Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesetimbangan adalah kondisi yang tidak ada perubahan dalam waktu yang lama. Kesetimbangan ditinjau dari sifatnya, dibedakan menjadi dua, yaitu kesetimbangan statik (kesetimbangan stabil, labil, indifferent) dan kesetimbangan dinamik (kesetimbangan proses kimia dan kesetimbangan proses fisika). Dalam teknik kimia, dua jenis kesetimbangan yang penting yaitu kesetimbangan fase dan kesetimbangan kimia. Kesetimbangan kimia dibedakan atas kesetimbangan homogen dan kesetimbangan heterogen. Pada kesetimbangan homogen semua zat yang ada dalam sistem kesetimbangan memiliki fase yang sama ada dalam bentuk gas maupun larutan. Sedangkan kesetimbangan heterogen semua zat-zat yang ada dalam sistem kesetimbangan memiliki fase yang berbeda dalam bentuk padat-gas maupun padat-larutan. Bila ditinjau suatu sistem dimana terjadi kontak antara dua fase, sebagai contoh fase cair dan fase uap maka kedua fase tersebut dikatakan setimbang jika kecepatan menguap dari fase cair akan sama dengan kecepatan mengembun fase uap. Pada kondisi ini tidak terjadi perubahan suhu, tekanan maupun kondisi dari kedua fase. Suhu dan tekanan fase uap

Transcript of Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

Page 1: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesetimbangan adalah kondisi yang tidak ada perubahan dalam waktu yang lama.

Kesetimbangan ditinjau dari sifatnya, dibedakan menjadi dua, yaitu kesetimbangan

statik (kesetimbangan stabil, labil, indifferent) dan kesetimbangan dinamik

(kesetimbangan proses kimia dan kesetimbangan proses fisika).

Dalam teknik kimia, dua jenis kesetimbangan yang penting yaitu kesetimbangan fase

dan kesetimbangan kimia. Kesetimbangan kimia dibedakan atas kesetimbangan

homogen dan kesetimbangan heterogen. Pada kesetimbangan homogen semua zat yang

ada dalam sistem kesetimbangan memiliki fase yang sama ada dalam bentuk gas

maupun larutan. Sedangkan kesetimbangan heterogen semua zat-zat yang ada dalam

sistem kesetimbangan memiliki fase yang berbeda dalam bentuk padat-gas maupun

padat-larutan.

Bila ditinjau suatu sistem dimana terjadi kontak antara dua fase, sebagai contoh fase cair

dan fase uap maka kedua fase tersebut dikatakan setimbang jika kecepatan menguap

dari fase cair akan sama dengan kecepatan mengembun fase uap. Pada kondisi ini tidak

terjadi perubahan suhu, tekanan maupun kondisi dari kedua fase. Suhu dan tekanan fase

uap akan sama dengan suhu dan tekanan fase cair, sedangkan potensial kimia tiap

senyawa di fase cair dan fase uap akan sama pula.

Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui suhu kesetimbangan etanol-

akuades, mengetahui fraksi destilat dan residu dari campuran etanol dan akuades dan

mengetahui koefisien αab pada suhu kesetimbangan.

1.2 Tujuan Percobaan

&̵ Mengetahui suhu kesetimbangan etanol-akuades

&̵ Mengetahui fraksi destilat dan residu dari campuran etanol dan akuades

Page 2: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

&̵ Mengetahui koefisien αab dari fraksi mol distilat dan residu pada suhu

kesetimbangan.

Page 3: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan kesetimbangan kimia adalah suatu keadaaan dimana konsentrasi seluruh zat

tidak lagi mengalami perubahan, sebab zat-zat diruas kanan terbentuk dan terurai

kembali dengan kecepatan yang sama. Keadaan kesetimbangan ini bersifat dinamis,

artinya reaksi terus berlangsung dalam dua arah dengan kecepatan yang sama. Pada

keadaan kesetimbangan tidak mengalami perubahan secara mikroskopis (perubahan

yang dapat diamati atau diukur) (Stephen, 2002).

Kesetimbangan kimia dibedakan atas kesetimbangan homogen dan kesetimbangan

heterogen. Pada kesetimbangan homogen semua zat yang ada dalam sistem

kesetimbangan memiliki fase yang sama ada dalam bentuk gas maupun larutan.

Sedangkan kesetimbangan heterogen semua zat-zat yang ada dalam sistem

kesetimbangan memiliki fase yang berbeda dalam bentuk padat-gas maupun padat-

larutan (Stephen, 2002).

Josiah Willard Gibbs menyatakan bahwa untuk kesetimbangan apapun dalam sistem

tertutup, jumlah variabel bebas disebut derajat kebebasan (F) yang sama dengan jumlah

komponen (C) ditambah 2 dikurangi jumlah fasa (P), yakni:

F = C + 2 - P

F= derajat kebebasan

C= Jumlah komponen

P= Jumlah fasa

Aturan fase Gibbs berlaku untuk semua materi (padat, cair, dan gas). Terdapat dua

macam hubungan antara konsentrasi komponen-komponen yaitu kesetimbangan kimia

dan keadaan awal. Bagi tiap kesetimbangan kimia jumlah konsentrasi yang bebas

berkurang sebuah. Sebagai contoh, bila kalsium oksida padat, kalsium karbonat padat,

dan gas karbon dioksida berada dalam kesetimbangan, jumlah komponen berkurang

dengan satu oleh adanya kesetimbangan kimia. Jumlah derajat kebebasan atau varian v

suatu sistem ialah bilangan terkecil yang menunjukkan jumlah variable bebas (tekanan,

Page 4: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

suhu, konsentrasi berbagai fasa) yang harus diberi harga untuk melukiskan keadaan

sistem (Stephen, 2002).

Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan

perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan,

campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali

ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih

dahulu (Syukri,2007).

Proses destilasi diawali dengan pemanasan, sehingga zat yang memiliki titik didih lebih

rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju kondenser yaitu pendingin proses

pendinginan terjadi karena kita mengalirkan air kedalam dinding (bagian luar

kondenser), sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair. Proses ini berjalan terus

menerus dan akhirnya kita dapat memisahkan seluruh senyawa-senyawa yang ada

dalam campuran homogen tersebut (Syukri, 2007).

Menurut stephen (2002), ada 6 jenis destilasi yaitu destilasi sederhana, destilasi

fraksionasi, destilasi uap, destilasi vakum, destilasi kering dan destilasi azeotropik.

1. Destilasi Sederhana

Pada destilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih yang

jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika campuran dipanaskan

maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu. Selain

perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah

substansi untuk menjadi gas. Destilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer.

Aplikasi destilasi sederhana digunakan untuk memisahkan campuran air dan

alkohol.

2. Destilasi Fraksionasi

Fungsi destilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-komponen cair, dua

atau lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Destilasi ini

juga dapat digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari

20 °C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah.

Page 5: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

3. Destilasi Azeotrop

Azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih komponen yang memiliki titik didih

yang konstan. Campuran azeotrop merupakan penyimpangan dari hukum Raoult.

4. Destilasi Vakum

Destilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin didestilasi tidak

stabil, dengan pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau mendekati titik

didihnya atau campuran yang memiliki titik didih di atas 150 °C.

5. Destilasi Uap

Destilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang memiliki titik didih

mencapai 200 °C atau lebih. Distilasi uap dapat menguapkan senyawa-senyawa ini

dengan suhu mendekati 100 °C dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap

atau air mendidih

6. Destilasi kering

Destilasi kering merupakan destilasi yang dilakukan dengan cara memanaskan

material padat  untuk mendapatkan fase uap dan cairnya, biasanya digunakan untuk

mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu bara.

Prinsip dari destilasi adalah penguapan dan pengembunan kembali uapnya dari tekanan

dan suhu tertentu. Tujuan dari destilasi adalah pemurnian zat cair pada titik didihnya

dan memisahkan cairan dari zat padat. Uap yang dikeluarkan dari campuran disebut

sebagai uap bebas. Kondensat yang jatuh sebagai destilat dan bagian cair yang tidak

menguap sebagai residu. Apabila yang diinginkan adalah bagian bagian campurannya

yang tidak teruapkan dan bukan destilatnya maka proses tersebut dinamakan

pengentalan dengan evaporasi. Jika salah satu zat menguap dan yang lain tidak,

pemisahan dapat terjadi sempurna. Tetapi jika kedua zat menguap tetapi tidak sama,

maka pemisahnya hanya akan terjadi sebagian, akan tetapi destilat atau produk akan

menjadi kaya pada suatu komponen dari pada larutan aslinya (Christy, 2011).

Azeotrop merupakan campuran 2 atau lebih komponen pada komposisi tertentu dimana

komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya melalui distilasi biasa. Ketika campuran

azeotrop dididihkan, fasa uap yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan

Page 6: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

fasa cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut juga constant boiling mixture karena

komposisinya yang senantiasa tetap jika campuran tersebut dididihkan (Christy, 2011).

Hukum perbandingan berganda adalah salah satu dari hukum-hukum dasar kimia yang

digunakan untuk menetapkan teori atom, disamping hukum kekekalan massa dan

hukum perbandingan tetap. Hukum perbandingan berganda terkadang disebut hukum

Dalton karena penemunya adalah kimiawan Inggris, John Dalton. Dia menjelaskan

hukum tersebut dalam buku “New System of Chemical Philosophy” yang diterbutkan

pada tahun 1808. Pernyataan hukum tersebut adalah: Jika dua unsur membentuk lebih

dari satu senyawa, maka perbandingan dari massa salah satu unsur tersebut sama, maka

perbandingan massa unsur dalam senyawa-senyawa tersebut merupakan bilangan bulat

dan sederhana (Chang, 2010).

Hukum Henry menyatakan bahwa pada sebuah bejana yang berisi air dan udara, bila

tekanan udara ditingkatkan maka akan terjadi pelarutan udara kedalam zat cair tersebut

proporsi seiring dengan peningkatan tekanan udara. Saat tekanan dalam bejana tersebut

sudah cukup tinggi, apabila tekanan udara dikurangi secara perlahan-lahan, maka gas

yang terlarut akan dibebaskan secara perlahan kembali ke udara tanpa membentuk

gelembung udara (suhu konstan). Berarti semakin dalam penyelam menyelam, maka

tekanan hidrostatisnya akan lebih besar dan akan menyebabkan volumenya gas nitrogen

yang terakumulasi semakin besar juga (Christy, 2011).

Hukum Raoult adalah hukum yang dicetuskan oleh Francois M Raoult (1830-1901)

untuk mempelajari sifat-sifat tekanan uap larutan yang mengandung zat pelarut yang

bersifat nonvolatil, serta membahas mengenai aktivitas air. Bunyi dari hukum Raoult

adalah: “tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap pelarut danfraksi

mol zat terlarut yang terkandung dalam larutan tersebut”. Secara matematis ditulis

sebagai:

Plarutan= Xterlarut . Ppelarut

Hukum Raoult sangat penting untuk mempelajari sifat karakteristik fisik dari larutan

seperti menghitung jumlah molekul dan memprediksi masa molar suatu zat (Mr). Untuk

Page 7: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

larutan yang mengikuti hukum Raoult, interaksi antara molekul individual kedua

komponen sama dengan interaksi antara molekul dalam tiap komponen. Larutan

semacam ini disebut larutan ideal Tekanan total campuran gas adalah jumlah tekanan

parsial masing-masing komponen sesuai dengan hukum Raoult (Rahmawati, 2012).

Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua

atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak

berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100

kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang

sangat penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya,

seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul

organik. Titik lebur 0 °C (273.15 K) (32 ºF) Titik didih 100 °C (373.15 K) (212 ºF). Air

juga biasanya sering disebut sebagai zat pelarut universal karena air (H2O) mampu

melarutkan banyak zat-zat kimia (Utami, 2012).

Sifat fisika Alkohol diantaranya Alkohol monohidroksi suku rendah (jumlah atom

karbon 1-4 ) berupa cairan tidak berwarna dan dapat larut dalam air dengan segala

perbandingan. Kelarutan alkohol dalam air makin rendah bila rantai hidrokarbonnya

makin panjang. Makin tinggi berat molekul alkohol, makin tinggi pula titik didih dan

viskositasnya. Alkohol yang mengandung atom karbon lebih dari 12 berupa zat padat

yang tidak berwarna. Alkohol suku rendah tidak mempunyai rasa, akan tetapi

memberikan kesan panas dalam mulut. Sedangkan sifat kimia dari Alkohol adalah

Oksidasi alkohol primer dengan menggunakan natrium bikromat dan asam sulfat akan

menghasilkan suatu aldehida dan air. Oksidasi alkohol sekunder dengan menggunakan

natrium bikromat dan asam sulfat akan menghasilkan suatu keton dan air. Oksidasi

alkohol tersier oleh oksigen akan menghasilkan campuran asam karboksilat, keton,

karbondiokaida dan air. Alkohol bereaksi dengan logam natrium menghasilkan suatu

alkoksida. Hasil samping berupa gas hydrogen. Alkohol bereaksi dengan asam halida

menghasilkan alkil halida dan air. Dehidrasi alkohol dengan suatu asam sulfat akan

menghasilkan alkena dan air (Maulana, 2013).

Page 8: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

&̵ Labu leher empat

&̵ Kondensor

&̵ Statif dan klem

&̵ Pompa

�̵ Heat mantel

�̵ Bulb

&̵ Alat pengambil sampel

&̵ Gelas kimia 250 mL

&̵ Termometer

&̵ Piknometer

&̵ Neraca analitik

&̵ Pipet tetes

&̵ Gelas ukur 250 mL

&̵ Gelas ukur 250 mL

3.1.2 Bahan-bahan

&̵ Akuades

&̵ Etanol

3.2 Cara Kerja

&̵ Dirangkai alat destilasi lengkap.

&̵ Ditimbang piknometer kosong dengan neraca analitik.

&̵ Dimasukkan akuades ke dalam piknometer lalu ditimbang dengan neraca

analitik.

&̵ Dikosongkan piknometer.

&̵ Dimasukkan etanol ke dalam piknometer lalu ditimbang dengan neraca analitik.

Page 9: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

&̵ Dimasukan etanol sebanyak 200 mL ke dalam labu leher empat dan dipanaskan

hingga suhu setimbang (saat suhu tetap).

&̵ Ditampung distilat kedalam gelas kimia dan dimasukkan ke dalam piknometer

lalu ditimbang berat piknometer.

&̵ Dikosongkan piknometer.

&̵ Ditampung residu kedalam gelas kimia dan dimasukkan ke dalam piknometer

lalu ditimbang berat piknometer.

&̵ Dimasukkan 30 mL akuades ke dalam labu leher empat dan dipanaskan hingga

suhu setimbang (saat suhu tetap).

&̵ Ditampung distilat kedalam gelas kimia dan dimasukkan ke dalam piknometer

lalu ditimbang berat piknometer.

&̵ Dikosongkan piknometer.

&̵ Ditampung residu kedalam gelas kimia dan dimasukkan ke dalam piknometer

lalu ditimbang berat piknometer.

&̵ Diulangi langkah 10-13 hingga 5 kali.

Page 10: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Pengamatan

Data Percobaan:

Massa piknometer kosong : 17,78 gram

Massa piknometer + akuades : 26,96 gram

Massa piknometer + etanol : 25,17 gram

Massa akuades : 9,18 gram

Suhu akuades : 30 °C

Suhu penimbangan : 30 °C

Tabel 4.1 Data Kesetimbangan pada Berbagai Variasi Campuran Etanol-Akuades

Volume Akuades

(mL)

Volume Etanol

(mL)

Suhu Kesetimbangan

(oC)

Massa

(gram)

Distilat Residu

0 200 78,5 25,17 25,17

30 200 81 25,3612 25,6836

60 200 82 25,4411 26,0953

90 200 83 25,512 26,3274

120 200 84 25,517 26,3813

150 200 85 25,5447 26,4405

180 200 86 25,5452 26,5931

4.2 Perhitungan

4.2.1 Menghitung densitas (ρ) etanol

maquadest = mpicnometer+aquadest – mpicnometer kosong

= ( 26,96 – 17,78 ) gram

= 9,18 gram

ρ aquadest (30 oC) = 0,995647 g/cm3 (Tabel 2-30 hal 2-96, Perry 2008)

Vaquadest =

maquadest

ρaquadest

Page 11: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

=

9,18 gram

0,995647 gram/cm3

= 9,22 cm3

Vpicnometer = Vaquadest = 9,22 cm3

4.2.2 Menghitung persentase larutan etanol

a. Distilat

Massa distilat = mpicnometer+etanol - mpicnometer kosong

= ( 25,17 – 17,78 ) gram

= 7,39 gram

Vpicnometer = 9,22 cm3

ρdistilat =

mdistilat

V picnometer

=

7,39 gram

9,22 cm3

= 0,80152 gram/cm3

Tabel 4.2 Densitas etanol dalam air (Perry, 2008 tabel 2-111 hal 2-117)

%wt Etanol 30 oC

92 0,80384

K 0,80152

93 0,80111

Pada suhu 30 oC dan ρ = 0,80152 gram/cm3, komposisi etanol adalah

0,80152 - 0,80384 0,80111 - 0,80384 =

k - 92 93 - 92

k = 92,85 %

Page 12: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,

Tabel 4.3 Data Perhitungan Persentase Distilat

Volume (ml) Suhu

(oC)

Densitas

(gram/cm3)

Persentase

(%)Aquadest Etanol

0 200 78,5 0,80152 0,9285

30 200 81 0,82226 0,8498

60 200 82 0,83092 0,8153

90 200 83 0,83861 0,7843

120 200 84 0,83915 0,7821

150 200 85 0,84216 0,7698

180 200 86 0,84221 0,7696

b. Residu

Massa residu = mpicnometer+etanol - mpicnometer kosong

= ( 25,17 – 17,78 ) gram

= 7,39 gram

Vpicnometer = 9,22 cm3

ρresidu =

mresidu

V picnometer

=

7,39 gram

9,22 cm3

= 0,80152 gram/cm3

Tabel 4.4 Densitas etanol dalam air (Perry, 2008 tabel 2-111 hal 2-117)

%wt Etanol 30 oC

92 0,80384

K 0,80152

93 0,80111

Page 13: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

Pada suhu 30 oC dan ρ = 0,80152 gram/cm3, komposisi etanol adalah

0,80152 - 0,80384 0,80111 - 0,80384 =

k - 92 93 - 92

k = 92,85 %

Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,

Tabel 4.5 Data Perhitungan Persentase Residu

Volume (ml) Suhu

(oC)

Densitas

(gram/cm3)

Persentase

(%)Aquadest Etanol

0 200 78,5 0,80152 0,9285

30 200 81 0,85722 0,7077

60 200 82 0,90188 0,5172

90 200 83 0,92705 0,4031

120 200 84 0,93290 0,3749

150 200 85 0,93932 0,3427

180 200 86 0,95641 0,2479

4.2.3 Menghitung fraksi mol larutan etanol

BM aquadest = 18 gram/mol

BM etanol = 46 gram/mol

a. Distilat

ya =

mol etanolmol etanol + mol aquadest

ya =

(% distilatBM etanol )

(% distilatBM etanol )+(1 - % distilat

BM aquadest )

ya =

(0,9285

46 gram/cm3 )(0,9285

46 gram/cm3 )+(1 - 0,9285

18 gram/cm3 )

Page 14: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

ya =

0 , 020

0,020 + 3,972 x 10-3

= 0,836

Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,

Tabel 4.6 Data Fraksi Mol Distilat

Volume (ml) Densitas

(gram/cm3)

Persentase

(%)

Fraksi Mol

(ya)Aquadest Etanol

0 200 0,80152 0,9285 0,836

30 200 0,82226 0,8498 0,689

60 200 0,83092 0,8153 0,633

90 200 0,83861 0,7843 0,587

120 200 0,83915 0,7821 0,584

150 200 0,84216 0,7698 0,567

180 200 0,84221 0,7696 0,566

b. Residu

xa =

mol etanolmol etanol + mol aquadest

xa =

(% residuBM etanol )

(% residuBM etanol )+(1 - % residu

BM aquadest )

xa =

(0,9285

46 gram/cm3 )(0,9285

46 gram/cm3 )+(1 - 0,9285

18 gram/cm3 )

xa =

0 , 020

0,020 + 3,972 x 10-3

= 0,836

Page 15: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,

Tabel 4.7 Data Fraksi Mol Residu

Volume (ml) Densitas

(gram/cm3)

Persentase

(%)

Fraksi Mol

(xa)Aquadest Etanol

0 200 0,80152 0,9285 0,836

30 200 0,85722 0,7077 0,486

60 200 0,90188 0,5172 0,295

90 200 0,92705 0,4031 0,209

120 200 0,93290 0,3749 0,190

150 200 0,93932 0,3427 0,169

180 200 0,95641 0,2479 0,114

4.2.4 Menghitung koefisien αab

α ab =

ya (1−xa)xa (1− ya)

Pada suhu kesetimbangan 78,5 °C

α ab = 0,836 (1-0,836)0,836 (1-0,836)

= 1

Analog dengan perhitungan di atas maka untuk suhu kesetimbangan yang lain didapat :

Tabel 4.8 Data αab dari Fraksi Mol Distilat (ya) dan Fraksi Mol Residu (xa)

T ( oC ) ya xa α ab

78,5 0,836 0,836 1

81 0,689 0,486 2,343

82 0,633 0,295 4,122

83 0,587 0,209 5,739

84 0,584 0,190 5,985

85 0,567 0,169 6,439

86 0,566 0,114 10,136

Page 16: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

4.3 Grafik

4.3.1 Grafik fraksi mol etanol fase cair (xa) dan fraksi mol etanol fase uap (ya)

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 10

0.2

0.4

0.6

0.8

1

Fraksi Mol Etanol Fase Cair (xa)

Frak

si M

ol E

tano

l Fas

e Ua

p (y

a)

Gambar 4.1 Grafik fraksi mol etanol fase cair (xa) dan fraksi mol etanol fase uap (ya)

4.3.2 Grafik fraksi mol etanol fase cair dan uap (xa, ya) dan suhu kesetimbangan

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 175

80

85

90

95

100

xa, ya

Suhu

(oC)

Gambar 4.2 Grafik fraksi mol etanol fase cair dan uap (xa, ya) dan suhu kesetimbangan

Page 17: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

4.3.3 Grafik koefisien αab dan suhu kesetimbangan

0 2 4 6 8 10 1276

78

80

82

84

86

88

αab

Suhu

(oC)

Gambar 4.3 Grafik koefisien αab dan suhu kesetimbangan

4.4 Pembahasan

Kesetimbangan fasa (uap-cair) dipengaruhi oleh suhu dan komposisi dari larutan yang

digunakan. Dalam percobaan ini larutan yang digunakan adalah akuades dan etanol

95%, dimana titik didih etanol lebih rendah dibandingkan dengan akuades. Prinsip

percobaan yang dilakukan yaitu perbedaan tekanan uap dan titik didih serta berat jenis

suatu pelarut atau zat dimana saat titik didih terjadi, akan dapat kembali menjadi cair

setelah menguap, serta kecetapan saat larutan menguap sama dengan kecepatan pada

saat zat atau larutan itu kembali ke fase cairan.

Pada percobaan kesetimbangan fasa, terlebih dahulu ditentukan densitas akuades.

Pertama, diukur suhu akuades dengan termometer dan didapatkan hasil 30 °C, maka

densitas akuades didapat dari tabel 2-30 hal 2-96, Perry 2008 pada suhu 30 °C yaitu

0,995647 g/cm3. Langkah selanjutnya yaitu menghitung volume akuades. Pertama,

ditimbang piknometer kosong dengan neraca analitik dan didapatkan hasil 17,78 gram.

Kemudian piknometer diisi dengan akuades lalu ditimbang dan didapatkan hasil 26,96

gram sehingga massa akuades didapat dengan mengurangi nilai massa piknometer berisi

akuades dengan nilai massa piknometer kosong (26,96 – 17,78)gram yaitu 9,18 gram.

Page 18: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

Volume akuades dihitung dengan menggunakan rumus V = m/ρ (9,18gram/0,995647

g/cm3) = 9,22 cm3.

Selanjutnya, dimasukkan 200 mL etanol ke dalam labu leher empat, lalu dipanaskan

hingga suhu setimbang yaitu pada suhu 78,5 °C. Kemudian ditampung destilat dan

residu pada gelas kimia yang berbeda dan dihitung massanya dengan piknometer.

Massa destilat yang didapat yaitu 25,17 gram dan massa residu yang didapat yaitu 25,17

gram. Lalu ditambahkan akuades sebanyak 30 mL kedalam labu leher empat dan

dipanaskan hingga suhu setimbang yaitu 81 °C. Kemudian ditampung destilat dan

residu pada gelas kimia yang berbeda dan dihitung massanya dengan piknometer.

Massa destilat yang didapat yaitu 25,3612 gram dan massa residu yang didapat yaitu

25,6836 gram. Ditambahkan 30 mL akuades ke dalam labu leher empat, kemudian

ditampung destilat dan residu pada gelas kimia yang berbeda dan dihitung massanya

dengan piknometer dan dilakukan hingga 5 kali sehingga didapatkan hasil suhu

setimbang 82 °C, 83 °C, 84 °C 85 °C, 86 °C, massa destilat yang didapat yaitu 25,4411

gram, 25,512 gram, 25,517 gram, 25, 5447 gram, 25,5452 gram dan massa residu yang

didapat yaitu 26,0963 gram, 26,3274 gram, 26,3813 gram, 26,4405 gram dan 26,5981

gram.

Berdasarkan data hasil percobaan, maka dapat dihitung densitas destilat yaitu 0,80152

gram/cm3, 0,82226 gram/cm3, 0,83092 gram/cm3, 0,83861 gram/cm3, 0,83915

gram/cm3, 0,84216 gram/cm3 dan 0,84221 gram/cm3. Persentase destilat yaitu 0,9285,

0,8498, 0,8153, 0,7843, 0,7821, 0,7698 dan 0,7696. Densitas residu yaitu 0,80152

gram/cm3, 0,85722 gram/cm3, 0,90188 gram/cm3, 0,92705 gram/cm3, 0,93290

gram/cm3, 0,93932 gram/cm3 dan 0,95641 gram/cm3. Persentase residu yaitu 0,9285,

0,7077, 0,5172, 0,4031, 0,3749, 0,3427 dan 0,2479. Fraksi mol destilat (ya) yaitu 0,836,

0,689, 0,633, 0, 587, 0,584, 0,567 dan 0,566. Fraksi mol residu (xa) yaitu 0,836, 0,486,

0,295, 0,209, 0,190, 0,169 dan 0,114. Koefisien αab yaitu 1, 2,343, 4,122, 5,739, 5,985,

6,439 dan 10,136.

Dari hasil yang didapatkan dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya volume etanol

pada campuran, maka suhu kesetimbangan pun akan semakin naik. Hal itu karena

Page 19: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

penambahan volume etanol tidak melebihi volume akuades yang titik didihnya lebih

tinggi daripada etanol, jika penambahan etanol hingga melebihi volume akuades maka

suhu kesetimbangan akan menurun. Karena suhu kesetimbangan semakin naik, maka

massa destilat dan residu juga semakin naik sesuai rumus gas ideal, suhu berbanding

lurus dengan massa (PV = nRT), karena nilai massa destilat dan residu semakin naik

maka nilai densitasnya juga semakin naik (ρ = m/V). Penambahan volume etanol pada

campuran menyebabkan fraksi mol destilat semakin naik, sedangkan fraksi mol

residunya semakin berkurang karena kemampuan menguap larutan semakin cepat, maka

nilai koefisien αab juga semakin besar.

Faktor kesalahan dari percobaan yang dilakukan yaitu, ketika menampung destilat dan

residu pada gelas kimia kurang ditutup rapat sehingga kemungkinan adanya etanol yang

menguap sehingga hasil yang didapatkan kurang akurat.

Titik azeotrop merupakan titik dimana ketika campuran dididihkan, maka fasa uap yang

dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan fasa cairnya. Berdasarkan hasil

percobaan yang dilakukan titik azeotrop berada pada suhu 78,5 °C, dengan komposisi

destilat dan residu sama yaitu 0,836.

Berdasarkan perhitungan J.W. Gibbs tentang aturan fase yang menunjukkan hubungan

umum antara derajat kebebasan (F), jumlah komponen (C), dan jumlah fase pada

kesetimbangan (P) untuk suatu sistem dengan komposisi sembarang, yaitu:

F = C + 2 – P

Berdasarkan hasil percobaan dengan C = 2 (etanol dan air), P = 2 (uap dan air) maka

nilai derajat kebebasan (F) = 2. Karena nilai F = 2 maka untuk menyatakan

kesetimbangan uap-cair dari campuran etanol-air dibutuhkan 2 variabel yang diketahui

misalkan suhu dan tekanan, atau suhu dan komposisi.

Pada percobaan yang dilakukan, grafik yang dihasilkan berbeda dengan grafik pada

teori. Berikut perbandingan grafik 4.3.1 dengan grafik teori.

Page 20: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 10

0.2

0.4

0.6

0.8

1

Fraksi Mol Etanol Fase Cair (xa)

Frak

si M

ol E

tano

l Fas

e Ua

p (y

a)

4.4 Grafik fraksi mol etanol fase cair (xa) dan fraksi mol etanol fase uap (ya) berdasarkan

percobaan

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 1.000 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 1.000

Fraksi Mol Etanol Fase Cair (xa)

Frak

si M

ol E

tano

l Fas

e Ua

p (y

a)

Sumber data: tabel A.3-23, Geankoplis hal 990

4.5 Grafik fraksi mol etanol fase cair (xa) dan fraksi mol etanol fase uap (ya) berdasarkan teori

Dari grafik 4.4 dan 4.5 dapat dilihat perbedaan yang cukup besar. Pada grafik 4.1

menghasilkan kurva yang tidak teratur sedangkan pada grafik 4.2 menghasilkan kurva

yang teratur. Hal tersebut disebabkan kemungkinan karena jenis etanol yang digunakan

berbeda, pada percobaan menggunakan etanol 95% sedangkan pada teori mungkin saja

menggunakan etanol murni.

Karena grafik fraksi mol destilat dan residu pada hasil percobaan dan teori berbeda,

maka secara otomatis grafik suhu kesetimbangan dan koefisien αab juga berbeda karena

Page 21: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

fraksi mol, suhu kesetimbangan dan koefisien αab saling berkaitan sehingga apabila 1

variabel saja berbeda, pasti akan menghasilkan grafik yang berbeda dengan teori yang

ada.

Page 22: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa:

Suhu kesetimbangan etanol-akuades yaitu 78,5 °C, 81 °C, 82 °C, 83 °C, 84 °C, 85

°C dan 86 °C.

Fraksi mol destilat (ya) yaitu 0,836, 0,689, 0,633, 0, 587, 0,584, 0,567 dan 0,566.

Fraksi mol residu (xa) yaitu 0,836, 0,486, 0,295, 0,209, 0,190, 0,169 dan 0,114.

Koefisien αab yaitu 1, 2,343, 4,122, 5,739, 5,985, 6,439 dan 10,136.

5.2 Saran

Sebaiknya dalam praktikum selanjutnya digunakan bahan yang lebih bervariasi,

misalnya campuran air dengan metanol agar lebih memahami kesetimbangan fase dari

berbagai jenis campuran.

Page 23: Kesetimbangan Fasa Reny & Khairil

DAFTAR PUSTAKA

1. Bresnick, Stephen. 2002. Intisari Kimia Umum. Jakarta : Erlangga.

2. Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar : Konsep-konsep Inti. Jakarta : Erlangga.

3. Syukri.1999. Kimia Dasar Jilid 2.Bandung: UI Press

4. Cristy. Dina. 2011. Hukum Henry. http//dinachristy.wordpress.com/t2011/hukum-

henry.html. Diakses tanggal 28 April 2015 pukul 17.00 WITA.

5. Maulana. Puri. Sifat Fisika dan Kimia Alkohol. 2013.

http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/09/sifat-fisika-dan-sifat-kimia-

alkohol.html. Diakses tanggal 28 April 2015 pukul 19.05 WITA.

6. Rahmawati. Yuli. 2012. Hukum Raoult.

http://kpyulirahmawati.blogspot.com/hukum-raoult.html. Diakses tanggal 28 April

2015 pukul 17.05 WITA.

7. Reza. Gusti. 2013. Destilasi. http://gustireza.blogspot.com/2013/destilasi.html.

Diakses tanggal 28 April 2015 pukul 17.05 WITA.

8. Utami. Wahyu. 2012. Sifat Fisika dan Kimia Air. 2012.

https://atiniwahyuutami09303241038.wordpress.com/2012/12/25/sifat-fisika-dan-

kimia-air.html. Diakses tanggal 28 April 2015 pukul 17.30 WITA.