makalah anastesi syok
-
Upload
leny-aja-bae -
Category
Documents
-
view
68 -
download
8
description
Transcript of makalah anastesi syok
DEFINISI
Syok adalah suatu keadaan yang gawat, dimana sistem peredaran darah (sirkulasi gagal menyalurkan darah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke organ vital ( otak, jantung dan paru-paru ).
Syok merupakan suatu sindroma multipaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan lokal atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsi multiple organ. Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan oksigen sistemik yang tidak adekuat, tak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel, dimana kondisi ini mempunyai karakteristik :
a. Ketergantungan suplai oksigenb. Kekurangan oksigenc. Asidosis jaringan, sehingga terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan kegagalan
fungsi organ vital atau multiple organ system failure ( MOSF ) dan kematian.
Klasifikasi
1.syok hipovolemik
a. definisi
Syok hipovolemik adalah terganggunya system sirkulasi akibat dari volume darah
dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini dapat terjadi akibat perdarahan yang massif
atau kehilangan plasma darah
Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga bisa terjadi karena kehilangan cairan
tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel
kiri pada akhir diastole yang akibatnya juga menyebabkan menurunnya curah jantung (cardiac
output). Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari pembuluh darah
dimana terjadi vasokonstriksi oleh katekolamin sehingga perfusi makin memburuk.
b. etiologi
Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan
volume darah sekitar 15 sampai 25 persen biasanya akan menyebabkan penurunan tekanan
darah sistolik, sedangkan defisit volume darah lebih dari 45 persen umumnya fatal. Syok
hipovolemik disebabkan oleh perdarahan (internal atau eksternal) atau karena kehilangan
cairan ke dalam jaringan kontusio.
Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya
terjadi pada :
1. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan pada organ dalam seperti
hemothoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang
besar. Misalnya fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur
femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.
3. Kehilangan cairan intravaskular lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma
atau cairan ekstraseluler, misalnya pada :
Gastrointestinal : peritonitis,pankreatitis, dan gastroenteritis.
Renal : terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
Luka bakar ( kombusio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah
yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan.
Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme
anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam
laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton. Yang penting dalam klinik adalah fokus
perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu
diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan.2
C.patofisiologi
Syok hypovolemik terjadi karena kurangnya cairan dan elektrolit dari dalam tubuh.
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume
intravaskuler sebesar 20 – 25% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan
cairan akibat dilatasi arteri dan vena. Hal ini menyebabkan turunnya aliran balik darah,
volume jantung per menit, dan volume sekuncup( preload ), sehingga terjadi perluasan
ruangan vaskuler. Kondisi ini menyebabkan penurunan aliran darah koroner dengan segala
akibatnya. Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien – pasien trauma,
baik oleh karena pendarahan yang terlihat maupun pendarahan yang tidak terlihat. Perdarahan
yang terlihat seperti perdarahan dari luka, atau hematemesis melena dari tukak lambung.
Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya pendarahan dari saluran cerna, seperti tukak
duodenum, cedera limpa, kehamilan diluar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar
atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka
bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang terbakar, muntah
hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada
obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada penggunaan
diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah
mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respon tubuh terhadap
perdarahan bergantung pada volume dan lama perdarahan. Bila volume intravaskuler
berkurang tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital
(jantung dan otak) dengan mengurangi perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan
terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem
ADH dan sistem saraf simpatis. Cairan intersisial akan masuk ke dalam pembuluh darah
untuk mengembalikan volume intravaskuler dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma
protein dan hematokrit) dan dehidrasi intertitial.
d.manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul sebanding dengan volume darah yang berkurang.
Semakin banyak volume darah yang hilang, semakin berat gejala klinis yang dapat ditemui.
1. Takikardi
Terjadi karena tubuh berusaha mencukupi cardiac output. Seperti yang diketahui, cardiac
ouput merupakan hasil perkalian antara stroke volume dengan heart rate (CO = HR x SV).
Pada keadaan syok hipovolemik, yang terjadi adalah penurunan stroke volume, sehingga
untuk tetap mempertahankan cardiac output, maka kompensasi yang dilakukan adalah
dengan meningkatkan heart rate.
2. Nadi yang cepat dan lemah
Berhubungan dengan poin sebelumnya, akibat denyut jantung yang meningkat, maka
denyut nadi juga akan meningkat, namun lemah akibat volume vaskuler yang menurun pada
keadaan syok serta pengalihan vaskularisasi ke organ vital yaitu otak, paru, dan jantung.
3. Hipotensi
Hipotensi terjadi akibat volume darah yang berkurang, yang kemudian menyebabkan
venous return menurun dan lama-kelamaan tekanan darah juga akan menurun sebagai hasil
dari volume sirkulasi yang menurun.
4. Perubahan Status Mental
Hal ini terjadi akibat penurunan perfusi oksigen ke otak. Pasien akan menunjukkan gejala
seperti agitasi. Penurunan kesadaran dapat terjadi apabila terjadi kehilangan darah yang
lebih dari 2 liter.
5. Penurunan Jumlah Urin
Akibat pengalihan vaskularisasi ke otak, jantung, dan hati, maka akan terjadi penurunan
aliran darah ke ginjal yang bermanifestasi klinis pada penurunan jumlah urin.
6. Akral Dingin
Hal ini juga disebabkan oleh hal yang sama, yaitu peningkatan aliran darah ke organ vital,
dan penurunan aliran darah ke tempat lain yang berarti penurunan perfusi ke kulit sehingga
kulit teraba dingin, dan lembab, terutama daerah akral.1
e.diagnosis
1. Anamnesa
Riwayat penyakit penting untuk menentukan penyebab dan untuk penanganan
langsung. Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah
didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, biasanya pasien hanya
mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental. Pada pasien trauma,
menentukan mekanisme cedera dan menggali beberapa informasi lain akan memperkuat
kecurigaan terhadap cedera tertentu misalnya, cedera akibat tertumbuk kemudi kendaraan,
atau gangguan kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas,
pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan. Sistem
sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala – gejala syok. Jangan hanya
berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini menyebabkan
diagnosis lambat. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara
signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi
pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta
bloker mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa memperhatikan derajat syoknya.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis
Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin, kadar
glukosa), PT, APTT, AGD, dan urinalisis (pada pasien yang mengalami trauma). Darah
sebaiknya ditentukan tipenya dan dilakukan pencocokan agar memudahkan bilamana
diperlukan darah.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pasien dengan hipotensi atau dengan kondisi tidak stabil harus pertama kali
diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan
menjadi intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi. Pasien trauma dengan
syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat darurat jika
dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan
gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan.
Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom
Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya
mencari sumber perdarahan.
f.penatalaksanaan
Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara
lain:
1. Memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang adekuat,
peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah. Jalan napas pasien
sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu. Kedalaman dan frekuensi pernapasan,
dan juga suara napas, harus diperhatikan. Jika terjadi keadaan patologi (seperti
pneumothoraks, hemothoraks, dan flail chest) yang mengganggu pernapasan, harus segera
ditangani. Tambahan oksigen dalam jumlah besar dan bantuan ventilator harus diberikan
pada semua pasien. Ventilasi tekanan positif yang berlebihan dapat berbahaya pada pasien
yang mengalami syok hipovolemik dan sebaiknya dihindari.
Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi adalah kristaloid
isotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline Normal. Bolus awal 1-2 liter pada orang dewasa
(20 ml/kgBB pada pasien anak), dan respon pasien dinilai. Jika tanda vital sudah kembali
normal, pasien diawasi agar tetap stabil dan darah pasien perlu dikirim untuk dicocokkan.
Jika tanda vital membaik sementara, infus kristaloid dilanjutkan dan dipersiapkan darah yang
cocok. Jika perbaikan yang terjadi tidak bermakna atau tidak ada, infus kristaloid harus
dilanjutkan, dan darah O diberikan (darah tipe O rhesus (-) harus diberikan kepada pasien
wanita usia subur untuk mencegah sensitasi dan komplikasi lanjut). Jika pasien sekarat dan
hipotensi berat (syok derajat IV), diberikan cairan kristaloid dan darah tipe O. Pedoman
pemberian kristaloid dan darah tidak diatur, terapi yang diberikan harus berdasarkan kondisi
pasien.
Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu contohnya
menaikkan kedua kaki pasien sementara cairan diberikan. Contoh lain dari posisi yang
bermanfaat adalah memiringkan pasien yang sementara hamil dengan trauma kearah kirinya,
dengan tujuan memposisikan janin menjauhi vena cava inferior dan meningkatkan sirkulasi.
Posisi Trendelenburg tidak dianjurkan untuk pasien dengan hipotensi karena dikhawatirkan
terjadi aspirasi. Posisi Trendelenburg juga tidak memperbaiki keadaan kardiopulmonal dan
dapat mengganggu pertukaran udara.
2. Mengontrol kehilangan darah lebih lanjut
Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering memerlukan intervensi
bedah. Pada pasien dengan trauma, perdarahan luar harus diatasi dengan menekan sumber
perdarahan secara langsung, perdarahan dalam membutuhkan intervensi bedah. Fraktur
tulang panjang ditangani dengan traksi untuk mengurangi kehilangan darah.
Pada pasien dengan nadi yang tidak teraba di unit gawat darurat atau awal tibanya,
dapat diindikasikan torakotomi emergensi dengan klem menyilang pada aorta diindikasikan
untuk menjaga suplai darah ke otak. Tindakan ini hanya bersifat paliatif dan butuh segera
dibawa di ruang operasi.
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin intravena dan H2 bloker
telah digunakan. Vasopressin umumnya dihubungkan dengan reaksi negatif, seperti
hipertensi, aritmia, gangren, dan iskemia miokard atau splanikus. Oleh karena itu, harus
dipertimbangkan untuk penggunaanya secara tetap. H2 Bloker relatif aman, tetapi tidak
terlalu menguntungkan. Infus somatostatin dan ocreotide telah menunjukkan adanya
pengurangan perdarahan gastrointestinal yang bersumber dari varises dan ulkus peptikum.
Obat ini membantu kerja vasopressin tanpa efek samping yang signifikan.
Pada pasien dengan perdarahan varises, penggunaan Sengstaken-Blakemore tube
dapat dipertimbangkan. Alat ini memiliki balon gaster dan balon esofagus. Balon gaster
pertama dikembangkan dan dilanjutkan balon esofagus bila perdarahan berlanjut.
Penggunaan selang ini dikaitkan dengan akibat yang buruk, seperti ruptur esofagus, asfiksi,
aspirasi, dan ulserasi mukosa. Oleh karena alasan tersebut, penggunaan ini dipertimbangkan
hanya sebagai alat sementara pada keadaan yang ekstrim.
Pada dasarnya penyebab perdarahan akut pada sistem reproduksi (contohnya
kehamilan ektopik, plasenta previa, solusio plasenta, ruptur kista, keguguran) memerlukan
intervensi bedah.Konsultasi segera dan penanganan yang tepat adalah kuncinya. Tujuan
penanganan kegawatdaruratan adalah untuk menstabilkan keadaan pasien hipovolemik,
menentukan penyebab perdarahan, dan menyediakan penanganan yang tepat sesegera
mungkin. Jika perlu untuk membawa pasien ke rumah sakit lain, hal ini harus dilakukan
segera.
Pada pasien trauma, jika petugas unit gawat darurat mengindikasikan telah terjadi
cedera yang serius, ahli bedah (tim trauma) harus diberitahukan segera tentang kedatangan
pasien. Pada pasien yang berusia 55 tahun dengan nyeri abdomen, sebagai contohnya,
ultrasonografi abdomen darurat perlu utnuk mengidentifikasi adanya aneurisma aorta
abdominalis sebelum ahli bedahnya diberitahu. Setiap pasien harus dievaluasi ketat karena
keterlambatan penanganan yang tepat dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
3. Resusitasi Cairan.
Pasang kanul intravena ukuran besar, lakukan pemeriksaan laboratorium (croosmatch,
hemoglobin, hematocrit, thrombosit, elektrolit, creatinin, analisis gas darah dan pH, laktat,
parameter koagulasi, transamine, albumin). Nilai kebutuhan oksigen, intubasi, atau ventilasi
(PO2 > 60 mmHg dan saturasi oksigen > 90%).
Resusitasi cairan dilakukan dengan perbandingan kristaloid dan koloid sebesar 3:1.
Bila kehilangan darah>25% maka perlu diberikan eritrosit konsentrat, sementara kehilangan
darah > 60% maka perlu juga diberikan fresh frozen plasma (setelah 1 jam pemberian
konsentrasi eritrosit atau lebih cepat jika fungsi hati terganggu). Tujuan utama terapi syok
hipovolemik adalah penggantian volume sirkulasi darah. Penggantian volume intravascular
sangat penting untuk kebutuhan cardiac output dan suplai oksigen ke jaringan. Syok
hipovolemik yang disebabkan oleh kehilangan darah dalam jumlah besar sering perlu
dilakukan transfusi darah. Adapun indikasi transfusi darah atau komponen darah pada syok
hipovolemik yaitu:
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit
dan kelainan metabolic yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut
kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan
salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.
Terdapat beberapa jenis cairan resusitasi yaitu cairan koloid, kristaloid dan darah.
koloid merupakan cairan dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi dibandingkan plasma
(cairan hiperonkotik). Hipertonik dan hiperonkotik adalah cairan plasma expander karena
kemampuan untuk memindahkan cairan intrselular dan interstisial selama resusitasi dan
dengan cepat menggantikan volume plasma (seperti albumin, dextran, dan starch). Cairan
kristaloid adalah cairan yang mengandung air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai
campuran. Cairan ini bisa isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan plasma.
Sedangkan cairan koloid yaitu cairan yang Berat Molekulnya tinggi. Cairan kristaloid terdiri
dari:
1. Cairan Hipotonik
Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh karena itu
penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler seperti pada dehidrasi kronik
dan pada kelainan keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan hipernatremi yang
disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini tidak dapat digunakan
sebagai cairan resusitasi pada kegawatan (dextrosa 5%).
2. Cairan Isotonik
Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat dan
plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi intravaskuler yang adekuat
dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan ini cukup
efektif sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukan relatif lebih pendek dibanding
dengan cairan koloid.
3. Cairan Hipertonik
Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama. Oleh karena
itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraseluler ke dalam
ekstraseluler.Peristiwa ini dikenal dengan infus internal. Disamping itu cairan natrium
hipertonik mempunyai efek inotropik positif antara lain memvasodilatasi pembuluh darah
paru dan sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena dapat mengurangi edema
pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah cairan yang dibutuhkan, contohnya
NaCl 3%. Beberapa contoh cairan kristaloid :
1) Ringer Laktat (RL)Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4 mEq/l, Klorida
109mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat pada larutan ini dimetabolisme
didalam hati dan sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam ginjal. Metabolisme ini akan
terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi hati. Laktat dimetabolisme
menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi CO2 dan H2O (80% dikatalisis oleh
enzimpiruvat dehidrogenase) atau glukosa (20% dikatalisis oleh piruvat karboksilase). Kedua
proses ini akan membentuk HCO3. Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan
karena komposisi elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini
digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan
pada dehidrasi berat karena diare murni dan demam berdarah dengue. Pada keadaan syok,
dehidrasi atau DSS pemberiannya bisa diguyur.
2) Ringer AsetatCairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium 4 mEq/l,
Kalsium 3mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat mengoreksi keadaan asidosis
metabolik dibandingkan Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir di dalam otot, sedangkan
laktat didalam hati. Laju metabolisme asetat 250 ± 400 mEq/jam, sedangkan laktat 100
mEq/jam.Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat dengan cara asetat bergabung
dengan ko-enzim A untuk membentuk asetil ko-A., reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A
sintetase danmengkonsumsi ion hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa mengganti
pemakaian Ringer Laktat.‡ Glukosa 5%, 10% dan 20%Larutan yang berisi Dextrosa 50
gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter.9 Glukosa 5% digunakanpada keadaan gagal jantung
sedangkan Glukosa 10% dan 20% digunakan pada keadaan hipoglikemi , gagal ginjal akut
dengan anuria dan gagal ginjal akut dengan oliguria.
3) NaCl 0,9%Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L Klorida, yang
digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai awal untuk penatalaksanaan
hipovolemia yang disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik.
Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan kardiogenik juga pada
sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti asidosis diabetikum, insufisiensi
adrenokortikaldan luka bakar. Pada anak dan bayi sakit penggunaan NaCl biasanya
dikombinasikan dengancairan lain, seperti NaCl 0,9% dengan Glukosa 5%. Adapun Jenis-
jenis cairan koloid adalah :
1) Albumin.Terdiri dari 2 jenis yaitu:
a) Albumin endogen. Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan dihasilkan
di hati dengan BM antara 66.000 sampai dengan 69.000, terdiri dari 584 asam amino.
Albumin merupakan protein serum utama dan berperan 80% terhadap tekanan onkotik
plasma. Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan tekanan onkotik plasmanya
1/3nya.
b) Albumin eksogen. Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin, albumin
eksogen yang diproduksiberasal dari serum manusia dan albumin eksogen yang dimurnikan
(Purified protein fraction)dibuat dari plasma manusia yang dimurnikan.8Albumin ini tersedia
dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis. Albumin 25% biladiberikan intravaskuler
akan meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah yangdiberikan.Hal ini disebabkan
karena peningkatan tekanan onkotik plasma. Peningkatan inimenyebabkan translokasi cairan
intersisial ke intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi. Komplikasi
albumin adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan depresi fungsi miokardium, reaksi
alegi terutama pada jenis yang dibuat dari fraksi protein yangdimurnikan. Hal ini karena
factor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan disamping ituharganya pun lebih mahal
dibanding dengan kristaloid. Larutan ini digunakan padasindroma nefrotik dan dengue syok
sindrom.
2) HES (Hidroxy Ethyl Starch). Merupaka senyawa kimia sintetis yang menyerupai
glikogen. Cairan ini mengandung partikel dengan BM beragam dan merupakan campuran
yang sangat heterogen. Tersedia dalam bentuk larutan 6% dalam garam fisiologis. Tekanan
onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310 mosm/l. HES dibentuk dari hidroksilasi
aminopektin, salah satu cabang polimer glukosa. Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa
HES merupakan volume ekspander yang cukup efektif. Efek intarvaskulernya dapat
berlangsung 3-24 jam. Pengikatan cairan intravasuler melebihi jumlah cairan yang diberikan
oleh karena tekanan onkotiknya yang lebih tinggi. Komplikasi yang dijumpai adalah adanya
gangguan mekanisme pembekuan darah. Hal ini terjadi bila dosisnya melebihi 20ml/ kgBB/
hari.
3) Dextran. Merupakan campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan
berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang dikembangbiakkan
di mediasucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan Dalton. Ada 2 jenis dextran
yaitu dextran 40 dan 70. Dextran 70 mempunyai BM 70.000 (25.000-125.000). Sediaannya
terdapat dalam konsentrasi 6% dalam garam fisiologis. Dextran ini lebih lambat dieksresikan
dibandingkan dextran 40. Oleh karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume ekspander
dan merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran 40. Dextran 40 mempunyai BM
40.000 tersedia dalam konsentrasi 10% dalam garam fisiologis atau glukosa 5%. Molekul
kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil
dapat menembus membran kapiler dan masuk ke ruang intertisial dan sebagian lagi melalui
sistim limfatik kembali ke intravaskuler. Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok
dan kegawatan menghasilkan perubahan hemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen.
Cairan ini digunakan pada penyakit sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom. Komplikasi
antara lain payah ginjal akut, reaksi anafilaktik dan gangguan pembekuan darah.
4) Gelatin. Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada orang
dewasa. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:1.Modified Fluid Gelatin (MFG) 2.Urea Bridged
Gelatin (UBG). Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini punya efek
volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang sering terjadi adalah reaksi
anafilaksis. Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan pada penyakit bronkopneumonia,
status asmatikus dan bronkiolitis.
Pemilihan cairan resusitasi pada syok hipovolemik hingga saat ini masih menjadi
perdebatan. Pemberian infus koloid (plasma/albumin) pada syok hipovolemik post operative
dapat meningkatkan pengambilan okisgen lebih cepat dibandingkan infus kristaloid. Inisial
resusitasi pada syok hipovolemik sering dimulai dengan hypertonic dan isotonic kristaloid
yang kemudian dilanjutkan dengan cairan koloid dan infuse eritrosit dan plasma.
Resusitasi syok hipovolemik pada luka bakar dimana terjadi kehilangan plasma maka
dilakukan resusitasi dengan kombinasi kristaloid dan koloid. Pada kasus diabetes yang tidak
terkontrol, diare dan insufisiensi korteks adrenal yang menyebabkan kehilangan cairan
plasma dan elektrolit maka cairan resusitasi terpilih adalah cairan kristaloid. Cairan ini dapat
mempertahankan volume intravascular, interstisial, dan intraselular. Pembarian transfusi
darah diindikasikan pada kasus dengan kehilangan darah >40% atau syok derajat IV.
Menurut CPG 2007 resusitasi cairan optimal pada syok hipovolemik yang disebabkan oleh
trauma adalah penggunaan darah. Bila transfusi darah tidak tersedia maka penggunaan
kristaloid isotonic lebih dianjurkan karena kristaloid menghasilkan peningkatan cardiac
output yang dapat diperkirakan dan secara umum didistribusikan ke ekstraselular. Compound
Sodium Lactat adalah alternative pilihan yang dianjurkan untuk resusitasi awal pasien
hipovolemik.compound sodium lactate mengandung precursor bicarbonate yang ketika
dimetabolisme dapat membantu memperbaiki asidosis metabolic. Pemberian cairan ini
dihentikan pada pasien dengan gangguan hati. Alternative lain yang dapat diberikan yaitu
normal saline (NaCl 0.9%) meskipun pemberiannya dalam dosis besar dapat menyebabkan
asidosis metabolic.
2. Syok kardiogenik
a.Definisi
Syok kardiogenik merupakan sindrom klinis yang disebabkan kegagalan jantung
yang ditandai dengan penurunan perfusi jaringan secara sistemik didalam penghantaran
oksigen dan zat-zat gizi, serta pembuangan sisa-sisa metabolit pada tingkat jaringan,
yang terjadi karena penurunan atau tidak cukupnya cardiac output untuk
mempertahankan alat-alat vital atau berhenti sama sekali kontraksi dari jantung akibat
dari disfungsi otot jantung, sering terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri, sehingga terjadi
gangguan atau penurunan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan cardiac output
menjadi berkurang untuk memenuhi kebutuhan metabolism, sehingga menyebabkan
hipoksia jaringan (Gambar 2) (Mansjoer dkk., 1999; Kaligis, 2002; Anonymous, 2008;
Ethan, 2008).
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan
yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang
jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai
dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya
tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin
(kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau
tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung
rendah dengan syok kardiogenik (Anonymous, 2009).
b.etiologi
Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh:
a. Penyakit jantung iskemik, seperti infark miokard.
b. Obat-obat yang mendepresi jantung, seperti atropine, katelolamin, kafein, dan
hormon tiroid yang dapat menimbulkan takikardi sinus.
c. Gangguan irama jantung, berupa takikardi sinus (irama sinus yang lebih dari 100
kali permenit), takikardi nodal dan takikardi ventrikel (Azrifki, 2008; Aru, 2006).
Penyakit - penyakit yang menyebabkan berkurangnya fungsi jantung, antara lain:
a. Kontusio miokard
b. Tamponade jantung
c. Pneumotoraks tension
d. Luka tembus jantung
e. Infark miokard (Anonymous, 2006)
c.patofisiologi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan
curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.
Perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh adanya kerusakan primer fungsi atau
kapasitas pompa jantung untuk mencukupi volume jantung per menit, berkaitan dengan
terganggunya preload, afterload, kontraktilitas, frekuensi ataupun ritme jantung. Penyebab
terbanyak adalah infark miokard akut, keracunan obat, infeksi dan gangguan mekanik.
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal
jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya
menurunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner
berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya
meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa,
akhirnya terjadi lingkaran setan. Tanda klasik syok kardiogenik adalah penurunan tekanan
darah dengan cepat, takikardi disertai denyut nadi lemah, hipoksia otak yang mengakibatkan
agitasi dan bingung, penurunan jumlah urin output, dan kulit yang dingin dan lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung. Seperti pada gagal jantung,
penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung
sangat penting untuk menentukan beratnya gangguan jantung dan mengevaluasi
penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang
berkelanjutan (LVEDP = Left Venrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung
gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.
d. Manifestasi klinis
Sistem kardiovaskuler
a. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
b. Gangguan sirkulasi: perifer pucat, ekstremitas dingin, sianosis, diaforesis (mandi
keringat). Kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan
penurunan tekanan darah.
c. Vena perifer kolaps. Tekanan vena sentral lebih dari 10 mmH2O, dianggap
menyingkirkan kemungkinan hipovolemia. Vena leher merupakan penilaian yang
paling baik.
d. Nadi cepat dan halus, kecuali ada blok A-V.
e. Tekanan darah rendah (< 80-90 mmHg). Hal ini kurang bisa menjadi pegangan,
karena adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume
sirkulasi darah.
f. CVP rendah. Normalnya 8-12 cmH2O.
g. Indeks jantung < 2,2 L/menit/m2.
h. Tekanan pengisian ventrikel kiri > 15mmHg (Kaligis, 2002; Azrifki, 2008; Ethan,
2008; Anonymous, 2009; Keller, 2011).
Sistem respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di
kedua basal paru (Azrifki, 2008; Anonymous, 2009).
Sistem saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah
sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat
sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien
memang karena kesakitan (Azrifki, 2008).
Sistem saluran cerna
Bisa terjadi mual dan muntah (Azrifki, 2008).
Sistem saluran kemih
Produksi urin berkurang (< 20 ml/jam), biasanya disertai penurunan kadar
natrium dalam kemih. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam
(0,5 - 1 ml/kgbb/jam) (Azrifki, 2008).
e. Diagnosa
Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis di dapat pasien mengeluh sesak nafas dan rasa
nyeri daerah torak, dari pemeriksaan fisik didapat adanya tanda-tanda syok seperti
gangguan sirkulasi perifer pucat, ekstremitas dingin, nadi cepat dan halus tekanan darah
rendah, vena perifer kolaps, serta dari pemeriksaan penunjang dijumpainya adanya penyakit
jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak,
atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung dan CVP
rendah.1,4,6
Pemeriksaan penunjang :
a. Electrocardiogram (ECG)
b. Sonogram
c. Scan jantung
d. Kateterisasi jantung
e. Rontgen dada
f. Enzim hepar
g. Elektrolit oksimetri nadi
h. AGD
i. Kreatinin
j. Albumin / transforin serum
k. HSD.4
f. penatalaksanaan
Secara umum
- Pastikan jalan napas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi
- Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan
PO2 70-120 mmHg
- Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperparah syok, harus diatasi dengan
pemberian morfin
- Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, keseimbangan asam basa yang terjadi
- Bila mungkin pasang cvp
Medikamentosa
- Digitalis bila takiaritmia dan atrium fibrilasi
- Sulfas atrofin, bila frekuensi jantung < 50 x/m
- Dopamin dan bubutamin
- Norefinefrin 2020 mikrogram/kg/menit
- Diuretik/furosemid 40-80mg
Volume ekspansi
Bila tidak ada tanda volume overload atau edem paru, ekspansi volum dengan 100 ml
bolus dari normal salin setiap 3 menit. Pasien dengan infark ventrikel kanan memerlukan
peningkatan tekanan untuk mempertahankan atau menjaga kardiak Output.
Inotropic Support
pasien dengan hipotensi ringan (tekanan darah sistolik 80-90 mmHg) dan kongesti
pulmoner, untuk hasil terbaik dirawat dengan dobutamine (2,5 mikrogram/kg/menit)
pada interval 10 menit.
Terapi Reperfusi
Reperfusi miokardium iskemik merupakan terapi yang efektif untuk pasien
dengan pasien infark miokard akut dan syok kardiogenik.
c.distributif
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh menurunnya tonus vaskuler
yang mengakibatkan vasodilatasi arterial, penumpukan vena dan redistribusi aliran darah.
Penyebab dari kondisi tersebut terutama komponen vasoaktif pada syok anafilaksis, bakteri
dan toksinnya pada pada syok septic sebagai mediator SIRS (Systemic Inflamatory
Respiratory Syndrome), hilangnya tonus vaskuler pada syok neurogeni, dan terjadinya
kelebihan atau kekurangan GDS pada syok endokrin.
1.syok anafilaktik
a.Defenisi
Anafilaksis didefinisikan sebagai reaksi alergi yang melalui mekanisme reaksi antigen
antibody. anafilaksis termasuk dalam reaksi yang serius yang terjadi secara cepat dan dapat
menyebabkan kematian . Reaksi tersebut dapat terjadi dalam hitungan detik atau menit.
Prevalensi anafilaksis diperkirakan setinggi 2 % , dan tampaknya meningkat, terutama
kelompok usia muda . (Harold Kim1,2*, David Fischer3)
b.Etiologi
Kebanyakan anafilaksis dipicu melalui mekanisme imunologi yang melibatkan
imunoglobulin E ( IgE ) yang mengarah ke aktivasi mast sel dan basofil dan adanya
pelepasan mediator inflamasi seperti histamin , leukotrien , tryptase dan
prostaglandin .Meskipun memiliki potensi untuk menyebabkan anafilaksis , penyebab paling
umum dari anafilaksis adalah : makanan , khususnya , kacang tanah , kacang pohon , kerang
dan ikan , susu sapi , telur dan gandum ; obat ( paling sering penisilin ) , dan karet alam lateks
. Aspirin , anti inflamasi non steroid anti ( NSAID ) , opiat , dan agen radiokontras dapat juga
menyebabkan anafilaksis , tetapi reaksi anafilaksis ini hasil dari mekanisme mediator non
IgE. Pada anak-anak , anafilaksis paling sering disebabkan oleh makanan , sementara racun
dan obat yang menginduksi anafilaksis lebih umum pada orang dewasa. (Harold Kim1,2*,
David Fischer3)
c.patofisiologi
Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh
Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe 1) yang ditandai dengan curah jantung dan dan
tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-
antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang sensitive masuk dalam sirkulasi. Syok
anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis dari nafilaksis yang merupakan syok
distribusi, ditandasi oleh adanya hipotensi yang nyata akibat vadsodiltasi mendadak pada
pembuluh darah dan disertasi kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya
kematian. Syok anafilaktik merupakan kasus kegawatdaruratan, tetapi terlalu sempit untuk
menggambarkan anafilaksis secara keseluruhan, karena anafilaksisyang berat dapaty terjadi
tanpa adanya hipotensi, seperti pada anafilaksis dengan gejala utama obstruksi saluran napas.
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis adalah sifat
allergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan allergen. Golongan
alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah makanan, obat-obatan, sengatan
serangga, dan lateks.
Obat-obatan yang bias menyebabkan anafilaksis seperti antibiotik khususnya
penisilin, obat anestesi intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, Asam
folat, dan lain-lain. Media kontras intravena, transfuse darah, latihan fisik, dan cuaca dingin
bias menyebabkan anafilaksis.
Comb dan Gell (1963) mengelompokan anafilaksis dalam hipersensitivitas tipe I (Immediate
type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan aktivasi. Fase
sensitisasi merupakan waktu yang dibuthkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh
reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Sedangkan fase aktivasi merupakan
waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama sampai timbulnya
gejala.
d. diagnosis
Manifestasi klinik reaksi anafilaksis paling sering terlihat di kulit, berupa urtikaria, rash, atau angioedem. Pada saluran nafas dapat berupa edem laring, edema saluran nafas, bronkospasme dan hipersekresi mukus. Manifestasi ada sistem kardiovaskular dapat berupa hipotensi renjatan dan aritmia jantung.
Evaluasi klinis harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Data penting untuk menegakkan diagnosa adalah riwayat paparan alergen, disertai oleh terdapatnya manifestasi klinis di berbagai sistem organ diatas.
Pemeriksaan lab cito tidak berguna dalam penegakan diagnosis.
e.Pengobatan
Pencegahan terhadap aktivasi sel mastPemasangan torniket bertekanan cukup guna membendung aliran vena dan limfatik
1. Kontrol terhadap pelepasan mediator sel mastAdrenalin 1:1000 , yang diberikan subkutan atau intramuskular sebanyak 0,3-0,6 mg.Dapat diulang setiap 15-20 menit sesuai kebutuhan.Bula terjadi renjatan, dapat diberikan 10cc larutan adrenalin 1:100.000 intravena pelan selama 5-10 menit.
2. Blokade reseptor mediatorLarutan difenhidramin hidroklorid 50 mg intravena.
3. Memperbaiki volume intravaskulerPemberian cairan kristaloid intravena, seperti koloid ekspander ( albumin, plasma atau dekstran )
4. Mengobati dan memulihkan spasme bronkusPemberian aminovilin IV. Dengan dosis bolus IV 4-7 mg/kgBB selama 15-20 menit atau diberikan perdrip infus dg dosis 0,45 mg/kgBB/jam
5. Menurunkan respon peradanganKortikosteroid IV misalnya metilprednisolon IV 7-10 mg/kgBB stiap 4-6 jam
6. Memelihara jalan nafas agar adekuat
Epinefrin aerosol untuk edema laring.Oksigen 5-10 liter/menit untuk mencegah hipoksemia
7. Pengobatan terhadap renjatan anafilaktik.Pemberian vasopresor IV, dopamin hidroklorid 0,3-1,2 mg/kgBB/jam.
2. Syock Neurogenik
a.definisi
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif,
Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh
darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah
pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh
darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera
spinal, atau anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi
vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah
splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan
oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan
biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik
kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada
trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula spinalis akan
menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok
neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.
b.Etiologi
Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok
spinal).
Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat
pada fraktur tulang.
Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
c.Patofisiologi
Cedera intrakranial yang berdiri sendiri tidak menyebabkan syok. Adanya syok pada seorang
penderita dengan cedera kepala harus dicari penyebab syok yang lain. Cedera saraf tulang
belakang mungkin disebabkan karena hilangnya tonus simpatis kapiler. Kehilangan tonus
simpatis pada kapiler memperberat efek fisiologis dari hipovolemia, sebaliknya hipovolemia
akan memperberat efek fisiologis denervasi simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik
adalah hipotensi tanpa takhikardi atau vasokonstriksi kulit. Tekanan nadi yang mengecil
terlihat dalam syok neurogenik. Penderita yang menderita cedera tulang belakang seringkali
mrngalami trauma di daerah tubuh lainnya. Karena itu penderita yang diduga atau diketahui
punya syok neurogenik pada awalnya harus dirawat untuk hipovolemia. Kegagalan dalam
pemulihan perfusi organ dengan resusitasi cairan menandakan perdarahan masih berlanjut
atau syok neurogenik.
d.Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda
tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi)
kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia .
Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah
cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit
terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
e.diagnosis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tandatekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi)kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atauparaplegia. f.Penatalaksanaan
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter
prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat
tersebut.
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat,
penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini
untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi
yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik
dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus
secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan
darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :
Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa
dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam
menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak
sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik
karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung
(palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali.
Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi
otot-otot uterus.
Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat
dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap
jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak
mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan
vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac
output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus diterapi
sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat
membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan.
3. Syok septik
a.definisi
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan oleh infeksi
yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik
pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang cermat, melakukan debriden luka ntuk
membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan
mencuci tangan secara menyeluruh
b.Etiologi
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon imun.
Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai
berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas kapiler, yang engarah
pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.
c.patofisiologi
d.manifestasi klinis
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat bakteriemia
menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan penurunan perfusi jaringan dan terjadi
shock sepsis. Sekitar 40% pasien sepsis disebabkan oleh mikroorganisme gram-positive dan
60% disebabkan mikroorganisme gram-negative. Pada orang dewasa infeksi saluran kencing
merupakan sumber utama terjadinya infeksi. Di rumah sakit kemungkinan sumber infeksi
adalah luka dan kateter atau kateter intravena. Organisme yang paling sering menyebabkan
sepsis adalah staphylococcus aureus dan pseudomonas sp
Pasien dengan sepsis dan shock sepsis merupakan penyakit akut. Pengkajian dan
pengobatan sangat diperlukan. Pasien dapat meninggal karena sepsis. Gejala umum adalah:
Demam
Berkeringat
Sakit kepala
Nyeri otot
E.dignosis
1. Suhu: febris >38C atau hipotermia <36C2. Denyut jantung >90x/menit3. Respirasi >20x/menit atau PaCO2 <32 mmHg4. Leukosit >12.000 atau <4000 atau >10% bentuk sel muda
Syok septik : sepsis berat yang disertai dengan hipotensi dan gangguan perfusi menetap walaupun telah dilakukan terapi cairan yang adekuat
F. penatalaksanaan
Prinsip:
3 titik dalam sekuens patogenesis:
1. Infeksi:: dibasmi dengan antibiotik atau tindakan drainase2. Gangguan fungsi kardiovaskular, respirasi, metabolik dan multiorgan dapat ditangani
di UPI ( unit perawatan intensif )3. Pemberian penghambat mediator toksik
Antibiotik
Syarat:
1. Sedini mungkinBaik jika bisa mengetahui organisme, tetapi jangan tunggu hasil biakan yg lama, dapat berakibat fatal
2. Pemilihan antibiotikPedoman:
- Perkiraan penyebab berdasar pengalaman - Penyakit dasar- Status imunitas- Farmakokinetik antibiotik- Pertimbangan cost-effective
Sebelum ada hasil biakan sianjurkan menggunakan antibiotik kombinasi dengan tujuan:
a. Memperluas spektrumb. Mengatasi jenis bakteri resisten yg dapat muncul Sebagai contoh kombinasi:
a. Sefalosporin generasi ketiga dengan aminoglikosid ( ceftriaxon/ceftazidime/cefotaxim dengan gentamisin/amikasin. Baik untuk penderita non-netropenia
b. Penderita dengan neutropenia : penicilin seperti mezlocilin kombinasi dengan aminoglikosid. Atau gunakan karbapenem imipenem
c. Untuk gram psitif dapat digunakan vancomysind.
4.syok obstruktif
syok obstruksi adalah syok yang diakibatkan oleh gangguan pengisian pada ventrikel
kanan maupun kiri yang dalam keadaan berat bias menyebabkan penurunan cardiac output.
Hal ini bias terjadi pada obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pnemothoraks.
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunya mekanisme aliran balik
darah oleh karena meningkatnya tekanan intratorakal atau terganggunya aliran keluar arterial
jantung ataupun keduanya oleh karena obstruksi mekanis.
Adanya darah dalam rongga perikardium dapat dikenali dengan pemeriksaan
ultrasonografi untuk diagnosis penyebab syok. Cedera tumpul jantung mungkin merupakan
suatu indikasi pemasangan tekanan sena sentral (cvp) secara dini agar dapat memandu cairan
dalam situasi ini.
Tamponade jantung merupakan kondisi yang sering ditemukan pada trauma tembus
torak. Takikardi, bunyi jantung yang teredam, pelebaran dan penonjolan vena di leher dengan
hipotensi yang tidak dapat diatasi dengan terapi cairan menandakan tamponade jantung.
Tension pnemotoraks mirip dengan tamponade jantung, namun bedanya tidak ada bunyi
nafas dan pada perkusi didapatkan hipersonor di bagian hemitoraks yang terkena. Untuk
sementara dua keadaan yang mengancam jiwa ini dapat diatasi dengan menusukan jarum ke
ruang pleura.
penanganan
Lakukan penanganan syok secara umum, kemudian penanganan sesuai dengan
penyebab. Tamponade jantung dilakukan Pericardiosintesis. Emboli paru dilakukan
Trombokinase. Atrial Myxoma dan Pneumotoraks dilakukan operasi.
Daftar pustaka
1. Azrifki. Syok Dan Penaggulanganya http://www.tempo.co.id/medika/arsip / 032001/sek-1.htm
2. Sylvia A.P dan Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume I Edisi 6. Jakarta : EGC; 2006
3. Aru, Bambang, Idrus alwi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. edisi IV. Jakarta: FKUI;2006
4. Katzung G,Bertram. Farmakologi Dasar Dan klinik. Edisi VI. Jakarta.EGC; 20015. Aru, Bambang, Idrus alwi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi IV. Jakarta:
FKUI;20066. Garner K. Management of Hypovolemic Shock in the Trauma Patient. 2013
7. Butler A. Shock – Recognition, Pathophysiology, and Treatment. 2010. Available at :
http://www.dcavm.org/10oct.html. Accessed on July 3th, 2013.
8. Kolecki P. Hypovolemic Shock. 2012. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/760145-overview#a0104. Accessed on July 3th,
2013.
9. Maier RV. Pendekatan Pada Pasien Dengan Syok. Dalam: Fauci AS, TR Harrison, eds. Harrison 's Prinsip Kedokteran Internal . 17 ed. New York, NY: McGraw Hill, 2008: chap 264.
10. Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik. Binarupa Aksara. Jakarta. 2011; 47-53.11. Spaniol JR, AR Knight, Zebley JL, Anderson D, JD Pierce. Resusitasi Cairan Terapi Untuk Syok
Hemoragik. J Trauma Nurs . 2007; 14:152-156.
12. Anderson SP, Wilson LM. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Jilid 1 Edisi 4. Jakarta: EGC.
13. Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, jilid 1, edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
14. Prince SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Vol 1 Edosi 6. Jakarta:EGC. Hal 641-644
15. Sampurna B, Purwadianto A. 2013. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binampa Aksara.
Hal 49-60.
16. Sudoyo AW, et all. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta:
Internal Publishing. Hal 242-261