MAKALAH Analisis Jurnal ISK

download MAKALAH Analisis Jurnal ISK

of 21

description

analisis jurnal ISK

Transcript of MAKALAH Analisis Jurnal ISK

22

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangInfeksi saluran kemih biasanya terjadi karena faktor pencetus seperti litiasi,obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes melitus, senggama, kehamilan, kateterisasi, penyakit sickle cell dan tergantung oleh usia, gender, prevalensi, bakteriuria, sehingga menyebabkan perubahanstruktur saluran kemih. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki.Prevalensi bakteriuri asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi ISK pada periode sekolah 1% meningkat menjadi 5% selama periodeaktif seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik adalah 30%, pada bayi laki-laki 3:1dan 5:1 dibandingkan bayi perempuan. (Sukandar, Edar. 2009). Insiden infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan di praktik umum, biasanya disebabkan oleh bacteri Escherichia Coli dan merupakan 40% infeksi yang didapat di rumah sakit (nosokomial) sering disebakan oleh Enterobacter atau Klebsiella.Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan dapat berperan serta untuk mencegah dan mengobati penyakit Infeksi Saluran Kemih di Indonesia yang dapat meliputi beberapa upaya yang terdiri dari upaya promotif untuk meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan dan cara pengobatan ISK melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan gaya hidup sehat, dan peningkatan gizi; upaya preventif untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat henti jantung; upaya kuratif dan rehabilitatif untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, dan menurunkan tingkat kejadian ISK.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka disusunlah makalah ini sebagai referensi dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan ISK sehingga perawat mengetahui dan mampu untuk menerapkannya dalam praktek layanan asuhan keperawatan.1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Menjelaskan konsep dasar ISK.

2. Menjelaskan konsep dasar penaggulangan ISK terkait penggunaan kateter.

3. Menjelaskan perbandingan jurnal penaggulangan ISK terkait penggunaan kateter dengan jurnal pembanding.

1.3 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dengan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik 5A.

2. Menambah perbendaharaan karya tulis ilmiah pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.

3. Menambah wawasan kepada mahasiswa jurusan kesehatan khususnya mahasiswa keperawatan.

4. Melatih mahasiswa dalam menyusun dan membuat karya tulis ilmiah.

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Adapun definisi infeksi saluran kemih adalah sebagai berikut.

a. infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih (Tessy, 2001);b. infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih(Enggram, 1998);

c. infeksi saluran kemih adalah infeksi di sepanjang saluran kemih akibat dari poliferasi suatu mikroorganisme (Corwin, 2009);

d. ISK adalah periode bakteriuria signifikan (koloni >100.000 per ml yang mengenai saluran kemih bagian atas, bawah ataupun keduanya (Borley, et all, 2006).

2.2 Epidemiologi

Isidensi sejak lahir hingga masa remaja, prevalensi ISK hanya sedikit yaitu sekitar 1% (Newell at all, 2002). Pada usia neonatal anak laki-laki lebih sering terkena, namun sesudah usia tersebut wanita sering mengalami ISK. Pada usia 2 tahun, 5% anak perempuan mengalami ISK (Newell at all, 2002).

Menurut Silvi (2011) dalam jurnal Proporsi Tinggi Terkait Kesehatan - Infeksi Saluran Kemih Tanpa Adanya Paparan Kateter Urin Sebelumnya: Studi Cross-Sectional, epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun pertama pada anak. Selama tahun pertama kehidupan, prevalensi bakteriuria 0,9% pada anak perempuan dan 2,5% pada anak laki-laki. Prevalensi ISK pada anak usia 2 bulan sampai 2 tahun adalah 5%. Insidens ISK pada anak usia kurang dari 6 tahun adalah 3-7% pada anak perempuan dan 1-2% pada anak laki-laki. Insidens ISK pada anak remaja adalah 10%, dimana 7,8% diantaranya dijumpai pada anak perempuan. Suatu penelitian mendapatkan prevalensi yang lebih tinggi terjadi pada anak malnutrisi yaitu sekitar 8-35%. Angka kejadian ISK pada anak kulit putih lebih tinggi daripada anak kulit hitam. Rekurensi ISK dapat terjadi 6 12 bulan berikutnya dengan angka kejadian 20-48%. Rekurensi ISK terutama terjadi pada anak usia 3 - 5 tahun.

Penyebab terbanyak ISK baik yang simtomatik maupun yang asimtomatik, termasuk pada neonatus adalah Escherichia coli (70-80%). Pada suatu studi di Arab didapatkan E.coli pada ISK lebih sering dijumpai pada perempuan (81,7%). Pada uropati obstruktif dan pada kelainan saluran kemih sering ditemukan Proteus species. Pada penelitian di Iran pada ruangan Intensive Care Unit, bakteri yang paling banyak dijumpai adalah K. pneumonia. Menurut peneliti hal ini berhubungan dengan infeksi nosokomial (Silvi, 2011).

2.3 Etiologi

Adapun etiologi ISK adalah sebagai berikut.

1. mikroorganisme

Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:a. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicatedb. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.2. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif3. Mobilitas menurun4. Nutrisi yang sering kurang baik5. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral6. Adanya hambatan pada aliran urin7. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat2.4 Tanda dan Gejala

Adapun tanda dan gejala yang dapat muncul menurut Parsudi (1999) adalah sebgai berikut.

a. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah sebagai berikut:

1. nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih;

2. spasame pada area kandung kemih dan suprapubis;

3. hematuria;

4. nyeri punggung dapat terjadi.

b. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah sebagai berikut.

1. demam;

2. menggigil;

3. nyeri panggul dan pinggang;

4. nyeri ketika berkemih;

5. malaise;

6. pusing;

7. mual dan muntah.Sedangkan mneurut Borley, et all (2006) adalah sebagai berikut:

a. ISK bagian atas

1. Demam, menggigil

2. Nyeri pinggang

3. Malaise

4. Anoreksia

5. Nyeri tekanan pada sudut kostovertebrata dan abdomen

b. ISK bagian bawah

1. Disuria

2. Frekuensi dan urgensi

3. Nyeri suprapubik

4. hematuria

2.5 Patofisiologi

Masuknya mikroorganisme kedalam saluran kemih dapat melalui 4 cara yaitu:

1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat (ascending).

2. Hematogen.

3. Limfogen.

4. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudh terinfeksi atau eksogen sebagai akibat dari pemakaian instrument (Agus,dkk. 2001).Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih yaitu :

1. Bendungan aliran urine

a. Anatomi konginetal

b. Batu saluran kemih

c. Oklusi ureter ( sebagian atau total )

2. Refluksi vesi keureter

3. Urine sisa dalam buli-buli karean :

a. Neurogenik bladder

b. Striktur uretra

c. Hipertropi prostat

4. Gangguan metabilik

5. Instrumentasi

6. kehamilan

Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada feses yang naik dari perinium keuretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi terjadi bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih, mekanisme pertahanan penjamu dan cetusan inflamansi.

Inflamasi, abrasi mukosa uretral pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, gangguan status metabilisme (diabetes, kehamilan dan gout) dan imunosupresi meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dengan cara mengganggu mekanisme normal. Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi sistisis dan pielonefritis. Pielonefritis aut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asenden. Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui infeksi hematogen. Infeksi dapat terjadi di satu atau di kedua ginjal. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau revluks vesikoureter. Sistisis (inflamansi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih (revkuks utrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop. Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang digolungkan sebagai general atau mongonoreal. Uretritis gnoreal di sebabkan oleh niesseria gonorhoeae danditularkan melalui seksual. Uretritis nongonoreal uretritis yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoae biasanya disebabkan oleh klamedia frakomatik atau urea plasma urelytikum. Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tobulus dan jaringanintertisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik keginjal meskipun ginjal 20% sampai 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui aliran darah, kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.

Macam-macam ISK (infeksi saluran kemih)

1. uretritis (uretra)

2. sistisis (kandung kemih)

3. pielonefritis (ginjal).

2.6 Komplikasi dan Prognosis

2.6.1 Komplikasi1. Reaksi alergi merupakan resiko terapi antibiotik.

2. Anak dengan pielonefritis akut dapat berkembang menjadi inflamasi lobus ginjal atau abses ginjal.

3. Inflamasi parenkim ginjal dapat mengawali pembentukan jaringan parut.

4. Komplikasi jangka panjang dari pielonefritis akut adalah hipertensi, fungsi ginjal terganggu, ESRD dan komplikasi terhadap kehamilan (cth. ISK, hipertensi pada kehamilan, BBLR) (Rani, dkk. 2006).

2.6.2 Prognosis

Kerusakan ginjal pada komplikasi jangka panjang sebagai konsekuensi dari ISK kadang-kadang ditemukan di awal abad ke-20, ketika pielonefritis akut menjadi sebab sering hipertensi dan ESRD pada perempuan muda. Hipertensi, fungsi ginjal terganggu, ESRD sekarang sering didapatkan pada bayi dengan kerusakan ginjal intrauterine. Anak dengan resiko komplikasi ini biasanya ditemukan dengan USG saluran kemih yang menunjukkan hidronefrosis. Penelitian pada neonatus menyebutkan bahwa kerusakan ginjal terkait dengan obstruksi di saluran keluar kandung kemih atau hidronefrosis non obstruktif karena VUR yang berat. Anak ini mungkin mendapat tambahan kerusakan ginjal sebagai hasil dari infeksi, tetapi ISK bukan faktor utama penyebab komplikasi renal (Egland, Ann G. 2006).2.7 Pengobatan

Pasien dianjurkan banyak minum agar diuresis meningkat, diberikan obat yang menyebabkan suasan urin alkali jika terdapat disuria berat dan diberikan antibiotik yang sesuai. Biasanya ditujukan untuk bakteri Gram-negatif dan obat tersebut harus tinggi konsentrasinya dalam urin. Wanita dengan bakteriuria asimtomatik atau gelaja ISK bagian bawah cukup diobati dengan dosis tunggal atau selama 5 hari. Kemudian dilakukan pemeriksaan urin porsi tengah seminggu kemudian, jika masih positif harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Pada pria, kemungkinan terdapat kelainan saluran kemih lebih besar, sehingga sebaiknya diberikan terapi antibiotik selama 5 hari, bukan dosis tunggal dan diadakan pemeriksaan lebih lanjut. Terdapat 2 jenis ISK rekuren. Yang paling sering adalah kuman baru pada setiap serangan, biasanya pada wanita dengan gejala sistitis akut rekuren atau pasien dengan kelainan anatomi.

Pasien diminta banyak minum agar sering berkemih dan dianjurkan untuk minum antibiotik segera setelah berhubungan intim. Pada kasus sulit dapat diberikan profilaksis dosis rendah sebelum tidur setiap malam, misalnya nitro furantoin, trimetroprim dan sulfametoksazol, biasanya 3-6 bulan.

Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi (Agus, dkk. 2001).

Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:

a. Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan.

b. Interansi obat.

c. Efek samping obat.

d. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal.

Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:

1. Efek nefrotosik obat.

2. Efek toksisitas obat.

2.8 PathwaysFlorausus

Munculnyatipeuropatogenik

Kolonisasidiperinealdanuretraanterior

Barierpertahananmukosanormal

Sistitis

VIRULENSIBAKTERIFAKTORPENJAMU1.Memperkuatperlekatankeseluroepitel2.Refluksvesikoureter3.Refluksintrarenal4.Tersumbatnyasalurankemih5.Bendaasing(kateterurin)Pielonefritisakut

ParutginjalUrosepsisBAB 3. INTERVENSI YANG DIPILIH

3.1 Picot Frame Work

Infeksi saluran kemih( ISK ) adalah salah satu infeksi bakteri yang paling umum yang mempengaruhi manusia sepanjang rentang kehidupan mereka. Berdasarkan beberapa laporan lebih dari 8 juta kunjungan ke kantor dokter 1,5 juta kunjungan ruang gawat darurat , dan 300.000 penerimaan rumah sakit di Amerika Serikat setiap tahunnya. ISK adalah infeksi yang paling umum kedua dari setiap sistem organ dan yang paling umum penyakit urologi di Amerika Serikat, infeksi ini lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Insiden pada wanita di usia 20-40 tahun berkisar antara 25 sampai 30% sedangkan di wanita yang lebih tua di atas usia 60 tahun itu berkisar 4-43 %. Faktor predisposisi infeksi saluran kemih adalah cacat anatomi, refluks kandung kemih, obstruksi, bedah, penyakit metabolik seperti diabetes mellitus dan terjadi imunosupresi terutama pada pasien transplantasi organ sistem perkemihan. Pemasangan kateter merupakan salah satu penyebab tersering penderita infeksi saluran kemih. Awalnya terjadi kerusakan/inflamasi mukosa saluran uretra dan memungkinkan bakteri berkoloni didaerah yang mengalami inflamasi. Organisme yang paling umum menginvasi pemasamgan kateter terkait infeksi saluran kemih adalah Escherichia coli, Proteus mirabilis, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae dan Streptococcus faecalis. Penggunaan kateter dapat menyebabkan komplikasi, komplikasi paling sering yaitu infeksi saluran kemih. Durasi pemasangan kateter yang lama merupakan faktor risiko utama. Infeksi ini dapat mengakibatkan sepsis, hospitalisasi yang berkepanjangan, biaya rumah sakit tambahan, dan kematian. Jumlah infeksi saluran kemih 32 % dari semua infeksi terkait perawatan kesehatan dan merupakan infeksi nosokomial yang paling umum di ICU. Kateter urin digunakan secara rutin di ICU , biasanya untuk pemantauan sering dan akurat output urin. Infeksi saluran kencing pada pasien sakit kritis yang dikaitkan dengan peningkatan lama tinggal dan kematian. Strategi untuk mencegah infeksi saluran kemih telah difokuskan pada bahan kateter, sistem drainase, teknik penyisipan, dan penggunaan agen anti infeksi. Di antara semua metode intervensi yang paling penting adalah membatasi penggunaan kateter dan menghapus penggunaan kateter. Berdasarkan penelitian Rush University Medical Center, Chicago, Illinois, berpartisipasi dalam Kesehatan Nasional Keselamatan Jaringan ( NHSN ) dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit. Data yang diperoleh oleh NSHN dari ICU terdapat peningkatan tiap bulannya akibat komplikasi dari pemasangan kateter. Intervensi yang dilakukan oleh NHSN adalah membatasi penggunaan kateter urin dengan melakukan evaluasi harian dan merekomendasikan penghapusan kateter bila indikasi tidak tepat. Evaluasi harian dilakukan oleh perawat terus sampai kateter pasien telah dilepas atau penderita keluar dari unit perawatan. Hasil pemutaran harian disajikan oleh perawat selama pantauan pagi. Rekomendasi dibuat untuk menghentikan pemasangan kateter kemih pada pasien yang dinilai tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan. Data yang dikumpulkan selama fase intervensi termasuk durasi kateterisasi , kesesuaian kateterisasi urin, dan alasan tidak pantas penggunaan kateter. Selama intervensi 6 bulan diperoleh data bahwa pasien 585 adalah perempuan dengan rentang usia 18-99 tahun dengan rata-rata umur 61 tahun. Berdasarkan tinjauan bukti, University of Colorado Interdisipliner Tim Intervensi rumah sakit memulai proyek peningkatan kualitas yang memberikan pendekatan keperawatan berbasis multifaset untuk mengurangi infeksi saluran kemih. Pada tahun 2009, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit memperbarui pedoman atau modul untuk mengurangi risiko angka kejadian infeksi saluran kemih dan strategi untuk mengurangi risiko infeksi saluran kemih. Pada jurnal ini dijelaskan mengenai peningkatan pendidikan untuk perawat di segala sektor di rumah sakit dengan meningkatkan kualitas perawatan pasien dengan kateter dan pemanfaatan fasilitas media elektronik untuk mendukung intervensi. Dimana tujuannya untuk mengurangi angka kejadian infeksi saluran kemih yang terjadi. Peningkatan proses dan hasil perawatan pasien yang dicapai dengan memeriksa bukti terbaik untuk memandu praktek dan mengembangkan sistem mendukung bahwa memberikan pendidikan dan aksesibilitas produk yang ditingkatkan untuk mencapai perawatan yang optimal. Penelitian di Clinic for Internal Medicine, Regionalspital Emmental, Burgdorf, Switzerland dan Institute for Infectious Diseases, University of Bern, Switzerland juga menjelaskan penerapan intervensi terbaru untuk mengurangi angka kejadian infeksi saluran kemih. Intervensi terdiri dari pelaksanaan pedoman, pembentukan standar untuk manajemen pemasangan kateter, pengenalan order terbatas dan pengingat kateter yang ada, serta ceramah dan pembelajaran berbasis internet yang berfokus pada asimtomatik bacteriuria. Jurnal menyelidiki efektivitas dari intervensi multifaset dalam mengurangi penggunaan pemasangan kateter dan tidak perlu resep antibiotik untuk Infeksi Saluran Kemih bakteriuria di rumah sakit atau klinik. Hasil yang diperoleh dengan temuan tingkat insiden Infeksi Saluarn Kemih per hari menurun secara signifikan dari 27 hari kateter per 100 hari pasien (tingkat insiden rasio 0.61, interval keyakinan 95% 0.57-0.67). Tingkat insiden hari pengobatan antibiotik pada ISK asimtomatik bacteriuria turun secara signifikan dari 22 untuk 10 hari pengobatan per 1.000 pasien hari (tingkat insiden rasio 0,46, interval keyakinan 95% 0.33-0.63). Intervensi multifaset efektif dalam mengurangi ISK dengan pemasangan kateter per hari dan penggunaan antibiotik tidak pantas untuk asimtomatik bacteriuria. Penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi multifaset dengan meningkatkan pengetahuan tentang ISK dan pengelolaan ISK, serta meningkatnya kesadaran berlebihan kateter dan ISK dengan bakteriumia dapat secara efektif mengurangi ISK.

3.2 Sumber Literatur

Sumber literatur diperoleh dengan cara awal yaitu searching di Internet melalui website www.google.com kemudian kami mencari jurnal utama dengan key word yaitu Urinary tract infections caused by Pseudomonas aeruginosa: A minireview.pdf. Kemudian kami mencari beberapa jurnal pendukung untuk 2 intervensi dalam analisis kelompok kami yaitu:

a. Reducing use o Indwelling urinary Catheters and Associated urinary Tract infection.pdf;

b. High proportion of healthcare-associated urinary tract infection in the absence of prior exposure to urinary catheter: a cross-sectional study.pdf;

c. Nurse-directed interventions to reduce catheter-associated urinary tract infections.pdf;

d. Reduction of urinary catheter use and prescription of antibiotics for asymptomatic bacteriuria in hospitalised patients in internal medicine.pdf;

e. Using Evidence-Based Practice to Reduce Catheter-Associated Urinary Tract Infections..pdfKemudian kelompok kami memilih 2 intervensi terbaru dalam penatalaksanaan pada pasien Infeksi Saluran Kemih akibat penggunaan kateter dengan menetapkan 2 intervensi dari jurnal Reducing use o Indwelling urinary Catheters and Associated urinary Tract infection.pdf dan Reduction of urinary catheter use and prescription of antibiotics for asymptomatic bacteriuria in hospitalised patients in internal medicine.pdf dengan dikuatkan 3 jurnal lainnya.

3.3Teori dan Konsep IntervensiTelah dibahas pada penjelasan sebelumnya, jurnal yang kami bahas pada makalah ini membahas dua intervensi dalam mengurangi angka kejadian Infeksi Saluran Kemih. Intervensi yang dibandingkan adalah membatasi penggunaan kateter urin dengan melakukan evaluasi harian dengan merekomendasikan penghapusan kateter bila indikasi tidak tepat dan intervensi yang terdiri dari pelaksanaan pedoman, pembentukan standar untuk manajemen pemasangan kateter, pengenalan order terbatas dan pengingat kateter yang ada, serta ceramah dan pembelajaran berbasis internet yang berfokus pada asimtomatik bakteriuria.

3.3.1 Definisi

Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran kemih, termasuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Sebagian besar infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri tetapi jamur dan virus juga bisa menjadi penyebab contohnya Eschericia coli(Corwin, 2009). Infeksi saluran kemih adalah infeksi disaluran kemih maupun ginjal yang disebabkan proliferasi mikroorganisme, penyebab tersering adalah Eschericia coli(Wantiyah, 2013). Jadi dapat disimpulkan bahwa infeksi saluran kenih adalah penyakit saluran perkemihan hingga ginjal yang disebabkan oleh proleferasi mikroorganisme, yang tersering adalah Eschericia coli.Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan eliminasi dan sebagai pengambilan bahan pemeriksaan. Tindakan pemasangan kateter urin dilakukan dengan memasukan selang plastik atau karet melalui uretra ke dalam kandung kemih. Kateter memungkinkan mengalirnya urin yang berkelanjutan pada klien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang mengalami obstruksi. Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji haluaran urin per jam pada klien yang status hemodinamiknya tidak stabil(Potter dan Perry, 2005). Kateterisasi urin membantu pasien dalam proses eliminasinya. Pemasangan kateter menggantikan kebiasaan normal dari pasien untuk berkemih. Penggunaan kateter intermiten dalam waktu yang lama dapat menyebabkan pasien mengalami ketergantungan dalam berkemih. Pemasangan kateter dapat bersifat sementara atau menetap disesuaikan dengan kebutuhan. Pemasangan kateter sementara dilakukan dengan cara kateter lurus yang sekali pakai dimasukkan sampai mencapai kandung kemih yang bertujuan untuk mengeluarkan urin. Tindakan ini dapat dilakukan selama 5 sampai 10 menit. Pada saat kandung kemih kosong maka kateter kemudian ditarik keluar, pemasangan kateter intermitten dapat dilakukan berulang jika tindakan ini diperlukan, tetapi penggunaan yang berulang meningkatkan resiko infeksi(Potter dan Perry, 2005). Sedangkan kateter menetap digunakan untuk periode waktu yang lebih lama. Kateter menetap ditempatkan dalam kandung kemih untuk beberapa minggu pemakaian sebelum dilakukan pergantian kateter. Pemasangan kateter ini dilakukan sampai klien mampu berkemih dengan tuntas dan spontan atau selama pengukuran urin akurat dibutuhkan(Potter dan Perry, 2005). Pemasangan kateter menetap dilakukan dengan sistem kontinu ataupun penutupan berkala(clamping).

3.3.2 Mekanisme Pelaksanaan Intervensi

Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan eliminasi dan sebagai pengambilan bahan pemeriksaan(Alimul, 2004). Persiapan alat yang diperlukan:

1. Kateter urin;

2. Urin bag;

3. Sarung tangan steril;

4. Set bengkok dan pinset steril;

5. Kapas dan cairan sublimate;

6. Jelly;

7. Plester;

8. Perban;

9. Spuit dan Steril water aquadest;

10. Bengkok tidak steril;

11. Alas/ Perlak kecil;

12. Handuk kecil + Waskom isi air hangat + sabun;

13. Sampiran;

14. Lampu.Prosedur pelaksanaan pemasangan kateter adalah:

1. Identifikasi pasien;

2. Jelaskan prosedur kepada pasien;

3. Tarik tirai tempat tidur dan atur posisi;

a. Pasien anak/pasien sadar butuh bantuan

b. Pasien dewasa/wanita : posisi dorsal recumbent dengan lutut fleksi

c. Pasien dewasa/ laki-laki: Posisi supine dan kaki abduksi

4. Pasang urin bag;

5. Pasang perlak atau alas pada klien;

6. Tuangkan cairan antiseptik;

7. Sediakan spuit isi aquadest;

8. Cuci tangan;

9. Pasang sarung tangan;

10. Lakukan vulva/perineum hygiene;

11. Buka set kateter dan berikan jelly di ujung kateter;

12. Masukkan kateter sampai urin mengalir;

13. Ketika urin mengalir, pindahkan tangan yang tidak dominant dari labia atau dari penis ke kateter;

14. Jika menggunakan indwelling kateter, isi balon kemudian tarik kateter 2,5 cm;

15. Fiksasi kateter;

16. Bantu pasien pada posisi yang nyaman;

17. Kumpulkan dan buang alat-alat yang sekali pakai, bersihkan alat-alat yang bukan sekali pakai;

18. Cuci tangan.3.3.3 Indikasi dan Kontraindikasi Intervensi

Kateterisasi sementara digunakan pada penatalaksanaan jangka panjang klien yang mengalami cidera medulla spinalis, degenerasi neuromuskular, atau kandung kemih yang tidak kompeten, pengambilan spesimen urin steril, pengkajian residu urin setelah pengosongan kandung kemih dan meredakan rasa tidak nyaman akibat distensi kandung kemih (Perry dan Potter, 2005). Kateterisasi sementara diindikasikan pada klien yang tidak mampu berkemih 8-12 jam setelah operasi, retensi akut setelah trauma uretra, tidak mampu berkemih akibat obat sedative atau analgesik, cidera pada tulang belakang, degerasi neuromuscular secara progresif dan pengeluaran urin residual. Kateterisasi menetap (foley kateter) digunakan pada klien paskaoperasi uretra dan struktur di sekitarnya (TUR-P), obstruksi aliaran urin, obstruksi uretra, pada pasien inkontinensia dan disorientasi berat.3.3.4 Efek Samping Intervensi

Efek samping dari penggunaan kateter berupa pembengkakan pada uretra, yang terjadi saat memasukkan kateter dan dapat menimbulkan infeksi, adanya distensi kandung kemih, resiko trauma uretra akibat keluar masuk kateter dan kehilangan potensi sensasi miksi serta terjadinya atrofi tonus otot kandung kemih.3.3.5 Efektivitas dan Keamanan Penggunaan

Efktivitas dan keamanan penggunaan dapat diperoleh apabila pemasangan kateter disesuaikan dengan indikasi pasien dan berpatokan prinsip steril. Pemasangan kateter memiliki efektivitas dan keuntungan yaitu:

1. Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi yang mengakibatkan aliran darah ke mukosa kandung kencing dipertahankan seoptimal mungkin;

2. Kandung kencing dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakan-akan berfungsi normal;

3. Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula spinalis, maka penderita dapat melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga fedback ke medula spinalis tetap terpelihara;

4. Teknik yang mudah dan klien tidak terganggu kegiatan sehari harinya.

3.4 Implikasi dan Rekomendasi Intervensi

Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat pasien setelah 3x24 jam setelah dilakukan perawatan di rumah sakit. Salah satu jenis infeksi nosokomial yang sering terjadi adalah infeksi saluran kemih. Infeksi nosokomial saluran kemih paling sering disebabkan oleh pemasangan dower kateter yaitu sekitar 40%. Dalam beberapa studi prospek, telah dilaporkan bahwa tingkat ISK yang berhubungan dengan pemasangan dower kateter berkisar antara 9% - 23%. Menurut literatur lain didapatkan pemasangan dower kateter mempunyai dampak terhadap 80% terjadinya infeksi saluran kemih(Bullecheck, 1999).

Di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia, kejadian infeksi nosokomial jauh lebih tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan di dua kota besar Indonesia didapatkan angka kejadian infeksi nosokomial sekitar 39%-60%. Di Negara-negara berkembang terjadinya infeksi nosokomial tinggi karena kurangnya pengawasan, praktek pencegahan yang buruk, pemakaian sumber terbatas yang tidak tepat dan rumah sakit yang penuh sesak oleh pasien. Data survei yang dilakukan oleh kelompok peneliti AMRIN (Anti Microbal Resistance In Indonesia ), di RSUP Dr. Kariadi Semarangtahun 2002, angka kejadian infeksi luka operari profunda (Deep Incisional) sebesar 3%, infeksi aliran darah primer (plebitis) sebesar 6% dan infeksi saluran kemih merupakan angka kejadian yang paling tinggi yaitu sebesar 11%. Infeksi nosokomial saluran kemih dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor hospes(penerima), agent infeksi (kuman / mikroorganisme), faktor durasi atau lama pemasangan dower kateter dan faktor prosedur (pemasangan dan perawatan). Salah satu upaya untuk menekan angka kejadian infeksi nosokomial saluran kemih adalah dengan melakukan perawatan dower kateter dengan kualitas yang baik sesuai dengan standar operasinal perawatan kateter dan prosedur pencegahan infeksi.

Berdasarkan data insidensi ISK di Indonesia perlu adanya peningkatan kualitas medis dan keperawatan dalam mengurangi tingkat insidensi ISK di Indonesia. Maka berdasarkan pertimbangan jurnal yang telah kelompok kami bahas, kami menyarankan rekomendasi intervensi yang bisa diterapakan di Indonesia. Rekomendasi intervensi yang kami sarankan adalah adanya peningkatan kualitas pelayanan perawatan yang terdiri dari pelaksanaan pedoman, pembentukan standar untuk manajemen pemasangan kateter, pengenalan order terbatas dan pengingat kateter yang ada, serta ceramah dan pembelajaran berbasis internet yang berfokus pada penurunan angka ISK di Indonesia. Semua intervensi diatas secara umum mengenai peningkatan manajemen perawatan pasien dengan pemasangan kateter. Intervensi diatas sangat mungkin diterapkan di Indonesia mengingat tingginya angka kejadian ISK dan kualitas pelayanan keperawatan yang perlu ditingkatkan. BAB 4. PENUTUP

4.1Kesimpulan

4.2Saran

DAFTAR PUSTAKAAgus, Tessy, dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih, Edisi: 3. Jakarta: FKUI.Aziz, Alimul Hidayat. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.Borley, et all. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Ed. 3. Jakarta: EGC.Bullecheck, G.M.1999. Nursing Interventions, Effective Nursing Treatments Urinary Catheterization : Intermittent. W.B.Saunders Company.Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Enggram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.Egland, Ann G. 2006. Pediatrics, Urinary Tract Infection And Pyelonephritis. Department of Operational and Emergency Medicine, Walter Reed Army Medical Center. http://www.emedicine.com/EMERG/topic769.htmParsudi, Imam A. 1999. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI.Potter, Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.Rani, dkk. 2006. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Edisi 2004. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI.Silvi, Dwi Ananda, 2011. Proporsi Tinggi Terkait Kesehatan - Infeksi Saluran Kemih Tanpa Adanya Paparan Kateter Urin Sebelumnya: Studi Cross-Sectional.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27597/4/Chapter%20II.pdf.