Lp Fraktur
-
Upload
fitriani-fitri -
Category
Documents
-
view
30 -
download
0
description
Transcript of Lp Fraktur
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan dietntukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorbsinya. Meskipun tulang patah jaringan sekitarnya akan terpengaruh
mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi
sendi, rupture tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah.
Fraktur adalah kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis atau tulang
rawan sendi yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa dan biasanya disertai cidera
jaringan.
Fraktur metatarsal adalah rusaknya kontinuitas tulang jari-jari kaki yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian),
kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis.
B. Etiologi
Menurut Branner & Suddart, fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung,
gaya meremuk, gerakan puntir mendadak bahkan kontraksi otot ekstrem. Sedangkan,
etiologi patah tulang menurut Barbara C. Long adalah :
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat
yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak
disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan
lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma,
antara lain :
a. Trauma langsung
Bila fraktur terjadi ditempat dimana bagian tersebut terdapat ruda
paksa, misalnya : benturan atau pukulan pada tulang yang mengakibatkan
fraktur.
b. Trauma tidak langsung
Misalnya pasien jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi, dapat
terjadi fraktur pada pergelangan tangan, suprakondiskuler, klavikula.
c. Trauma ringan
Dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh. Selain
itu fraktur juga disebabkan oleh karena metastase dari tumor, infeksi,
osteoporosis, atau karena tarikan spontan otot yang kuat.
2. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut
tidak mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang menimpanya.
3. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau
ostepororsis.
C. Klasifikasi
OTA mengklasifikasikan fraktur metatarsal secara detail mengenai bentuk
frakturnya tetapi tidak berdasarkan stabilitasa ataupun penatalaksanaannya. Fraktur
metatarsal berdasarkan klasifikasi ini adalah 81. Identifikasi huruf untuk
menunjukkan metatarsal yang terkena, yaitu:
1. T: metatarsal 1
2. N: metatarsal 2
3. M: metatarsal 3
4. R: metatarsal 4
5. L: metatarsal 5
Lalu dilanjutkan dengan kompleksitas dari fraktur:
1. A: diafiseal fraktur simpel dan bentuk baji
2. B: parsial artikular dan diafesial bentuk baji
3. C: fraktur intraartikular yang kompleks
Diikuti dengan area yang terkena:
1. 1: metafisis proksimal
2. 2: diafesial
3. 3: metafisis distal.
D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito,
Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah
putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari : 2
gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral Memuat dua sendi di proksimal dan
distal fraktur
2. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang
tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan
sesudah tindakan.
3. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
4. CT Scan , Mendeteksi struktur fraktur yang kompleks
5. MRI ( Magnetik Resonance Imaging ), Mengidentifikasi masalah pada otot,
tendon & legamen.
F. Penatalaksanaan
Prinsip 4R (chairudin Rasjad) :
1. Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur
2. Reduction
3. Retention : Immobilisasi
4. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur
dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa
baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan
multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang
setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur
adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun
OREF.
G. Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat
penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik .
1. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus
dan gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut diatas
dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari
atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan
katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis
vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren.
2. Komplikasi Lokal
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca
trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma
disebut komplikasi lanjut.
1) Pada Tulang
a) Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
b) Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed
union atau bahkan non union Komplikasi sendi dan tulang dapat
berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada fraktur terbuka atau
pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan
kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi.
2) Pada Jaringan lunak
a) Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial
karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering
dan melakukan pemasangan elastik.
b) Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh
gips. Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada
daerah-daerah yang menonjol.
c) Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot
tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek
melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang.
Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup
lama akan menimbulkan sindroma crush atau trombus.
d) Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus
menerus. Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh
darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan
nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi
dapat menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah
sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh
darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri
yang lama seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome
crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair untuk
mencegah kongesti bagian distal lesi.
e) Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus),
aksonometsis (kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan
eksplorasi dan identifikasi nervus.
3. Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayedunion atau nonunion.Pada
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau
perpanjangan.
a. Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara
normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis
pada ujung-ujung fraktur, Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal
dilakukan Osteotomi lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16
minggu).
b. Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan. Tipe
I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan
diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai
potensi untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting. Tipe
II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat
jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi
cairan, prosesunion tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum
yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu
imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai,
distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis).
c. Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan
deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi .
d. Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union
sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang
mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa
osteoporosis dan atropi otot.
e. Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan
imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan
intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa
memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif
pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan
pada penderita dengan kekakuan sendi menetap.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama, penaggung jawab,
status perkawinan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat medis dan kejadian yang lalu
b. Riwayat kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan penyebab terjadinya.
c. Penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang lainnya.
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat
Tanda: Keterbatasab/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan
jaringan, nyeri).
b. Sikulasi
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah). Takikardia (respon stres,
hipovolemia).Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera,
pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena. Pembengkakan
jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan (parestesis).
Tanda: deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi. Agitasi
(mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri
akibat kerusakan saraf. Spasme/kram otot (setelah imobilisasi).
e. Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Ronsen : menentukan lokasi/luasnya fraktur femur/trauma.
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
e. Kreatinin : trauma otot mungkin meningkatkan beban kreatininuntuk klirens
ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multipel, atau cedera hati.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat
luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat
jaringan nekrotik.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
5. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi.
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan
DS:- Laporan secara verbal DO:- Posisi untuk menahan nyeri - Tingkah laku berhati-hati- Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri - Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
NOC : Pain Level, pain control, comfort levelSetelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman
NIC : Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……... Tingkatkan istirahat Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali
- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum
setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang
normal Tidak mengalami gangguan
tidur
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi
dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan : Eksternal : - Hipertermia atau
hipotermia - Substansi kimia - Kelembaban - Faktor mekanik (misalnya :
alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint)
- Immobilitas fisik - Radiasi - Usia yang ekstrim - Kelembaban kulit - Obat-obatan Internal : - Perubahan status metabolik - Tonjolan tulang- Defisit imunologi - Berhubungan dengan
dengan perkembangan - Perubahan sensasi
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous MembranesWound Healing : primer dan sekunderSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil: Integritas kulit yang baik
bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
Tidak ada luka/lesi pada kulit
Perfusi jaringan baik Menunjukkan pemahaman
dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
NIC : Pressure ManagementAnjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgarHindari kerutan pada tempat tidurJaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan keringMobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekaliMonitor kulit akan adanya kemerahan Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan Monitor aktivitas dan mobilisasi pasienMonitor status nutrisi pasienMemandikan pasien dengan sabun dan air hangat Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekananObservasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna
cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan lukaKolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitaminCegah kontaminasi feses dan urinLakukan tehnik perawatan luka dengan sterilBerikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
- Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan)
- Perubahan status cairan - Perubahan pigmentasi - Perubahan sirkulasi - Perubahan turgor
(elastisitas kulit)
DO: - Gangguan pada bagian
tubuh - Kerusakan lapisa kulit
(dermis) - Gangguan permukaan kulit
(epidermis)
perawatan alami Menunjukkan terjadinya
proses penyembuhan luka
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan
penurunan kekuatan/tahanan.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Gangguan mobilitas fisik
Berhubungan dengan : - Gangguan metabolisme sel- Keterlembatan perkembangan- Pengobatan - Kurang support lingkungan- Keterbatasan ketahan
kardiovaskuler- Kehilangan integritas struktur
tulang- Terapi pembatasan gerak - Kurang pengetahuan tentang
kegunaan pergerakan fisik - Indeks massa tubuh diatas 75
tahun percentil sesuai dengan usia
- Kerusakan persepsi sensori - Tidak nyaman, nyeri - Kerusakan muskuloskeletal
dan neuromuskuler - Intoleransi aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina- Depresi mood atau cemas
NOC : Joint Movement : Active Mobility Level Self care : ADLs Transfer performanceSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama….gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: Klien meningkat dalam
aktivitas fisik Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas Memverbalisasikan
perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
NIC :Exercise therapy : ambulation Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien
saat latihan Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
- Kerusakan kognitif - Penurunan kekuatan otot,
kontrol dan atau masa - Keengganan untuk memulai
gerak - Gaya hidup yang menetap,
tidak digunakan, deconditioning
- Malnutrisi selektif atau umum DO:- Penurunan waktu reaksi- Kesulitan merubah posisi- Perubahan gerakan (penurunan
untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek)
- Keterbatasan motorik kasar dan halus
- Keterbatasan ROM- Gerakan disertai nafas pendek
atau tremor- Ketidak stabilan posisi selama
melakukan ADL- Gerakan sangat lambat dan
tidak terkoordinasi
4. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Risiko infeksi
Faktor-faktor risiko : - Prosedur Infasif- Kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan lingkungan
- Malnutrisi - Peningkatan paparan
lingkungan patogen - Imonusupresi - Tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)
- Penyakit kronik- Imunosupresi- Malnutrisi- Pertahan primer tidak adekuat
(kerusakan kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik)
NOC : Immune Status Knowledge : Infection
control Risk controlSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama…… pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil: Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi Menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
NIC : Pertahankan teknik aseptif Batasi pengunjung bila perlu Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing Tingkatkan intake nutrisi Berikan terapi antibiotik:................................. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Pertahankan teknik isolasi k/p Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase Monitor adanya luka Dorong masukan cairan Dorong istirahat Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
5. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Kurang PengetahuanBerhubungan dengan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
DS: Menyatakan secara verbal adanya masalahDO: ketidakakuratan
mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai
NOC: Kowlwdge : disease
process Kowledge : health
BehaviorSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil: Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
NIC : Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat Diskusikan pilihan terapi atau penanganan Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau diindikasikan Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya