Kel. 16 Makalah Craniotomy

49
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal penting pada diri manusia, dimana setiap orang pasti menginginkan hidupnya sehat daripada sakit. Kraniotomi adalah operasi pembukaan tulang tengkorak. Pada pasien hidrosepalus, tumor otak, cedera kepala, dan berbagai penyakit yang mengenai bagian dalam tengkorak sangat membutuhkan tindakan ini tapi tindakan ini masih jarang dipilih masyarakat karena dampak yang ditimbulkannya. Kecemasan sebelum operasi merupakan hal yang lumrah karena dalam operasi ini tulang tengkorak akan dibuka dan umumnya masyarakat awam membayangkan hal ini merupakan hal yang sangat mengerikan. Dalam makalah ini akan memperjelas tentang kraniotomi sehingga dapat meluruskan pandangan yang salah tentang kraniotomi selama ini. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari craniotomy ? 2. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari otak ? 3. Bagaimana etiologi dari craniotomy ? 4. Apa saja klasifikasi dari craniotomy ? 1

Transcript of Kel. 16 Makalah Craniotomy

Page 1: Kel. 16 Makalah Craniotomy

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal penting pada diri manusia, dimana setiap

orang pasti menginginkan hidupnya sehat daripada sakit.

Kraniotomi adalah operasi pembukaan tulang tengkorak. Pada

pasien hidrosepalus, tumor otak, cedera kepala, dan berbagai penyakit

yang mengenai bagian dalam tengkorak sangat membutuhkan tindakan ini

tapi tindakan ini masih jarang dipilih masyarakat karena dampak yang

ditimbulkannya.

Kecemasan sebelum operasi merupakan hal yang lumrah karena

dalam operasi ini tulang tengkorak akan dibuka dan umumnya masyarakat

awam membayangkan hal ini merupakan hal yang sangat mengerikan.

Dalam makalah ini akan memperjelas tentang kraniotomi sehingga dapat

meluruskan pandangan yang salah tentang kraniotomi selama ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari craniotomy ?

2. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari otak ?

3. Bagaimana etiologi dari craniotomy ?

4. Apa saja klasifikasi dari craniotomy ?

5. Bagaimana patofisiologi dari craniotomy ?

6. Apa saja manifestasi dari craniotomy ?

7. Apa saja komplikasi yang bisa terjadi pada craniotomy ?

8. Bagaiamana pemeriksaan diagnostik dari craniotomy ?

9. Bagaimana penatalaksanaan medis dari craniotomy ?

10. Bagaimana dampak kraniotomy bagi tubuh yang lain ?

11. Bagaimana indikasi dari kraniotomy ?

1

Page 2: Kel. 16 Makalah Craniotomy

1.3 Tujuan

1. Agar pembaca mengetahui definisi dari craniotomy.

2. Mengetahui dan memahami klasifikasi serta patofisiologi dari

craniotomy.

3. Mengetahui komplikasi, pemeriksaan diagnostic, serta penatalaksanaan

medis dari craniotomy.

2

Page 3: Kel. 16 Makalah Craniotomy

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Cedera kepala adalah benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa

kehilangan kesadaran. ( Susan M, Tucker, Dkk. 1998).

Cedera kepala adalah gangguan traumatic yang menyebabkan gangguan

fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan intertial dan tidak mengganggu

jaringan (kontinuitas jaringan otak baik). (Brunner dan Suddart. 2000).

Epidural hematoma adalah perdarahan dalam ruang epidural diantara tulang

tengkorak dan duramater, biasanya : melibatkan fraktur temporoparietal yang

mengakibatkan laserasi arteri meningeal medialis. (Susan M, Tucker, Dkk. 1998).

Craniotomy adalah perbaikan pembedahan, reseksi atau pengangkatan

pertumbuhan atau abnormalitas di dalam kranium, terdiri atas pengangkatan dan

penggantian tulang tengkorak untuk memberikan pencapaian pada struktur

intracranial. (Susan M, Tucker, Dkk. 1998).

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat

computer dari semua alat tubuh, jaringan otak dibungkus oleh selaput otak dan

tulang tengkorak yang kuat dan terletak dalam cavum cranii. Otak terdiri dari tiga

selaput otak (meningen).

Otak terdiri dari tiga selaput otak (meningiens) :

a. Duramater (lapisan sebelah luar). Selaput keras pembungkus otak yang

berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.

b. Arakhnoida (lapisan tengah).Selaput tipis yang memisahkan duramater

dengan piamater membentuk sebuah balon berisi cairan otak yang

meliputi seluruh sistem syaraf sentral.

3

Page 4: Kel. 16 Makalah Craniotomy

c. Piamater (lapisan dalam). Selaput tipis yang terdapat pada permukaan

jaringan otak, piamater berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-

struktur jaringan ikat disebut tuberkel.

Bagian-bagian Otak :

a. Serebrum (otak besar). Merupakan bagian terluas dan terbesar dari otak,

berbentuk telur mengisi peuh depan ats rongga pada otak besar ditemukan

lobus-lobus yaitu :

1) Lobus Frontalis adalah bagian depan dari serebrum yang terletak di depan

sulkus sentralis. Lobus Frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan

keahlian motorik ( misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali

sepatu) lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan.

2) Lobus Parietalis, terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan di depan

lobus oksipitalis. Lobus paretalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari

bentuk tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum, kemampuan matematika

dan bahasa berasal dari daerah ini, juga membantu mengarhkan posisi pada ruang

sekitarnya dan mersakan posisi dari bagian tubuhnya.

3) Lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari fisura serebralis dan di depan

lobus oksipitalis. Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi

menjadi mengingatnya sebagai memori jangka panjang, juga memahami suara dan

gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan

jalur emosional.

4) Lobus Oksipitalis, yang mengisi bagian belakang dari cerebrum.

b. Batang Otak (trunkus serebri). Disensepalon ke ats berhubungan dengan

serebrum dan medula oblongata ke bawah dengan medula spinalis. Serebrum

melukat pada batang otak di bagian medula oblongata, pons varoli dan

mensesepalon.

c. Serebrum (otak kecil). Terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak

dipisahkan dengan serebrum oleh fisura transversalis dibelakang oleh pons varoli

4

Page 5: Kel. 16 Makalah Craniotomy

dan di atas medula oblongata. Oragn ini banyak menerima serabut aferent sensoris

merupakan pusat koordinasi dan intelegensi. (Hudak dan Gallo.1996)

2.3 Etiologi

Penyebabnya belum diketahui pasti, tapi dapat diperkirakan karena :

1.    Genetik

Tumor susunan saraf pusat primer nerupakan komponen besar dari beberapa

gangguan yang diturunkan sebagi kondisi autosomal, dominant termasuk sklerasis

tuberose, neurofibromatosis.

2.    Kimia dan Virus

Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus menyebabkan

terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi hubungannya dengan

tumor pada manusia masih belum jelas.

3.    Radiasi

Pada manusia susunan saraf pusat pada masa kanak-kanak menyebablkan

terbentuknya neoplasma setelah dewasa.

4.    Trauma

Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput

otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum

diketahui.

2.4 Klasifikasi

1.    Glioma

Jumlah ½ tumor otak. Tumbuh pada tiap jaringan dari otak. Infiltrasi dari

terutama ke jaringan hemisfer cerebral. Tumbuh sangat cepat, sebagian orang bias

hidup beberapa bulan sampai tahun.

2.    Meningoma

5

Page 6: Kel. 16 Makalah Craniotomy

Dari 13 % sampai 18 % merupakan tumor primer intracranial. Tumbuh dari

selaput meningeal otak. Biasanya jinak tapi bisa berubah menjadi maligna.

Biasanya berkapsul dan penyembuhan melaui bedah sangat mungkin.

Pertumbuhan kembali mungkin

3.    Tumor Pituitari

Tumor pada semua kelompok umur, tapi lebih sering pada wanita. Tumbuh dari

berbagai jenis jaringan. Pendekatan pembedahan biasanya berhasil. Kekembuhan

kembali mungkin.

4.    Neuroma (Schwannoma, neuro)

Neuroma akustik sangat sering. Tumbuh dari sel-sel Schwann di dalam meatus

auditori pada bagian vestibular saraf cranial III. Biasanya jinak bisa berubah

menjadi maligna. Akan tmbuh kembali bila tidak terangkat lengkap. Reseksi

bedah sukar karena lokasinya.

5.    Tumor Metastase

Dari 2 % sampai 20 % penderita kanker terjadi metastase ke otak Sel kanker

menjangkau otak lewat sistem sirkulasi. Reaksi bedah sangat sukar, pemgobatan

kurang berhasil. Pemulihan dibawah satu tahun atau dua tahun tidak biasa.

2.5 Patofisiologi

Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan

neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor yaitu

gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intrakranial.

Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan

infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan

neuron.

Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang

bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri

pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin

dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.

Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan

dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa

6

Page 7: Kel. 16 Makalah Craniotomy

tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga

memperberat ganggguan neurologist fokal.

Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu

bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan

perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.

Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema

yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak. Semuanya menimbulkan

kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi

sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid

menimbulkan hidrosefalus.

Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme

kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak

berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.

Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah

intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan

mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan

herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus medialis lobus temporalis

bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak.

Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan

menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan

terjadi dengan cepat.

Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat

adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan

gangguan pernafasan.

2.6 Manifestasi Klinis

1. Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari

CSF).

Sakit kepala

Nausea atau muntah proyektil

Pusing

7

Page 8: Kel. 16 Makalah Craniotomy

Perubahan mental

Kejang

2. Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang

spesifik dari otak) :

1. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus,

diplopia, kebutaan,  tanda-tanda  papil edema.

2. Perubahan bicara, msalnya: aphasia

3. Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi

sensorik.

4. Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan

paralisis.

5. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia

urin, dan konstipasi.

6. Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.

7. Perubahan dalam seksual

2.7 Komplikasi

1. Edema cerebral.

2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral.

3. Hypovolemik syok.

4. Hydrocephalus.

5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus).

6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 – 14 hari setelah operasi.

Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding

pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati,

dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi,

ambulatif dini.

7. Infeksi.

Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme yang

paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme;

8

Page 9: Kel. 16 Makalah Craniotomy

gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari

infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan

memperhatikan aseptik dan antiseptik.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik

a. CT-Scan (Ceputeraise Tomografi Scanning). Untuk mengindentifikasi

luasnya lesi, perdarahan, determinasi ventikuler dan perubahan

jaringan otak.

b. MRI (Magnetik Resonan Imaging). Digunakan untuk mengidentifikasi

luas dan letak cedera.

c. Cerebral Angiography. Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti

perubahan jaringan otak sekunder menjadi oedema, trauma dan

perdarahan.

d. EEG (Elektro Ensefalo Graphy). Untuk melihat perkembangan

gelombang yang patologis.

e. X-Ray. Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan

stuktur garis

(perdarahan/oedema).

f. BAER (Brain Evoked Respone). Mengoreksi batas fungsi kortek dan

otak kecil.

g. PET (Positron Emission Tomography). Mendeteksi perubahan aktifitas

metabolisme otak.

h. Lumbal Pungsi. Dapat dikatakan jika diduga terjadi perdarahan

subarachnoid.

i. Kadar elektrolit. Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai

akibat

peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial).

j. Screen Toxicologi. Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga

menyebabkan penurunan kesadaran.

k. GDA (Gas Darah Analisa). Untuk mengetahui adanya masalah

ventilasi atau oksigen yang dapat meningkatkan TIK (Tekanan Intra

Kranial).

9

Page 10: Kel. 16 Makalah Craniotomy

l. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography). Untuk

mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak.

m. Mielografi. Untuk mengganbarkan ruang sub arachnoid sepinal dan

menunjukkan adanya penyimpangan medulla spinalis.

n. Ekoensephalografi. Untuk menentukan posisi stuktur otak dibagian

garis tengah dan jarak dari garis tengah ke dinding ventikuler atau

dinding ventikuler ke – 3.

o. EMG (Elektromiografi). Digunakan untuk menentukan ada tidaknya

gangguan neuromuskuler dan miopatis. (Doengoes Marillyn.2000)

2.9 Penatalaksanaan Medis

1.      Pembedahan dengan craniotomy

2.      Radiotherapi

Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula

merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping : kerusakan kulit di sekitarnya,

kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis, radang

tenggorkan.

3.      Kemoterapi

Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar dalam aliran darah.

Efek samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan membuat,

mudah terserang penyakit.

4.      Manipulasi hormonal.

Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah bermetastase.

5.      Psikologi

Tujuan penatalaksanaan unit gawat darurat pada injury kepala pasien yang post-

operative adalah sama sepeti pre-operativ, yakni: optimisasi physiologic. Prinsip

kontrol tekanan intracranial dan optimisasi perfusi tekanan cerebral seperti halnya

pemeliharaan oxygenation yang cukup dari perfusi darah :

a.       Ventilasi

Hyperventilation bukanlah suatu therapy yang tidak berbahaya ( disebabkan

alkalosis, hypokalemia, vasoconstricsi dengan ischemia) dan bagaimanapun

secara relatif tidak efektif dalam pengerutan pembuluh darah cerebral setelah

10

Page 11: Kel. 16 Makalah Craniotomy

beberapa jam. Normocapnia harus dirawat sedapat mungkin. Drainase CSF dari

suatu kateter/pipa ventricular dalam saluran tubuh lebih disukai untuk

mereduksi/mengurangi ICP ( dan optimisasi pada tekanan perfusion cerebral)

untuk metabolically deranging therapies seperti hyperventilation dan diuresis.

b.      Fluids/cairan

Walaupun penggantian cairan bukan sebagian besar diantaranya intracranial

sebagai intra-abdominal atau perawatan intrathoracic post operasi trauma kepala

penatalaksanaan cairan adalah komplikasi perawatan pada kontrol hipertensi

intracranial seperti diuresis dan hyperventilation kedua-duanya yang mana

cenderung menyebabkan berkurangnya volume dan metabolisme alkalosis.

Solusinya Isotonik IV harus digunakan dalam semua kasus. Jumlah volume Darah

yang bagus tidak hanya meningkatkan kapasitas oksigen tetapi juga menyebabkan

unsur selularnya tidak pecah ( seperti albumin) ke dalam molekul lebih kecil yang

berdifusi ke membran alveolar dalam paru-paru dan dari intravascular ke ruang

extravascular yang membawa cairan pada paru-paru dan edema cerebral.

Pasien dengan berbagai trauma, laserasi kulit kepala, perdarahan subdural, dan

injury sering kehilangan sejumlah darah dalam jumblah yang besar pada saat itu

mereka tiba di ruang op di ICU. Transfusi diberikan kepada pasien dengan

hematocrit yang rendah pada level kritis (pada umumnya di bawah 25%)

terutama ketika disertai dengan hypotension, tachycardia, dan berkurangnya urin

output.

c.       Nutrisi

Dukungan nuitrisi harus segera setelah trauma kepala craniotomy ketika pasien

bowel sounds. Pemberian makanan Enteral itu baik tidak hanya untuk mencegah

perdarahan tetapi juga nutrisi diatur melalui rute ini jadi lebih siap diserap dan

metabolisme tanpa resiko dari hepatitis, sepsis, dan komplikasi lain yang

berhubungan dengan total parenteral nutrition ( TPN)., seandainya bowel

berbunyi adalah suatu pngembalian lambat, TPN yang pertama dapat dimulai

dalam duapuluh empat jam setelah suatu operasi trauma kepala.

11

Page 12: Kel. 16 Makalah Craniotomy

2.9 Dampak Post Cranial Terhadap Tubuh yang lain

a. Sistem Kardiovaskuler

Craniotomy bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup

aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,

dimana penurunan tekanan vaskuler pembuluh darah arteriol berkontraksi.

Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan

kontraktilitas ventrikel.

Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung dan

meningkatkan atrium kiri, sehingga tubuh akan berkompensasi dengan

meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan

atrium kiri adalah terjadinya edema paru.

b.      Sistem Pernafasan

Adanya edema paru dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru

menyebabkan hiperapneu dan bronkho kontriksi. Konsentrasi oksigen dan

karbondioksida dalam darah arteri mempengaruhi aliran darah. Bila

tekanan oksigen rendah, aliran darah bertambah karena terjadi

vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan karbondioksida akan

menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan penurunan CBF

(Cerebral Blood Fluid).

Bila tekanan karbondioksida bertambah akibat gangguan sistem

pernafasan akan menyebabkan asidosis dan vasodilatasi. Hal tersebut

menyebabkan penambahan CBF yang kemudian terjadi peningkatan

tingginya TIK.Tingginya TIK dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan

penekanan batang otak atau medula oblongata. Akibat penekanan pada

medulla oblongata menyebabkan pernafasan ataksia (kurangnya

koordinasi dalam gerakan bernafas).

c.       Sistem Eliminasi

Pada pasien dengan post craniotomy terjadi perubahan metabolisme

yaitu kecenderungan retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah

nitrogen. Setelah tiga sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai

berkurang dan dapat timbul hiponatremia.

12

Page 13: Kel. 16 Makalah Craniotomy

d.      Sistem Pencernaan

Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk mengeluarkan steroid

adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani edema

serebral, namun pengaruhnya terhadap lambung adalah terjadinya

peningkatan ekskresi asam lambung yang menyebabkan hiperasiditas.

Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena adanya peningkatan

pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi

produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani, akan

menyebabkan perdarah lambung.

e.       Sistem Muskuloskeletal

Akibat dari post craniotomy dapat mempengaruhi gerakan tubuh.

Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada

area motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai control volunter

terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan

kehidupan sehari – hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas atau

kontraktur.

Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2

kelompok neuron yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama muncul

pada bagian posterior lobus frontalis yang disebut girus presentral atau

“strip motorik “. Di sini kedua bagian saraf itu bersinaps dengan kelompok

neuron-neuron motorik bawah yang berjalan dari batang otak atau medulla

spinalis atau otot-otot tertentu. Masing-masing dari kelompok neuron ini

mentransmisikan informasi tertentu pada gerakan. Sehingga, pasien akan

menunjukan gejala khusus jika ada salah satu dari jaras neuron ini cidera.

Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang

otak, terdapat kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter.

Terdapat gangguan tonus otot dan penampilan postur abnormal, yang pada

saatnya dapat membuat komplikasi seperti peningkatan saptisitas dan

kontraktur.

13

Page 14: Kel. 16 Makalah Craniotomy

2.11 Indikasi Kraniotomy

Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai

berikut :

a.       Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.

b.      Mengurangi tekanan intrakranial.

c.       Mengevakuasi bekuan darah .

d.      Mengontrol bekuan darah,

e.       Pembenahan organ-organ intrakranial,

f.       Tumor otak,

g.      Perdarahan (hemorrage),

h.      Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)

i.        Peradangan dalam otak

j.        Trauma pada tengkorak.

14

Page 15: Kel. 16 Makalah Craniotomy

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 PENGKAJIAN

1.      Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematika dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status status kesehatan klien

(Nursalam, 2001 : 17).

Tahap proses keperawatan dimulai dengan pengkajian, menentukan

diagnosa, membuat perencanaan, melakukan tindakan atau implementasi dan

evaluasi.

a.     Pengumpulan Data

1).    Identitas Klien

Dikaji tentang identitas klien yang meliputi nama, umur, jenis kelamin,

agama, suku bangsa, pendidikan terakhir, status perkawinan, alamat, diagnosa

medis, nomor medrek, tanggal masuk Rumah Sakit dan tanggal pengkajian.

Juga identitas penanggung jawab klien yang meliputi : nama, umur, jenis

kelamin, agama, pendidikan terakhir dan hubungan dengan klien.

2).    Riwayat Kesehatan

a).    Alasan Masuk

Merupakan alasan yang mendasari klien dibawa ke Rumah Sakit

atau kronologis yang menggambarkan perilaku klien dalam mencari

pertolongan.

b).    Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan

pengkajian, nyeri biasanya menjadi keluhan yang paling utama terutama

pada pasien post op kraniotommy (Muttaqin, 2008 : 154).

c).    Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan klien

melalui metode PQRST dalam bentuk narasi:

15

Page 16: Kel. 16 Makalah Craniotomy

P : (Provokatif/Pariatif) : Hal yang memperberat atau

memperingan, nyeri yang dirasakan biasanya bertambah

bila klien berjalan, bersin, batuk atau napas dalam.

Klien dengan post craniotomy biasanya merasakan nyeri

semakin berat saat digerakan, dan nyeri dirasakan

berkurang saat didiamkan.

Q : (Quality/Quantity) : Kualitas dari suatu keluhan atau

penyakit yang dirasakan.

Biasanya nyeri yang dirasakan klien seperti ditusuk-

tusuk.

R : (Region/Redition) : adalah daerah atau tempat dimana

keluhan dirasakan, apakah keluhan itu menyebar atau

mempengaruhi ke area lain.

Biasanya lokasi nyeri dirasakan sekitar kepala yang telah

dilakukan pembedahan.

S : (Saverity/Scale) : adalah keganasan atau intensitas (skala)

dari keluhan tersebut. Skala nyeri antara 0-5.

Nyeri yang dirasakan tergantung dari individu biasanya

diukur menggunakan skala nyeri 0-5

T : (Time) : adalah waktu dimana keluhan dirasakan pada

klien yang mengeluh nyeri tanyakan apakah nyeri

berlangsung terus menerus atau tidak.

Biasanya klien merasakan nyeri terus-menerus.

d).   Riwayat Kesehatan Masa lalu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat

hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit

jantung, anemia, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,

obat-obat adiktif dan konsumsi alkohol berlebihan (Muttaqin, 2008 : 154).

16

Page 17: Kel. 16 Makalah Craniotomy

e).    Riwayat Kesehatan keluarga

Dikaji apakah anggota generasi terdahulu ada yang menderita

hipertensi dan diabetes melitus, penyakit menular seperti tuberkulosis dan

penyakit yang sama seperti klien.

3).    Data Biologis

Data ini dapat diperoleh dari anamnesa baik dari klien atau dari

keluarga yaitu menyangkut pola kebiasaan, meliputi:

a).    Pola Nutrisi

Dikaji tentang frekuensi makan, jenis diit, porsi makan, riwayat

alergi terhadap suatu jenis makanan tertentu.

Pada klien post craniotomy biasanya terjadi penurunan nafsu

makan akibat mual dan muntah (Brunner dan Suddarth, 2008).

Dikaji tentang jumlah dan jenis minuman setiap hari. Minuman

yang harus dihindari pasien post craniotomy akibat cedera kepala yaitu

minuman beralkohol dan yang mengandung kafein karena dapat

meningkatkan derajat dehidrasi dan dapat menimbulkan rasa pusing pada

kepala.

b).    Pola Eliminasi

Dikaji frekuensi BAB, warna, bau, konsistensi feses dan keluhan

klien yang berkaitan dengan BAB. Pada klien post craniotomy pola

defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus

(Muttaqin, 2008 : 160).

Setelah pembedahan klien mungkin mengalami inkontinensia

urine, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan

ketidakmampuan mempergunakan sistem perkemihan karena kerusakan

kontrol motorik dan postural. Kadang-kadang kontrol spingter urinarius

hilang atau berkurang (Muttaqin, 2008 : 160).

c).    Pola Istirahat dan Tidur

Dikaji mengenai kebutuhan istirahat dan tidur, waktu tidur,

lamanya tidur setiap hari, apakah ada kesulitan dalam tidur. Pada klien

17

Page 18: Kel. 16 Makalah Craniotomy

post craniotomy sering terjadi pusing dan sakit kepala dan hal ini mungkin

akan mengganggu istirahat tidur klien.

d).   Pola Personal Hygiene

Dikaji mengenai frekuensi dan kebiasaan mandi, keramas, gosok gigi

dan menggunting kuku. Pada klien post craniotomy kemungkinan dalam

perawatan dirinya tersebut memerlukan bantuan baik sebagian maupun

total.

e).    Pola Aktivitas sehari-hari

Dalam aktivitas sehari-hari dikaji pada pola aktivitas sebelum sakit dan

setelah sakit.

f).     Pola Mobilisasi Fisik

Dikaji dalam kegiatan yang meliputi pekerjaan, olah raga, kegiatan

diwaktu luang dan apakah keluhan yang dirasakan mengganggu aktivitas

klien tersebut (Brunner dan Suddarth, 2001).

4).    Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamesis yang mengarah pada keluhan-keluhan

klien, pemeriksan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari

pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaikanya dilakukan secara

persistem dengan fokus pada pemeriksaan fisik pada pemeriksaan sistem

persyarafan yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan klien.

Teknik yang digunakan ada 4, yaitu inspeksi, palpasi, auskultasi, dan

perkusi.

Pada klien dengan post craniotomy akan ditemukan kelainan pada

beberapa sistem tubuh, diantaranya :

a)      Sistem pernafasan

Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi dari

perubahan jaringan serebral. Pada keadaan hasil dari pemeriksaan fisik

sistem ini akan didapatkan hasil :

1) Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak

napas, penggunaan alat bantu napas dan peningkatan frekuensi

pernapasan. Ekspansi dada : dinilai penuh atau tidak penuh dan

kesimetrisannya. Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai :

18

Page 19: Kel. 16 Makalah Craniotomy

retraksi dari otot-otot interkostal, substernal, pernapasan abdomen dan

respirasi paradoks (retraksi abdomen pada saat inspirasi). Pola napas

paradoksal dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu

menggerakkan dinding dada.

2) Pada palpasi frenitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.

3) Pada perkusi adanya suara redup sampai pekak.

4) Pada auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor,

ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan

batuk yang menurun sehingga didapatkan pada klien dengan

penurunan tingkat kesadaran.

5) Pada klien dengan post craniotomy dan sudah terjadi disfungsi pusat

pernapasan, klien biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan

biasanya klien dirawat di ruang perawatan intensif sampai kondisi

klien menjadi stabil. Pengkajian klien dengan pemasangan ventilator

secara komprehensif merupakan jalur keperawatan kritis.

Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian

pada inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan

taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi

napas tambahan.

b)      Sistem Kardiovaskuler

Pengkajian ini pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok

hipovolemik) Hasil pemeriksaan kardiovaskular klien post craniotomy

akibat cedera kepala pada beberapa keadaan dapat ditemukan tekanan

darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardia dan aritmia.

Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostatis tubuh

dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi

bradikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit

kelihatan pucat menunjukkan adanya perubahan perfusi jaringan atau

tanda-tanda awal dari syok.

c)      Sistem Persyarafan

Post craniotomy akibat cedera kepala menyebabkan berbagai defisit

neurologis terutama akibat pengaruh peningkatan tekanan intrakranial

19

Page 20: Kel. 16 Makalah Craniotomy

yang disebabkan adanya perdarahan baik bersifat hematom intraserebral,

subdural dan epidural. Pengkajian sistem persyarafan merupakan

pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada

sistem lainnya.

Pengkajian tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan

adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarapan.

Pengkajian fungsi serebral. Pengkajian ini meliputi statusmental ,

fungsi intelektual (biasanya pada beberapa keadaan klien cedera kepala

didapatkan penurunan dalam memori jangka panjang dan pendek), lobus

frontal (biasanya pada klien dengan cedera kepala kerusakan fungsi

kognitif dan efek psikologis terjadi jika trauma kepala yang

mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal, kapasitas, memori

atau kerusakan fungsi intelektual yang lebih tinggi), hemisfer (pada klien

dengan cedera kepala biasanya mempunyai kerentanan terhadap sisi

kolateral sehinga kemungkinan terjatuh ke sisi berlawanan tersebut).

Pengkajian saraf kranial yang meliputi : Saraf I (pada keadaan post

craniotomy klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman

unilateral atau bilateral), Saraf II (hematom palpebra pada klien cedera

kepala akan menurunkan lapang pandang dan menggangu fungsi saraf

optikus), Saraf III, IV dan VI (terjadinya gangguan mengangkat kelopak

mata terutama pada klien dengan trauma yang merusak rongga orbita),

Saraf V (pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis

saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerak

mengunyah), Saraf VII (persepsi pengecapan mengalami perubahan,

Saraf VIII (perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala

ringan biasanya tidak didapatkan apabila trauma yang terjadi tidak

melibatkan saraf vestibulokoklearis), Saraf IX dan X (kemampuan

menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut, Saraf XI (bila tidak

melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien cukup baik serta tidak ada

artrofi otot), saraf XII (indera pengecapan mengalami perubahan).

Pengkajian sistem motorik, pada saat inspeksi umum didapatkan

hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau

20

Page 21: Kel. 16 Makalah Craniotomy

kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda lain dari tonus otot, kekuatan

otot dan keseimbangan dan koordinasi.

Pengkajian refleks dilakukan pemeriksaan refleks profunda,

pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada

respon normal. Permeriksaan refleks patologis pada fase akut refleks sisi

yang lumpuh akan menghilang.

Pengkajian sistem sensorik kehilangan karena cedera kepala dapat

berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat dengan

kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh serta

kesulitan dalam stimulus visual, taktil dan auditorius.

d)     Sistem Perkemihan

Setelah post craniotomy klien mungkin mengalami inkontinesia urine,

dapat terlihat dari produksi urine pada urine bag atau bllader,

ketidakseimbangan mengkomunikasi kebutuhan dan ketidak mampuan

untuk menggunaan sistem perkemihan karena kerusakan kontrol motorik

dan postural.

e)      Sistem Pencernaan

Klien dengan post craniotomy didapatkan adanya keluhan kesulitan

menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Pola

defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.

f)       Sistem muskuloskeletal

Akibat dari post craniotomy dapat mempengaruhi gerakan tubuh.

Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada

area motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai control vaolunter

terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan

kehidupan sehari – hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas atau

kontraktur.

g)      Sistem Integumen

Adanya perubahan warna kulit, pucat dan sianosis pada klien

menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Warna

kemerahan pada kulit dapat menunjukkan adanya demam dan infeksi.

Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan dekubitus..

21

Page 22: Kel. 16 Makalah Craniotomy

(Muttaqin, 2008 : 155-161).

5).    Data Psikologis

Data psikologis yang perlu dikaji adalah status emosional, konsep diri,

mekanisme koping klien dan harapan serta pemahaman klien tentang

kondisi kesehatan sekarang.

Menurut Kelliat (2005 : 77), yang perlu dikaji pada aspek psikologis

yaitu konsep diri. Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran,

keyakinan dan kepercayaan yang membuat orang mengetahui tentang

dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri

terdiri dari :

a).    Citra Tubuh (Body Image)

Kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari

terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan sekarang serta perasaan

tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi. Biasanya klien dengan post

craniotomy merasa ada yang berubah pada kepalanya.

b).    Ideal Diri

Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku

berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu. Biasanya

klien dengan post craniotomy berharap cepat sembuh dan fungsi sarafnya

kembali seperti semula.

c).    Harga Diri

Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

menganalisa seberapa baik prilaku seseorang sesuai ideal diri. Biasanya klien

dengan post craniotomy mengalami penurunan harga diri.

d).   Identitas

Serangkaian pola perilaku yang dihadapkan oleh lingkungan sosial

berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial. Biasanya

klien dengan post craniotomy merasa terganggu dengan keadaannya karena

fungsinya tidak bisa berjalan dengan baik.

e).    Peran

Pengorganisasian perinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab

terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu.

22

Page 23: Kel. 16 Makalah Craniotomy

Biasanya klien dengan post craniotomy klien merasa terganggu dalam

melaksanaan tugas dan peran tersebut karena penyakitnya sekarang.

6).    Data sosial dan budaya

Perlu diamati penampilan klien secara umum, bagaimana hubungan

interpersonal klien dan keluarga, sesama klien yag dirawat dalam satu ruangan

serta tim kesehatan. Kaji kemampuan berkomunikasi dan peran klien dalam

keluarga, gaya hidup, faktor sosial serta support sistem yang ada pada klien

dengan post craniotomy.

7).    Data Spiritual

Ada beberapa hal yang perlu dikaji untuk mendapatkan data spiritual,

yaitu nilai-nilai atau norma-norma kegiatan keagamaan dan moral, serta

menyangkut masalah keyakinan dan penerimaan diri terhadap penyakit dan

keyakinan akan kesembuhan penyakitnya.

8).    Data Penunjang

Meliputi farmakoterapi dan prosedur diagnostik medik seperti

pemeriksaan darah, urine, radiologi dan cystos copy.

9).    Data Pengobatan

a).    Obat-obat Analgetik (obat anti nyeri)

b).    Obat-obat Antibiotik (anti mikrobal)

c).    Obat antiemetik (anti mual)

b.      Analisa Data

Proses analisa adalah menghubungkan data yang diperoleh dengan

konsep, teori, prinsip asuhan keperawatan yang relevan dengan kondisi

klien (Hidayat, 2004:104).

a.      Primary Survey

1)      Airway

23

Page 24: Kel. 16 Makalah Craniotomy

-       Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah dilakukan

pembedahan akibat pemberian anestesi.

-       Potency jalan nafas, à meletakan tangan di atas mulut atau hidung.

-       Auscultasi paru à keadekuatan expansi paru, kesimetrisan.

2)      Breathing

-       Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,

sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun

iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,

stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi

peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

-       Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR  < 10 X / menit à

depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal à gangguan cardiovasculair atau rata-rata

metabolisme yang meningkat.

-       Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan

diafragma, retraksi sternal à efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.

3)      Circulating:

-       Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.

Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan

parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat,

merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung

(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

-       Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.

4)      Disability : berfokus pada status neurologi

-       Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan

tanda-tanda vital.

24

Page 25: Kel. 16 Makalah Craniotomy

-       Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan,

kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.

5)      Exposure

-       Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan

b.      Secondary Survey : Pemeriksaan fisik

Pasien nampak tegang, wajah menahan  sakit, lemah. Kesadaran somnolent,

apatis,  GCS : 4-5-6,  T 120/80 mmHg, N 98 x/menit, S 374 0C, RR 20 X/menit.

1)      Abdomen.

Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati  teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak

membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.

Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan

pada gastrointestinal.

2)      Ekstremitas

Mampu mengangkat tangan dan kaki.Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan

ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.

3)      Integumen.

Kulit keriput, pucat. Turgor sedang

4)      Pemeriksaan neurologis

Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada

nervus cranialis, maka dapat terjadi :

-        Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,

pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).

25

Page 26: Kel. 16 Makalah Craniotomy

-        Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan

sebagian lapang pandang, foto fobia.

-        Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

-        Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

-        Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus

menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

-        Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah

satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

c.       Tersiery Survey

1)      Kardiovaskuler

Klien nampak lemah, kulit  dan kunjungtiva pucat dan akral hangat. Tekanan

darah 120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik. Pemeriksaan

laboratorium: HB = 9,9 gr%,  HCT= 32 dan PLT = 235.

2)      Brain

Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleks

dalam batas normal.

3)      Blader

Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc,  warna kuning

kecoklatan.

26

Page 27: Kel. 16 Makalah Craniotomy

3.2 Aplikasi NANDA, NOC, dan NIC

No. NANDA NOC NIC

1. Ganggguan rasa

nyaman nyeri

berhubungan

dengan luka

insisi.

 

Tujuan:

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

rasa nyeri dapat teratasi

atau tertangani dengan

baik.

Kriteria hasil:

Melaporkan rasa nyeri

hilang atau terkontrol.

Mengungkapkan metode

pemberian menghilang

rasa nyeri.

Mendemonstrasikan

penggunaan teknik

relaksasi dan aktivitas

hiburan sebagi

penghilang rasa nyeri.

1.Kaji nyeri, catat lokasi,

karakteristik, skala (0-10).

Selidiki dan laporkan

perubahan nyeri dengan tepat.

2.Pertahankan posisi istirahat

semi fowler.

3.Dorong ambulasi dini.

4.Berikan kantong es pada

abdomen.

5.Berikan analesik sesuai

indikasi.

2. Kerusakan

integritas kulit

berhubungan

dengan luka

insisi.

 

Tujuan:

Setelah diberikan tindakan

pasien tidak mengalami

gangguan  integritas kulit.

Kriteria hasil:

Menunjukkan

penyembuhan luka tepat

1.Kaji dan catat ukuran,

warna, keadaan luka, dan

kondisi sekitar luka.

2.lakukan kompres basah dan

sejuk atau terapi rendaman.

3.lakukan perawatan luka dan

hygiene sesudah mandi, lalu

keringkan kulit dengan hati

27

Page 28: Kel. 16 Makalah Craniotomy

waktu. pasien

menukjukkan

Pasien menunjukkan 

perilaku untuk

meningkatkan

penyembuhan dan

mencegah komplikasi.

 

hati.

4.berikan priopritas untuk

meningkatkan kenyamanan

dan kehilanan pasien.

 

3. Resiko tinggi

infeksi 

berhubungan

dengan higiene

luka yang

buruk.

 

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan pasien diharapkan

tidak mengalami infeksi.

Kriteria hasil:

Tidak menunjukkan

adanya tanda infeksi.

Tidak terjadi infeksi.

 

1.awasi tanda-tanda vital,

perhatikan demam, menggigil,

berkeringat dan perubahan

mental dan peningkatan nyeri

abdomen.

2.Lihat lika insisi dan balutan.

catat karakteristik, drainase

luka.

3.Lakukan cuci tangan yang

baik dan lakukan perawatan

luka aseptik.

4.Berikan antibiotik sesuai

indikasi.

4. Gangguan

perfusi jaringan

berhubungan

dengan

pendarahan.

 

Tujuan:

Setelah dilakukan

perawatan tidak terjadi

gangguan perfusi

jaringan.

1.Observasi ekstermitas

terhadap pembengkakan, dan

eritema.

2.Evaluasi status mental.

perhatikan terjadinya

hemaparalis, afasia, kejang,

28

Page 29: Kel. 16 Makalah Craniotomy

Kriteria hasil:

Tanda-tanda vital stabil.

Kulit klien hangat dan

kering

Nadi perifer ada dan

kuat.

Masukan atau haluaran

seimbang.

muntah dan peningkatan TD.

 

5. Kekurangan

volume cairan

berhubungan

dengan

perdarahan post

operasi.

 

Tujuan:

setelah dilakukan

tindakan keperawatan

pasien menunjukkan

keseimbangan cairan

yang adekuat.

Tanda-tanda vital stabil.

Mukosa lembab

Turgor kulit/ pengisian

kapiler baik.

Haluaran urine baik.

1.awasi intake dan out put

cairan.

2.Awasi TTV, kaji membrane

mukosa, turgor kulit,

membrane mukosa, nadi

perifer dan pengisian kapiler.

3.Awasi  pemeriksaan

laboratorium.

4.Berikan cairan IV atau

produk darah sesuai indikasi

6. Pola nafas

inefektif

berhubungan

dengan efek

anastesi.

 

Tujuan:

setelah dilakukan tindakan

perawatan pasien menunjukkan

pola nafas yang efektif.

Kriteria hasil:

volume nafas adekuat.

klien dapat

mempertahankan pola

1.Evaluasi frekuensi

pernafasan dan kedalaman.

2.Auskultasi bunyi nafas.

3.Lihat kulit dan membran

mukosa untuk melihat adanya

sianosis.

4.Berikan tambahan oksigen

29

Page 30: Kel. 16 Makalah Craniotomy

nafas normal dan efektif

dan tidak ada tanda

hipoksia.

sesuai kebutuhan.

7. Bersihan jalan

napas inefektif

berhubungan

dengan

penumpukan

secret.

 

Tujuan:

setelah dilakukan tindakan

keperawatan pasien

menunjukkan bunyi nafas yang

jelas.

Kriteria hasil:

frekuensi nafas dalam

rentang normal.

bebas dipsnea.

 

1.Awasi frekuensi, irama,

kedalaman pernafasan.

2.Auskultasi paru, perhatikan

stridordan penurunan bunyi

nafas.

3.Dorong batuk atau latihan

pernafasan.

4.Perhatikan adanya warna

pucat atau merah pada luka.

8. Perubahan pola

eliminasi urin

berhubungan

dengan efek

anastesi.

 

Tujuan:

setelah dilakukan tindakan

keperawatan pasien

menunjukkan aliran urine yang

lancar.

Kriteria hasil:

Haluaran urine adekuat.

1.Catat keluaran urine,

selidiki penurunan aliran

urine secara tiba-tiba.

2.Awasi TTV, kaji nadi

perifer, turgor kulit, pengisian

kapiler.

3.Dorong peningkatan cairan

dan pertahankan pemasukan

akurat.

9. Perubahan

nutrisi kurang

dari kebutuhan

berhubungan

dengan mual

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan pasien

menunjukkan keseimbangan

berat badan.

1.Timbang BB secara teratur.

2.Auskultasi bising usus, catat

bunyi tak ada atau hiperaktif.

3.Tambahkan diet sesuai

30

Page 31: Kel. 16 Makalah Craniotomy

muntah.

 

Kriteria hasil:

Berat badan klien tetap

seimbang.

toleransi.

31

Page 32: Kel. 16 Makalah Craniotomy

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Craniotomy adalah perbaikan pembedahan, reseksi atau pengangkatan

pertumbuhan atau abnormalitas di dalam kranium, terdiri atas pengangkatan dan

penggantian tulang tengkorak untuk memberikan pencapaian pada struktur

intracranial. Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung

kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak.

Penyebab craniotomy akibat cedera kepala antara lain : kecelakaan lalu

lintas, perkelahian, jatuh, cedera saat berolahraga dan cedera kepala terbuka atau

yang sering disebabkan oleh peluru atau pisau.

4.2 Saran

Agar pembaca memahami dari penjelasan craniotomy, mulai dari

klasifikasi, etiologi, patofiologi, manifestasi klinik, komplikasi, dampak bagi

tubuh yang lain, serta penatalaksanaan medis dari kraniotomy.

32

Page 33: Kel. 16 Makalah Craniotomy

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Pathofisiologi. Jakarta : EGC

Doenges, E Marylin. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :

EGC

Price, Sylvia A. 2005. Pathofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.

Jakarta : EGC

Carpenito, Lynda Juall RN.1999. Diagnosa dan Rencana Keperawatan Ed 3.

Jakarta : Media Aesculappius.

Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). Kapita Selekta

Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

33