dengan mengarahkan kembali darah melalui vena profunda.
Dengan demikian stasis vena dikurangi. Meninggikan tungkai (di atas ketinggian jantung) juga
meningkatkan aliran vena. Beberapa ahli yakin bahwa penggunaan stoking elastic tidak
diperlukan jika tungkai klien ditinggikan.
Intervensi bedah yang dilakukan adalah Embolektomi paru mungkin diindikasikan dalam
kondisi jika klien mengalami hipertensi persisten, syok, dan gawat nafas; jika tekanan arteri
pulmonal sangat tinggi; dan jika angiogram menunjukkan obstruksi bagian besar pembuluh
darah paru. Embolektomi pulmonary memubutuhkan toraakotomi dengan tehnik bypass jantung
paru-paru.
Menginterupsi vena kava inferior adalah tehnik bedah lain yang digunakan ketika embolisme
paru kambuh atau ketika klien toleran terhadap terapi antikoagulan. Pendekatan ini mencegah
thrombus yang lepas untuk tersapu ke dalam paru agar aliran darah mengalir secara adekuat.
Prosedur dapat dilakukan dengan medigasi total vena kava atau memasang klep Teflon pada
vena kava untuk membagi lumen vena kava menjadi saluran-saluran yang kecil tanpa
menyumbat aliran darah kava.
I. Tindakan Pencegahan
by: Anisa, Ayu, Denny45
Pendekatan yang paling efektif dalam pencegahan embolisme paru adalah mencegah
terjadinya thrombosis vena profundus. Latihan tungkai aktif untuk menghindari stasis vena,
ambulasi dini, dan penggunaan stoking elastis adalahtindakan preventif paling umum. Dua
strategi tambahan berikut ini amat dianjurkan untuk dilakukan, yaitu terapi antikoagulan dan
penggunaan alat kompresi tingkat pneumatic intermitten.
Klien yang berusia lebih dari 40 tahun dan mengalami hemoistasis adalaah adekuat, dan
mereka yang menjalani bedah mayor abdomen atau thoraks elektif, sering diberikan heparin
dosis rendah pasca-operasi untuk mengurangi resiko thrombus vena profundus dan embolisme
paru pasca-operasi. Dianjurkan bahwa heparin diberikan secara subkutan 2 jam sebelum operasi
dan dilanjutkan setiap 8-12 jam sampai klien dipulangkan.
Heparin dosis rendah dianggap dapat meningkatkan aktivitas antitrombin III, suatu
inhibitor plasma utama dari faktor X pembekuan (regimen ini tidak dianjurkan bagi klien yang
mengalami proses thrombosis aktif atau mereka yang menjalani bedah ortopedi mayor,
prostatektomi terbuka, dan bedah mata atau otak. Koumadin juga dapat digunakan secara
profilaksis pra-operasi untuk mencegah terjadinya tromboembolisme.
Alat kompresi tungkai intermitten sangat bermanfaat dalam mencegah tromboembolisme.
Alat tersebut mengembangkan kantung yang secara mekanis menekan tungkai dari betis ke paha,
dan meningkatkan arus balik vena. Alat ini dapat dipasang pasca-operatif dan diteruskan sampai
klien ambulasi. Alat ini terutama sangat berguna bagi klien yang tidak menjadi kandidat untuk
terapi koagulan.
J. Peran Penting Perawat
Focus pengkajian keperawatan pada klien dengan embolisme paru bergantung pada
ukuran thrombus dan area arteri pulmonal yang tersumbat oleh thrombus. Keluhan mungkin saja
tidak spesifik. Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai serangan
(onset) mendadak dan bersifat pleuritis. Kadang nyeri subternal bersifat dan menyerupai angina
pectoris atau infark miokardium. Dispnea adalah gejala yag paling umum selanjutnya, diikuti
dengan takipnea, takikardia, gugup, batuk, diaphoresis, hemoptisis dan sinkop.
by: Anisa, Ayu, Denny46
Embolisme massif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat menyebabkan
dispnea nyata, nyeri substernal mendadak, nadi cepat dan lemah, syok, sinkop, dan kematian
mendadak. Emboli kecil multiple dapat tersangkut pada arteriola pulmonal terminal dan
mengakibatkan infark kecil multiple pada paru. Gambaran klinisnya dapat menyerupai
bronchopneumonia atau gagal jantung. Pada contoh atipikal, penyakit ini dapat menyebabkan
beberapa tanda dan gejala, sementara pada cntoh lainnya, penyakit ini dapat menyerupai
berbagai gangguan jantung paru.
Klien yang berisiko mengalami embolime paru diperiksa kepekaannya terhadap tanda
Hormon (Homan’s sign). Pemeriksaan tanda hormone ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya
thrombosis yang mengancam dari vena ekstremitas inferior. Untuk memeriksa tanda Homan,
klien berbaring dalam posisi supine. Tungkai diangkat dan kaki dalam keadaan dorsofleksi.
Klien diminta untuk melaporkan bila terjadi nyeri pada betis selama dilakukan pemeriksaan.
Nyeri yang terasa menandakan tanda Homan positif (+), yang berarti terdapat thrombosis vena
profundus.
Peran penting perawat adalah membantu meminimalkan resiko embolisme paru pada
semua klien dan mengidentifikasi mereka yang berisiko tinggi. Perawat harus mempunyai
tingkat kecurigaan dan kepekaan yang tinggi terhadap embolisme paru pada setiap klien,
terutama pada mereka dengan kondisi yang memberi kecendrungan keadaan melambatnya arus
balik vena. Termasuk dalam kondisi ini adalah trauma pada pelvis (khususnya trauma bedah) dan
ekstremitas bawah (khususnya fraktur tulang panggul), obesitas, episode tromboemboli
sebelumnya, vena varicose, kehamilan, gagal jantung kongestif, infark moikard, penggunaan
kontrasepsi oral, dan penyakit malignansi. Kondisi ini juga dapat ditemui pada klien pasca-
operatif pada lansia sering mengalami perlambatan arus balik vena.
K. Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin,pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa.
by: Anisa, Ayu, Denny47
2. Keluhan Utama
Klien sering mengeluh nyeri dada tiba – tiba dan sesak napas.
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien
tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien emboli paru antara
lain : batuk, peningkatan produksi sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest
pain.
a. Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem pernafasan. Tanyakan
berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut
timbul dengan waktu yang spesifik (misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau
hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non
produktif, kongesti, kering.
b. Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan
merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk
melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea ?. kaji juga
kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan
dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.
c. Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji
apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang
berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera
oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik,
Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru,
pneumonia, kanker paru dan abses paru.
d. Chest Pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru. Gambaran
yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura,
muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif
terhadap nyeri, tetapi iga, otot, pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal
by: Anisa, Ayu, Denny48
tersebut. Dikarenakan perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis
nyeri yang berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.
3. Riwayat Kesehatan
Klien merasa lemah, nyeri dada, nyeri kepala, sesak napas.
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Apakah ada riwayat emboli paru – paru sebelumnya, pembedahan, stroke, serangan
jantung, obesitas, patah tulang tungkai – tungkai / tulang panggul, trauma berat.
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat
menanyakan tentang :
a. Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru,
emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non
perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal :
Usia mulainya merokok secara rutin.
Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari.
Usia melepas kebiasaan merokok.
b. Pengobatan saat ini dan masa lalu.
c. Alergi.
d. Tempat tinggal.
5. Riwayat Kesahatan Keluarga
Apakah ada di antara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan
penyakit yang dialami klien.
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-
kurangnya ada tiga, yaitu :
a. Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke
orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat
diketahui sumber penularannya.
by: Anisa, Ayu, Denny49
b. Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan
tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau
kenalan dekat.
c. Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi.
Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit
tersebut.
6. Data Dasar Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan/atau kelelahan
Tirah baring lama/imobilisasi
Tanda : Dispnea karena kerja
Kecepatan jantung tidak normal atau TD berespons pada aktivitas
Gangguan tidur
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat cedera dinding vena, sperti bedah atau trauma vena iliaka dan
pelvik,varises vena, sepsis, luka bakar, adanya atau berulangnya prosedur invasif, mis.,
infus sentral,pemantauan hemodinamik, masalah koagulasi, mis., polisetemia, anemia
hemolitik autoimun, penyakit sel sabit, infark miokardial
transmural/subendolkardial/VKa, gagal jantung.
Tanda : Takikardia
Bunyi jantung ekstra mis., S3 dan S4
Disaritmia mis., fibrilasi atrial kronis
Murmur kegagalan katup
Hipotensi
Nadi mungkin normal, lemah/lembut(syok), atau penuh/kuat (polisitermiavera)
DVJ
Ekstremitas : tanda tromboflebitis, mis., vena flebotik,tegangan jaringan otot,
kulit mengkilat,edema, peningkatan suhu kulit.
3. Intregitas Ego
Gejala : Ketakutan,perasaan mau pingsan
by: Anisa, Ayu, Denny50
Takut mati
Tanda : Gelisah, gemetar, perilak panik
Wajah tegang
Peningkatan keringat
4. Makanan/Cairan
Gejala : Mual
Tanda : Edema kaki
5. Neurosensori
Gejala : Kesulitan berkonsentrasi, gangguan daya ingat/kemampuan berfikir.
Tanda : Gangguan Lingkup perhatian
Disorientasi
Perubahan pengaturan/adanya/daya ingat segera
Letargi/pingsan
6. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada
Ketidaknyamanan pada ekstremitas ( bila ada tromboflebitis )
Perilku distraksi, wajah mengkerut,merintih,gelisah
Menekan dada.
7. Pernapasan
Gejala : Riwayat penyakit paru kronis
Dispnea
Baruk, sputum merah muda/berdarah/coklat
Tanda : Takipnea
Pernapasan tersengal – sengal.
Penurunan bunyi napas,krekels, mengi,friksi fleural ( bila paru infark telah
terjadi)
8. Keamanan
Gejala : Riwayat kanker, infeksi sistemik, fraktur/trauma pada ekstremitas bawah,luka
bakar
Tanda : Demam derajat rendah
9. Seksualitas
by: Anisa, Ayu, Denny51
Gejala : saat ini hamil,melahirkan
Pemeriksaan diagnostik
Skan paru(ventilasi/skan perfusi); menyatakan pola abnormal perfusi pada area ventilasi (ketidak
cocokan ventilasi perfusi atau adanya ventilasi dan perfusi (diagnosa konfirmasi EP)
Agiografi paru; pemeriksaan paling khusus untuk EP. Adanya kerusakan pengisian atau “klep”
arteri dengan tak ada aliran darah distal menghasilkan diagnosa.
GDA; dapat menunjukan penurunan PaO2,PaCo2(hipoksemia/hipokarbia) dan peninggian pH
(alkalosis respiratorik) khususnya bila obstruksi paru berat.
Darah Lengkap; dapat menentukan peninggian Ht( hemokonsentrasi);peningkatan sel darah
merah(polisetemia)
EKG; mungkin normal atau menunjukan perubahan regangan ventrikel kanan, mis,. Perubahan
gelombang T/segmen ST, penyimpanan aksis/’righ bundle branch block’. Takikardi dan
disaritmia (timbul paru fibrilasi atrial ) sering ada.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam paru
2. ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan akibat trombus
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi
4. Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bernafas secara normal
5. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan masalah pertukaran tingkat alveolar atau
tingkat jaringan
6. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan nyeri dan sesak akibat sumbatan
thrombus
7. Nyeri berhubungan dengan peningkatan kontriksi pembuluh darah dan bronkiolus
8. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan tekanan
arteri pulmonal
by: Anisa, Ayu, Denny52
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan penanganan sementara
pasien
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
Ketidakefektifan pola
pernafasan
berhubungan dengan
menurunnya ekspansi
paru sekunder
terhadap penumpukan
cairan dalam paru.
Kriteria hasil :
1. Menunujukan
pola napas
efektif dengan
frekuensi dan
kedalaman
dalam rentang
normal dan paru
jelas/bersih
2. Berpartisipasi
dalam
aktivitas/perilak
u meningkatkan
fungsi paru
Mandiri:
1. Kaji frekuensi
pernapasan dan
ekspansi dada. Catat
upaya pernapasan,
termasuk penggunaan
otot bantu/pelebaran
nasal.
2. Auskultasi bunyi
napas dan catat
adanya bunyi napas
adventisius, seperti
krekels, mengi,
gesekan pleural.
3. Tinggikan kepala dan
bantu mengubah
posisi. Bangunkan
pasie turun tempat
tidur dan ambulasi
sesegera mungkin.
4. Observasi pola batuk
dan karakter sekret.
5. Dorong/bantu pasien
napas dalam dan
1. Kecepatan biasanya
meningkat. Dispnea dan
terjadi peningkatan kerja
napas(pada awal atau hanya
tanda EP subakut).
Kedalaman pernapasan
tergantung derajat gagal
napas. Ekspansi dada terbatas
dan berhubungan dengan
atelektasis dan/atau nyeri
dada pleuritik.
2. Bunyi napas menurun/tak ada
bila jalan napas obstruksi
sekunder terhadap
perdarahan,bekuan atau
kolaps jalan napas
kecil(atelektasis). Ronki dan
mengi menyertai jalan
napas/kegagalan pernapasan.
3. Duduk tinggi memungkinkan
ekspansi paru dan
memudahkan pernapasan.
Pengubahan posisi dan
ambulasi meningkatkan
by: Anisa, Ayu, Denny53
latihan batuk
penghisapan peroral
atau nasotrakeal bila
diindikasikan.
6. Bantu pasien
mengatasi
takut/ansietas
Kolaborasi :
7. Berikan oksigen
tambahan
8. Berikan humidifikasi
tanbahan misal,.
Nebulzer ultrasonik.
9. Bantu fisioterapi dada
( mis,. Drainase
postural dan perkusi
area yang tak sakit,
tiupan
botol/spirometri
insentif.
10. Siapkan untuk/bantu
bronkoskopi.
pengisian udara segmen paru
berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.
4. Kongesti alveolar
mengakibatkan batuk
kering/iritasi. Spurum
berdarah dapat diakibatkan
oleh kerusakan
jaringan(infark paru) atau anti
koagulan berlebihan.
5. Dapat
meningkatkan/banyaknya
sputum dimana gangguan
ventilasi dan ditambah
ketidaknyamanan upaya
bernapas.
6. Perasaan tskut dan ansietas
berat berhubungan dengan
ketidakmampuan
bernapas/terjadinya
hipoksemia dan dapat secara
aktual meningkatkan
konsumsi oksigen.
7. Memaksimalkan bernapas dan
menurunkan kerja napas.
8. Memberikan kelembaban
pada membran mukosa dan
membantu pengeceran sekret
untuk memudahkan
pembersihan.
9. Memudahkan upaya
by: Anisa, Ayu, Denny54
pernapasan dalam dan
meningkatkan drainase sekret
dari dalam paru kedalam
bronkus, dimana dapat lebih
mempercepat pembuangan
dengan batuk/peghisapan.
10. Kadang-kadang berguna
untuk membuang bekuan
darah dan membersihkan
jalan napas.
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
berhubungan dengan
sumbatan paru akibat
thrombus
Kriteria Hasil :
1. Mengidentifikasi
perilaku mencapai
bersihan jalan nafas
2. Menunjukkan jalan
nafas paten dengan
bunyi nafas bersih,
tak ada dispnea,
sianosis.
Mandiri :
1. Kaji frekuensi/kedalaman
pernafasan dan gerakan
dada
2. Auskultasi area paru,
catat area penuruan/ tak
ada aliran udara dan
bunyi nafas adventisius,
mis. Krekels, mengi.
3. Bantu pasien latihan
nafas sering.
4. Tunjukan/bantu pasien
mempelajari melakukan
batuk, mis., menekan
dada dan batuk efektif
sementara posisi duduk
tinggi
5. Pengisapan sesuai
indikasi
6. Berikan cairan sedikitnya
2500ml/hari (kecuali
1. Takipnea, pernafasan dangkal,
dan gerakan dada tak simetris
sering terjadi karena
ketidaknyamanan gerakan
dinding dada dan/ atau cairan
pleura
2. Penurunan aliran udara terjadi
pada area konsolidasi dengan
cairan. Bunyi nafas bronchial
(normal pada bronkus) dapat juga
terjadi pada area konsolidasi.
Krekels, ronki, dan mengi
terdengar pada inspirasi dan/atau
ekspirasi pada respon terhadap
penngumpulan cairan, secret
kental, dan spasme jalan nafas/
obstruksi.
3. Nafas dalam memudahkan
ekspansi maksimum paru-paru/
jalan nafas lebih kecil
4. Batuk adalah mekanisme
by: Anisa, Ayu, Denny55
kontraindikasi).
7. Tawarkan air hangat,
daripada dingin.
Kolaborasi:
8. Bantu mengawasi efek
pengobatan nebulizer dan
fisioterapi lain, mis.,
spirometer intensif,
IPPB, tiupan botol,
perkusi, drainase
postural.
9. Lakukan tindakan
diantara waktu makan
dan batasi cairan bila
mungkin.
10. Berikan obat sesuai
indikasi: mukolitik,
ekspektoran,
bronkodilator, analgesic.
11. Berikan cairan tambahan,
mis., IV, oksigen
humidifikasi, dan
ruangan humidifikasi.
12. Awasi seri sinar x dada,
GDA, nadi oksimetri.
(rujuk ke DK: pertukaran
gas, gangguan.)
13. Bantu
bronkoskopi/torasentesis
bila diindikasikan
pembersihan jalan nafas alami,
membantu silia untuk
mempertahankan jalan nafas
paten. Penekanan menurunkan
ketidaknyamanan dada dan posisi
duduk memungkinkan upaya
nafaas lebih dalam dan lebih
kuat.
5. Merangsang batuk atau
pembersihan jalan nafas secara
mekanik pada pasien yang tak
mampu melakukan karena batuk
tak efektif atau penurunan tingkat
kesadaran.
6. Cairan (khususnya yang hangat)
memobilisasi dan mengeluarkan
secret.
7. Memudahkan pengenceran dan
pembuangan secret.
8. Drainase postural tidak efektif
pada pneumonia interstisial atau
menyebabkan eksudat
alveolar/kerusakan.
9. Koordinasi pengobatan/jadwal
dan masukan oral menurunkan
muntah karena batuk,
pengeluaran sputum. Alat untuk
menurunkan spasme bronkus
dengan mobilisasi secret.
10. Analgesic diberikan untuk
memperbaiki batuk dengan
by: Anisa, Ayu, Denny56
menurunkan ketidanyamanan
tetapi harus digunakan secara
hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya
batuk/menekan pernafasan.
11. Cairan diperlukan untuk
menggantikan kehilangan
(termasuk yang tak tampak) dan
memobilisasi secret.
12. Mengevaluasi kemajuan dan efek
proses penyakit dan
memudahkan pilihan terapi yang
diperlukan.
13. Kadang-kadang diperlukan untuk
membuang perlengketan mukosa,
mengeluarkan sekresi purulen,
dan/atau mencegah atelektasis.
Gangguan pertukaran
gas berhubungan
dengan
ketidakseimbangan
ventilasi perfusi
Kriteria hasil :
1. Menunjukan
ventilasi
adekuat/oksigen
asi dengan GDA
dalam rentang
normal
Mandiri :
1. Catat frekunsi dan
kedalaman
pernapasan,pengguna
an otot bantu, napas
bibir.
2. Auskultasi paru untuk
penurunan/tidak
adanya bunyi napas
dan adanya bunyi
tambahan misal
krekels
3. Observasi keabu-
1. Takipnea dan Dispnea
menyertai obtruksi paru.
Kegagalan penapassan lebih
berat menyertai kehilangan
paru unit fungsional dari
sedang sampai berat.
2. Area yang tak terventilasi
dapat diidenifikasikan dengan
tak adanya bunyi napas.
Krekels terjadi pada jaringan
terisi cairan/jalan napas dapat
menunjukan dekompensasi
by: Anisa, Ayu, Denny57
2. Menunjukkan
perbaikan tidak
adanya gejala
distres normal
abuan menyeluruh
dan sisanosis pada
‘jaringan hangat’
seperti daun
telinga,bibir,lidah dan
membran lidah.
4. Lakukan tindakn
untuk
memperbaiki/memper
tahankan jalan napas
misalnya batuk,
pengisapan
5. Tinggi kepala tempat
tidur sesuai sesuai
kebutuhan/toleransi
pasien.
6. Awasi tanda vital
7. Kaji tingkat
kesadaran/perubahan
mental.
8. Kaji toleransi
aktivitas misal
keluhan
kelemahan/kelelahan
selama berbagai kerja
atau tanda vital
berubah. Dorong
periode istirahat dan
batasi aktivitas sesuai
toleransi pasien.
jantung.
3. Menunjukan hipoksemia
sistemik.
4. Jalan napas lengket/kolaps
menurunkan jumlah alveoli
yang berfungsi secara negatif
mempengaruhi pertukaran
gas.
5. Meningkatkan ekspansi dada
maksimal membuat mudah
bernapas,yang meningkatkan
kenyamanan
fisiologi/psikologis.
6. Takikardia,takipnea,dan
perubahan pada TD terjadi
dengan beratnya hipoksemia
dan asidosis.
7. Hipoksemia sistemik dapat
ditunjukan pertama kali oleh
gelisah dan peka rangsang
kemudian oleh penurunan
mental progesif.
8. Hipoksemia menurunkan
kemampuan untuk
berpatisipasi dalam aktivitas
tanpa dispnea berat,takikardia,
dan disritmia dan
kemungkinan hipotensi.
Parameter ini membantu
dalam menentukan respon
pasien terhadap aktivitas ynag
by: Anisa, Ayu, Denny58
Kolaborasi
9. Awasi sering
GDA/nadi oksimetri
10. Berikan oksigen
dengan metode yang
tepat
diinginkan dan kemampuan
berpartisipasi dalam
perawattan diri.
9. Hipoksemia ada pada
berbagai derajat tergantung
pada jumlah obtruksi jalan
napas, fungsi
kardiopulmonal,dan ada tidak
syok.valkalosis repiratori dan
asidosis metabolik dapat juga
terjadi.
10. Memaksimalkan ketersediaan
oksigen untuk pertukaran gas.
Oksigen biasanya diberikan
dengan kanula nasal pada
obstruksi paru sebagian.
Ansietas berhubungan
dengan
ketidakmampuan
untuk bernafas secara
normal
Kriteria hasil:
1. Melaporkan
ansietas hilang
atau menurun
sampai tingkat
yang dapat
ditangani.
2. Penampilan
rileks dan
Mandiri:
1. Catat derajat ansietas.
Informsikan
pasien/orang terdekat
bahawa perasaannya
normal dan dorong
mengekspresikan
perasaan.
2. Jelaskan proses
penyakit dan prosedur
dalam tingkat
kemampuan pasien
untuk memahami dan
menangani informasi.
Kaji situasi saat ini
1. Pemahaman bahwa perasaan (
dimana berdasarkan situasi
stres ditambah
ketidakseimbangan oksigen
yang mengancam) normal
dapat membantu pasien
meningkatakan beberapa
perasaan kontrol emosi.
2. Menghilangkan ansietas
karena ketidaktahuan dan
menurunkan takut tentang
keamanan pribadi. Pada fase
dini penjelasan perlu diulang
dengan sering dan singkat
karena pasien mengalami
by: Anisa, Ayu, Denny59
istirahat/tidur
dengan tepat.
dan tindakan yang
diambil untuk
mengatasi masalah.
3. Tinggal dengan
pasien atau membuat
perjanjian engan
seseorang untuk
menunggu selama
serangan akut.
4. Berikan tindakn
kenyamanan mis,.
Pijatan punggng,
perubahan posisi.
5. Bantu pasien untuk
mengindentifikasiperi
laku membantu mis.,
posisi yang nyaman
fokus bernapas, teknik
relaksasi.
6. Dukung pasien/orang
terdekat dalam
menerima realita
situasi,khususnya
untuk periode
penyembuhan yang
lama. Libatkan pasien
dalam perencanaan
dan partisipasi dalam
perawatan.
7. Kembangkan program
aktivitas dalam batas
penurunan lingkup perhatian.
3. Membantu dalam
menurunkan ansietas yang
berhubungan dengan
penolakan adanya dispnea
barat/perasaan yang mau
pingsan.
4. Alat untuk menurunkan stres
dan perhatian tak langsung
untuk meningkatkan relaksasi
dan kemampuan koping.
5. Memberikan pasien tndakan
mengontrol untuk
menurunkan ansietas dan
tegangan otot.
6. Mekanisme koping dan
partisipasi dalam program
pengobatan mungkin
meningkatkan belajar pasien
untuk menerima hasil yang
diharapkan dari penyakit dan
meningkatkan beberapa rasa
kontrol.
7. Memberikan kesehatan unuk
membentuk energi dan
perasaan.
8. Pengembangan dalam
kapasitas amsietas
memerlukan evaluasi lanjut
dan kemungkinan intervensi
by: Anisa, Ayu, Denny60
kemampuan fisik.
8. Waspadai untuk
perilake diluar kontrol
atau peningkatan
disfungsi
kardiopulmonal, mis,.
Memburuknya
dispnea dan
takikardia.
dengan obat antiansietas.
Perubahan perfusi
jaringan berhubungan
dengan masalah
pertukaran tingkat
alveolar atau tingkat
jaringan
Kriteria hasil:
Meningkatkan
peningkatan
perfusi sesuai
secara
individual, mis,
status mental
biasa/normal,ira
ma
jantung/frekuens
i, dan nadi
perifer dalam
batas normal
Mandiri:
1. Auskultasi frekuensi
irama jantung. Catat
terjadinya bunyi
jantung ekstra.
2. Observasi perubahan
status mental
3. Observasi warna
dan .....................muk
osa
4. Ukur haluaran urine
dan catat berat
jenisnya.
5. Evualasi ekstremitas
untuk adanya/tak
ada/kualitas nadi.
Catat nyeri tekan
betis/pembengkakan.
6. Tinggikan kaki atau
telapak bila ditempat
tidur/kursi.dorong
pasien untuk latihan
1. Takikardia sebagai akibat
hipoksemia dan kompensasi
upaya peningkatan aliran
darah da perfusi jaringan.
Gangguan irama berhubungan
dengan hipoksemia
ketidakseimbangan elektrolit,
dan/atau peningkatan
regangan jantung kanan.
Bunyi jantung ekstra, mis, S1
dan S4 terlihat sebgai
peningktan kerja
jantung/terjadinya
dekompensasi.
2. Gelisah,bingung,disorientasi
dan/atau perubahan
sensori/motor dapat
menunjukan gangguan aliran
darah,hipoksia, atau cedera
vaskuler serebral(CSV)
sebagai akibat emboli
by: Anisa, Ayu, Denny61
kaki dengan
fleksi/ekstensi kai
pada pergelangan
kaki. Hindari
menyilangkan kaki
dan duduk atau berdiri
terlalu lama.
Pakai/tunjukan
bagaimana
menggunkan atau
melepas syoking bila
digunakan.
Kolaborasi:
7. Berikan cairan
(IV/per oral) sesuai
indikasi.
sistemik.
3. Kulit
pucat/sianosis,kuku,membran/
lidah;atau dingin, kulit burik
menunjuka vasokontriksi
perifer dan/aau gangguan
aliran darah sistemik.
4. Syok lanjut/penurunan curah
jantung menimbulkan
penurunan perfusi ginjal.
Dimanifestasikan oleh
penurunan haluaran urine
dengan berat jenis normal
atau meningkat
5. EP sering dicetuskan oleh
trombus yangnaik dari vena
profunda(pelvis/kaki). Tanda
dan gejala mungkin tidak
tampak.
6. Tindakan ini dilakukan untuk
menurunkan stasis vena di
kaki dan pengumpulan darah
pada vena pelvis untuk
menurunkanrisiko
pembentukan trombus.
7. Peningkatan cairan dipelukan
untuk mnurunkan
hiperviskositas darah
(potensial pembentukan
trombus) atau mendukung
volume sirkulasi/perfusi
by: Anisa, Ayu, Denny62
jaringan.
Gangguan pola tidur
dan istirahat
berhubungan dengan
nyeri dan sesak akibat
sumbatan trombus
Kriteria Hasil:
Tidur/istirahat diantara
gangguan
Melaporkan
peningkatan rasa sehat
dan merasa dapat
istirahat
Mandiri:
1. Pantau pola tidur
pasien
2. Batasi pengunjung
3. Berikan posisi yang
nyaman agar pasien
dapat tidur nyenyak
4. Kurangi pencahayaan
5. Minimalisir adanya
distraksi
1. Mengkaji faktor yang
memepngaruhi pasien
mengalami gangguan tidur
2. Memberikan kenyaman pada
pasien
3. Mengatur pola nafas
4. Memberikan kenyamanan
5. Agar pasien tidak mudah
terganggu.
Nyeri berhubungan
dengan peningkatan
kontriksi pembuluh
darah dan bronkiolus
Kriteria Hasil :
1. Menyatakan
nyeri
hilang/terkontrol
2. Menunjukkan
rileks,
istirahat/tidur,
dan peningktan
aktivitas dengan
Mandiri:
1. Tentukan karakteristik
nyeri,mis., tajam,
konstan, ditusuk.
Selidiki perubahan
karakter/lokasi/intensi
tas nyeri.
2. Pantau tanda vital
3. Berikan tindakan
nyaman, mis., pijatan
punggung, perubahan
posisi, music
1. Nyeri dada, biasanya ada
dalam beberapa derajat pada
pneumonia, juga dapat timbul
komplikasi pneumonia. Juga
dapat timbul komplikasi
pneumonia seperti perikarditis
dan endokarditis.
2. Perubahan frekuensi jantung
atau TD menunjukkan bahwa
pasien mengalami nyeri,
khusunya bila alasan lain
untuk perubahan tanda vital
by: Anisa, Ayu, Denny63
tepattenang/perbincangan,
relaksaasi/latihan
nafas.
4. Tawarkan
pembersihan mulut
dengan sering
5. Anjurkan dan bantu
pasien dalam teknik
menekan dada selama
episode batuk.
Kolaborasi:
6. Berikan analgesic dan
antitusif sesuai
indikasi.
telah terlihat.
3. Tindakan non-analgesik
diberikan dengan sentuhan
lembut dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan
memperbesar efek terapi
analgesic.
4. Pernafasan mulut dan terapi
oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membrane
mukosa, potensial
ketidaknyaman umum.
5. Alat untuk mengontrol
ketidaknyaman dada
sementara meningktakan
keefektifan upaya batuk.
6. Obat ini dapat digunakan
untuk menekan batuk
nonprodutif /paroksismal atau
menurunkan mukosa
berlebihan, meningkatkan
kenyamanan/istirahat umu.
Risiko tinggi terhadap
penurunan curah
jantung berhubungan
dengan peningkatan
tekanan arteri
pulmonal
Mandiri:
1. Pantau TD. Ukur pada
kedua tangan/paha
untuk evaluasi awal.
Gunakan ukuran
manset yang tepat dan
teknik yang akurat.
1. Perbandingan dari tekanan
memberikan gambaran yang
lebih lengkap tentang
keterlibatan/bidang masalah
vascular. Hipertensi berat
diklasifikasikan pada orang
dewasa sebagai peningkatan
by: Anisa, Ayu, Denny64
Kriteria hasil:
1. Berpartisipasi
dalam aktivitas
yang
menurunkan
TD/beban kerja
jantung
2. Mempertahanka
n TD dalam
rentang individu
yang dapat
diterima
3. Memperlihatkan
irama dan
frekuensi
jantung stabil
dalam rentang
normal pasien.
2. Catat keberadaan,
kualitas denyutan
sentral dan perifer.
3. Auskultasi tonus
jantung dan bunyi
nafas
tekanan diastolic sampai 130;
hasil pengukuran diastolic di
atas 130 dipertimbangkan
sebagai peningktan pertama,
kemudian maligna. Hipertensi
sistolik juga merupakan faktor
resiko yang ditentukan untuk
penyakit serebrovaskular dan
penyakit iskemi jantung bila
tekanan diastolic 90-115.
2. Denyutan karotis, jugularis,
radialis dan femoralis
mungkin teramati/terpalpasi.
Denyut pada tungkai mungkin
menurun, mencerminkan efek
dari vasokonstriksi
(peningkatan SVR) dan
kongesti vena.
3. S4 umum terdengar pada
pasien hipertensi berat karena
adanya hipertropi atrium
(peningkatan volume/tekanan
atrium). Perkembangan S3
menunjukkan hipertrofi
ventrikel dan kerusakan
fungsi. Adanya krekels,
mengi dapat mengindikasikan
kongesti paru sekunder
terhadaap terjadinya atau
gagal jantung kronik.
4. Adanya pucat, dingin, kulit
by: Anisa, Ayu, Denny65
4. Amati warna kulit,
kelembaban, suhu dan
masa pengisian
kapiler.
5. Catat edema
umum/tertentu
6. Berikan lingkungan
tenang,nyaman,
kurangi
aktivitas/keributan
lingkungan.
7. Batasi jumlah
pengunjung dan
lamanya tinggal.
8. Pertahankan
pembatasan aktivitas,
spt., istirahat di
tempat tidur/kursi;
jadwal periode
istirahat tanpa
lembab dan masa pengisian
kapiler lambat mungkin
berkaitan dengan vasokotriksi
atau mencerminkan
dekompensasi/penurunan
curah jantung.
5. Dapat mengindikasikan gagal
jantung, kerusakan ginjal atau
vascular.
6. Membantu untuk menurunkan
rangsang simpatis,
meningkatkan relaksasi
7. Menurunkan stress dan
ketegangan yang
mempengaruhi tekanan darah
dan perjalanan penyakit
hipertensi
8. Mengurangi ketidaknyamanan
dan dapat menurunkan
rangsang simpatis
9. Dapat menurunkan rangsang
yag menimbulkan stress,
membuat efek tenang,
sehingga akan menurunkan
TD.
10. Tiazid mungkin digunakan
sendiri atau dicampur dengan
obat lain untuk menurunkan
TD pada pasien dengan fungsi
ginjal yang relative normal.
Diuretic ini memperkauat
by: Anisa, Ayu, Denny66
gangguan; bantu
pasien melakukan
aktivitas, perawatan
diri sesuai kebutuhan.
9. Lakukan tindakan-
tindakan yang
nyaman, spt., pijatan
punggung dan leher,
meninggikan kepala
tempat tidur.
10. Anjurkan teknik
relaksasi, panduan
imajinasi, aktivitas
pengalihan.
11. Pantau respon
terhadap obat untuk
mengontrol tekanan
darah
Kolaborasi:
12. Berikan obat-obat
sesuai indikasi,
contoh:
Diuretic, tiazid, mis.,
klorotiazid (Diuril);
hidroklorotiazid
(Esidrix/HidroDIURIL);
bendroflumentiazid
agen agen antihipertensif lain
dengan membatasi retensi
cairan.
11. Obat ini menghasilkan
dieresis kuat dengan
menghambat resorpsi natrium
dan klorida dan merupakan
antihipertensif efektif,
khusunya pada pasien yang
resisten terhadap tiazid atau
mengalami kerusakan ginjal.
12. Dapat diberikan dalam
kombinasi dengan diuretic
tiazid untuk meminimalkan
kehilangan kalium.
Kerja khusus obat ini
bervariasi, tetapi secara
umum menurunkan TD
melalui efek kombinasi
penurunan tahanan total
perifer, menurunkan curah
jantung, menghambat
aktivitas simpatis, dan
menekan pelepasan rennin.
Mungkin diperlukan untuk
mengobati hipertensi berat
bila kombinasi diuretic dan
inhibitor simpatis tidak
berhasil mengontrol TD.
Vasodilatasi vaskuler
jantung sehat dan
by: Anisa, Ayu, Denny67
(Naturetin);
Diuretic Loop, mis.,
furosemid (Lasix); asam
etakrinic (Edecrin);
bumetanid (Burmex);
Diuretic hemat kalium, mis.,
spironolakton (Aldoctone);
triamterene (Dyrenium);
amilioride (Midamor);
Inhibitor simpatis, mis.,
propanolol (Inderal);
metoprolol (Lopressor);
atenolol (Tenormin); nadolol
(Corgard); metildopa
(Aldomet); reserpine
(Serpasil); konidin
(Catapres);
Vasodilator, mis., minoksidil
(Loniten); hidralazin
(apresoline); bloker saluran
kalsium, mis., nifedifin
(procardia ); verapamil
(Calan)
Agen-agen antidearenergik:
ά-1 bloker prazosin
(Minipres); tetazosin
meningkatkan aliran darah
koroner keuntungan
sekunder dari terapi
vasodilator.
Bekerja pada pembuluh
darah untuk
mempertahankan tidak
konstriksi
Menurunkan aktivitas
konstriksi arteri dan vena
pada ujung saraf simpatis.
Obat ini meningktakan
rangsang simpatis pusat
vasomotor untuk
menurunkan tahanan arteri
perifer.
Merilekskan otot-otot polos
vaskuler
Obat-obat ini diberikan
secara intravena untuk
menangani kedarurataan
hipertensi
Penggunaan inhibitor
simpais tambahan mungkin
dibutuhkan (untuk efek
kumulatifnya) bila tindakan
lain gagal untuk mengontrol
TD dan kerja sama pada
pasien dengan regimen
terapeutik telah ditetapkan
by: Anisa, Ayu, Denny68
(Hytrin);
Bloker neuron adrenergic:
guanadrel (Hyloree);
quanetidin (Ismelin); reserpin
(serpasil);
Inhibitor adrenergic yang
kerja secara central: klonidin;
(catapres); guanabenz
(Wytension); metildopa
(Aldomet);
Vasodilator kerja-langsung:
hidralazin (Apresoline);
minoksidil; (Loniten);
Vasodilator oral kerja-
langsung: diazoksid
(hyperstat); nitroprusid;
(Nipride, Nitropess)
Bloker ganglion, mis.,
guanetidin (Ismelin);
trimetapan (Arfonad). ACE
inhibitor, mis., kaptopril
(Capoten).
13. Berikan pembatasan
cairan dan diit
natrium sesuai
indikasi.
14. Siapkan untuk
pembedahan bila ada
13. Pembatasan ini dapat
menangani retensi cairan
dengan respons hipertensif,
dengan demikian menurunkan
beban kerja jantung.
14. bila hipertensi berhubungan
dengan adanya
feokromositoma, maka
pengangkatan tumor akan
memperbaiki kondisi.
by: Anisa, Ayu, Denny69
indikasi.
Kurang pengetahuan
berhubungan dengan
proses penyakit dan
penanganan sementara
pasien
Kriteria hasil:
1. Menyataka
pemahaman
proses
penyakit,kemung
kinan komplikasi
dan tindakan
untuk mencegah
kekambuhan
2. Mengidentifikasi
potensial faktor
risiko terapi dan
tanda/gejala
yang
memerlukan
intervensi
Mandiri:
1. Tekankan penting
mengikuti jadwal
pengobtan yang
diberikan
2. Beri tahu pasien untuk
waspada terhadap
perdarahan dari
membran mukosa
(hidung dan gusi),
kemerahan berat
setelah trauma
minimal, terjadinya
petekie, perdarahan
berlanjut dari
terpotong tau tertusuk.
3. Identifikasi faktor
keamanan yang tepat,
mis., menggunakan
pisau cukur
elektrik;menyikat gigi
dan gusi dengan
perlahan; hindari
peniupan hidung
dengan kuatdan
menggaruk atau
menggesek kulit.
4. Diskusi penting
melaporkan
1. Antikoagulan dapat
diperlukan selama 6 minggu-6
bulan selama episode awal.
Menggunakan obat pada
waktu yang sama tiap hari
dengan jumlah yang
diresepkan membantu
mempertahankan
antikoagulan serum pada
kadar dalam rentang
terapeutik sempit.
2. Tanda memanjangnya waktu
pembekuan yang menunjukan
kebutuhan untuk penurunan
atau penghentian terapi
koagulan.
3. Memapukan pasien untuk
menghindari trauma yang
menimbulkan perdarahan.
4. Pengawasan medik penting
bila terapi antikoagulan
mungkin
terganggu/dihentikan
tergantung informasi yang
didapat.
5. Menrunkan pengumpalan
vena dan resiko pembentukan
trombus.
6. Diperlukan untuk
by: Anisa, Ayu, Denny70
pengawasan jadwal
pemerikasaan
laboratorium dan
kunjunagn dokter.
5. Anjurkan
menghindari
ketidakaktifan , mis.,
duduk atau berdiri
dalam waktu lebih
dari 1 jam;
menggunakan baju
ketat; menggunakan
dan melepas soking
dengan tepat
6. Diskusi alasan untuk
menginformasikan
dokter gigi dan
pemberi perawatan
lain tentang anti
koagulan dan
menghilangkan
menggunakan obat
baru(termasuk yang
dijual bebas) tanpa
ditanyakan pada
pemberi perawatan
kesehatan
7. Doromg pasien untuk
menggunakan gelag
identifikasi
menghentikan sementara
prosedur atau memilih terapi
antikoagulan yang
menurunkan risiko
perdarahan. Obat seperti
antasida, antihistamin, dan
vitamin C dapat menurunkan
efek Coumadin. Alkohol,
amtibiotik dan ibuprofen
dapat meningkatkan efek
Coumadin.
7. Mewaspadakan petugas
darurat bahwa pasien
menggunaka antikoagulan.
8. Pencegahan terutama
berhubungan dengan pasien
yang mengalami imobilasasi
berat, mengalami
tromboflebitis berulang,atau
menglami riwayat emboli
paru berulang.
9. Emboli paru dapat
mencetuskan disritmia seperti
fibrilasi atrial/getaran
10. Trombolflebitis dapat terjadi
berulang dan mencetuskan
EP.
by: Anisa, Ayu, Denny71
8. Waspada Medik
9. Diskusikan dan
berikan daftar tertulis
tanda/gejal untuk
dilaporkan
kedokter,mis., dispnea
berat takipnea dan
nyeri dada, kelemahan
berat, peningkata
berat badan yang tak
dapat dijelaskan,
edema
dependen,sesak napas.
Palpasi:
10. Nyeri
betis/pembengkakan
by: Anisa, Ayu, Denny72
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus.
Emboli biasanya merupakan gumpalan darah (Trombus), tetapi biasa juga berupa lemak,
cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara yang akan mengikuti
aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang tidak tersumbat
dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai kejaringan paru – paru yang terkena
sehingga kematian jaringan bisa dihindari tetapi bila yang tersumbat adalah pumbuluh yang
sangat besar atau orang memiliki kelainan paru – paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin
tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru – paru.
Efusi pleura memiliki tanda dan gejala yang hampir sama dan emboli paru. Gejala utama
yang sering muncul adalah gangguan saluran pernapasan. Pasien keseringan mengalami sesak,
oleh karena itu diagnosa utama pada kedua penyakit ini adalah ketidakefektifan pola nafas.
Perawat harus mengetahui asuhan keperawatan yang harus diberikan dalam
mempertahankan pola pernapasannya.
B. Saran
by: Anisa, Ayu, Denny73
Berdasarkan materi yang telah dipaparkan tersebut, pembaca khususnya mahasiswa
keperawatan dan praktisi keperawatan harus mengetahui tentang penyakit efusi pleura dan
emboli paru untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien efusi pleura dan emboli
paru dengan baik. Intervensi utama yang dilakukan adalah mempertahankan pola pernapasan
secara normal.
DAFTAR PUSTAKA
A Price, Sylvia dan M Wilson, Lorraine. 1995. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi Ke – 4.Jakarta: EGC
Bunner & Sudart, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni
Made S. Jakarta: EGC
Muttaqin, arif. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda. 2013. NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing
http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-emboli-paru/
by: Anisa, Ayu, Denny74