Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

43
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. SN Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 30 Tahun Alamat : Curug 002/003 Dusun 02, Kab. Cirebon Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam Suku : Jawa Tanggal MRS : 05 November 2015 Tanggal Pemeriksaan : 06 November 2015 No. RM : 784182 II. RIWAYAT PENYAKIT A. Keluhan Utama Nyeri perut kanan bawah B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Waled dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan terus menerus seperti diremas-remas, bertambah nyeri saat berdiri dan beraktivitas, belum berkurang 1

description

Appendicitis

Transcript of Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

Page 1: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. SN

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 30 Tahun

Alamat : Curug 002/003 Dusun 02, Kab. Cirebon

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal MRS : 05 November 2015

Tanggal Pemeriksaan : 06 November 2015

No. RM : 784182

II. RIWAYAT PENYAKIT

A. Keluhan Utama

Nyeri perut kanan bawah

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Waled dengan keluhan nyeri perut

kanan bawah sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan terus

menerus seperti diremas-remas, bertambah nyeri saat berdiri dan

beraktivitas, belum berkurang sampai dilakukan pemeriksaan. Selain

itu, pasien merasa pusing pada kepalanya, keringat dingin, mual, tidak

ada muntah, keluhan demam disangkal. Pasien merasa lemas dan nafsu

makan berkurang, BAK dan BAB normal seperti biasa. Pasien belum

meminum obat apapun untuk meredakan sakitnya.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

1

Page 2: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

− Riwayat penyakit serupa : Pasien sering mengeluh nyeri ulu

hati, terakhir dirasakan 1 minggu yang lalu, namun pasien hanya

menganggap itu maag biasa

− Riwayat hipertensi : disangkal

− Riwayat diabetes mellitus : disangkal

− Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

− Riwayat operasi sebelumnya : disangkal

D. Riwayat penyakit keluarga

a. Riwayat penyakit serupa : disangkal

b. Riwayat hipertensi : disangkal

c. Riwayat DM : disangkal

d. Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

E. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Compos Mentis

3. Vital Sign

(06 November 2015)

a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg

b. Nadi : 88 kali/menit

c. Respirasi : 24 kali/menit

d. Suhu : 36,8 oC

4. Pemeriksaan kepala :

a. Bentuk kepala : normocephal, simetris

b. Pemeriksaan mata

− Konjungtiva anemis : (-/-)

− Sklera ikterik : (-/-)

− Mata cekung : (+/+)

c. Hidung : tidak ada kelainan

d. Telinga : tidak ada kelainan

e. Mulut : tidak ada kelainan

5. Pemeriksaan Leher

2

Page 3: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

a. KGB : tidak ada pembesaran

b. JVP : terdapat peningkatan

6. Pemeriksaan Thorax

a. Jantung

− Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, massa (-)

− Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat

− Perkusi :

Batas – batas jantung

Kanan atas SIC II parasternalis dextra

Kanan bawah SIC IV parasternalis dextra

Kiri bawah SIC V linea midclavikularis

redup

− Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, reguler, bising

jantung (-)

b. Paru

− Inspeksi : simetris kanan kiri, ketinggalan gerak (-),

massa (-)

− Palpasi : fremitus normal, nyeri tekan (-)

− Perkusi : sonor

− Auskultasi : VBS (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

7. Pemeriksaan abdomen

(06 November 2015)

a. Inspeksi : permukaan perut datar, tidak tampak distensi, tidak

tampak massa pada 9 regio abdomen, tidak tampak adanya

gelombang peristaltik, bekas luka operasi (-),

b. Auskultasi: Bising usus normal (7x/ menit)

c. Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

d. Palpasi : nyeri tekan (+)

3

Page 4: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

defans muskuler (-)

Rebound test (+)

Obturator sign (+)

Psoas sign aktif (-), pasif (+)

Rovsing sign (+)

8. Pemeriksaan ekstremitas :

a. Superior : Tidak ada deformitas, tidak ada edema, perfusi

kapiler baik, tidak anemis, akral hangat.

b. Inferior : Tidak ada deformitas, tidak ada edema, perfusi

kapiler baik, tidak anemis, akral hangat.

9. Pemeriksaan kulit :

Warna kulit sawo matang, kulit lembab, turgor kulit tidak menurun.

10. Rectal Toucher

Tidak dilakukan karena pasien menolak

The Modified Alvarado Score Skor

Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut

kanan bawah

1

Mual-Muntah 1

Anoreksia 1

Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2

Nyeri lepas 1

4

Page 5: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

Demam diatas 37,5 ° C -

Laboratoriu

m

Leukositosis 2

Hitung jenis leukosit shift to the left -

Total 8

(Pasti apendisitis

akut)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 05 November 2015

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 13,2 12,5-15,5 gr %

Leukosit 13.500 4000-10000/ mm3

Erytrosit 4,56 4,5-5,5 juta/mm3

Ht 37 36-48Vol %

Basofil 0 0-1 %

Eosinofil 1 2-4 %

Neutrofil Batang 0 3-5 %

Neutrofil Segmen 79 50-80 %

Limfosit 14 25-40 %

Monosit 6 2-8 %

Trombosit 245000 150000-400000 mm3

LED 110 0-15 mm/jam

GDS 56,2 < 150 mg/dL

Ureum 17,3 10-50 mg/100ml

Creatinin 0,63 0,8-1,1 mg/100ml

Albumin 4,40 3,4-4,8 gr/dL

Na 141,0 136-145 mg/dL

K 3,67 3,5-5,1 mg/dL

5

Page 6: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

Cl 115,4 98-106 mg/Dl

SGPT/ALT 9,4 Sampai 42 U/lt

SGOT/AST 18,7 Sampai 47 U/lt

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

1. Anamnesis

Pasien datang ke IGD RSUD Waled dengan keluhan nyeri perut

kanan bawah sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan terus

menerus seperti diremas-remas, bertambah nyeri saat berdiri dan

beraktivitas, belum berkurang sampai dilakukan pemeriksaan. Selain

itu, pasien merasa pusing pada kepalanya, keringat dingin, mual, tidak

ada muntah, keluhan demam disangkal. Pasien merasa lemas dan nafsu

makan berkurang, BAK dan BAB normal seperti biasa. Pasien belum

meminum obat apapun untuk meredakan sakitnya.

Pasien sering mengeluh nyeri ulu hati, terakhir dirasakan 1

minggu yang lalu, namun pasien hanya menganggap itu maag biasa.

2. Vital Sign

(06 November 2015)

a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg

b. Nadi : 88 kali/menit

c. Respirasi : 24 kali/menit

d. Suhu : 36,8 oC

Status Lokalis

Pemeriksaan abdomen

(06 November 2015)

e. Inspeksi : permukaan perut datar, tidak tampak distensi, tidak

tampak massa pada 9 regio abdomen, tidak tampak adanya

gelombang peristaltik, bekas luka operasi (-),

f. Auskultasi: Bising usus normal (7x/ menit)

6

Page 7: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

g. Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

h. Palpasi : nyeri tekan (+)

defans muskuler (-)

Rebound test (+)

Obturator sign (+)

Psoas sign aktif (-), pasif (+)

Rovsing sign (+)

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium (05 November 2015)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 13,2 12,5-15,5 gr %

Leukosit 13.500 4000-10000/ mm3

Erytrosit 4,56 4,5-5,5 juta/mm3

Ht 37 36-48Vol %

Basofil 0 0-1 %

Eosinofil 1 2-4 %

Neutrofil Batang 0 3-5 %

Neutrofil Segmen 79 50-80 %

Limfosit 14 25-40 %

Monosit 6 2-8 %

Trombosit 245000 150000-400000 mm3

LED 110 0-15 mm/jam

V. DIAGNOSIS KLINIS

Abdominal Pain e.c Appendisitis kronis eksaserbasi akut

7

Page 8: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

VI. DIAGNOSIS BANDING

1. Appendisitis kronik eksaserbasi akut

2. Appendisitis akut

3. DHF

4. Pelvic inflammatory disease

VII. PLANNING

1. Appedicogram

2. Laparoscopy

VIII. PENATALAKSANAAN

A. Terapi Konservatif (Non-bedah)

1. Bed rest dengan posisi Fowler (posisi terlentang, kepala

ditinggikan 18-20 inchs, kaki diberi bantal, lutut ditekuk)

2. Analgesik (ketorolac 2x30mg iv)

3. Antibiotik (ceftriaxone 1x1 gram iv)

4. Balance cairan (IVFD RL)

5. Pasang DC

6. Terapi Pre Operasi:

- Analgesik

- Antibiotik

- Puasa 6 jam

7. Terapi Post Operasi

- Edukasi pasien agar mobilisasi bertahap yaitu latihan duduk-

berjalan.

- Analgesik

- Antibiotik

B. Bedah

Appendectomy

IX. PROGNOSIS

8

Page 9: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

- Ad Sanam : Ad bonam

- Ad Vitam : Ad bonam

- Ad Fungsionam : Ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI APPENDIKS

9

Page 10: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjang nya kira-kira

10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal disekum. Lumennya sempit

dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada

bayi, appensndiks berbentuk kerucut. Keaadaan ini mungkin menjadi sebab

rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks

terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak

dan ruangt gerak nya bergantung pada panjang mesoappendiks

penggantungnya.

Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di

belakang sekum, dibelakang kolon ascendens, atau ditepi lateral kolon

ascendens. Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis

berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu nyeri visceral pada apendisitis

bermula disekitar umbilikus.

Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan

arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis

pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.

II. DEFINISI APPENDICITIS

Appendicitis adalah infeksi pada organ appendik yang diawali dengan

penyumbatan dari lumen appendik oleh mucus, fekalit, atau benda asing,

yang diikuti oleh infeksi bakteri dari proses peradangan. Penyakit

ini merupakan kegawatdaruratan bedahabdomen yang paling sering

ditemukan.

Apendisitis Akut adalah inflamasi pada dari vermiform appendiks dan

ini merupakan kasus operasi intraabdominal tersering  yang memerlukan

tindakan bedah. appendicitis akut adalah appendicitis dengan onset gejala

akut yang memerlukan intervensi bedah dan biasanya dengan nyeri di

kuadran abdomen kanan bawah dan dengan nyeri tekan tekan dan alih,

spasme otot yang ada di atasnya, dan dengan hiperestesia kulit. Sedangkan

10

Page 11: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

appendicitis kronis ditandai dengan nyeri abdomen kronik (berlangsung

terus menerus ) di dearah fossa illiaca dextra,tetapi tidak terlalu parah, dan

bersifat continue atau intermittent, nyeri ini terjadikarena lumen appendix

mengalami partial obstruk. 

Appendicitis chronica kadang-kadang dapat menjadi akut lagi disebut

appendicitis chronica dengtan eksaserbasi akut.

III. INSIDENSI

Dapat terjadi pada semua umur, hanya jarang dilaporkan pada anak

berusia kurang dari 1 tahun. Insiden tertinggi pada usia 20-30 tahun terjadi

pada laki-laki dan perempuan sama banyak.

IV. ETIOLOGI

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berprran

sebagai faktor pendcetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor

yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan

limfoid, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan

sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah

erosi mukosa apendiks karena parasit sepeti E.histoliytica.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timnulnya

apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat

timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan

flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

V. PATOFISIOLOGI

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma.(9)

11

Page 12: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian

proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa

apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi

mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,

namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya

sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen

sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup

yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga

menjadi gangrene atau terjadi perforasi.(5)

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami

hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.

Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin

iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).

Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut

dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. (9,10)

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut

akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus

dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga

menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan

apendisitis supuratif akut.(9)

Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti

dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding

yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. (9)

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan

akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut

12

Page 13: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau

menghilang.(9)

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai

dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48

jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses

radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa

sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis

jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,

apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk

selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. (2)

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,

dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh

yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua

perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.(9)

Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme,

daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain,

peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba,

mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses

melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul

peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup

kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu

pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). (4)

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan

sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan

bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan

mengalami eksaserbasi akut. (2)

13

Page 14: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan

seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha

pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang denjgan menutup apendiks

dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa

periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks.

Didalammnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa absesyang dapat mengalami

perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa

apendikuler akan tenang untuk selanjutnya akan mengurangi diri secara lambat.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi

akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan

jaringan sekitarnya. Perlengketan ini akan menimbulkan keluhan berulang

diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi

dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.

VI. TANDA DAN GEJALA KLINIS

14

Page 15: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

Titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga dari umblikus ke fossa

ilaka kanan, itu disebut titik Mc Burney. Nyeri biasanya tajam dan

diperburuk dengan gerakan (seperti batuk dan berjalan). Nyeri pada titik Mc

Burney  juga dirasakan pada penekanan iliaka kiri, yang biasa disebut tanda

Rovsing. Posisi pasien dipengaruhi oleh  posisi dari apendiks. Jika apendiks

ditemukan di posisi retrosekal (terpapar antara sekum dan otot psoas) nyeri

tidak terasa di titik Mc Burney, namun ditemukan lebih ke lateral pinggang.

Jika apendiks terletak retrosekal nyeri jika ilaka kiri ditekan tidak terasa.

Ketika apendiks dekat dengan otot psoas, pasien datang dengan pinggul

tertekuk dan jika kita coba meluruskan maka akan terjadi nyeri pada lokasi

apendiks (tanda psoas). Ketika apendiks terletak retrosekal maka bisa

menyebabkan iritasi pada ureter sehingga darah dan protein dapat

ditemukan dalam urinalisis. Jika apendiks terletak di pelvis, maka tanda

klinik sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal,

menemukan nyeri dan bengkak pada kanan pemeriksaan. Jika apendiks

terletak di dekat otot obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan

nyeri pada pasien (tanda obturator).

Hiperestesia kutaneus pada daerah yang dipersarafi oleh saraf

spinal kanan T10,T11 dan T12 biasanya juga mengikuti kejadian

appendisitis akut. Jika apendiks terletak di depan ileum terminal dekat

dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas. Jika apendiks terletak

di belakang ileum terminal maka diagnosa sangat sulit, tanda-tanda yang

ada samar dan nyeri terletak tinggi di abdomen.

Appendicities mempunyai tanda dan gejala bervariasi yaitu nyari

yang dirasakan samara yaitu pada bagian tengah abdominal tepatnya pada

periumbilikal ( nyeri tumpul ). Seringkali disertai dengan rasa mual dan

muntah ( 3 kali,facial fkush, tenderness pada fossa illiaca, demam suhu

antara 37,5 – 38,5ºC). Beberapa jam kemudian nyeri itu akan berpindah ke

perut kanan bawah, yang oleh kalangan medis disebut titik Mc. Eurney.

Nyeri ini akan dirasakan akan lebih jelas baik letak maupun derajat

nyerinya. Tanda – tanda dari appendicities klasik ini dapat ditemukan

15

Page 16: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

kurang dari setangah kasus yng terjadi. Ada juga tanda – tanda lain yang

muncul yaitu bila appendix berada di dekat rectum, maka itu dapat

menyebabkan iritasi local dan diarrhea. Bila appendix terletak dekat dengan

vesica urinaria atau ureter, maka itu dapat menyebabkan dysuria dan pyuria

( secara mikroskopik ).

Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain

1. Nyeri abdominal

Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri

dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral

di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam

nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc

Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya

sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan

peritonium biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada

saat berjalan atau batuk.(2)

2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.

3. Nafsu makan menurun.

4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.

5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi

biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C

Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering

hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa

nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendisitis

diketahui setelah terjadi perforasi. (2)

Kelainan patologi Keluhan dan tanda

Peradangan awal Kurang enak ulu hati/daerah pusat,

16

Page 17: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

Apenditis mukosa

Radang di seluruh

Ketebalan dinding

Apendisitis komplet radang

Peritoneum parietale appendiks

Radang alat/jaringan yang

Menempel pada appendiks

Perforasi

mungkin kolik

nyeri tekan kanan bawah

(rangsaganan automik)

nyeri sentral pindah ke kanan bawah,

mual dan muntah

rangsangan peritoneum lokal (somatik)

nyeri pada gerak aktif dan pasif,

defans muskuler lokal

genitalia interna, ureter, m.psoas,

kantung kemih, rektum

demam sedang, takikardia,

mulai toksik, leukositosis

17

Page 18: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

Pendindingan (Infiltrat)

Tidak berhasil

Berhasil

Abses

demam tinggi, dehidrasi,

syok, toksik

massa perut kanan bawah, keadaan

umum berangsur membaik

demam remiten, keadaan umum toksik,

keluhan dan tanda setempat

Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak

jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat

didiagnosis setelah perforasi. (2)

Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan

muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering

juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks

terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah

tetapi lebih ke regio lumbal kanan. (2)

18

Page 19: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

VII. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Karakter klinis dari appendisitis dapat bervariasi, namun

umumnya ditampikan dengan riwayat sakit perut yang samar-samar,

dimana dirasakan pertama kali di ulu hati. Mungkin diikuti mual dan

muntah, demam ringan. Nyeri biasanya berpindah dari fossa ilaka kanan

setelah beberapa jam, sampai dengan 24 jam. 

2. Pemeriksaan Fisik

Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan

tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul

nyeri pada sisi kanan.

Psoas sign atau

Obraztsova’s sign

Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian

dilakukan ekstensi dari panggul kanan.

Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.

Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan

dilakukan rotasi internal pada panggul.

Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium

atau vagina.

Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah

dengan batuk

Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi

lembut pada korda spermatic kanan

Kocher (Kosher)’s

sign

Nyeri pada awalnya pada daerah

epigastrium atau sekitar pusat, kemudian

berpindah ke kuadran kanan bawah.

19

Page 20: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

Sitkovskiy

(Rosenstein)’s sign

Nyeri yang semakin bertambah pada perut

kuadran kanan bawah saat pasien

dibaringkan pada sisi kiri

Bartomier-

Michelson’s sign

Nyeri yang semakin bertambah pada

kuadran kanan bawah pada pasien

dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan

dengan posisi terlentang

Aure-Rozanova’s

sign

Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit

trianglekanan (akan positif Shchetkin-

Bloomberg’s sign)

Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi

pada kuadran kanan bawah kemudian

dilepaskan tiba-tiba

20

Page 21: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan

menggunakan skor Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan

cara mendiagnosis apendisitis.

                

VIII.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

21

The Modified Alvarado Score Skor

Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati

ke perut kanan bawah

1

Mual-Muntah 1

Anoreksia 1

Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2

Nyeri lepas 1

Demam diatas 37,5 ° C 1

Pemeriksaan

Lab

Leukositosis 2

Hitung jenis leukosit shift to

the left

1

Total 10

Interpretasi dari Modified Alvarado Score:

     1-4     : sangat mungkin bukan apendisitis akut

     5-7     : sangat mungkin apendisitis akut

     8-10   : pasti apendisitis akut

Page 22: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

a. Pemeriksaan darah: Pada kasus appendicitis akut, biasanya

didapatkan leukositosis dengan neutrofil yang tinggi. Pada

kebanyakan kasus appendicitis akut terutama pada kasus

dengan komplikasi, C-reaktif protein meningkat. Pada

appendicular infiltrat, LED akan meningkat.

b. Pemeriksaan urin: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat

adanya eritrosis, leukosit dan bakteri didalam urin.

Pemeriksaan ini dapat membantu untuk menyingkirkan

diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih dan batu ginjal

yang memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan

appendicitis.

2. Foto polos abdomen

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab

appendicitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

Kurang dari 5% pasien akan terlihat adanya gambaran opak fecalith

yang nampak di kuadran kanan bawah abdomen, sehingga pemeriksaan

ini jarang dilakukan.

3. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan

pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya

abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis

banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.

Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan

kemampuan pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 –

94%, dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92%.

Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) pada appendicitis akut,

ditemukan adanya fekalit, udara intralumen, diameter apendiks lebih

dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih dari 2 mm dan

pengumpulan cairan perisekal. Apabila apendiks mengalami ruptur atau

perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara

maka abses apendiks dapat diidentifikasi.

22

Page 23: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

4. CT-Scan

Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan

pemeriksaan skening ini. Gambaran penebalan diding apendiks dengan

jaringan lunak sekitar yang melekat, mendukung keadaan apendiks

yang meradang. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang

tinggi yaitu 90 – 100% dan 96 – 97%, serta akurasi 94 – 100%. Ct-

Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon

5. Laparoscopy

Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang

dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara

langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila

pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix

maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan

appendix.

6. Barium Enema

Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui

anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari

appendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan

diagnosis banding. Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat

akurasi yang tinggi sebagai metode diagnostik untuk menegakkan

diagnosis appendisitis khronis. Dimana akan tampak

pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan

lumen hingga sumbatan usus oleh fekalit.

7. Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk

diagnosis appendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat

mengenai gambaran histopatologi appendisitis akut. Perbedaan ini

didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran

histopatologi appendisitis akut secara universal dan tidak ada gambaran

histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan operasi.

Riber et al, pernah meneliti variasi diagnosis histopatologi appendisitis

23

Page 24: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

akut. Hasilnya adlah perlu adanya komunikasi antara ahli patologi dan

antara ahli patologi dengan ahli bedahnya.

Definisi histopatologi apendisitis akut:

1

Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di

lapisan epitel.

2 Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel.

3

Sel granulosit dalam lumen appendiks dengan infiltrasi ke

dalam lapisan epitel.

4

Sel granulosit diatas lapisan serosa appendiks dengan abses

apendikuler, 

  dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa.

5

Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses

mukosa dan

 

keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi

periapendisitis.

IX. DIAGNOSA BANDING

1. Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit

perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering

ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan

appendisitis.

2. Limfadenitis mesenterica

Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan

nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai

dengan perasaan mual-muntah.

3. Ileitis akut

Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak jarang

anorexia, mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, appendiktomi

24

Page 25: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

insidental diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang

membingungkan.

4. DHF

Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni, leukopeni,

rumple leed (+), hematokrit meningkat.

5. Peradangan pelvis

Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua

organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau

adnecitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat

kontak sexual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri

perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada

colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri.

6. Kehamilan ektopik

Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu.

Jika terjadi ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan

timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan

terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan

nyeri dan penonjolan di cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan

didapatkan darah.

7. Diverticulitis

Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-

kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan

ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-

gejala appendisitis.

8. Batu ureter atau batu ginjal

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan

merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos

abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.

25

Page 26: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

X. PENATALAKSANAAN

Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah

apendektomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan

kejadian perforasi.9 Penggunaan ligasi ganda pada  setelah appendektomi

terbuka dilakukan dengan jahitan yang mudah diserap tubuh. Ligasi yang

biasa dilakukan pada apendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau

tobacco sac) dan ligasi ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan

purse string. Ligasi ganda digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak

dapat dicapai dengan aman, sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda

tunggul dengan dua baris jahitan. Dengan peningkatan penggunaan

laparoskopi dan peningkatan teknik laparoskopik, apendektomi

laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah terbukti menghasilkan

nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka

26

Page 27: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat peningkatan

kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi

itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen,

terutama pada wanita. Beberapa studi mengatakan bahwa laparoskopi

meningkatkan kemampuan dokter bedah untuk operasi.

Insisi Grid Iron (McBurney Incision)

Insisi Gridiron pada titik McBurney.

Garis insisi parallel dengan otot

oblikus eksternal, melewati titik

McBurney yaitu 1/3 lateral garis

yang menghubungkan spina liaka

anterior superior kanan dan

umbilikus.

Lanz transverse incision

Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah

pusat, insisi transversal pada garis

miklavikula-midinguinal.

Mempunyai keuntungan kosmetik

yang lebih baik dari pada insisi grid

iron.

27

Page 28: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

Rutherford Morisson’s

incision (insisi suprainguinal)

Merupakan insisi perluasan dari

insisi McBurney. Dilakukan jika

apendiks terletak di parasekal atau

retrosekal dan terfiksir.

Low Midline Incision

Dilakukan jika apendisitis sudah

terjadi perforasi dan terjadi

peritonitis umum.

Insisi paramedian kanan bawah

Insisi vertikal paralel dengan midline,

2,5 cm di bawah umbilikus sampai di

atas pubis.

XI. KOMPLIKASI

28

Page 29: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

Komplikasi appendicitis chronica karena obliterasi rongga appendix

dapat terjadi penyumbatan isinya berupa cairan sekret, terutama jika

penyumbatan isinya berupa cairan sekret, terutama jika penyumbatan terjadi

di baian proksimal. Appendix akan membessar dan berdilatasi menjadi

suatu kista yang disebut mucocele benigna.

29

Page 30: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

DAFTAR PUSTAKA

1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery.

17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL.

Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-93

2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery

Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn

DL, Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc.

2005:1119-34

3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.

Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72

4. Human Anatomy 205. Retrieved at October 20th 2011 From: http://www

.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg

5. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/

Appendicitis1x.jpg

6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s

Abdominal Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis

H, Ashley SW, McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222

7 Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1.

Ed: Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI,

Thompson RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62

8 Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of

Surgery Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott

Williams & Wilkins. 2001: 1466-78

30

Page 31: Case Appendicitis Kronik Eksaserbasi Akut

9 Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of

Family Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at

October 20th 2011. From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html

10. http://www.alkalizeforhealth.net/gifs/naturesplatform.gif

11. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the

Alvarado score in acute Appendicitis. Retrieved at June 25 th 2007. From:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?

artid=1294889&blobtype=pdf

31