LP PPOK

23
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK A. Pengertian Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis dan emfisema pulmonum. Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu. Penyakit paru-paru obstruksi menahun merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap

description

LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG PASIEN PPOK

Transcript of LP PPOK

Page 1: LP PPOK

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

A. Pengertian

Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang

mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang

merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas

dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan

obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis dan

emfisema pulmonum.

Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan

gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang

disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak

mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.

Penyakit paru-paru obstruksi menahun merupakan suatu istilah yang

digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan

ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran

patofisiologi utamanya.

B. KLASIFIKASI

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik

adalah sebagai berikut:

1. Bronkitis kronik

Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai

pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan

terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.

2. Emfisema paru

Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan

anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran

Page 2: LP PPOK

udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding

alveolus.

3. Asma

Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas

cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan.

Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas

secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.

4. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan mungkin

disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi

bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran

pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang

berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.

C. Etiologi

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan

faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:

1. Merokok sigaret yang berlangsung lama

2. Polusi udara

3. Infeksi peru berulang

4. Umur

5. Jenis kelamin

6. Ras

7. Defisiensi alfa-1 antitripsin

8. Defisiensi anti oksidan

Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK

adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

Page 3: LP PPOK

D. Patofisiologi/Pathway

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang

disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam

usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang

sehingga sulit bernapas.

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni

jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan

tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-

paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya

fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.

Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses

inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus

terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil

(bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase

ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat

ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara

(air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas

dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan

menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase

ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun

perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).

Page 4: LP PPOK

Pathway Penyakit paru Obstruksi Kronik

Faktor predisposisi

Edema, spasme bronkus, peningkatan

secret bronkiolus

Metabolisme anaerob

Udara terperangkap dalam alveolus

Obstruksi bronkiolus awal fase ekspirasi

Defisit energi

Produksi ATP menurun

Gangguan metabolisme

jaringan

Suplai O2 jaringan rendah

PaO2 rendah PaCO2 tinggi

Lelah, lemah

Sesak napas, napas pendek

Gangguan pertukara

n gas

Risiko perubahan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh

Pola napas tidak

efektifGagal

jantung kanan

Insufisiensi/gagal napas

Kurang perawatan

diri

Intoleransi aktivitas

Gangguan pola tidur

Bersihan jalan napas

tidak efektif

Hipoksemia

Hipertensi pulmonal

Kompensasi kardiovaskular

Page 5: LP PPOK

E. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:

1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue

bloater).

2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

1. Kelemahan badan

2. Batuk

3. Sesak napas

4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi

5. Mengi atau wheeze

6. Ekspirasi yang memanjang

7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.

8. Penggunaan otot bantu pernapasan

9. Suara napas melemah

10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan radiologis

Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan:

a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang

parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut

adalah bayangan bronkus yang menebal.

b. Corak paru yang bertambah

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia

dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular

dan pink puffer.

Page 6: LP PPOK

b. Corakan paru yang bertambah.

2. Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang

bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan

VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR

(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP

bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,

sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small

airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan

alveoli untuk difusi berkurang.

3. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul

sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan

eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin

sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun

polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan

merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

4. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah

terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada

hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1

dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.

5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

6. Laboratorium darah lengkap

G. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada

fase akut, tetapi juga fase kronik.

2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

Page 7: LP PPOK

3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat

dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan

merokok, menghindari polusi udara.

2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi

antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat

sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas

atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan

kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih

controversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan

dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.

8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret

bronkus.

b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan

pernapasan yang paling efektif.

c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk

memulihkan kesegaran jasmani.

d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap

penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.

e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri

penderita dengan penyakit yang dideritanya.

Page 8: LP PPOK

H. Pengkajian

Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan

manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan

untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari proses penyakit:

1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?

2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?

3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?

4. Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?

5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?

6. Riwayat merokok?

7. Obat yang dipakai setiap hari?

8. Obat yang dipakai pada serangan akut?

9. Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?

Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai

berikut:

1. Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?

2. Apakah pernapasan sama tanpa upaya?

3. Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?

4. Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?

5. Barrel chest?

6. Apakah tampak sianosis?

7. Apakah ada batuk?

8. Apakah ada edema perifer?

9. Apakah vena leher tampak membesar?

10. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?

11. Bagaimana status sensorium pasien?

12. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

Palpasi:

1. Palpasi pengurangan pengembangan dada?

2. Adakah fremitus taktil menurun?

Page 9: LP PPOK

Perkusi:

1. Adakah hiperesonansi pada perkusi?

2. Diafragma bergerak hanya sedikit?

Auskultasi:

1. Adakah suara wheezing yang nyaring?

2. Adakah suara ronkhi?

3. Vokal fremitus nomal atau menurun?

I. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,

peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya

tenaga dan infeksi bronkopulmonal.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,

bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi

perfusi

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dengan kebutuhan oksigen.

5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia.

6. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan

posisi.

7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat

peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman

terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.

9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi,

ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk

bekerja.

Page 10: LP PPOK

10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak

mengetahui sumber informasi.

Masalah kolaboratif/Potensial komplikasi yang dapat terjadi termasuk:

Gagal/insufisiensi pernapasan

1. Hipoksemia

2. Atelektasis

3. Pneumonia

4. Pneumotoraks

5. Hipertensi paru

6. Gagal jantung kanan

J. Intervensi Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,

peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya

tenaga dan infeksi bronkopulmonal.

Tujuan:

Pencapaian bersihan jalan napas klien

Intervensi keperawatan:

a. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor

pulmonal.

b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan

diafragmatik dan batuk.

c. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur,

atau IPPB

d. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi

hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.

e. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok,

aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.

f. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan

pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna

Page 11: LP PPOK

sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak

didada, keletihan.

g. Beriakn antibiotik sesuai yang diharuskan.

h. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi

terhadap influenzae dan streptococcus pneumoniae.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,

bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

Tujuan:

Perbaikan pola pernapasan klien

Intervensi:

a. Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir

dirapatkan.

b. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode

istirahat. Biarkan pasien membuat keputusan tentang perawatannya

berdasarkan tingkat toleransi pasien.

c. Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika

diharuskan.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi

perfusi

Tujuan:

Perbaikan dalam pertukaran gas

Intervensi keperawatan:

a. Deteksi bronkospasme saat auskultasi .

b. Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.

c. Beriakn obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat

dan waspada kemungkinan efek sampingnya.

d. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu

mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.

e. Pantau pemberian oksigen.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dengan kebutuhan oksigen.

Page 12: LP PPOK

Tujuan:

Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas

yang mungkin.

Intervensi keperawatan:

a. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah,

pernapasan.

b. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien

selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.

c. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan

menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya

yang sesuai, seperti berjalan perlahan.

d. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana

latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.

e. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan

program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.

f. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama

menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.

g. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah

baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.

h. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien

melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat,

dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.

i. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan

waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali

sehari.

5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan

anoreksia, mual muntah.

Tujuan:

Page 13: LP PPOK

Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

Intervensi keperawatan:

a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat

kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

b. Auskultasi bunyi usus

c. Berikan perawatan oral sering, buang sekret.

d. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.

e. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.

f. Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.

g. Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan

posisi.

Tujuan:

Kebutuhan tidur terpenuhi

Intervensi keperawatan:

a. Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.

b. Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan

keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.

c. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high

fowler.

d. Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan

pasien.

e. Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.

7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat

peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

Tujuan:

Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri

Intervensi:

a. Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan

aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.

Page 14: LP PPOK

b. Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak

dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan

dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.

c. Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.

8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman

terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.

Tujuan:

Klien tidak terjadi kecemasan

Intervensi keperawatan:

a. Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada

perawat.

b. Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.

c. Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat

mengalami sesak.

9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi,

ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk

bekerja.

Tujuan:

Pencapaian tingkat koping yang optimal.

Intervensi keperawatan:

a. Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat

yang ditujukan pada pasien.

b. Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala

c. Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi

pasien.

d. Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.

e. Tingkatkan harga diri klien.

f. Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan yang

sangat menumpuk.

10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak

mengetahui sumber informasi.

Page 15: LP PPOK

Tujuan:

Klien meningkat pengetahuannya.

Intervensi keperawatan:

a. Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka

pendek; ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.

b. Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi

tentang sumber-sumber kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC

2. Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses keperawatan, alih bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung, Bandung.

3. Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta: Balai penerbit FKUI

4. Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit FKUI

6. Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC

7. Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC

8. Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC