Makalah Blok 16 Gerd

21
Gastroesofageal Reflux Disease Tria Puspa Ningrum Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11470 Email : [email protected] Pendahuluan Gastroesofageal reflux disease (GERD) adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esophagus, yang mengakibatkan berbagai gejala seperti nyeri ulu hati (heartburn), regurgitasi dan nausea. dengan keterlibatan esophagus, faring, laring, dan saluran nafas. Dalam kasus ini pasien memiliki riwayat kebiasaan meminum soft drink dan jamu setiap 2 hari sekali. Keluhan pada pasien gastrointestinal (GI) dapat berkaitan dengan gangguan lokal/intra lumen saluran cerna. Diperlukan anamnesis yang teliti, akurat dan bertahap untuk memformulasikan gangguan yang terjadi sehingga bila dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik, kita dapat merencanakan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Maka di dalam makalah ini akan di bahas mengenai anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosa GERD pada pasien tersebut serta tatalaksana untuk penyakit GERD. Anamnesis Untuk meneggakkan diagnosis yang tepat , seorang dokter harus melakukan melakukan anamnesis. Menanyakan riwayat penyakit di

description

for free

Transcript of Makalah Blok 16 Gerd

Gastroesofageal Reflux Disease Tria Puspa NingrumUniversitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11470Email : [email protected] Gastroesofageal reflux disease (GERD) adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esophagus, yang mengakibatkan berbagai gejala seperti nyeri ulu hati (heartburn), regurgitasi dan nausea. dengan keterlibatan esophagus, faring, laring, dan saluran nafas. Dalam kasus ini pasien memiliki riwayat kebiasaan meminum soft drink dan jamu setiap 2 hari sekali. Keluhan pada pasien gastrointestinal (GI) dapat berkaitan dengan gangguan lokal/intra lumen saluran cerna. Diperlukan anamnesis yang teliti, akurat dan bertahap untuk memformulasikan gangguan yang terjadi sehingga bila dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik, kita dapat merencanakan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Maka di dalam makalah ini akan di bahas mengenai anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosa GERD pada pasien tersebut serta tatalaksana untuk penyakit GERD.

Anamnesis Untuk meneggakkan diagnosis yang tepat , seorang dokter harus melakukan melakukan anamnesis. Menanyakan riwayat penyakit di sebut anamnesa. Anamnesa berarti tahu lagi atau kenangan. Jadi anamnesa merupakan suatu percakapan antara penderita dan dokter, peminta bantuan dan pemberi bantuan. Tujuan anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan yang berkaitan dengan penyakitnya dan yang menjadi dasar penentuan diagnosis. Mencatat (merekam) riwayat penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian perkembangan gejala serta keluhan, sangatlah penting. Perjalanan penyakit hampir selalu khas untuk penyakit bersangkutan. anamnesis juga merupakan wawancara yang seksama terhadap pasien atau keluarga dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatagi dokter. Perpaduan keahlian mewawancararai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala (simptom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menitikan diagnosis kemungkinan sehingga membantu dalam menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya.1,2Keluhan Utama Keluhan utama adalah keluhan yang di rasakan orang sakit dan membuat orang sakit tersebut datang meminta bantuan oleh dokter. Pada kasus ini keluhan utamanya adalah bila makan cepat kenyang, begah, dan rasa terbakar di daerah dada ( heart burn) kadang disertai kembung bila makan agak banyak. Keluhan seperti ini sudah dirasakan kira-kira 4 bulan.1,2Riwayat Penyakit Sekarang merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Berdasarkan skenario kasus dalam melakukan anamnesis, pertama perlu di tanyakan1. Waktu dan lamanya keluhan berlangsung, pada kasus ini keluhan sudah berlangsung kira-kira 4 bulan yang lalu.2. Sifat dan berat serangan 3. Lokaisasi dan penyebaranya, menetap,menjalar, atau berpindah-pindah,4. Hubungan nya dengan waktu, dan aktivitas5. Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali,6. Faktor resiko dan pencatus serangan, termasuk faktor yang memperberat atau meringankan keluhan,7. Riwayat perjalanan ke daerah endemis untuk penyakit tertentu,8. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah tejadi komplikasi atau gejala sisa.1,2Riwayat Penyakit Dahuluuntuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan penyakit yang pernah ia derita dengan penyakitnya sekarang. Riwayat obstetri harus ditanyakan pada setiap pasien wanita. Tanyakan mengenai menstruasinya, kapan manrche, apakah menstruasi teratur atau tidak, apakah disertai rasa nyeri atau tidak, dan riwayat kehamilan, persalinan dan keguguran. Anamnesis susunan sistem bertujuan mengumpulakan data posistif dan negatif yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan alat tubuh yang sakit. Ditanyakan pada pasien apakah pasien memiliki penyakit menahun, jika ada ini bisa saja berhubungan dengan penyakit sekarang.1,2

Riwayat Penyakit KeluargaDengan menanyakan penyusunan silsilah keluarga pasien, maka perihal hereditas dapat ditentukan. Adakah riwayat penyakit autoimun dalam keluarga,bagaimana pengaruh penyakit pada pekerjaan, keluarga, pasangan, dan anak jika ada.1,2Riwayat PribadiRiwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari seperti masaah keuangan, pekerjaan dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang harus ditanyakan kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan termasuk obat-obatan terlarang. Pasien yang sering melakukan perjalanan juga harus ditanyakan tujuan perjalannan yang telah ia lakukan untuk mencari kemungkinan tertular penyakit infeksi tertentu di tempat tujuan perjalanannya. Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksual juga harus di tanyakan. Yang tidak kalah penting adalah menanyakan tentang lingkungan tempat tinggal, termasuk keadaan rumah, sanitasi, sumber air minum, ventilasi, tempat pembuangan sampah dan sebagainya.dalam kasus ini pasien mengakui mempunyai kebiasaan meminum soft drink dan jamu setiap dua hari.1,2 Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan abdomen pada pasien. Pertama melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital seperti frekuensi nadi, nafas, tekanan darah dan suhu. Setelah itu, pemeriksaan fisik di diteruskan dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Untuk memudahkan pemeriksaan, abdomen sering kali dibagi menjadi beberapa bagian dengan suatu garis imaginer. Ada dua sistem yaitu dengan empat bagian kuadran yang meliputi bagian kuadran kanan atas, kuadran kanan bawah, kuadran kiri atas dan kuadran kiri bawah, sedangkan sistem lain dengan membagi abdomen menjadi sembilan bagian yang meliputi hipokondrium kanan, lumbar kanan, iliaca kanan, epigastrika, umbilikal, hipogastrika, hipokondrium kiri, lumbar kiri dan ilaca kiri.2,3Inspeksi Pada pemeriksaan ini pasien di persilahkan berbaring. Dilihat bentuk Keadaan kulit, warnanya, Besar dan bentuk abdomen apakah rata, menonjol, atau scaphoid (cekung), Simetrisitas yaitu perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali, splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis), adakah pembesaran organ atau tumor dan dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau tumor apa, gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour) serta pulsasi, ini biasa terjadi karena pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.3PalpasiPalpasi dilakukan untuk melihat ada ketegangan otot, nyeri tekan lepas atau tidak. Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar tiga jari yaitu jari ke 2,3 dan 4 tangan. Saat palpasi dilakukan, perlu ditanyakan pada pasien adakah rasa nyeri saat ditekan. Palpasi ini berguna untuk mengidentifikasi bagian mana yang dirasakan nyeri pada pasien. Untuk GERD, pasien selalunya mengalami rasa nyeri di bagian epigastrik yaitu dengan keluhan nyeri ulu hati. Palpasi dalam dapat dilakukan untuk menemukan ada massa abdominal dengan meraba secara acak pada ke empat kuadran dengan 4 jari (2-4).3PerkusiPemeriksaan perkusi dapat membantu untuk memeriksa adanya udara yang berlebihan di dalam rongga abdomen dan untuk mengidentifikasi adanya massa yang solid atau cair. Perkusi dilakukan sebagai orientasi pada keempat kuadran abdomen dominan suara timpani (ada feses/ cairan redup), di kandung kemih (timpani/redup). Perkusi dilakukan pada dada bagian bawah antara paru dan arkus costa (suara redup dikanan karena ada hepar, suara timpani di kiri karena adanya fleksura splenikus kolon), jika keduanya redup asites (ditandai). Normalnya suara hepar adalah pekak karena adanya tekanan intrabdominal yang hampir negatif yang mengakibatkan organ menempel pada perioteneum, sehingga bila ada udara pekaknya menghilang.3AuskultasiPemeriksaan auskultasi memberikan gambaran penting mengenai motilitas usus dan dapat didengarkan suara usus dan vaskuler. Pemeriksaan dilakukan dengan diafragma stetoskop. Dibagian umbilikus, didengarkan bising usus dan di epigastrium terdengar suara aorta sekiranya mengalami gangguan pada aneurisma aorta, pada arteri inguinal tidak ada bising. Bising usus bisa disertai bising tambahan yakni borborygmi, suatu gurgles panjang, suatu yang khas untuk suara lambung (stomach growling) karena bunyi suara usus disebar meluas melalui dinding abdomen.3

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan endoskopiPemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan pemeriksaan yang sering di lakukan untuk mendiagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis refluks). Dengan endoskopi, dapat dinilai perubahan makroskopik dari mukosa esofagus, serta dapat menyingkirkan kelainan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break pada endoskopi pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut sebagai Non-erosive Reflux Disease (NERD).4-6Klasifikasi Los Angeles untuk diagnosis dan grading dari esofagitis refluks pertama kali didiskusikan pada World Congress of Gastroenterology tahun 1994, kemudian dipublikasikan pada tahun1999. Sampai sekarang, klasifikasi Los Angeles ini adalah klasifikasi yang paling banyak digunakan oleh para endoskopis dibandingkan dengan klasifikasi lainnya yang terlebih dulu ada (Savary-Miller, Hetzel/Dent system, MUSE).5Tabel 1. Klasifikasi Los Angeles.4Derajat kerusakanGambaran endoskopi

AErosi kecil-kecil pada mukosa esophagus dengan diameter < 5 mm

BErosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa saling berhubungan

CLesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen

DLesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi seluruh lumen esophagus)

Untuk pemeriksaan endoskopi saluran pencernaan bagian atas, terdapat beberapa jenis yaitu, esofagogastroduodenoskopi, jejunoskopi, enteroskopi dan kapsul endoskopi. Pada kasus dyspepsia, pemeriksaan endoskopi yang digunakan adalah Esofagogastroduodenoskopi. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila dyspepsia tersebut disertai oleh keadaan yang disebut symptomps yaitu adanya penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia diatas 45 tahun. Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organic, terutama keganasan, sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Teknik pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi dengan akurat adana kelainan structural/organic intra lumen saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak/ulkus, tumor, dll. Pemeriksaan dengan endoskopi juga dapat memiliki fungsi lain yaitu biopsy/ pengambilan contoh jaringan yang dicurigai untuk didapatkan gambaran histopatplogiknya atau mengidentifikasi adanya bakteri seperti Helicobacter pylori.4-7Pemantauan pH 24 jam (Esophageal Acid Testing)Sampai saat ini pemantauan pH merupakan standar baku untuk mendiagnosis refluks gastroesofagus dan untuk menentukan hubungan episode refluks dengan gejala klinis. Dalam keadaan normal pH esophagus antara 6 sampai 7, dengan ditemukannya penurunan pH di bawah 4 pada jarak 5 cm diatas lower esofageal sphincter (LES) merupakan petanda terjadinya episode refluks. Pemantauan pH esophagus yang paling baik dengan hasil yang dapat dipercaya adalah selama 24 jam. Untuk tes ini, tabung kecil (kateter/mikroelektroda) melewati hidung dan diposisikan di esofagus. Di ujung kateter terdapat sensor yang mendeteksi asam. Ujung kateter yang satu lagi akan keluar dari hidung dan diletakkan ke perekam (recorder). Setiap kali asam refluks ke esofagus dari perut, sensor akan dirangsang dan perekam mencatat episode refluks ini. Setelah 20 hingga 24 jam waktu, kateter dikeluarkan dan catatan refluks dari perekam dianalisis. Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esophagus.8 Pemeriksaan RadiologiPemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau tumor. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat pada kelainan yang bersifat penyempitan dan obstruktif yang tidak dapat dilewati oleh skop endoskopi. Pada pemeriksaan radiologi untuk saluran cerna bagian atas, digunakan barium sulfat yang merupakan medium kontras yang dapat dilihat oleh sinar X-rays . Pasien harus menelan barium (materi kontras) dan X-rays of esophagus kemudian diambil. Masalah dengan esophagram adalah pemeriksaan ini kurang sensitif untuk mendiagnosa GERD. Oleh sebab itu, tanda-tanda GERD gagal ditemukan pada banyak pasien yang GERD karena pasien memiliki sedikit atau tidak ada kerusakan lapisan esofagus. X-rays hanya mampu menunjukkan komplikasi jarang dari GERD, misalnya ulkus dan penyempitan. X-rays telah kurang digunakan sebagai sarana untuk mendiagnosa GERD.6

Diagnosis kerjaDari anamnesis yag di lakukan dan keluhann yang di derita pasien bisa disimpulkan bahwa diagnosa pasien tersebut adalah Gastro-oesophageal reflux disease ( GERD ). GERD adalah salah satu kelainan yang sering dihadapi di lapangan dalam bidang gastrointestinal. Penyakit ini berdampak buruk pada kualitas hidup penderita dan sering dihubungkan dengan morbiditas yang bermakna. Berdasarkan Konsensus Montreal tahun 2006 (the Montreal definition and classification of gastroesophageal reflux disease : a global evidence-based consensus), penyakit GERD didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra-esofagus dan/atau komplikasi .Komplikasi yang berat yang dapat timbul adalah Barrets esophagus, striktur, adenokarsinoma di kardia dan esofagus.4,9

Diagnosis BandingNon Erosive Reflux Disease (NERD)Non Erosive Reflux Disease (NERD) adalah gangguan yang berbeda dari penyakit Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). Hal ini didefinisikan sebagai sub kategori dari GERD yang ditandai dengan gejala refluks terkait tanpa adanya erosi mukosa esophagus, peradangan mikroskopis, hipersensitivitas viseral (stres dan tidur), dan kontraksi esofagus berkelanjutan. Gejala pada pasien NERD adalah heartburn dan regurgitasi. Heartburn umumnya digunakan untuk menunjukkan rasa terbakar di substernal. Heartburn diperburuk oleh produk makanan tertentu, posisi membungkuk, posisi terlentang saat tidur, dan lain sebagainya. Regurgitasi juga dapat mempengaruhi pasien dengan NERD dan dapat menyebabkan rasa pahit atau asam di mulut. 6Dispepsia FungsionalKriteria diagnostic untuk dyspepsia fungsional yaitu setidaknya selama 3 bulan mulainya paling tidak sudah 6 bulan, dengan satu atau lebih seperti nyeri epigastric (epigastric pain), cepat kenyang (early satiation), rasa penuh (postprandial fullness) dan rasa terbakar di epigastrium (epigastrium burn) serta tidak di temukan kelainan structural-biokimiawi, termasuk setelah dilakukan esofagogastroduodenoskopi. Klasifikasi dyspepsia fungsional yang lebih banyak digunakan saat ini ada tiga yaitu, bila nyeri ulu hati yang dominan dan disertai nyeri pada malam hari maka dikategorikan sebagai dispepsia tipe ulkus, yang kedua bila kembung, mual, muntah, rasa penuh dan cepat kenyang lebih dominan maka dikategorikan sebagai dispepsia tipe dismotilitas.dan yang ketiga bila tidak ada keluhan yang dominan, maka dikategorikan sebagai dispepsia non spesifik. Klasifikasi lain dari dispepsia fungsional adalah pembagian menurut Rome III, yaitu diklasifikasikan dalam 2 subgrup yaitu dispepsia yang berhubungan dengan makan, disebut Postprandial Distress Syndrome (PDS), dimana simptom utama adalah rasa penuh dan cepat kenyang dan dispepsia yang tidak berhubungan dengan makan, disebut Epigastric Pain Syndrome (EPS), dimana simptom utama adalah nyeri epigastrium dan rasa terbakar di epigastrium.10

Etiologi Penyakit gastroesofageal refluks bersifat multifaktorial. Hal ini dapat terjadi oleh karena perubahan yang sifatnya sementara ataupun permanen pada barrier diantara esophagus dan lambung. Selain itu juga, dapat disebabkan oleh karena sfingter esophagus bagian bawah yang inkompeten, relaksasi dari sfingter esophagus bagian bawah yang bersifat sementara, terganggunya ekspulsi dari refluks lambung dari esophagus, ataupun hernia hiatus. Asam lambung merupakan salah satu faktor utama etiologi penyakit refluks esofageal, kontak asam lambung yang lama dapat mengakibatkan kematian sel, nekrosis, dan kerusakan mukosa esofagus pada pasien GERD.11

Epidemiologi Sudah sejak lama prevalensi GERD di Asia dilaporkan lebih rendah dibandingkan dengan di negara-negara Barat. Namun, banyak penelitian pada populasi umum yang baru-baru ini dipublikasikan menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi GERD di Asia. Prevalensi di Asia Timur 5,2 %-8,5 % (tahun 2005-2010), sementara sebelum 2005 2,5%-4,8%; Asia Tengah dan Asia Selatan 6,3%-18,3%, Asia Barat yang diwakili Turki menempati posisi puncak di seluruh Asia dengan 20%. Asia Tenggara juga mengalami fenomena yang sama; di Singapura prevalensinya adalah 10,5%, di Malaysia insiden GERD meningkat dari 2,7% (1991-1992) menjadi 9% (2000-2001), sementara belum ada data epidemiologi di Indonesia. Di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI-RSUPN Cipto Mangunkusumo didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8 % dari semua pasien yang menjalani endoskopi atas dasar dispepsia.4,12,13

PatofisiologiEsofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang dihasilkan oleh LES. Aliran balik dari gaster ke esofagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah yaitu kurang dari 3mmHg. GERD ini terjadi melalui 3 mekanisme; refluks spontan pada relaksasi adekuat, aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan dan meningkatnya tekanan intra abdomen. Tonus LES sangat berperan karena dengan menurunnya tonus LES dapat menimbulkan refluks retrogard pada saat terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen. Sebagian besar pasien GERD mempunyai tonus LES normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah hiatus hernia, panjang LES yang pendek, obat-obatan seperti antikolinergik, beta adrenergik, theofilin, opiat dan lain-lain dan faktor hormonal seperti selama kehamilan dengan meningkatnya kadar progesteron.4Pada kasus-kasus GERD normal, dapat digunakan pemeriksaan manometri dan ditemukantransient LES relaxation, yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan dan berlangsung lebih kurang 4 detik tanpa didahului proses menelan. Hal ini mungkin ada hubungannya dengan pengosongan lambung lambat (delayed gastric emptying) dan dilatasi lambung. Hiatus hernia dikatakan berkaitan dengan GERD karena kebanyakan pemeriksaan endoskopi pada pasien GERD ditemukan hiatus hernia. Hiatus hernia ini dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam dari esofagus serta menurunkan tonus LES lambung. Selain itu, mungkin juga terdapat kelainan pada mekanisme bersihan asam dari lumen esofagus. Gravitasi, peristaltik, ekskresi air liur dan bikarbonat amat berperan dalam mekanisme ini. Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke gaster dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esofagus. Mekanisme ini penting karena makin lama kontak antara bahan refluksat dengan esofagus (waktu transit esofagus) makin besar terjadinya esofagitis. Pada sebagian besar pasien GERD memiliki waktu transit esofagus normal sehingga kelainan yang timbul disebabkan peristaltik esofagus yang minimal. Refluks pada malam lebih besar berpotensi menimbulkan kerusakan esofagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esofagus tidak aktif.4Di samping itu, ketahanan epitelial esofagus amat penting karena esofagus tidak memiliki lapisan mukus yang melindungi mukosa esofagus. Mekanisme pertahanan esofagus terdiri dari membran sel, batas intraselular yang membatasi difusi H+ke jaringan esofagus, aliran darah esofagus yang mensuplai nutrien, oksigen dan bikarbonat, serta mengeluarkan ion H+dan CO2dan sel-sel esofagus mempunyai kemampuan untuk mentransport ion H+dan Cl-intraseluler dengan Na+dan bikarbonat ektraselular. Nikotin dapat menghambat transport ion Na+melalui epitel esofagus, sedankan alkohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H. Faktor ofensif (daya rusak refluksat akan bertambah dengan kehadiran HCl, pepsin, garam empedu dan enzim pankreas. Pada pH