Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia
-
Upload
lisaevangelista -
Category
Documents
-
view
65 -
download
22
description
Transcript of Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia
MAKALAH DASAR ILMU GIZI
ANEMIA
Disusun oleh
1. Arum Sari 14110048
2. Candra Meilita P.D 14110064
3. Evi Aryani 14110080
A11.2
Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Respati Yogyakarta
2015
1
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan karunianya sehingga makalah mengenai monitoring kemar mandi kos dapat
terselesaikan.
Pada kesempatan kali ini kami tidak lupa menyampaikan rasa syukur dan terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu selama penyusunan makalah ini terutama untuk
dosen Mata Kuliah Kesehatan Lingkungan ibu E. Deta Lustiyanti, S.Pd. Si.,M.Si dan teman-
teman yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada Kami.
Dengan penuh kesadaran bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini melainkan
Allah, maka makalah ini pun tidak luput dari segala kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca yang bersifat memperbaiki, menyempurnakan,
dan mengembangkan makalah ini sangat kami harapkan.
Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amin.
2
BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia terutama bagi
kelompok wanita usia reproduksi (WUS). Anemia pada WUS dapat menimbulkan kelelahan,
badan lemah, penurunan kapasitas/kemampuan atau produktivitas kerja. Bagi ibu hamil.
Anemia berperan pada peningkatan prevalensi kematian dan kesakitan ibu, dan bagi bayi
dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi, serta BBLR.
Anemia pada umumnya terjadi di seluruh dunia, terutama di Negara berkembang
(developing countries) dan pada kelompok sosio-ekonomi rendah. Pada kelompok dewasa,
anemi terjadi pada wanita usia reproduksi, terutama wanita hamil dan wanita menyusui
karena mereka banyak yang mengalami defisiensi Fe. Secara keseluruhan, anemia terjadi
pada 45 persen wanita di Negara berkembang dan 13 persen di Negara maju (developed
countries). Di amerika, terdapat 12 persen wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun, 11 persen
wanita hamil usia subur mengalami anemia. Sementara persentase wanita hamil dari keluarga
miskin terus meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan (8 persen anemia di trimester I,
12 persen anemia di trimester II, dan 29 persen anemia di trimester III). Anemia pada wanita
masa nifas (Pascapersalinan) juga umum terjadi, sekitar 10 persen dan 22 persen terjadi pada
wanita post- partum dari keluarga miskin.
Anemia defisiensi zat gizi besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia
dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Perkiraan prevalensi anemia secara global
adalah sekitar 51%. Bandingkan dengan prevalensi untuk balita yang sekitar 43% anak usia
sekolah 37%, pria dewasa hanya 18% dan wanita tidak hamil 35%. Di tahun 1990,prevalensi
anemia kurang besi pada ibu hamiljustru meningkat sampai 55% (WHO, 1990); yang
menyengsarakan sekitar 44% wanita diseluruh Negara sedang berkembang (kisaran angka
13,4-87,5%). Angka tersebut terus membengkak hingga 74% (1997) yang bergerak dari
13,4% (Thailand) ke 85,5% (India).Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung
di Negara sedang berkembang , ketimbang Negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen
3
atau kira-kra 1400 juta orang dari perkiraan populasi 3800 juta orang di Negara sedang
berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di Negara maju hanya sekitar
8% atau kira-kira 100 juta orang dari perkiraan populasi 1200 juta orang.
Di Indonsia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah gizi yang utama di
Indonesia, disamping tiga masalah gizi lainnya, yaitu kurang kalori protein, defesiensi
vitamin A, dan gondok endemic. Dampak kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat diamati
dari besrnya angka kesakitan dan kematian maternal, peninkatan angka kesakitan dan
kematiaan janin, serta peningkata resiko terjadinya BBLR. Penyebab utama kematian
maternal, antara lain pendarahan pascapartum (disamping eklamsia, dan penyakit infeksi) da
plasenta previa yang semuanya bersumber pada anemia defisiensi. Anemia gizi disebabkan
oleh defisiensi zat gizi besi, asam folat, dan atau vitamin B12. Semuanya berakar pada
asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah buruk, dan kecacingan yang masih
tinggi. Dari ketiga penyebab tersebut, defisiensi vitamin B12 (anemia parnisiosa) merupakan
penyebab yang paling jarang terjadi selama kehamilan. Jenis snemia lain yang juga kerap
terjadi selama kehamilan adalah anemia aplastic dan anemia hemolitik yang diimbas oleh
obat. Namun, yang akan dibahas dalam tulisan ini hanya anemia akibat defisiensi zat besi.
Defenisni Fe yang umum terjadi di dunia merupakan penyebab utama terjadinya anemia gizi.
Di Negara-negara di mana prevalensi anemia lebih besar dari 20 persen, penyebab anemia
adalah defisiensi Fe atau kombinasi defisiensi Fe dengan kondisi lainnya seperti status sosio-
ekonomi. Sebuah penelitian yang dilakukan di manado pada Oktober 2002 terdapat 30 ibu
hamil menunjukkan adanya hubungan positif antara status social ekonomi ibu hamil dengan
kadar serum ferritin darahnya.
Sebuah studi telah dilakukan tahun 2002 di manado, Provinsi Sulawesi Utara untuk
menilai hubungan antara status Ferritin (Fe) ibu hamil trimester ketiga dengan level serum
ferritin pada bayi yang dilahirkan dengan berat badan rendah/BBLR. Hasil penelitian
menunjukkan adanya korelasi signifikan yaitu ibu hamil trimester ketiga yang tidak
mengalami defisiensi Fe (Konsentrasi serum ferritin < 12 mg/ml). cenderung melahirkan bayi
BBLR dengan kandungan serum ferritin dalam darah yang normal ( Nan Warouw N. dan
Sugiarto W., 2005).
4
2. Tujuan
1. Untuk mengetahui besaran masalah anemia di dunia
2. Untuk mengetahui batasan anemia, defisiensi Fe, dan Anemia Defisiensi Fe
3. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia
4. Untuk mengetahui upaya pencegahan dan pengobatan anemi
5
BAB II
HASIL dan PEMBAHASAN
Untuk mencegah dan mengobati anemia, maka penentuan factor-faktor penyebab
sangat diperluaka. Jika penyebabnya adalah masalah nutrisi, penilaian status gizi dibutukhan
untuk mengidentifikasi nutrient yang berperan dalam kasus anemia. Anemia gizi dapat
disebabkan oleh berbagai macam nutrient penting pada pembentukan Hb.
Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi haemoglobin (Hb) atau hematokrit
nilai ambang batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah
(eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis), atau kehilangan darah yang
berlebihan. Defisiensi Fe berperan besar dalam kejadian anemia, namun defisiensi zat gizi
lainnya, kondisi nongizi, dan kelainan genetic (herediter) juga memainkan peran terhadap
anemia. Defisiensi Fe terjadi saat jumlah Fe yang diabsorpsi tidak memadai untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan oleh rendahnya intake Fe, karena perubahan fisiologi
seperti kehamilan, dan proses pertumbuhan.
Defenisiensi Fe menunjukkan terjadinya kondisi penipisan cadangan Fe dalam tubuh
yang dibuktikan adanya penurunan level serum ferritin. Pengurangan cadangan Fe tidak
selalu dihubungkan dengan kejadian anemia. Namun, kondisi ini tetap rentan terhadap resiko
anemia. Defisiensi Fe tanpa anemia terjadi saat deplesi Fe cukup tinggi sehingga
memengaruhi kemampuan produksi Hb. Penyebab anemia antara lain penyakit cacingan,
malaria, penyakit hemolitik kongenital, seperti thalassemia dan defisiensi mikro nutrient lai
yaitu KVA.
Iron adalah komponen penting bagi tubuh. Haemoglobin (Hb) yaitu suatu oksigen
yang mengantarkan eritrosit berfungsi penting bagi tubuh. Hb terdiri dari Fe, protoporfirin,
dan globin (1/3 berat Hb terdiri dari Fe). Pada keadaan IDA, suplai Fe tidak mencukupi bai
sintesis Hb secara normal sehingga produksi eritrosit berkurang dengan ukuran kecil
(mikrositik) dan berwarna pucat (hipokromik). Akibatnya, Fe berfungsi hanya untuk
myoglobin, yaitu Hb berisi protein otot, hemo, dan enzim non-heme.
6
Kurang dari 1 persen Fe berada dalam bentuk transport iron yaitu transferrin, sisanya
ditemukan sebaga cadangan dalam tubuh yaitu ferritin dan hemosiderin. Fe terutama
disimpan dalam liver/hati, limpa, dan sumsum tulang. Cadangan Fe digunakan untuk
memelihara keseimbangan Fe dengan mengatur absorpsi Fe dari diet makanan.
Tahapan defisiensi Fe yang mengarah pada anemia terjadi sebagai berikut: deplesi/penipisan
Fe ditandai dengan penurunan cadangan Fe yang tercermin dari berkurangnya konsentrasi
serum ferritin. Selanjutnya terjadi peningkatan absorpsi Fe akibat menurunnya level Fe
tubuh. Manifestasi keadaan ini menimbulkan eritropoiesis defisiensi Fe (defisiensi Fe tanpa
anemia), cadangan Fe menipis dan produksi Hb terganggu. Meskipun konsentrasi Hb di atas
cut off point kategori anemia, namun terjadi pengurangan transferrin saturasi yaitu jumlah
suplai Fe ke sumsum tulang tidak cukup, meningkatnya konsentrasi eritrosit protoporfirin
karena kekurangan Fe untuk membentuk Hb. Di akhir tahapan defisiensi Fe, anemia
dintandai dengan konsentrasi Hb. Di akhiri tahapan defisiensi Fe, anemia ditandai dengan
konsentrasi Hb atau hematokrit di bawah range normal.
Table 1 kadar hemoglobin (Hb) dan volume hemtokrit (Ht) sebagai Indikator anemia
Usia / jenis kelamin Kadar Hb (gr/L)2 Hemtokrit (gr/L)Usia 6 bulan- 2 tahunAnak 5-11 tahunAnak 12-14 tahunPria dewasaWanita tak hamilIbu hamil
<110<115<120<130<120<110
<0,33<0,34<0,36<0,39<0,36<0,33
(Dikutip dari: “the management of nutrition in major emergencies”, WHO 2000)
Tabel 2 Nilai Cut of Points Kategori AnemiaKelompok Umur Nilai (g/dl)
Anak usia 6 bulan – 5 thnAnak usia 5 – 11 thnAnak usia 12 – 13 thnWanita dewasaWanita hamilLaki – laki
11,011,512,012,011,013,0
Sumber: indicators for assessing iron deficiency and strategies for its prevention,WHO/UNICEF,UNU
7
2.2 Batasan Anemia, Defisiensi Fe, Dan Anemia Defisiensi Fe
Anemia didefinisikan sebagai keadaan di mana level Hb rendah kerana kondisi
patologis. Defisiensi Fe merupakan salah satu penyebab anemia, tetapi bukanlah satu-satunya
penyebab anemia. Penyebab lainnya adalah infeksi kronik, khususnya malaria dan defisiensi
asam folat.
Sementara defisiensi Fe diartikan sebagai keadaan biokimia Fe yang abnormal disertai
atau tanpa keberadaan anemia. Biasanya defisiensi Fe merupakan akibat dari rendahnya
bioavailabilitas intake Fe, peningkatan kebutuhan Fe selama periode kehamilan dan
menyusui, dan peningkatan kehilangan darah karena penyakit cacingan atau schistosomiasis.
Anemia merupaka keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematocrit, dan jumlah sel darah
merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan. Anemia gizi adalah keadaan
dengan kadar hemoglobin, hematocrit, dan sel darah merah yang lebih rendah dari nilai
normal, sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan esensial yang
dapat memengaruhi timbulnya defisiensi tersebut.
Anemia difisiensi Fe terjadi pada tahap anemia tingkat berat (Severe) yang berakibat
pada rendahnya kemampuan tubuh memelihara suhu, bahkan dapat mengancam kematian.
2.3 Etiologi
Secara umum, ada iga penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu (1) kehilangan darah
secara kronis sebagai dampak pendarahan kronis, seperti pada penyakit ulkus peptikum,
hemoroid, infestasi parasite, dan proses keganasan; (2) asupan zat besi tidak cukup dan
penyerapan tidak adekuat dan (3) peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan
sel darah merah yang lazim berlangsung pada amsa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa
kehamilan dan menyusui.
8
2.4 Akibat Anemia (IDA)Akibat IDA pada wanita dihubungkan dengan defisiensi Fe dan anemia yang dapat
menimbulkan efek kematian, hasil kelahiran, kemampaun, dan kapasitas kerja. Severe anemia
(Hb < 4 g/dl) dikaitkan dengan peningkatan kematian, umumnya terjadi pada kondisi stress
pascapersalinan karena fungsi oksigen dan jantung terganggu oleh menurunnya kadar Hb.
Konsentrasi Hb ibu hamil dapat memengaruhi berat lahir bayi atau kelahiran premature.
Akibat lain yang ditimbulkan oleh IDA adalah penurunan performa kerja pada kelompok usia
dewasa. Wanita penderita anemia kurang produktif bekerja dibanding wanita tanpa anemia
karena pada kelompok pertama mengalami penurunan kapasitas transportasi oksigen dan
terganggunya fungsi otot dikaitkan dengan deficit Fe. Peningkatan produktifitas kerja ini
dapat dicapai melalui melalui intervensi suplementasi Fe bagi wanita pekerja penderita
anemia. Pada kelompok bayi dan anak-anak, anemia dihubungkan dengan gangguan prilaku
dan pengembangan kecerdasan. Kurang jelas diketahui efek anemia terhadap prilaku dan
kecerdasan pada orang dewasa.
2.5 Kehilangan Darah Secara Kronis
Para pria dewasa, sebagian besar kehilangan darah disebabkan oleh proses perdarahan
akibat penyakit (atau trauma), atau akibat pengobatan suatu penyakit. Sementara pada
wanita, terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah yang keluar selama
haid sangat banyak (banyak wanita yang tidak sadar kalau darah haidnya terlalu banyak) akan
terjadi anemia defisiensi zat besi.
Sepanjang usia reproduktif, wanita akan mengalami kehilangan darah akibat peristiwa
haid. Beberapa penelitian telah membuktukan bahwa jumlah darah ang hilang selama satu
periode haid berkisar antara 20-25 cc. kira-kira sama dengan 0,4-0,5 mg sehari. Jika jumlah
tersebut ditambah dengan kehilangan basal, jumlah total zat besi yang hilang sebesar 1,25 mg
per hari.
Selain ulasan di atas, kehilangan zat besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi
parasite, seperti cacing tambang (ankilostoma dan nekator), schistosoma, dan mungkin pula
trichuris trichiura. Kasus-kasus tersebut lazim terjadi dinegara tropis terklasifikasi sebagai
Negara belum dan sedang berkembang), lembab serta keadaan sanitasi yang buruk.
Darah yang hilang akibat infestasi cacing tambang bervariasi antara 2-100 cc/hari,
bergantung pada beratnya infestasi. Jika jumlah zat besi dihitung berdasarkan banyaknya
telur cacing yang terdapat pada tinja, jumlah zat besi yang hilang per seribu telur adalah
sekitar 0,8 (untuk necator americanus) sampai 1,2 mg (untuk ancylostoma duodenale) sehari.
9
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia
Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadainya asupan makanan
sumber Fe, meningkatnya kebutuhan Fe saat hamil dan menyusui (perubahan fisiologi), dan
kehilangan banyak darah. Anemia di sebabkan oleh ketiga factor itu terjadi secara cepat saat
cadangan Fe tidak mencukupi peningkatan kebutuhan Fe. Wanita Usia Subur (WUS) adalah
salah satu kelompok risiko tinggi terpapar anemia karena meraka tidak memiliki asupan atau
cadangan Fe yang cukup terhadap kebutuhan dan kehilangan Fe. Dari kelompok WUS
tersebut yang paling tinggi berisiko menderita anemia adalah wanita hamil, wanita nifas, dan
wanita yang banyak kehilangan darah pada saat manstruasi. Pada wanita yang mengalami
menopause denagn defisiensi Fe menjadi penyebab adalah pendarahan gastrointertinal.
2.7 Asupan dan Serapan Tidak Adekuat
Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang berasal dari
daging hewan. Selain banyak mengandung zat besi, serapan zat besi dari sumber makanan
tersebut mempunyai angka keterserapan sebesar 20-30%. Sayangnya sebagian besar
penduduk yang belum sedang berkembang tidak (belum) mampu menghadirkan bahan
makanan tersebut di meja makan. Ditambah dengan kebiasaan mengkonsusmsi makanan
yang dapat mengganggu penyerapan zat besi (seperti kopi dan the) secara bersamaan pada
waktu makan menyebabkan serapan zat besi semakin rendah.
2.8 Asupan Fe Yang Tidak Memadai
Hanya sekitar 25 persen WUS memenuhi kebutuhan Fe sesuai AKG (26
mikrogram/hari). Secara rata-rata, wanita mengonsumsi 6,5µg Fe per hari memalui diet
makan. Kecukupan intake Fe tidak hanya dipenuhi dari kosumsi makanan sumber Fe (daging
sapi, ayam, ikan, telur, dan lain-lain), tetapi dipengaruhi oleh variasi penyerapan Fe. Variasi
ini disebabkan oleh perubahan fisiologis tubuh seperti hamil dan menyusui sehingga
meningkatkan kebutuhan Fe bagi tubuh, tipe Fe dikonsumsi, dan factor diet yang
mempercepat (enhancer) dan menghambat (inhibitor) penyerapan Fe. Jenis Fe yang
dikonsumsi jauh lebih penting daripada jumlah Fe yang dimakan. Heme iron dari Hb dan
mioglobin hewan yang lebih mudah dicerna dan tidak dipengaruhi oleh inhibitor Fe. Non
heme iron yang membenuk 90 persen Fe dari makanan nondaging (termasuk biji-bijian,
sayuran,buah, telur) tidak mudah diserap oleh tubuh.
10
Bioavailabilitas non heme iron di pengaruhi oleh beberapa factor inhibitor dan
enhancer. Inhibitor urama penyerapan Fe adalah fitat dan polifenol. Fitat terutama ditemukan
pada biji-bijian serean, kacang, dan beberapa sayuran seperti kacang. Polifenol dijumpai
dalam minuman kopi, the, sayuran, dan kacang-kacangan. Enhancer penyerapan Fe antara
lain asam askorbat atau vitamin C dan protein hewani dalam daging sapi,ayam, ikan karena
mengandung asam amino pengikat Fe untuk meningkatkan absorpsi Fe. Alkohol dan asam
laktat kurang mampu meningkatkan penyerapan Fe.
22.9 Peningkatan kebutuhan
Asupan zat besi harian diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui tinja,
air kencing dan kulit. Kehilangan basis ini di duga sebanyak 14µg/kg BB/hari. Jika dihitung
berdasarkan jenis kelamin, kehilangan basis zat besi untuk pria dewasa mendekati 0,9 mg dan
0,8 mg untuk wanita.
Kebutuhan akan zat besi selama kehamilan meningkat. Peningkatan ini dimaksudkan
untuk memasok kebutuhan janin untuk pertumbuhan (pertumbuhan janin membutuhkan
banyak sekali zat besi), pertumbuhan plasenta, dan pengingkatan volume darah ibu:
jumlahnya sekitar 1.000 mg selama hamil. Kebutuhan akan zat besi selama trimester 1 relatif
sedikit, yaitu 0,8 mg per hari, yang kemudian mengingkat tajam selama trimester II dan III
yaitu 6,3 mg sehari.
Sebagian peningkatan ini dapat terpenuhi dari cadangan zat besi, serta peningkatan
adaptif jumlah presentasi zat besi yang terserap melalui saluran cerna. Namun jika cadangan
zat besi sangat sedikit (atau, ekstremnya tidak ada sama sekali) sedangkan kandungan dan
serapan zat besi dalam dan dari makanan sedikit, pemberian suplementasi pada masa-masa
ini menjai sangat penting.
Kebutuhan Fe meningkat selama hamil untuk memenuhi kebutuhan Fe akibat
peningkatan volume darah, untuk menyediakan Fe bagi janin dan plasenta, dan untuk
menggantikan kehilangan darah saat persalinan. Peningkatan absorpsi Fe selama trmerter II
kehamilan membantu peningkatan kebutuhan. Beberapa studi menggambarkan hubungan
antara suplementasi Fe selama kehamilan dan peningkatan konsentrasi Hb pada trimester III
kehamilan dapat meningkatkan berat lahir bayi dan usia kehamilan.
11
Table 3 faktor yang berpengaruh dalam penyerapan zat besiFactor makanan:
Factor yang memacu penyerapan zat besi bukan heme;1. Vitamin C2. Daging, ungags, ikan, makanan laut, lain3. pH rendah
factor yang menghambat penyerapan zat besi bukan heme:1. fitat (500 mg/hari)2. polifenol
factor pejamu (Host)1. status zat besi2. status kesehatan (infeksi, malabsorbsi)
(Dikutip dari: “preventing and controlling iron deficiency anemia through primary health care: a guade for health administrator and programme manager” oleh EM DeMayer, WHO 1989).
Selama menyusui, zat besi yang harusnya hilang bersama darah haid dialihkan
sebagian (kira-kira 0,3 mg) ke dalam air susu ibu (ASI) sebagai tambahan kehilangan basal.
Kehilangan zat besi yang bersifat fisiologis mengandung zat besi. Besarnya kehilangan itu
sekitar 1 mg/hari. Belum diketahui dengan pasti berapa jumlah zat besi yang dikonsumsi
oleh orang Indonesia. Di amerika, makanan yang dikonsumsi mengandung 10-20 mg zat besi
sehari (diserap sebanyak 10%).
2.2.10 Kehilangan Banyak Darah
Kehilangan darah terjadi melalui operasi, penyakit, dan donor darah. Pada wanita,
kehilangan darah terjadi melalu menstruasi. Wanita hamil juga mengalami pendarahan pada
saat dan setelah melahirkan. Efek samping atau akibat kehilangan darah yang keluar dan
cadang Fe dalam tubuh.
Rata-rata seorang wanita mengeluarkan darah 27 ml setiap siklus menstruasi 28 hari.
Diduga10 persen wanita kehilangan darah dari 80 ml perbulan. Banyak darah yang keluar
berperan pada kejadian anemia kerena wanita tidak mempunyai persediaan Fe yang cukup
dan absorpsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi.
Jumlah Fe yang hilang/keluar saat menstruasi juga bervariasi dengan tipe alaat KB yang
dipakai. IUD atau spiral dapat meningkatkan pengeluaran darah 2 kali saat menstuasi dan pil
mengurangi kehilangan darah sebesar 1,5 ml kali ketiga menstuasi berlangsung.
12
Komplikasi kehamilan yang mengarah pada pendarahan saat dan pascapesalinan
dihubungkan juga dengan peningkatan risiko anemia. Plasenta previa plasenta abrupsi
berisiko terhadap timbulnya anemia setelah melahirkan. Dalam persalinan normal, seorang
wanita hamil akan mengeluarkan darah rata-rata 500 ml atau setara dengan 200 mg Fe.
Pendarahan juga meningkat saat proses melahirkan secara Caesar/operasi. Pendarahan masa
nifas diperkirang berlangsung selama 27-33 hari, namun terkadan lebih lama. Pendarahan ini
diragukan memiliki peran terhadap kejadian anemia.
2.11 Tanda dan gejala anemia defisiensi Besi
Tanda dan gejala anemia defisiensi besi biasanya tidak khas dan sering tidak jelas,
seperti : pucat, mudah lelah, berdebar, takikardia, dan sesak napas. Kepucatan bias diperiksa
pada telapak tangan, kuku dan dan konjungtiva palpebral. Penelitian terhadap pasien anak
rawat inap yang menderita anemia berat (JR ZZucker et al, 1997) membuktukan bahwa
kepucatan pada kuku dan telapak tangan lebih sensitive dan spesifik (62% dan 60%) jika
dibandingkan dengan konjungtiva palpebral (31%). Pada pasien rawat jalan, sensitifitas dan
spesifisitas itu lebih tinggi lagi (90%), sementara konjungtiva palpebral hanya 81%. Pada
kasus seperti ini, kontribusi tanda lain seperti takikardia, dan sesak napas tidak menambah
kekuatan diagnosis. Jika keadaan itu berlangsung lama dan berat, akan terjadi stomatitis
angularis, glositis dan koilonika. Tanda yang khas meliputi anemia, stomatitis angularis,
glositis, disfagia, hipokloridia, koilonikia, dan pagofagia. Tanda yang kurang khas berupa
kelelahan, anoeksia, kepekaan terhadap infeksi meningkat, kelainan perilaku tertentu, kinerja
intelektual serta kemampuan kerja menyusut.
Penilaian status besi
Besi merupakan komponen penting dari sel darah merah (70% dari total besi dalam
tubuh), myoglobin (4%) serta enzim-enzim seperti sitokrom, katalase, dan peroksidase
(kurang dari 1%). Sekitar 25% total besi tubuh tersimpan terutama dalam hati, selebihnya
terserak pada sel-sel retikuloendotel dalam sum-sum tulang dan limpa (Oski, 1979)
proses terbentuknya kondisi defisiensi besi terbagi menjadi tiga fase yaitu: (a) deplesi besi,
(b) iron-deficient erythropoiesis, dan (c) anemia kekurangan besi. Fase pertama merupakan
pengurasan cadangan besi yang tercermin sebagai penurunan kadar ferritin serum. Penurunan
kandungan besi dalam plasma (menjadi <60 µg/dL) dan peningkatan kemampuan ikat besi
total (total iron-binding capacity), yang mengakibatkan presentase penjenuhan penurunan
(menjadi kurang dari 15%) berlangsung pada fase kedua. Masih dalam fase ini, kadar
13
protoporfirin eritrosit akan meninggi melebihi angka 100 µg/dL) karena pasok besi tak cukup
lagi untuk menyintesis heme sementara kadar hemoglobin masih bertahan pada nilai normal.
Terakhir, terjadi anemia hipokromik mikrositik, yang berakibat pada penurunan nilai MCHC
(mean corpuscular haemoglobine concentration). Penurunan kadar besi (<40 µg/dL) dan
ferritin (<10µg/dL) plasma terus berlanjut pada fase ini; disamping peningkatan protoporfirin
eritrosit (>200 µg/dL) dan kemampuan ikat besi total (>410 µg/dL).
Penilaian status besi yang terbaik dapat diperoleh dengan menggunakan beberapa
indicator secara bersamaan. Temuan dua atau lebih nilai yang tidak normal mencerminkan
adanya gangguan pada status besi. Pemilihan kombinasi yang aling tepat sangat bergantung
pada kesehatan individu dan tujuan pemeriksaan karena kedua hal ini dapat menyesatkan
interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium. Pandangaan kronis, misalnya dapat
mengaburkan diagnosis kekurangan besi, kecuali jika uji kemampuan ikat besi total dan
ferritin serum juga dilakukan.
Kemampuan ikat besi (total iron-binding capacity/TIBC) cenderung meninggi manakala
cadangan besi berkurang dan merendah ketika cadangan itu bertambah. Nilai TIBC penderita
anemia yang diakibatkan penyakit kronis biasanya dibawah normal. Atas dasar ini, kadar
ferritin serum dijadikan patok uji pembedaan antara anemia yang dilatarbelakangi oleh
kekurangan besi bagi sebagian besar (70%) kasus (AM Kis, 1999).
Pencegahan dan Pengobatan IDA/Anemia
Anemia defisiensi Fe dicegah dengan memelihara keseimbangan antara asupan Fe
dengan kebutuhan dan kehilangan Fe. Jumlah Fe yang dibutuhkan untuk memelihara
keseimbangan ini bervariasi antara satu wanita dengan lainnya, tergantung pada riwayat
reproduksi dan jumlah kehilangan darah selama menstruasi. Peningkatan konsumsi Fe untuk
memenuhi kebutuhan Fe dilakukan memalui peningkatan konsumsi makanan yang
mengandung heme iron,bersifat mempercepat (enhancer) non-heme iron, dan meminimalkan
konsumsi makanan yang mengandung factor menghambat absorpsi Fe (inhibitor). Jika
kebutuhan Fe tidak cukup terpenuhi dari diet makanan, dapat ditambah dengan semplemen
Fe terutama bagi wanita hamil dan masa nifas.
Suplementasi Fe adalah salah satu strategi untuk meningkatkan intake Fe yang berhasil jika
individu mematuhi aturan konsumsinya. Banyak factor yang mendukung rendahnya tingat
kepatuhan (compliance) tersebut, seperti individu sulit mengingat aturan minum tiap hari,
minimnya dana untuk membeli suplemen secara teratur, dan efek samping yang tidak nyaman
dari Fe contohnya gangguan lambung. Bentuk strategi lain yang digunakan untuk
14
meningkatkan kepatuhan mengonsumsi Fe adalah melalui pendidikan tentang pentingnya
suplementasi Fe dan efek samping akibat minum Fe.
Fortifikasi produk-produk sereal juga merupakan salah satu strategi peningkatan konsumsi Fe
di masyarakat yang bernilai rendah biaya. Di USA, fortifikasi tepung terigu dengan Fe
berkonstribusi cukup tinggi terhadap asupan 19 persen dan 14 persen Fe.
Sejauh ini ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia defisiensi zat besi. Keempat
pendekatan tersebut adalah 1. Pemberian tablet atau suntikan zat besi, 2. Pendidikan dan
upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi melalui makanan, 3.
Pengawasan penyakit infeksi, dan 4. Fortifikasi makanan pokok dengan zat besi.
a. Pemberian Suplementasi Tablet besi
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok (di samping anak usia pra-sekolah, anak usia
sekolah, serta bayi) yang diprioritaskan dalam program suplementasi. Dosis suplementatif
yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua tablet (satu tablet mengandung 60mg Fe dan 200
µg asam folat) yang diamankan selama paruh kedua kehamilan karena pada saat tersebut
kebutuhan akan zat besi sangat tinggi.
Pada awal kehamilan, program suplementasi tidak akan berhasil karena “morning sickness”
dapat mengurangi keefektifan obat. Namun, cara ini baru akan berhasil jika pemberian tablet
ini dilakukan dengan pengawasan yang ketat.
Table 10.5 Program Suplementasi Besi untuk Ibu Hamil
Prevalensi Anemia
pada Ibu Hamil
Dosis Harian Lama Pemberian
SuplementasiBesi Asam Folat
< 40 % 60 mg 400 µg 6 bulan selama hamil
≥ 40 % 60 mg 400 µg 6 bulan selama hamil,
dilanjutkan sampai 3 bulan
setelah melahirkan
(Dikutip dari:”The management of nutrition in major emergencies”. WHO 2000).
b. Pendidikan
Seperti telah dibicarakan di depan, konsumsi tablet zat besi dapat menimbulkan efek samping
yang mengganggu sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan. Penolakan
tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka bahwa selama kehamilan mereka
memerlukan tambahan zat besi. Agar mengerti, para ibu hamil harus diberikan pendidikan
yang tepat, misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi akibat anemia, dan harus pula
diyakinkan bahwa salah satu penyebab anemia adalah defisiensi zat besi.
15
c. Modifikasi Makanan
Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara. Pertama, pemastian
konsumsi makanan yang cukup mengandung kalori sebesar yang semestinya dikonsumsi.
Sebagai gambaran, setiap 1000kkal makanan dari beras saja mengandung 6 mg Fe (seorang
ibu hamil setidaknya memerlukan 2000kkal, dan itu berarti 12 mg Fe). Penelitian di India
menunjukkan bahwa konsumsi total besi meningkat sekitar 35-30% setelah kekurangan
energy dikoreksi. Kedua, meningkatkan ketersediaan hayati zat besi yang dimakan, yaitu
dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu dan menghindarkan pangan
yang bisa mereduksi penyerapan zat besi.
Tabel 10.6 Program Suplementasi Besi untuk Anak hingga Usia 24 Bulan
Prevalensi
anemia pada
anak 6-24 bulan
Berat Lahir
Dosis HarianLama pemberian
suplementasiBesi Asam Folat
< 40 % Normal 12,5 mg 50 µg Dari usia 6-12 bulan
Rendah 12,5 mg 50 µg Dari usia 2-24 bulan
≥ 40 % Normal 12,5 mg 50 µg Dari usia 6-24 bulan
Rendah 12,5 mg 50 µg Dari usia 2-24 bulan
(Dikutip dari:”The management of nutrition in major emergencies”. WHO 2000).
d. Pengawasan Penyakit Infeksi
Pengobatan yang efektif dan tepat waktu dapat mengurangi dampak gizi yang tidak diingini.
Meskipun, misalkan, jumlah episode penyakit tidak berhasil dikurangi, pelayanan pengobatan
yang tepat telah terbukti dapat menyusutkan lama, serta beratnya infeksi.
Tindakan yang penting sekali dilakukan selama penyakit berlangsung adalah mendidik
keluarga penderita tentang cara makan yang sehat selama dan sesudah sakit. Pendidikan
tersebut sangat penting, terutama karena anak-anak balita sering dikondisikan dalam keadaan
semikelaparan selama penyakit berjangkit. Padahal (perlu diingat) seharusnya (dan
sebaiknya), makanan dan minuman harus diberikan sebanyak yang bisa ditoleransi oleh anak.
Pengawasan penyakit infeksi ini memerlukan upaya kesehatan masyarakat pencegahan
seperti penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi lingkungan, dan kebersihan perorangan. Jika
terjadi infestasi parasit, tidak bisa disangkal lagi bahwa cacing tambang (Ancylostoma dan
Necator), serta Schistosoma adalah penyebabnya. Sementara peran parasit usus yang lain
terbukti angat kecil. Ada banyak bukti tertulis bahwa parasit dalam jumlah besar dapat
mengganggu penyerapan berbagai zat gizi (sebagai contoh: Giardia lamblia dalam jumlah
16
besar dapat mereduksi penyerapan zat besi). Karena itu, parasit harus dimusnahkan secara
rutin.
e. Fortifikasi Makanan
Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses secara terpusat merupakan
inti pengawasan anemia di berbagai Negara. Fortifikasi makanan merupakan salah satu cara
terampuh dalampencegahan defisiensi zat besi. Proses ini boleh ditergetkan untuk merangkul
beberapa atau seluruh kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat yang dijadikan target
harus (dilatih) dibiasakan mengonsumsi makanan fortifikasi itu, serta harus memiliki
kemampuan untuk mendapatkannya.
Fortifikasi makanan dengan zat besi secara teknis lebih sulit jika dibandingkan dengan
fortifikasi dengan zat lain karena zat besi yang tersedia secara kimiawi sangat reaktif dan
berkecenderungan mengubah warna makanan. Contohnya, garam ferro yang dapat larut
ternyata sering mengubah warna akibat persenyawaannya dengan campuran sulfur, tannin,
polifenol, serta substansi lain. Prubahan warna terutama tidak disenangi jika makanan yang
difortifikasi tersebut berwarna terang (misalnya fortifikasi gandum). Di samping itu,
campuran Fe reaktif dapat mengatalisasi reaksi oksidasi sehingga menimbulkan bau dan rasa
yang tidak diingini.
Ferro sulfat telah digunakan secara luas untuk memfortifikasi roti serta produk bakeri lain
yang dijual untuk waktu singkat. Jika disimpan selama beberapa bulan makanan tersebut
akan menjadi tengik.
Di Negara industri, produk makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum, serta roti
makanan yang terbuat dari jagung dan bubur jagung, dan produk susu, seperti susu formula
bayi dan makanan sapihan. Penggunaan susu formula yang telah difortifikasi dengan zat besi
dan asam askorbatdi Cili telah terbukti berhasil menurunkan prevalensi anemia pada bayi 15
bulan sampai kurang dari 2% (bandingkan dengan bayi yang diberi susu formula tanpa
fortifikasi : 28%). Di Negara sedang berkembang lain telah dipertimbangkan untuk
memfortifikasi garam, gula, beras, serta saus ikan.
2.14 Screening dan Pengobatan
Screening diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok wanita yang harus diobati dalam
mengurangi morbiditas anemia. CDC menyarangkan aga remaja putrid dan wanita dewasa
yang tidak hamil harus di-screening tiap 5-10 tahun melalui uji kesehatan, meskipun tidak
ada factor risiko anemia seperti pendarahan, rendahnya intake Fe, dan sebagainya. Namun,
jika disertai adanya factor risiko anemia, maka screening harus dilakukan secara tahunan.
17
Penderita anemia harus mengonsumsi 60-120 mg Fe per hari dan meningkatkan asupan
makanan sumber Fe. Satu bulan kemudian harus dilakukan screening ulang. Bila hasilnya
menunjukkan peningkatan konsentrasi Hb minimal 1 g/dl hematorik minila 3 persen,
pengobatan harus diteruskan sampai tiga bulan.
Bagi wanita hamil harus dilakukan screening pada kunjungan ANC Idan rutin pada setiap
trimester. Wanita penderita anemia tingkat ringan harus diberikan Fe dosis 60-120 mg/hari,
dosis berikutnya dikurangi menjadi 30 mg/hari saat konsentrasi Hb atau hematokrit menjadi
normal untuk usia kehamilan. Wanita hamil dengan konsentrasi di bawa atau sama dengan 9
g/dl atau hematokrin kurang dari 27 persen saat screening harus dirujuk untuk pengobatan
medis lebih lanjut.
CDC menyarankan screening anemia dilakukan pada wanita nifas dalam waktu 4-6 minggu
pascapersalinan jika wanita itu menderita anemia saat hamil trimester III,atau melahirkan
bayi kembar, atau mengalami banyak pendarahan saat melahirkan.
2.15 Diagnosis
Menegakkan diagnosis anemia defisiensi zat besi tidaklah sulit, tetapi menentukan penyebab
anemia tersebut jelas tidak gampang. Jika anemia defisiensi ini terjadi pada pria yang asupan
pangannya cukup mengandung zat besi, perkiraan penyebab diarahkan pada pendarahan;
sementara pemeriksaan klinis dan laboratorium selayaknya ditujukan untuk mencari
penyebab pendarahan tersebut. Tapi jika yang menderita anemia defisiensi zat besi adalah
wanita dan jika diasumsikan bahwa asupan zat besinya adekuat, pemeriksaan klinis jangan
hanya di arahkan pada pendarahan yang abnormal selama dan di luar haid, melainkan juga
pada kemungkinan pendarahan di tempat lain.
2.16 Penatalaksanaan
Pada tataran praktis klinis jika penyebab anemia sudah ditemukan dan tempat pendarahan
berlangsung sudah berhasil dieliminasi, pengobatan diarahkan untuk mengganti deficit zat
besi dengan garam besi anorganik. Sesungguhnya, masalah defisiensi zat besi cukup diterapi
dengan memberikan makanan yang cukup mengandung zat besi. Namun jika anemia sudah
terjadi, tubuh tidak akan mungkin menyerap zat besi dalam jumlah besar dan dalam waktu
yang reltif singkat. Oleh karena itu pengobatan selalu menggunakan suplementasi zat besi,
disamping tentu saja menambah jumlah makanan yang kaya akan dan dapat menambah
penyerapan zat besi.
18
Tabel 10.3 Pengobatan Anemia Berat
UsiaDosis Harian
Lama PengobatanBesi Asam Folat
Anak <2 Tahun 25 mg 100-400 µg 3 Bulan
Anak 2-12 Tahun 120 mg 400 µg 3 Bulan
Remaja dan Dewasa
termasuk Ibu Hamil
600 mg 400 µg 3 Bulan
(Dikutip dari : “The management of nutrition in major emergencies”, WHO 2000)
2.17 Preparat Tablet
Tablet zat besi dalam bentuk ferro lebih mudah diserap ketimbang bentuk ferri. Sediaan yang
banyak tersedia, mudah didapat dan murah, serta khasiatnya yang paling efektif adalah ferro
sulfat, ferroglukonat, dan ferro fumarat. Namun, sayangnya ketersediaan dan keteraksesan
tablet ini bagi mereka yang membutuhkan belum optimal.
Survei Depkes terhadap program kesehatan Ibu (1994) menemukan baru sekitar 14% Ibu
hamil memperoleh tablet besi sebanyak lebih kurang 90 tablet (jumlah yang seharusnya
didapat selama hamil, 90 tablet) ; sementara 26% tidak sama sekali. Ibu hamil yang berusia
<20 tahun atau >35 yahun, dengan paritas tinggi dan berpendidikan rendah, umumnya tidak
pernah mengenal tablet besi selama hamil.
Jurang perolehan pil besih masih menganga antara mereka yang ‘berpunya’ dan ‘miskin’
yang tinggal didesa dan daerah urban, serta bermukim di pusat Kota. Masih menurut hasil
survey diatas, pengguna tablet besi di daerah Jawa-Bali bervariasi antara 18% (90 tablet) dan
22% (tidak memperoleh tablet sama sekali). Di luar Jawa, angka tersebut masing-masing
bergerak dari 11-30%. Untuk Ibu hamil yang tidak pernah memeriksakan kehamilan atau
selalu memeriksakan diri ke Dukun (diasumsikan sebagai miskin), 90% di antara mereka
tidak pernah menelan tablet, sementara mereka yang mampu ber-ANC (Ante Natal Care:
Perawatan selama Hamil) di Dokter swasta justru memperoleh tablet lebih dari 90 butir.
Dosis untuk Remaja dan Dewasa adalah 60 mg (anemia derajat ringan) sampai 120 mg
(anemia derajat sedang sampai berat) sehari. Ibu hamil biasanya tidak hanya diberi preparat
zat besi, tetapi juga (anemia pada kehamilan yang bukan hanya disebabkan oleh defisiensi zat
besi, tetapi juga oleh defisiensi asam folat) preparat asam folat. Dosis asam folat sebesar 500
µg dan besi sebanyak 120 mg.
19
Tabel 10.4 Sumber Makanan yang Mengandung Zat Besi
Jenis Zat besi Sumber
Zat Besi Heme
Daging, Ikan, ungags, dan hasil olahan
darah. Terhitung sebagai 10-15% dari
asupan zat besi di Negara industry, dan
<10% asupan zat besi di Negara yang
sedang berkembang. Ketersediaan
hayatinya tinggi: 20-30%.
Bukan heme:
*Zat Besi Makanan
Terutama terdapat pada serelia, umbi-
umbian, sayuran, kacang. Ketersediaan
hayatinya bergantung pada ada atau
tidaknya factor pemacu dan penghambat
yang dikonsumsi bersamaan.
*Zat Besi CemaranTanah, debu, air, wajan besi dll.
Ketersediaan hayatinya rendah.
*Zat Besi FortifikasiKetersediaan hayatinya ditentukan oleh
komponen makanan.
(Dikutip dari: “Preventing and controlling iron deficiency anemia through primary health care: a guide for
health administrator and programme manager” oleh EM DeMayer, WHO 1989).
Respons positif terhadap pengobatan dapat dilihat dari peningkatan kadar hemoglobin sebesar
0,1 gr/dl sehari mulai dari hari kelima dan seterusnya. Dengan demikian, pemberian
sebanyak 30 gr zat besi tiga kalai sehari akan meningkatkan kadar hemoglobin paling sedikit
sebesar 0,3 gr/dl/minggu (atau 10 hari). Secara Global, respons ini berdampak pada
penurunan prevalensi anemia ibu hamil, dari 73,7% pada tahun 1980 menjadi 63,5% dan
50,9% masing-masing pada tahun 1992 dan 1995.
Efek samping tablet besi berupa pengaruh yang tidak menyenankan, seperti rasa tidak enakdi
ulu hati, mual, muntah, dan diare (terkadang juga konstipasi). Penyulit ini tidak jarang
menyusutkan ketaatan pasien selama pengobatan berlangsung. Jika situasi seperti ini
berkembang, dosis sebaiknya diturunkan sampai pengaruh itu lenyap. Sementara itu, pasien
hendaknya diberi pengertian bahwa “pengaruh yang tidak menyenangkan” itu tidak ada
artinya jika dibandingkan dengan besarnya manfaat besi.
20
2.18 Preparat Parenteral
Preparat zat besi parenteral baru boleh diberikan jika pasien ridak bisa menoleransi preparat
oral (misalkan pemberian per-oral menyebabkan muntah hebat yang tidak dapat dihentikan
dengan cara menurunkan dosis), atau penyerapan preparat oral terganggu karena, misalnya,
diare, atau pada kasus-kasus ketidaktaatan.
Preparat parenteral yang paling serng digunakan (dapat diberikan secara intramuscular (IM)
atau intravena (IV) adalah Imferon (iron dextran). Manfaat pemberian secara IV adalah
pemenuhan kebutuhan zat gizi besi lengkap hhanya dalam satu dosis. Dosis yang dianjurkan
untuk Ibu hamil sebesar 500 mg Fe dalam 10 cc larutan garam fisiologis yang diberikan
selama 10 menit setelah dosis uji sebanyak 1-2 tetes.
Dosis yang boleh diberikan secara intermuskular adalah sebesar 100 mg Fe dalam 2 cc
larutan garam fisiologis. Pemberian IM sebaiknya dilakukan hanya jika tidak tersedia cukup
kemudahan untuk pemberian IV. Preparat lain adalah Astrefar (dextriferron) dan Jectofer
(Iron sorbitex).
21
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Anemia adalah masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia terutama bagi kelompok
wanita usia reproduksi (WUS) karena dapat menimbulkan kelelahan, badan lemah,
penurunan kepasitas/kemampuan atau produktivitas kerja. Bagi ibu hamil, anemia berperan
pada peningkatan prevelensi kematian dan kesakitaan ibu, dan bagi bayi dapat meningkatkan
risiko kesekitan dan kematian bayi, serta BBLR.
2. Animia disebabkan oleh beberapa factor, di antaranya asupan Fe yang tidak memadai,
peningkatan kebutuhan fisilogi selama hamil, dan proses persalinan, kehilangan banyak
darah.
3. Pencegahan timbulnya anemia dilakukan melalui peningkatan konsumsi makanan yang
mengandung heme iron, bersifat mempercepat (enhancer) non-heme iron, meminimalkan
konsumsi makanan yang mangendung factor penghambat absorpsi (inhibitor).
Saran
Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia terutama bagi
kelompok wanita usia reproduksi (WUS). Anemia pada WUS dapat menimbulkan kelelahan,
badan lemah, penurunan kapasitas/kemampuan atau produktivitas kerja. Bagi ibu hamil.
Anemia berperan pada peningkatan prevalensi kematian dan kesakitan ibu, dan bagi bayi
dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi, serta BBLR. Oleh sebab itu untuk
mencegah dan mengobati anemia, maka penentuan factor-faktor penyebab sangat diperlukan.
Jika penyebabnya adalah masalah nutrisi, penilaian status gizi dibutuhkan untuk
mengidentifikasi nutrient yang berperan dalam kasus anemia.
22