LTM 1 Nyeri Pada Muskuloskeletal

download LTM 1 Nyeri Pada Muskuloskeletal

of 8

Transcript of LTM 1 Nyeri Pada Muskuloskeletal

Nyeri pada Muskuloskeletal Arini Purwono, 0906597822

Definisi Menurut Association for the Study of Pain, nyeri memiliki arti yaitu sebuah sensasi tidak menyenangkan dan pengalaman emosi (psikologis) yang berkaitan dengan jaringan yang berpotensi untuk rusak atau telah rusak. Rasa nyeri diinterpretasikan berbeda oleh tiap individu, sehingga cara yang terbaik untuk mengetahui mengenai rasa nyeri itu adalah dengan bertanya langsung kepada pasien. Nyeri merupakan gejala mayor untuk banyak kondisi medis, dan dapat secara signifikan mengganggu kualitas hidup seseorang. Nyeri pada muskuloskeletal merupakan nyeri pada otot, ligamen dan tendon, berikut dengan tulangnya.

Penyebab Penyebab dari nyeri pada muskuloskeletal bermacam-macam. Jaringan otot dapat rusak karena aktivitas sehari-sehari. Trauma pada sebuah area (karena terjatuh, fraktur, keseleo, dislokasi, dsb) dapat pula menyebabkan nyeri pada muskuloskeletal. Penyebab lainnya adalah gerakan berulang-ulang, gerakan yang berlebihan, dan tidak bergerak dalam waktu yang lama. Perubahan pada postur tubuh atau mekanika tubuh yang lemah dapat membawa masalah barisan spinal dan pemendekan otot, menyebabkan otot-otot lain disalahgunakan dan memberikan rasa nyeri.

Klasifikasi Nyeri dibagi menjadi dua, yaitu nyeri akut dan nyeri kronik, untuk menjelaskan perbedaanperbedaan antara keduanya dalam hal etiologi, mekanisme, patofisiologi, simptomatologi, fungsi biologis, dan diagnosis serta terapi. Nyeri akut Nyeri akut merupakan sebuah kesatuan kompleks dari sensasi, persepsi, dan pengalaman emosi yang tidak menyenangkan dan terkait dengan respon autonom, psikologis, emosi, dan sikap tertentu. Nyeri akut ini ditimbulkan oleh noxious stimulation yang dihasilkan oleh cedera dan/atau penyakit pada kulit, organ tubuh dalam, atau fungsi abnormal dari otot atau viseral yang tidak menghasilkan kerusakan jaringan yang sebenarnya. Nyeri akut umumnya tidak terkait secara primer dengan psikopatologi atau pengaruh lingkungan. Hal ini berkebalikan dengan nyeri kronik, di mana psikopatologi dan/atau faktor lingkungan memiliki peran penting. Secara umum, patofisiologi dan 1

simptomatologi dari kondisi nyeri akut telah diketahui dengan baik, dan diagnosisnya tidak sulit. Contoh dari nyeri akut adalah kram otot dan keseleo pergelangan kaki. Nyeri kronik Nyeri kronik merupakan rasa sakit yang menetap dalam waktu melebihi penyakit akut atau waktu yang semestinya bagi sebuah cedera untuk sembuh atau terkait dengan proses patologis kronis yang menyebabkan nyeri terus-menerus atau kambuh dalam interval bulan atau tahun. Namun pada beberapa kondisi, rasa nyeri yang tetap terasa setelah kesembuhan seharusnya sudah tercapai, termasuk ke dalam nyeri kronik. Nyeri kronik dapat disebabkan oleh proses patologis kronis dalam organ tubuh atau viseral, atau oleh disfungsi dari bagian sistem saraf tepi yang lama atau sistem saraf pusat, atau keduanya. Nyeri kronik ini dapat pula disebabkan oleh psikopatologi atau faktor lingkungan. Pada bentuk kronisnya, nyeri tidak pernah memiliki fungsi biologis tetapi hal ini sangat mengganggu emosi, fisik, ekonomi, dan stress sosial pasien dan keluarganya, serta merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling memakan biaya perawatan di masyarakat. Contoh dari nyeri kronik adalah nyeri karena arthritis dan low back pain. Gambaran di samping ini merupakan lingkaran tahapan mengenai terjadinya nyeri kronik.

Karakteristik dari rasa nyeri dapat dibagi menjadi 2, yaitu nyeri cepat dan nyeri lambat. Perbedaan dari keduanya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Nyeri cepat Terjadi pada stimulasi nosiseptor mekanik dan suhu Dihantarkan oleh serat A delta yang bermielin Menghasilkan sensasi tajam dan menusuk-nusuk Mudah dilokalisasi Terasa segera

Nyeri lambat Terjadi pada stimulasi nosiseptor polimodal Dihantarkan oleh serat C yang tidak bermielin Menghasilkan sensasi sakit dan terbakar Sulit dilokalisasi Terasa setelah beberapa waktu dan menetap untuk waktu yang lebih lama

2

Mekanisme Mekanisme nyeri jika dijelaskan secara singkat, maka pada intinya proses tersebut meliputi: Noxious stimuli yang cukup mendepolarisasi reseptor spesifik terjadi potensial aksi konduksi melalui serat aferen primer menuju neuron di substansia gelatinosa di kornu dorsal korda spinalis, di mana mekanisme gating terjadi yang kemudian diteruskan ke sistem saraf pusat.

Proses fisiologi dari nyeri dapat dibagi menjadi tahap-tahap berikut ini, yaitu: transduksi, transmisi, modulasi-integrasi-plastisitas sinaps, persepsi, dan sensitisasi (terbagi menjadi sensitisasi sentral dan perifer). Transduksi terjadi ketika energi stimulus dikonversi menjadi energi listrik, sedangkan transmisi dari stimulus terjadi ketika energi tersebut menyeberang ke nosiseptor pada ujung dari serabut saraf aferen. Berikut ini merupakan nosiseptor-nosiseptor pada otot, persendian, dan tulang. Nosiseptor pada otot Sebanyak 75% dari inervasi sensorik pada otot rangka disuplai oleh ujung saraf bebas yang terdapat di fascia otot, dinding pembuluh darah, tendon, dan di antara serat otot. Tipe-tipe dari 3

ujung-ujung saraf bebas ini yaitu, yaitu serat saraf aferen A-delta (grup III) yang tipis bermielin dan tipe C (grup IV) yang tidak bermielin. Setelah kehilangan selubung mielinnya, terminal dari ujung saraf bebas tersebut dapat memanjang sekitar 1 mm sebagai ujung akson tanpa myelin dan mempersarafi daerah seluas 25 x 200 mikrometer. o Serat saraf aferen tipe A-delta (grup III) Serat saraf aferen tipe A-delta (grup III) ini dapat tereksitasi oleh stimulus mekanik yang langsung ke otot atau tidak langsung melalui tendon, tetapi tidak sensitif terhadap peregangan ataupun iskemia dengan otot pada saat istirahat. Karena serat saraf aferen tipe A-delta dapat diaktivasi oleh ambang stimulus yang memiliki kisaran dari sentuhan pelan hingga tekanan yang dapat merusak jaringan, maka disebut sebagai pressure-pain endings. Sekitar 70% dari serat A-delta (tipe III) ini tereksitasi oleh injeksi intra-arterial dari bradykinin, serotonin, histamin atau KCL. Serat-serat saraf ini juga diaktivasi oleh stimulus suhu terhadap otot perut atau injeksi larutan NaCl ke otot. Sebagian besar serat saraf aferen A-delta (grup III) merespon terhadap peregangan dan kontraksi otot, tapi menunjukkan penurunan respon ketika iskemia dan kontraksi terjadi bersamaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar serat aferen grup III lebih cenderung teraktivasi selama latihan daripada serat aferen grup IV (tidak bermielin), dan perannya cenderung ergoreseptif dibandingkan nosiseptif. o Serat saraf aferen pada otot yang tidak bermielin (grup IV) Serat saraf C tidak bermielin secara umum sama dengan tipe A-delta (grup III), kecuali bahwa serat ini memiliki ambang yang lebih tinggi terhadap stimulus mekanik, daerah reseptif yang lebih sempit pada otot atau tendon, adaptasi yang lambat, dan respon yang kecil terhadap peregangan otot dan tidak sama sekali terhadap kontraksi. Serat saraf C tidak bermielin ini tereksitasi oleh injeksi intra-arterial dari bradykinin, serotonin, histamin, prostaglandin E2 atau KCL. Walaupun hanya sebagian kecil dari serat saraf C tidak bermielin ini yang berespon terhadap peregangan dan kontraksi otot, beberapa dari serat ini berespon saat terjadi iskemia dan kontraksi otot di saat yang bersamaan. Kesimpulannya, noxious stimulation dari otot, fascia, dan tendon menghasilkan derajat yang beragam dari rasa nyeri yang dalam, yang menyebar dan sulit untuk dicari lokasi tepatnya. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa nyeri otot terutama disebabkan oleh aktivasi serat aferen tipe IV karena serat tersebut memiliki ambang yang lebih tinggi terhadap stimulasi mekanik dan dapat dieksitasi oleh kontraksi iskemik dari otot. Namun serat A-delta grup III juga berkontribusi terhadap nyeri otot. 4

Nosiseptor pada persendian Persendian umumnya dipersarafi oleh 2 tipe saraf, yaitu: cabang-cabang artikular

perpanjangan langsung dari saraf mayor yang mempersarafi persendian tersebut secara khusus, dan saraf aksesoris yang merupakan cabang-cabang pendek dari saraf-saraf yang mempersarafi otot di dekat atau di sekeliling persendian. Sebagian besar serat A-delta (grup III) dan seluruh serat C (grup IV) berakhir sebagai ujung saraf bebas yang membentuk sebuah pleksus yang menyebar luas pada kapsul sendi, ligament, bantalan lemak, dan jaringan ikat luar dari pembuluh darah yang menyuplai persendian. Nosiseptor pada tulang Di antara struktur dalam tubuh lainnya, periosteum dari tulang memiliki ambang nyeri terendah dan merupakan daerah yang sering mengalami nyeri. Periosteum menerima ujung0ujung saraf dari serat A-delta dan C (grup IV), di mana terminal-terminalnya membentuk pleksus yang mempersarafi periosteum. Pada tulang, saraf-saraf bersama pembuluh darah menyusuri kanal Havers dan sebagian besar dari saraf tersebut merupakan vasomotor yang umumnya tidak sensitif terhadap nyeri. Namun, bagian trabekular dari tulang tersebut juga menerima ujung saraf bebas dari serat C dan A-delta, yang merupakan nosiseptor, sedangkan bagian korteks dan sumsum tulang menerima serat yang sebagian besar vasomotor. Sebuah nosiseptor tertentu, vanilloid receptor-1 (VR1), menyampaikan sinyal sensorik ke otak sebagai respon dari suhu dan stimulus kimia yang memberi rasa nyeri dan dianggap sebagai sensor rasa nyeri yang utama. Ketika pH lingkungan sel berubah menjadi asam, nosiseptor VR1 dan ASIC (acid sensing ion channel) teraktivasi. Selain itu terdapat pula reseptor P2X, yaitu reseptor ionotropik yang diaktivasi oleh ATP dan termasuk dalam mekanisme nyeri sentral dan perifer. Potensial aksi melalui nosiseptor aferen yang utama menyebabkan pelepasan transmitter (glutamat dan substansi P) dari terminal saraf yang kemudian menstimulasi neuron sekunder pada kornu dorsal dari korda spinalis, yang kemudian melanjutkan sinyal nyeri ke otak. Terdapat sebuah organisasi laminar yang sangat teratur pada kornu dorsal korda spinalis. Serat C peptidergik yang tidak bermielin dan nosiseptor A-delta bermielin, berakhir pada bagian yang superfisial, bersinaps pada proyeksi besar. Nosiseptor non-peptidergik yang tidak bermielin memiliki target interneuron kecil pada bagian dalam lamina II. Sebaliknya, sinyal yang dibawa oleh serat A-beta bermielin berakhir pada PKC mengekspresikan interneuron pada setengah ventral dari bagian dalam lamina II. Bagian kedua dari neuron proyeksi dalam lamina V menerima input konvergen dari serat A-delta dan A-beta. 5

Pada proses modulasi, saat otak menerima rasa nyeri, tubuh melepaskan neuromodulator, seperti opioid endogen (endorfin dan enkefalin), serotonin, norepinefrin, dan asam gamma aminobutirat. Zat-zat kimia ini dapat menghalangi transmisi dari nyeri dan membantu menghasilkan sebuah efek analgesik. Penghambatan dan peningkatan dari impuls rasa nyeri ini disebut dengan modulasi. Jaras desendens dari serat eferen memanjang dari korteks hingga korda spinalis dan dapat mempengaruhi impuls nyeri pada level korda spinalis. Pada jaras somatik, sebuah subset dari neuron proyeksi menyebrang kontralateral pada korda spinalis, lalu naik melalui traktus spinotalamikus menuju thalamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi pada otak, termasuk di antaranya formasi retikular, sistem limbik, dan kortex somatosensorik, menyediakan informasi mengenai lokasi dan intensitas dari stimulus nyeri. Neuron proyeksi lain terhubung ke korteks singuli dan insular melalui koneksi pada batang otak (nucleus parabrakhial) dan amigdala, turut serta sebagai komponen afektif dari pengalaman nyeri. Informasi asendens ini juga mengakses neuron pada rostral ventral dari medula dan periaquaductal gray 6

otak tengah untuk terhubung pada sistem feedback desendens yang meregulasi output dari korda spinalis.

Pada proses persepsi, ketika stimulus nyeri sampai pada korteks serebri, otak akan menginterpretasi sinyal tersebut, memproses informasi dari pengalaman, pengetahuan, dan a sosiasi cultural, dan mempersepsikan rasa nyeri. Sehingga dapat dikatakan bahwa persepsi adalah kesadaran akan rasa sakit/nyeri. Korteks somatosensorik mengidentifikasi lokasi dan intensitas dari nyeri, dan korteks asosiasi menentukan bagaimana seseorang menginterpretasi makna tersebut. Terdapat 2 kategori dari persepsi, yaitu: Menusuk (nyeri pertama) Memiliki kualitas yang tajam, sensasi nyeri awal terasa singkat, dihantarkan melalui serat A-delta, dan jaras sistem saraf pusatnya adalah somatosensorik menuju talamus dan korteks. Terbakar (nyeri kedua) Memiliki kualitas tumpul, aching, tidak

menyenangkan, selain itu sensasi nyeri lebih menetap dan terasa setelah beberapa waktu, dihantarkan melalui serat C, dan jaras sistem saraf pusatnya adalah menuju formasi reticular, periaqueductal gray, hipotalamu, dan talamus pusat. 7

Sensitisasi Sensitisasi merupakan peningkatan dari eksitabilitas neuron sehingga menjadi lebih sensitif terhadap stimulus atau input sensorik. Terdapat 2 bentuk dari sensitisasi, yaitu: pertama, meningkatnya respons sehingga noxious stimuli menghasilkan rasa nyeri yang lebih lama dan berlebihan; kedua, penurunan ambang sehingga stimulus yang normalnya tidak menghasilkan nyeri akan menghasilkan nyeri (allodynia). Terdapat 2 jenis sensitisasi, yaitu: Sensitisasi sentral Sensitisasi sentral merupakan meningkatnya eksitabilitas dari neuron dalam sistem saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan input yang normal mulai menghasilkan respon yang abnormal. Jika terjadi terus-menerus, maka akan terjadi perubahan kekuatan dari hubungan sinaps antara nosiseptor dan neuron-neuron pada korda spinalis (activity-dependent synaptic plasticity). Sensitisasi sentral ini melibatkan banyak transmitter. Sensitisasi perifer Sensitisasi perifer merupakan penurunan ambang dan peningkatan respon dari ujung perifer nosiseptor. Jenis sensitisasi ini terlibat dalam hipersensitivitas nyeri yang ditemukan pada daerah kerusakan jaringan dan inflamasi.

Referensi Brennan MJ, Heit HA. Chronic pain: overcoming treatment barriers for effective outcomes. Science. 2008;321:702705. Basbaum AI, Bautista DM, Scherrer G, Julius D. Cellular and molecular mechanisms of pain. Cell. 2009:139(2);267-84. Basbaum AI, Jessell T. The Perception of Pain. In: Kandel ER, Schwartz J, Jessell T, editors. Principles of Neuroscience. New York: Appleton and Lange; 2000;472491.

8