LP Thypoid
Click here to load reader
-
Upload
tania-delima -
Category
Documents
-
view
552 -
download
0
Transcript of LP Thypoid
1. Definisi
Demam typoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa,salmonella tipe A,B dan C.Penularan
terjadi secara fecal,oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.(Mansjoer
Arief,2000).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart,
1994 ).
2. Etiologi
1. 96 % kasus disebabkan oleh salmonella typhi, basil gram negative yang bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam antigen,
yaitu :
a) Antigen O (somatic terdiri dari zat kompleklipolisakarida)
b) Antigen (flagella)
c) Antigen VI dan protein membrane hialin
2. Salmonella paratyphi A
3. Salmonella paratyphi B
4. Salmonella paratyphi C
5. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus
6. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis demam typoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan
dengan penderita dewasa. Masa tunas rata – rata 10 – 20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi
melalui minuman selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak semangat. Biasanya gejala
ini terjadi pada minggu pertama.
Gejala Klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
1. Demam
Pada kasus – kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remitten
dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur – angsur
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,penderita terus
berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur – angsur
turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah – pecah. Lidah
ditutupi selaput putih kotor, ujung ditemukan kemerahan , jarang ditemui tremor.Pada
abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar
disertai nyeri pada perabaan.Biasanya didapatkan konstipasi akan tetapi mungkin
pula normal bahkan dapat terjadi diare.
3. Gangguan keasadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis
sampai samnolen. Jarang stupor, koma atau gelisah.
Disamping gejala – gejala yang biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan
gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik – bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit.Biasanya dtemukan alam minggu pertama
demam kadang – kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula
ditemukan epistaksis.
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari
penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Empat F (Finger, Files, Fomites dan
fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering
dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama
terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan
pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003) Masa
inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari)
bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selamamasa inkubasi penderita tetap
dalam keadaan asimtomatis.
7. Patofisiologi
8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Leukosit
Menurut buku – buku disebutkan pada demam typoid terdapat leucopenia dan limfositosis
relative, tetapi kenyataan leucopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus
demam typoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada batas- batas normal,
malahan kadang-kadang terdapat leukositosis. Walaupun tidak ada komplikasi atau
infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosis demam typoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya
demam typoid. KEnaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan
pengobatan.
3. Biakan Darah
Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif
menyingkirkan demam typoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung
pada beberapa factor antara lain :
a) Teknik Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium berbeda dengan yang lain, malahan hasil satu
laboratorium biasa berbeda dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
teknik dan media biakan yang digunakan, karena jumlah kuman yang berada dalam darah
hanya sedikit, yaitu kurang dari 10 kuman/ml darah, maka untuk keperluan pembiakan.
Pada anak – anak 2 – 5 ml. Bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan biasa
negative,terutama pada orang yang sudah mendapat pengobatan spesifik .Selain ini darah
tersebut harus langsung dikirim ke laboratorium. Waktu pengambilan darah paling baik
adalah saat demam tinggi pada waktu bakterimia berlangsung.
b) Saat pemeriksaan selama berjalan penyakit
Pada demam typoid biakan darah terhadap S.Typhi terutama positif pada minggu pertama
penyakit dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan
bias positif lagi.
c) Vaksinasi dimasa lampau
Vaksinasi terhadap demam typoid dimasa lampau menimbulkan antibody dalam darah
pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteriemia
d) Pengobatan dengan antimikroba
Bila pasien sebelum pembiakan darah sudah mendapat obat antimikroba, pertumbuhan
kuma dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negative.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody, aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam serum pasien demam typoid pada orang
yang pernah ketularan salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap
demam typoid.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah laboratorium.Maksud uji widal adalah menentukan adanya
agglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita demam typoid.Akibat infeksi
oleh S.Typhi, pasien membuat anti bodi (aglutini),yaitu:
a. Aglutinin O,yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman).
c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal sari simapi kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosis. Mungkin tinggi titernya, mungkin besar kemungkinan pasien
menmderita demam typoid. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan meningkat pada
pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari.
Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 ,
1/640. Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+). - Titer 1/160
: masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan titer. Jika ada, maka
dinyatakan (+).
Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada pasien
dengan gejala klinis khas
.
9. Penatalaksanaan Medis
a) Tirah baring atau bed rest.
b) Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali
komplikasi pada intestinal.
c) Obat-obat
1. Antimikroba :
o Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
o Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
o Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg +
trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan
infus.
o Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4
dosis.
Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
2. Antipiretik seperlunya
3. Vitamin B kompleks dan vitamin C
d) Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.
10. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1.
11. Rencana Asuhan Keperawatan
DiagnosaKeperawatan
Perencanaan KeperawatanTujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen endogen.
Suhu tubuh akan kembali normal, keamanan dan kenyaman pasien dipertahankan selama pengalaman demam dengan kriteria suhu antara 366-373 0C, RR dan Nadi dalam batas normal, pakaian dan tempat tidru pasien kering, tidak ada reye syndrom, kulit dingin dan bebas dari keringat yang berlebihan.
1. Monitor tanda-tanda infeksi
2. Monitor tanda vital tiap 2 jam
3. Kompres dingin pada bagian temporal
4. Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. Kenakan pakaian tipis pada pasien.
5. Monitor komplikasi neurologis akibat demam
6. Atur cairan iv sesuai order atau anjurkan intake cairan yang adekuat.
7. Atur antipiretik, jangan berikan aspirin
1. Infeksi pada umumnya menyebabkan peningkatan suhu tubuh
2. Deteksi resiko peningkatan suhu tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan dengan patogen tertentu, menurun idhubungkan denga resolusi infeksi
3. Memfasilitasi kehilangan panas lewat konveksi dan konduksi
4. Kehilangan panas tubuh melalui konveksi dan evaporasi
5. Febril dan enselopati bisa terjadi bila suhu tubuh yang meningkat.
6. Menggantikan cairan yang hilang lewat keringat
7. Aspirin beresiko terjadi perdarahan GI yang menetap.
Nyeri berhubungan dengan penekanan lambung oleh pembesaran hepar
Klien akan tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan nyaman
1. Dorong klien untuk melaporkan nyeri yang di alami
2. Observasi laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas, dan laporkan perubahan karakteristik nyeri
1. Mencoba untuk mentoleransi nyeri daripada meminta anlgetik
2. Nyeri sebelum defekasi sering terjadi dengan tiba-tiba dimana dapat berat dan terus-menerus. Perubahan pada karakristik nyeri dapat menunjukan penyebaran penyakit/ terjadinya komplikasi.
3. Amati adanya petunjuk nonverbal, selidiki perbedaan petunjuk verbal dan nonverbal
4. Kaji ulang factor-faktor yang menyebabkan meningkatnya/menghilangnya nyeri.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam melakukan modifikasi diet dengan memberikan cairan dan meningktakan makanan padat sesuai toleransi
6. Berikan analgetik
3. Bahasa tubuh/petunjuk nonverbal dapat secara psikologis dan fisiologis dapat digunakan pada hubungan petunjuk verbal untuk mengidentifikasi terjadinya komplikasi
4. Dapat menunjukan dengan tepat pencetus atau factor pemberat atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi
5. Dapat menunujkan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema dan jaringan parut.
6. Istirahat usu penuh dapat menurunkan nyeri/kram abdomen
Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal
Pasien akan kembali normal pola eliminasinya dengan kriteria makan tanpa muntah, mual, tidak distensi perut, feses lunak, coklat dan berbentuk, tidak nyeri atau kram perut.
7. Ukur output8. Kompres hangat pada abodmen9. Kumpulkan tinja untuk
pemeriksaan kultur.10. Cuci dan bersihkan kulit di
sekitar daerah anal yang terbuka sesering mungkin
1. Menggantikan cairan yang hilang agar seimbang
2. Mengurangi kram perut (hindari antispasmodik)
3. Mendeteksi adanya kuman patogen
4. Mencegah iritasi dan kerusakan kulit
Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan denagn anoreksia
Nutrisi klien terpenuhiKriteria Hasil :Nafsu makan meningkatPasien dapat menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan.
1. Kaji pemenuhan nutrisi pasien2. Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang manfaat makanan/nutrisi.3. Timbang berat badan klien setiap
2 hari4. Beri nutrisi dengan diet lembek,
1. mengetahui langkah pemenuhan nutrisi.
2. untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi makan meningkat.
3. untuk mengetahui peningkatan dan
BB dalam batas normal tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat
5. Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
6. Lakukan oral hygiene dan anjurkan klien menggosok gigi setiap hari
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan pemberian nutrisi parenteral
1.
penurunan berat badan.4. untuk meningkatkan asupan
makanan karena mudah ditelan.5. Untuk menghindari mual dan
muntah6. Dapat mengurangi kepahitan selera
dan menambah rasa nyaman di mulut
7. Antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.
Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa intestinal.
Pasien bebas dari konstipasi dengan kriteria feses lunak dan keluar dengan mudah, BAB tidak lebih dari 3 hari.
1. Observasi feses2. Monitor tanda-tanda perforasi dan
perdarahan3. Cek dan cegah terjadinya distensi
abdominal4. Atur pemberian enema rendah
atau glliserin sesuai order, jangan beri laksatif.
1. Mendeteksi adanya darah dalam feses
2. Untuk intervensi medis segera
3. Distensi yang tidak membaik akan memperburuk perforasi pada intestinal
4. Untuk menghilangkan distensiResiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan muntah dan diare.
Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan dengan kriteria turgor kulit normal, membran mukosa lembab, urine output normal, kadar darah sodium, kalium, magnesium dna kalsium dalam batas normal.
1. Kaji tanda-tanda dehidrasi2. Berikan minuman per oral sesuai
toleransi3. Atur pemberian cairan parenteral
sesuai order.4. Ukur semua cairan output
(muntah, diare, urine. Ukur semua intake cairan.
1. Intervensi lebih dini2. Mempertahankan intake yang
adekuat
3. Melakukan rehidrasi
4. Meyakinkan keseimbangan antara intake dan ouput
Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya salmonella pada tinja dan urine.
Pasien akan bebas infeksi dan komplikasi dari infeksi salmonella dengan kriteria tanda vital dalam batas normal, kultur darah, urine dan feses negatif, hitung jenis darah dalam bataas normal, tidak ada perdarahan.
1. Kumpulkan darah, urine dan feses untuk pemeriksaan sesuai aturan.
2. Atur pemberian agen antiinfeksi sesuai order.
3. Pertahankan enteric precaution sampai 3 kali pemeriksaan feses negatif terhadap S. Thypi
4. Cegah pasien terpapar dengan pengunjung yang terinfeksi atau petugas, batasi pengunjung
5. Terlibat dalam perawatan lanjutan pasien
6. Ajarkan pasien mencuci tangan, kebersihan diri, kebutuhan makanan dan minuman, mencuci tangan setelah BAB atau memegang feses.
1. Pengumpulan yang salah bisa merusak kuman patogen sehingga mempengaruhi diagnosis dan pengobatan
2. Anti infeksi harus segera diberikan untuk mencegah penyebaran ke pekerja, pasien lain dan kontak pasien.
3. Mencegah transmisi kuman patogen
4. Membatasi terpaparnya pasien pada kuman patogen lainnya.
5. Meyakinkan bahwa pasien diperiksa dan diobati.
6. Mencegah infeksi berulang
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN THYPOID
DISUSUN OLEH :
Tania Tresna Delima
220112110536
PROGRAM PROFESI NERS XXIII
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2012