Lp Kolik Abdomen

24
LAPORAN PENDAHULUAN DEPARTEMEN EMERGENCY RSUD BANGIL KABUPATEN PASURUAN “COLIC ABDOMEN” Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Oleh : Dwi Yuni Kristina 105070200111005 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

description

LAPORAN PENDAHULUAN KOLIK ABDOMEN PADA PASIEN IGD

Transcript of Lp Kolik Abdomen

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN EMERGENCY

RSUD BANGIL KABUPATEN PASURUAN

“COLIC ABDOMEN”

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners

Oleh :

Dwi Yuni Kristina

105070200111005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus

intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan

terhambatnya aliran isi usus tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).

Nyeri kolik abdomen merupakan nyeri yang dapat terlokalisasi dan dirasakan seperti

perasaan tajam. Mekanisme terjadinya nyeri ini adalah karena sumbatan baik parsial

ataupun total dari organ tubuh berongga atau organ yang terlibat tersebut dipengaruhi

peristaltik.

Nyeri abdomen dihasilkan dari 3 jalur yaitu (Mahadevan, 2005):

a. Nyeri abdomen visera

Biasanya disebabkan karena distensi organ berongga atau penegangan

kapsul dari organ padat. Penyebab yang jarang berupa iskemi atau inflamasi ketika

jaringan mengalami kongesti sehingga mensensitisasi ujung saraf nyeri visera dan

menurunkan ambang batas nyerinya. Nyeri inisering merupakan manifestasi awal

dari beberapa penyakit atau berupa rasa tidak nyaman yang samar-samar hingga

kolik. Jika organ yang terlibat dipengaruhi oleh gerakan peristaltik, maka nyeri sering

dideskripsikan sebagai intermiten, kram atau kolik.Pada nyeri ini, karena serabut

saraf nyeri bilateral, tidak bermielin dan memasuki korda spinalis pada tingkat yang

beragam, maka nyeri abdomen visera ini biasanya terasa tumpul, sulit dilokalisasi

dan dirasakan dibagian tengah tubuh. Nyeri visera berasal dari regio abdomen yang

merujuk pada asal organ secara embrionik. Struktur foregut seperti lambung,

duodenum, liver, traktus biliaris dan pankreas menghasilkan nyeri abdomen atas,

sering dirasakan sebagai nyeri regio epigastrium. Struktur midgut seperti jejunum,

ileum, apendiks, dan kolon asenden menyebabkan nyeri periumbilikus. Sedangkan

struktur hindgut seperti kolon transversal, kolondesendens dan sistem genitourinary

menyebabkan nyeri abdomen bagian bawah.

b. Nyeri abdomen parietal (somatik) 

Nyeri abdomen parietal atau somatik dihasilkan dari iskemia, inflamasi atau

penegangan dari peritoneum parietal. Serabut saraf aferen yang bermielinisasi

mentransmisikan stimulus nyeri ke akar ganglion dorsal pada sisi dan dermatomal

yang sama dari asal nyeri. Karena alasan inilah nyeri parietal berlawanan dengan

nyeri visera, sering dapat dilokalisasi terhadap daerah asal stimulus nyeri. Nyeri ini

dipersepsikan berupa tajam, seperti tertusuk pisau dan bertahan; batuk dan

pergerakan dapat memicu nyeri tersebut. Kondisi ini mengakibatkan dalam

pemeriksaan fisik dapatdicari tanda berupa rasa lembut, guarding, nyeri pantul dan

kaku pada abdomen yang dipalpasi. Tampilan klinis dari appendicitis dapat berupa

nyeri visera dan somatik. Nyeri pada apendisitis awal sering berupa

nyeri periumbilikus (visera) tapi terlokalisasi di regio kuadran kanan bawah ketika

inflamasi menyebar ke peritoneum (parietal).

c. Nyeri alih 

Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada jarak dari organ yang sakit. Nyeri

ini dihasilkan dari jalur-jalur neuron aferen sentral yang berasal dari lokasi yang

berbeda. Contohnya adalah pasien dengan pneumonia mungkin merasakan nyeri

abdomen karena distribusi neuron T9 terbagi oleh paru-paru dan abdomen. Contoh

lainnya yaitu nyeri epigastrium yang berhubungan dengan Infark miokard, nyeri di

bahu yang berhubungan dengan iritasi diafragma (contoh, rupture limpa), nyeri

infrascapular yang berhubungan dengan penyakit biliar dan nyeri testicular yang

berhubungan dengan obstruksi uretra.

B. Etiologi

1. Mekanis

Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari obstruksi mekanik)

Karsinoma

Volvulus

Obstipasi

Polip

Striktur

2. Fungsional (non mekanik)

Ileus paralitik

Lesi medula spinalis

Enteritis regional

Ketidakseimbangan elektrolit

Uremia

Beberapa yang menjadi penyebab kolik abdomen adalah kolik bilier, kolik renal dan kolik

karena sumbatan usus halus (Gilroy, 2009).

1. Kolik bilier

Kolik bilier merupakan gejala tidak nyaman yang dirasakan pasien dan sering tidak

disertai tanda-tanda klinis lain. Nyeri ini merupakan gejala klinis dari penyakit batu empedu

(kolelitiasis/koledokolitiasis). Oleh karena nyeri ini merupakan gejala, maka beberapa

penyakit lain juga dapat memberikan gejala yang sama. Gambar 1.1 menunjukkan sumbatan

empedu (Gilroy, 2009).

Nyeri kolik bilier tidak dirasakan secara akurat sebagai kolik. Istilah ini mengimplikasikan

nyeri paroksismal yang naik turun, dan umumnya konstan dan meningkat progresif secara

perlahan. Nyeri ini dirasakan sesaat setelah makan (Gilroy, 2009). Nyeri visera berasal dari

tabrakan batu empedu dalam duktus sistikus dan atau ampula vater. Hasil dari tabrakan tadi

menyebabkan distensi kandung empedu dan atau traktus biliaris dan distensi ini

mengaktivasi neuro sensori aferen. Nyeri yang ditimbulkan tidak dapat terlokalisasi

dengan baik dan umumnya terasa di bagian tengah hingga dermatom T8/9(epigastrium

tengah, kuadaran kanan atas). Nyeri yang terlokalisasi umumnya menunjukkan komplikasi

kolelitiasis atau koledokolitiasis yaitu misalnya kolesistitis, kolangitis, pancreatitis. Beberapa

lokasi yangmungkin terjadi penyumbatan batu dapat dilihat pada gambar 1.2 (Gilroy,2009)

Gambar 1.2 Lokasi yang mungkin terjadi penyumbatan (Gilroy, 2009)

Anamnesis

Kolik bilier biasanya datang tiba-tiba dan mencapai intensitas maksimum dalam

waktu 60 menit di dua pertiga dari pasien. Rasa sakit biasanya berlanjut tanpa fluktuasi dan

menghilang secara bertahap selama 2-6 jam. Nyeri berlangsung lebih lama dari 6 jam harus

dicurigai sebagai kolesistitis akut (Gilroy, 2009).

Pemeriksaan fisik 

Pemeriksaan awal seringkali mengungkapkan individu yang berkeringat, pucat, dan

rasa tidak nyaman. Muntah bisa menyertai rasa sakit.Pemeriksaan dapat mengungkapkan

beberapa fitur fisik yang terkaitdengan pembentukan batu empedu (misalnya, kelebihan

berat badan,setengah baya, perempuan). Pasien dengan kolik empedu tanpakomplikasi

tidak mengalami demam, menggigil, hipotensi, atau tanda-tanda lain dari suatu proses

sistemik yang signifikan. Sinus takikardi adalah umum selama sakit. Nyeri pantul, tahanan,

suara usus tidak ada,atau teraba massa mendukung diagnosis alternatif lain (Gilroy, 2009).

Gambar 1.3 menunjukkan lokasi nyeri bilier pada regio abdomen (Platt,2008).

Gambar 1.3 Lokasi nyeri kolik bilier (Platt, 2008).

Penatalaksanaan

Pengobatan yang diberikan tergantung dari gejala yang dirasakan oleh pasien. Jika nyeri

sangat hebat dapat diberikan pereda nyeri golongan narkotik yaitu Meperidine (pethidine)

dengan dosis 1-1,5 mg/kg IM setiap3 jam. Jika muntah dapat diberikan metoklopramid. Tidak

ada satupun intervensi operasi yang dapat menjamin karena kolik bilier yang

tidak komplikasi dapat mereda dengan pengobatan konservatif (Gilroy, 2009).

2. Kolik renal

Rasa sakit jenis kolik ini yang dikenal sebagai kolik ginjal biasanya dimulai pada

pertengahan belakang atas lateral dari sudut costovertebraldan kadang-kadang subkosta.

Kemudian menyebar ke inferior dan anterior menuju pangkal paha. Rasa sakit yang

dihasilkan oleh kolik ginjalterutama disebabkan oleh pelebaran, peregangan, dan kejang

yangdisebabkan oleh obstruksi saluran kemih akut. Ketika obstruksi beratnamun kronis

berkembang, seperti di beberapa jenis kanker, biasanya tidak menimbulkan rasa sakit

(Leslie, 2010)

Kolik adalah sebuah ironi karena sakit kolik ginjal cenderung tetapkonstan,

sedangkan kolik usus atau empedu biasanya agak berselang dansering hilang datang. Pola

rasa sakit tergantung ambang rasa sakit individu dan persepsi dan pada kecepatan dan

derajat perubahan dalam tekanan hidrostatis di dalam ureter proksimal dan pelvis ginjal.

Gerak peristaltik saluran kemih, migrasi batu, dan posisi miring atau memutar batu

dapatmenyebabkan eksaserbasi atau perpanjangan dari nyeri kolik ginjal.Tingkat keparahan

rasa sakit tergantung pada derajat dan lokasi obstruksi, bukan pada ukuran batu. Seorang

pasien sering dapat mengarah pada letak maksimum tersakit, yang kemungkinan menjadi

lokasi obstruksi saluran kemih (Leslie, 2010)

Kolik ginjal dapat digambarkan dalam 3 fase klinis (Leslie, 2010).

a. Fase akut

Serangan yang khas mulai di pagi hari atau di malam hari,membangunkan pasien dari

tidur. Ketika mulai siang hari, pasienyang sering menggambarkan serangan itu sebagai

perlahan dan diam-diam. Tingkat rasa sakit bisa meningkat sampai intensitas maksimum

hanya dalam 30 menit setelah onset awal atau lebih lambat. Pasien merasakan nyeri

maksimum mencapai 1-2 jam setelah dimulainya serangan kolik ginjal.

b) Fase konstan

Setelah nyeri mencapai intensitas maksimum, cenderung tetapkonstan sampai

diobati atau berkurang secara spontan. Fase ini biasanya berlangsung 1-4 jam, tapi bisa

bertahan lebih lama dari 12 jam dalam beberapa kasus. Sebagian besar pasien tiba di UGD

selama fase serangan.

c) Fase mereda

Selama tahap akhir, nyeri berkurang cukup cepat, dan pasien akhirnya merasa lega.

Fase ini dapat terjadi secara spontan padasetiap saat setelah onset awal kolik. Pasien bisa

jatuh tertidur,terutama jika mereka telah diberikan obat analgesik yang kuat

Serabut saraf nyeri ginjal terutama berupa saraf simpatik preganglionik yang

mencapai tingkat saraf tulang belakang T-11 untuk L-2 melalui akar saraf dorsal. Aortorenal,

celiac, dan ganglia mesenterika inferior jugaterlibat. Di ureter bawah, sinyal rasa sakit juga

disalurkan melalui saraf genitofemoral dan ilioinguinal. Gambar 1.4 dan1.5 menunjukkan

distribusi persarafan pada nyeri ginjal serta uretra (Leslie, 2010). Sedangkan gambar 1.6

menunjukkan lokasi nyeri kolik renal pada regio abdomen (Platt, 2008)

Ureter 1/3 proksimal dan pelvis ginjal: batu saluran kemih Nyeri dari atas cenderung

untuk memancarkan ke daerah panggul dan lumbar. Disebelah kanan, hal ini bisa

membingungkan dengan kolesistitis atau cholelithiasis, di sebelah kiri, diagnosa

diferensial meliputi pankreatitis akut, penyakit ulkus lambung, dan gastritis (Leslie, 2010).

Ureter 1/3 medial: Midureteral menyebabkan rasa sakit yang memancarkan anterior dan

kaudal. Nyeri ini midureteral khususnya dapat dengan mudah meniru usus buntu di

kanan atau diverticulitis akut disebelah kiri (Leslie, 2010).

Distal ureter: batu ureter distal menyebabkan rasa sakit yang cenderung memancarkan ke

pangkal paha atau testis pada laki-laki atau labia majora pada wanita karena rasa sakit yang

dirujuk dari saraf ilioinguinal atau genitofemoral. Jika batu yang bersarang di

ureter intramural, gejala dapat muncul mirip dengan sistitis atau uretritis. Initermasuk

gejala nyeri suprapubik, frekuensi kencing, urgensi, disuria,stranguria, nyeri di ujung penis,

dan kadang-kadang usus berbagai gejala,seperti diare dan tenesmus. Gejala ini bisa

membingungkan dengan penyakit radang panggul, kista ovarium pecah, atau torsi dan

nyeri haid pada wanita (Leslie, 2010)

Mual dan muntah sering dikaitkan dengan kolik ginjal akut dan terjadi disetidaknya 50%

dari pasien. Mual disebabkan oleh jalur persarafan umum dari pelvis ginjal, perut, dan usus

melalui sumbu celiac dan saraf aferenvagal. Hal ini sering diperparah oleh efek analgesik

narkotika, yang sering menimbulkan mual dan muntah melalui efek langsung pada motilitas

GI dan melalui efek tidak langsung pada zona memicu kemoreseptor dimedula oblongata.

Nonsteroidal obat anti-inflamasi (NSAID) sering dapat menyebabkan iritasi lambung dan GI

(Leslie, 2010).

Blok saraf telah berhasil digunakan baik dalam diagnosis dan pengobatankolik ginjal,

walaupun mereka lebih membantu dalam kasus kronisdaripada kasus akut. Blok saraf

interkostal dapat digunakan untuk membedakan nyeri dari chondritis, neuromas, dan

radiculitis dari sakit ginjal yang sebenarnya. Hal ini dicapai dengan menyuntikkan

agenanestesi, seperti lidokain, sekitar proksimal saraf 11 atau 12 interkostaliske lokasi rasa

sakit pada saat pasien mengalami sakit. Jika injeksi menyebabkan hilangnya rasa sakit,

maka etiologi saraf perifer muskulokeletal dapat ditegakkan (Leslie, 2010).

Pemeriksaan mikroskopis urin adalah bagian penting dari evaluasi pasien yang diduga

kolik ginjal. Pemeriksaan makroskopik atau mikroskopis hematuria ada di sekitar 85% kasus.

Kurangnya hematuria mikroskopistidak menghilangkan kolik ginjal sebagai diagnosis

potensial. Perhatian perlu diberikan pada ada atau tidak adanya leukosit, kristal, dan bakteri

dan pH urin. Secara umum, jika jumlah leukosit dalam urin lebih besar  dari 10 sel per

lapangan daya tinggi atau lebih besar dari jumlah sel darahmerah, tersangka infeksi saluran

kemih (ISK) dapat ditegakkan.Menentukan pH urin juga membantu karena, (1) dengan pH

lebih rendahdari 6,0, batu asam urat harus dipertimbangkan, dan (2) dengan pH lebihdari

8,0, infeksi dengan organism splitting urea seperti Proteus, Pseudomonas, atau Klebsiella

mungkin ada. Kristal urin dari kalsiumoksalat, asam urat, atau sistin kadang-kadang dapat

ditemukan padaurinalisis. Jika ada, kristal ini adalah petunjuk sangat baik untuk jenis dan

sifat yang mendasari setiap batu (Leslie, 2010).

Penatalaksanaan

Tatalaksana awal di ruang gawat darurat dimulai dengan memperolehakses vena

untuk mempermudah pemberian cairan, analgesik dan pengobatan antiemetik. Banyak dari

pasien yang mengalami dehidrasi karena mual dan muntah (Leslie, 2010). Melakukan hidrasi dan

memberikan diuretik sebagai terapi pembantu masih merupakan controversial. Ada yang

berpendapat dapat membantu pengeluaran batu, namun juga ada yang berpikir akan

menambah tekanan hidrostatik sehingga menambah nyeri. Namun, ekstra cairan

harusdiberikan jika pasien dengan bukti klinis atau laboratorium mengalami dehidrasi,

diabetes atau gagal ginjal (Leslie, 2010)

Protokol yang dibuat berdasarkan kemungkinan kegagalan lewatnya batu secara

spontan baik oleh karena striktur uretra, spasme otot, edema lokal, inflamasi dan infeksi.

Regimen yang diberikan berupa (Leslie, 2010):

Ketorolac 10 mg oralsetiap 6 jam untuk 5 hari.

Nifedipine 30 mg per hari PO untuk 7 hari.

Prednisone 20 mg PO 2 kali sehari untuk 5 hari.

Trimethoyprim/sulfamethoxazole sekali sehari untuk 7 hari.

Acetaminophen 2 tablet 4 kali sehari untuk 7 hari.

Prochlorperazine supositoria sebagai pengontrol mual.

Batu yang terjebak di kaliks dapat memblok aliran traktus dari kaliks yangmenyebabkan

obstruksi dan nyeri. Pengobatan dengan ESWL dapat beralasan untuk situasi yang batu

kaliks dicurigai menyebabkan gejala dan nyeri (Leslie, 2010).

3. Kolik karena sumbatan usus halus

Sebuah obstruksi usus kecil (SBO) disebabkan oleh berbagai proses patologis.

Penyebab utama SBO di negara maju adalah perlekatan pascaoperasi (60%) diikuti oleh

keganasan, penyakit Crohn's, dan hernia,walaupun beberapa studi telah melaporkan

penyakit Crohn sebagai faktor etiologi lebih besar dari neoplasia. Satu studi dari Kanada

melaporkanfrekuensi yang lebih tinggi dari SBO setelah operasi kolorektal, diikuti oleh

pembedahan ginekologi, perbaikan hernia, dan usus buntu (Nobie, 2009). SBO dapat

sebagian atau lengkap, sederhana (yaitu, nonstrangulasi) atau strangulasi. Obstruksi

strangulasi adalah darurat bedah. Jika tidak didiagnosis dan diobati tepat, menyebabkan

iskemia usus dan morbiditaslebih lanjut dan kematian (Nobie, 2009)

Obstruksi dari usus kecil menyebabkan dilatasi proksimal dari usus akibat akumulasi

sekresi GI dan udara yang tertelan. Dilatasi usus ini merangsang aktivitas sel sekresi

menghasilkan akumulasi cairan lebih. Hal ini menyebabkan gerak peristaltik meningkat baik

di atas dan di bawah obstruksi dengan tinja encer yang sering dan flatus awal

dalam perjalanannya (Nobie, 2009).

Muntah terjadi jika tingkat obstruksi adalah proksimal. Peningkatkan distensi usus

kecil menyebabkan tekanan intraluminal meningkat. Hal ini dapat menyebabkan kompresi

limfatik mukosa usus yang mengarah kelymphedema dinding. Dengan lebih tinggi tekanan

hidrostatik intraluminal, meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapiler sehingga ketiga

besar cairan, elektrolit, dan protein keluar ke dalam lumen usus. Hilangnya cairan dan

dehidrasi yang terjadi bisa berat dan berkontribusi untuk peningkatan morbiditas dan

kematian. Oklusi arteri menyebabkan iskemia usus dan nekrosis. Jika tidak diobati, hal ini

berkembang menjadi perforasi, peritonitis, dan kematian (Nobie, 2009).

Manifestasi Klinis

Obstruksi memiliki karakteristik berupa pasial atau komplit dengan sederhana atau

strangulasi. Manifestasinya dapat berupa (Nobie, 2009):

Nyeri perut (karakteristik pada kebanyakan pasien)

Nyeri, sering digambarkan sebagai kram dan intermiten, yang lebih menonjol pada

obstruksi sederhana.

Seringkali, tampilan klinis dapat memberikan petunjuk kepada perkiraanlokasi dan sifat

obstruksi. Nyeri berlangsung selama beberapa hari, yang menjadi progresif dan dengan

distensi perut, mungkin khas untuk obstruksi yang lebih distal.

Perubahan karakter nyeri dapat menunjukkan perkembangan komplikasi yang lebih

serius (misalnya, nyeri konstan usus strangulasi atau iskemik).

Mual

Muntah, yang lebih berhubungan dengan obstruksi proksimal

Diare (temuan awal)

Sembelit (sebuah temuan akhir) yang dibuktikan dengan tidak adanya gerakan usus

atau buang angin.

Demam dan takikardia, terjadi belakangan dan mungkin terkait dengan strangulasi.

Riwayat operasi abdomen atau pelvis dahulu

Riwayat keganasan (terutama ovarium dan usus)

Pemeriksaan Fisik 

Beberapa hal yang ditemukan dari pemeriksaan fisik meliputi (Nobie,2009):

Distensi abdomen

Suara usus Hiperaktif terjadi di awal sebagai upaya GI untuk mengatasi obstruksi.

Suara usus yang menurun terjadi belakangan

Mengeksklusikan hernia inkarserata dari selangkangan, segitiga femoralis,dan foramen

obturatorius.

Temuan pada pemeriksaan rectal touge

Darah yang tampak ataupun samar, yang menunjukkan strangulasi lanjutan atau

keganasan

Massa, yang menunjukkan hernia obturatorius

Periksa gejala umum diyakini akan lebih diagnostik untuk iskemia usus,yaitu:

Demam (suhu > 100 °F)

Takikardia (> 100 detak / menit)

Tanda-tanda peritoneal

Penatalaksanaan

Tatalaksana awal di ruang gawat darurat meliputi resusitasi cairan secara agresif,

dekompresi usus halus, pemberian analgetik dan antiemetic dengan indikasi klinis, antibiotik

dan konsultasi operasi yang dini. Dekompresi dilakukan dengan cara memasang selang

NGT untuk dilakukan suction terhadap isis GI dan untuk mencegah aspirasi. Tidak lupa juga

untuk selalu memonitor jalan napas, pernapasan dan sirkulasi (Nobie, 2009).

C. Pemeriksaan Diagnostik

1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus

2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid

yang tertutup.

3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan

hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar

serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.

4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KOLIK ABDOMEN

A. Pengkajian

1. Umum:

Anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan abdomen,

kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal, peningkatan bising

usus (awal obstruksi), penurunan bising usus (lanjut), retensi perkemihan dan

leukositosis.

2. Khusus:

a. Usus halus

Berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi

Distensi ringan

Mual

Muntah : pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya

muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal

Dehidrasi

b. Usus besar

Ketidaknyamana abdominal ringan

Distensi berat

Muntah fekal laten

Dehidrasi laten : asidosis jarang

3. Pemeriksaan Fisik

a. Nyeri ketuk pinggang atas.

b. Pada hidronephrosis atau ginjal polikistik, teraba masa kistik

c. Pada obstruksi saluran kemih bawah teraba kandung kemih

d. Obstruksi akut sering menyebabkan kenaikan tekanan darah (karena gangguan

ekskresi Natrium, retensi air dan aktivitas sistem renin angiotensin).

Hipotensi dapat terjadi pada

keadaan obstruksi partial

dengan poliuri.

URETER PROXIMAL

Colic ginjal, nyeri pinggang, nyeri abdomen atas

URETER TENGAH Colic ginjal, nyeri pinggang, nyeri abdomen depan

URETER DISTAL Colic ginjal, nyeri pinggang, nyeri abdomen

depan, disuria, urinaria frekuensi

B. Dignosa Keperawatan

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi atau kekauan

Tujuan :

- Klien mampu mengontrol rasa nyeri

- Melaporkan nyeri berkurang

- Mengikuti program pengobatan

INTERVENSI RASIONAL

a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi,

durasi dan intensitas

b. Evaluasi therapi: pembedahan,

radiasi, khemotherapi, biotherapi,

ajarkan klien dan keluarga tentang

cara menghadapinya

c. Berikan pengalihan seperti

reposisi dan aktivitas

menyenangkan seperti

mendengarkan musik atau nonton

TV

d. Menganjurkan tehnik

penanganan stress (tehnik

relaksasi, visualisasi, bimbingan),

gembira, dan berikan sentuhan

therapeutik.

e. Diskusikan penanganan nyeri

dengan dokter dan juga dengan

klien

f. Berikan analgetik sesuai indikasi

a. Memberikan informasi yang

diperlukan untuk merencanakan asuhan.

b. Untuk mengetahui terapi yang

dilakukan sesuai atau tidak, atau malah

menyebabkan komplikasi.

c. Untuk meningkatkan kenyamanan

dengan mengalihkan perhatian klien dari

rasa nyeri.

d. Meningkatkan kontrol diri atas efek

samping dengan menurunkan stress dan

ansietas.

e. Agar terapi yang diberikan tepat

sasaran.

f. Untuk mengatasi nyeri.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan distensi abdomen dan atau kekakuan.

Tujuan : Dalam rentang waktu 1x24 jam dilakukan intervensi keperawatan, pola

napas efektif

Kriteria hasil:

- Pasien tidak sesak

- Pernafasan 30-60x/menit

- Sianosis (-).

INTERVENSI RASIONAL

Pertahankan jalan nafas Membuat jalan nafas tetap tanpa obstruksi  

Pantau frekuensi dan kedalaman nafas      Pernapasan cepat dan dangkal terjadi

karena hipoksemia, stress dan sirkulasi

endotoksin    

Auskultasi bunyi nafas, perhatikan krekels,

mengi        

Kesulitan bernafas dan munculnya bunyi

adventisius merupakan indikator dari

kongesti pulmona/ edema intersisial           

Catat adanya sianosis      Menunjukkan oksigen sistemik tidak

adequate    

Sering ubah posisi         Mengurangi ketidakseimbangan ventilasi

Kolaborasi pemberian terapi oksigen sesuai

indikasi kondisi bayi baru lahir

Penurunan oksigen yang tidak dapat

dihentikan meningkatkan keadaan hipoksia,

mengakibatkan asidosis metabolik

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau

diaforesis.

Tujuan: kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil:

a. Tanda-tanda vital normal

b. Masukan dan haluaran seimbang

Intervensi:

a. Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok

b. Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin

c. Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur

haluaran drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi

d. Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan

pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang

pada posisi yang benar

e. Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam

f. Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50

ml/jam

g. Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam

h. Pantau elektrolit, Hb dan Ht

i. Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi

4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.

Tujuan :

- Klien dapat mengurangi rasa cemasnya

- Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.

- Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.

INTERVENSI RASIONAL

a. Tentukan pengalaman klien

sebelumnya terhadap penyakit

yang dideritanya.

b. Berikan informasi tentang

prognosis secara akurat.

c. Beri kesempatan pada klien untuk

mengekspresikan rasa marah,

takut, konfrontasi. Beri informasi

dengan emosi wajar dan ekspresi

yang sesuai.

d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan

efek samping. Bantu klien

mempersiapkan diri dalam

pengobatan.

e. Anjurkan untuk mengembangkan

interaksi dengan support system.

f. Berikan lingkungan yang tenang

dan nyaman.

a. Data-data mengenai pengalaman

klien sebelumnya akan memberikan

dasar untuk penyuluhan dan

menghindari adanya duplikasi.

b. Pemberian informasi dapat

membantu klien dalam memahami

proses penyakitnya.

c. Dapat menurunkan kecemasan klien.

d. Membantu klien dalam memahami

kebutuhan untuk pengobatan dan efek

sampingnya.

e. Agar klien memperoleh dukungan

dari orang yang terdekat/keluarga.

f. Memberikan kesempatan pada klien

untuk berpikir/merenung/istirahat.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall (1995), Buku Saku Diagnosa Keperawatan dan Dokumentasi, edisi 4, Alih Bahasa Yasman Asih. Jakarta : EGC

Long, C. Barbara (1996). Essential Of Medical – Surgical Nursing A Nursing Process Approcach. C.V Mosby Company St Louis, USA.

Rothrock, C. J. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth, Edisi.8 Vol.3. Jakarta : EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku saku diagnosa keperawatan, edisi 8, alih Bahasa Monica Ester, Jakarta :EGC

Daniell Jane Charett. 1995. Oncologi Nursing Care Plus, Elpaso Texas, USA Alih Bahasa Imade Kariasa, Jakarta : EGC

Theodore R. Schrock, M. D.1992. Ilmu Bedah, Edisi 7, Alih Bahasa Drs. Med Adji Dharma, dr. Petrus Lukmanto, Dr gunawan. Penerbit Kedokteran Jakarta : EGC

Thomas F Nelson, Jr M. D.1996. Ilmu Bedah, edisi 4, Alih Bahasa Dr. Irene Winata, dr. Brahnu V Pendit. Penerbit Kedokteran, Jakarta : EGC

Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1. Jakarta : EGC; 2001

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994

Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001