Lp Fraktur Servical
-
Upload
shinta-nyil-unyil -
Category
Documents
-
view
311 -
download
41
description
Transcript of Lp Fraktur Servical
LAPORAN PENDAHULUAN DEPARTEMEN EMERGENCY
“FRAKTUR SERVICAL”
OLEH :
Shinta Ardiana Puspitasari
115070201111021
Reguler 1
Kelompok 1
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang mencakup
pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu,
keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat, keperawatan pada dasarnya adalah
human science and human care and caring menyangkut upaya memperlakukan klien secara
manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya dan kita ketahui manusia
terdiri dari berbagai sistem yang saling menunjang, di antara sistem tersebut adalah sistem
neurobehavior (Potter & Perry, 2006).
Susunan tulang pada manusia terdiri dari berbagai macam tulang di antaranya tulang
vertebra (servikal, torakal, lumbal, sakral, koksigis). Tulang servikalis terdiri dari 7 tulang yaitu C1
atau atlas, C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Apabila cidera pada bagain servikal akan
mengakibatkan terjadinya trauma servikal.di mana trauma servikal merupakan keadaan cidera
pada tulang bekalang servikal dan medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, sublukasi atau
frakutur vertebra servikalisdan di tandai kompresi pada medulla spinal daerah servikal (Muttaqin,
2011).
Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap tahun di Amerika serikat. Insidensi
pada negera berkembang berkisar antara 11,5 hingga 53,4 kasus dalam 1.000.000 populasi.
Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda.2 Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu
lintas (50%), jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan dengan olahraga (10%). Sisanya akibat
kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%-50% trauma medulla spinalis mengakibatkan defisit
neurologis, sering menimbulkan gejala yang berat, dan terkadang menimbulkan kematian.
Walaupun insidens pertahun relatif rendah, tapi biaya perawatan dan rehabilitasi untuk cedera
medulla spinalis sangat besar, yaitu sekitar US$ 1.000.000 / pasien. Angka mortalitas diperkirakan
48% dalam 24 jam pertama, dan lebih kurang 80% meninggal di tempat kejadian (Emma, 2011).
Di Indonesia kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung,
kanker, dan stroke, tercatat ±50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3% penyebab
kematian ini karena trauma langsung medulla spinalis, 2% karena multiple trauma. Insiden trauma
pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord
injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja.
Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6
terutama pada usia dekade 3 (Emma, 2011).
Dampak trauma servikal mengakibatkan syok neurogenik, syok spinal, hipoventilasi,
hiperfleksia autonomic, gangguan pada pernafasan, gangguan fungsi saraf pada jari-jari tangan,
otot bisep, otot trisep, dan otot- otot leher. Akibat atau dampak lebih lanjut dari trauma servikal
yaitu kematian.
Peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan guna mencengah
komplikasi pada klien dan memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga tentang trauma servikal.
Dari uraian diatas kelompok tertarik untuk membahas masalah asuhan keperawatan
kegawatdaruratan dengan masalah trauma servikal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Anatomi
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher,
punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costadan sternum). Fungsi vertebra yaitu
melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf,menyokong berat badan dan berperan dalam
perubahan posisi tubuh. Vertebra padaorang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5
regio yaitu 7 cervical, 12thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.
Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat olehligamen di depan dan
dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yangmempunyai daya absorbsi tinggi terhadap
tekanan atau trauma yang memberikan sifatfleksibel dan elastis. Semua trauma tulang belakang
harus dianggap suatu traumahebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transpotasi ke
rumah sakit harusdiperlakukan dengan hati-hati. Trauma tulang dapt mengenai jaringan lunak
berupaligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Penyebab traumatulang
belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga(22%), ,terjatuh dari
ketinggian(24%), kecelakaan kerja.
Anatomi Servical
Secara anatomi vertebra servikalis dibagi menjadi dua daerah: daerah servikal atas (CV1 dan
CV2) dan daerah servikal bawah (CV3 sampai CV7). Diantara ruasruas tersebut, ada tiga ruas servikal
yang memiliki struktur anatomi yang unik. Ketiga ruas telah diberi nama khusus, antara lain CV1
disebut atlas, CV2 disebut axis, dan CV7 disebut prominens vertebra. Sedangkan Vertebra servikalis
3-6 disebut vertebra servikalis tipikal karena vertebra servikalis ini memiliki ciri-ciri umum vertebra
servikalis.
a. Vertebra Servikalis 1 (Tulang Atlas)
Vertebra servikalis pertama dikenal sebagai atlas dimana berperan sebagai pendukung
seluruh tengkorak. Atlas berbeda dengan vertebra servikalis lainnya karena tidak
mempunyai korpus sehingga bentuknya hampir seperti cincin. Atlas tidak mempunyai
prosesus spinosus namun memiliki tuberkulum posterior yang kecil yang berguna agar
pergerakan kepala atau kranium lebih bebas. Atlas berbentuk cincin atau lingkaran yang
dibagi dua yaitu lengkung depan disebut arkus anterior dan lengkung belakang disebut arkus
posterior. Terlihat massa yang agak lebar pada pertemuan arkus anterior dan arkus
posterior dan disebut massa lateralis. Tiap massa lateralis di bagian atas terdapat
permukaan berbentuk oval dan konkaf disebut fovea artikularis superior dan permukaan ini
bersendi dengan tulang kranium. Di bagian bawah tiap massa terdapat fasies artikularis yang
bersendi dengan vertebra servikalis 2 (Epistropheus). Di bagian samping massa lateralis
terdapat prosesus transversus dan foramen transversum.
b. Vertebra Servikalis 2 (Axis/Epistropheus)
Axis adalah yang terbesar dari semua vertebra servikalis. Kepala berputar di sekitar tulang
axis. Terdapat penonjolan tulang keatas dari permukaan atas korpus disebut dens
epistropheus atau disebut juga prosesus odontoid (odontoid process). Prosesus odontoid
mirip dengan gigi. Permukaan depan dan belakang dari dens didapati permukaan
persendian disebut fasies artikularis anterior dan posterior. Pada tulang ini prosesus
transversus tidak jelas.
c. Vertebra Servikalis 3-6 ( Vertebra Servikalis Tipikal)
Vertebra servikalis 3-6 disebut vertebra servikalis tipikal karena vertebra servikalis ini
memiliki ciri-ciri umum vertebra servikalis. Ciri-ciri umum vertebra servikalis antara lain
memiliki tubuh yang kecil dan korpus yang pendek, berbentuk persegi empat dengan sudut
agak bulat jika dilihat dari atas, tebal korpus bagian depan dan bagian belakang sama, di
ujung prosesus spinosus memecah dua atau bifida. Prosesus tranversusnya berlubang-
lubang karena memiliki foramen tempat lewatnya arteri vertebralis.
d. Vertebra Servikalis 7 (Vertebra Prominens) Ciri-ciri vertebra servikalis 7 (vertebra
prominens) antara lain memiliki prosesus spinosus yang panjang dan tidak bercabang,
foramen transversus tidak selalu ada.
2.2.Definisi Fraktur servical
Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitastulang, sedangkan
menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000)fraktur adalah pemisahan atau
patahnya tulang. Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya
kontinuitas tulang normal yang terjadikarena tekanan pada tulang yang berlebihan.
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal dan medulla spinalis
yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur vertebra servikalis dan ditandai dengan
kompresi pada medula spinalis daerh servikal. Dislokasi servikal adalah lepasnya salah satu
struktur dari tulang servikal. Subluksasi servikal merupakan kondisi sebagian dari tulang servikal
lepas. Fraktur servikal adalah terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra servikalis
(Muttaqin, 2011).
Cedera servikal adalah cedera tulang belakang yang paling sering dapat menimbulkan kecacatan
dan kematian, dari beberapa penelitian ternyata terdapat korelasi tingkat cedera servikal dengan
morbiditas dan mortalitas, artinya semakin tinggi tingkat cedera servikal maka semakin tinggi
pula morbiditas dan mortalitasnya.
2.3.Klasifikasi fraktur servical
A. Klasifikasi berdasarkan mekanisme trauma
a. Trauma hiperfleksi
1. Subluksasi Anterior
Terjadi robekan pada sebagian ligament di posterior tulang leher ; ligament
longitudinal anterior utuh. Termasuk lesi stabil. Tanda penting pada subluksasi
anterior adalah adanya angulasi ke posterior (kifosis) local pada tempat kerusakan
ligament. Tanda-tanda lainnya :
- Jarak yang melebar antara prosesus spinosus-
- Subluksasi sendi apofiseal
2. Bilateral interfacetal dislocation
Terjadi robekan pada ligamen longitudinal anterior dan kumpulanligament di
posterior tulang leher. Lesi tidak stabil. Tampak diskolasianterior korpus
vertebrae. Dislokasi total sendi apofiseal.
3. Flexion tear drop fracture dislocation
Tenaga fleksi murni ditambah komponen kompresi menyebabkanrobekan pada
ligamen longitudinal anterior dan kumpulan ligamen posterior disertai fraktur avulse
pada bagian antero-inferior korpusvertebra. Lesi tidak stabil. Tampak tulang
servikal dalam fleksi :
- Fragmen tulang berbentuk segitiga pada bagian antero-inferior korpus vertebrae
- Pembengkakan jaringan lunak pravertebral.
4. Wedge Fracture
Vertebrae terjepit sehingga terbentuk baji. Ligament longitudinal anterior dan
kumpulan ligament posterior utuh sehingga lesi ini bersifat stabil.
5. Clay Shovelers Fracture
Fleksi tulang leher dimana terdapat kontraksi ligament posterior tulang leher
mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada prosesus spinosus : biasanya pada CVI-
CVII atau Thl.
a. Trauma flexi rotasi
Terjadi dislokasi interfacetal satu sisi. Lesi stabil walaupun terjadi kerusakan pada
ligament posterior termasuk kapsul sendi apofiseal yang bersangkutan.
Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Vertebra yang bersangkutan dan
vertebra proksimalnya dalam posisi oblik, sedangkan vertebra distalnya tetap
dalam posisi lateral.
b. Trauma Hiperekstensi
1. Fraktur dislokasi hiperekstensi
Dapat terjadi fraktur pedikel, prosecus artikularis, lamina dan prosecus
spinosus. Fraktur avulse korpus vertebra bagian posteroinferior. Lesi tidak
stabil karena terdapat kerusakan pada elemen posterior tulang leher dan
ligament yang bersangkutan.
2. Hangmans fracture
Terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior C2 terhadap C3.
c. Ekstensi rotasi
Terjadi fraktur pada procesuss artikularis satu sisi.
d. Kompresi vertical
Terjadinya fraktur ini akibat disteruskannya tenaga trauma melalui kepala,
kondilus okspitalis, ketulang leher.
1. Bursting fracture dari atlas (jefersons fracture)
2. Bursting fracture vertebra servikal tengah dan bawah
B. Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan
a. Stabil
b. Tidak stabil
Stabilitas dalam hal trauma tulang servical dimaksudkan untuk
mempertahankan tetap utuhnya komponen ligament skeletal saat terjadinya
pergeseran satu segmen tulang leher terhdap lainnya.
Cedera dianggap stabil jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla
spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal,
ligament posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur
kompresi dan burst fraktur adalah contoh cedera stabil. Cedera tidak stabil artinya
cedera yang dapat bergeser dengan gerakan normal karena logamen posteriornya
rusak atau robek. Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil jika kehilangan
integritas dari ligament posterior.
Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksan radiograf.
Pemeriksaan radiograf minimal ada 4 posisi yaitu :
1. Anteroposterior
2. Lateral
3. Oblik kanan dan kiri
Dalam menilai stabilitas vertebra ada tiga unsure yang harus dipertimbangkan
yaitu kompleks posterior (kolumna posterior), kompleks media dan kompleks
anterior (kolumna anterior).
Pembagian bagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :
1. Kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan duapertiga bagian
anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis.
2. Kolumna media yang terbentuk dari satupertiga bagian posterior dari corpus
vertebralis, diskus dan annulus vertebralis.
Kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang
posterior, ligament interspinosa dan supraspinosa.
Jenis-jenis fraktur servical
Jenis fraktr daerah servical, sebagai berikut :
1. Fraktur Atlas C-1
Fraktur ini terjadi pada kecelakaan jatuh dari ketinggian dan posisi kepala menopang
badan dan daerah cervical mendapat tekanan hebat. Condylus occipitalis pada basis
crani dapat menghancurkan cincin tulang atlas. Jika tidak ada cedera angulasi dan rotasi
maka pergeseran tidak berat dan medulla spinalis tidak ikut cedera. Pemeriksaan
radiologi yang dilakukan adalah posisi anteroposterior dengan mulut pasien dalam
keadaan terbuka.
Terapi untuk fraktur tipe stabil seperti fraktur atlas ini adalah immobilisasi servical
dengan collar plaster selama 3 bulan.
2. Pergeseran C1 C2 (Sendi Atlantoaxial)
Atlas dan Axis dihubungkan dengan ligamentum tranversalis dari atlas yang menyilang
dibelakang proswsus odontoid pada axis. Dislokasi sendi atlantoaxial dapat
mengakibatkan arthritis rheumatoid karena adanya perlunakan kemudian aka nada
penekanan ligamentum transversalis.
Fraktur dislokasi termasuk fraktur basis processus odontoid. Umumnya ligamentum
transversalis masih utuh dan prosessus odontoid pindah dengan atlas dan dapat
menekan medulla spinalis.
Terapi untuk fraktur geser atlantoaxial adalah reduksi dengan traksi continues.
3. Fraktur kompresi corpus vertebral
Tipe kompresi lebih sering tanpa kerusakan ligamentum spinal namun dapat
mengakibatkan kompresi corpus vertebralis. Sifat fraktur ini adalah tipe tidak stabil.
Terapi untuk fraktur tipe ini adalah reduksi dengan plastic collar selama 3 minggu (masa
penyembuhan tulang).
4. Flexi Sublukasi Vertebral Cervical
Fraktur ini terjadi saat pergerakan kepala kearah depan yang tiba-tiba sehingga terjadi
deselerasi kepala karena tubrukan atau dorongan pada kepala bagian belakang, terjadi
vertebra yang miring ke depan diatas vertebra yang ada dibawahnya, ligament posterior
dapat rusak dan fraktur ini disebut sublukasi, medulla spinalis mengalami kontusio
dalam waktu singkat.
Tindakan yang diberikan untuk frkatur tipe ini adalah ekstensi servical dilanjutkan
dengan imobilisasi leher ekstensi dengan collar selama 2 bulan.
5. Flexsi dislokasi dan fraktur dislokasi cervical
Cedera ini lebih berat disbanding fleksi sublukasi. Menkanisme terjadinya fraktur
hamper sama dengan fleksi sublukasi, posterior ligament robek dan posterior facet pada
satu atau kedua sisi kehilangan kestabilannya dengan bangunan sekitar. Jika dislokasi
atau fraktur dislokasi pada C7-Th1 maka posisi ini sulit dilihat dari posisi foto lateral
makan posisi yang terbaik untuk radiografi adalah “swimmer projection”.
Tindakan yang dilakukan adalah reduksi fleksi dislokasi ataupun fraktur dislokasi dari
fraktur servical termasuk sulit namun traksi skull continu dapat dipakai sementara.
6. Ekstensi Sprain
Mekanisme cedera pada cedera jaringan lunak yang terjadi bila leher tiba-tiba tersentak
kedalam hiperekstensi. Biasanya cedera ini terjadi setelah tertabrak dari belakang, bdan
terlempar ke depan dan kepala tersentak kebelakang. Terdapat ketidaksesuaian
mengenai patologi yang tepat tetapi kemungkinan ligament longitudinal anterior
meregang atau robek dan diskus mungkin juga rusak.
Pasien mengeluh nyeri dan kekauan pada leher, yang refrakter dan bertahan selama
setahun atau lebih lama. Keadaan ini sering disertai dengan gejala lain yang lebih tidak
jelas, misalnya nyeri kepala, pusing, depresi, penglihatan kabur dan rasa baal atau
parastesia pada lengan. Biasanya tidak terdapat tanda-tanda fisik, dan pemeriksaan
dengan sinar-X hanya memperlihatkan perubahan kecil pada postur. Tidak ada bentuk
terapi yang telah terbukti bermanfaat, pasien diberikan analgetik dan fisioterapi.
7. Fraktur pada cervival ke-7 (Processus Spinosus)
Processus spinosus C7 lebih panjang dan prosesus ini melekat pada otot. Adanya
kontraksi otot akibat kekerasan yang sifatnya tiba-tiba akan menyebabkan avulse
prosesus spinosus yang disebut “clay shoveler’s fracture”. Fraktur ini nyeri tetapi tak
berbahaya.
Mekanisme klasifikasi cervical spine injury
1. Fleksi
- Anterior dislokasi (hiperfleksi sprain)
- Bilateral inter facetal dislokasi
- Simple wedge compression fracture
- Clay-Shovelerr fracture (spinasus process avulsion)
- Flexion tear drop fracture
- Flexion-rotation
- Unilateral facet dislocation
2. Exstension
- Hyperextention dislocation
- Avulsion tear drop fracture of axis
- Fracture of posterior arch of atlas
- Lacunar fracture
- Traumatic spodylolistesis (Hangman’s Fracture)
- Hyperextension fracture dislocation)
3. Vertcal Compression
- Occipital condyle fracture
- Burst fracture
- Jefferson fracture (Bursting fracture of atlas)
4. Lateral Flexion
- Uncinate process fracture
Lesi Spesifik dan penanganannya
1. Occipital condyle fracture
Termasuk fracture yang jarang, klinis pasien datang dengan penurunan kesadaran atau gangguan kranial
nerve.
2. Condylar fracture terbagi 3 tipe:
- Tipe I : fracture dikarenakan beban axial dari tengkorak ke tulang atlas, fracture terjadi dioccipital condyle
tanpa/minimal displacement ke foramen magnum
- Tipe II : fracture dari condylus sampai foramen magnum. Tampak fracture linien CT-Scan merupakan
fracture stabil
- Tipe III : Condyle fracture avulsi Mekanisme trauma biasanya rotasi atau lateral bending atau keduanya
merupakan fracture unstable dan harus dilakukan craniocervical fusion.
3. Atlanto occipital l dislocation
Pasien datang dengan quadri-plegia dan respiratory arrest Diagnosa ditegakkan dari perhitungan lateral skull
X-ray : >1 Normal: 0.7-0.009 Cervical traksi merupakan kontraindikasi. Halo vest, atlanto occipital fusion.
Occipital fusion merupakan pilihan.
4. Atlas Fracture
2.4. Etiologi Fraktur cervical
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namunmempunyai cukup
kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal
yaitu:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa
pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan
langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan
ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan
jaringan lunak yang luas.
b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan bendalain akibat tekanan
berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal
terutama pada atlet, penari atau calon tentarayang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh
tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma langsung yang mengenai tulang
belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampauan tulang belakang dalam melindungi
saraf-saraf belakangnya. Menurut Emma, (2011) Trauma langsung tersebut dapat berupa :
- Kecelakaan lalu lintas
- Kecelakaan olahraga
- Kecelakaan industry
- Jatuh dari pohon/bangunan
- Luka tusuk
- Luka tembak
- Kejatuhan benda keras
2.5. Patofisiologi fraktur cerfical
(Terlampir)
2.6. Manifestasi Klinis Fraktur Cervical
Menurut Hudak & Gallo, (1996) menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai berikut:
Lesi C1-C4
Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih berfungsi. Otot
diafragma dan otot interkostal mengalami partalisis dan tidak ada gerakan (baik secara fisik
maupun fungsional0 di bawah transeksi spinal tersebut. Kehilangan sensori pada tingkat C1
malalui C3 meliputi daerah oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah. Kehilangan sensori
diilustrasikan oleh diagfragma dermatom tubuh.
Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan perhatian penuh karena
ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-hari seperti makan, mandi, dan
berpakaian. quadriplegia pada C4 biasanya juga memerlukan ventilator mekanis tetapi
mengkn dapat dilepaskan dari ventilator secara. intermiten. pasien biasnya tergantung pada
orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari meskipun dia mungkin dapat
makan sendiri dengan alat khsus.
Lesi C5
Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak sekunder
terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal dan dilatasi lambung dapat disertai
dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas mengalami rotasi ke arah luar sebagai akibat
kerusakan pada otot supraspinosus. Bahu dapat di angkat karena tidak ada kerja
penghambat levator skapula dan otot trapezius. setelah fase akut, refleks di bawah lesi
menjadi berlebihan. Sensasi ada pada daerah leher dan triagular anterior dari daerah
lengan atas.
Lesi C6
Pada lesi segmen C6 distres pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal dan edema
asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan lengan abduksi dan lengan
bawah fleksi. Ini karena aktivitasd tak terhambat dari deltoid, bisep dan otot brakhioradialis.
Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori untuk
mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas mengambil posis yang
sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasnya berlebihan ketika kerja refleks kembali.
2.7. Pemeriksaan Diagnostik Fraktur Servical
Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu:
a. Sinar X spinal
Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk kesejajaran, reduksi
setelah dilakukan traksi atau operasi.
b. CT scan
Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.
d. Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor patologisnya tidak jelas
atau di curigai adanya oklusi pada ruang subarakhnoid medulla spinalis.
e. Foto rontgen torak
Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma, anterlektasis).
f. GDA
Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.
2.8.Penatalaksanaan Medis Fraktur Servical
Menurut ENA, (2000) penatalaksanaan pada pasien truama servikal yaitu :
1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
2. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw thrust.
Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan
pemasangan intubasi nasofaring.
3. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar, imobilisasi lateral
kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
4. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan
menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan selimut di
bawah pelvis kemudian mengikatnya.
5. Menyediakan oksigen tambahan.
6. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.
7. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
8. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari hipotensi
dan bradikardi.
9. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
10. Berikan antiemboli
11. Tinggikan ekstremitas bawah
12. Gunakan baju antisyok.
13. Meningkatkan tekanan darah
14. Monitor volume infus.
15. Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
16. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala
bradikardi.
17. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.
18. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
19. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord : steroid
dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam setelah
kejadian.
a. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.
b. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi jika ada
indikasi.
c. Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
d. Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
e. Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
f. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara konsisten
untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.
g. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.
2.9.Komplikasi fraktur servical
Menurut Emma, (2011) komplikasi pada trauma servikal adalah :
a. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada
medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan
persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya
terjadi hipotensi.
b. Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya cedera
medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit walaupun tidak
seluruh bagian rusak.
c. Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari cedera yang
mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal atas.
d. Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal, bradikardi
dan hipertensi.
2.10. Asuhan Keperawatan
(Terlampir)
Patofisiologi Fraktur Servical
Daftar Pustaka
Anonim. Fraktur Cervical. Last updated 5-09-2008. http://www.Dislokasi –interfasetal-bilateral.html.
Download at 3-08-2015.
Ariani, Tutu April. 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.
Milby AH, Halpern CH, Guo W, Stein SC. Prevalence of cervical spinal injury in trauma. Neurosurg Focus. 2008;25(5):E1–10.
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Persyarafan. Jakarta : Salemba
Medika
Ning GZ, Yu TQ, Feng SQ, Zhow XH, Ban DX, Liu Y, dkk. Epidemiology of traumatic spinal cord injury in Tianjin, China. Spinal Cord. 2011;49(3):386–90.
Rasad S. Radiologi Diagnostik, Edisi kedua. Jakarta : FK UI. 2005.
Patel Pradip R. Lecture Notes Radiologi, Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga. 2007
Van den Berg MEL, Castellote JM, Fernandez IM, Cuesta de Pedro J. Incidence of spinal cord injury
worldwide: asystematic review. Neuroepidemiology. 2010;34(7):184–92.
Saanin, Syaiful. 2009. Cedera Sistema Saraf Pusat Traumatika Dan Nontraumatika. PDF Jurnal. Diakses tanggal 3 Agustus 2015.