Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

download Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

of 14

Transcript of Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

  • 7/28/2019 Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

    1/14

    BAB I

    LAPORAN KASUS

    1.1 Identifikasi

    Nama : Ny. S

    Jenis Kelamin : Wanita

    Umur : 30 tahun

    Kebangsaan : Indonesia

    Agama : Islam

    Status : Menikah

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    Alamat : Jl. Sri Menanti Ds. Rejodadi, Banyuasin

    MRS : 23 Agustus 2010

    1.2 Anamnesis

    Keluhan Utama :

    Nyeri perut kanan bawah

    Riwayat Perjalanan Penyakit :

    3 hari SMRS penderita mengeluh nyeri pada ulu hati yang hilang timbul.

    1 hari SMRS penderita mengeluh nyeri berpindah ke perut kanan bawah yang semakin

    bertambah hebat dan menetap. Penderita menyangkal adanya demam. Penderita merasa

    tidak napsu makan, mual, dan muntah. Riwayat BAB (+) normal dan BAK (+) normal.

    Penderita berobat ke RSUD Banyuasin lalu dirujuk ke RSMH Palembang.

    Riwayat Penyakit Dahulu :

    Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.

    Penderita mengaku mendapatkan haid terakhir pada bulan April 2010 dan menggunakan

    KB suntik pada tanggal 8 Agustus 2010.

    Riwayat Penyakit dalam Keluarga :

    Riwayat penyakit keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.

    1

  • 7/28/2019 Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

    2/14

    nbbb

    1.3 Pemeriksaan Fisik

    Status Generalis (23 Agustus 2010)

    Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

    Kesadaran : Compos mentis

    Gizi : Cukup

    Pernafasan : 24x/menit

    Nadi : 96x/menit

    Tekanan Darah : 110/70 mmHg

    Suhu : 37,2C

    Kepala : Konjungtiva palbebra pucat (-/-)

    Sklera ikterik (-/-)

    Pupil : Isokor, refleks cahaya (+/+)

    Leher : tidak ada kelainan

    Kelenjar-kelenjar : tidak ada pembesaran

    Thorax : tidak ada kelainan

    Abdomen : lihat status lokalis

    Ekstremitas Superior : tidak ada kelainan

    Ekstremitas Inferior : tidak ada kelainan

    Status Lokalis

    Regio Abdomen

    Inspeksi : Datar

    Palpasi : Lemas, nyeri tekan (+) pada titik Mc Burney, Rovsing sign (+),

    Blumberg sign (+), defans muskular (-)

    Perkusi : Tympani

    Auskultasi : Bising usus (+) normal

    1.4 Pemeriksaan Penunjang

    a. Pemeriksaan Laboratorium

    Pemeriksaan Darah Rutin (tanggal 23 Agustus 2010 )

    Hemoglobin : 11 gr/dl (P 12 16 gr/dl)

    Hematokrit : 33 vol% (P 37 43 vol%)

    LED : 50 mm/jam (P < 15 mm/jam)

    2

  • 7/28/2019 Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

    3/14

    Leukosit : 14.200 /mm3 (5000 10.000 /mm3)

    Trombosit : 381.000 /mm3 (200.000 500.000 /mm3)

    Hitung jenis : 0/1/0/91/4/4 (0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8)

    Kimia Klinik (tanggal 23 Agustus 2010 )

    BSS : 118 mg/dl (< 200 mg/dl)

    Ureum : 34 mg/dl (15 39 mg/dl)

    Kreatinin : 0.7 mg/dl (P 0,6 1,0 mg/dl)

    Natrium : 134 mmol/l (135 155 mmol/l)

    Kalium : 3.2 mmol/l (3,5 5,5 mmol/l)

    Urinalisa ( tanggal 23 Agustus 2010 )

    Sel epitel : (+)

    Leukosit : 4-5 / LPB (0 5 /LPB)

    Eritrosit : 1-2 / LPB (0 1 /LPB)

    Silinder : negatif (negatif)

    Kristal : negatif (negatif)

    b. Pemeriksaan Radiologi

    USG Abdomen (tanggal 23 Agustus 2010 ) :

    Gambar 1. Hasil Pemeriksaan USG Abdomen

    3

  • 7/28/2019 Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

    4/14

    - tampak gambaran sosis sign

    - hepar dan gall bladder normal

    - renal kanan dan kiri normal

    - vesika urinaria tidak tampak ada batu atau massa

    Kesan: Apendisitis akut, konfirmasi laboratorium

    1.5 Diagnosis Banding

    Adneksitis Akut Kanan

    Kehamilan Ektopik

    Kista Ovarium Terpuntir Kanan

    1.6 Diagnosis Kerja

    Apendisitis akut

    1.7 Penatalaksanaan

    IVFD RL gtt 30/menit

    Appendectomy cito

    Inj Cefotaxime

    Inj Metronidazole

    Inj Ketolac

    Inj Ranitidine

    1.8 Prognosis

    Quo ad vitam : Dubia ad Bonam

    Quo ad functionam : Dubia ad Bonam

    4

  • 7/28/2019 Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

    5/14

    Lampiran:

    Hasil Konsul ke Bagian Obstetri dan Ginekologi

    5

  • 7/28/2019 Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

    6/14

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pendahuluan

    Apendiks disebut juga umbai cacing. Fungsi organ ini tidak diketahui namun

    sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan

    bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.

    2.2 Anatomi Apendiks Vermivormis

    Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangya kira-kira 10 cm

    (beranjak 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal

    dan lebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut,

    lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi

    sebab rendahnya insiden appendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak

    intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan runag geraknya

    bergantung pada mesoapendiks penggantungnya.

    Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum,

    di belakang colon asendens atau di tepi lateral colon asendens. Gejala klinik apendisitis

    ditentukan oleh letak apendiks.

    Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.

    Mesenterica superior dan a. Apendicularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari

    n.toracalis X. Karena itu nyeri visceral pada apendistis bermula disekitar umbilicus.

    Perdarahan apendiks berasal dari a.apendicularis yang merupak arteri tanpa kolateral. Jika

    arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami

    gangren.

    6

  • 7/28/2019 Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

    7/14

    Gambar 2. Anatomi Apendiks Vermivormis

    2.3 Fisiologi Apendiks Vermivormis

    Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal

    dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir kedalam lumen. Hambatan aliran

    di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenensis apendisitis.

    Imunoglobulin sekretor yang dihgasilkan oleh GALT ( gut associated lymphoid

    tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.

    Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian

    pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringanlimfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh

    tubuh.

    2.4 Apendisitis Akut

    A. Epidemiologi

    Apendisitis akut merupakan kasus infeksi intraabdominal yang sering

    dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada negara berkembang jumlahnya lebih

    sedikit, namun dalam tiga dasawarsa terakhir menurun secara bermakna. Kejadian ini

    di duga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu

    sehari-hari.

    Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada usia

    20-30 tahun, insiden pada laki-laki lebih tinggi. Appendicitis dapat menyerang orang

    dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 40 tahun,

    khususnya antara 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada usia dibawah 2

    tahun.

    7

  • 7/28/2019 Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

    8/14

    B. Etiologi

    Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Apendisitis dapat terjadi karena

    berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith, a gallstone, tumor, atau

    bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering disebabkan

    obstruksi oleh fecalith. Hasil observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa

    obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar.

    Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan

    randah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan

    menaikkan tekanan intrasekal. Yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional

    apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Hal ini akan

    mempermudah timbulnya apendisitis akut.

    C. Patologi

    Sesuai dengan yang disebutkan diatas, maka pada fase awal apendisitis,

    mukosa mengalami inflamasi terlebih dahulu. Kemudian inflamasi ini akan meluas ke

    lapisan submukosa, termasuk juga lapisan muskularis dan lapisan serosa pada waktu

    24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan

    menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk

    massa periapendikular yang dikenal dengan istilah infiltrat apendisitis. Di dalamnya

    dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika

    tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan masa apendikuler akan menjadi

    tenang untuk selanjunya akan mengurai diri secara lambat.

    Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan

    terbentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.

    Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada

    suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami

    eksaserbasi akut.

    D. Gambaran Klinis

    Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh

    radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun

    tidak oleh rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis merupakan nyeri

    visceral di daerah epigastium di sekita umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan

    8

  • 7/28/2019 Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

    9/14

    kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri

    akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc.Burney, disini nyeri akan dirasakan lebih

    tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang

    tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa

    memerlukan pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah

    terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien

    mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

    Bila apendiks terletak retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya

    terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada

    tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri

    timbul saat berjalan, karena kontraksi otot polos psoas mayor yang menegang dari

    dorsal.

    Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan

    gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum hingga peristaltik meningkat,

    pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi

    menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena

    rangsangan dindingnya. Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit di diagnosis

    sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi.

    E. Pemeriksaan

    Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 C. Bila suhu lebih

    tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terjadi perbedaan suhu aksilar dan rectal

    sampai 1 C. Pada inspeksi abdomen tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung

    sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan

    bawah bisa dilihat pada massa atau abses apendicular.

    Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa

    disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukan adanya rangsangan peritoneum

    parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada

    penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut

    tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam

    untuk menentukan adanya rasa nyeri. Peristaltik usus sering normal, peristaltik usus

    dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis

    perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa

    dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.

    9

  • 7/28/2019 Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

    10/14

    Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis

    adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji

    obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak

    apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan psos lewat hiperekstensi atau fleksi

    aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan

    menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang

    meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil.

    Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang,

    apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.

    F. Diagnosis

    Appendisitis akut didiagnosis secara klinis dengan anamnesis dan

    pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Untuk memudahkan diagnosis

    apenidsitis akut, banyak sistem scoring yang dapat digunakan, salah satunya Alverado

    Score. Alverado Scoring System dinilai berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

    dan beberapa pemeriksaan laboratorium yang mudah untuk diaplikasikan.

    Tabel 1. Alverado Score

    Apabila skor yang didapatkan:

    7-10 (emergency surgery group): pasien harus dipersiapkan untuk dilakukan

    apendektomi emergensi.

    5-6 (observation group): pasien harus tetap diobservasi dalam 24 jam dengan

    evaluasi ulang data klinis dan penilaian ulang skor.

    10

  • 7/28/2019 Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

    11/14

    1-4 (discharge home group): setelah diberikan initial symptomatic treatment,

    pasien dapat dipulangkan dan diminta untuk periksa kembali apabila gejala

    timbul kembali atau bahkan menjadi lebih buruk.

    Menurut beberapa penelitian, Alverado Scoring System merupakan sistemyang murah dan cepat yang dapat diaplikasikan dalam keadaan gawat darurat untuk

    mendiagnosis apendisitis akut. Namun menurut Shrivastava dkk, Alvarado scoring

    system lebih berguna pada pasien pria daripada pasien wanita. Pada pasien wanita,

    diperlukan pemeriksaan tambahan untuk mengkonfirmasi diagnosis.

    G. Diagnosis Banding

    - Adnexitis akut kanan

    Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah

    lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.

    Pada colok vagina akan timbul nyeri hebat dipanggul jika uterus digoyangkan.

    - Kehamilan ektopik

    Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu.

    Jika ada ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri

    yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada

    pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada

    kuldosentesis didapatkan darah.

    - Kista ovarium terpuntir

    Timbul nyeri mendadak dengan intensitas tinggi dan teraba massa dalam

    rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina, atau colok rektal. Tidak terdapat

    demam. Pemeriksaan USG dapat menentukan diagnosis.

    H. Penatalaksanaan

    Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan tindakan paling tepat dan

    merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa

    komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis

    gangrenosa atau apendisitis perforata. Penundaan tindakan bedah sambil memberikan

    antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

    Apendektomi biasa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi.

    Bila apendektomi terbuka, insisi Mc.Burney paling banyak dipilih oleh ahli bedah.

    11

  • 7/28/2019 Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

    12/14

    Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu.

    Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi

    masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik

    pada kasus meragukan dapat segera menetukan akan dilakukan operasi atau tidak.

    I. Komplikasi

    Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

    perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan

    sehingga berupa masa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk usus.

    Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai

    dengan demam tinggi, nyeri makin hebat serta meliputi seluruh perut dan perut

    menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut

    mungkin dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan, peristaltik usus menurun

    sampai menghilang karena ileus paralitik kecuali di regio iliaka kanan, abses rongga

    peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisir di suatu tempat.

    Paling sering adalah abses rongga pelvis dan subdiafragma.

    12

  • 7/28/2019 Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

    13/14

    BAB III

    ANALISIS KASUS

    Seorang wanita berusia 30 tahun beralamat di Banyuasin datang berobat ke IRD

    RSMH pada tanggal 23 Agustus 2010 dengan keluhan nyeri perut kanan bawah. Dari

    anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa 3 hari SMRS penderita mengeluh nyeri pada ulu

    hati yang hilang timbul. 1 hari SMRS nyeri beralih ke perut kanan bawah yang semakin

    bertambah hebat dan menetap. Penderita menyangkal adanya demam. Penderita merasa mual,

    muntah, dan tidak napsu makan.

    Pada pemeriksaan fisik status generalis, didapatkan pernapasan, nadi, tekanan darah,

    dan suhu dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan fisik status lokalis pada regio abdomen

    didapatkan nyeri tekan (+) pada titik Mc Burney, Rovsing sign (+), dan Blumberg sign (+).

    Penderita ini mengeluh nyeri pada perut kanan bawah. Kemungkinan penyakit yang

    dapat menimbulkan nyeri pada perut kanan bawah pada pasien wanita adalah apendisitis,

    gastroenteritis, adneksitis akut kanan, kista ovarium terpuntir, dan kehamilan ektopik.

    Penderita mengaku mual dan muntah terjadi setelah rasa nyeri perut, serta penderita tidak

    mengalami diare sehingga gastroenteritis dapat disingkirkan.

    Pada pemeriksaan fisik pasien ini, nyeri perut kanan bawah yang dideritanya berada

    di daerah titik Mc Burney. Psoas sign (+), Rovsing sign (-), dan defans muskuler (+)

    menunjukkan adanya rangsangan peritoneum lokal di bawah titik Mc Burney. Tanda-tanda

    ini lebih mengarah pada apendisitis, karena pada apendisitisitis terdapat tanda-tanda

    rangsangan peritoneum lokal di bawah titik Mc Burney. Namun kemungkinan diagnosis

    kehamilan ektopik, kista ovarium terpuntir kanan, dan adnexitis akut kanan belum dapat

    disingkirkan. Untuk itu diperlukan pemeriksaan laboratorium. Hasil pemeriksaan

    laboratorium didapatkan leukositosis dan peningkatan neutrofil segmen yang mendukung

    diagnosis apendisitis dan adnexitis akut. Alverado score pasien ini adalah 9. Namun, menurut

    beberapa penelitian menyebutkan bahwa pada pasien wanita, diperlukan pemeriksaan

    tambahan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Untuk menyingkirkan kemungkinan adanya

    adnexitis dan kelainan ginekologi lain, pasien dikonsulkan ke bagian obstetri dan ginekologi.

    Hasil konsul bagian obgyn menyatakan bahwa saat ini tidak ditemukan kelainan ginekologi

    dan saran untuk USG konfirmasi. Berdasarkan pemeriksaan USG, didapatkan tampak

    13

  • 7/28/2019 Laporan Kasus Dwi Akbarini- Appendicitis Akut

    14/14

    gambaran sosis sign dan kesan apendisitis akut, konfirmasi laboratorium. Hal ini lah yang

    dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosis adnexitis akut kanan.

    Tata laksana pada pasien ini dilakukan resusitasi cairan dengan IVFD RL gtt

    30/menit, apendektomi cito, inj Cefotaxime, inj Metronidazole, inj Ketorolac, dan inj

    Ranitidine.

    Prognosis qou ad vitam dan quo ad functionam adalah dubia ad bonam. Karena

    dengan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat, pasien dapat sembuh serta tingkat

    mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil.

    14