MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

43
MAKALAH PENGELOLAAN B3 DAN LIMBAH B3 “PENGGUNAAN UJI TOKSISITAS DALAM PENENTUAN DAN EVALUASI LIMBAH B3” Disusun Oleh: NAMA NIM RENY YULIANTI 1109045013 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

Transcript of MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

Page 1: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

MAKALAH PENGELOLAAN B3 DAN LIMBAH B3

“PENGGUNAAN UJI TOKSISITAS DALAM PENENTUAN DAN EVALUASI LIMBAH B3”

Disusun Oleh:

NAMA NIM

RENY YULIANTI 1109045013

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

Page 2: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makala Pengelolaan B3 dan Limbah B3

(Bahan Berbahaya dan Beracun) tentang uji LD 50, LC 50 dan TCLP dengan Judul yang

diambil adalah “Penggunaan Uji Toksisitas dalam Penentuan dan Evaluasi Limbah B3” .

Makalah ini bertujuan untuk menganalisis apa saja penggunaan uji toksisitas dalam

menentukan limbah B3 serta mengevaluasinya dalam tahapan selanjutnya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis

mengharap saran dan kritikan yang membangun guna memperbaiki makalah ini agar dimasa

yang akan datang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap orang

yang membacanya.

Samarinda, 6 Oktober 2013

Penulis

Page 3: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).....................................

2.2 Identifikasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)................................

2.3 Uji Toksisitas....................................................................................................

2.4 Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)............................................

BAB III METODOLOGI PENULISAN

3.1 Ruang Lingkup Kajian......................................................................................

3.2 Teknik Pengumpulan Data................................................................................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tahap Identifikasi Limbah B3..........................................................................

4.2 Studi Kasus Tentang Penggunaan Uji Toksisitas Limbah Cair........................

4.3 Studi Kasus Uji Toksisitas Slag Baja Untuk Teknologi Jalan..........................

4.3.1 Uji Lethal Dose Fifty (LD-50).................................................................

4.3.2 Uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP).......................

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan.......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini segala kegiatan pasti akan menghasilkan suatu buangan berupa limbah, dan angka

pertambahan jumlah limbah pasti akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Limbah-limbah

tersebut berasal dari berbagai sektor misalnya dari pabrik (industri), rumah tangga,

perusahaan, kantor-kantor, sekolah dan sebagainya yang berupa cair, padat bahkan berupa zat

gas dan semuanya itu berbahaya bagi kehidupan kita. Tetapi ada limbah yang lebih berbahaya

lagi yang disebut dengan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun).

Limbah tersebut akan dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan maupun kesehatan

manusia bila tidak dikelola dengan benar. Keberadaan limbah B3 sebagian besar memang

berasal dari sektor industri yang di satu pihak akan menghasilkan produk yang bermanfaat

bagi kesejahteraan hidup rakyat, dan di lain pihak industri itu juga banyak menghasilkan

limbah. Diantara limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri tersebut dapat berupa limbah

bahan berbahaya dan beracun atau yang lebih dikenal dengan sebutan Limbah B3. Sebelum

limbah tersebut dikatakan sebagai limbah B3 diperlukan sebuah identifikasi, dalam

identifikasi limbah B3 diperlukan uji karakteristik dan uji toksikologi atas limbah tersebut.

Dalam menentukan limbah tersebut termasuk limbah B3, uji yang dilakukan dilengkapi

dengan adanya uji TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) yang merupakan uji

pelindian dan digunakan selain sebagai penentuan salah satu sifat “ berbahaya (beracun) ”

suatu limbah.

Limbah B3 bukan merupakan masalah kecil dan sepele, karena apabila limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun(B3) tersebut dibiarkan ataupun dianggap sepele penanganannya, atau

bahkan melakukan penanganan yang salah dalam menanganani limbah B3 tersebut, maka

dampak dari Limbah Bahan Berbahaya dan beracun tersebut akan semakin meluas, bahkan

dampaknya pun akan sangat dirasakan bagi lingkungan sekitar kita, dan tentu saja dampak

tersebut akan menjurus pada kehidupan makhluk hidup baik dampak yang akan dirasakan

Page 5: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

dalam jangka pendek ataupun dampak yang akan dirasakan dalam jangka panjang dimasa

yang akan datang.

Namun seiring dengan berjalannya waktu limbah B3 tidak hanya diolah dengan teknologi

tertentu yang akhirnya kemudian dibuang ketempat pembuangan akhir, sekarang ini ada

bentuk pengelolaan limbah B3 yang berkelanjutan yakni Teknologi perlakuan terhadap

limbah untuk menghasilkan produk lain yang bermanfaat atau yang dikenal dengan ”waste to

product”. Sehingga uji karakteristik dan uji toksisitas tidak hanya digunakan untuk

menentukan apakah limbah tersebut termasuk limbah B3 tetapi juga digunakan untuk tujuan

yang lain, yaitu uji evaluasi dari hasil pengelolaan limbah B3 dengan metode tertentu, maka

ketika limbah tersebut dibuang kealam dampaknya bisa diminimalisir serta limbah B3

tersebut dapat dimanfaatkan kembali menjadi produk yang lain.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas akan dibahas tentang uji toksisitas terhadap

beberapa masalah (studi kasus) yang merupakan sebuah evaluasi sehingga diperoleh

perbedaan antara sifat dan karakteristik limbah B3 tersebut sebelum dan sesudah adanya

pengelolaan atau penanganan, selain itu juga terdapat evaluasi untuk peninjauan dampak

terhadap bioindikator, dan uji toksisitas terhadap suatu produk inovasi yang memanfaatkan

bahan dari limbah B3. Uji toksisitas yang diangkat dalam makalah ini adalah uji toksisitas

limbah cair laundry sebelum dan sesudah diolah dengan tawas dan karbon aktif terhadap

bioindikator (Uji LC-50) dan uji toksisitas slag baja untuk teknologi jalan yang ramah

lingkungan (Uji LD-50 dan uji TCLP).

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Mengetahui alur identifikasi dalam menentukan limbah B3.

2. Mengetahui mengetahui kualitas limbah cair laundry dan toksisitas limbah cair

laundry terhadap Lethal Concentration 50% (LC50) bioindikator.

3. Mengetahui hasil evaluasi uji toksisitas (Uji LD 50 dan Uji TCLP) dalam pemanfaatan

limbah slag untuk bidang konstruksi jalan.

Page 6: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, limbah merupakan sisa suatu usaha dan/ atau kegiatan. Sedangkan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat atau konsentrasinya, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan merusakkan lingkungan hidup, sehingga dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Apabila limbah mengandung salah satu pencemar yang terdapat Peraturan Pemerintah, dengan konsentrasi sama atau lebih besar maka limbah tersebut merupakan limbah B3. Bila nilai konsentrasi zat pencemar labih kecil dari nilai ambang batas maka dilakukan uji toksikologi.

Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut. Penentuan sifat racun untuk mengidentifikasi limbah ini dapat menggunakan baku mutu konsentrasi Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) pencemar organik dan anorganik dalam limbah sebagaimana yang tercantum dalam PP No.85 tahun 1999.

Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dibuang langsung kedalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Mengingat resiko tersebut, perlu diupayakan agar setiap kegiatan industri dapat meminimalkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dihasilkan dan mencegah masuknya limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari luar Wilayah Indonesia. Pemerintah Indonesia dalam pengawasan perpindahan lintas batas limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) telah meratifikasi Konvensi Basel pada tanggal 12 Juli 1993 dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993.

Gambar 1. Alur terbentuknya B3

Page 7: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

2.2 Identifikasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Tujuan identifikasi B3

• Mengklasifikasi/mengidentifikasi apakah limbah tersebut termasuk limbah B3 atau

bukan;

• Mengetahui sifat dan karakteristik limbah sehingga dapat mengetahui metode

pengelolaannya;

• Menganalisis potensi bahayannya terhadap lingkungan, dan mahkluk hidup lain

Langkah-langkah identifikasi limbah B3

• Mencocokan limbah dengan daftar jenis limbah B3 sebagaimana Lampiran I (Tabel 1,

2 & 3) PP No. 85 tahun 1999;

• Apabila tidak cocok dengan daftar jenis limbah B3 sebagaimana Lampiran I, diperiksa

apakah limbah tersebut memiliki karakteristik : mudah terbakar, mudah meledak,

bersifat reaktif, bersifat korosif, infeksius, beracun.

• Apabila kedua tahapan tersebut diatas telah di lakukan dan tidak memenuhi ketentuan

Limbah B3 dilakukan uji toksikologi.

Untuk mengidentifikasi limbah sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) diperlukan

uji karakteristik dan uji toksikologis atas limbah tersebut. Pengujian ini meliputi karakterisasi

limbah atas sifat-sifat mudah meledak dan atau mudah terbakar dan atau bersifat reaktif, dan

atau beracun dan atau menyebabkan infeksi, dan atau berisfat korosif.

Uji toksikologi digunakan untuk mengetahui nilai akut dan atau kronik limbah. Penentuan

sifat akut limbah dilakukan dengan uji hayati untuk mengetahui hubungan dosis respon antara

limbah dengan kematian hewan uji untuk menetapkan nilai Lethal Dose Fifty (LD-50) adalah

dosis limbah yang menghasilkan 50% respons kematian pada populasi hewan uji. Sedangkan

sifat kronis limbah B3 ditentukan dengan cara mengevaluasi sifat zat pencemar yang terdapat

di dalam limbah dengan menggunakan metodelogi tertentu (PP No 85 tahun 1999).

Penentuan yang lebih spesifik terhadap kandungan bahan organik dan anorganik yang

diklasifikasikan sebagai komponen aktif B3, ditentukan dengan metoda Toxicity

Characteristic Leaching Procedure (TCLP). Identifikasi limbah B3 berdasarkan

karakteristiknya dapat dibagi seperti dijelaskan sebagi berikut:

1. Mudah meledak

Page 8: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

2. Mudah terbakar

3. Limbah reaktif

4. Limbah beracun

5. Korosif

6. Limbah infeksi

7. Uji toksikologi

Gambar 2. Skema Identifikasi Limbah B3

Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:

• Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal

dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah menguap

• Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi

• Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengn lumpur

aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil proses

tersebut

• Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested

aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan

banyak mengandung padatan organik.

Limbah B3 dikarakterisasikan berdasarkan beberapa parameter yaitu total solids residue

(TSR), kandungan fixed residue (FR), kandungan volatile solids (VR), kadar air (sludge

moisture content), volume padatan, serta karakter atau sifat B3 (toksisitas, sifat korosif, sifat

mudah terbakar, sifat mudah meledak, beracun, serta sifat kimia dan kandungan senyawa

kimia).

Page 9: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat

kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan sebagainya. Cd dihasilkan dari lumpur dan

limbah industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari industri klor-alkali, industri cat,

kegiatan pertambangan, industri kertas, serta pembakaran bahan bakar fosil. Pb dihasilkan

dari peleburan timah hitam dan accu. Logam-logam berat pada umumnya bersifat racun

sekalipun dalam konsentrasi rendah.

2.2.1 Karakterisasi B3 Menurut PP 74/2001

Penjelasan PP 74/2001 menguraikan secara singkat klasifikasi B3 sebagai berikut:

a. Explosive (mudah meledak)

b. Oxidizing (pengoksidasi)

c. Flammable (mudah menyala)

Extremely flammable

Highly flammable

Flammable

d. Toxic (beracun)

e. Harmful (berbahaya)

f. Corrosive (korosif)

g. Irritant (bersifat iritasi

h. Dangerous to the Environment (berbahaya bagi lingkungan)

2.3 Uji Toksisitas

Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan tingkat toksisitas dari

suatu zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk pemantauan rutin suatu limbah.

Suatu senyawa kimia dikatakan bersifat “racun akut” jika senyawa tersebut dapat

menimbulkan efek racun dalam jangka waktu singkat. Suatu senyawa kimia disebut bersifat

“racun kronis” jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu

panjang (karena kontak yang berulang-ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit) (Pradipta

2007).

Ada tiga cara utama bagi senyawa kimia untuk dapat memasuki tubuh, yaitu melalui paru-

paru (pernafasan), mulut, dan kulit. Melalui ketiga rute tersebut, senyawa yang bersifat racun

dapat masuk ke aliran darah, dan kemudian terbawa ke jaringan tubuh lainnya. Yang menjadi

perhatian utama dalam toksisitas adalah kuantitas/dosis senyawa tersebut. Sebagian besar

Page 10: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

senyawa yang berada dalam bentuk murninya memiliki sifat racun (toksik). Sebagai

contohnya adalah senyawa oksigen yang berada pada tekanan parsial 2 atm adalah bersifat

toksik. Konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi dapat merusak sel (Pradipta 2007).

Uji toksisitas akut sangat penting untuk mengukur dan mengevaluasi karakteristik toksik dari

suatu bahan kimia. Uji ini dapat menyediakan informasi tentang bahaya kesehatan manusia

yang berasal dari bahan kimia yang terpapar dalam tubuh pada waktu pendek melalui jalur

oral. Data uji akut juga dapat menjadi dasar klasifikasi dan pelabelan suatu bahan kimia

(Anonim, 1998).

Toksisitas akut didefinisikan sebagai kejadian keracunan akibat pamaparan bahan toksik

dalam waktu singkat, yang biasanya dihitung menggunakan nilai LC50 atau LD50. Nilai ini

didapatkan melalui proses statistik dan berfungsi mengukur angka relatif toksisitas akut bahan

kimia (Anonim, 1998). Toksisitas akut dari bahan kimia lingkungan dapat ditetapkan secara

eksperimen menggunakan spesies tertentu seperti mamalia, bangsa unggas, ikan, hewan

invertebrata, tumbuhan vaskuler dan alga (Hodgson dan Levi, 1997). Uji toksisitas akut dapat

menggunakan beberapa hewan mamalia, namun yang dianjurkan untuk uji LD50 diantaranya

tikus, mencit dan kelinci (Anonim, 1998).

2.3.1 Uji LC-50

LC-50 (Median Lethal Concentration) yaitu konsentrasi yang  menyebabkan kematian

sebanyak 50%  dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan perhitungan, pada

suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC-50 48 jam, LC-50 96 jam (Dhahiyat dan

Djuangsih 1997 diacu dalam Rossiana 2006)  sampai waktu hidup hewan uji.

Berdasarkan  kepada  lamanya,  metode  penambahan  larutan  uji    dan  maksud  serta

tujuannya maka uji toksisitas diklasifikasikan  sebagai berikut (Rosianna 2006) :

Klasifikasi menurut waktu, yaitu uji hayati jangka pendek (short term bioassay),

jangka menengah (intermediate bioassay) dan uji hayati jangka panjang (long term

bioassay).

Klasifikasi menurut metode  penambahan larutan  atau cara aliran larutan, yaitu uji

hayati statik (static bioassay), pergantian larutan  (renewal biossay), mengalir (flow

trough bioassay). Klasifikasi  menurut  maksud  dan tujuan penelitian adalah

Page 11: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

pemantauan kualitas air limbah, uji bahan atau satu jenis senyawa kimia, penentuan

toksisitas serta daya tahan dan pertumbuhan organisme uji.

Untuk mengetahui nilai LC-50 digunakan uji statik. Ada dua tahapan dalam penelitian

(Rossiana 2006), yaitu:

1. Uji Pendahuluan: Untuk menentukan batas kritis konsentrasi yaitu konsentrasi yang

dapat menyebabkan kematian terbesar mendekati 50% dan kematian terkecil 

mendekati 50%.

2. Uji Lanjutan: Setelah diketahui batas  kritis, selanjutnya ditentukan konsentrasi  akut

berdasarkan seri logaritma konsentrasi yang dimodifikasi oleh Rochini dkk (1982)

diacu dalam Rossiana (2006). Adapun kriteria toksisitas suatu perairan adalah sebagai

berikut:

Tabel 1. Kriteria tingkatan nilai toksisitas akut LC-50 48 jam pada lingkungan  perairan

Tingkat Racun Nilai (LC-50) (ppm)

Racun Tinggi < 1

Racun Sedang >1 dan <100

Racun Rendah >100

      Sumber: Wagner dkk (1993) dalam Rossiana (2006)

2.3.2 LD 50

LD singkatan dari "Lethal Dose". LD-50 adalah jumlah material, diberikan sekaligus, yang

menyebabkan kematian 50% (satu setengah) dari kelompok hewan uji. LD50 adalah salah

satu cara untuk mengukur potensi jangka pendek keracunan (toksisitas akut) dari suatu

material. Toksikologi dapat menggunakan berbagai jenis hewan, tetapi paling sering

pengujian dilakukan dengan tikus dan tikus. Hal ini biasanya dinyatakan sebagai jumlah

bahan kimia dikelola (misalnya, miligram) per 100 gram (untuk hewan yang lebih kecil) atau

per kilogram (untuk ujian mata pelajaran lebih besar) dari berat tubuh hewan uji. LD50 dapat

ditemukan untuk setiap rute entri atau administrasi tetapi kulit (dioleskan pada kulit) dan oral

(diberikan melalui mulut) metode administrasi adalah yang paling umum.

LD50 merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk menyatakan kisaran

dosis letal. Ada beberapa pendapat yang menyatakan tidak setuju, bahwa LD50 masih dapat

Page 12: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

digunakan untuk uji toksisitas akut. Namun ada juga beberapa kalangan yang masih setuju,

dengan pertimbangan:

a. Jika lakukan dengan baik, uji toksisitas akut tidak hanya mengukur LD50, tetapi juga

memeberikan informasi tentang waktu kematian, penyebab kematian, gejala – gejala

sebelum kematian, organ yang terkena efek, dan kemampuan pemulihan dari efek

nonlethal.

b. Hasil dari penelitian dapat digunakan untuk pertimbangan pemilihan design penelitian

subakut.

c. Tes LD50 tidak membutuhkan banyak waktu.

d. Hasil tes ini dapat langsung digunakan sebagai perkiraan risiko suatu senyawa terhadap

konsumen atau pasien.

Pada dasarnya, nilai tes LD50 yang harus dilaporkan selain jumlah hewan yang mati, juga

harus disebutkan durasi pengamatan. Bila pengamatan dilakukan dalam 24 jam setelah

perlakuan, maka hasilnya tertulis “LD50 24 jam”. Namun seiring perkembangan, hal ini

sudah tidak diperhatikan lagi, karena pada umumnya tes LD50 dilakukan dalam 24 jam

pertama sehingga penulisan hasil tes “LD50” saja sudah cukup untuk mewakili tes LD50 yang

diamati dalam 24 jam. Bila dibutuhkan, tes ini dapat dilakukan lebih dari 14 hari. Contohnya,

pada senyawa tricresyl phosphat, akan memberikan pengaruh secara neurogik pada hari 10 –

14, sehingga bila diamati pada 24 jam pertama tidak akan menemukan hasil yang berarti. Dan

jika begitu tentu saja penulisan hasil harus deisertai dengan durasi pengamatan.

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai LD50 antara lain spesies, strain, jenis

kelamin, umur, berat badan, gender, kesehatan nutrisi, dan isi perut hewan coba. Teknis

pemberian juga mempengaruhi hasil, antara lain waktu pemberian, suhu lingkungan,

kelembaban, sirkulasi udara. Tidak luput kesalahan manusia juga dapat mempengaruhi hasil

ini. Sehingga sebelum melakukan penelitian, ada baiknya kita memeperhatikan faktor – faktor

yang mempengaruhi hasil ini.

Secara umum, semakin kecil nilai LD50, semakin toksik senyawa tersebut. Begitu pula

sebaliknya, semakin besar nilai LD50, semakin rendah toksisitasnya. Hasil yang diperoleh

(dalam mg/kgBB) dapat digolongkan menurut potensi ketoksikan akut senyawa uji menjadi

beberapa kelas, seperti yang terlihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Tingkat racun menurut PP 74/2001

Page 13: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

Hasil dari uji LD50 dari bahan kimia biasanya bervariasi untuk setiap spesies hewan dan

laboratorium penguji, sehingga nilai LD50 tersebut biasanya hanya merupakan perkiraan

(Tabel 2).

Tabel 3. Perkiraan dosis LD50 bahan kimia pada hewan percobaan

Bahan Hewan percobaan Pemberian LD50 (mg/Kg)

Ethil alkohol mencit oral 10.000

NaCl mencit i.p 4.000

FeSO4 Tikus oral 1.500

Morfin sulfat Tikus oral 900

DDT Tikus oral 100

Picrotoksin Tikus s.c. 5

Strychnin sulfat Tikus i.p. 2

Nicotin Tikus i.v. 1

d-tubocuravin Tikus i.v. 0,5

Hemicholinium-3 Tikus i.v. 0,2

Tetrodotoksin Tikus i.v. 0,10

Dioksin Marmot i.v. 0.001

Toksin Botulinum Tikus i.v. 0.00001

Oral= lewat mulut; i.p=intra peritoneal; s.c.=sub cutan; i.v.=intra vena

Sumber: Loomis (1978)

2.3.3 Uji TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure)

Toxicity Characteristic Leaching Procedure atau TCLP adalah salah satu evaluasi toksisitas

limbah untuk bahan-bahan yang dianggap berbahaya dan beracun dengan penekanan pada

nilai leachate. Leachate adalah cairan yang keluar dari suatu cairan yang terkontaminasi oleh

Page 14: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

zat-zat pencemar yang ditimbulkan dari suatu limbah yang mengalami proses pembusukan.

Menurut EPA leachate adalah suatu cairan yang mencakup semua komponen di dalam cairan

tersebut sehingga cairan tersebut tersaring dari limbah berbahaya. Leachate telah dihasilkan

sejak manusia pertama kali melakukan penggalian timbunan sampah untuk menyelesaikan

persampahan. Tentu saja pada tahapan ini jumlah leachate yang dihasilkan sangat kecil dan

bercampur dalam suatu tanah liat. Risiko yang didapat jika tidak adanya suatu drainase baik

dan pengolahan limbah cair dapat menyebabkan suatu dampak yaitu penyakit bagi manusia

akibat timbulnya leachate tersebut.

Leachete merupakan parameter yang sangat menentukan kualitas terhadap hasil solidifikasi

yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu untuk menentukan kualitas

lindi adalah dengan Toxicity Characteristic Leaching Prosedur (TCLP).

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan bagi kesehatan dan lingkungan

mengingat bahan tambahan yang digunakan adalah limbah sisa berupa limbah TA 5, alumina

dan sand blasting yang mengandung unsur-unsur logam berat. Untuk itu dilakukan uji leached

(TCLP) terhadap produk batu bata. Pada umumnya uji ini ditunjukan terutama untuk melihat

potensi toksisitas leaching dari logam berat.

.

Tujuan pengujian TCLP adalah untuk mengetahui tingkat imobilisasi logam berat pada

limbah Hasil pengujian TCLP baik sebelum disolidifikasi (tabel 4.2) maupun sesudah

disolidifikasi (tabel 4.5) memberikan hasil yang baik karena hasil pengujian menunjukkan

bahwa logam berat dapat diimobilisasi kecuali pada logam berat seng (Zn) pada karakteristik

limbah sandblasting melebihi standar yang ditetapkan PP No 85 tahun 1999 yaitu melebihi 50

mg/l

Uji TCLP adalah uji yang dikembangkan oleh US-EPA, yang merupakan simulasi terburuk

kondisi landfill, yang menyebabkan terjadinya pencemaran pada air tanah, yang airnya

digunakan secara rutin. Simulasi transportasi ini, menghasilkan batas aman yang

memperhitungkan probabilitas terjadinya toksisitas kronik non-kanker maupun kanker.

Namun dalam versi Indonesia, bila ambang batas TCLP tidak terlampaui, penghasil penghasil

limbah masih tetap diharuskan melakukan uji toksisitas akut maupun kronis.

Page 15: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

Gambar 3. Ambang batas uji TCLP

2.4 Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Jenis-jenis proses pengolahan limbah secara fisik dan kimia antara lain :

1. Proses pengolahan secara kimia :

Reduksi-Oksidasi

Elektrolisasi

Netralisasi

Presipitasi / Pengendapan

Solidifikasi / Stabilisasi

Absorpsi

Penukaran ion, dan

Pirolisa

2. Proses pengolahan limbah secara fisik :

Pembersihan gas : Elektrostatik presipitator, Penyaringan partikel,

Wet scrubbing, dan Adsorpsi dengan karnbon aktif

Pemisahan cairan dengan padatan : Sentrifugasi, Klarifikasi,

Koagulasi, Filtrasi, Flokulasi, Floatasi, Sedimentasi, dan Thickening

Page 16: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

Penyisihan komponen-komponen yang spesifik : Adsorpsi,

Kristalisasi, Dialisa, Electrodialisa, e, Leaching, Reverse osmosis,

Solvent extraction, dan Stripping

Pemilihan teknologi alternatif proses pengolahan limbah B3 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Alternatif Proses Pengolahan Limbah B3Teknologi Pengolahan

Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode

yang paling populer di antaranya ialah chemical

conditioning, solidification/Stabilization, dan incineration. Salah satu teknologi

pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. Tujuan utama dari chemical conditioning

ialah:

Menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur

Mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur

Mendestruksi organisme pathogen

Memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai

ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion

Mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan

dapat diterima lingkungan

Page 17: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

BAB III

METODOLOGI PENULISAN

3.1 Ruang Lingkup Kajian

Ruang lingkup kajian ini yaitu tentang penggunaan uji toksisitas dalam penentuan dan

evaluasi limbah B3. Seperti yang kita tahu bahwa penentuan suatu bahan tergolong

mengandung limbah B3 dilakukan beberapa tahap.

Pada kajian ini digunakan tahapan uji toksisitas dengan LC-50 dan LD-50 yaitu jumlah

konsentrasi dan material, diberikan sekaligus, yang menyebabkan kematian 50% (satu

setengah) dari kelompok hewan uji. Selain itu dilakukan uji TCLP untuk menentukan sifat

karakteristik limbah (Berdasarkan PP No.85 tahun 1999). Untuk kajian lingkup kegiatan ialah

pengkajian tentang penggunaan uji toksisitas limbah cair laundry sebelum dan sesudah diolah

dengan tawas dan karbon aktif terhadap bioindikator (Uji LC-50) dan uji toksisitas slag baja

untuk teknologi jalan yang ramah lingkungan (Uji LD-50 dan Uji TCLP). Setelah itu

dianalisis berdasarkan data yang ada apakah suatu bahan tersebut tergolong B3 atau tidak,

kemudian mengevaluasi kondisi (kandungan) dari limbah tersebut apakah terjadi penurunan

kandungan bahan berbahaya dan beracunnya untuk dibuang ke lingkungan dan untuk

dimanfaatkan kembali menjadi produk yang berbeda.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam Pengkajian masalah ini digunakan bahan Pustaka (Studi Literatur) yang berupa data

sekunder sebagai sumber utamanya. Dengan demikian maka teknik pengumpulan data

dilakukan dengan studi kepustakaan, yang diperoleh melalui penelusuran manual maupun

elektronik berupa jurnal, buku maupun internet yang terkait dengan uji toksisitas suatu

limbah/bahan, yang kemudian disortir dan diklasifikasikan dan disusun secara komperhensif.

Page 18: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tahap Identifikasi Limbah B3

Untuk mengidentifikasi limbah sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) diperlukan

uji karakteristik dan uji toksikologis atas limbah tersebut. Pengujian ini meliputi karakterisasi

limbah atas sifat-sifat mudah meledak dan atau mudah terbakar dan atau bersifat reaktif, dan

atau beracun dan atau menyebabkan infeksi, dan atau berisfat korosif.

Sedangkan uji toksikologi digunakan untuk mengetahui nilai akut dan atau kronik limbah.

Penentuan sifat akut limbah dilakukan dengan uji hayati untuk mengetahui hubungan dosis

respon antara limbah dengan kematian hewan uji untuk menetapkan nilai Lethal Dose Fifty

(LD-50) adalah dosis limbah yang menghasilkan 50% respons kematian pada populasi hewan

uji. Sedangkan sifat kronis limbah B3 ditentukan dengan cara mengevaluasi sifat zat

pencemar yang terdapat di dalam limbah dengan menggunakan metodelogi tertentu (PP No 85

tahun 1999).

Penentuan yang lebih spesifik terhadap kandungan bahan organik dan anorganik yang

diklasifikasikan sebagai komponen aktif B3, ditentukan dengan metoda Toxicity

Characteristic Leaching Procedure (TCLP).

4.2 Studi Kasus Tentang Penggunaan Uji Toksisitas Limbah Cair Laundry Sebelum

dan Sesudah Diolah Dengan Tawas dan Karbon Aktif Terhadap Bioindikator (Uji

LC-50)

Limbah cair laundry mengandung deterjen yang dapat menyebabkan pencemaran ai dan

bersifat toksik bagi bioindikator (Cyprinus carpio L). Deterjen mengandung zat surface active

(surfaktan), yaitu anionik, kationik, dan nonionik. Surfaktan yang digunakan dalam deterjen

adalah jenis anionik dalam bentuk sulfat dan sulfonat. Surfaktan sulfonat yang dipergunakan

Page 19: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

adalah Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) dan Linier Alkyl Sulfonate (LAS). Lingkungan perairan

yang tercemar limbah deterjen kategori keras ini dalam konsentrasi tinggi dapat

membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut.

Metode penelitian

Hasil analisis limbah cair laundry sebelum dan sesudah diolah menggunakan tawas dan

karbon aktif disajikan pada Tabel dibawah ini.

Tabel Hasil analisis limbah air laundry sebelum dan sesudah pengolahan

Page 20: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

Berdasarkan analisis limbah cair laundry sebelum dan sesudah pengolahan, parameter yang

melampaui baku mutu untuk kegiatan industri laundry menurut Peraturan Gubernur DIY No.7

Tahun 2010 sebelum pengolahan meliputi: BOD, COD, TSS, dan deterjen serta fosfat

berdasarkan baku mutu untuk kegiatan lainnya. Sedangkan pH, temperatur, konduktivitas,

TDS, dan deterjen masih di bawah baku mutu. Kadar pencemaran setiap parameter sebelum

dan sesudah pengolahan menggunakan tawas dan karbon aktif mengalami perbaikan.

Temperatur dan pH mengalami perbaikan terlihat dengan sesudah pengolahan mendekati

standar baku mutu yang ditetapkan.

Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 2, kelompok sebelum pengolahan dengan tawas dan karbon

aktif LC50–96 jam = 0,1 % jadi terletak pada interval konsentrasi limbah cair laundry 0–10

%. Pada kelompok sesudah pengolahan (Tabel 4 dan Gambar 3) diperoleh bahwa LC50–96

jam = 49,91% dan terletak pada interval konsentrasi 40–50 %.

Hubungan korelasi antara konsentrasi limbah cair laundry dan jumlah mortalitas bioindikator

pada uji pendahuluan ini dapat diketahui berdasarkan nilai koefisien korelasi yang diberi

simbol r dengan kisaran nilai antara -1 sampai 1. Berdasarkan besarnya nilai koefisien

korelasi dapat diartikan bahwa ada hubungan korelasi positif antara konsentrasi limbah cair

laundry dan jumlah mortalitas bioindikator, artinya semakin tinggi konsentrasi limbah cair

laundry maka akan semakin banyak bioindikator yang mati.

Page 21: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

Pada Tabel 5, terlihat mortalitas rata-rata bioindikator yang hidup di limbah cair laundry

sebelum pengolahan dengan tawas dan karbon aktif dan sesudah penambahan tawas dan

karbon aktif.

Page 22: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

Berdasarkan jumlah rata-rata mortalitas bioindikator pada Tabel 5, nampak bahwa semakin

tinggi konsentrasi limbah cair laundry dan lamanya persentuhan antara bioindikator dan

limbah cair laundry, akan semakin banyak jumlah bioindikator yang mati. Hal ini berlaku

pada limbah cair laundry sebelum dilakukan pengolahan (limbah cair laundry konsentrasi 0–

10 %) maupun sesudah pengolahan (limbah cair laundry konsentrasi 40–50 %). Nilai LC50 0-

72 jam lebih besar dari nilai LC50-96 jam (Tabel 6), baik pada uji toksisitas limbah cair

laundry sebelum pengolahan maupun sesudah pengolahan dengan tawas dan karbon aktif

terhadap bioindikator. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu persentuhan limbah

cair laundry dengan Cyprinus carpio L, maka jumlah rata-rata kematiannya akan meningkat

pada konsentrasi limbah cair laundry yang lebih rendah. Hal ini di karenakan daya tahan

Cyprinus carpio L semakin lama semakin menurun.

Kualitas limbah cair laundry setelah diolah dengan tawas dan karbon aktif mengalami

perbaikan dan memenuhi standar baku mutu lingkungan. Efisiensi penurunan: pH (5,52%),

konduktivitas (58,90%), BOD (82,00%), COD (81,39%), TSS (92,25%), TDS (55,56%),

deterjen (57,72%), fosfat (92,28%). Berdasarkan data LC50 0–96 maupun batas aman limbah

cair laundry dapat membuktikan bahwa pengolahan menggunakan tawas dan karbon aktif

dapat menurunkan daya toksisitas limbah cair laundry.

Page 23: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

Hubungan korelasi antara konsentrasi limbah cair laundry dan jumlah mortalitas Cyprinus

carpio L pada uji sesungguhnya berdasarkan nilai koefisiensi korelasi (r) sebelum dan sesudah

pengolahan pada pengamatan 0 – 96 jam menunjukkan bahwa ada hubungan korelasi positif,

artinya semakin tinggi konsentrasi dan lama waktu kontak maka semakin banyak bioindikator

yang mati.

4.3 Studi Kasus Uji Toksisitas Slag Baja Untuk Teknologi Jalan yang Ramah Lingkungan

Gambar 5. Limbah Slag Baja

Teknologi perlakuan terhadap limbah untuk menghasilkan produk lain yang bermanfaat atau

yang dikenal dengan ”waste to product” merupakan alternatip yang banyak dipilih oleh

industri penghasil limbah.Teknologi pengolahan limbah lumpur atau sludge melalui metode

solidifikasi atau stabilisasi telah berkembang sejak pertengahan tahun 1980-an, dan beberapa

negara industri telah menerapkan pada system pengolahan limbah padat, lumpur, contohnya

untuk pengolahan abu terbang, oily sludge.

Slag yang digunakan untuk percobaan adalah produk samping dari industri baja yang

terbentuk dari kombinasi bijih besi dengan flux batu kapur. Slag berbentuk granular dengan

ukuran bervariasi dari kasar sampai halus. Di Indonesia 150 ton slag dihasilkan setiap harinya

oleh industri baja PT Krakatau Steel, Cilegon, Banten.

Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan dengan tegas bahwa limbah slag baja masih

termasuk dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Penentuan termasuk dalam

limbah B3 atau non B3 sebenarnya masih tergantung masing-masing negara. USA dan negara

lainnya seperti Jepang mengatakan bahwa limbah slag baja termasuk dalam limbah khusus

dan bukan limbah B3.

Page 24: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

Karena slag digolongkan sebagai limbah B3 maka dalam pemanfaatannya harus mengikuti

UU Lingkungan Hidup No. 32 tahun 2009, bahan slag telah dinyatakan bebas B3 (Bahan

Berbahaya dan Beracun), menurut The Federal Register Vol. 45 no. 98 tahun 1980, telah

dilakukan pengujian terhadap bahan slag dengan metode EPA standard, yang menyatakan

slag tidak berbahaya dengan hasil sebagai berikut : tidak mudah terbakar, mempunyai pH 7,9

(tidak korosif), tidak bersifat reaktif dan bersifat racun yaitu mengandung sianida atau sulfide,

cairan pencuci slag (lechate) adalah 100 kali dibawah standar air minum (persyaratan racun

adalah 10 kali dibawah persyaratan air minum).

Kalangan Industri baja mengharapkan agar limbah slag bisa dimanfaatkan untuk proyek

infrastruktur, ketimbang dibiarkan terbuang di gudang penyimpanan. Limbah slag harus

digudangkan karena masuk dalam kategori limbah B3 atau berbahaya sesuai dengan peraturan

yang berlaku, khususnya Peraturan Pemerintah No 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah

Bahan Berbahaya dan beracun (B3). Slag adalah limbah besi dan baja yang berbentuk

bongkahan-bongkahan kecil yang secara fisik menyerupai agregat kasar yang diperoleh dari

hasil samping pembuatan baja dengan tanur tinggi.

4.3.1 Uji Lethal Dose Fifty (LD-50)

Uji toksisitas LD-50 digunakan untuk mengetahuji toksisitas,ui nilai toksisitas akut dari suatu

material. Selain dilakukan pada slag, juga dilakukan pada produk perkerasan jalan dengan

aspal yang direkomendasikan (AC wearing).

- Analisis uji TCLP slag

Uji toksisitas dilakukan untuk limbah processed slag. Uji ini dilakukan untuk mengetahui nilai

akut dari slag tersebut. Tabel 6 menunjukkan hasil uji toksisitas LD-50 untuk limbah slag.

Tabel 6. Data Angka Kematian selama Percobaan pada Mencit Jantan dan Betina untuk

Processed Slag

Page 25: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

Tabel 6. menunjukkan bahwa hasil observasi selama 0 – 96 jam menunjukan bahwa angka

kematian tidak ditemukan dalam setiap pemberian dosis processed slag (5; 50; 500; dan

15.000 mg/kg BW), baik pada mencit jantan maupun pada mencit betina. Berdasarkan hasil

uji toksisitas LD-50 tersebut, dapat disimpulkan bahwa baik processed slag bersifat non-akut.

- Analisis uji LD-50 dengan agregat campuran aspal (AC wearing)

Tabel 7. Data angka kematian selama percobaan pada mencit jantan dan betina untuk produk AC wearing dan processed slag

Tabel 7 memperlihatkan bahwa produk perkerasan jalan (AC wearing dari processed slag

yang dicampur dengan aspal tidak menunjukan toksik akut. Hasil observasi selama 0-96 jam

menunjukkan bahwa angka kematian tidak ditemukan dalam setiap pemberian dosis ( 5; 50;

500; 5000; dan 15,000 mg/Kg BW), baik pada mencit jantan maupun pada mencit betina,

sehingga berdasarkan hasil uji toksisitas LD-50 tersebut, dapat disimpulkan bahwa produk

perkerasan bersifat non-akut. Penambahan aspal pada slag untuk dijadikan sebagai AC

wearing tidak meningkatkan toksisitas slag tersebut.

4.3.2 Uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)

- Analisis uji TCLP slag

Pemeriksaan TCLP dilakukan untuk melihat keterlindian dari sampel slag baja. Hasil

pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 5. Bila dibandingkan parameter logam uki TCLP antara

processed slag dengan unprocessed slag, konsentrasi logam pada ekstrak TCLP processed

slag lebih besar dibandingkan unprocessed slag, kecuali untuk logam Ba, B, Cr, Pb, dan Se.

Namun demikian berdasarkan hasil analisa TCLP dapat dilihat bahwa semua parameter logam

masih berada di bawah baku mutu.

Tabel 8. Hasil Analisis TCLP Slag

Page 26: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

- Analisis Uji TCLP campuran slag dengan agregat campuran aspal (AC wearing)

Analisis TCLP dilakukan untuk melihat pengaruh proses pengikatan slag dengan aspal

terhadap keterlindian logam beratnya. Pengikatan slag dengan aspal diharapkan bahwa logam

berat yang terlindikan dapat dicegah seminimal mungkin. Pada uji ini, produk perkerasan

(AC wearing) diagitasi selama 18 jam dengan pH air pelindi 4,85. Uji TCLP dilakukan pada

processed slag dan unprocessed slag yang telah dicampur dengan aspal. Parameter yang

diukur adalah Ba, Cr, Cu, Pb, Ag, Zn, dan B berdasarkan hasil uji logam berat pada saat awal

penelitian yang memiliki konsentrasi yang cukup tinggi. Hasil Uji TCLP dapat dilihat pada

Tabel 9.

Tabel 9. Analisis Pengujian TCLP

Page 27: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

Umumnya konsentrasi logam berat pada ekstrak TCLP produk perkerasan menggunakan

processed slag lebih besar dari pada produk unprocessed slag, kecualai untuk logam Cr dan

Ag. Dapat dilihat juga bahwa konsentrasi logam berat kedua produk perkerasan tersebut jauh

di bawah baku mutu TCLP menurut PP 18/1999 jo PP 85/1999. Pelindian ini dilakukan

dengan cara mensirkulasikan air dengan pH asam (pH = 4,85), yang merupakan simulasi air

hujan, terhadap benda uji. Dari hasil pelindian tersebut kemudian diukur parameter logam

berat yang terkandung dalam air lindi.

Tabel 10. Hasil Pelindian selama 48 jam

Hasil Kajian pemanfaatan slag sebagai agregat campuran aspal yaitu, hasil pelindian untuk

rentang waktu 48 jam dapat dilihat pada tabel 10. Secara keseluruhan, hasil pengukuran

konsentrasi logam dalam uji TCLP tidak melebihi baku mutu TCLP. Maka jika dibandingkan

dengan baku mutu TCLP, konsentrasi logam yang terdapat pada lindi untuk semua tahap

pelindian jauh lebih kecil dibandingkan dengan baku mutu TCLP.

Melihat dari kandungan logam maksimum dari slag baja, maka limbah slag baja, pengelolaan

tempat penimbunannya di landfill kategori II (Secure Landfill Single Liner). Hasil Uji TCLP

slag baja, untuk semua kandungan logam berat masih di bawah baku mutu standar

Lingkungan Hidup Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999,. Uji TCLP ini memberikan

gambaran kemungkinan terburuk terjadinya perlindian limbah yang dibuang pada lahan

terbuka, (PP 85/1999).

Faktor–faktor yang menentukan sifat penyemenan dalam slag adalah komposisi kimia,

konsentrasi alkali dan reaksi terhadap sistem, kandungan kaca pada slag, kehalusan dan

temperatur yang ditimbulkan selama proses hidrasi berlangsung.

Keuntungan penggunaan limbah padat (slag) dalam campuran beton adalah sebagai berikut:

Page 28: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

o Mempertinggi kekuatan tekan beton karena kecenderungan melambatnya kenaikan

kekuatan tekan

o Menaikkan ratio antara kelenturan dan kuat tekan beton

o Mengurangi variasi kekuatan tekan beton

o Mempertinggi ketahanan terhadap sulfat dalam air laut

o Mengurangi serangan alkali-silika

o Mengurangi panas hidrasi dan menurunkan suhu

o Memperbaiki penyelesaian akhir dan memberi warna cerah pada beton

o Mempertinggi keawetan karena pengaruh perubahan volume

o Mengurangi porositas dan serangan klorida

Hasil Kajian pemanfaatan slag sebagai agregat campuran aspal untuk kelayakan teknis dan

dampak lingkungan dari hasil uji TCLP secara keseluruhan, hasil pengukuran konsentrasi

logam dalam Uji TCLP tidak melebihi baku mutu TCLP. Sehingga dikategorikan tidak

berbahaya, sehingga layak dari aspek lingkungan dan direkomendasikan pemanfaatan bahan

limbah slag baja ini untuk bidang konstruksi jalan.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

a. Untuk mengidentifikasi limbah sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)

diperlukan uji karakteristik dan uji toksikologis atas limbah tersebut. Dimana uji

toksisitas dapat berupa uji LC-50, Uji LD-50, dan Uji TCLP.

b. Kualitas limbah cair laundry setelah diolah dengan tawas dan karbon aktif mengalami

perbaikan dan memenuhi standar baku mutu lingkungan. Efisiensi penurunan: pH

(5,52%), konduktivitas (58,90%), BOD (82,00%), COD (81,39%), TSS (92,25%),

TDS (55,56%), deterjen (57,72%), fosfat (92,28%). Berdasarkan data LC50 0–96

maupun batas aman limbah cair laundry dapat membuktikan bahwa pengolahan

menggunakan tawas dan karbon aktif dapat menurunkan daya toksisitas limbah cair

laundry. Hubungan korelasi antara konsentrasi limbah cair laundry dan jumlah

mortalitas Cyprinus carpio L pada pengamatan 0–96 jam menunjukkan bahwa ada

Page 29: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc

hubungan korelasi positif, artinya semakin tinggi konsentrasi dan lama waktu kontak

maka semakin banyak bioindikator yang mati.

c. Secara umum dari hasil Uji LD-50 dapat disimpulkan bahwa produk perkerasan

bersifat non-akut. Penambahan aspal pada slag untuk dijadikan sebagai AC wearing

tidak meningkatkan toksisitas slag tersebut. Hasil Kajian pemanfaatan slag sebagai

agregat campuran aspal untuk kelayakan teknis dan dampak lingkungan dari hasil uji

TCLP secara keseluruhan tidak berbahaya, hasil pengukuran konsentrasi logam dalam

Uji TCLP tidak melebihi baku mutu TCLP. Sehingga dikategorikan tidak berbahaya,

sehingga layak dari aspek lingkungan dan direkomendasikan pemanfaatan Bahan

limbah slag baja ini untuk bidang konstruksi jalan.

DAFTAR PUSTAKA

Damanhuri, Enri. 2010. Diktat Pengelolaan B3. Bandung. FTSL ITB

Gunawan, G. Dharma, Pantja O Dkk. 2011. Pemanfaatan Slag Baja Untuk Teknologi Jalan yang Ramah Lingkungan. PUSLITBANG Jalan dan Jembatan.

Pratiwi, Yuli Dkk. 2012. Uji Toksisitas Limbah Cair Laundry Sebelum dan Sesudah Diolah dengan Tawas dan Karbon Aktif Terhadap Bioindikator (Cyprinuscarpio L). Jurnal Teknik Lingkungan Fakultas Sains Terapan AKPRIND Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi (SNAST) Periode III.

Anonim. 2012. http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2012/12/31/pengolahan-limbah-b3-bahan-berbahaya-dan-beracun-521057.html. Diakses Tanggal 5 Oktober 2013.

Juju. 2012. http://jujubandung.wordpress.com/2012/04/03/385/. Diakses Tanggal 5 Oktober 2013.

Nisa. 2011. http://3diyanisa3.blogspot.com/2011/05/lethal-concentration-50-lc50.html. Diakses Tanggal 5 Oktober 2013.

Page 30: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc
Page 31: MAKALAH B3 DAN LIMBAH B3 (RENY YULIANTI 1109045013 TL'11).docx.doc