Lporan Tifoid Tutorial
-
Upload
ririn-agustin -
Category
Documents
-
view
50 -
download
5
description
Transcript of Lporan Tifoid Tutorial
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk
penyakit menular yang tercantum dlam Undang – Undang nomor 6 tahun 1962
tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini ,erupakan penyakit yang mudah
menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulakan wabah.
Insiden demam tifoid bervariasi di setiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan.Namun demikian berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
Departemen Kesehatan RI tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10
penyakit dengan mortalitas tinggi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, didapatkan rumusan masalah :
1. Jelaskan Definisi tifoid dan etiologi ?
2. Jelaskan epidemiologi dari tifoid di indonesia ?
3. Faktor Resiko terjadinya tifoid ?
4. Manifestasi klinis yang ditemukan pada tifoid ?
5. Jelaskan patofisiologi tifoid ?
6. Jelaskan patofisologi tanda dan gejala di skenario ?
7. Jelaskan Pemeriksaan penunjang dari tifoid ?
8. Jelaskan penatalaksanaan ( medikamentosa dan non medikamentosa dan
edukasi) ?
9. Sebutkan komplikasi yang dapat terjadi dari demam tifoid ?
C. Tujuan Penulisan
Dapat menjelaskan bagaimana mengenal tanda – tanda terjadinya Demam Tifoid
baik dari anamnesis, gejala – gejala klinis, pemeriksaan fisik yang ditemukan,
pemeriksaan penunjang sampai dengan terapi baik medikamentosa maupun non
medikamentosa
1
D. Skenario
An. S 10 tahun, mengeluh Panas timbul mendadak tinggi hingga 38,2 0C sejak 7
hari, bersifat naik turun dan panas mulai meninggi ketika sore menjelang malam hari,
panas tidak disertai kejang. Saat panas pasien sempat menggigil, mengigau dan tidak
mengalami penurunan kesadaran. Pasien sudah sempat dibawa ke dokter dan diberi
obat penurun panas namun belum ada perbaikan dan panas kembali meninggi. Pasien
tidak mengeluh nyeri sendi, tidak ada mimisan ataupun gusi berdarah dan tidak timbul
bintik merah pada kulit. Sejak sakit pasien juga kadang-kadang batuk, berdahak tetapi
tidak ada darah , mual disertai muntah 1 kali cair sebanyak ¼ gelas aqua, ada lendir,
darah (-) sejak 4 hari yang lalu dan pusing. Pasien juga mengeluh susah BAB sejak ± 3
hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik suhu tubuh 38,2 0C, adanya stomatitis, lidah
kotor dibagian tengah, hepatomegali 2 cm di bawah arcus costae, nyeri tekan abdomen
(+).
E. Kata Kunci
1. Panas timbul mendadak tinggi hingga 38,2 0C sejak 7 hari
2. Mual dan muntah
3. Pusing
4. Susah BAB
5. Pemeriksaan fisik : suhu tubuh 38,2 0C, stomatitis (+), lidah kotor dibagian tengah,
hepatomegali 2 cm di bawah arcus costae, nyeri tekan abdomen (+)
E. Pertanyaan
1. Jelaskan definisi demam dan klasifikasinya ?
2. Jelaskan bagaimana patomekanisme demam ?
3. Apa saja yang menyebabkan demam?
4. Jelaskan etiologi dan epidemiologi pada skenario?
5. Jelaskan patomekanisme mual,muntah,pusing pada skenario?
6. Jelaskan patomekanisme hepatomegali dan nyeri pada skenario?
7. Jelaskan anamnesa tambahan pada skenario yang perlu ditanyakan?
8. Jelaskan Pemeriksaan penunjang pada skenario ?
9. Jelaskan penatalaksanaan (medikamentosa dan non medikamentosa dan edukasi) ?
10. Sebutkan komplikasi pada skenario ?
11. Apa saja pencegahan pada kasus ini?
12. Prognosis pada kasus ini ?
2
F. Jawban
1. Definisi demam
Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh > 37 derajat yang disebabkan oleh penyakit atau peradangan.Pada keadaan normal,suhu tubuh normal memiliki perbedaan yang cukup jauh pada setiap orang dan perbedaan dilurnal.Suhu tubuh tertinggi pada malam hari dan suhu tubuh terendah siang hari.Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2oC .Sedangkan Suhu tubuh subnormal yaitu dibawah 36oC
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah
mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial
dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali,
walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi
petunjuk diagnosis yang berguna.
Pola demam Penyakit
Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan
Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis
Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Quotidian Malaria karena P.vivax
Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid
arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)
Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis
Demam rekuren Familial Mediterranean fever
Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi
derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan
respons terapi.
Demam kontinyu atau sustained feverditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang
menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal
suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.
3
Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)
Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai
normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam
yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk
penyakit tertentu. Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan
oleh proses infeksi.
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari,
dan puncaknya pada siang hari. Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua
yang ditemukan di praktek klinis.
Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan
perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam
yang terjadi setiap hari.
Demam quotidian ganda memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam).
4
Undulant fevermenggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap
tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam
melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi
saluran nafas atas.
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada
satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau
sistem organ multipel.
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda
(camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh
klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam
dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum
minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).
Relapsingfever dan demam periodik:
o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval
regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari,
beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat
adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3,
kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) dan brucellosis.
o Relapsing feveradalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang
disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia dan ditularkan oleh kutu (louse-
borne RF) atau tick (tick-borne RF).
5
2. Patomekanisme demam?
Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ( pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam. (Ref:Fisiologi Sheerwood)
3. Apa saja yang dapat menyebabkan demam?1. Infeksi virus dan bakteri;2. Flu dan masuk angin;3. Radang tenggorokan;4. Infeksi telinga;5. Diare disebabkan bakterial atau diare disebabkan virus;6. Bronkitis akut, Infeksi saluran kencing;7. Infeksi saluran pernafasan atas (seperti amandel, radang faring atau radang
laring);8. Obat-obatan tertentu;9. Kadang-kadang disebabkan oleh masalah-masalah yang lebih serius seperti
pneumonia, radang usus buntu, TBC, dan radang selaput otak;10. Demam dapat terjadi pada bayi yang diberi baju berlebihan pada musim
panas atau pada lingkungan yang panas;
6
11. Penyebab-penyebab lain: penyakit rheumatoid, penyakit otoimun, Juvenile rheumatoid arthritis, Lupus erythematosus, Periarteritis nodosa, infeksi HIV dan AIDS, Inflammatory bowel disease, Regional enteritis, Ulcerative colitis, Kanker, Leukemia, Neuroblastoma, penyakit Hodgkin, Non-Hodgkin's lymphoma.
4. Jelaskan etiologi dan epidemiologi pada skenario?
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, dan Salmomella paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh Salmonella typhi cenderung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain. Pada Salmonella paratyphi biasanya dampaknya lebih ringan.Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering.
EpidemiologiDemam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting diberbagai
negara sedang berkembang.Umur penderita yang terkena di Indonesia(daerah endemis)dilaporkan antara 3-19tahun sama seperti di Amerika Selatan.
Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekresikannya melalui sekret urin,saluran pernafasan, dan tinja dalam waktu yang bervariasi.S. typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air,es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada pakaian.S.typhi mudah mati dengan klorinasi dan pasteurisasi.
Penularan kuman dapat juga terjadi melalui transmisi transpasental ari seorang ibu hamil yang berada dalam keadaan bakteremia kepada bayinya.Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian
5. Patogenesis pada scenario??Kuman S. typhi masuk ke tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air
yang tercemar.Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini terjadi komplikasi yaitu, pendarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi.Lalu kuman S. typhi kemudian menembus ke lamina propina, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe messenterial yang juga mengalami hipertropi.Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini S. typhi masuk kealiran darah melalui duktus thoracicus. Kuman-kuman S. typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S. typhi bersarang di plaque Peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain system retikuloendotial. Ditempat ini kuman difagosit oleh sel sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi Demam
7
tifoid (5-9 hari) kuman kembali masuk ke darah kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut kembali dikeluarkan dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus.
Endotoksin S. typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan setempat S. typhi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena S. typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Setelah melalui asam lambung, Salmonella typhosa menembus ileum ditangkap oleh sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di RES, terjadilah bakteriemi II.
Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll.
6. Jelaskan patomekanisme mual,muntah,pusing pada skenario dan Jelaskan
patomekanisme hepatomegali dan nyeri pada skenario?
7. Jelaskan anamnesa tambahan yang perlu ditambahkan?• Lama demam berapa lama
• Jenis demam
8
• Rasa tidak enak?
• Keluhan sekunder (batuk, gatal, bengkak, kemerahan,dll)
• Nyeri mata tenggorokan
• Pusing tidak?mual?muntah ?obstipasi ga?
8. Pemeriksaan penunjang pada kasus ini?
Laboratorium :
Darah rutin,kimia darah,serologis
Urin
Mikrobiologi :
Biakan kuman
Radiologi :
Foto toraks
9.
BAB II
SINTESA DAN ANALISA
2.1. Definisi
Demam Tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi yang dapat ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh tinja atau urin orang yang terinfeksi.
2.2. Epidemiologi
Insidensi demam tifoid secara tepat tidaklah diketahui mengingat
tampilan kliniknya yang bervariasi sehingga bila tanpa konfirmasi laboratorium,
terbaurkan dengan penyakit infeksi lainnya. Kultur darah sebagai pemeriksaan
untuk mencari kuman penyebab tidak selalu tersedia di setiap daerah dan setiap
fasilitas kesehatan. Selain itu ternyata kultur darah penderita demam tifoid tidak
selalu memberikan hasil seluruhnya positif, hasil penelitian di beberapa Negara
Asia menunjukkan bahwa positivitas kultur darah untuk Salmonella enterica
9
serovar typhi dan paratyphi sekitar 50 % sehingga insidensi dengan kultur positif
berkisar antara 180-494/100.000 pada penderita berusia 5-15 tahun dan 149-
573/100.000 pada usia 2-4 tahun.
Di negara maju kasus demam tifoid terjadi secara sporadik dan sering
juga berupa kasus impor atau bila ditelusuri ternyata ada riwayat kontak dengan
karier kronik. Diperkirakan sampai dengan 90 – 95 % penderita dikelola sebagai
penderita rawat jalan1,4.
Di seluruh dunia WHO memperkirakan pada tahun 2000 terdapat lebih
dari 21,65 juta penderita demam tifoid dan lebih dari 216 ribu diantaranya
meninggal, sedangkan kasus demam paratifoid diperkirakan sebanyak 5,4 juta
kasus. Asia Tenggara menempati daerah dengan insidensi tertinggi yaitu lebih
dari 100.000 kasus per tahun. Di Indonesia selama tahun 2006, demam tifoid dan
demam paratifoid merupakan penyebab morbiditas peringkat 3 setelah diare dan
Demam Berdarah Dengue.
2.3. Karakteristik Salmonella sp.
Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,
bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 µm x 0.5-0,8 µm. Salmonella sp.
tumbuh cepat dalam media yang sederhana (Jawet’z, dkk, 2005), hampir tidak
pernah memfermentasi laktosa dan sukrosa, membentuk asam dan kadang gas
dari glukosa dan manosa, biasanya memporoduksi hidrogen sulfide atau H2S,
pada biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2-8milimeter, bulat agak
cembung, jernih, smooth. Salmonella sp. tahan hidup dalam air yang dibekukan
dalam waktu yang lama, bakteri ini resisten terhadap bahan kimia tertentu
(misalnya hijau brillian, sodium tetrathionat, sodium deoxycholate) yang
menghambat pertumbuhan bakteri enterik lain, tetapi senyawa tersebut berguna
untuk ditambahkan pada media isolasi Salmonella sp. pada sampel feses.
Klasifikasi kuman Salmonella sp. sangat kompleks, biasanya
diklasifikasikan menurut dasar reaksi biokimia, serotipe yang diidentifikasi
menurut struktur antigen O, H dan Vi yang spesifik (Jawet’z, dkk, 2005 ;
10
Bennasar, A., et al, 2000), menurut reaksi biokimianya, Salmonella sp. dapat
diklasifikasikan menjadi tiga spesies yaitu S. typhi, S. enteritidis, S. cholerasuis,
disebut bagan kauffman-white (Irianto, 2006). Berdasarkan serotipenya di
klasifikasikan menjadi empat serotipe yaitu S. paratyphi A (Serotipe group A), S.
paratyphi B (Serotipe group B), S. paratyphi C (Serotipe group C ), dan S. typhi
dari Serotipe group D (Jawet’z, 2005).
2.4. Patogenesis
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam
tubuh manusia yang terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman.
11
Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam
usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa
(IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel
M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak
dan di fagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup
dan berkembang biak di dalam makrofag, selanjutnya dibawa ke plague Peyeri
ileum distal kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui
duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam
sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan
menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di
organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang
biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi
darah lagi mengakibatkan baktermia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-
tanda dan gejala penyakit infeksi sitemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara “ intermittent “ ke dalam lumen
usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke
dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman
Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,
sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi.
Di dalam plague Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami
nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ditemukan keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak
diperut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu
meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada
sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi jelas berupa
demam, bradikardi relatif ( adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti
12
peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah,
tepi merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan
mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.
Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi jelas berupa demam, bradikardi relatif (
adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per
menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi merah serta tremor),
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen,
stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseola jarang ditemukan pada orang
Indonesia
2.5. Manifestasi Klinik
13
Masa inkubasi Salmonella typhi antara 3-21 hari, tergantung dari status
kesehatan dan kekebalan tubuh penderita. Pada fase awal penyakit, penderita
demam tifoid selalu menderita demam dan banyak yang melaporkan bahwa
demam terasa lebih tinggi saat sore atau malam hari dibandingkan pagi harinya.
Ada juga yang menyebut karakteristik demam pada penyakit ini dengan istilah
”step ladder temperature chart”, yang ditandai dengan demam yang naik bertahap
tiap hari, mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama kemudian bertahan
tinggi, dan selanjutnya akan turun perlahan pada minggu keempat bila tidak
terdapat fokus infeksi.
1. Masa Permulaan (7 hari)
- Demam
dimulai 7-14 hari sejak masuknya S.typhi. Meningkat pada malam hari, turun
pada pagi hari. Suhu puncak pada tengah malam.
- Lemah/ fatique (lebih berat dari penyakit febris lain)
- Diare (enterocolitis) pd 10 – 20% (lebih pd anak)
- Anoreksia
2. Masa Penyakit: minggu ke2 mirip sindroma “influenza”
- Febris makin tinggi (39° - 40°C)
- Bercucuran keringat / diaphoresis
- Nyeri kepala frontal
- Batuk kering
- Anoreksia / mual
- Perut kembung atau sakit (20 – 40%)
- Lemah
- Konstipasi / sembelit (berhari-hari, pembesaran limpa Peyers, bukan karena
“tidak makan”)
- Hepatomegali
3. Masa Lanjutan: minggu ke3
- Makin buruk/toksik
- Lemah serta myalgia
- Febris tinggi & sinambungan
- Abdomen makin kembung,
Perdarahan usus
14
Perforasi usus
- Miokarditis: takipnea, rales paru
- Makin Apati, Lethargi, Delirium, Psikosis, Somnolen, semikoma dan konvulsi.
2.6. Metode Pemeriksaan
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya penurunan kadar
hemoglobin, trombositopenia, kenaikan LED, aneosinofilia, limfopenia,
leukopenia, leukosit normal, hingga leukositosis.
Gold standard untuk menegakkan diagnosis demam tifoid adalah
pemeriksaan kultur darah (biakan empedu) untuk Salmonella typhi.
Pemeriksaan kultur darah biasanya akan memberikan hasil positif pada minggu
pertama penyakit. Hal ini bahkan dapat ditemukan pada 80% pasien yang tidak
diobati antibiotik. Apabila hasil tes widal menunjukkan hasil negatif, maka hal
tersebut tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis demam tifoid, karena
mungkin disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut : 1) telah mendapat terapi
antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik,
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif, 2)
Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah), Bila darah
dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya
secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu untuk
pertumbuhan kuman; 3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau
menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi (aglutinin) ini dapat
menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif, 4). Saat pengambilan
darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat.
Pemeriksaan lain untuk demam tifoid adalah uji serologi Widal dan deteksi
antibodi IgM Salmonella typhi dalam serum.
Uji serologi widal mendeteksi adanya antibodi aglutinasi terhadap
antigen O yang berasal dari somatik dan antigen H yang berasal dari flagella
Salmonella typhi. Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan apabila ditemukan
titer O aglutinin sekali periksa mencapai ≥ 1/200 atau terdapat kenaikan 4 kali
pada titer sepasang. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman ini. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu
pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
15
minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-
mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu : 1). Pengobatan
dini dengan antibiotik, 2). Gangguan pembentukan antibody, dan pemberian
kortikosteroid, 3). Waktu pengambilan darah, 4). Daerah endemik atau non-
endemik, 5) Riwayat vaksinasi, 6). Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer
aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid masa lalu atau vaksinasi, 7). Faktor
teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain
Salmonella yang digunakan untuk suspense antigen.
Tubex TF. Pemeriksaan Anti S. typhi IgM dengan reagen Tubex TF
sebagai solusi pemeriksaan yang sensitif, spesifik, praktis untuk mendeteksi
penyebab demam akibat infeksi bakteri S. typhi Pemeriksaan Anti S. typhi IgM
dengan reagen Tubex TF dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen
lipopolisakarida O9 yang sangat spesifik terhadap bakteri S. typhi. Pemeriksaan
ini sangat bermanfaat untuk deteksi infeksi akut lebih dini dan sensitif, karena
antibodi IgM muncul paling awal yaitu setelah 3-4 hari terjadinya demam
sensitivitasnya > 95%.
Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk
melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG
terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji
ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam
spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA.
Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda
dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi
dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi
sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai
reagen kontrol. Metode ini mempunyai sensitivitas sebesar 63% bila
dibandingkan dengan kultur darah (13.7%) dan uji Widal (35.6%). Kendala yang
sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi risiko kontaminasi
yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila prosedur teknis tidak
dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam spesimen yang bisa
menghambat proses PCR antara lain hemoglobin dan heparin dalam spesimen
16
darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses, biaya yang cukup
tinggi dan teknis yang relatif rumit
2.7. Tata laksana
Non-Medikamentosa
Istirahat dan perawatan, tirah baring dan perawatan bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan,
minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan
mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu dijaga kebersihan tempat
tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi klien perlu diawasi untuk
mencegah dekubitus serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
Diet dan Terapi Penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit
demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan
gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.
Pemberian bubur saring ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan
saluran cerna atau perforasi usus. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian
makan padat dini yaitu nasi dengan lauk-pauk rendah selulosa (menghindari
sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam
tifoid.
Pemberian Antimikroba
Kloramfenikol. Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama
untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per hari
dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari
bebas panas. Komplikasi hematologi dapat terjadi anemia aplastik.
Tiamfenikol. Dosis 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai
ke-6. Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih
rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.
Kotrimoksazol. Dosis dewasa 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol
400 mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.
Ampisillin dan amoksisilin. Dosis 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2
minggu.
Sefalosporin generasi ketiga. Sefriakson dosis yang dianjurkan antara 3-4 gram
dalam gram dekstrose 100cc diberikan selama ½ jam per infus sekali sehari,
17
diberikan selama 3-5 hari.
Golongan Florokuinolon
-Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari.
-Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari.
-Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari.
-Perfloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari.
-Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari.
Kombinasi Obat Antimikroba
Kombinasi 2 antibiotik atau telah diindikasikan hanya pada keadaan
tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik,
yang pernah terbukti ditemukan 2 macam organism dalam kultur darah selain
kuman Salmonella.
2.8. Komplikasi Demam Tifoid
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi :
Komplikasi intestinal. Perdarahan usus, perforasi, ileus paralitik, pankreatitis.
Komplikasi ekstra-intestinal.
Kardiovaskular : gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis.
Darah : anemia hemolitik, trombositopenia, KID, thrombosis.
Paru : pneumonia, empiema, pleuritis.
Hepatobilier : hepatitis, kolesistitis.
Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
Tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis.
Neuropsikiatrik/tifoid toksik.
Komplikasi Intestinal
Perdarahan Intestinal
Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat
terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila
luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan.
Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi.
Perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah atau gabungan
kedua faktor.
Perforasi Usus
18
Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat
terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut
dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50 % penderita
dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen.
Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, bahkan dapat
syok. Bila pada gambaran foto polos abdomen ditemukan udara pada rongga
peritoneum atau subdiafragma kanan. Faktor yang dapat meningkatkan kejadian
perforasi adalah umur, (20-30 tahun), lama demam, modalitas pengobatan, beratnya
penyakit, dan mobilitas penderita.
Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman
S.typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan anaerobik
pada flora usus. Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas dengan kombinasi
kloramfenikol dan ampisilin intravena. Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat
kehilangan darah akibat perdarahan intestinal.
Komplikasi Ekstraintestinal
Komplikasi Hematologik
Berupa trombositopenia, peningkatan prothrombin time, peningkatan
partial thromboplastin, peningkatan fibrin degradation products sampai koagulasi
intravaskular diseminata (KID). Penyebab KID belum jelas. Hal-hal yang sering
dikemukakan adalah endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi,
dan fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin dan histamine menyebabkan
vasokontriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya
mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi baik kompensata maupun
dekompensata. Bila terjadi KID dekompensata dapat diberikan transfuse darah,
substitusi trombosit dan/atau faktor-faktor koagulasi. Trombositopenia terjadi
karena menurunnya produksi trombosit di sumsum tulang selama proses infeksi atau
meningkatnya destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial.
Hepatitis Tifosa
Pembengkakan hati ringan dijumpai pada 50% kasus dengan demam
tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S.typhi daripada S.paratyphi. Untuk
membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau amuba
maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium, bila perlu
histopatologik hati. Pada demam tifoid kenaikan enzim transaminase tidak relevan
19
dengan kenaikan serum bilirubin. Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan
malnutrisi dan sistem imun yang kurang.
Pankreatitis Tifosa
Pankreatitis sendiri dapat disebabkan oleh mediator pro inflamasi, virus,
bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologik. Pemeriksaan enzim amylase dan
lipase serta ultrasonografi/CT Scan dapat membantu diagnosis penyakit.
Penatalaksanaan seperti penanganan pankreatitis pada umumnya; antibiotik
intravena seperti sefriakson dan kuinolon.
Miokarditis
Terjadi 1-5 % penderita demam tifoid sedangkan kelainan EKG (10-15%)
penderita. Pasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau
dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok
kardiogenik. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh kuman S.typhi dan miokarditis
sering sebagai penyebab kematian.
Manifestasi Neuropsikiatrik/Tifoid Toksik
Dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semikoma, koma.
Parkinson rigidity, sindrom otak akut, mioklonus generalisata, meningismus,
skizofrenia, sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis,
polineuritis perifer, Sindrom Guillain-Barre, dan psikosis.
Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan atau
penurunan kesadaran akut dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya
dan dalam pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal. Semua kasus tifoid
toksik diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg ditambah
ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.
2.9. Pencegahan
Preventif dan Kontrol Penularan
Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan
Kasus Luar Biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak aspek, mulai dari segi
kuman Salmonella typhi sebagai agen penyakit dan faktor penjamu serta faktor
lingkungan.
Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi
tifoid, yaitu: 1. Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi, 2. Pencegahan transmisi
langsung dari pasien terinfeksi S.typhi akut maupun karier. 3. Proteksi pada orang
yang berisiko tinggi.
20
Pencegahan infeksi Salmonella typhi juga dapat dilakukan dengan
penerapan pola hidup bersih dan sehat. Berbagai hal sederhana namun efektif dapat
mulai dibiasakan sejak dini oleh setiap orang untuk menjaga higienitas pribadi dan
lingkungan, seperti membiasakan cuci tangan dengan sabun sebelum makan atau
menyentuh alat makan/minum, mengkonsumsi makanan dan minuman bergizi yang
sudah dimasak matang, menyimpan makanan dengan benar agar tidak dihinggapi
lalat atau terkena debu, memilih tempat makan yang bersih dan memiliki sarana air
memadai, membiasakan buang air di kamar mandi, serta mengatur pembuangan
sampah agar tidak mencemari lingkungan.
Vaksinasi
Vaksin pertama kali ditemukan 1896 dan setelah tahun 1960 efektivitas
vaksinasi telah ditegakkan, keberhasilan proteksi sebesar 51-88% (WHO). Indikasi
vaksinasi adalah bila : 1) hendak mengunjungi daerah endemik, risiko terserang
demam tifoid semakin tinggi untuk daerah berkembang, 2) orang yang terpapar
dengan penderita karier tifoid, dan 3). Petugas laboratorium.
Jenis Vaksin
Vaksin oral : -Ty21a (vivotif Berna) belum beredar di Indonesia
Vaksin parenteral : -ViCPS (Typhim Vi/Pasteur Merieux), vaksin kapsul
polisakarida.
Pemilihan Vaksin
Vaksin oral –Ty21a diberikan 3 kali secara bermakna menurunkan 66%
selama 5 tahun. Usia sasaran vaksinasi berbeda efektivitasnya Vaksin parenteral
non-aktif relatif lebih sering menyebabkan reaksi efek samping serta tidak seefektif
dibandingkan dengan ViCPS maupun Ty21a oral. Jenis vaksin dan jadwal
pemberiannya yang ada saat ini di Indonesia hanya ViCPS (Typhim Vi)
Indikasi Vaksinasi
Tindakan preventif berupa vaksinasi tifoid bergantung pada faktor risiko
yang berkaitan, yaitu individual atau populasi dengan situasi epidemiologisnya:
Populasi : anak usia sekolah di daerah endemik, personil militer, petugas rumah
sakit, laboratorium kesehatan, industry makanan/minuman>
Individual : pengunjung/ wisatawan ke daerah endemik, orang yang kontak erat
dengan pengidap tifoid.
21
Kontraindikasi Vaksinasi
Vaksin hidup oral Ty21a tidak diberikan pada sasaran yang alergi atau
reaksi efek samping berat, penurunan imunitas, dan kehamilan. Bila diberikan
bersamaan dengan obat anti malaria (klorokuin, meflokuin) dianjurkan minimal
setelah 24 jam pemberian obat baru dilakukan vaksinasi. Dianjurkan tidak
memberikan vaksinasi bersamaan dengan obat sulfonamide atau antimikroba
lainnya.
Efek Samping Vaksinasi
Pada vaksin Ty21a demam timbul pada orang yang mendapat vaksin 0-
5%, sakit kepala (0-5%), sedangkan pada ViCPS efek samping lebih kecil (demam
0,25%, malaise 0,5%, sakit kepala 1,5%, rash 5%, reaksi nyeri local 17%). Efek
samping terbesar pada vaksin parenteral adalah heatphenol inactivated, yaitu
demam 6,7-24%, nyeri kepala 9-10% dan reaksi lokal nyeri, dan edema 3-35%
bahkan reaksi berat termasuk hipotensi , nyeri dada, dan syok.
Efektivitas Vaksinasi
Serokonversi (peningkatan titer antibodi 4 kali) setelah vaksinasi dengan
ViCPS terjadi secara cepat yaitu sekitar 15 hari-3 minggu dan 90% bertahan selama
3 tahun. Kemampuan proteksi sebesar 77% pada daerah endemik dan sebesar 60%
untuk daerah hiperendemik.
22
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Pasien mengalami demam tifoid dilihat dari keluhan yang di rasakan,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratoium yang didapatkan .Berbagai faktor
resiko, seperti faktor pola makan yang tidak teratur,sanitasi lingkungan yang
tidak higienis dan umur
2. Hanya dari Manusia melalui:
a. Jalur feko-oral
b. Jalur terkontaminasi dari manusia “aktif”
c. Pengidap / carrier kronis.
B. Saran
1. Edukasi mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya menjaga kebersihan diri
dan lingkungan yang higenis,tindakan-tindakan higienis dalam proses-proses
persiapan makanan, pembuangan sampah dll
2. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit
demem tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum
dan gizi penderita semakin turun dan proses penyembuhan akan semakin lama
3. Pengobatan obat – obatan sangat diperlukan pula dalam proses penyembuhan
demam tifoid dimana pemberian obat antimikroba dan terapi suportif.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W.Sudoy,dkk. 2009 . Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta : Interna
Publishing.
2. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan, Laboratorium. Ronald A. Sacher, Richard A
3. Bradley D. Jones. SALMONELLOSIS. Host Immune Response and Bacterial
Virulence Determinants. Annu. Rev. Immunol. 1996. 14:533-61.
24