Lporan Tifoid Tutorial

35
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dlam Undang – Undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini ,erupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulakan wabah. Insiden demam tifoid bervariasi di setiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan.Namun demikian berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tinggi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, didapatkan rumusan masalah : 1. Jelaskan Definisi tifoid dan etiologi ? 2. Jelaskan epidemiologi dari tifoid di indonesia ? 3. Faktor Resiko terjadinya tifoid ? 4. Manifestasi klinis yang ditemukan pada tifoid ? 5. Jelaskan patofisiologi tifoid ? 6. Jelaskan patofisologi tanda dan gejala di skenario ? 7. Jelaskan Pemeriksaan penunjang dari tifoid ? 8. Jelaskan penatalaksanaan ( medikamentosa dan non medikamentosa dan edukasi) ? 1

description

laporan tifoid

Transcript of Lporan Tifoid Tutorial

Page 1: Lporan Tifoid Tutorial

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk

penyakit menular yang tercantum dlam Undang – Undang nomor 6 tahun 1962

tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini ,erupakan penyakit yang mudah

menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulakan wabah.

Insiden demam tifoid bervariasi di setiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi

lingkungan.Namun demikian berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga

Departemen Kesehatan RI tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10

penyakit dengan mortalitas tinggi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, didapatkan rumusan masalah :

1. Jelaskan Definisi tifoid dan etiologi ?

2. Jelaskan epidemiologi dari tifoid di indonesia ?

3. Faktor Resiko terjadinya tifoid ?

4. Manifestasi klinis yang ditemukan pada tifoid ?

5. Jelaskan patofisiologi tifoid ?

6. Jelaskan patofisologi tanda dan gejala di skenario ?

7. Jelaskan Pemeriksaan penunjang dari tifoid ?

8. Jelaskan penatalaksanaan ( medikamentosa dan non medikamentosa dan

edukasi) ?

9. Sebutkan komplikasi yang dapat terjadi dari demam tifoid ?

C. Tujuan Penulisan

Dapat menjelaskan bagaimana mengenal tanda – tanda terjadinya Demam Tifoid

baik dari anamnesis, gejala – gejala klinis, pemeriksaan fisik yang ditemukan,

pemeriksaan penunjang sampai dengan terapi baik medikamentosa maupun non

medikamentosa

1

Page 2: Lporan Tifoid Tutorial

D. Skenario

An. S 10 tahun, mengeluh Panas timbul mendadak tinggi hingga 38,2 0C sejak 7

hari, bersifat naik turun dan panas mulai meninggi ketika sore menjelang malam hari,

panas tidak disertai kejang. Saat panas pasien sempat menggigil, mengigau dan tidak

mengalami penurunan kesadaran. Pasien sudah sempat dibawa ke dokter dan diberi

obat penurun panas namun belum ada perbaikan dan panas kembali meninggi. Pasien

tidak mengeluh nyeri sendi, tidak ada mimisan ataupun gusi berdarah dan tidak timbul

bintik merah pada kulit. Sejak sakit pasien juga kadang-kadang batuk, berdahak tetapi

tidak ada darah , mual disertai muntah 1 kali cair sebanyak ¼ gelas aqua, ada lendir,

darah (-) sejak 4 hari yang lalu dan pusing. Pasien juga mengeluh susah BAB sejak ± 3

hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik suhu tubuh 38,2 0C, adanya stomatitis, lidah

kotor dibagian tengah, hepatomegali 2 cm di bawah arcus costae, nyeri tekan abdomen

(+).

E. Kata Kunci

1. Panas timbul mendadak tinggi hingga 38,2 0C sejak 7 hari

2. Mual dan muntah

3. Pusing

4. Susah BAB

5. Pemeriksaan fisik : suhu tubuh 38,2 0C, stomatitis (+), lidah kotor dibagian tengah,

hepatomegali 2 cm di bawah arcus costae, nyeri tekan abdomen (+)

E. Pertanyaan

1. Jelaskan definisi demam dan klasifikasinya ?

2. Jelaskan bagaimana patomekanisme demam ?

3. Apa saja yang menyebabkan demam?

4. Jelaskan etiologi dan epidemiologi pada skenario?

5. Jelaskan patomekanisme mual,muntah,pusing pada skenario?

6. Jelaskan patomekanisme hepatomegali dan nyeri pada skenario?

7. Jelaskan anamnesa tambahan pada skenario yang perlu ditanyakan?

8. Jelaskan Pemeriksaan penunjang pada skenario ?

9. Jelaskan penatalaksanaan (medikamentosa dan non medikamentosa dan edukasi) ?

10. Sebutkan komplikasi pada skenario ?

11. Apa saja pencegahan pada kasus ini?

12. Prognosis pada kasus ini ?

2

Page 3: Lporan Tifoid Tutorial

F. Jawban

1. Definisi demam

Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh > 37 derajat yang disebabkan oleh penyakit atau peradangan.Pada keadaan normal,suhu tubuh  normal memiliki perbedaan yang cukup jauh pada setiap orang dan perbedaan dilurnal.Suhu tubuh tertinggi pada malam hari dan suhu tubuh terendah siang hari.Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2oC .Sedangkan Suhu tubuh subnormal yaitu dibawah 36oC

Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah

mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial

dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali,

walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi

petunjuk diagnosis yang berguna.

Pola demam Penyakit

Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan

Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri

Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis

Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik

Quotidian Malaria karena P.vivax

Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid

arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)

Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis

Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi

derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan

respons terapi.

Demam kontinyu atau sustained feverditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang

menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal

suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

3

Page 4: Lporan Tifoid Tutorial

Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai

normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam

yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk

penyakit tertentu. Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan

oleh proses infeksi.

Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari,

dan puncaknya pada siang hari. Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua

yang ditemukan di praktek klinis.

Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan

perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam

yang terjadi setiap hari.

Demam quotidian ganda memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam).

4

Page 5: Lporan Tifoid Tutorial

Undulant fevermenggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap

tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam

melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi

saluran nafas atas.

Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada

satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau

sistem organ multipel.

Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda

(camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh

klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam

dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum

minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

Relapsingfever dan demam periodik:

o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval

regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari,

beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat

adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3,

kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) dan brucellosis.

o Relapsing feveradalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang

disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia dan ditularkan oleh kutu (louse-

borne RF) atau tick (tick-borne RF).

5

Page 6: Lporan Tifoid Tutorial

2. Patomekanisme demam?

Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ( pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam. (Ref:Fisiologi Sheerwood)

3. Apa saja yang dapat menyebabkan demam?1. Infeksi virus dan bakteri;2. Flu dan masuk angin;3. Radang tenggorokan;4. Infeksi telinga;5. Diare disebabkan bakterial atau diare disebabkan virus;6. Bronkitis akut, Infeksi saluran kencing;7. Infeksi saluran pernafasan atas (seperti amandel, radang faring atau radang

laring);8. Obat-obatan tertentu;9. Kadang-kadang disebabkan oleh masalah-masalah yang lebih serius seperti

pneumonia, radang usus buntu, TBC, dan radang selaput otak;10. Demam dapat terjadi pada bayi yang diberi baju berlebihan pada musim

panas atau pada lingkungan yang panas;

6

Page 7: Lporan Tifoid Tutorial

11. Penyebab-penyebab lain: penyakit rheumatoid, penyakit otoimun, Juvenile rheumatoid arthritis, Lupus erythematosus, Periarteritis nodosa, infeksi HIV dan AIDS, Inflammatory bowel disease, Regional enteritis, Ulcerative colitis, Kanker, Leukemia, Neuroblastoma, penyakit Hodgkin, Non-Hodgkin's lymphoma.

4. Jelaskan etiologi dan epidemiologi pada skenario?

Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, dan Salmomella paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh Salmonella typhi cenderung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain. Pada Salmonella paratyphi biasanya dampaknya lebih ringan.Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering.

EpidemiologiDemam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting diberbagai

negara sedang berkembang.Umur penderita yang terkena di Indonesia(daerah endemis)dilaporkan antara 3-19tahun sama seperti di Amerika Selatan.

Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekresikannya melalui sekret urin,saluran pernafasan, dan tinja dalam waktu yang bervariasi.S. typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air,es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada pakaian.S.typhi mudah mati dengan klorinasi dan pasteurisasi.

Penularan kuman dapat juga terjadi melalui transmisi transpasental ari seorang ibu hamil yang berada dalam keadaan bakteremia kepada bayinya.Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian

5. Patogenesis pada scenario??Kuman S. typhi masuk ke tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air

yang tercemar.Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini terjadi komplikasi yaitu, pendarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi.Lalu kuman S. typhi kemudian menembus ke lamina propina, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe messenterial yang juga mengalami hipertropi.Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini S. typhi masuk kealiran darah melalui duktus thoracicus. Kuman-kuman S. typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S. typhi bersarang di plaque Peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain system retikuloendotial. Ditempat ini kuman difagosit oleh sel sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi Demam

7

Page 8: Lporan Tifoid Tutorial

tifoid (5-9 hari) kuman kembali masuk ke darah kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut kembali dikeluarkan dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus.

Endotoksin S. typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan setempat S. typhi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena S. typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

Setelah melalui asam lambung, Salmonella typhosa menembus ileum ditangkap oleh sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di RES, terjadilah bakteriemi II.

Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll.

6. Jelaskan patomekanisme mual,muntah,pusing pada skenario dan Jelaskan

patomekanisme hepatomegali dan nyeri pada skenario?

7. Jelaskan anamnesa tambahan yang perlu ditambahkan?• Lama demam berapa lama

• Jenis demam

8

Page 9: Lporan Tifoid Tutorial

• Rasa tidak enak?

• Keluhan sekunder (batuk, gatal, bengkak, kemerahan,dll)

• Nyeri mata tenggorokan

• Pusing tidak?mual?muntah ?obstipasi ga?

8. Pemeriksaan penunjang pada kasus ini?

Laboratorium :

Darah rutin,kimia darah,serologis

Urin

Mikrobiologi :

Biakan kuman

Radiologi :

Foto toraks

9.

BAB II

SINTESA DAN ANALISA

2.1. Definisi

Demam Tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella

typhi yang dapat ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang

terkontaminasi oleh tinja atau urin orang yang terinfeksi.

2.2. Epidemiologi

Insidensi demam tifoid secara tepat tidaklah diketahui mengingat

tampilan kliniknya yang bervariasi sehingga bila tanpa konfirmasi laboratorium,

terbaurkan dengan penyakit infeksi lainnya. Kultur darah sebagai pemeriksaan

untuk mencari kuman penyebab tidak selalu tersedia di setiap daerah dan setiap

fasilitas kesehatan. Selain itu ternyata kultur darah penderita demam tifoid tidak

selalu memberikan hasil seluruhnya positif, hasil penelitian di beberapa Negara

Asia menunjukkan bahwa positivitas kultur darah untuk Salmonella enterica

9

Page 10: Lporan Tifoid Tutorial

serovar typhi dan paratyphi sekitar 50 % sehingga insidensi dengan kultur positif

berkisar antara 180-494/100.000 pada penderita berusia 5-15 tahun dan 149-

573/100.000 pada usia 2-4 tahun.

Di negara maju kasus demam tifoid terjadi secara sporadik dan sering

juga berupa kasus impor atau bila ditelusuri ternyata ada riwayat kontak dengan

karier kronik. Diperkirakan sampai dengan 90 – 95 % penderita dikelola sebagai

penderita rawat jalan1,4.

Di seluruh dunia WHO memperkirakan pada tahun 2000 terdapat lebih

dari 21,65 juta penderita demam tifoid dan lebih dari 216 ribu diantaranya

meninggal, sedangkan kasus demam paratifoid diperkirakan sebanyak 5,4 juta

kasus. Asia Tenggara menempati daerah dengan insidensi tertinggi yaitu lebih

dari 100.000 kasus per tahun. Di Indonesia selama tahun 2006, demam tifoid dan

demam paratifoid merupakan penyebab morbiditas peringkat 3 setelah diare dan

Demam Berdarah Dengue.

2.3. Karakteristik Salmonella sp.

Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,

bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 µm x 0.5-0,8 µm. Salmonella sp.

tumbuh cepat dalam media yang sederhana (Jawet’z, dkk, 2005), hampir tidak

pernah memfermentasi laktosa dan sukrosa, membentuk asam dan kadang gas

dari glukosa dan manosa, biasanya memporoduksi hidrogen sulfide atau H2S,

pada biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2-8milimeter, bulat agak

cembung, jernih, smooth. Salmonella sp. tahan hidup dalam air yang dibekukan

dalam waktu yang lama, bakteri ini resisten terhadap bahan kimia tertentu

(misalnya hijau brillian, sodium tetrathionat, sodium deoxycholate) yang

menghambat pertumbuhan bakteri enterik lain, tetapi senyawa tersebut berguna

untuk ditambahkan pada media isolasi Salmonella sp. pada sampel feses.

Klasifikasi kuman Salmonella sp. sangat kompleks, biasanya

diklasifikasikan menurut dasar reaksi biokimia, serotipe yang diidentifikasi

menurut struktur antigen O, H dan Vi yang spesifik (Jawet’z, dkk, 2005 ;

10

Page 11: Lporan Tifoid Tutorial

Bennasar, A., et al, 2000), menurut reaksi biokimianya, Salmonella sp. dapat

diklasifikasikan menjadi tiga spesies yaitu S. typhi, S. enteritidis, S. cholerasuis,

disebut bagan kauffman-white (Irianto, 2006). Berdasarkan serotipenya di

klasifikasikan menjadi empat serotipe yaitu S. paratyphi A (Serotipe group A), S.

paratyphi B (Serotipe group B), S. paratyphi C (Serotipe group C ), dan S. typhi

dari Serotipe group D (Jawet’z, 2005).

2.4. Patogenesis

Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam

tubuh manusia yang terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman.

11

Page 12: Lporan Tifoid Tutorial

Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam

usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa

(IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel

M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak

dan di fagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup

dan berkembang biak di dalam makrofag, selanjutnya dibawa ke plague Peyeri

ileum distal kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui

duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam

sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan

menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di

organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang

biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi

darah lagi mengakibatkan baktermia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-

tanda dan gejala penyakit infeksi sitemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan

bersama cairan empedu diekskresikan secara “ intermittent “ ke dalam lumen

usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke

dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,

makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman

Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya

menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,

sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi.

Di dalam plague Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia

jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,

hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi

akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami

nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus.

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ditemukan keluhan dan gejala serupa

dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing,

nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak

diperut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu

meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada

sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi jelas berupa

demam, bradikardi relatif ( adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti

12

Page 13: Lporan Tifoid Tutorial

peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah,

tepi merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan

mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.

Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi jelas berupa demam, bradikardi relatif (

adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per

menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi merah serta tremor),

hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen,

stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseola jarang ditemukan pada orang

Indonesia

2.5. Manifestasi Klinik

13

Page 14: Lporan Tifoid Tutorial

Masa inkubasi Salmonella typhi antara 3-21 hari, tergantung dari status

kesehatan dan kekebalan tubuh penderita. Pada fase awal penyakit, penderita

demam tifoid selalu menderita demam dan banyak yang melaporkan bahwa

demam terasa lebih tinggi saat sore atau malam hari dibandingkan pagi harinya.

Ada juga yang menyebut karakteristik demam pada penyakit ini dengan istilah

”step ladder temperature chart”, yang ditandai dengan demam yang naik bertahap

tiap hari, mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama kemudian bertahan

tinggi, dan selanjutnya akan turun perlahan pada minggu keempat bila tidak

terdapat fokus infeksi.

1. Masa Permulaan (7 hari)

- Demam

dimulai 7-14 hari sejak masuknya S.typhi. Meningkat pada malam hari, turun

pada pagi hari. Suhu puncak pada tengah malam.

- Lemah/ fatique (lebih berat dari penyakit febris lain)

- Diare (enterocolitis) pd 10 – 20% (lebih pd anak)

- Anoreksia

2. Masa Penyakit: minggu ke2 mirip sindroma “influenza”

- Febris makin tinggi (39° - 40°C)

- Bercucuran keringat / diaphoresis

- Nyeri kepala frontal

- Batuk kering

- Anoreksia / mual

- Perut kembung atau sakit (20 – 40%)

- Lemah

- Konstipasi / sembelit (berhari-hari, pembesaran limpa Peyers, bukan karena

“tidak makan”)

- Hepatomegali

3. Masa Lanjutan: minggu ke3

- Makin buruk/toksik

- Lemah serta myalgia

- Febris tinggi & sinambungan

- Abdomen makin kembung,

Perdarahan usus

14

Page 15: Lporan Tifoid Tutorial

Perforasi usus

- Miokarditis: takipnea, rales paru

- Makin Apati, Lethargi, Delirium, Psikosis, Somnolen, semikoma dan konvulsi.

2.6. Metode Pemeriksaan

Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya penurunan kadar

hemoglobin, trombositopenia, kenaikan LED, aneosinofilia, limfopenia,

leukopenia, leukosit normal, hingga leukositosis.

Gold standard untuk menegakkan diagnosis demam tifoid adalah

pemeriksaan kultur darah (biakan empedu) untuk Salmonella typhi.

Pemeriksaan kultur darah biasanya akan memberikan hasil positif pada minggu

pertama penyakit. Hal ini bahkan dapat ditemukan pada 80% pasien yang tidak

diobati antibiotik. Apabila hasil tes widal menunjukkan hasil negatif, maka hal

tersebut tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis demam tifoid, karena

mungkin disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut : 1) telah mendapat terapi

antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik,

pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif, 2)

Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah), Bila darah

dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya

secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu untuk

pertumbuhan kuman; 3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau

menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi (aglutinin) ini dapat

menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif, 4). Saat pengambilan

darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat.

Pemeriksaan lain untuk demam tifoid adalah uji serologi Widal dan deteksi

antibodi IgM Salmonella typhi dalam serum. 

Uji serologi widal mendeteksi adanya antibodi aglutinasi terhadap

antigen O yang berasal dari somatik dan antigen H yang berasal dari flagella

Salmonella typhi. Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan apabila ditemukan

titer O aglutinin sekali periksa mencapai ≥ 1/200 atau terdapat kenaikan 4 kali

pada titer sepasang. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan

terinfeksi kuman ini. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu

pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada

15

Page 16: Lporan Tifoid Tutorial

minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-

mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu : 1). Pengobatan

dini dengan antibiotik, 2). Gangguan pembentukan antibody, dan pemberian

kortikosteroid, 3). Waktu pengambilan darah, 4). Daerah endemik atau non-

endemik, 5) Riwayat vaksinasi, 6). Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer

aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid masa lalu atau vaksinasi, 7). Faktor

teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain

Salmonella yang digunakan untuk suspense antigen.

Tubex TF. Pemeriksaan Anti S. typhi IgM dengan reagen Tubex TF

sebagai solusi pemeriksaan yang sensitif, spesifik, praktis untuk mendeteksi

penyebab demam akibat infeksi bakteri S. typhi Pemeriksaan Anti S. typhi IgM

dengan reagen Tubex TF dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen

lipopolisakarida O9 yang sangat spesifik terhadap bakteri S. typhi. Pemeriksaan

ini sangat bermanfaat untuk deteksi infeksi akut lebih dini dan sensitif, karena

antibodi IgM muncul paling awal yaitu setelah 3-4 hari terjadinya demam

sensitivitasnya > 95%.

Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk

melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG

terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji

ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam

spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA.

Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda

dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi

dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi

sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai

reagen kontrol. Metode ini mempunyai sensitivitas sebesar 63% bila

dibandingkan dengan kultur darah (13.7%) dan uji Widal (35.6%). Kendala yang

sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi risiko kontaminasi

yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila prosedur teknis tidak

dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam spesimen yang bisa

menghambat proses PCR antara lain hemoglobin dan heparin dalam spesimen

16

Page 17: Lporan Tifoid Tutorial

darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses, biaya yang cukup

tinggi dan teknis yang relatif rumit

2.7. Tata laksana

Non-Medikamentosa

Istirahat dan perawatan, tirah baring dan perawatan bertujuan untuk mencegah

komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan,

minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan

mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu dijaga kebersihan tempat

tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi klien perlu diawasi untuk

mencegah dekubitus serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

Diet dan Terapi Penunjang

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit

demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan

gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.

Pemberian bubur saring ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan

saluran cerna atau perforasi usus. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian

makan padat dini yaitu nasi dengan lauk-pauk rendah selulosa (menghindari

sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam

tifoid.

Pemberian Antimikroba

Kloramfenikol. Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama

untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per hari

dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari

bebas panas. Komplikasi hematologi dapat terjadi anemia aplastik.

Tiamfenikol. Dosis 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai

ke-6. Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih

rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.

Kotrimoksazol. Dosis dewasa 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol

400 mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.

Ampisillin dan amoksisilin. Dosis 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2

minggu.

Sefalosporin generasi ketiga. Sefriakson dosis yang dianjurkan antara 3-4 gram

dalam gram dekstrose 100cc diberikan selama ½ jam per infus sekali sehari,

17

Page 18: Lporan Tifoid Tutorial

diberikan selama 3-5 hari.

Golongan Florokuinolon

-Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari.

-Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari.

-Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari.

-Perfloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari.

-Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari.

Kombinasi Obat Antimikroba

Kombinasi 2 antibiotik atau telah diindikasikan hanya pada keadaan

tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik,

yang pernah terbukti ditemukan 2 macam organism dalam kultur darah selain

kuman Salmonella.

2.8. Komplikasi Demam Tifoid

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi :

Komplikasi intestinal. Perdarahan usus, perforasi, ileus paralitik, pankreatitis.

Komplikasi ekstra-intestinal.

Kardiovaskular : gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis.

Darah : anemia hemolitik, trombositopenia, KID, thrombosis.

Paru : pneumonia, empiema, pleuritis.

Hepatobilier : hepatitis, kolesistitis.

Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.

Tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis.

Neuropsikiatrik/tifoid toksik.

Komplikasi Intestinal

Perdarahan Intestinal

Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat

terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila

luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan.

Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi.

Perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah atau gabungan

kedua faktor.

Perforasi Usus

18

Page 19: Lporan Tifoid Tutorial

Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat

terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut

dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50 % penderita

dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen.

Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, bahkan dapat

syok. Bila pada gambaran foto polos abdomen ditemukan udara pada rongga

peritoneum atau subdiafragma kanan. Faktor yang dapat meningkatkan kejadian

perforasi adalah umur, (20-30 tahun), lama demam, modalitas pengobatan, beratnya

penyakit, dan mobilitas penderita.

Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman

S.typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan anaerobik

pada flora usus. Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas dengan kombinasi

kloramfenikol dan ampisilin intravena. Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat

kehilangan darah akibat perdarahan intestinal.

Komplikasi Ekstraintestinal

Komplikasi Hematologik

Berupa trombositopenia, peningkatan prothrombin time, peningkatan

partial thromboplastin, peningkatan fibrin degradation products sampai koagulasi

intravaskular diseminata (KID). Penyebab KID belum jelas. Hal-hal yang sering

dikemukakan adalah endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi,

dan fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin dan histamine menyebabkan

vasokontriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya

mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi baik kompensata maupun

dekompensata. Bila terjadi KID dekompensata dapat diberikan transfuse darah,

substitusi trombosit dan/atau faktor-faktor koagulasi. Trombositopenia terjadi

karena menurunnya produksi trombosit di sumsum tulang selama proses infeksi atau

meningkatnya destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial.

Hepatitis Tifosa

Pembengkakan hati ringan dijumpai pada 50% kasus dengan demam

tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S.typhi daripada S.paratyphi. Untuk

membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau amuba

maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium, bila perlu

histopatologik hati. Pada demam tifoid kenaikan enzim transaminase tidak relevan

19

Page 20: Lporan Tifoid Tutorial

dengan kenaikan serum bilirubin. Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan

malnutrisi dan sistem imun yang kurang.

Pankreatitis Tifosa

Pankreatitis sendiri dapat disebabkan oleh mediator pro inflamasi, virus,

bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologik. Pemeriksaan enzim amylase dan

lipase serta ultrasonografi/CT Scan dapat membantu diagnosis penyakit.

Penatalaksanaan seperti penanganan pankreatitis pada umumnya; antibiotik

intravena seperti sefriakson dan kuinolon.

Miokarditis

Terjadi 1-5 % penderita demam tifoid sedangkan kelainan EKG (10-15%)

penderita. Pasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau

dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok

kardiogenik. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh kuman S.typhi dan miokarditis

sering sebagai penyebab kematian.

Manifestasi Neuropsikiatrik/Tifoid Toksik

Dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semikoma, koma.

Parkinson rigidity, sindrom otak akut, mioklonus generalisata, meningismus,

skizofrenia, sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis,

polineuritis perifer, Sindrom Guillain-Barre, dan psikosis.

Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan atau

penurunan kesadaran akut dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya

dan dalam pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal. Semua kasus tifoid

toksik diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg ditambah

ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.

2.9. Pencegahan

Preventif dan Kontrol Penularan

Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan

Kasus Luar Biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak aspek, mulai dari segi

kuman Salmonella typhi sebagai agen penyakit dan faktor penjamu serta faktor

lingkungan.

Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi

tifoid, yaitu: 1. Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi, 2. Pencegahan transmisi

langsung dari pasien terinfeksi S.typhi akut maupun karier. 3. Proteksi pada orang

yang berisiko tinggi.

20

Page 21: Lporan Tifoid Tutorial

Pencegahan infeksi Salmonella typhi juga dapat dilakukan dengan

penerapan pola hidup bersih dan sehat. Berbagai hal sederhana  namun efektif dapat

mulai dibiasakan sejak dini oleh setiap orang untuk menjaga higienitas pribadi dan

lingkungan, seperti membiasakan cuci tangan dengan sabun sebelum makan atau

menyentuh alat makan/minum, mengkonsumsi makanan dan minuman bergizi yang

sudah dimasak matang, menyimpan makanan dengan benar agar tidak dihinggapi

lalat atau terkena debu, memilih tempat makan yang bersih dan memiliki sarana air

memadai, membiasakan buang air di kamar mandi, serta mengatur pembuangan

sampah agar tidak mencemari lingkungan.

Vaksinasi

Vaksin pertama kali ditemukan 1896 dan setelah tahun 1960 efektivitas

vaksinasi telah ditegakkan, keberhasilan proteksi sebesar 51-88% (WHO). Indikasi

vaksinasi adalah bila : 1) hendak mengunjungi daerah endemik, risiko terserang

demam tifoid semakin tinggi untuk daerah berkembang, 2) orang yang terpapar

dengan penderita karier tifoid, dan 3). Petugas laboratorium.

Jenis Vaksin

Vaksin oral : -Ty21a (vivotif Berna) belum beredar di Indonesia

Vaksin parenteral : -ViCPS (Typhim Vi/Pasteur Merieux), vaksin kapsul

polisakarida.

Pemilihan Vaksin

Vaksin oral –Ty21a diberikan 3 kali secara bermakna menurunkan 66%

selama 5 tahun. Usia sasaran vaksinasi berbeda efektivitasnya Vaksin parenteral

non-aktif relatif lebih sering menyebabkan reaksi efek samping serta tidak seefektif

dibandingkan dengan ViCPS maupun Ty21a oral. Jenis vaksin dan jadwal

pemberiannya yang ada saat ini di Indonesia hanya ViCPS (Typhim Vi)

Indikasi Vaksinasi

Tindakan preventif berupa vaksinasi tifoid bergantung pada faktor risiko

yang berkaitan, yaitu individual atau populasi dengan situasi epidemiologisnya:

Populasi : anak usia sekolah di daerah endemik, personil militer, petugas rumah

sakit, laboratorium kesehatan, industry makanan/minuman>

Individual : pengunjung/ wisatawan ke daerah endemik, orang yang kontak erat

dengan pengidap tifoid.

21

Page 22: Lporan Tifoid Tutorial

Kontraindikasi Vaksinasi

Vaksin hidup oral Ty21a tidak diberikan pada sasaran yang alergi atau

reaksi efek samping berat, penurunan imunitas, dan kehamilan. Bila diberikan

bersamaan dengan obat anti malaria (klorokuin, meflokuin) dianjurkan minimal

setelah 24 jam pemberian obat baru dilakukan vaksinasi. Dianjurkan tidak

memberikan vaksinasi bersamaan dengan obat sulfonamide atau antimikroba

lainnya.

Efek Samping Vaksinasi

Pada vaksin Ty21a demam timbul pada orang yang mendapat vaksin 0-

5%, sakit kepala (0-5%), sedangkan pada ViCPS efek samping lebih kecil (demam

0,25%, malaise 0,5%, sakit kepala 1,5%, rash 5%, reaksi nyeri local 17%). Efek

samping terbesar pada vaksin parenteral adalah heatphenol inactivated, yaitu

demam 6,7-24%, nyeri kepala 9-10% dan reaksi lokal nyeri, dan edema 3-35%

bahkan reaksi berat termasuk hipotensi , nyeri dada, dan syok.

Efektivitas Vaksinasi

Serokonversi (peningkatan titer antibodi 4 kali) setelah vaksinasi dengan

ViCPS terjadi secara cepat yaitu sekitar 15 hari-3 minggu dan 90% bertahan selama

3 tahun. Kemampuan proteksi sebesar 77% pada daerah endemik dan sebesar 60%

untuk daerah hiperendemik.

22

Page 23: Lporan Tifoid Tutorial

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tersebut, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Pasien mengalami demam tifoid dilihat dari keluhan yang di rasakan,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratoium yang didapatkan .Berbagai faktor

resiko, seperti faktor pola makan yang tidak teratur,sanitasi lingkungan yang

tidak higienis dan umur

2. Hanya dari Manusia melalui:

a. Jalur feko-oral

b. Jalur terkontaminasi dari manusia “aktif”

c. Pengidap / carrier kronis.

B. Saran

1. Edukasi mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya menjaga kebersihan diri

dan lingkungan yang higenis,tindakan-tindakan higienis dalam proses-proses

persiapan makanan, pembuangan sampah dll

2. Diet dan terapi penunjang

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit

demem tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum

dan gizi penderita semakin turun dan proses penyembuhan akan semakin lama

3. Pengobatan obat – obatan sangat diperlukan pula dalam proses penyembuhan

demam tifoid dimana pemberian obat antimikroba dan terapi suportif.

23

Page 24: Lporan Tifoid Tutorial

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W.Sudoy,dkk. 2009 . Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta : Interna

Publishing.

2. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan, Laboratorium. Ronald A. Sacher, Richard A

3. Bradley D. Jones. SALMONELLOSIS. Host Immune Response and Bacterial

Virulence Determinants. Annu. Rev. Immunol. 1996. 14:533-61.

24