LP Hepatic Enselopathy

18
LAPORAN PENDAHULUAN HEPATIC ENCELOPATHY DEPARTEMEN MEDIKAL RUANG 26 IPD RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG Oleh: Shofi Khaqul Ilmy NIM: 105070200131010 PROGAM PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Transcript of LP Hepatic Enselopathy

LAPORAN PENDAHULUANHEPATIC ENCELOPATHYDEPARTEMEN MEDIKALRUANG 26 IPD RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh:Shofi Khaqul IlmyNIM: 105070200131010

PROGAM PROFESI NERSFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2015

DEFINISIEnsefalopati Hepatik (EH) adalah suatu sindroma neuropsikiatrik kompleks yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan kelakuan, perubahan kepribadian, gejala neurologik yang berfliktuasi,serta perubahan nyata dari Electroencephalography (EEG). Ensefalopati Hepatikum (Ensefalopati Sistem Portal, Koma Hepatikum) adalah suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati (Kaplan LJ, McPartland K, Santora TA : 627-8).Ensefalopati hepatikum adalah suatu sindrom neuropsikiatri pada penderita penyakit hati berat yang ditandai dengan kekacauan mental, tremor otot, dan flapping tremor (asteriksis), yang dapat berlanjut pada keadaan koma dalam dan kematian (Adler DG, Leighton JA : 2004).

ETIOLOGI Bahan-bahan yang diserap ke dalam aliran darah dari usus, akan melewati hati, dimana racun-racunnya dibuang. Pada ensefalopati hepatikum, yang terjadi adalah:1. Racun-racun ini tidak dibuang karena fungsi hati terganggu2. Telah terbentuk hubungan antara sistem portal dan sirkulasi umum (sebagai akibat dari penyakit hati), sehingga beberapa racun tidak melewati hati3. Pembedahan bypass untuk memperbaiki hipertensi portal (shunt sistem portal) juga akan menyebabkan beberapa racun tidak melewati hati. Apapun penyebabnya, akibatnya adalah sampainya racun di otak dan mempengaruhi fungsi otak.4. Bahan apa yang bersifat racun terhadap otak, secara pasti belum diketahui. Tetapi tingginya kadar hasil pemecahan protein dalam darah, misalnya amonia, tampaknya memegang peranan yang penting.

Pada penderita penyakit hati menahun, ensefalopati biasanya dipicu oleh :1. Infeksi akut.2. Pemakaian alkohol.3. Terlalu banyak makan protein, yang akan meningkatkan kadar hasil pemecahan protein dalam darah.4. Perdarahan pada saluran pencernaan, misalnya karena varises esofageal, juga bisa menyebabkan bertumpuknya hasil pemecahan protein, yang secara langsung bisa mengenai otak.5. Obat-obat tertentu, terutama obat tidur, obat pereda nyeri dan diuretik.

KLASIFIKASI ENSEFALOPATI HEPATIKUMStadium ensefalopati hepatic dapat dijabarkan sebagai berikut.Stadium 1PredromalSedikit perubahan kepribadian dan tingkah laku, termasuk penampilan yang tidak terawat baik, pandangan mata kosong, bicara tidak jelas, tertawa sembarangan, pelupa, dan tidak mampu memusatkan pikiran, penderita mungkin cukup rasional, hanya terkadang tidak kooperatif atau sedikit kurang ajar, afektif hilang, eufori, depresi, apati.Tingkat kesadaran somnolen, tidur lebih banyak dari bangun, letargi.Tanda tanda :1. Asteriksis,2. Kesulitan bicara,3. Kesulitan menulis

Stadium 2Koma ringanPengendalian sfingter kurang.kedutan otot generalisata dan asteriksis merupakan temuan khas. Kebingungan, disorientasi, mengantuk Asteriksis, fetor hepatic

Stadium 3Koma mengancamTerjadi kebingungan yang nyata dengan perubahan tingkah laku yang mencolok. Penderita dapat tidur sepanjang waktu, bangun hanya dengan rangsangan. Asteriksis, fetor hepatic, lengan kaku, hiperreflek, klonus, grasp dan sucking reflek. (+++)

Stadium 4Koma dalamPenderita masuk ke dalam tingkat kesadaran koma sehingga muncul reflex hiperaktif dan tanda babinski yang menunjukkan adanya kerusakan otak lebih lanjut. Napas penderita akan mengeluarkan bau apek yang manis (fetor hepatikum). Fetor hepatikum merupakan tanda prognosis yang buruk dan intensitas baunya sangat berhubungan dengan derajat kesadarannya. Fetor hepatic, tonus otot hilang (++++)

MANIFESTASI KLINIKPada keadaan akut seperti pada hepatitis fulminan, ensefalopati hepatic dapat timbul dengan cepat dan berkembang menjadi koma akibat gagal hati akut. Pada penyakit sirosis, perkembangannya berlangsung lebih lambat.1. Ensefalopati hepatikum akut (Fulminant hepatic failure)Ditemukan pada pasien hepatitis virus akut, hepatitis toksik obat (halotan, acetaminophen), perlemakan hati akut pada kehamilan, kerusakan parenkim hati fulminan tanpa factor presipitasi. Perjalanan penyakitnya eksplosif ditandai dnegan delirium, kejang dan edema otak. Edem serebral kemungkinan akibat perubahan permeabilitas sawar otak dan inhibisi neuronal (Na+ dan K+) ATP ase, serta perubahan osmolar karena metabolism ammonia. Dengan perawatan intensif angka kematian masih tinggi sekitar 80%.2. Hepatikum kronikPerjalanan penyakit perlahan dan dipengaruhi factor pencetus yaitu azotemia, analgetik, sedative, perdarahan gastrointestinal, alkalosis metabolic, kelebihan protein, infeksi, obstipasi, gangguan keseimbangan cairan, dan pemakaian diuretik.

Pemeriksaan penunjang1. Elektro Ensefalografi. Dengan pemerikasaan EEG terlihat peninggian amplitude dan menurunnya jumlah sikllus gelombang per detik. Terjadi penurunan frekuensi dari gelombang normal Alfa (8 12Hz)Tingkat ensefalopati Frekuensi gelombang EEG: frekuensi gelombang Alfa.a) Tingkat 0 8,5 12 siklus per detikb) Tingkat I 7 8 siklus per detikc) Tingkat II 5 7 siklus per detikd) Tingkat III 3 5 siklus per detike) Tingkat IV 3 siklus per detik atau negative2. Pemeriksaan Kadar Amonia Darah.Tingkat ensefalopati Kadar ammonia darah dalam g/dlTingkat 0 < 150 Tingkat 1 151 200 Tingkat 2 201 250 Tingkat 3 251 300 Tingkat 4 > 300.

Pemeriksaan diagnostikDiagnosis mulai ditegakkan jika telah tampak tanda tanda Klinis berupa kekacauan tingkah laku, atau untuk kasus yang gawat, diagnosis harus ditelusuri dengan pemeriksaan amonia rutin karena perkembangan perburukan yang cepat (misalnya pada hepatitis fulminan).Pemeriksaan fisik yang menyokong diagnosis adalah :1) Pemeriksaan tingkat kesadaran : pola tidur penderita, komunikasi dengan penderita.2) Menilai fungsi kortikal penderita : berbahasa, tingkah laku.3) Menilai tremor generalisata.4) Menilai flapping tremor : rutin dilakukan. Posisi tangan pasien lurus di sisi tubuhnya, terletak di atas tempat tidur dalam posisi tubuh berbaring, kemudian lengan pasien di fiksasi didekat pergelangan tangan, jari jari tangan penderita diregangkan dan diekstensikan pada pergelangan tangan, kemudian minta penderita menahan tangannya dalam posisi tersebut. Tes positif terganggu jika perasat ini menyebabkan gerakan fleksi dan ekstensi involunter cepat dari pergelangan tangan dan sendi metakarpofalang (seperti gerakan kaku dan mengepak)5) Menilai apraksia kontitusional : penderita tidak dapat menulis dan menggambar dengan baik pada penderita yang sebelumnya normal bisa menulis dan menggambar sederhana.6) Tes Psikometri dengan Number Connection Test, untuk menilai tingkat intelektual pasien yang mungkin telah terjadi EH subklinis. Tes ini cukup mudah, sederhana dan tidak membutuhkan biaya serta dapat menilai tingkat EH pada pasien sirosis yang rawat jalan. Cara : menghubungkan angka angka dengan berurutan dari 1 hingga 25. Interpretasi :Normal Lama penyelesaian UHA : 15 30 detika) Tingkat I 31 50 detikb) Tingkat II 51 80 detikc) Tingkat III 81 120 detikd) Tingkat IV > 120 detik

1.8 Penatalaksanaan Ensefalopati Hepatikum Terlebih dahulu harus diperhatikan apakah EH tersebut terjadi primer atau sekunder akibat factor pencetus.Prinsip penatalaksanaan :1) Mengobati penyakit dasar hatiJika dasar penyakit adalah hepatitis virus, maka dilakukan terapi hepatitis virus. Jika telah terjadi sirosis berat (dekompensata) umumnya terapi ini sulit dilakukan, karena seluruh parenkim hati telah rusak dan digantikan oleh jaringan fibrotic, terapi terakhir adalah transplantasi hati.2) Mengidentifikasi dan menghilangkan factor factor pencetus.3) Mengurangi produksi ammonia :a) Mengurangi asupan protein makananb) Antibiotik Neomycin : adalah antibiotic yang bekerja local dalam saluran pencernaan merupakan obat pilihan untuk menghambat bakteri usus. Dosis 4x 1 2 g/hari (dewasa) atau dengan Rifaximin (derivate Rimycin) dosis : 1200mg per hari selama 5 hari dikatakan cukup efektif.c) Laktulosa : berfungsi menurunkan pH feses setelah difermentasi menjadi asam organic oleh bakteri kolon. Kadar pH yang rendah menangkap NH3 dalam kolon dan merubahnnya menjadi ion ammonium yang tidak dapat diabsorbsi usus, selanjutnya ion ammonium diekskresikan dalam feses. Dosis 60 120 ml per hari: 30 50 cc per jam hingga terjadi diare ringan.d) Lacticol (beta galaktosa sorbitol) dosis : 0,3 0,5 gram / hari.e) Pengosongan usus dengan Lavement 1 2 kali per hari : dapat dipakai katartik osmotic seperti MgSO4 atau laveman (memakai larutan laktulosa 20% atau larutan neomysin 1 % sehingga didapat pH asam = 4 ) Membersihkan saluran cerna bagian bawah.4) Upaya suportif III dan IV perlu perawatan supportif yang intensif : perhatikan posisi berbaring, bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, pasang kateter foley untuk balance cairan. Jika terdapat rupture varises esophagus pasang NGT untuk mengalirkan darah.

1.9 Pengkajian1) Observasia. Tingkat kasadaran.(GCS)b. Penurunan berat badanc. Demamd. Mual, muntahe. Malaise umumf. Peristaltik meningkatg. Ketidakstabilan emosional2) Potensial komplikasia. Ketidakstabilan elektrolitb. Dehidrasi, malutrisi, anemiac. Obstruksi usus, perforasid. Hemoragie. Syokf. Fistula, peritonitisg. Abces perianal, fistula, fisura

1.10 Diagnosa keperawatanDx 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan turunnya nafsu makan. 1) Tujuan Nutrisi terpenuhi selama perawatan sesuai dengan kebutuhan.2) Kriteria hasila. Menunjukkan peningkatan nafsu makan.b. Hasil pemeriksaan laborat dalam batas normal3) Intervensia. Kaji status nutrisi dan kaji klien dengan mengidentifikasikan makanan yang mengiritasiR:makanan yang mengandung sarbitol dapat menyebabkan atau memperberat diare,dan mengkonsumsi gula akan menyebarkan gelembung udara untuk mengurangi distensi lambung.b. Berikan diet tinggi kalori, protein, dan mineral; rendah zat sisa, lemak dan seratR:Makanana tinggi serat dan tinggi lemak akan menyebabkan iritasi saluran usus.c. Berikan dorongan klien untuk mengikuti waktu makan yang telah direncanakanR:Jadwal makan tepat waktu akan membantu proses pengosongan ususd. Pertahankan catatan masukan dan hindari makanan yang telah di rencanakanR:Muntah dan diare dapat dengan cepat menyebabkan dehidrasi.e. Berikan dorongan pada klien untuk makan dengan perlahan, menyunyah dengan baik, dan menggigit dalam jumlah sedikitR:Makan terlalu cepat dapat meningkatkan resiko iritasi lambungf. Sajikan makanan dengan menarik di ruangan yang berventilasi baikR:Menambah nafsu makan 4) Evaluasi:a. Nutrisi terpenuhi selama perawatan sesuai dengan kebutuhan.b. Pasien dapat mempertahankan berat badan sesuai umurc. Hasil pemeriksaan laborat dalam batas normal

Dx 2 : Intoleran Aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot1) TujuanKlien dapat beraktifitas sesuai dengan batas toleransi.2) Kriteria hasila. Pasien menunjukkan perilaku yang lebih rileksb. Pasien menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas.3) Intervensia. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh: apakah tekanan darah stabil, perhatian terhadap aktifitas dan perawatan diri.R: Stabilitas fisiologis penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.b. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas contoh: posisi duduk di tempat tidur, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.R: Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.c. Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan (makan, minum, mandi, berpakaian dan eleminasi).R: Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi.4) Evaluasi:a. Pasien menunjukkan perilaku yang lebih rileksb. Pasien menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas

Dx 3 : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pecahnya pembuluh darah1) TujuanTerpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran pasien, kognisi dan fungsi sensori / motor2) Kriteria hasila. Klien tidak gelisahb. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, dan kejangc. GCS = 4 5 6 d. Pupil isokore. Refleks cahaya + / +f. Tanda tanda vital dalam batas normal (S = 36 37,8 C, P = 60 100 x/menit, N = 16 20 x/menit, TD = 110 / 80 130 / 80 mmHg)3) Intervensia. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TIK dan akibatnyaR : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhanb. Baringkan klien (bed rest) total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantalR : Perubahan pada tekanan intrakranial akan dapat menyebabkan risiko untuk terjadinya herniasi otakc. Monitor tanda tanda status neurologis dengan GCSR : Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjutd. Monitor TTVR : Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoregulasi akan menyebabkan kerusakan vaskuler serebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Terapi farmako : steroid, aminofel, antibiotikR : Terapi steroid menurunkan permeabilitas kapiler, terapi aminofel menurunkan edema serebri, terapi antibiotika menurunkan metabolik sel / konsumsi dan kejang.4) Evaluasi :a. Klien tidak gelisahb. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, dan kejangc. GCS = 4 5 6 d. Pupil isokor

Dx 4 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan kerusakan perceptual / kognitif1) TujuanMobilias fisik klien kembali efektif dan adekuat2) Kriteria Hasila. Aktivitas pasien (ADL) dapat dilakukan secara mandirib. KU pasien baik dan kesadaran composmentisc. MMT = 5 5 5 53) Intervensia. Bantu pasien untuk merubah posisi tiap 2 jam sekali atau beri bantal pada bawah punggungR : Merubah posisi tiap 2 jam sekali memberikan kelancaran sirkulasi darah dan pemberian bantal mencegah penekanan pada organ yang menonjolb. Bantu aktivitas pasien dalam pemberian makan / NGTR : Memberikan kecukupan nutrisi pasien secara adekuatc. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam latihan gerak fisikR : Latihan gerak fisik yang terlatih dapat mencegah kontraktur 4) Evaluasi a. Aktivitas pasien (ADL) dapat dilakukan secara mandirib. KU pasien baik dan kesadaran composmentis

Dx 5 : Defisit perawatan diri b.d kerusakan neuro muskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol /koordinasi otot1) Tujuan Perawatan diri individu dapat terpenuhi secara adekuat2) Kriteria Hasila. Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat hidup b. Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan c. Mulut bersih dan tidak berbaud. Rambut tidak berminyak dan kotore. Seluruh tubuh bebas dari minyak3) Intervensia. Observasi kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0 4 untuk melakukan ADL R : Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individualb. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu R : Klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klienc. Menyadarkan tingkah laku / sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan. Pertahankan dukungan pola pikir izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik, positif untuk usuhanyaR : Klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam menangani klien. Sekaligus meningkatkan harga diri, memandirikan pasien, dan menganjurkan klien untuk terus mencobad. Beri kesempatan untuk menolong diri seperti menggunakan kombinasi pisau garpu, sikat dengan pegangan panjang, ekstensi untuk berpijak pada lantai atau ke toilet, kursi untuk mandiR : Mengurangi ketergantungane. Kolaborasi dengan dokter terapi okupasi R : Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus.4) Evaluasi a. Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat hidup b. Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan c. Mulut bersih dan tidak berbau

1.11 Evaluasi1) Menunjukkan kesadaran2) Menunjukkan peningkatan nafsu makan.3) Hasil pemeriksaan laborat dalam batas normal4) Tanda vital yang stabil.5) Masukan dan haluaran seimbang.6) Pasien menunjukkan penurunan pada frekuensi defekasi.7) Nutrisi terpenuhi selama perawatan sesuai dengan kebutuhan.8) Hasil pemeriksaan laborat dalam batas normal.9) Pasien menunjukkan perilaku yang lebih rileks.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia, Jakarta.Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC. JakartaGuyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGCNugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. JakartaPusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan. (1996). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes.Tuti Pahria, dkk, (1993). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC.