Makalah Appendicitis Akut

37
MAKALAH APPENDECITIS ACUTE Disusun oleh: Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, SpB.(K)Trauma. FINACS.,FICS ILMU BEDAH SMF BEDAH RSU HAJI SURABAYA 2015

description

Makalah ini berisi tentang Appendicitis Acute oleh Dr.dr.Koernia Swa Oetomo, SpB(K)Trauma.,FINACS.,FICS, SMF Ilmu Bedah RSU Haji Surabaya

Transcript of Makalah Appendicitis Akut

  • MAKALAH

    APPENDECITIS ACUTE

    Disusun oleh:

    Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, SpB.(K)Trauma. FINACS.,FICS

    ILMU BEDAH

    SMF BEDAH RSU HAJI SURABAYA

    2015

  • i

    KATA PENGANTAR

    Penyusun memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

    rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis menyelesaikan Makalah yang berjudul

    Appendecitis.

    Selama penyusunan Makalah ini, penyusun telah banyak mendapatkan

    bantuan yang tidak sedikit dari beberapa pihak, sehingga dalam kesempatan ini

    kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang

    telah memberikan bantuan sehingga makalah ini dapat terselesaikan sebagaimana

    mestinya. Penyusun menyadari bahwa selama dalam penyusunan Makalah ini

    jauh dari sempurna dan banyak kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena

    itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna

    kesempurnaan Makalah ini. Penyusun berharap Makalah ini dapat bermanfaat

    bagi semua pihak yang membaca pada umumnya dan penyusun pada khususnya.

    Surabaya, Mei 2015

    Dr.dr. Koernia Swa Oetomo, SpB. (K) Trauma. FINACS,FICS

  • ii

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar ................................................................................................. i

    Daftar Isi........................................................................................................... ii

    Daftar Tabel ..................................................................................................... iii

    Daftar Gambar .................................................................................................. iv

    BAB 1 Pendahuluan .................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

    BAB 2 Tinjauan Pustaka ............................................................................. 2

    2.1 Anatomi Appendiks ......................................................................... 2

    2.2 Appendesitis Akut ........................................................................... 5

    2.2.1 Definisi .................................................................................. 5

    2.2.2 Epidemiologi ......................................................................... 5

    2.2.3 Etiologi dan Patofisiologi ...................................................... 6

    2.2.4 Bakteriologi ........................................................................... 8

    2.2.5 Patologi .................................................................................. 8

    2.2.6 Gambaran Klinis .................................................................... 10

    2.2.7 Pemeriksaan ........................................................................... 13

    2.2.8 Laboratorium ......................................................................... 14

    2.2.9 Radiologi ............................................................................... 14

    2.2.10Diagnosis ............................................................................... 16

    2.2.11Diagnosis Banding ................................................................. 20

    2.2.12Komplikasi ............................................................................ 22

    2.2.13Penatalaksanaan ..................................................................... 23

    Daftar Pustaka ......................................................................................... 31

  • iii

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1 Bakteri yang sering ditemukan pada appendesitis perforata ................ 8

    Tabel 2.2 Hubungan antara perubahan patologis dan manifestasi klinis .............. 9

    Tabel 2.3 Frekuensi timbulnya gejala appendesitis .............................................. 12

    Tabel 2.4 Modalitas pencitraan dalam diagnosis appendecitis akut ..................... 15

    Tabel 2.5 Alvarado Acale ..................................................................................... 17

    Tabel 2.6 The Ohmann Score ............................................................................... 18

    Tabel 2.7 Kriteria Ohmann Score ......................................................................... 18

    Tabel 2.8 Kriteria Lintula Score............................................................................ 19

    Tabel 2.9 Kriteria RIPASA Score ........................................................................ 19

    Tabel 2.10 Guideline RIPASA Score.................................................................... 20

  • iv

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 Berbagai posisi Appendiks .................................................................. 3

    Gambar 2.2 Vaskularisasi Appendiks ..................................................................... 4

    Gambar 2.3 Berbagai macam posisi appendiks sesuai dengan manifestasi...........12

    Gambar 2.4 CT Scan..............................................................................................15

    Gambar 2.5 Hasil USG..........................................................................................16

    Gambar 2.6 Appendiktomi....................................................................................27

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Apendiksitis adalah penyebab utama akut abdomen yang tercatat lebih

    dari 40.000 pasien dirawat di rumah sakit di inggris setiap tahunnya.

    Appendiksitis sebagian besar terjadi usia 10 dan 20 tahun, tapi tidak menutup

    kemungkinan usia lain. Laki-laki memiliki angka predisposisi lebih besar

    daripada wanita yaitu 1,4 : tahun. 4

    Apendiksitis adalah kegawat daruratan dalam bidang bedah yang

    umum. Pada appendicitis akut tidak mungkin diagnose ditegakan dengan gold

    standart (histopatologi) sebelum operasi, kita dapat menggunakan tes

    sederhana seperti Alvarado skor dimana ada ataupun tidak adanya gejala pada

    penderita pada variable akan menentukan kondisi pasien. Diagnose yang tepat

    dan kecepatan intervensi dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas

    tahun. 4

    Apendicitis adalah peradangan yang terjadi pada appendix

    vermicularis dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang paling

    sering pada anak-anak maupun dewasa. Terdapat sekitar 250.000 kasus

    appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama

    terjadi pada anak usia 6-10 tahun. 4

    Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari

    appendiks yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan

    laparoscopy. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka

    kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis dan shock

    tahun. 4

  • 2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Anatomi Appendiks

    Appendiks vermiformis adalah organ seperti tabung dengan lumen sempit,

    vermian (berbentuk seperti cacing) yang timbul dari dinding caecum bagian

    posteromedial, 2 cm dibawah ileum bagian akhir. Bisa menempati salah satu dari

    berbagai posisi berikut :8

    1. Retrocaecal

    2. Retrocolic (dibelakang caecum atau bagian bawah ascending colon),

    3. Pelvic atau descending (jika tergantung pada tepi pelvis, dekat dengan

    tuba uterina dan ovarium kanan pada wanita). Itu merupakan posisi

    paling umum yang sering terdapat pada praktek kilinik. Posisi lainnya

    jarang ditemukan terutama jika ada appendiks mesenter panjang yang

    dapat meyebabkan mobilitas appendiks yang lebih tinggi.

    4. Subcaecal (dibawah caecum),

    5. Promontorik

    6. Preilial (anterior terhadap ileum terminal)

    7. Postileal (dibelakang ileum terminal).

  • 3

    Gambar 2.1 Berbagai Posisi Appendiks 8

    Tiga taenia coli pada colon ascendens dan caecum bersatu pada basis

    appendiks, dan bergabung menuju otot longitudinalnya. Taenia caecal anterior

    biasanya terpisah dan bisa ditelusuri munuju appendiks, yang dapat dipakai

    sebagai panduan untuk mencari lokasi appendiks pada praktek kilinis. Ukuran

    appendiks bervariasi panjangnya, dari 2 cm sampai 20cm; sering ditemukan relatif

    lebih panjang pada anak-anak dan mungkin mengalami atrofi dan memendek

    seiring bertambahnya usia.8

    Lumen appendiks sempit dan membuka ke caecum melalui orifisium yang

    terletak dibawah dan sedikit posterior terhadap orifisium ileocaecal. Orifisium

    tersebut kadang dijaga oleh lipatan mukosa semilunaris yang membentuk katup.

    Lumen mungkin akan paten pada awal kehidupan anak-anak dan sering hilang

    pada dekade akhir kehidupan.8

  • 4

    Vaskularisasi appendiks.

    Arteri utama appendiks, cabang dari divisi bawah arteri ileocolic, berjalan

    dibelakang ileum terminal dan memasuki mesoappendiks dengan jarak yang dekat

    dari basis appendiks dan beranastomosis dengan cabang dari arteri caecal

    posterior.8

    Gambar 2.2 Vaskularisasi appendiks.7

    Vena Appendiks

    Darah dari arteri Appendiks dialirkan melewati satu atau lebih vena-vena

    appendikular menuju ke vena ileokolik atau saekum posterior. Kemudian dari

    vena-vena ini menuju ke vena mesenterika superior.8

    Limfatik.

    Pembuluh limfe appendiks sangat banyak: terdapat banyak jaringan limfoid di

    dinding nya. Dari keseluruhan bagian appendiks terdapat 8-15 pembuluh limfe

  • 5

    yang melewati mesoappendiks dan biasanya disertai beberapa nodus limfatik.

    Mereka bersatu membentuk kurang lebih 3-4 pembuluh limfe yang lebih besar

    yang juga akan menuju ke pembuluh limfe di kolon asendens. Semuanya akan

    berakhir di nodus inferior dan superior dari rangkaian pembuluh limfe ileokolik.8

    Persarafan Appendiks

    Persarafan parasimpatis appendiks berasal dari cabang n.vagus yang

    mengikuti a.mesenterikasuperior dan a.apendikularis. Persarafan simpatis nya

    berasal dari n.torakalis X.6

    Fisiologi Appendiks

    Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir ini secara normal

    dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran

    lendir di muara tampaknya berperan dalam patogenesis appendisitis.6

    Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated

    Limphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk appendiks,

    ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.

    Namun demikian, pengangkatan appendiks tiadk mempengaruhi sistem imun

    tubuh, karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali, jika dibandingkan

    dengan jumlah nya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.6

    2.2 Appendisitis akut

    2.2.1 Definisi

    Appendisitis adalah peradangan bakterial appendiks vermiformis.

    Appendisitis akut adalah appendisitis dengan onset akut yang memerlukan

    intervensi bedah dan biasanya ditandai dengan nyeri di abdomen kuadaran

    kanan bawah dengan nyeri tekan lokal dan nyeri alih, spasme otot yang ada

    diatasnya, dan hiperestesia kulit.3

    2.2.2 Epidemiologi

    Insidens appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara

  • 6

    berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun

    secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan

    makanan berserat dalam menu sehari-hari.6

    Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang

    dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30

    tahun, setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya

    sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens pada lelaki lebih

    tinggi.6

    2.2.3 Etiologi dan Patofisiologi

    Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

    rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi

    akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan

    fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon

    biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut.6

    Obstruksi lumen appendiks merupakan faktor etiologis utama dalam

    appendisitis akut, berikut merupakan berbagai penyebab dari obsruksi :1,4

    1. Fecaliths atau Appendicolith, merupakan penyebab utama obstruksi,

    ditemukan pada 40% kasus appendisitis akut sederhana, 65% kasus

    appendisitis ganggrenosa tanpa ruptur, dan mendekati 90% kasus

    appendisitis ganggrenosa dengan ruptur.

    2. Hipertrofi Jaringan Limfoid

    3. Barium tersisa dari pemeriksaan x-ray terdahulu (pemeriksaan Colon in

    loop)

    4. Tumor

    5. Biji buah-buahan

    6. Parasit intestinal

  • 7

    Obstruksi lumen appendiks disertai dengan sekresi yang terus-menerus dari

    mukosa appendiks menyebabkan distensi. Distensi dari appendiks menstimulasi

    nerve endings karena peregangan serat saraf aferen visceral, menyebabkan nyeri

    tumpul yang diffus pada mid-abdomen atau epigastrium bawah. Peristaltik juga

    distimulasi oleh distensi yang timbul mendadak, sehingga kram dapat menyertai

    nyeri visceral awal pada appendisitis.1

    Distensi yang terus berlanjut karena sekresi dari mukosa yang terus-

    menerus dan dari multiplikasi bakteri di appendiks. Distensi ini menyebabkan

    refleks mual dan muntah, dan nyeri visceral akan semakin parah. Seiring dengan

    penekanan pada organ yang meningkat, tekanan pada vena juga meningkat. Kapiler

    dan vena menjadi tertutup, tetapi aliran arteriol akan terus berlanjut, menyebabkan

    pelebaran dan kongestif vascular. Proses inflamasi segera melibatkan serosa pada

    appendiks dan peritoneum parietal regional, memproduksi perpindahan nyeri yang

    khas menuju kuadran kanan bawah.1, 2

    Gangguan terhadap aliran limfatik dan vena akan menyebabkan iskemia

    pada mukosa. Mukosa appendiks rawan dengan gangguan suplai darah, dan bila

    integritasnya terganggu, akan memudahkan terjadinya invasi bakteri. Selama

    distensi semakin progresif maka akan semakin menekan aliran balik vena dan

    kemudian aliran arteriol sehingga menyebabkan infark pada area dengan suplai

    darah yang buruk. Seiring peningkatan distensi, invasi bakterial, terganggunya

    aliran darah, dan progresi infark, kombinasi ini akan menyebabkan proses inflamasi

    yang lebih terlokalisir dan menyebabkan gangren serta perforasi, biasanya pada

    salah satu area infark pada batas antimesenterik. Perforasi biasanya terjadi setelah

    setidaknya 48 jam sejak onset timbulnya gejala.1,4

    Appendisitis akut merupakan infeksi bakteri seperti Escherecia coli,

    Streptoccocus viridans, dan Bacteroides.6

    Diduga, lumen yang intergritasnya

    terganggu karena peningkatan tekanan lumen atau iskemia intramural dapat

    menjadi sumber lokasi invasi organisme.5 Penyebab lain yang diduga dapat

    menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit

    E.histolytica.6

  • 8

    2.2.4 Bakteriologi

    Flora normal di appendiks mirip dengan yang ada di kolon, dengan

    terdapat berbagai macam bakteri aerob dan anaerob fakultatif. Beberapa macam

    mikroba dari appendiks yang mengalami perforasi sudah diketahui. Escherichia

    coli., Streptococcus viridans, Bacteriodes spp., dan Pesudomonas spp.,

    merupakan mikroba yang paling sering terisolasi (tabel 2.1)4

    Tabel 2.1 Bakteri yang sering ditemukan pada apendisitis perforata4

    Pada pasien yang mengalami appendisitis akut non perforasi, kultur

    daripada cairan peritoneal biasanya negatif dan tidak memberikan peran klinis

    yang nyata. Akan tetapi pada pasien appendisitis perforasi, kultur cairan

    peritoneal biasanya akan positif, dan menunjukkan bakteri-bakteri pada kolon

    dengan sensitifitas terhadap antibiotik yang dapat di prediksi. Karena pemilihan

    pemberian antibiotik sangat jarang dipegaruhi oleh hasil kultur ini, maka kultur

    ini jarang dilakukan.4

    2.2.5 Patologi

    Patologi appendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan

    seluruh lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Upaya

    pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup

    appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa

    periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat appendiks

    atau periapendikular infiltrat. Di dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan

    berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,

  • 9

    appendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan

    selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.6

    Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi

    membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya.

    Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.

    Suatu saat, organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami

    eksaserbasi akut atau disebut sebagai acute in chronic appendicitis.6

    Proses Perubahan Patologis Manifestasi Klinis

    Permulaan inflmasi, sering karena

    obstruksi oleh fekalit

    Nyeri abdomen tengah yang akut dan

    diffus atau tidak terlokalisir

    Inflamasi akut Mukosa Nyeri abdomen akut yang berlanjut

    kemudian disertai dengan mual dan

    muntah (karena stimulasi autonomic)

    Perluasan inflamasi melewati dinding

    appendiks

    Gejala dan tanda mulai terlokalisir

    karena keterlibatan peritoneum parietal

    (inervasi somatic)

    Inflamasi mencapai serosa (peritonitis

    visceral)

    Gejala Klasik : Nyeri tekan, nyeri lepas,

    dan tahanan pada fosa iliaka kanan

    Demam, facial flush, dan takikardia

    Penyebaran peritonitis ke struktur

    sekitar (tergantung dari posisi

    appendiks)

    Nyeri meluas ke seluruh abdomen

    dengan peningkatan rigiditas dan gejala

    sistemik yang lebih jelas (peningkatan

    demam, apatis dan dehidrasi) Ganggren pada dinding appendiks

    Perforasi

    Usaha oleh omentum dan struktur

    terdekat dari appendiks untuk menutupi

    perforasi

    Pembentukan massa apenndiks atau

    yg salah dikenal dengan infiltrat

    appendiks

    Bila tidak berhasil akan menyebabkan

    peritonitis yang menyebar

    Tabel 2.2 Hubungan antara perubahan patologis dan manifestasi klinis 6

  • 10

    2.2.6 Gambaran Klinis

    Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

    terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda

    setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsang peritoneum lokal.

    Gejala klasik appendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan

    nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering

    disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya, nafsu makan menurun.

    Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney.

    Di sini, nyeri dirasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga rnerupakan

    nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat

    konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu

    dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat

    perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau

    batuk (Dunphy sign).6,4

    Bila appendiks terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut

    kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena

    appendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan

    atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang

    menegang dari dorsal.6

    Radang pada appendiks yang terletak di rongga pelvis dapat

    menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga

    peristaltik meningkat dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat serta

    berulang sehingga dapat memberikan keluahan diare atau tenesmus. Jika

    appendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan

    frekuensi kencing ataupun disuria akibat rangsangan appendiks terhadap dinding

    kandung kemih.6,9

    Gejala appendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak

    sering hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak

    bisa melukiskan rasa nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah

    sehingga menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi,

    appendisitis sering baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-90%

  • 11

    appendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.6 Pada anak yang lebih besar

    bisa terdapat riwayat baru saja terserang penyakit bakterial maupun viral, yang dapat

    meyebabkan pembesaran folikel appendiks dan obstruksi.9

    Pada beberapa keadaan, appendisitis agak sulit didiagnosis sehingga

    tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang

    berusia lanjut, gejalanya sering samar-samar saja sehingga lebih dari separuh

    penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.6 Gejala pada orang tua

    biasanya berupa malaise, nyeri yang tidak khas, konstipasi, atau bahkan perubahan

    status mental.9

    Pada kehamilan, keluhan utama appendisitis adalah nyeri perut, mual,

    dan muntah. Hal ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama

    sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan

    appendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut

    kanan bawah tetapi lebih di regio lumbal kanan.6

    Pada penelitian nya Treaves menganggap saekum adalah pusat dari jam

    dan appendiks merupakan jarum dari jam. Oleh karena itu, posisi appendiks dapat

    dideskripsi kan sebagai:2

    Posisi jam 11 atau para colic/ para caecal. Appendiks mengarah ke atas

    dan terletak menempel di sebelah kanan sekum. Pada posisi ini, appendiks

    juga terletak di depan daripada ginjal kanan. Pada appendiks yang

    panjang, dapat mengiritasi ureter, mengakibatkan leukosit terdeteksi pada

    urinalisis/ menyerupai gejala daripada pielonefritis.

    Jam 12 atau retrocaecal. Appendiks berada di belakang sekum atau kolon

    asendens dan bisa intra peritoneal atau retro peritoneal.

    Jam 2 atau posisi splenik. Appendiks mengarah ke limpa atau ke kuadran

    kiri atas, dan dapat terletak di depan ileum terminal (preileal) atau di

    belaknag ileum terminal (post ileal).

    Jam 3 atau posisi promonterik. Appendiks mengarah secara transversal

    menuju ke promontorium sakrum.

    Jam 4 atau pelvik. Appendiks mengarah ke arah kavum pelvis.

    Jam 6 atau mid inguinal. Appendiks mengarah ke titik tengah dari ligamen

    inguinal. Nama lain dari posisi ini adalah posisi sub saekum.

  • 12

    Gambar 2.3 Berbagai macam posisi appendix sesuai dengan manifestasi

    klinisnya7

    Tabel 2.3 Frekuensi timbulnya gejala appendisitis2

  • 13

    2.2.7 Pemeriksaan

    Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C. Bila suhu

    lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu

    aksilar dan rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut, tidak ditemukan gambaran

    spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi

    perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses

    periapendikuler.6

    Pada palpasi, didapatkan nyeri tekan yang terbatas pada regio iliaka

    kanan, bisa disertai nyeri lepas (Rebound Phenomena). Defans muskuler

    menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan

    bawah yang terutama terletak pada titik McBurney merupakan kunci diagnosis.

    Appendiks normal sifatnya mobile, sehingga lokasi inflamasi bisa saja terdapat di

    berbagai tempat pada area lingkaran 360 dari sekitar basis dari sekum. Pada

    penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang

    disebut tanda Rovsing. Pada appendisitis retrosekal atau retroileal, diperlukan

    palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.6,4

    Peristalsis usus sering normal tetapi juga dapat menghilang akibat adanya

    ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh appendisitis

    perforata.6

    Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat

    dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada appendisitis pelvika.6

    Pada appendisitis pelvika, tanda perut sering meragukan, maka kunci

    diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji

    psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk

    mengetahui letak appendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan

    peritoneum lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi

    panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang

    menempel di otot psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji

    obturator digunakan untuk melihat bilamana appendiks yang meradang

    bersentuhan dengan otot obturator internus yang merupakan dinding panggul

    kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan

    menimbulkan nyeri pada appendisitis pelvika.6

  • 14

    Jika appendiks perforasi, nyeri perut akan sangat terasa intens dan

    menyeluruh, peningkatan spasme daripada otot-otot abdomen (defans muskuler),

    detak jantung akan meningkat dengan elevasi dari temperatur lebih dari 39C.

    Pasien tampak sangat sakit dan membutuhkan resusitasi cairan dan antibiotik

    sebelum dilakukan operasi.4

    2.2.8 Laboratorium

    Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis

    appendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada

    kasus dengan komplikasi.3 Leukosit yang tinggi (>20.000/mL) dapat menandakan

    terdapatnya komplikasi appendisitis, bisa berupa ganggren ataupun perforasi.

    Urinalisis dapat berguna untuk menyingkirkan pyelonefritis atau nefrolitiasis. Pada

    penderita wanita sebaiknya juga diperiksa Beta-HCG untuk menyingkirkan

    kemungkinan kehamilan.9

    Dari penelitian yang dilakukan oleh Memisoglu et al. 2010 pada pasien

    post appendectomy yang dilakukan studi retrospektif, didapatkan bahwa jumlah

    appendisitis akut dengan leukosit tinggi ditemukan sebanyak 83%, dan pada

    pasien dengan leukosit tinggi yang appendiks nya ternyata normal, sebanyak

    61%. Memisoglu et. al berkesimpulan bahwa untuk mendiagnosa appendisitis

    tidak cukup dari hasil laboratorium dan radiologi.5

    2.2.9 Radiologi

    Foto polos abdomen jarang berguna untuk mendiagnosa appendisitis akut.

    Foto polos abdomen berperan penting dalam menyingkirkan keadaan patologi

    lainnya.1 Kegagalan dari barium enema untuk memenuhi lumen appendiks

    berhubungan dengan appendisitis, tetapi temuan ini kurang sensitif dan spesifik

    karena 20% appendiks normal tidak terisi dengan barium enema.4

    Pada pasien dengan nyeri abdomen, ultrasonography memiliki sensitifitas

    sekitar 85% dan spesifitas lebih dari 90% dalam mendiagnosa appendisitis akut.4

    Hal ini dipertegas oleh penelitian yang dilakukan Memisoglu et al yang

    menyatakan bahwa hanya 34% pasien dengan appendisitis akut yang memiliki

    hasil USG yang negatif.5 Temuan sonografi yang konsisten dengan appendisitis

  • 15

    akut antara lain ukuran appendiks 7 mm atau lebih pada diameter anteroposterior,

    dinding yang tebal, struktur lumen yang tidak tertekan dapat dilihat pada cross

    section yang dikenal sebagai target lesion, atau tampaknya appendicolith.4

    CT scan sering dipakai untuk mengevaluasi pasien dewasa dengan dugaan

    appendisitis akut. CT scan memiliki sensitivitas sekitar 90% dan spesifitas 80%-

    90% dalam mendiagnosa appendisitis akut pada pasien dengan nyeri abdomen

    akut.4

    Dari penelitian yang Willms dkk tahun 2011 disimpulkan bahwa selain

    anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lab, pemeriksaan radiologi

    (terutama CT Scan) dibutuhkan untuk pasien dengan suspected appendicitis.

    Tabel 2.4 Modalitas pencitraan dalam diagnosis appendicitis akut. 2

    Gambar 2.4 4

    A. CT Scan abdomen/pelvis pada pasien dengan appendisitis akut

    menunjukkan adanya appendikolit (garis panah putih)

    B. CT Scan menunjukkan adanya appendiks yang terdistensi (panah putih)

    dengan penebalan daripada dinding serta cairan periapendikular. (segitiga

  • 16

    putih) gambaran ini disebut sebagai target sign.

    C= saekum

    Gambar 2.5 Hasil USG menunjukkan:4

    - Normal Appendiks: potongan coronal (kiri atas), potongan

    longitudinal (kanan atas)

    - Appendisitis: terdapat distensi dan penebalan dinding (kanan bawah):

    Target Sign

    - Pada appendisitis juga terjadi peningkatan aliran darah (kiri bawah),

    sehingga disebut juga Ring of Fire appearance

    2.2.10 Diagnosis

    Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis

    klinis appendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus.

    Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan

    lelaki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan, terutama yang masih

    muda, sering timbul gangguan yang menyerupai appendisitis akut. Keluhan itu

    berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau

    penyakit ginekologik lain.6

    Appendisitis perlu dipikirkan sebagai diagnosa banding pada setiap

    pasien dengan nyeri abdomen akut. Diagnosis awal merupakan tujuan klinis

  • 17

    paling penting pada pasien dengan dugaan appendisitis dan pada kebanyakan

    kasus bisa ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik. Gejala awal

    biasanya dimulai dengan nyeri periumbilikal (karena aktivasi neuron aferen

    viseral) dan kemudian dilanjutkan oleh anorexia dan nausea.4

    Nyeri kemudian terlokalisir pada kuadran kanan bawah karena proses

    inflamasi yang progresif dan melibatkan peritoneum parietal diatas appendiks.

    Muntah bisa didapatkan. Demam menyertai, diikuti oleh perkembangan

    leukositosis. Gejala klinis bisa bervariasi. Contohnya, tidak semua pasien

    menjadi anoreksia.4 Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis appendisitis

    akut, bila diagnosis meragukan, sebaiknya penderita diobservasi di rumah sakit

    dengan frekuensi setiap 1-2 jam.6

    Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dapat meningkatkan

    akurasi diagnosis. Demikian pula laparoskopi pada kasus yang meragukan.6

    Untuk meminimalkan kesalahan diagnosa appendisitis, terdapat suatu

    sistem scoring yang dinamakan Alvarado Score. Pasien dengan skor 9 atau 10

    hampir pasti menderita appendisitis, pasien dengan skor 7 atau 8 memiliki

    kemungkinan besar menderita appendisitis, skor 5 atau 6 memiliki gejala yang

    mirip dengan appendisitis, tetapi bukan didiagnosa appendisitis.1

    Tabel 2.5 : Alvarado Score 1

  • 18

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tamanna et. al. (2012)

    didapatkan bahwa Alvarado score mempunyai nilai sensitivitas 59,57 %, dan

    spesifisitas 85,13%. Sedangkan positive predictive value nya sebesar 71,79%

    dan negative predictive value sebesar 76,82%. Akurasi rata-rata dari Alvarado

    score berkisar 75,2%. Oleh karena itu, meskipun Alvarado score didasarkan

    kebanyakan dari evaluasi klinis, sistem skor ini mudah, simpel dan murah untuk

    mendukung tegak nya diagnosa appendisitis akut.9

    Tabel 2.6: Kriteria Ohmann Score3

    Tabel 2.7: Kriteria Ohmann Score3

  • 19

    Tabel 2.8 : Kriteria lintula score 11

    Tabel 2.9 : Kriteria RIPASA score 11

  • 20

    Tabel 2.10 : Guideline RIPASA score 11

    2.2.11 Diagnosis banding

    Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai

    diagnosis banding.6

    1) Gastroenteritis.

    Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri

    perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai adanya

    hiperperistalsis. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan

    appendisitis akut.

    2) Demam Dengue

    Dapat dimulai dengan nyeri perut mirip peritonitis. Pada penyakit ini,

    didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan

    peningkatan hematokrit.

    3) Limfadenitis mesenterika.

    Limfadenitis Inesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau

    gastroenteritis, ditandai dengan nyeri perut, terutama perut sebelah kanan, serta

    perasaan mual dan nyeri tekan perut yang sifatnya samar, terutama perut sebelah

    kanan.

    4) Kelainan Ovulasi

    Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri pada

    perut kanan bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang

    sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang

    dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari.

    5) Infeksi Panggul.

    Salpingitis akut kanan sering di kacaukan dengan appendisitis akut. Suhu

  • 21

    biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut

    lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi

    urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus

    diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis

    banding.

    6) Kehamilan Di Luar Kandungan.

    Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak me-

    rientu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan

    perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan

    mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina, didapatkan nyeri

    dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.

    7) Kista Ovarium Terpuntir.

    Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa

    dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina, atau colok rektal.

    Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan

    diagnosis

    8) Endometriosis Externa

    Endometrium di luar rahim akan menimbulkan nyeri di tempat

    endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena

    tidak ada jalan ke luar.

    9) Urolitiasis Pielum/Ureter Kanan

    Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut yang menjalar ke inguinal

    kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto

    polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.

    Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri

    kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria.

    10) Penyakit Saluran Cerna Lainnya.

    Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan di perut,

    seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung,

    kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal,

    perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel

    appendiks.

  • 22

    2.2.12 Komplikasi

    Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi baik berupa

    perforasi bebas maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami

    pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan appendiks,

    sekum, dan lekuk usus halus.6

    1) Massa Periapendikular

    Massa appendiks terjadi bila appendisitis gangrenosa atau

    mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus

    halus. Pada massa periapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum

    sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika

    perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Bila terjadi perforasi,

    akan terbentuk abses appendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan

    frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta

    bertambahnya angka leukosit.6

    Riwayat klasik appendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang

    nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa

    atau abses periapendikuler.6

    2) Appendisitis Perforata

    Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan

    keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya

    perforasi appendiks. Insidens perforasi pada penderita di atas usia 60 tahun

    dilaporkan sekitar 60%.6

    Faktor yang memengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua

    adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi

    appendiks berupa penyempitan lumen, dan arteriosklerosis. Insidens tinggi pada

    anak disebabkan oleh dinding appendiks yang masih tipis, anak kurang

    komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendindingan

    kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepaL dan omentum anak

    belum berkembang.6

    Perforasi appendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang

  • 23

    ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat, nyeri tekan dan defans

    muskular, peristalsis usus dapat menurun sampai menghilang akibat adanya ileus

    paralitik. Abses rongga peritoneum dapat terjadi bila pus yang menyebar

    terlokalisasi di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan

    subdiafragma. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus

    dicurigai sebagai abses. Ultrasonografi dapat membantu mendeteksi adanya

    kantong nanah.6

    3) Appendisitis Kronik Eksaserbasi Akut

    Diagnosis appendisitis kronik eksaserbasi akut baru dapat dipikirkan jika

    ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong

    dilakukannya apendektomi, dan hasil patologi menunjukan peradangan akut.

    Kelainan ini terjadi bila serangan appendisitis akut pertama kali sembuh

    spontan. Namun, appendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena

    terjadi fibrosis dan jaringan parut. Risiko terjadinya serangan berulang adalah

    sekitar 50%. Insidens appendisitis kronik eksaserbasi akut adalah 10% dari

    spesimen apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada appendisitis

    kronik eksaserbasi akut, biasanya dilakukan apendektomi karena penderita

    datang dalam serangan akut.6

    4) Appendisitis Kronik

    Diagnosis appendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika semua syarat

    berikut terpenuhi : riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua

    mingau, terbukti terjadi radang kronik appendiks baik secara makroskopik maupun

    mikroskopik, dan keluhan menghilang pasca apendektomi.6

    Kriteria mikroskopik appendisitis kronik meliputi adanya fibrosis

    menyeluruh pada dinding appendiks, sumbatan parsial atau total pada lumen

    appendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel

    inflamasi kronik. Insidens appendisitis kronik adalah sekitar 1-5%.6

    2.2.13 Penatalaksanaan

    Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan

    satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada appendisitis tanpa

    komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada

  • 24

    appendisitis gangrenosa atau appendisitis perforata. Penundaan tindak bedah

    sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.6

    Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi.

    Bila apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli

    bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan

    observasi terlebih dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi dapat

    dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia

    laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat

    segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.6

    Appendisektomi atau Appendektomi ialah suatu tindakan pembedahan

    membuang appendiks. Adapun indikasi appendiktomi :

    10

    1) Appendisitis akut.

    2) Appendisitis subakut.

    3) Appendisitis infiltrat (appendikular mass) yang sudah dalam stadium

    tenang (afroid).

    4) Appendisitis perforata

    5) Appendisitis kronis

    Persiapan pembedahan :10

    1) Inform consent

    2) Penderita harus dipuasakan sedikitnya 4 sampai 6 jam sebelum

    operasi.

    3) Pemberian antibiotika (spektrum luas). Bilamana ada peritonitis umum

    perlu memperbaiki keadaan umum dengan memberi infus serta

    pemasangan kateter.

    4) Pemberian premedikasi anestesi.

    5) Mempersiapkan lapangan pembedahan dengan membersihkan

    (mencuci) dan bilamana perlu dicukur.

    Teknik Pembedahan :10

    Penderita ditidurkan dengan posisi terlentang dan ahli Bedah berdiri di sisi

    kanan penderita.

  • 25

    1) Desinfeksi

    Lapangan pembedahan didesinfeksi dengan bahan Iodin Povidon 10% atau

    Alkohol 70%.

    2) Kemudian lapangan pembedahan dipersempit dengan pemasangan kain

    (duk) steril.

    3) Membuka Dinding perut

    o Irisan kulit dengan arah oblique melalui titik Mc Burney tegak lurus garis

    antara S.I.A.S. dan umbilikus disebut juga irisan Gridiron. Irisan lain

    ialah irisan tranversal atau irisan paramedian. Irisan diperdalam dengan

    memotong lemak dan akhirnya sampai tampak aponeurosis muskulus

    Obliqus Abdominis Externus (M.O.E.).

    o M.O.E. dibuka dengan skalpel searah seratnya, diperlebar ke lateral dan

    ke medial dengan bantuan pinset anatomi. Wound haak tumpul dipasang

    di bawah M.O.E., tampak Muskulus Obliqus Abdominis Internus

    (M.O.I.).

    o M.O.I. dan otot di bawahnya (musculus transversus abdominis) dibuka

    secara tumpul dengan gunting atau klem arteri yang bengkok, searah

    seratnya, tampak lemak peritoneum yang berwarna kuning.

    o Preperitoneal fat disingkirkan dan peritoneum yang berwarna putih

    mengkilap dipegang dengan 2 pinset Chirurgis dan dibuka dengan

    gunting, perhatikan apa yang keluar pus, udara atau cairan lain (darah,

    faeces dan sebagainya); perlu diperiksa kultur dan test kepekaan kuman.

    Dari cairan yang keluar itu. Pembukaan peritoneum diperlebar dengan

    gunting atau scalpel dengan melindungi usus atau organ lain di bawah

    peritoneum dengan 2 jari atau sonde kocher. Arah irisan peritoneum sesuai

    dengan arah irisan kulit . Wond haak diletakkan di bawah peritoneum.

    4) Melakukan appendektomi

    Sekum dicari dan dikeluarkan (luxir). Untuk itu kita harus mengetahui

    tanda-tanda sekum yaitu :

  • 26

    a) Warnanya lebih putih.

    b) Mempunyai taenia coli.

    c) Adanya haustrae.

    d) Adanya apendices epiploicae

    Appendiks yang basisnya terletak pada pertemuan tiga tinea mempunyai

    bermacam - macam posisi antara lain antececal, retrocecal, anteileal, retroileal

    dan pelvinal.

    o Setelah sekum diketemukan, kita pegang dengan pinset usus (darm pinset)

    dan kita tarik keluar. Kemudian dengan kasa steril dan basah sekum

    dikeluarkan dengan menarik ke arah mediokaudal. Setelah keluar

    sekum ditarik ke kraniolateral, biasanya appendiks akan ikut keluar dan

    tampak dengan jelas.

    o Dengan memakai kasa yang basah sekum dipegang oleh asisten dengan ibu

    jari berada di atas.

    o Mesenterium pada ujung appendiks dipegang dengan klem Kocher

    kemudian meso appendiks dipotong dan diligasi sampai pada basis

    appendiks dengan mempergunakan benang sutera 3/0. Pangkal appendiks

    di crush dengan appendiks klem Kocher dan pada bekas crush tersebut

    diikat dengan chromic catgut No. 1 atau 1/0. Dibuat jahitan tabakzaaknaad

    (kantong tembakau) atau jahitan pursestring pada serosa sekitar pangkal

    appendiks dengan menggunakan benang sutera halus 3/0.

    o Dibagian distal dari ikatan pada pangkal appendiks diklem dengan

    Kocher dan di antara klem Kocher dan ikatan tersebut appendiks dipotong

    dengan pisau yang telah diolesi iodium.

    o Sisa appendiks (appendiks stump) ditanam di dalam dinding sekum

    dengan pertolongan pinset anatomis didorong ke dalam dan jahitan

    tabakzaak dieratkan. Kemudian dibuat jahitan penguat di atasnya

    (overhechting), memakai benang sutera halus. Setelah kita perhatikan ada

    tidaknya perdarahan sekum dimasukkan kembali ke dalam rongga perut.

  • 27

    Gambar 2.6 Appendiktomi4

    5) Penutupan Luka Operasi (Dinding Perut).

    o Peritoneum ditutup dengan jahitan delujur Feston dari bahan catgut Plain

    Nomor 1 atau 1/0.

  • 28

    o Muskulus obligus abdominis internus dan muskulus

    transversus abdominis ditutup dengan catgut chromic nomor 1 secara

    simpul.

    o Muskulus obliges abdominis externus dan aponeurosisnya ditutup dengan

    jahitan catgut chromic secara simpul.

    o Lemak ditutup dengan jahitan simpul catgut plain 3/0, dan kulit dijahit

    dengan benang sutera 2/0 atau 3/0 secara simpul.

    6) Appendisektomi secara Retrograde

    o Mencari pangkal appendiks yakni pada pertemuan ketiga tenia coli.

    o Dengan mempergunakan kromme klem (klem bengkok) atau zonde,

    pangkal appendiks dipisahkan dari sekum dengan cara, blunt dissection.

    Kemudian kita ikat pangkal appendiks dengan catgut chromic setelah

    dilakukan crush.

    o Appendiks di bagian distal dari ikatan dikocher dan dipotong dengan

    pisau yang telah kita olesi Iodium. Pangkal appendiks ditanam di dalam

    dinding sekum dalam jahitan kantong tembakau.

    o Kemudian appendiks dibebaskan ke arah ujung (distal) dengan hati-hati

    terutama pada waktu. memotong meso appendiks.

    Penyulit Appendisektomi :10

    1) Durante operasi :

    a) Perdarahan intra peritoneal yaitu dari arteria appendicularis atau dari

    omentum.

    b) Perdarahan pada dinding perut (dari otot-otot).

    c) Adanya robekan dari sekum atau usus lain.

    2) Pasca Bedah dini :

    a) Perdarahan.

    b) Infeksi dinding perut.

    c) Hematoom dinding perut.

    d) Peralitik ileus.

    e) Peritonitis.

  • 29

    f) Fistel usus.

    g) Abses di dalam rongga peritoneum.

    3) Penyulit pasca bedah lanjut :

    a) Streng ileus oleh karena adanya band.

    b) Hernia sikatrikalis.

    Perawatan Paska Bedah :10

    o Pada hari operasi penderita diberi infus menurut kebutuhan sehari

    (maintenance) kurang lebih 2 sampai 3 liter cairan Ringer lactat dan

    Dextrosa.

    o Mobilisasi secepatnya setelah penderita sadar dengan menggerakkan

    kaki (flexi dan extensi), miring ke kiri dan ke kanan bergantian dan duduk.

    Penderita boleh jalan pada hari pertama pasca bedah.

    o Pemberian makanan peroral dimulai dengan memberi minum

    sedikit-sedikit (50 cc) tiap jam apabila sudah ada aktivitas usus yaitu

    adanya flatus, dan bising usus. Bilamana dengan pemberian minum bebas

    penderita tidak kembung maka pemberian makanan peroral dimulai.

    Lazimnya pada hari pertama atau hari kedua pasca bedah penderita boleh

    diberi makan.

    Tatalaksana PAI

    Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang dengan

    pendindingan yang sempurna sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan diberi

    antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob, sambil

    dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis.

    Bila sudah tidak ada demam, massa periappendikuler hilang, dan leukosit normal

    penderita boleh pulang dan appendektomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan

    kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.

    Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika konservatif tidak

    membaik/ berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.6

  • 30

    Tatalaksana Appendicitis Perforata

    Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman

    Gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik

    perlu dilakukan sebelum pembedahan.

    Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat

    dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang

    adekuat secara mudah serta pembersihan kantong nanah. Akhir-akhir ini, mulai

    banyak dilaporkan pengelolaan appendicitis perforasi secara laparoskopi

    apendektomi.

    Pada prosedur ini, rongga abdomen dapat dibilas dengan mudah . hasilnya

    dilaporkan tidak berbeda jauh dibandingkan dengan laparotomi terbuka, tetapi

    keuntungannya adalah lama rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik.6

  • 31

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Brunicardi CF, et al. 2010. The Appendix, dalam : Schwartzs Manual of

    Surgery. Ninth Edition. New York : McGrawHill. Hlm. 2043-2071.

    2. Harrison S, Harrison B. 2012. Diagnostic Challenges in Acute Appendicitis,

    Appendicitis. Retrieved November 1, 2013, from: A Collection of Essays

    from Around the World, Dr. Anthony Lander (Ed.).

    http://www.intechopen.com/books/appendicitis-a-collection-of-essays-from-

    around-theworld/ diagnostic-challenges-in-acute-appendicitis

    3. Henry, Michael M, et al. 2005. The Epidemiology Of Appendicitis And

    Appendectomy In The United States diakses 12 oktober 2014

    http://aje.oxfordjournals.org/content/132/5/910

    4. Hortic, matiza. 2005. Analysis of Scores in Diagnosis of Acute Appendicitis

    in Women. Coll. Antropol. 29 (2005) 1: 133138

    5. Koesoemawati H, dkk. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta :

    Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hlm. 143.

    6. Maa J, Kirkwood KS. 2012. The Appendix, dalam : Sabiston Textbook of

    Surgery. 19th

    edition. New York : Elsevier. Hlm. 1279-1293.

    7. Memisoglu et al. 2010. The value of preoperative diagnostic tests in acute

    appendicitis, retrospective analysis of 196 patients. Retrieved November 1,

    2013, from : World Journal of Emergency Surgery.

    http://www.wjes.org/content/5/1/5

    8. Sjamsuhidajat R, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta :

    Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hlm. 755-762.

    9. Snell, Richard S. 2008. The Abdomen: Part 2 Abdominal Cavity, dalam :

    Clinical Anatomy by Regions. Eight edition. New York : Lippincott Williams

    & Wilkins Inc. Hlm. 232

  • 32

    10. Standring S, et al. 2005. Abdomen: Regional Anatomy, dalam : Grays

    Anatomy : The Anatomical Basis of Clinical Practice. Thirty-Ninth Edition.

    New York : Elsevier. Hlm. 280-283.

    11. Tamanna et al. 2012. Alvarado Score In Diagnosis Of Acute Appendicitis.

    Retrieved December 1, 2013, from: International Journal of Basic and

    Applied Medical Sciences. http://www.cibtech.org/jms.htm

    12. Thompson, Graham. 2012. Clinical Scoring Systems in the Management of

    Suspected Appendicitis in Children, Appendicitis - A Collection of Essays

    from Around the World, Dr. Anthony Lander (Ed.), ISBN: 978-953-307-814-

    4

    13. Wibowo S, dkk. 2008. Appendisektomi/appenditomi, dalam: Pedoman Teknik

    Operasi OPTEK. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair

    (AUP). Hlm. 75-88.