lupus

16
NEFRITIS LUPUS PENDAHULUAN Nefritis lupus merupakan salah satu manifestasi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) yang paling serius, biasanya timbul dalam waktu 5 tahun diagnosis, namun jarang terjadi gagal ginjal. Gejala nefritis lupus umumnya terkait dengan hipertensi, proteinuria, dan gagal ginjal. Dengan munculnya terapi imunosupresif, keterlibatan ginjal dan kelangsungan hidup pasien dengan nefritis lupus membaik. 1 PATOGENESIS Eritematosus sistemik lupus (SLE) adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan keterlibatan multisistem dan beragam autoantibodies dengan target komponen sel. Di antaranya antibodi terhadap DNA dan protein yang berperan dalam pembentukan deposits komplek imun yang menyebabkan respons inflamasi yang selanjutnya dapat menyebabkan gagal ginjal. 1 Reaksi autoimun mempunyai peranan penting dalam pathogenesis nefritis lupus. Reaksi imunologi meliputi produksi autoantibodi secara langsung terhadap elemen sel. Autoantibodi membentuk komplek imun pathogen. Pengendapan kompleks imun pada ginjal menyebabkan respon inflamasi melalui aktivasi kaskade komplemen dan rekruitmen sel inflamasi yang dapat dilihat saat biopsi. Trombosis glomerulus merupakan mekanisme lain yang berperan dalam pathogenesis 1

description

lupus nefritis

Transcript of lupus

Page 1: lupus

NEFRITIS LUPUS

PENDAHULUAN

Nefritis lupus merupakan salah satu manifestasi Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)

yang paling serius, biasanya timbul dalam waktu 5 tahun diagnosis, namun jarang terjadi

gagal ginjal.

Gejala nefritis lupus umumnya terkait dengan hipertensi, proteinuria, dan gagal ginjal.

Dengan munculnya terapi imunosupresif, keterlibatan ginjal dan kelangsungan hidup pasien

dengan nefritis lupus membaik.1

PATOGENESIS

Eritematosus sistemik lupus (SLE) adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai

dengan keterlibatan multisistem dan beragam autoantibodies dengan target komponen sel. Di

antaranya antibodi terhadap DNA dan protein yang berperan dalam pembentukan deposits

komplek imun yang menyebabkan respons inflamasi yang selanjutnya dapat menyebabkan

gagal ginjal. 1 Reaksi autoimun mempunyai peranan penting dalam pathogenesis nefritis

lupus. Reaksi imunologi meliputi produksi autoantibodi secara langsung terhadap elemen

sel. Autoantibodi membentuk komplek imun pathogen. Pengendapan kompleks imun pada

ginjal menyebabkan respon inflamasi melalui aktivasi kaskade komplemen dan rekruitmen

sel inflamasi yang dapat dilihat saat biopsi. Trombosis glomerulus merupakan mekanisme

lain yang berperan dalam pathogenesis nefritis lupus, terutama pada pasien dengan sindrom

antiphospholipid antibody yang merupakan respon terhadap kompleks phospholipid-

protein.1,2 Nukleosom mempunyai peranan penting dalam patogenesis nefritis lupus.

Meningkatnya apoptosis menyebabkan munculnya antibodi anti-DNA dan kompleks imun.

Nukleosom juga berperanan untuk memicu lesi jaringan, termasuk lesi glomerulus. Terdapat

dua mekanisme yang menjelaskan bagaimana autoantibodi menyebabkan kerusakan jaringan:

(a) pengendapan preformed kompleks imun di ginjal atau pembentukan kompleks in situ

melalui interaksi antara nukleosom yang sebelumnya sudah terdapat dalam glomerulus dan

anti-dsDNA atau (b) reaksi silang antibodi dengan komponen membran basal glomerulus.

Actinin telah diidentifikasi sebagai target cross-reaktif yang terikat oleh nephritogenic- anti

dsDNA. Actinin adalah protein aktin-bundling yang terdapat pada podosit, monosit, kapiler,

dan pembuluh darah besar. Terjadinya mutasi gen yang mengkode isoform actinin-4 telah

1

Page 2: lupus

diidentifikasi dalam fokal dan segmental glomerulosklerosis familial. Actinin juga menjadi

target anti-dsDNA pada manusia. Permukaan sel dan reseptor matriks pada berbagai tipe sel,

termasuk sel mesangial, fibroblas, dan monosit, dapat mengikat nukleosom di ginjal.2,3,4,5

Gambar 1. Struktur nukleosom3

Pada awal penyakit, sebelum anti-Antibodi DNA muncul, antibodi spesifik nukleosom dapat

memulai lesi ginjal. Perkembangan nukleosom memerlukan apoptosis. Sel yang mengalami

apoptosis merupakan autoantigens SLE (gambar 2).3

2

Page 3: lupus

Gambar 2. Pengaruh apoptosis dan nukleosom pada pathogenesis SLE3

PERJALANAN PENYAKIT

Klasifikasi nefritis lupus telah mengalami banyak revisi. Saat ini klasifikasi yang digunakan

adalah klasifikasi the International Society of Pathology/Renal Pathology Society (ISN/RPS)

tahun 2003 berdasarkan pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, imunofluoresen, dan

pemeriksaan dengan mikroskop elektron yang berasal dari biopsi ginjal, yang dirangkum

pada tabel 1.1,4

Tabel 1.Klasifikasi nefritis lupus menurut International Society of Nephrology/Renal Pathology Society (ISN/RPS) 2003

Class I

Minimal mesangial lupus nephritis

Light microscopy findings

Normal

Immunofluorescence electron microscopy findings

Mesangial immune deposits

Clinical manifestations

Mild proteinuria

Class IIMesangial proliferative lupus nephritis

Light microscopy findings

Purely mesangial hypercellularity or mesangial matrix expansion with mesangial immune deposits

Immunofluorescence electron microscopy findings

Mesangial immune deposits; few immune deposits in subepithelial or subendothelial deposits possible

Clinical manifestations

Mild renal disease such as asymptomatic hematuria or proteinuria that usually does not warrant specific therapy

Class IIIFocal lupus nephritis

Class III (A)Active lesions - Focal proliferative lupus nephritis

Class III (A/C)Active and chronic lesions - Focal proliferative and sclerosing lupus nephritisClass III (C)Chronic inactive lesions - Focal sclerosing lupus nephritis

Light microscopy findings

Active or inactive focal, segmental, or global glomerulonephritis involving <50% of all glomeruli

Immunofluorescence electron microscopy findings

Subendothelial and mesangial immune deposits

Clinical manifestations

Active generalized SLE and mild-to-moderate renal disease with hematuria and moderate proteinuria in many patients; worsening renal function in significant minority, potentially progressing to class IV lupus nephritis

Class IVDiffuse lupus nephritis

Light microscopy findings

Active or inactive diffuse, segmental or global glomerulonephritis involving ≥ 50% of all glomeruli; subdivided into diffuse

3

Page 4: lupus

Class IV-S (A)Active lesions - Diffuse segmental proliferative lupus nephritis

Class IV-G (A)Active lesions - Diffuse global proliferative lupus nephritis

Class IV-S (A/C)Active and chronic lesions - Diffuse segmental proliferative and sclerosing lupus nephritisClass IV-G (A/C)Active and chronic lesions - Diffuse global proliferative and sclerosing lupus nephritis

Class IV-S (C)Chronic inactive lesions with scars - Diffuse segmental sclerosing lupus nephritis

Class IV-G (C)Chronic inactive lesions with scars - Diffuse global sclerosing lupus nephritis

segmental (class IV-S) when ≥ 50% of involved glomeruli have segmental lesions (involving less than half of glomerular tuft) and diffuse global (class IV-G) when ≥ 50% of involved glomeruli have global lesions

Immunofluorescence electron microscopy findings

Subendothelial immune deposits

Clinical manifestations

Clinical evidence of renal disease including hypertension, edema, active urinary sediment, worsening renal function, and nephrotic range proteinuria in most cases; active extrarenal SLE in many patients

Class V

Membranous lupus nephritis

Light microscopy findings

Diffuse thickening of glomerular basement membrane without inflammatory infiltrate; possibly, subepithelial deposits and surrounding basement membrane spikes on special stains, including silver and trichrome; may occur in combination with class II or IV; may show advanced sclerosis

Immunofluorescence electron microscopy findings

Subepithelial and intramembranous immune deposits; subendothelial deposits present only when associated proliferative component is present

Clinical manifestations

Clinical and laboratory features of nephrotic syndrome, usually without manifestations of active SLE

Class VI

Advanced sclerosis lupus nephritis

Light microscopy findings

Advanced glomerular sclerosis involving ≥ 90% of glomeruli, interstitial fibrosis, and tubular atrophy, all morphological manifestations of irreversible renal injury

Clinical manifestations

Significant renal insufficiency or end-stage renal disease in most cases; unlikely to respond to medical therapy

Selain klasifikasi berdasarkan patologis, terdapat indeks aktivitas dan indeks kronisitas yang

dapat memprediksi prognosis ginjal (progresivitas penyakit ginjal). Indeks aktivitas

mencerminkan keadaan peradangan aktif diamati pada biopsi, yang mungkin reversibel

4

Page 5: lupus

dengan terapi medis. Indeks kronisitas mencerminkan jumlah fibrosis dan jaringan parut,

yang tidak respon terhadap terapi. Lesi ginjal dengan indeks aktivitas yang tinggi

memerlukan terapi agresif (pemberian obat sitostatika) karena bersifat reversibel, sedangkan

lesi ginjal dengan kronisitas tinggi harus dipikirkan untuk transplantasi ginjal karena bersifat

ireversibel. Indeks tersebut berfungsi sebagai alat prognostik dan panduan umum untuk

terapi.1

Tabel 2. Indeks aktivitas dan kronisitas glomerulus1

Activity Index Chronicity Index

• Endocapillary hypercellularity with or without leukocyte infiltration; luminal reduction• Karyorrhexis• Fibrinoid necrosis• Rupture of glomerular basement membrane• Cellular or fibrocellular crescents• Subendothelial deposits on light microscopy• Intraluminal immune aggregates

• Glomerular sclerosis; segmental, global• Fibrous adhesion• Fibrous crescents

PREVALENSI

Prevalensi SLE di Eropa dan Amerika Utara adalah 40 per 100.000. Kejadian SLE 3

kali lebih besar pada ras kulit hitam dibandingkan kulit putih,kecuali pada negro Afrika. Pada

survei yang dilakukan di Inggris (UK) didapatkan risiko relatif SLE pada populasi Asia

adalah 6,7 dan 6,1 pada kulit hitam dibandingkan dengan kulit putih. Lebih dari 80% kasus

SLE terjadi pada perempuan setelah masa pubertas. Pada masa prepubertas kejadian SLE

adalah 2:1 pada anak perempuan dan laki-laki, meningkat pada remaja 4,5:1 dan dewasa 8:1.

Pada anak SLE terjadi setelah usia 5 tahun dengan puncak pada akhir masa kanak-kanak dan

remaja. Dua puluh persen kasus SLE terjadi pada masa kanak-kanak. 3 Perkiraan keterlibatan

ginjal pada penderita SLE adalah 30-90% pada penelitian yang dipublikasikan. Prevalensi

nefritis lupus pada penderita SLE adalah sekitar 50% pada kelompok etnis tertentu dan pada

anak-anak. Anak-anak dengan SLE mempunyai risiko penyakit ginjal yang lebih tinggi

daripada orang dewasa 1,2,4

FAKTOR RISIKO

Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya nefritis lupus, yaitu faktor genetik,

lingkungan,hormonal, toksin dan infeksi.2

5

Page 6: lupus

Tabel 3. Lokus gen yang berhubungan dengan SLE1

Lokus gen Nama gen Produk gen

1q21-q23 CRP C-reactive protein1q23 FCGR2A, FCGR2B Fc γ RIIA (R131), Fc γ RIIB1q23 FCGR3A, FCGR3B Fc γ RIIIA (V176), Fc γ RIIIB1q31-q32 IL10 Interleukin-10 (IL–10)1q36.12 C1QB Complement component 1, q subcomponent (C1q) deficiency2q33 CTLA4 Cytotoxic T-lymphocyte-associated protein 4 (CTLA-4)6p21.3 HLA-DRB1 HLA-DRB1: DR2/*1501, DR3/*0301C1q deficiency6p21.3 C2, C4A, C4B C2, C4 deficiencies6p21.3 TNF Tumor necrosis factor (TNF)–alpha (promoter, -308)10q11.2-q21 MBL2 Mannose-binding lectin

PENATALAKSANAAN1,2,3

Umum

o Tujuan utama terapi nefritis lupus adalah mengoptimalkan fungsi ginjal dan

mencegah progresivitas kelainan ginjal.

o Biopsi ginjal pada pasien dengan nefritis lupus.

o Asesmen indeks aktivitas dan kronisitas.

o Pengobatan manifestasi ekstrarenal dan factor lain yang dapat mempengaruhi

ginjal.

Pengobatan

o Terapi kortikosteroid diberikan apabila terdapat kelainan ginjal. Penggunaan

obat imunosupresif seperti cyclophosphamide, azathioprine, atau mofetil

mycophenolate diberikan jika terdapat kelainan ginjal proliferatif agresif/

difus, dapat digunakan juga pada pasien yang tidak berespon dengan

kortikosteroid atau terdapat kontra indikasi kortikosteroid.

o Terapi hipertensi dengan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor atau

angiotensin II receptor blockers (ARBs) jika terdapat proteinuria tanpa

insufiensi ginjal yang jelas.

o Restriksi diit lemak atau dengan menggunakan statin untuk hiperlipidemia..

o Restriksi diit protein apabila terdapat gangguan fungsi ginjal.

6

Page 7: lupus

o Pemberian suplementasi kalsium untuk mencegah osteoporosis jika pasien

mendapatkan kortikosteroid jangka panjang dan penambahan biposponat

sebagai binder pospat.

o Menghindari obat yang mempengaruhi fungsi ginjal, seperti NSAIDs,

terutama pada pasien dengan peningkatan kreatinin.

o Pasien dengan gagal ginjal terminal, sklerosis dan indeks kronisitas tinggi

berdasarkan biopsi ginjal tidak akan berespon dengan terapi agresif. Pada

kasus seperti ini, terapi difokuskan terhadap manifestasi ekstra renal dan

kemungkinan untuk transplantasi ginjal.

Pilihan terapi untuk pasien dengan nefritis lupus bervariasi tergantung pada kelainan

histologis berdasarkan hasil biopsi ginjal.

Terapi pasien dengan kelainan ginjal minimal

Pasien dengan glomerulonefritis proliferatif mesangial II tidak memerlukan terapi khusus,

karena mempunyai kemungkinan kecil untuk berkembang menjadi progresif. Meskipun

demikian harus tetap dilakukan pemantauan rutin pada pasien agar kelainan ginjal tidak

bertambah berat.

Terapi pasien dengan glomerulonefritis fokal segmental

Pasien dengan glomerulonefritis fokal segmental dengan kelainan glomerulus <20%

memiliki prognosis jangka panjang yang baik. Pasien-pasien ini mungkin memerlukan

pengobatan untuk kelainan di luar ginjal , tetapi tidak memerlukan terapi spesifik untuk

kelainan ginjal. Sebaliknya jika terjadi kelainan glomerulus > 40% , perjalanan penyakit ini

mirip dengan glomerulonefritis proliferatif difus, dengan terapi yang sama.

Terapi pasien dengan glomerulonefritis proliferatif difus

Pasien dengan glomerulonefritis proliferatif fokal aktif dan glomerulonefritis proliferatif

difus mempunyai risiko tinggi menjadi penyakit ginjal stadium akhir apabila tidak

mendapatkan terapi yang adekuat. Menurut Pollak dkk dosis tinggi kortikosteroid

(prednison 1 sampai 2 mg / kg / hari) dapat memperbaiki glomerulonefritis proliferatif difus,

sedangkan dosis rendah tidak efektif. Namun, dosis tinggi prednison oral dapat memberikan

hasil jangka panjang yang buruk dan sering dikaitkan dengan efek samping yang serius.

Banyak penulis telah mengusulkan terapi awal dengan pulse metilprednisolon intravena yang

memiliki efek antiinflamasi dan imunosupresif yang lebih kuat dan cepat. Setelah pemberian

pulse metilprednisolon, gejala ekstrarenal dan serum kreatinin mengalami perbaikan lebih

7

Page 8: lupus

cepat, sehingga dapat mengurangi komplikasi pengobatan steroid jangka panjang. Beberapa

penelitian menunjukkan perbaikan secara signifikan jika siklofosfamid atau azathioprine

ditambahkan ke kortikosteroid. Penambahan siklofosfamid atau azathioprine dapat

menurunkan insiden gagal ginjal sebesar 40% dibandingkan dengan kortikosteroid saja.

Tidak ada perbedaan dalam hal mortalitas antara kedua kelompok. Pada penelitian yang

dilakukan Institut Kesehatan Nasional dari 111 pasien dengan nefritis lupus tidak terdapat

perbedaan kejadian gagal ginjal selama 5 tahun pertama, setelah 5 tahun didapatkan kejadian

gagal ginjal lebih tinggi secara signifikan pada kelompok yang menerima prednison saja

dibandingkan dengan pasien yang diberi siklofosfamid intravena. Terdapat kecenderungan

untuk hasil yang lebih baik pada pasien yang mendapatkan siklofosfamid intravena

dibandingkan dengan siklofosfamid oral tunggal atau dengan kombinasi azathioprine,

meskipun perbedaan tersebut secara statistik tidak signifikan. Terapi agresif dengan sitotoksik

diindikasikan pada pasien yang berisiko tinggi menjadi gagal ginjal, peningkatan kreatinin

saat biopsi ginjal, sindrom nefrotik berat, hematokrit < 25%, pembentukan crescent , penyakit

tubulointerstitial berat dan perubahan vascular. Cyclophosphamide diberikan secara pulse tiap

bulan dengan dosis awal 750 mg/m2, dosis menjadi 1000 mg/m2 jika jumlah sel darah putih >

3000/mm3. Berdasarkan penelitian National Institute of Health dari 65 pasien dengan nefritis

lupus berat didapatkan bahwa cyclophosphamide pulse lebih efektif dibandingkan dengan

metilprednisolon pulse dalam mempertahankan fungsi ginjal dan penggunaan

cyclophosphamide pulse dapat mengurangi risiko kekambuhan. Penelitian terbaru

menunjukkan bahwa kombinasi metilprednisolon pulse dan cyclophosphamide pulse lebih

efektif dalam jangka panjang dan kurang toksik dibandingkan dengan terapi tunggal. Terapi

pada pasien dengan nefritis lupus berat adalah mulai dengan 3 kali metil prednisolon pulse

dilanjutkan dengan prednison oral 1,5 mg / kg / hari dan 6 kali siklofosfamid pulse tiap bulan.

Pada anak dengan penyakit ringan, pengobatan yang diberikan adalah metil prednisolon pulse

intravena dilanjutkan dengan prednison oral dosis 1,0-1,5 mg/kg berat badan per hari. Setelah

biopsi ginjal kedua dilakukan dan jika penyakit dapat dikendalikan, dapat diberikan

azathioprine atau mikofenolat dengan tapering off prednison. Preparat tersebut menurunkan

risiko neoplasia dan toksisitas kelenjar gonad dibandingkan dengan terapi siklofosfamid

jangka panjang. Terdapat risiko kambuh jika terapi imunosupresif dihentikan sebelum 2

tahun jika terdapat proteinuria, karena itu kortikosteroid dan imunosupresif hanya boleh

dihentikan setelah 3 tahun jika laju filtrasi glomerulus normal, proteinuria<1g/hari, dan

sedimen urin inaktif.

Terapi relaps

8

Page 9: lupus

Relaps didefinisikan sebagai memburuknya gejala ginjal. Beberapa pasien menunjukkan

peningkatan kreatinin yang berhubungan dengan sedimen urin aktif dan proteinuria.

Terdapatnya silinder eritrosit dan lekosit merupakan prediksi relaps ginjal. Peningkatan titer

antibodi anti-DNA dan penurunan komplemen (C4 dan C3) sering dikaitkan dengan flare

ginjal, sehinggan parameter ini harus diperiksa secara berkala. Apabila fungsi ginjal

mengalami perburukan, biopsi ginjal ulang dapat dilakukan mungkin untuk memutuskan

penggantian terapi.

Terapi pasien dengan nefropati membranosa

Pasien dengan nefropati membrane murni, proteinuria ringan, dan fungsi ginjal normal

memiliki prognosis baik, dan tanpa pengobatan khusus . Pengobatan pasien dengan sindrom

nefrotik masih menjadi kontroversi. Pasien ini berisiko mempunyai komplikasi trombotik.

Pasien dengan fungsi ginjal menurun harus dilakukan ulangan biopsi ginjal karena nefropati

membran

dapat berkembang menjadi glomerulonefritis proliferatif.

Pendekatan terapi Lain

Plasmafaresis tidak dianjurkan karena tidak membantu pasien nefritis lupus.

Immunoglobulin intravena efektif pada pasien, termasuk pasien dengan nefritis lupus

proliferatif .

Dietetik

Pengelolaan diit spesifik pada tiap penderita tergantung dari penyakit yang menyertai, seperti

jika terdapat hipertensi diberikan diit rendah garam, pada keadaan hiperlipidemia diberikan

pembatasan lemak dan pada kelainan ginjal kronis diberikan protein 0,8-1,3 gram/kgbb/hari .

Prognosis1,5

Prognosis buruk SLE pada

o Keterlambatan terapi lebih dari 5 bulan dari onset nefritis.

o Usia muda saat onset nefritis

o Jenis kelamin laki-laki

o Ras negro

o Hipertensi

9

Page 10: lupus

o Sindrom Nefrotik

o Peningkatan kreatinin >3 mg/dL saat awal

o Peningkatan anti-dsDNA persisten, C3 dan C4 rendah.

o Biopsi ginjal nefritis lupus difus atau dengan indeks kronisitas tinggi

Prognosis sangat baik pada Minimal mesangial lupus nephritis dan mesangial

proliferative lupus nephritis (kelas I dan II).

Prognosis baik : Focal lupus nephritis (kelas III), hanya sedikit pasien yang

berkembang menjadi gagal ginjal terminal.

Prognosis cukup baik

o Diffuse lupus nephritis (kelas IV) memberikan prognosis cukup baik, dengan

sejumlah besar pasien berkembang menjadi gagal ginjal progresif..

o Membranous lupus nephritis (kelas V) dengan sejumlah besar pasien

mengalami kerusakan ginjal progresif secara bertahap

Prognosis sangat buruk : Advanced sclerosis lupus nephritis (kelas VI).

10

Page 11: lupus

DAFTAR PUSTAKA

1. Brent L, Karhadkar A, Bloom E. Nefritis Lupus. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/330369-print

2. Avner, Ellis D, Harmon, William E, Niaudet, Patrick. Systemic Lupus Erythematosus.

Dalam: Barratt TM, Avner ED, Harmon WE, Penyunting. Pediatric Nephrology. Edisi 5.

Baltimore Williams & Wilkins, 2004: 866-81.

3. Agrawal S. Lupus Nephritis : an Update on Pathogenesis. J Indian Rheumatol Assoc 2004

: 12:11-15

4. Weening J,dkk. The Classification of Glomerulonephritis in Systemic Lupus

Erythematosus Revisited. J Am Soc Nephrol 15: 241–250, 2004

5. Schwartz M, Korbet S, Lewis E. The prognosis and pathogenesis of severe lupus

glomerulonephritis. Nephrol Dial Transplant (2008) 23: 1298–1306

11