Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

40
MAKALAH DASAR ILMU GIZI ANEMIA Disusun oleh 1. Arum Sari 14110048 2. Candra Meilita P.D 14110064 3. Evi Aryani 14110080 A11.2 Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta 1

description

makalah dasar ilmu gizi''anemia''

Transcript of Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

Page 1: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

MAKALAH DASAR ILMU GIZI

ANEMIA

Disusun oleh

1. Arum Sari 14110048

2. Candra Meilita P.D 14110064

3. Evi Aryani 14110080

A11.2

Kesehatan Masyarakat

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Respati Yogyakarta

2015

1

Page 2: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena dengan rahmat

dan karunianya sehingga makalah mengenai monitoring kemar mandi kos dapat

terselesaikan.

Pada kesempatan kali ini kami tidak lupa menyampaikan rasa syukur dan terimakasih

kepada pihak-pihak yang telah membantu selama penyusunan makalah ini terutama untuk

dosen Mata Kuliah Kesehatan Lingkungan ibu E. Deta Lustiyanti, S.Pd. Si.,M.Si dan teman-

teman yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada Kami.

Dengan penuh kesadaran bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini melainkan

Allah, maka makalah ini pun tidak luput dari segala kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca yang bersifat memperbaiki, menyempurnakan,

dan mengembangkan makalah ini sangat kami harapkan.

Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amin.

2

Page 3: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

BAB I

Pendahuluan

1.   Latar Belakang

Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia terutama bagi

kelompok wanita usia reproduksi (WUS). Anemia pada WUS dapat menimbulkan kelelahan,

badan lemah, penurunan kapasitas/kemampuan atau produktivitas kerja. Bagi ibu hamil.

Anemia berperan pada peningkatan prevalensi kematian dan kesakitan ibu, dan bagi bayi

dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi, serta BBLR.

Anemia pada umumnya terjadi di seluruh dunia, terutama di Negara berkembang

(developing countries) dan pada kelompok sosio-ekonomi rendah. Pada kelompok dewasa,

anemi terjadi pada wanita usia reproduksi, terutama wanita hamil dan wanita menyusui

karena mereka banyak yang mengalami defisiensi Fe. Secara keseluruhan, anemia terjadi

pada 45 persen wanita di Negara berkembang dan 13 persen di Negara maju (developed

countries). Di amerika, terdapat 12 persen wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun, 11 persen

wanita hamil usia subur mengalami anemia. Sementara persentase wanita hamil dari keluarga

miskin terus meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan (8 persen anemia di trimester I,

12 persen anemia di trimester II, dan 29 persen anemia di trimester III). Anemia pada wanita

masa nifas (Pascapersalinan) juga umum terjadi, sekitar 10 persen dan 22 persen terjadi pada

wanita post- partum dari keluarga miskin.

Anemia defisiensi zat gizi besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia

dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Perkiraan prevalensi anemia secara global

adalah sekitar 51%. Bandingkan dengan prevalensi untuk balita yang sekitar 43% anak usia

sekolah 37%, pria dewasa hanya 18% dan wanita tidak hamil 35%. Di tahun 1990,prevalensi

anemia kurang besi pada ibu hamiljustru meningkat sampai 55% (WHO, 1990); yang

menyengsarakan sekitar 44% wanita diseluruh Negara sedang berkembang (kisaran angka

13,4-87,5%). Angka tersebut terus membengkak hingga 74% (1997) yang bergerak dari

13,4% (Thailand) ke 85,5% (India).Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung

di Negara sedang berkembang , ketimbang Negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen

3

Page 4: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

atau kira-kra 1400 juta orang dari perkiraan populasi 3800 juta orang di Negara sedang

berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di Negara maju hanya sekitar

8% atau kira-kira 100 juta orang dari perkiraan populasi 1200 juta orang.

Di Indonsia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah gizi yang utama di

Indonesia, disamping tiga masalah gizi lainnya, yaitu kurang kalori protein, defesiensi

vitamin A, dan gondok endemic. Dampak kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat diamati

dari besrnya angka kesakitan dan kematian maternal, peninkatan angka kesakitan dan

kematiaan janin, serta peningkata resiko terjadinya BBLR. Penyebab utama kematian

maternal, antara lain pendarahan pascapartum (disamping eklamsia, dan penyakit infeksi) da

plasenta previa yang semuanya bersumber pada anemia defisiensi. Anemia gizi disebabkan

oleh defisiensi zat gizi besi, asam folat, dan atau vitamin B12. Semuanya berakar pada

asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah buruk, dan kecacingan yang masih

tinggi. Dari ketiga penyebab tersebut, defisiensi vitamin B12 (anemia parnisiosa) merupakan

penyebab yang paling jarang terjadi selama kehamilan. Jenis snemia lain yang juga kerap

terjadi selama kehamilan adalah anemia aplastic dan anemia hemolitik yang diimbas oleh

obat. Namun, yang akan dibahas dalam tulisan ini hanya anemia akibat defisiensi zat besi.

Defenisni Fe yang umum terjadi di dunia merupakan penyebab utama terjadinya anemia gizi.

Di Negara-negara di mana prevalensi anemia lebih besar dari 20 persen, penyebab anemia

adalah defisiensi Fe atau kombinasi defisiensi Fe dengan kondisi lainnya seperti status sosio-

ekonomi. Sebuah penelitian yang dilakukan di manado pada Oktober 2002 terdapat 30 ibu

hamil menunjukkan adanya hubungan positif antara status social ekonomi ibu hamil dengan

kadar serum ferritin darahnya.

Sebuah studi telah dilakukan tahun 2002 di manado, Provinsi Sulawesi Utara untuk

menilai hubungan antara status Ferritin (Fe) ibu hamil trimester ketiga dengan level serum

ferritin pada bayi yang dilahirkan dengan berat badan rendah/BBLR. Hasil penelitian

menunjukkan adanya korelasi signifikan yaitu ibu hamil trimester ketiga yang tidak

mengalami defisiensi Fe (Konsentrasi serum ferritin < 12 mg/ml). cenderung melahirkan bayi

BBLR dengan kandungan serum ferritin dalam darah yang normal ( Nan Warouw N. dan

Sugiarto W., 2005).

4

Page 5: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

2.   Tujuan

1.      Untuk mengetahui besaran masalah anemia di dunia

2.      Untuk mengetahui batasan anemia, defisiensi Fe, dan Anemia Defisiensi Fe

3.      Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia

4.      Untuk mengetahui upaya pencegahan dan pengobatan anemi

5

Page 6: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

BAB II

HASIL dan PEMBAHASAN

Untuk mencegah dan mengobati anemia, maka penentuan factor-faktor penyebab

sangat diperluaka. Jika penyebabnya adalah masalah nutrisi, penilaian status gizi dibutukhan

untuk mengidentifikasi nutrient yang berperan dalam kasus anemia. Anemia gizi dapat

disebabkan oleh berbagai macam nutrient penting pada pembentukan Hb.

Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi haemoglobin (Hb) atau hematokrit

nilai ambang batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah

(eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis), atau kehilangan darah yang

berlebihan. Defisiensi Fe berperan besar dalam kejadian anemia, namun defisiensi zat gizi

lainnya, kondisi nongizi, dan kelainan genetic (herediter) juga memainkan peran terhadap

anemia. Defisiensi Fe terjadi saat jumlah Fe yang diabsorpsi tidak memadai untuk memenuhi

kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan oleh rendahnya intake Fe, karena perubahan fisiologi

seperti kehamilan, dan proses pertumbuhan.

Defenisiensi Fe menunjukkan terjadinya kondisi penipisan cadangan Fe dalam tubuh

yang dibuktikan adanya penurunan level serum ferritin. Pengurangan cadangan Fe tidak

selalu dihubungkan dengan kejadian anemia. Namun, kondisi ini tetap rentan terhadap resiko

anemia. Defisiensi Fe tanpa anemia terjadi saat deplesi Fe cukup tinggi sehingga

memengaruhi kemampuan produksi Hb. Penyebab anemia antara lain penyakit cacingan,

malaria, penyakit hemolitik kongenital, seperti thalassemia dan defisiensi mikro nutrient lai

yaitu KVA.

Iron adalah komponen penting bagi tubuh. Haemoglobin (Hb) yaitu suatu oksigen

yang mengantarkan eritrosit berfungsi penting bagi tubuh. Hb terdiri dari Fe, protoporfirin,

dan globin (1/3 berat Hb terdiri dari Fe). Pada keadaan IDA, suplai Fe tidak mencukupi bai

sintesis Hb secara normal sehingga produksi eritrosit berkurang dengan ukuran kecil

(mikrositik) dan berwarna pucat (hipokromik). Akibatnya, Fe berfungsi hanya untuk

myoglobin, yaitu Hb berisi protein otot, hemo, dan enzim non-heme.

6

Page 7: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

Kurang dari 1 persen Fe berada dalam bentuk transport iron yaitu transferrin, sisanya

ditemukan sebaga cadangan dalam tubuh yaitu ferritin dan hemosiderin. Fe terutama

disimpan dalam liver/hati, limpa, dan sumsum tulang. Cadangan Fe digunakan untuk

memelihara keseimbangan Fe dengan mengatur absorpsi Fe dari diet makanan.

Tahapan defisiensi Fe yang mengarah pada anemia terjadi sebagai berikut: deplesi/penipisan

Fe ditandai dengan penurunan cadangan Fe yang tercermin dari berkurangnya konsentrasi

serum ferritin. Selanjutnya terjadi peningkatan absorpsi Fe akibat menurunnya level Fe

tubuh. Manifestasi keadaan ini menimbulkan eritropoiesis defisiensi Fe (defisiensi Fe tanpa

anemia), cadangan Fe menipis dan produksi Hb terganggu. Meskipun konsentrasi Hb di atas

cut off point kategori anemia, namun terjadi pengurangan transferrin saturasi yaitu jumlah

suplai Fe ke sumsum tulang tidak cukup, meningkatnya konsentrasi eritrosit protoporfirin

karena kekurangan Fe untuk membentuk Hb. Di akhir tahapan defisiensi Fe, anemia

dintandai dengan konsentrasi Hb. Di akhiri tahapan defisiensi Fe, anemia ditandai dengan

konsentrasi Hb atau hematokrit di bawah range normal.

Table 1 kadar hemoglobin (Hb) dan volume hemtokrit (Ht) sebagai Indikator anemia

Usia / jenis kelamin Kadar Hb (gr/L)2 Hemtokrit (gr/L)Usia 6 bulan- 2 tahunAnak 5-11 tahunAnak 12-14 tahunPria dewasaWanita tak hamilIbu hamil

<110<115<120<130<120<110

<0,33<0,34<0,36<0,39<0,36<0,33

(Dikutip dari: “the management of nutrition in major emergencies”, WHO 2000)

Tabel 2 Nilai Cut of Points Kategori AnemiaKelompok Umur Nilai (g/dl)

Anak usia 6 bulan – 5 thnAnak usia 5 – 11 thnAnak usia 12 – 13 thnWanita dewasaWanita hamilLaki – laki

11,011,512,012,011,013,0

Sumber: indicators for assessing iron deficiency and strategies for its prevention,WHO/UNICEF,UNU

7

Page 8: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

2.2 Batasan Anemia, Defisiensi Fe, Dan Anemia Defisiensi Fe

Anemia didefinisikan sebagai keadaan di mana level Hb rendah kerana kondisi

patologis. Defisiensi Fe merupakan salah satu penyebab anemia, tetapi bukanlah satu-satunya

penyebab anemia. Penyebab lainnya adalah infeksi kronik, khususnya malaria dan defisiensi

asam folat.

Sementara defisiensi Fe diartikan sebagai keadaan biokimia Fe yang abnormal disertai

atau tanpa keberadaan anemia. Biasanya defisiensi Fe merupakan akibat dari rendahnya

bioavailabilitas intake Fe, peningkatan kebutuhan Fe selama periode kehamilan dan

menyusui, dan peningkatan kehilangan darah karena penyakit cacingan atau schistosomiasis.

Anemia merupaka keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematocrit, dan jumlah sel darah

merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan. Anemia gizi adalah keadaan

dengan kadar hemoglobin, hematocrit, dan sel darah merah yang lebih rendah dari nilai

normal, sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan esensial yang

dapat memengaruhi timbulnya defisiensi tersebut.

Anemia difisiensi Fe terjadi pada tahap anemia tingkat berat (Severe) yang berakibat

pada rendahnya kemampuan tubuh memelihara suhu, bahkan dapat mengancam kematian.

2.3 Etiologi

Secara umum, ada iga penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu (1) kehilangan darah

secara kronis sebagai dampak pendarahan kronis, seperti pada penyakit ulkus peptikum,

hemoroid, infestasi parasite, dan proses keganasan; (2) asupan zat besi tidak cukup dan

penyerapan tidak adekuat dan (3) peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan

sel darah merah yang lazim berlangsung pada amsa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa

kehamilan dan menyusui.

8

Page 9: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

2.4 Akibat Anemia (IDA)Akibat IDA pada wanita dihubungkan dengan defisiensi Fe dan anemia yang dapat

menimbulkan efek kematian, hasil kelahiran, kemampaun, dan kapasitas kerja. Severe anemia

(Hb < 4 g/dl) dikaitkan dengan peningkatan kematian, umumnya terjadi pada kondisi stress

pascapersalinan karena fungsi oksigen dan jantung terganggu oleh menurunnya kadar Hb.

Konsentrasi Hb ibu hamil dapat memengaruhi berat lahir bayi atau kelahiran premature.

Akibat lain yang ditimbulkan oleh IDA adalah penurunan performa kerja pada kelompok usia

dewasa. Wanita penderita anemia kurang produktif bekerja dibanding wanita tanpa anemia

karena pada kelompok pertama mengalami penurunan kapasitas transportasi oksigen dan

terganggunya fungsi otot dikaitkan dengan deficit Fe. Peningkatan produktifitas kerja ini

dapat dicapai melalui melalui intervensi suplementasi Fe bagi wanita pekerja penderita

anemia. Pada kelompok bayi dan anak-anak, anemia dihubungkan dengan gangguan prilaku

dan pengembangan kecerdasan. Kurang jelas diketahui efek anemia terhadap prilaku dan

kecerdasan pada orang dewasa.

2.5 Kehilangan Darah Secara Kronis

Para pria dewasa, sebagian besar kehilangan darah disebabkan oleh proses perdarahan

akibat penyakit (atau trauma), atau akibat pengobatan suatu penyakit. Sementara pada

wanita, terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah yang keluar selama

haid sangat banyak (banyak wanita yang tidak sadar kalau darah haidnya terlalu banyak) akan

terjadi anemia defisiensi zat besi.

Sepanjang usia reproduktif, wanita akan mengalami kehilangan darah akibat peristiwa

haid. Beberapa penelitian telah membuktukan bahwa jumlah darah ang hilang selama satu

periode haid berkisar antara 20-25 cc. kira-kira sama dengan 0,4-0,5 mg sehari. Jika jumlah

tersebut ditambah dengan kehilangan basal, jumlah total zat besi yang hilang sebesar 1,25 mg

per hari.

Selain ulasan di atas, kehilangan zat besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi

parasite, seperti cacing tambang (ankilostoma dan nekator), schistosoma, dan mungkin pula

trichuris trichiura. Kasus-kasus tersebut lazim terjadi dinegara tropis terklasifikasi sebagai

Negara belum dan sedang berkembang), lembab serta keadaan sanitasi yang buruk.

Darah yang hilang akibat infestasi cacing tambang bervariasi antara 2-100 cc/hari,

bergantung pada beratnya infestasi. Jika jumlah zat besi dihitung berdasarkan banyaknya

telur cacing yang terdapat pada tinja, jumlah zat besi yang hilang per seribu telur adalah

sekitar 0,8 (untuk necator americanus) sampai 1,2 mg (untuk ancylostoma duodenale) sehari.

9

Page 10: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia

Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadainya asupan makanan

sumber Fe, meningkatnya kebutuhan Fe saat hamil dan menyusui (perubahan fisiologi), dan

kehilangan banyak darah. Anemia di sebabkan oleh ketiga factor itu terjadi secara cepat saat

cadangan Fe tidak mencukupi peningkatan kebutuhan Fe. Wanita Usia Subur (WUS) adalah

salah satu kelompok risiko tinggi terpapar anemia karena meraka tidak memiliki asupan atau

cadangan Fe yang cukup terhadap kebutuhan dan kehilangan Fe. Dari kelompok WUS

tersebut yang paling tinggi berisiko menderita anemia adalah wanita hamil, wanita nifas, dan

wanita yang banyak kehilangan darah pada saat manstruasi. Pada wanita yang mengalami

menopause denagn defisiensi Fe menjadi penyebab adalah pendarahan gastrointertinal.

2.7 Asupan dan Serapan Tidak Adekuat

Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang berasal dari

daging hewan. Selain banyak mengandung zat besi, serapan zat besi dari sumber makanan

tersebut mempunyai angka keterserapan sebesar 20-30%. Sayangnya sebagian besar

penduduk yang belum sedang berkembang tidak (belum) mampu menghadirkan bahan

makanan tersebut di meja makan. Ditambah dengan kebiasaan mengkonsusmsi makanan

yang dapat mengganggu penyerapan zat besi (seperti kopi dan the) secara bersamaan pada

waktu makan menyebabkan serapan zat besi semakin rendah.

2.8  Asupan Fe Yang Tidak Memadai

Hanya sekitar 25 persen WUS memenuhi kebutuhan Fe sesuai AKG (26

mikrogram/hari). Secara rata-rata, wanita mengonsumsi 6,5µg Fe per hari memalui diet

makan. Kecukupan intake Fe tidak hanya dipenuhi dari kosumsi makanan sumber Fe (daging

sapi, ayam, ikan, telur, dan lain-lain), tetapi dipengaruhi oleh variasi penyerapan Fe. Variasi

ini disebabkan oleh perubahan fisiologis tubuh seperti hamil dan menyusui sehingga

meningkatkan kebutuhan Fe bagi tubuh, tipe Fe dikonsumsi, dan factor diet yang

mempercepat (enhancer) dan menghambat (inhibitor) penyerapan Fe. Jenis Fe yang

dikonsumsi jauh lebih penting daripada jumlah Fe yang dimakan. Heme iron dari Hb dan

mioglobin hewan yang lebih mudah dicerna dan tidak dipengaruhi oleh inhibitor Fe. Non

heme iron yang membenuk 90 persen Fe dari makanan nondaging (termasuk biji-bijian,

sayuran,buah, telur) tidak mudah diserap oleh tubuh.

10

Page 11: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

Bioavailabilitas non heme iron di pengaruhi oleh beberapa factor inhibitor dan

enhancer. Inhibitor urama penyerapan Fe adalah fitat dan polifenol. Fitat terutama ditemukan

pada biji-bijian serean, kacang, dan beberapa sayuran seperti kacang. Polifenol dijumpai

dalam minuman kopi, the, sayuran, dan kacang-kacangan. Enhancer penyerapan Fe antara

lain asam askorbat atau vitamin C dan protein hewani dalam daging sapi,ayam, ikan karena

mengandung asam amino pengikat Fe untuk meningkatkan absorpsi Fe. Alkohol dan asam

laktat kurang mampu meningkatkan penyerapan Fe.

22.9 Peningkatan kebutuhan

Asupan zat besi harian diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui tinja,

air kencing dan kulit. Kehilangan basis ini di duga sebanyak 14µg/kg BB/hari. Jika dihitung

berdasarkan jenis kelamin, kehilangan basis zat besi untuk pria dewasa mendekati 0,9 mg dan

0,8 mg untuk wanita.

Kebutuhan akan zat besi selama kehamilan meningkat. Peningkatan ini dimaksudkan

untuk memasok kebutuhan janin untuk pertumbuhan (pertumbuhan janin membutuhkan

banyak sekali zat besi), pertumbuhan plasenta, dan pengingkatan volume darah ibu:

jumlahnya sekitar 1.000 mg selama hamil. Kebutuhan akan zat besi selama trimester 1 relatif

sedikit, yaitu 0,8 mg per hari, yang kemudian mengingkat tajam selama trimester II dan III

yaitu 6,3 mg sehari.

Sebagian peningkatan ini dapat terpenuhi dari cadangan zat besi, serta peningkatan

adaptif jumlah presentasi zat besi yang terserap melalui saluran cerna. Namun jika cadangan

zat besi sangat sedikit (atau, ekstremnya tidak ada sama sekali) sedangkan kandungan dan

serapan zat besi dalam dan dari makanan sedikit, pemberian suplementasi pada masa-masa

ini menjai sangat penting.

Kebutuhan Fe meningkat selama hamil untuk memenuhi kebutuhan Fe akibat

peningkatan volume darah, untuk menyediakan Fe bagi janin dan plasenta, dan untuk

menggantikan kehilangan darah saat persalinan. Peningkatan absorpsi Fe selama trmerter II

kehamilan membantu peningkatan kebutuhan. Beberapa studi menggambarkan hubungan

antara suplementasi Fe selama kehamilan dan peningkatan konsentrasi Hb pada trimester III

kehamilan dapat meningkatkan berat lahir bayi dan usia kehamilan.

11

Page 12: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

Table 3 faktor yang berpengaruh dalam penyerapan zat besiFactor makanan:

       Factor yang memacu penyerapan zat besi bukan heme;1.      Vitamin C2.      Daging, ungags, ikan, makanan laut, lain3.      pH rendah

       factor yang menghambat penyerapan zat besi bukan heme:1.      fitat (500 mg/hari)2.      polifenol

factor pejamu (Host)1.      status zat besi2.      status kesehatan (infeksi, malabsorbsi)

(Dikutip dari: “preventing and controlling iron deficiency anemia through primary health care: a guade for health administrator and programme manager” oleh EM DeMayer, WHO 1989).

Selama menyusui, zat besi yang harusnya hilang bersama darah haid dialihkan

sebagian (kira-kira 0,3 mg) ke dalam air susu ibu (ASI) sebagai tambahan kehilangan basal.

Kehilangan zat besi yang bersifat fisiologis mengandung zat besi. Besarnya kehilangan itu

sekitar 1 mg/hari. Belum diketahui dengan pasti berapa jumlah zat besi yang dikonsumsi

oleh orang Indonesia. Di amerika, makanan yang dikonsumsi mengandung 10-20 mg zat besi

sehari (diserap sebanyak 10%).

2.2.10 Kehilangan Banyak Darah

Kehilangan darah terjadi melalui operasi, penyakit, dan donor darah. Pada wanita,

kehilangan darah terjadi melalu menstruasi. Wanita hamil juga mengalami pendarahan pada

saat dan setelah melahirkan. Efek samping atau akibat kehilangan darah yang keluar dan

cadang Fe dalam tubuh.

Rata-rata seorang wanita mengeluarkan darah 27 ml setiap siklus menstruasi 28 hari.

Diduga10 persen wanita kehilangan darah dari 80 ml perbulan. Banyak darah yang keluar

berperan pada kejadian anemia kerena wanita tidak mempunyai persediaan Fe yang cukup

dan absorpsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi.

Jumlah Fe yang hilang/keluar saat menstruasi juga bervariasi dengan tipe alaat KB yang

dipakai. IUD atau spiral dapat meningkatkan pengeluaran darah 2 kali saat menstuasi dan pil

mengurangi kehilangan darah sebesar 1,5 ml kali ketiga menstuasi berlangsung.

12

Page 13: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

Komplikasi kehamilan yang mengarah pada pendarahan saat dan pascapesalinan

dihubungkan juga dengan peningkatan risiko anemia. Plasenta previa plasenta abrupsi

berisiko terhadap timbulnya anemia setelah melahirkan. Dalam persalinan normal, seorang

wanita hamil akan mengeluarkan darah rata-rata 500 ml atau setara dengan 200 mg Fe.

Pendarahan juga meningkat saat proses melahirkan secara Caesar/operasi. Pendarahan masa

nifas diperkirang berlangsung selama 27-33 hari, namun terkadan lebih lama. Pendarahan ini

diragukan memiliki peran terhadap kejadian anemia.

2.11 Tanda dan gejala anemia defisiensi Besi

Tanda dan gejala anemia defisiensi besi biasanya tidak khas dan sering tidak jelas,

seperti : pucat, mudah lelah, berdebar, takikardia, dan sesak napas. Kepucatan bias diperiksa

pada telapak tangan, kuku dan dan konjungtiva palpebral. Penelitian terhadap pasien anak

rawat inap yang menderita anemia berat (JR ZZucker et al, 1997) membuktukan bahwa

kepucatan pada kuku dan telapak tangan lebih sensitive dan spesifik (62% dan 60%) jika

dibandingkan dengan konjungtiva palpebral (31%). Pada pasien rawat jalan, sensitifitas dan

spesifisitas itu lebih tinggi lagi (90%), sementara konjungtiva palpebral hanya 81%. Pada

kasus seperti ini, kontribusi tanda lain seperti takikardia, dan sesak napas tidak menambah

kekuatan diagnosis. Jika keadaan itu berlangsung lama dan berat, akan terjadi stomatitis

angularis, glositis dan koilonika. Tanda yang khas meliputi anemia, stomatitis angularis,

glositis, disfagia, hipokloridia, koilonikia, dan pagofagia. Tanda yang kurang khas berupa

kelelahan, anoeksia, kepekaan terhadap infeksi meningkat, kelainan perilaku tertentu, kinerja

intelektual serta kemampuan kerja menyusut.

Penilaian status besi

Besi merupakan komponen penting dari sel darah merah (70% dari total besi dalam

tubuh), myoglobin (4%) serta enzim-enzim seperti sitokrom, katalase, dan peroksidase

(kurang dari 1%). Sekitar 25% total besi tubuh tersimpan terutama dalam hati, selebihnya

terserak pada sel-sel retikuloendotel dalam sum-sum tulang dan limpa (Oski, 1979)

proses terbentuknya kondisi defisiensi besi terbagi menjadi tiga fase yaitu: (a) deplesi besi,

(b) iron-deficient erythropoiesis, dan (c) anemia kekurangan besi. Fase pertama merupakan

pengurasan cadangan besi yang tercermin sebagai penurunan kadar ferritin serum. Penurunan

kandungan besi dalam plasma (menjadi <60 µg/dL) dan peningkatan kemampuan ikat besi

total (total iron-binding capacity), yang mengakibatkan presentase penjenuhan penurunan

(menjadi kurang dari 15%) berlangsung pada fase kedua. Masih dalam fase ini, kadar

13

Page 14: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

protoporfirin eritrosit akan meninggi melebihi angka 100 µg/dL) karena pasok besi tak cukup

lagi untuk menyintesis heme sementara kadar hemoglobin masih bertahan pada nilai normal.

Terakhir, terjadi anemia hipokromik mikrositik, yang berakibat pada penurunan nilai MCHC

(mean corpuscular haemoglobine concentration). Penurunan kadar besi (<40 µg/dL) dan

ferritin (<10µg/dL) plasma terus berlanjut pada fase ini; disamping peningkatan protoporfirin

eritrosit (>200 µg/dL) dan kemampuan ikat besi total (>410 µg/dL).

Penilaian status besi yang terbaik dapat diperoleh dengan menggunakan beberapa

indicator secara bersamaan. Temuan dua atau lebih nilai yang tidak normal mencerminkan

adanya gangguan pada status besi. Pemilihan kombinasi yang aling tepat sangat bergantung

pada kesehatan individu dan tujuan pemeriksaan karena kedua hal ini dapat menyesatkan

interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium. Pandangaan kronis, misalnya dapat

mengaburkan diagnosis kekurangan besi, kecuali jika uji kemampuan ikat besi total dan

ferritin serum juga dilakukan.

Kemampuan ikat besi (total iron-binding capacity/TIBC) cenderung meninggi manakala

cadangan besi berkurang dan merendah ketika cadangan itu bertambah. Nilai TIBC penderita

anemia yang diakibatkan penyakit kronis biasanya dibawah normal. Atas dasar ini, kadar

ferritin serum dijadikan patok uji pembedaan antara anemia yang dilatarbelakangi oleh

kekurangan besi bagi sebagian besar (70%) kasus (AM Kis, 1999).

Pencegahan dan Pengobatan IDA/Anemia

Anemia defisiensi Fe dicegah dengan memelihara keseimbangan antara asupan Fe

dengan kebutuhan dan kehilangan Fe. Jumlah Fe yang dibutuhkan untuk memelihara

keseimbangan ini bervariasi antara satu wanita dengan lainnya, tergantung pada riwayat

reproduksi dan jumlah kehilangan darah selama menstruasi. Peningkatan konsumsi Fe untuk

memenuhi kebutuhan Fe dilakukan memalui peningkatan konsumsi makanan yang

mengandung heme iron,bersifat mempercepat (enhancer) non-heme iron, dan meminimalkan

konsumsi makanan yang mengandung factor menghambat absorpsi Fe (inhibitor). Jika

kebutuhan Fe tidak cukup terpenuhi dari diet makanan, dapat ditambah dengan semplemen

Fe terutama bagi wanita hamil dan masa nifas.

Suplementasi Fe adalah salah satu strategi untuk meningkatkan intake Fe yang berhasil jika

individu mematuhi aturan konsumsinya. Banyak factor yang mendukung rendahnya tingat

kepatuhan (compliance) tersebut, seperti individu sulit mengingat aturan minum tiap hari,

minimnya dana untuk membeli suplemen secara teratur, dan efek samping yang tidak nyaman

dari Fe contohnya gangguan lambung. Bentuk strategi lain yang digunakan untuk

14

Page 15: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

meningkatkan kepatuhan mengonsumsi Fe adalah melalui pendidikan tentang pentingnya

suplementasi Fe dan efek samping akibat minum Fe.

Fortifikasi produk-produk sereal juga merupakan salah satu strategi peningkatan konsumsi Fe

di masyarakat yang bernilai rendah biaya. Di USA, fortifikasi tepung terigu dengan Fe

berkonstribusi cukup tinggi terhadap asupan 19 persen dan 14 persen Fe.

Sejauh ini ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia defisiensi zat besi. Keempat

pendekatan tersebut adalah 1. Pemberian tablet atau suntikan zat besi, 2. Pendidikan dan

upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi melalui makanan, 3.

Pengawasan penyakit infeksi, dan 4. Fortifikasi makanan pokok dengan zat besi.

a.    Pemberian Suplementasi Tablet besi

Ibu hamil merupakan salah satu kelompok (di samping anak usia pra-sekolah, anak usia

sekolah, serta bayi) yang diprioritaskan dalam program suplementasi. Dosis suplementatif

yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua tablet (satu tablet mengandung 60mg Fe dan 200

µg asam folat) yang diamankan selama paruh kedua kehamilan karena pada saat tersebut

kebutuhan akan zat besi sangat tinggi.

Pada awal kehamilan, program suplementasi tidak akan berhasil karena “morning sickness”

dapat mengurangi keefektifan obat. Namun, cara ini baru akan berhasil jika pemberian tablet

ini dilakukan dengan pengawasan yang ketat.

Table 10.5 Program Suplementasi Besi untuk Ibu Hamil

Prevalensi Anemia

pada Ibu Hamil

Dosis Harian Lama Pemberian

SuplementasiBesi Asam Folat

< 40 % 60 mg 400 µg 6 bulan selama hamil

≥ 40 % 60 mg 400 µg 6 bulan selama hamil,

dilanjutkan sampai 3 bulan

setelah melahirkan

(Dikutip dari:”The management of nutrition in major emergencies”. WHO 2000).

b.   Pendidikan

Seperti telah dibicarakan di depan, konsumsi tablet zat besi dapat menimbulkan efek samping

yang mengganggu sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan. Penolakan

tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka bahwa selama kehamilan mereka

memerlukan tambahan zat besi. Agar mengerti, para ibu hamil harus diberikan pendidikan

yang tepat, misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi akibat anemia, dan harus pula

diyakinkan bahwa salah satu penyebab anemia adalah defisiensi zat besi.

15

Page 16: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

c.    Modifikasi Makanan

Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara. Pertama, pemastian

konsumsi makanan yang cukup mengandung kalori sebesar yang semestinya dikonsumsi.

Sebagai gambaran, setiap 1000kkal makanan dari beras saja mengandung 6 mg Fe (seorang

ibu hamil setidaknya memerlukan 2000kkal, dan itu berarti 12 mg Fe). Penelitian di India

menunjukkan bahwa konsumsi total besi meningkat sekitar 35-30% setelah kekurangan

energy dikoreksi. Kedua, meningkatkan ketersediaan hayati zat besi yang dimakan, yaitu

dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu dan menghindarkan pangan

yang bisa mereduksi penyerapan zat besi.

Tabel 10.6 Program Suplementasi Besi untuk Anak hingga Usia 24 Bulan

Prevalensi

anemia pada

anak 6-24 bulan

Berat Lahir

Dosis HarianLama pemberian

suplementasiBesi Asam Folat

< 40 % Normal 12,5 mg 50 µg Dari usia 6-12 bulan

Rendah 12,5 mg 50 µg Dari usia 2-24 bulan

≥ 40 % Normal 12,5 mg 50 µg Dari usia 6-24 bulan

Rendah 12,5 mg 50 µg Dari usia 2-24 bulan

(Dikutip dari:”The management of nutrition in major emergencies”. WHO 2000).

d.   Pengawasan Penyakit Infeksi

Pengobatan yang efektif dan tepat waktu dapat mengurangi dampak gizi yang tidak diingini.

Meskipun, misalkan, jumlah episode penyakit tidak berhasil dikurangi, pelayanan pengobatan

yang tepat telah terbukti dapat menyusutkan lama, serta beratnya infeksi.

Tindakan yang penting sekali dilakukan selama penyakit berlangsung adalah mendidik

keluarga penderita tentang cara makan yang sehat selama dan sesudah sakit. Pendidikan

tersebut sangat penting, terutama karena anak-anak balita sering dikondisikan dalam keadaan

semikelaparan selama penyakit berjangkit. Padahal (perlu diingat) seharusnya (dan

sebaiknya), makanan dan minuman harus diberikan sebanyak yang bisa ditoleransi oleh anak.

Pengawasan penyakit infeksi ini memerlukan upaya kesehatan masyarakat pencegahan

seperti penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi lingkungan, dan kebersihan perorangan. Jika

terjadi infestasi parasit, tidak bisa disangkal lagi bahwa cacing tambang (Ancylostoma dan

Necator), serta Schistosoma adalah penyebabnya. Sementara peran parasit usus yang lain

terbukti angat kecil. Ada banyak bukti tertulis bahwa parasit dalam jumlah besar dapat

mengganggu penyerapan berbagai zat gizi (sebagai contoh: Giardia lamblia dalam jumlah

16

Page 17: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

besar dapat mereduksi penyerapan zat besi). Karena itu, parasit harus dimusnahkan secara

rutin.

e.    Fortifikasi Makanan

Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses secara terpusat merupakan

inti pengawasan anemia di berbagai Negara. Fortifikasi makanan merupakan salah satu cara

terampuh dalampencegahan defisiensi zat besi. Proses ini boleh ditergetkan untuk merangkul

beberapa atau seluruh kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat yang dijadikan target

harus (dilatih) dibiasakan mengonsumsi makanan fortifikasi itu, serta harus memiliki

kemampuan untuk mendapatkannya.

Fortifikasi makanan dengan zat besi secara teknis lebih sulit jika dibandingkan dengan

fortifikasi dengan zat lain karena zat besi yang tersedia secara kimiawi sangat reaktif dan

berkecenderungan mengubah warna makanan. Contohnya, garam ferro yang dapat larut

ternyata sering mengubah warna akibat persenyawaannya dengan campuran sulfur, tannin,

polifenol, serta substansi lain. Prubahan warna terutama tidak disenangi jika makanan yang

difortifikasi tersebut berwarna terang (misalnya fortifikasi gandum). Di samping itu,

campuran Fe reaktif dapat mengatalisasi reaksi oksidasi sehingga menimbulkan bau dan rasa

yang tidak diingini.

Ferro sulfat telah digunakan secara luas untuk memfortifikasi roti serta produk bakeri lain

yang dijual untuk waktu singkat. Jika disimpan selama beberapa bulan makanan tersebut

akan menjadi tengik.

Di Negara industri, produk makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum, serta roti

makanan yang terbuat dari jagung dan bubur jagung, dan produk susu, seperti susu formula

bayi dan makanan sapihan. Penggunaan susu formula yang telah difortifikasi dengan zat besi

dan asam askorbatdi Cili telah terbukti berhasil menurunkan prevalensi anemia pada bayi 15

bulan sampai kurang dari 2% (bandingkan dengan bayi yang diberi susu formula tanpa

fortifikasi : 28%). Di Negara sedang berkembang lain telah dipertimbangkan untuk

memfortifikasi garam, gula, beras, serta saus ikan.

2.14 Screening dan Pengobatan

Screening diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok wanita yang harus diobati dalam

mengurangi morbiditas anemia. CDC menyarangkan aga remaja putrid dan wanita dewasa

yang tidak hamil harus di-screening tiap 5-10 tahun melalui uji kesehatan, meskipun tidak

ada factor risiko anemia seperti pendarahan, rendahnya intake Fe, dan sebagainya. Namun,

jika disertai adanya factor risiko anemia, maka screening harus dilakukan secara tahunan.

17

Page 18: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

Penderita anemia harus mengonsumsi 60-120 mg Fe per hari dan meningkatkan asupan

makanan sumber Fe. Satu bulan kemudian harus dilakukan screening ulang. Bila hasilnya

menunjukkan peningkatan konsentrasi Hb minimal 1 g/dl hematorik minila 3 persen,

pengobatan harus diteruskan sampai tiga bulan.

Bagi wanita hamil harus dilakukan screening pada kunjungan ANC Idan rutin pada setiap

trimester. Wanita penderita anemia tingkat ringan harus diberikan Fe dosis 60-120 mg/hari,

dosis berikutnya dikurangi menjadi 30 mg/hari saat konsentrasi Hb atau hematokrit menjadi

normal untuk usia kehamilan. Wanita hamil dengan konsentrasi di bawa atau sama dengan 9

g/dl atau hematokrin kurang dari 27 persen saat screening harus dirujuk untuk pengobatan

medis lebih lanjut.

CDC menyarankan screening anemia dilakukan pada wanita nifas dalam waktu 4-6 minggu

pascapersalinan jika wanita itu menderita anemia saat hamil trimester III,atau melahirkan

bayi kembar, atau mengalami banyak pendarahan saat melahirkan.

2.15 Diagnosis

Menegakkan diagnosis anemia defisiensi zat besi tidaklah sulit, tetapi menentukan penyebab

anemia tersebut jelas tidak gampang. Jika anemia defisiensi ini terjadi pada pria yang asupan

pangannya cukup mengandung zat besi, perkiraan penyebab diarahkan pada pendarahan;

sementara pemeriksaan klinis dan laboratorium selayaknya ditujukan untuk mencari

penyebab pendarahan tersebut. Tapi jika yang menderita anemia defisiensi zat besi adalah

wanita dan jika diasumsikan bahwa asupan zat besinya adekuat, pemeriksaan klinis jangan

hanya di arahkan pada pendarahan yang abnormal selama dan di luar haid, melainkan juga

pada kemungkinan pendarahan di tempat lain.

2.16 Penatalaksanaan

Pada tataran praktis klinis jika penyebab anemia sudah ditemukan dan tempat pendarahan

berlangsung sudah berhasil dieliminasi, pengobatan diarahkan untuk mengganti deficit zat

besi dengan garam besi anorganik. Sesungguhnya, masalah defisiensi zat besi cukup diterapi

dengan memberikan makanan yang cukup mengandung zat besi. Namun jika anemia sudah

terjadi, tubuh tidak akan mungkin menyerap zat besi dalam jumlah besar dan dalam waktu

yang reltif singkat. Oleh karena itu pengobatan selalu menggunakan suplementasi zat besi,

disamping tentu saja menambah jumlah makanan yang kaya akan dan dapat menambah

penyerapan zat besi.

18

Page 19: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

Tabel 10.3 Pengobatan Anemia Berat

UsiaDosis Harian

Lama PengobatanBesi Asam Folat

Anak <2 Tahun 25 mg 100-400 µg 3 Bulan

Anak 2-12 Tahun 120 mg 400 µg 3 Bulan

Remaja dan Dewasa

termasuk Ibu Hamil

600 mg 400 µg 3 Bulan

(Dikutip dari : “The management of nutrition in major emergencies”, WHO 2000)

2.17 Preparat Tablet

Tablet zat besi dalam bentuk ferro lebih mudah diserap ketimbang bentuk ferri. Sediaan yang

banyak tersedia, mudah didapat dan murah, serta khasiatnya yang paling efektif adalah ferro

sulfat, ferroglukonat, dan ferro fumarat. Namun, sayangnya ketersediaan dan keteraksesan

tablet ini bagi mereka yang membutuhkan belum optimal.

Survei Depkes terhadap program kesehatan Ibu (1994) menemukan baru sekitar 14% Ibu

hamil memperoleh tablet besi sebanyak lebih kurang 90 tablet (jumlah yang seharusnya

didapat selama hamil, 90 tablet) ; sementara 26% tidak sama sekali. Ibu hamil yang berusia

<20 tahun atau >35 yahun, dengan paritas tinggi dan berpendidikan rendah, umumnya tidak

pernah mengenal tablet besi selama hamil.

Jurang perolehan pil besih masih menganga antara mereka yang ‘berpunya’ dan ‘miskin’

yang tinggal didesa dan daerah urban, serta bermukim di pusat Kota. Masih menurut hasil

survey diatas, pengguna tablet besi di daerah Jawa-Bali bervariasi antara 18% (90 tablet) dan

22% (tidak memperoleh tablet sama sekali). Di luar Jawa, angka tersebut masing-masing

bergerak dari 11-30%. Untuk Ibu hamil yang tidak pernah memeriksakan kehamilan atau

selalu memeriksakan diri ke Dukun (diasumsikan sebagai miskin), 90% di antara mereka

tidak pernah menelan tablet, sementara mereka yang mampu ber-ANC (Ante Natal Care:

Perawatan selama Hamil) di Dokter swasta justru memperoleh tablet lebih dari 90 butir.

Dosis untuk Remaja dan Dewasa adalah 60 mg (anemia derajat ringan) sampai 120 mg

(anemia derajat sedang sampai berat) sehari. Ibu hamil biasanya tidak hanya diberi preparat

zat besi, tetapi juga (anemia pada kehamilan yang bukan hanya disebabkan oleh defisiensi zat

besi, tetapi juga oleh defisiensi asam folat) preparat asam folat. Dosis asam folat sebesar 500

µg dan besi sebanyak 120 mg.

19

Page 20: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

Tabel 10.4 Sumber Makanan yang Mengandung Zat Besi

Jenis Zat besi Sumber

Zat Besi Heme

Daging, Ikan, ungags, dan hasil olahan

darah. Terhitung sebagai 10-15% dari

asupan zat besi di Negara industry, dan

<10% asupan zat besi di Negara yang

sedang berkembang. Ketersediaan

hayatinya tinggi: 20-30%.

Bukan heme:

*Zat Besi Makanan

Terutama terdapat pada serelia, umbi-

umbian, sayuran, kacang. Ketersediaan

hayatinya bergantung pada ada atau

tidaknya factor pemacu dan penghambat

yang dikonsumsi bersamaan.

*Zat Besi CemaranTanah, debu, air, wajan besi dll.

Ketersediaan hayatinya rendah.

*Zat Besi FortifikasiKetersediaan hayatinya ditentukan oleh

komponen makanan.

(Dikutip dari: “Preventing and controlling iron deficiency anemia through primary health care: a guide for

health administrator and programme manager” oleh EM DeMayer, WHO 1989).

Respons positif terhadap pengobatan dapat dilihat dari peningkatan kadar hemoglobin sebesar

0,1 gr/dl sehari mulai dari hari kelima dan seterusnya. Dengan demikian, pemberian

sebanyak 30 gr zat besi tiga kalai sehari akan meningkatkan kadar hemoglobin paling sedikit

sebesar 0,3 gr/dl/minggu (atau 10 hari). Secara Global, respons ini berdampak pada

penurunan prevalensi anemia ibu hamil, dari 73,7% pada tahun 1980 menjadi 63,5% dan

50,9% masing-masing pada tahun 1992 dan 1995.

Efek samping tablet besi berupa pengaruh yang tidak menyenankan, seperti rasa tidak enakdi

ulu hati, mual, muntah, dan diare (terkadang juga konstipasi). Penyulit ini tidak jarang

menyusutkan ketaatan pasien selama pengobatan berlangsung. Jika situasi seperti ini

berkembang, dosis sebaiknya diturunkan sampai pengaruh itu lenyap. Sementara itu, pasien

hendaknya diberi pengertian bahwa “pengaruh yang tidak menyenangkan” itu tidak ada

artinya jika dibandingkan dengan besarnya manfaat besi.

20

Page 21: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

2.18 Preparat Parenteral

Preparat zat besi parenteral baru boleh diberikan jika pasien ridak bisa menoleransi preparat

oral (misalkan pemberian per-oral menyebabkan muntah hebat yang tidak dapat dihentikan

dengan cara menurunkan dosis), atau penyerapan preparat oral terganggu karena, misalnya,

diare, atau pada kasus-kasus ketidaktaatan.

Preparat parenteral yang paling serng digunakan (dapat diberikan secara intramuscular (IM)

atau intravena (IV) adalah Imferon (iron dextran). Manfaat pemberian secara IV adalah

pemenuhan kebutuhan zat gizi besi lengkap hhanya dalam satu dosis. Dosis yang dianjurkan

untuk Ibu hamil sebesar 500 mg Fe dalam 10 cc larutan garam fisiologis yang diberikan

selama 10 menit setelah dosis uji sebanyak 1-2 tetes.

Dosis yang boleh diberikan secara intermuskular adalah sebesar 100 mg Fe dalam 2 cc

larutan garam fisiologis. Pemberian IM sebaiknya dilakukan hanya jika tidak tersedia cukup

kemudahan untuk pemberian IV. Preparat lain adalah Astrefar (dextriferron) dan Jectofer

(Iron sorbitex).

21

Page 22: Makalah Dasar Ilmu Gizi Anemia

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1.      Anemia adalah masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia terutama bagi kelompok

wanita usia reproduksi (WUS) karena dapat menimbulkan kelelahan, badan lemah,

penurunan kepasitas/kemampuan atau produktivitas kerja. Bagi ibu hamil, anemia berperan

pada peningkatan prevelensi kematian dan kesakitaan ibu, dan bagi bayi dapat meningkatkan

risiko kesekitan dan kematian bayi, serta BBLR.

2.      Animia disebabkan oleh beberapa factor, di antaranya asupan Fe yang tidak memadai,

peningkatan kebutuhan fisilogi selama hamil, dan proses persalinan, kehilangan banyak

darah.

3.      Pencegahan timbulnya anemia dilakukan melalui peningkatan konsumsi makanan yang

mengandung heme iron, bersifat mempercepat (enhancer) non-heme iron, meminimalkan

konsumsi makanan yang mangendung factor penghambat absorpsi (inhibitor).

Saran

Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia terutama bagi

kelompok wanita usia reproduksi (WUS). Anemia pada WUS dapat menimbulkan kelelahan,

badan lemah, penurunan kapasitas/kemampuan atau produktivitas kerja. Bagi ibu hamil.

Anemia berperan pada peningkatan prevalensi kematian dan kesakitan ibu, dan bagi bayi

dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi, serta BBLR. Oleh sebab itu untuk

mencegah dan mengobati anemia, maka penentuan factor-faktor penyebab sangat diperlukan.

Jika penyebabnya adalah masalah nutrisi, penilaian status gizi dibutuhkan untuk

mengidentifikasi nutrient yang berperan dalam kasus anemia.

22