makalah 16

download makalah 16

of 20

description

tq

Transcript of makalah 16

Tuberkulosis PeritonealLili Susanti102011091Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510Email: [email protected] Penyakit tuberkulosis saat ini masih menjadi penyakit endemis yang cukup mengkhawatirkan di Indonesia. Maka dari itu dalam makalah ini kita akan membahas lebih jauh mengenai tuberculosis terutama penyebarannya di peritoneal. Diharapkan masyarakat semakin menyadari bahaya tuberculosis serta mampu mencegah ataupun mengobati penyakit tersebut. Tuberkulosis peritoneal adalah suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dimana terbagi atas 3 bentuk yaitu bentuk eksudatif, adesif dan campuran. Dengan pemeriksaan diagnostik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya dapat membantu menegakkan diagnosa serta pemberian obat anti tuberkulosa yang adekuat biasanya pasien akan sembuh.Kata kunci: tuberculosis, peritonitis, peritoneum, mycobacterium tuberculosisAbstractTuberculosis is still an endemic disease in Indonesia is quite alarming. Therefore in this paper we will discuss more about tuberculosis, especially in peritoneal dissemination. Expected public increasingly aware of the dangers of tuberculosis and to prevent or treat the disease. Peritoneal tuberculosis is an inflammation of the parietal or visceral peritoneum caused by the bacteria Mycobacterium tuberculosis which is divided into 3 forms of exudative forms, adhesive and mix. With diagnostic, laboratory and other investigations may help establish the diagnosis and the provision of adequate anti-tuberculosis patient will usually recover.Keywords: tuberculosis, peritonitis, peritoneal, mycobacterium tuberculosisPendahuluan Penyakit tuberkulosis saat ini masih menjadi penyakit endemis yang cukup mengkhawatirkan di Indonesia. Dari data-data yang ada bahwa Indonesia menduduki posisi ke-3 di dunia setelah China dan India. Akan tetapi untuk penemuan kasus-kasus baru akhir-akhir ini Indonesia menduduki posisi ke-5 setelah China, India, Filipina dan Thailand. Ini belum tentu menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis sudah menurun di Indonesia, mungkin banyak faktor-faktor lain yang menyebabkannya. Oleh karena di Indonesia jumlah penduduknya cukup banyak (tuberkulosa paru), maka tuberkulosa ekstra pulmonal pun juga banyak di Indonesia, apalagi status gizi di Indonesia masih kurang baik. Maka dari itu di sini kita akan membahas lebih jauh mengenai tuberculosis terutama penyebarannya di peritoneal. Diharapkan masyarakat semakin menyadari bahaya tuberculosis serta mampu mencegah ataupun mengobati penyakit tersebut.DefinisiTuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit ini juga sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat sistem gastrointestinal, mesenterium dan organ genetalia interna.1 Penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan proses tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering ditemukan bahwa pada waktu diagnosa ditegakkan proses tuberkulosa di paru sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini bisa terjadi karena proses tuberkulosa di paru mungkin sudah menyembuh terlebih dahulu sedangkan penyebaran masih berlangsung di tempat lain. Di Negara yang sedang berkembang tuberculosis peritoneal masih sering dijumpai termasuk di Indonesia, sedangkan di negara Amerika dan Negara Barat lainnya walaupun sudah jarang ada kecendrungan meningkat dengan meningkatnya jumlah penderita AIDS dan Imigran. Karena perjalanan penyakitnya yang berlangsung secara perlahan-lahan dan sering tanpa keluhan atau gejala yang jelas maka diagnosa sering tidak terdiagnosa atau terlambat ditegakkan. Tidak jarang penyakit ini mempunyai keluhan menyerupai penyakit lain seperti sirosis hati atau neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu menonjol.2

EpidemiologiTuberkulosis peritoneal lebih sering dijumpai pada wanita dibanding pria dengan perbandingan 1,5:1 dan lebih sering dekade ke 3 dan 4.1,2 Tuberkulosis peritoneal dijumpai 2 % dari seluruh Tuberkulosis paru dan 59,8% dari tuberculosis Abdominal.3 Di Amerika Serikat penyakit ini adalah keenam terbanyak diantara penyakit extra paru sedangkan peneliti lain menemukan hanya 5-20% dari penderita tuberkulosis peritoneal yang mempunyai TB paru yang aktif. Pada saat ini dilaporkan bahwa kasus tuberculosis peritoneal di negara maju semakin meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan meningkatnya insiden AIDS di negara maju.1 Di Asia dan Afrika dimana tuberculosis masih banyak dijumpai, tuberculosis peritoneal masih merupakan masalah yang penting. Manohar dkk melaporkan di Rumah Sakit King Edward III Durban Afrika selatan menemukan 145 kasus tuberculosis peritoneal selama periode 5 tahun (1984-1988) sedangkan dengan cara peritonoskopi.1 Daldiono menemukan sebanyak 15 kasus di Rumah Sakit Cipto mangunkusumo Jakarta selama periode 1968-1972 dan Sulaiman di rumah sakit yang sama periode 1975-1979 menemukan sebanyak 30 kasus tuberkulosa peritoneal begitu juga Sibuea dkk melaporkan ada 11 kasus Tuberkulosis peritoneal di Rumah sakit Tjikini Jakarta untuk periode 1975-1977 sedangkan di Medan Zain LH melaporkan ada 8 kasus selama periode 1993-1995.PatofisiologisPeritoneum dapat dikenai oleh tuberculosis melalui beberapa cara:4,51. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru 2. Melalui dinding usus yang terinfeksi 3. Dari kelenjar limfe mesenterium 4. Melalui tuba fallopi yang terinfeksi Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran perkontinuitatum tapi sering karena reaktivasi proses laten yang terjadi pada peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu (infeksi laten Dorman infection).2 Seperti diketahui lesi tuberkulosa bisa mengalami supresi dan menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten dimana ia bisa menetap laten selama hidup namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi tuberkulosa pada setiap saat. Jika organisme intrasseluler tadi mulai bermutiplikasi secara cepat.2Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa:1-31) Bentuk eksudatif Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang banyak, gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih kekuning-kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum. Disamping partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar sampai sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum berupa kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga merubah dinding perut menjadi tegang, Cairan asites kadang-kadang bercampur darah dan terlihat kemerahan sehingga mencurigakan kemungkinan adanya keganasan. Omentum dapat terkena sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti benjolan tumor. 2) Bentuk adhesif Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak dibentuk. Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas antara usus dan peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor, kadang-kadang terbentuk fistel. Hal ini disebabkan karena adanya perlengketan-perlengketan. Kadang-kadang terbentuk fistel, hal ini disebabkan karena perlengketan dinding usus dan peritoneum pariental kemudian timbul proses necrosis. Bentuk ini sering menimbulkan keadaan ileus obstruksi . Tuberkel-tuberkel biasanya lebih besar. 3) Bentuk campuran Bentuk ini kadang-kadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi melalui proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan dalam kantong-kantong perlengketan tersebut. Beberapa penulis menganggap bahwa pembagian ini lebih bersifat untuk melihat tingkat penyakit, dimana pada mulanya terjadi bentuk eksudatif dan kemudian bentuk adhesive.2 Pemberian hispatologi jaringan biopsi peritoneum akan memperlihatkan jaringan granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia langerhans, dan perkijuan umumnya ditemukan.1,2Manifestasi Klinis Gejala klinis bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan sampai berbulan-bulan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Lama keluhan berkisar dari 2 minggu s/d 2 tahun dengan rata-rata lebih dari 16 minggu. Keluhan terjadi secara perlahan-lahan sampai berbulan-bulan disertai nyeri perut, pembengkakan perut, disusul tidak nafsu makan, batuk dan demam. Pada yang tipe plastik sakit perut lebih terasa dan muncul manisfestasi seperti sub obstruksi. Variasi keluhan pasien tuberkulosa peritoneal adalah sebagai berikut :1

Pada pemeriksaan jasmani gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam, pembengkakan perut, nyeri perut, pucat dan kelelahan, tergantung lamanya keluhan. Keadaan umum pasien bisa masih cukup baik sampai keadaan kurus dan kahexia, pada wanita sering dijumpai tuberkulosa peritoneum disertai oleh proses tuberculosis pada ovarium atau tuba, sehingga pada alat genital bisa ditemukan tanda-tanda peradangan yang sering sukar dibedakan dengan kista ovary.1,2 Fenomena papan catur yang selalu dikatakan karakteristik pada penderita peritonitis tuberkulosa ternyata tidak sering dijumpai (13%).1

Diagnosis Banding Kanker LambungTumor jinak di lambung agaknya tidak menimbulkan gejala atau masalah medis. Tetapi kadang-kadang beberapa mengalami perdarahan atau berkembang menjadi kanker. Sekitar 99% kanker lambung adalah adenokarsinoma. Kanker lambung lainnya adalah leiomiosarkoma (kanker otot polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia lanjut. Kurang dari 25 % kanker tertentu terjadi pada orang di bawah usia 50 tahun.6PenyebabKanker lambung sering dimulai pada sisi dimana lapisan lambung meradang. Tetapi banyak ahli yakin bahwa peradangan adalah akibat dari kanker lambung, bukan sebagai penyebab kanker. Beberapa ahli berpendapat, ulkus gastrikum bisa menyebabkan kanker. Tapi kebanyakan penderita ulkus dan kanker lambung, kemungkinan sudah mengidap kanker yang tidak terdeteksi sebelum tukaknya terbentuk.6Helicobacter pylori, kuman yang memegang peranan penting dalam ulkus duodenalis, juga bisa berperan dalam terjadinya kanker lambung. Polip lambung, suatu pertumbuhan jinak yang berbentuk bundar, yang tumbuh ke dalam rongga lambung, diduga merupakan pertanda kanker dan oleh karena itu polip selalu diangkat. Kanker mungkin terjadi bersamaan dengan jenis polip tertentu, yaitu polip yang lebih besar dari 1,8 cm atau polip yang jumlahnya lebih dari satu. Faktor makanan tertentu diperkirakan berperan dalam pertumbuhan kanker lambung. Faktor-faktor ini meliputi :7 asupan garam yang tinggi asupan karbohidrat yang tinggi asupan bahan pengawet (nitrat) yang tinggi asupan sayuran hijau dan buah yang kurang.

Gejala KlinisPada stadium awal kanker lambung, gejalanya tidak jelas dan sering tidak dihiraukan. Jika gejalanya berkembang, bisa membantu menentukan dimana lokasi kanker lambung tersebut. Sebagai contoh, perasaan penuh atau tidak nyaman setelah makan bisa menunjukkan adanya kanker pada bagian bawah lambung. Penurunan berat badan atau kelelahan biasanya disebabkan oleh kesulitan makan atau ketidakmampuan menyerap beberapa vitamin dan mineral. Anemia bisa diakibatkan oleh perdarahan bertahap yang tidak menyebabkan gejala lainnya. Kadang penderita juga bisa mengalami muntah darah yang banyak (hematemesis) atau mengeluarkan tinja kehitaman (melena).6 Bila kanker lambung bertambah besar, mungkin akan teraba adanya massa pada dinding perut. Pada stadium awal, tumor lambung yang kecil bisa menyebar (metastasis) ke tempat yang jauh. Penyebaran tumor bisa menyebabkan pembesaran hati, sakit kuning (jaundice), pengumpulan cairan di perut (asites) dan nodul kulit yang bersifat ganas. Penyebaran kanker juga bisa menyebabkan pengeroposan tulang, sehingga terjadi patah tulang.6,7 Gejala kanker lambung bisa dikelirukan dengan tukak lambung. Bila gejala tidak hilang setelah penderita minum obat untuk ulkus atau bila gejalanya meliputi penurunan berat badan, maka dicurigai suatu kanker lambung. Pemeriksaan rontgen yang menggunakan barium untuk menandai perubahan di permukaan lambung sering dilakukan, tetapi jarang bisa menemukan kanker lambung yang kecil dan dalam stadium awal. Endoskopi adalah prosedur diagnostik yang paling baik karena: 6 memungkinkan dokter melihat lambung secara langsung bisa mencari adanya Helicobacter pylori, kuman yang berperan dalam kanker lambung bisa mengambil contoh jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis. PengobatanPolip lambung jinak diangkat dengan menggunakan endoskopi. Bila karsinoma ditemukan di dalam lambung, pembedahan biasanya dilakukan untuk mencoba menyembuhkannya. Sebagian besar atau semua lambung dan kelenjar getah bening di dekatnya ikut diangkat. Bila karsinoma telah menyebar ke luar dari lambung, tujuan pengobatannya adalah untuk mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup.6 Kemoterapi dan terapi penyinaran bisa meringankan gejala. Hasil kemoterapi dan terapi penyinaran pada limfoma lebih baik daripada karsinoma. Mungkin penderita akan bertahan hidup lebih lama bahkan bisa sembuh total.6,7 PeritonitisDefinisiPeritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis/ kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defence muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.6Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnya. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnya melalui perforasi usus seperti rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Padaw anita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.6EtiologiBentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites patogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%,dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.1,6 Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritonealterutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasienperitonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ-organ dalam.1,2,6Ada beberapa hal yang merupakan etiologi/penyebab timbulnya peritonitis, yaitu sebagai berikut:11. Infeksi bakteriMikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal, misalnya : Appendisitis yang meradang dan perforasi, tukak peptik (lambung / dudenum), tukak thypoid, tukak disentri amuba / colitis, tukak pada tumor, salpingitis, diverticulitis. Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus dan b hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.2. Secara langsung dari luarOperasi yang tidak steril, terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitis yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa serta melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.Klasifikasia) Peritonitis Bakterial PrimerMerupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavumperitoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu: Spesifik : misalnya Tuberculosis dan non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis. Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.b) Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari: Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahankimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.c) Peritonitis tersierMerupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, seperti empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine. Bisa juga peritonitis yang disebabkan oleh jamur atau peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan. d) Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis Aseptik/steril peritonitis Granulomatous peritonitis Hiperlipidemik peritonitis Talkum peritonitisManifestasi klinikTanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.1,6 Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum Demam Distensi abdomen Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis. Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya. Nausea Vomiting Penurunan peristaltik.Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric. Adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral). Kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal). Pada keadaan peritonitis akibat penyakit tertentu, misalnya : perforasi lambung, duodenum, pankreatitis akut yang berat/ iskemia.6Tanda-Tanda Peritonitis, yaitu sebagai berikut :- Demam tinggi- Pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia- Takikardi- Dehidrasi- HipotensiPemeriksaan FisikPemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Berdasarkan skenario 4 pemeriksaan fisik yang didapat adalah perut membesar, deman tidak terlalu tinggi, berat badan menurun, gizi kurang, anemia ringan, asites moderate, nyeri tekan ringan di seluruh perut, lab Hb 9,8 g/dL, hasil thorak foto paru dan jantung dalam batas normal serta dari USG terlihat asites tapi tidak terdapat gambaran sirosis hati.1-3Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pemeriksaan darah tepi sering dijumpai adanya anemia penyakit kronis, leukositosis ringan ataupun leukopenia , trombositosis, gangguan faal hati dan sering dijumpai laju endap darah (LED) yang meningkat, sedangkan pada pemeriksaan tes tuberculin hasilnya sering negative.1 Pada pemeriksaan analisa cairan asites umumnya memperlihatkan eksudat dengan protein > 3 gr/dl jumlah sel diatas 100-3000 sel/ml. Biasanya lebih dari 90% adalah limfosit LDH biasanya meningkat. Cairan asites yang purulen dapat ditemukan begitu juga cairan asites yang bercampur darah (serosanguinous). Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) didapati hasilnya kurang dari 5 % yang positif dan dengan kultur cairan ditemukan kurang dari 20% hasilnya positif.1 Ada beberapa peneliti yang mendapatkan hampir 66% kultur BTAnya yang positif dan akan lebih meningkat lagi sampai 83% bila menggunakan kultur cairan asites yang telah disetrifugasikan jumlah cairan lebih dari 1 liter. Dan hasil kultur cairan asites ini dapat diperoleh dalam waktu 4-8 minggu.3 Perbandingan serum asites albumin (SAAG) pada tuberculosis peritoneal ditemukan rasionya < 1,1 gr/dl namun hal ini juga bisa dijumpai pada keadaan keganasan, sindroma neprotik, penyakit pancreas , kandung empedu atau jaringan ikat sedangkan bila ditemukan >1,1 gr/dl ini merupakan cairan asites akibat portal hipertensi.Perbandingan glukosa cairan asites dengan darah pada tuberculosis peritoneal 0,96.1 Penurunan PH cairan asites dan peningkatan kadar laktat dapat dijumpai pada tuberculosis peritoneal dan dijumpai signifikan berbeda dengan cairan asites pada sirosis hati yang steril, namun pemeriksaan PH dan kadar laktat cairan asites ini kurang spesifik dan belum merupakan suatu kepastian karena hal ini juga dijumpai pada kasus asites oleh karena keganasan atau spontaneous bacterial peritonitis.4 Pemeriksaan cairan asites lain yang sangat membantu, cepat dan non invasive adalah pemeriksaan ADA (adenosin deminase actifity), interferon gama (IFN) dan PCR. Dengan kadar ADA > 33 u/l mempunyai Sensitifitas 100%. Spesifitas 95%, dan dengan Cutt off > 33 u/l mengurangi false positif dari sirosis hati atau malignancy (3,7,9). Pada sirosis hati konsentrasi ADA signifikan lebih rendah dari tuberculosis peritoneal (14 10,6 u/l) Hafta A dkk dalam suatu penelitian yang membandingkan konsentrasi ADA terhadap pasien tuberculosis peritoneal , tuberculosis peritoneal bersamaan dengan sirosis hati dan passien-pasien yang hanya sirosis hati. Mereka mendapatkan nilai ADA 131,1 38,1 u/l pada pasien tuberculosis peritoneal, 29 18,6 u/l pada pasien tuberculosis dengan sirosis hati dan 12,9 7 u/l pada pasien yang hanya mempunyai sirosis hati, sedangkan pada pasien dengan konsentrasi protein yang rendah dijumpai Nilai ADA yang sangat rendah sehingga mereka menyimpulkan pada konsentrasi asietas dengan protein yang rendah nilai ADA dapat menjadi false negatif. Untuk ini pemeriksaan Gama interferon (INF) adalah lebih baik walaupun nilainya dalah sama dengan pemeriksaan ADA, sedangkan pada pemeriksaan PCR hasilnya lebih rendah lagi dibanding kedua pemeriksaan tersebut. Fathy ME melaporkan angka sensitifitas untuk pemeriksaan tuberculosis peritoneal terhadap Gama interferon adalah 90,9 % , ADA : 18,8% dan PCR 36,3% dengan masing-masing spesifitas 100%. Bargava dkk melakukan penelitian terhadap kadar ADA pada cairan esites dan serum penderita peritoneal tuberculosis. Kadar ADA >36 u/l pada cairan esites dan > 54 u/l pada serum mendukung suatu diagnosis tuberculosis peritoneal. Perbandingan cairan asites dan serum (asscitic / serum ADA ratio) lebih tingggi pada tuberculosis peritoneal dari pada kasus lain seperti sirosis, sirosisdengan spontaneous bacterial peritonitis,Budd chiary dan Ratio > 0,984 menyokong suatu tuberculosis.4Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan CA-125.CA-125 (Canker antigen 125) termasuk tumor associated glycoprotein dan terdapat pada permukaan sel. CA-125 merupakan antigen yang terkait karsinoma ovarium, antigen ini tidak ditemukan pada ovarium orang dewasa normal, namun CA-125 ini dilaporkan, juga meningkat pada keadaan benigna dan maligna, dimana kira-kira 80% meningkat pada wanita dengan keganasan ovarium, 26% pada trimester pertama kehamilan, menstruasi, endometriosis, myoma uteri daan salpingitis, juga kanker primer ginekologi yang lain sepeerti endometrium, tuba falopi, endocervix, pancreas,ginjal,colon juga pada kondisi yang bukan keganasan seperti gagal ginjal kronik, penyakit autoimum, pancreas, sirosis hati, peradangan peritoneum seperti tuberculosis,pericardium dan pleura, namun beberapa laporan yang menemukan peningkatan kadar CA-25 pada penderita tuberkulossis peritoneal seperti yang dilaporkan oleh Sinsek H.1Delapan kasus tuberculosis peritoneal dijumpai kadar CA-125 meninggi dengan kadar rata-rata 370,7 u/ml (66,2 907 u/ml) dan menyimpulkan bila dijumpai peninggian serum CA-125 disertai dengan cairan asites yang eksudat, jumlah sel > 350/m3, limfosit yang dominan maka tuberculosis peritoneal dapat dipertimbangkan sebagai diagnosa.4 Beberapa peneliti menggunakan CA-125 ini untuk melihat respon pengobatan menemukan CA-125 sama tingginya dengan kanker ovarium dan setelah pemberian anti tuberkulosa kadar serum CA-125 menjadi normal dimana yang sebelumnya kadar rata-rata CA-125, 475,80 5,8 u/ml (Normal < 35 u/ml) setelah 4 bulan pengobatan anti tuberkulosa. Akhir-akhir ini Teruya J dkk di Jepang menemukan peningkatan kadar CA 19-9 pada serum dan cairan asites penderita tuberculosis peritoneal dan setelah diobati selama 6 minggu dijumpai penurunan CA19-9 menjadi normal. Pemeriksaan RontgenPemeriksaan sinar tembus pada system pencernaan mungkin dapat membantu jika didapat kelainan usus kecil atau usus besar.2 Ultrasonografi Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-kantong), gambaran sonografi tuberculosis yang sering dijumpai antara lain cairan yang bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses dalam rongga abdomen, masa didaerah ileosaecal dan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal, adanya penebalan mesenterium, perlengketan lumen usus dan penebalan omentum, mungkin bisa dilihat dan harus diperiksa dengan seksama. Mizzunoe dkk berhasil menggunakan USG sebagai alat Bantu biopsy secara tertutup dalam menegakkan diagnosa peritonitis tuberkulosa.1 CT Scan Pemeriksaan CT Scan untuk peritoneal tuberculosis tidak ada ditemui suatu gambaran yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum yang berpasir dan untuk pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya gejala klinik dari tuberculosis peritoneal (25) Rodriguez E dkk yang melakukan suatu penelitian yang membandingkan tuberculosis peritoneal dengan karsinoma peritoneal dan karsinoma peritoneal dengan melihat gambaran CT Scan terhadap peritoneum parietalis.1Adanya peritoneum yang licin dengan penebalan yang minimal dan pembesaran yang jelas menunjukkan suatu peritoneum tuberculosis sedangkan adanya nodul yang tertanam dan penebalan peritoneum yang teratur menunjukkan suatu perintoneal karsinoma. Peritonoskopi (Laparoskopi) Peritonoskopi / laparoskopi merupakan cara yang relatif aman, mudah dan terbaik untuk mendiagnosa tuberculosis peritoneal terutama bila ada cairan asites dan sangat berguna untuk mendapat diagnosa pasien-pasien muda dengan simtom sakit perut yang tak jelas penyebabnya dan cara ini dapat mendiagnosa tuberculosis peritoneal 85% sampai 95% dan dengan biopsy yang terarah dapat dilakukukan pemeriksaan histology dan bisa menemukan adanya gambaran granuloma sebesar 85% hingga 90% dari seluruh kasus dan bila dilakukan kultur bisa ditemui BTA hampir 75%. Hasil histologi yang lebih penting lagi adalah bila didapat granuloma yang lebih spesifik yaitu jika didapati granuloma dengan pengkejutan.3Gambaran yang dapat dilihat pada tuberculosis peritoneal:11. Tuberkel kecil ataupun besar dengan ukuran yang bervariasi yang dijumpai tersebar luas pada dinding peritoneum dan usus dan dapat pula dijumpai permukaan hati atau alat lain tuberkel dapat bergabung dan merupakan sebagai nodul. 2. Perlengketan yang dapat berpariasi dari ahanya sederhana sampai hebat(luas) diantara alat-alat didalam rongga peritoneum. Sering keadaan ini merubah letak anatomi yang normal. Permukaan hati dapat melengket pada dinding peritoneum dan sulit untuk dikenali. Perlengketan di antara usus mesenterium dan peritoneum dapat sangat ekstensif.3. Peritoneum sering mengalami perubahan dengan permukaan yang sangat kasar yang kadang-kadang berubah gambarannya menyerupai nodul. 4. Cairan esites sering dujumpai berwarna kuning jernih, kadang-kadang cairan tidak jernih lagi tetapi menjadi keruh, cairan yang hemoragis juga dapat dijumpai. Biopsi dapat ditujukan pada tuberkel-tuberkel secara terarah atau pada jaringan lain yang tersangka mengalami kelainan dengan menggunakanalat biopsy khusus sekaligus cairan dapat dikeluarkan. Walaupun pada umumnya gambaran peritonoskopi peritonitis tuberculosis dapat dikenal dengan mudah, namun gambaran gambarannya bisa menyerupai penyakit lain seperti peritonitis karsinomatosis, karena itu biopsy harus selalu diusahakan dan pengobatan sebaiknya diberikan jika hasil pemeriksaan patologi anatomi menyokong suatu peritonitis tuberkulosa. Adanya jaringan perlengketan yang luas akan merupakan hambatan dan kesulitan dalam memasukkan trokar dan lebih lanjut ruangan yang sempit di dalam rongga abdomen juga menyulitkan pemeriksaan dan tidak jarang alat peritonoskopi terperangkap didalam suatu rongga yang penuh dengan perlengketan, sehingga sulit untuk mengenal gambaran anatomi alat-alat yang normal dan dalam keadaan demikian maka sebaiknya dilakukan laparotomi diagnostic.1 Laparatomi Dahulu laparotomi eksplorasi merupakan tindakan diagnosa yang sering dilakukan, namun saat ini banyak penulis menganggap pembedahan hanya dilakukan jika dengan cara yang lebih sederhana tidak meberikan kepastian diagnosa atau jika dijumpai indikasi yang mendesak seperti obstruksi usus, perforasi, adanya cairan asites yang bernanah.1,2Komplikasi1. Kerusakan otakKuman TB yang menyebar hingga ke otak bisa menyebabkan meningitis atau peradangan pada selaput otak. Radang tersebut memicu pembengkakan pada membran yang menyelimuti otak dan seringkali berakibat fatal atau mematikan.6

2. Kerusakan hati dan ginjalHati dan ginjal membantu menyaring pengotor yang ada adi aliran darah. Fungsi ini akan mengalami kegagalan apabila kedua organ tersebut terinfeksi oleh kuman TB.3. Kerusakan jantungJaringan di sekitar jantung juga bisa terinfeksi oleh kuman TB. Akibatnya bisa terjadi cardiac tamponade, atau peradangan dan penumpukan cairan yang membuat jantung jadi tidak efektif dalam memompa darah dan akibatnya bisa sangat fatal.4. Gangguan mataCiri-ciri mata yang sudah terinfeksi TB adalah berwarna kemerahan, mengalami iritasi dan membengkak di retina atau bagian lain.5. Resistensi kumanPengobatan dalam jangka panjang seringkali membuat pasien tidak disiplin, bahkan ada yang putus obat karena merasa bosan. Pengobatan yang tidak tuntas atau tidak disiplin membuat kuman menjadi resisten atau kebal, sehingga harus diganti dengan obat lain yang lebih kuat dengan efek samping yang tentunya lebih berat.6Penatalaksanaan Medika MentosaPada dasarnya pengobatan sama dengan pengobatan tuberculosis paru, obat-obat seperti streptomisin, INH, Etambutol, Ripamficin dan pirazinamid memberikan hasil yang baik, dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan pengobatan dan lamanya pengobatan biasanya mencapai sembilan bulan sampai 18 bulan atau lebih.1Beberapa penulis berpendapat bahwa kortikosteroid dapat mengurangi perlengketan peradangan dan mengurangi terjadinya asites. Dan juga terbukti bahwa kortikosteroid dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian,namun pemberian kortikosteroid ini harus dicegah pada daerah endemis dimana terjadi resistensi terhadap Mikobakterium tuberculosis.Menurut penelitian, pemberian kortikosteroid sebagai obat tambahan terbukti dapat mengurangi insidensi sakit perut dan sumbatan pada usus. Pada kasus-kasus yang dilakukan peritonoskopi sesudah pengobatan terlihat bahwa partikel menghilang namun di beberapa tempat masih dilihat adanya perlengketan.Non Medika mentosaPusat radang TB terdiri atas pengejuan yang dikelilingi jaringan fibrosa. Seperti halnya infeksi lain, adanya jaringan nekrosis akan menghambat penetrasi antibiotik ke daerah radang sehingga pembasmian kuman tidak efektif. Oleh karena itu, sarang infeksi di berbagai organ, misalnya kaverne di paru dan debris di tulang, harus dibuang. Jadi, tindak bedah menjadi syarat mutlak untuk hasil baik terapi medis. Selain itu, tindak bedah juga diperlukan untuk mengatasi penyulit, misalnya pada TB paru yang menyebabkan destruksi luas dan empiema, pada TB usus yang menimbulkan obstruksi atau perforasi, dan osteitis atau artritis tuberkulosa yang menimbulkan cacat.6PencegahanPencegahan dan pengendalian TB secara umum adalah:61. Pengobatan pasien TB aktif dengan segera dan efektif serta tindak lanjut terhadap kontak mereka melalui uji tuberkulin, foto rontgen sinar X, dan pengobatan yang sesuai dengan saksama adalah tujuan utama pengendalian TB kesehatan masyarakat. Timbulnya kembali penyakit TB menunjukkan bahwa metode pengendalian ini belum dilakukan secara adekuat. 2. Pengobatan obat pada orang asimtomatik yang uji tuberkulinnya positif pada kelompok umur yang paling rentan terhadap timbulnya komplikasi (misalnya, anak-anak) dan orang yang uji tuberkulinnnya positif yang harus menerima obat-obatan imunosupresif sangat mengurangi reaktivasi infeksi. 3. Resistansi seorang pejamu: faktor-faktor nonspesifik dapat mengurangi resistansi pejamu sehingga membantu konversi infeksi asimtomatik menjadi sebuah penyakit. Faktor-faktor tersebut meliputi kelaparan, gastrektomi, dan supresi imunitas selular dengan obat (misalnya, kortikosteroid) atau infeksi. Infeksi HIV adalah faktor resiko utama untuk TB.4. Imunitas: berbagai macam basil tuberkel avirulen, terutama BCG (bacille Calmette-Gurin, organisme attenuated bovin), telah digunakan untuk menginduksi sejumlah tertentu resistansi pada orang yang sangat terpajan dengan infeksi. Vaksinasi dengan organisme ini, sama dengan infeksi primer dengan basil tuberkel virulen tanpa disertai bahaya di kemudian hari. Vaksin yang tersedia tidak adekuat menurut banyak sudut pandang teknis dan biologis. Walaupun demikian, BCG diberikan kepada anak-anak pada banyak negara. Di Amerika Serikat, BCG hanya diberikan pada orang dengan hasil uji tuberkulin negatif yang sangat terpajan (anggota keluaraga pasien TB , petugas kesehatan). Bukti statistik menunjukkan bahwa terjadi peningkatan resistansi untuk periode tertentu yang muncul setelah vaksinasi BCG. 5. Eradikasi TB pada sapi dan pasteurisasi susu telah sangat mengurangi infeksi M.bovis.PrognosisPeritonitis tuberkulosa jika dapat segera ditegakkan dan mendapat pengobatan umumnya akan menyembuh dengan pengobatan yang adequate.Kesimpulan Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dimana biasanya merupakan proses kelanjutan tuberkulosa ditempat lain. Oleh karena itu gejala klinis yang bervariasi dan timbulnya gejala ataupun penyakit yang perlahan-lahan sering mengakibatkan keterlambatan diagnosa. Dengan pemeriksaan diagnostik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya dapat membantu menegakkan diagnosa serta pemberian obat anti tuberkulosa yang adekuat biasanya pasien akan sembuh.

Daftar Pustaka1. Zain LH. Tuberkulosis peritoneal. Dalam : Noer S ed. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2005.h.403-6.2. Sulaiman A. Peritonitis tuberkulosa. Dalam : Sulaiman A, Daldiyono, Akbar N, Rani A Buku ajar gartroenterologi hepatologi. Jakarta : Infomedika.2002.h.456-61.3. Ahmad M. Tuberkulosis peritonitis : fatality associated with delayed diagnosis. Jakarta: South Med J.2002.406-8. 4. Zain LH. Peran analisa cairan asites dan serum Ca 125 dalam mendiagnosa TBC peritoneum Dalam : Acang N, Nelwan RHH,Syamsuru W ed. Padang : KOPAPDI X.2003.h.95-8. 5. Spiro HM. Peritoneal tuberculosis : clinical gastroenterology. 4th ed. New York: Mc Graw hill INC.2007.h.551-2 .6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Dalam: Julius. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing. 2009.h.576-9.7. Powell LW, Piper DW. Dasar gastroenterology hepatologi. Jakarta: FK UI.2004.h.31-5.

19