makaLah 12

download makaLah 12

of 129

Transcript of makaLah 12

Skenario 1 : Demam Dengue Syok Sindrom

Skenario 1 : Demam Dengue Syok Sindrom

PEMBAHASANA. Anamnesis

Identitas

: seorang laki-laki berumur 18 tahun

Keluhan utama

: penurunan kesadaran

Riwayat penyakit sekarang: demam terus-menerus sejak 5 hari, selama demam mengeluh mual dan myalgia. 1 hari sebelum masuk rumah sakit mengalami mimisan sebanyak 1 sendok makan. Didapat kesadaran somnolen. Suhu = 35C, Tekanan Darah = 60 per palpasi. Nadinya sangat lemah dan cepat. Fremitus taktil pada paru kanan melemah dan terdengar redup saat diperkusi. Suara napas vesikular paru kanan juga melemah. Akral lembab dan dingin. Hb menunjukan = 16 g/dL, Ht = 54 %, leukosit 4000/ul, trombosit = 40.000/ul

Riwayat penyakit dahulu:-

Riiwayat keluarga:-Riwayat sosial

:-

B. HipotesaPasien menderita demam berdarah derajat 4

C. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang biasanya dilakukan atau ditemukan pada tersangka demam berdarah adalah sebagai berikut :

Pada pasien Demam Dengue hampir tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan nadi, nadi pasien mula-mula cepat kemudian menjadi normal dan melambat.1 Bradikardi (pelambatan denyut jantung, seperti ditunjukan dengan melambatnya nadi 45 % dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15 % dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.1 Trombosit umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.1 Hematrokit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematrokit 20 % dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3 demam.1 Hemoestasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.1 Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

SGOT/SGPT dapat meningkat

Ureum,kreatinin : bila didapat fungsi ginjal

Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

Golongan darah dan cross match : bila akan transfusi darah atau komponen darah.

Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG trhadap dengue

IgM, terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat samapai minggu ke 3, menghilang setelah 60-90 hari.1IgG, pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke 2

uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan, ujia ini digunakan untuk kepentingan surveilans.1 NS 1 : Antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai pada hari kedelapan . sensitivitas antigen NS1 berkisar 63% - 93,4% dengan spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standar kultur virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.1b. Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapat kan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjasi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.1 Pemeriksaan foto rotgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan ( psien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula di deteksi dengan USG.1 Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml.Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.1 Masa inkubasi dalam tubuh manusia 4-6 hari ( rentang 3-14 hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.1Gambar 1. Efusi Pleura

Gambaran Klinis Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok (DSS). Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari yang diikuti fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam , akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.1Gambar 2. Manifestasi klinik infeksi virus dengue

Demam Dengue (DD). 1Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :

Nyeri kepala.

Nyeri retro-orbital.

Mialgia/artralgia.

Ruam kulit.

Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif).

Leucopenia.

Dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

Gambar 3. Kurva Suhu Demam Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD).1Berdasarkan criteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi :

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

a. Uji bendung positif.

b. Petekie, ekimosis atau purpura.

c. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan dari tempat lain.d. Hematemesis atau melena.

Gambar 4. Kurva Suhu Demam Berdarah Dengue

Trombositopenia (jumlah trombosit 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah ditemukan kebocoran plasma pada DBD.

F. Diagnosis Banding

Pada fase awal demam, diagnosis banding yang dihubungkan dengan DBD mencakup berbagai jenis spektrum infeksi virus, bakteri dan infeksi protozoa. Penyakit seperti leptospirosis, malaria, hepatitis infeksius, cikungunya,meningokokernia, campak dan influenza juga harus ikut dipertimbangkan.1 Keberadaan trombositopenia yang jelas bersamaan dengan hemokonsentrasi membedakan DBD dengan penyakit lain.3 Pada pasien dengan perdarahan berat, bukti efusi pleura dan atau hipoproteinemia menunjukkan adanya kebocoran plasma. Angka laju endap darah normal pada penyakit DBD membantu untuk membedakan penyakit tersebut dari infeksi bakteri dan syok septik.3Tabel 2. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

DD/DBDDerajatGejalaLaboratorium

DDDemam disertai 2 atau lebih tanda:LeukopeniaSerologi Dengue

sakit kepala, nyeri retro-orbital,Trombositopenia, tidak ditemukanPositif

mialgia, artralgiabukti kebocoran plasma

DBDIGejala di atas ditambah uji bendungTrombositopenia ( 60%.

Prognosis dibagi menjadi 2 macam yaitu prognosis yang paling baik dihubungkan dengan masa inkubasi yang lama, tanpa demam, dan dengan penyakit yang terlokalisasi. Prognosis yang buruk dihubungkan antara jejas dan mulainya trimus seminggu atau kurang, dan tiga hari atau kurang antara trimus dengan spasme tetanus menyeluruh. 1,2,9

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, disimpulkan pasien menderita tetanus. Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri anaerob Clostridium tetani. Penyakit ini berasal dari luka tusukan ysng berasal dari benda kotor seperti paku, injeksi yang tidak steril, pascapartus, serta keadaan yang tidak lazim yang dapat menimbulkan tetanus seperti gigitan binatang, abses, luka bakar, fraktur, gangren, dan sirkumsisi wanita. Secara etiologi, Clostrisium tetani memiliki spora yang dapat bertahan dalam air mendidih tetapi tidak dalam autoklaf. Clostridium tetani memiliki toksin tetanus yang merupakan bahan kedua yang paling beracun setelah toksin botulinum.

Tetanus memiliki gejala awal seperti nyeri kepala, gelisah, dan iritabilitas yang sering disertai kekakuan, sukar mengunyah, dan spasme otot leher. Pada keadaan yang lebih lanjut terdapat gejala seperti trismus, kejang opistotonus, penderita berpostur lengkung, dan sampai menimbulkan kematian. Tetanus tidak menyerang saraf sensorik atau fungsi korteks. Hal ini menyebabkan penderita sadar dan harus menahan rasa yang sangat nyeri.

Pemeriksaan tetanus dapat dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah, dan diagnosis. Setelah melakukan pemeriksaan barulah dilakukan tindakan pengobatan seperti pemberian globulin anti tetanus, debridemen luka, dan antitoksin tetanus. Jika pasien telah mengalami kejang, maka pasien diberikan obat yang bersifat melemaskan otot dan untuk sedasi digunakan fenobarbital, klorpromazin, atau diazepam. Pada tetanus berat kadang diperlukan paralisis total otot (kurarisasi) dengan mengambil alih pernapasan memakai respirator.

Pencegahan dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu perawatan luka yang adekuat dan imunisasi aktif, penggunaan profilaksis antitoksin dan pemberian penisilin.

Masa inkubasi dan periode onset (periode awal yaitu masa dari timbulnya gejala klinis pertama sampai timbul kejang) merupakan faktor yang menentukan prognosis. Kematian tertinggi yang diakibatkan oleh tetanus yaitu anak-anak ( balita dan bayi) dan lansia.

Skenario 7 : RabiesPENDAHULUANRabies disebabkan oleh virus Rabies dari spesies Rabdovirus, genus Lyssavirus, family Rhabdoviridae dan order Mononegavirales . Penyakit rabies atau yang sering disebut juga anjing gila merupakan penyakit zoonosis (penyakit hewan yang dapat menular ke manusia). Menurut bahasa, Rabies berasal dari bahasa latin rabere yang mempunyai arti marah atau dengan kata lain mempunyaisifat pemarah.raberejuga kemungkinan berasal dari bahasa terdahulu yaitu bahasa Sanskrit rabhas yang bermakna kekerasan.Orang Yunani meng-adopsi kata Lyssa yang juga berarti kegilaan. Jika dilihat dari sisi bahasa tidak akan susah dimengerti bahwa semenjak beberapa ribuan tahun yang lalu Rabies merupakan simbol bagi penyakityang menyerang anjing dan membuat anjing seperti gila.

Penyakit ini merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang mengenai semua mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi biasanya saliva hewan penular rabies terutama anjing, kucing, kelawar, raccoon dan kera serta beberapa binatang menyusu lain yang dipelihara atau liar dan telah terinfeksi, cakaran hewan, sekresi yang mengkontaminasi membrane mukosa, virus yang masuk melalui rongga pernapasan, dan transplantasi kornea. Virus rabies menyerang jaringan saraf, dan menyebar hingga system saraf pusat, dan dapat menyebabkan encephalomyelitis (radang yang mengenai otak dan medulla spinalis). Virus rabies tergolong virus ukuran besar yang dirusak dan mati oleh cahaya matahari dan cahaya ultraviolet, larutan formalin, asam kuat, atau dipanaskan lebih dari 56 derajat C dalam satu jam. Virus ini tidak dipengaruhi antibiotic atau bakterisida, dapat tahan hidup beberapa minggu dalam suhu lemari es dan tahan hidup lebih dari satu tahun dalam suhu mendekati titik beku.

Kematian karena infeksi virus rabies boleh dikatakan 100% bila virus sudah mencapai sistem saraf pusat. Hingga sekarang belum ada pasien rabies yang dilaporkan hidup. Prognosis seringkali fatal karena sekali gejala rabies telah tampak hampir selalu kematian terjadi 2-3 hari sesudahnya sebagai akibat gagal nafas/henti jantung ataupun paralisis generalisata. Namun, bagi kasus gigitan anjing pengidap rabies di negara endemis yang segera mendapat perawatan luka, pemberian VAR dan SAR, mendapatkan angka survival 100%.

Tidak ada terapi untuk penderita yang sudah menunjukkan gejala rabies; penanganan hanya berupa tindakan suportif dalam penanganan gagal jantung dan gagal nafas. Walaupun tindakan perawatan intensif umumnya dilakukan, hasilnya tidak menggembirakan. Perawatan intensif hanyalah metode untuk memperpanjang dan bila mungkin menyelamatkan hidup pasien dengan mencegah komplikasi respirasi dan kardiovaskuler yang sering terjadi. Oleh karena itu diperlukan tindakan penanganan yang efektif dan efisien baik penanganan profilaksis pra pajanan maupun penanganan pasca pajanan sehingga akibat buruk akibat virus ini dapat diminimalkan.

PERBAHASAN

2.1) Pemeriksaan

2.1.1 Anamnesis

Pemeriksaan berupa sesi tanya jawab atau anamnesis terhadap pasien harus dilakukan sebagai langkah pertama bagi mengetahui keluhan utama yang merupakan penyebab kedatangan pasien kepada dokter. Bagi kasus ini, pasien yang datang adalah seorang laki-laki berusia 22tahun. Pasien mengalami gigitan anjing liar di kaki sebelah kanan sehingga meninggalkan luka terbuka. Kemudian, luka tersebut bernanah selepas pasien mandi di kubangan air. Antara keluhan yang biasa pasien ajukan adalah pasien berasa panas yang kemungkinan demam. Gejala lain adalah nyeri kepala, berasa lemah, nyeri tenggorokan dan takut untuk meminum air (hidroforbik) karena spasme otot menelan.

Selain itu, kejadian tersebut harus diketahui sama ada di kawasan yang tertular penyakit rabies atau tidak. Di samping penting untuk mengetahui adakah pasien melakukan tindakan provokatif terlebih dahulu atau tidak sebaik sahaja mendapatkan gigitan anjing tersebut. Pasien juga harus ditanyakan jika beliau pernah mendapatkan suntikan anti rabies (VAR) serta adakah anjing yang menggigit pasien mempunyai gejala rabies yang sama seperti dialami oleh manusia.1

2.1.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda-tanda vital selalu dijalankan pertama kali untuk mendapatkan suhu badan pasien, tekanan darah dan frekuensi pernafasan serta bilangan denyut nadi. Setelah itu, lokasi luka gigitan anjing tersebut diidentifikasi supaya dapat diketahui status penyakit jika pasien tertular virus rabies. Hal ini penting karena pada daerah yang kaya elemen sisyem saraf masa inkubasi adalah lebih pendek dan gejala dapat muncul dengan cepat. Antaranya seperti di daerah tangan, jari atau yang dekat dengan system saraf pusat terutama leher, muka dan kepala.Pemeriksaan fisik lainnya adalah dengan melakukan palpasi untuk mengetahui adakah berlaku pembesaran lien dan hepar. Kemudian adalah auskultasi dan perkusi. Auskultasi penting untuk mengetahui keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya. Adakah mempunyai bunyi tambahan, bradicardi atau tachycardia dan peristaltik usus.2.1.3 Pemeriksaan Penunjang2Diagnosis Rabies pada hewan dan manusia dapat dilakukan dengan 4 metode yaitu histopathology, kultivasi virus, serologis dan deteksi antigen dari virus.Meskipun 3 metode pertama memberikan berbagai kelebihan tetapi bukan diagnosa yang bersifat cepat (rapid test).

1. Histopatologi, badan negeri (negri bodies) merupakan temuan yang bersifat pathognomonis pada Rabies, meskipun adanya badan negeri hanya 71% dari kasus.

2. Kultivasi virus, pemeriksaan diagnosa untuk Rabies yang paling bersifat definitif adalah Kultivasi virus.Kultivasi virus adalah proses penanaman virus didalam suatu kultur jaringan (tissue culture) dengan maksud untuk memperbanyak virus sehingga akan lebih mudah untuk diisolasi dan di identifikasi.Kultur jaringan yang biasa digunakan untuk identifikasi penyakit Rabies adalah WI-38, BHK-21 atau CER.Immuno Fluororecent (IF) adalah test (melalui Flourorescence Antibody Test (FAT)) yang biasa dilakukan melihat keberadaan antigen atau virus rabies dalam kultur jaringan.Proses kultivasi yang paling umum dilakukan dengan cara melakukan inokulasi dari saliva hewan terjangkit Rabies atau dari jaringan kelenjar saliva dan atau jaringan intracerebral yang disuntikan kedalam mencit.Mencit kemudian dilakukan observasi dan akan mengalami paralisis dan kematian dalam waktu 28 hari.Setlah mati otak mencit kemudian diperiksa untuk keberadaan virus Rabies dengan Immuno fluororesence test.3. Pemeriksaan Serologis adalah pemriksaan untuk melihat suatu infeksi yang terjadi di masa lampau.Pemeriksaan serologi, prinsipnya adalah memeriksa keberadaan antibodi pada sirkulasi darah sebagai akibat dari infeksi.Jenis pemeriksaan yang paling sering dilakukan untu pemeriksaan serologis dalam Rabies adalah pemeriksaan dengan metode Mouse Infection Neutralization Test (MNT) atau dengan Rapid fluororescent Focus Inhibition Test (REFIT).Dari berbagai laporan pemeriksaan Rabies dengan serologis adalah periksaan yang paling berguna dalam diagnosa.

4. Deteksi virus Rabies Cepat,dalam beberapa tahunterakhir, deteksi virus dengan menggunakan tekhnik IF makin sering dilakukan.Jaringan yang potensial terinfeksi (dalam hal ini kelenjar saliva, otak (hipokampus) dan kornea mata) di inkubasi dalam fluorescence antibodi yang dilabel. Kemudian spesimen diperiksa dengan penggunaan mikroskop elektron fluororescence dengan melihat adanya inklusi di intracytoplasmic.Pemeriksaan dengan metode ini cenderung lebih cepat jika dibandingkan dengan metode lainnya meskipun lebih banyak membutuhkan peralatan yang lebih modern seperti mikroskop elektron fluorescence.

5. Elektroensefalogram (EEG): dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.

6. Pemindaian CT: menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

7. Magneti resonance imaging (MRI): menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.

8. Pemindaian positron emission tomography (PET): untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.

9. Darah rutin: dapat ditemukan peningkatan leukosit (8000 13000/mm3) dan penurunan hemoglobin serta hemtokrit.

10. Urinalisis: dapat ditemukan albuminuria dan sedikit leukosit.

11. Cairan serebrospinal: dapat ditemukan monositosis sedangkan protein dan glukosa dalam batas normal.2.1.4 Uji laboratorium21. Pungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler.

2. Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematocrit.

3. Panel elektrolit.

4. Skrining toksik dari serum dan urin.

5. GDA

6. Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N