Lp Fraktur Vertebra Fikri

38
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR VERTEBRAE Disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (PPPN) Stase Keperawatan Medikal Bedah Oleh Fikri Ulil Albab, S.Kep. NIM.092311101007 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

description

ini

Transcript of Lp Fraktur Vertebra Fikri

Page 1: Lp Fraktur Vertebra Fikri

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

VERTEBRAE

Disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (PPPN)Stase Keperawatan Medikal Bedah

Oleh

Fikri Ulil Albab, S.Kep. NIM.092311101007

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER2014

Page 2: Lp Fraktur Vertebra Fikri

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

FRAKTUR VERTEBRAE

Oleh: Fikri Ulil Albab, S.Kep. (NIM.092311101007)

1. Kasus

Fraktur Vertebrae

2. Proses terjadinya masalah

a. Pengertian

Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau

tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan

jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi

itu lengkap atau tidak lengkap (Price & Wilson, 2006). Fraktur adalah

terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis luasnya (Brunner &

Suddart, 2008). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang

biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture

tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar

dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2005).

Tulang belakang atau vertebrae merupakan suatu satu kesatuan yang kuat

diikat oleh ligamen di depan dan di belakang serta dilengkapi diskus

intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi terhadap tekanan atau

trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis. Vertebra dimulai dari

cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher,

punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum).

Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf,

menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra

pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7

cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal (Moore, 2002).

Page 3: Lp Fraktur Vertebra Fikri

Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan

lumbalis yang diakibatkan oleh trauma, jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu

lintas, atau kecelakakan olah raga yang dapat menyebabkan fraktur atau

pergeseran satu atau lebih tulang vertebra sehingga mengakibatkan defisit

neurologi ( Sjamsuhidayat, 1997). Semua trauma tulang belakang harus

dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan

transpotasi ke rumah sakit harus diperlakukan dengan hati-hati. Trauma tulang

dapt mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang

belakang dan medulla spinalis. Penyebab trauma tulang belakang adalah

kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga(22%), terjatuh dari

ketinggian (24%), kecelakaan kerja.

Page 4: Lp Fraktur Vertebra Fikri

Fraktur atau cidera vertebrae menurut kestabilannya terbagi menjadi

cedera stabil dan cedera tidak stabil. Cedera dianggap stabil jika bagian yang

terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis anterior, komponen vertebral

tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak rusak

sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur

adalah contoh cedera stabil. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat

bergeser dengan gerakan normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek,

Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil jika kehilangan integritas dari

ligamen posterior.

Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan

radiograf. Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior,

lateral, oblik kanan dan kiri. Dalam menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur

yamg harus dipertimbangkan yaitu kompleks posterior (kolumna posterior),

kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior). Pembagian bagian

kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :

1. kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan duapertiga

bagian anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis

2. kolumna media yang terbentuk dari satupertiga bagian posterior dari

corpus vertebralis, diskus dan annulus vertebralis

3. kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan,

arkus tulang posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa

b. Etiologi

1. Trauma langsung yang menyebabkan terjadinya fraktur pada titik

terjadinya trauma tersebut. Misalnya tulang kaki terbentur bumper

mobil maka tulang akan patah tepat di tempat benturan.

2. Trauma tidak langsung yang meyebabkan fraktur di tempat yang jatuh

dari tempat terjadinya trauma.

3. Trauma akibat tarikan otot.

4. Trauma akibat faktor patologis, misalnya adanya metastase kanker

tulang yang dapat melunakkan struktur tulang dan menyebabkan

fraktur, ataupun adanya penyakit osteoporosis

Page 5: Lp Fraktur Vertebra Fikri

c. Patofisiologi

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil,

jatuh dari ketinggian, cedera olahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis,

Polio, Spina Bifida, Friedreich dari ataxia, dll) dapat menyebabkan kerusakan

pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu

terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung

bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut

“whiplash”/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan

anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak.

Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah

maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang

berjalan cepat kemudian berhenti secara mendadak, atau pada waktu terjun dari

jarak tinggi, menyelam yang dapat mengakibatkan paraplegia. Trauma tidak

langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan

vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami

medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap.akibat trauma terhadap

tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara

(komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari.

Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan

infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang

menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi,

contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.

Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang

belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat

mematahkan /menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi).lesi

transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen

transversa, hemitransversa, kuadran transversa).hematomielia adalah

perdarahan dlam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat

disubstansia grisea.trauma ini bersifat “whiplash “ yaitu jatuh dari jarak tinggi

dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur

Page 6: Lp Fraktur Vertebra Fikri

dislokasio.kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis

dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.

Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra

meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah

yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang didapat

sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses

didalam kanalis vertebralis. Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan

whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada

trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala

yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran

tersbut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang

reversible.jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala

defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya

arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit

sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan

sindroma sistem anastomosis anterial anterior spinal.

d. Tanda dan gejala

Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang

terjadi. kerusakan meningitis, lintang memberikan gambaran berupa hilangnya

fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock

spinal. Shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang

karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya

berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama.tandanya adalah

kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguan fungsi

rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi.setelah shock

spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda

gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan

hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan

defekasi.

Page 7: Lp Fraktur Vertebra Fikri

Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot

lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada

kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu. Cedera sumsum

belakang sentral jarang ditemukan.keadaan ini pada umumnnya terjadi akibat

cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehinnga

sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang

terlipat.cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang memikul barang berat

diatas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang mendadak

sehingga beban jatuh dsan tulang belakang sekonyong-konyong dihiper

ekstensi.gambaran klinik berupa tetraparese parsial.gangguan pada ekstremitas

atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak

terganggu.

Kerusaka tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan

anaestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya

refleks anal dan refleks bulbokafernosa.

e. Kemungkinan Komplikasi yang Muncul

1. Dini

a. Infeksi

Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedi infeksi di mulai pada kulit (superficial) dan

masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,

tapi juga bisa karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan

seperti pin dan plate.

b. Syok

Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok, yang bisa berakibat

fatal dalam beberapa jam setelah cidera. Syok terjadi karena

kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler

yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi, biasanya terjadi

pada fraktur (Padila, 2012).

c. Tromboemboli (emboli paru), yang dapat menyebabkan kematian

beberapa minggu setelah cedera, emboli lemak yang dapat terjadi

Page 8: Lp Fraktur Vertebra Fikri

dalam 48 jam atau lebih, dan koagulopati intravaskuler diseminata

(KID).

2. Lanjut

a. Malunion

Biasanya terjadi pada fraktur yang komminutiva sedang

immobilisasinya longgar, sehingga terjadi angulasi dan rotasi

(untuk memperbaiki perlu dilakukan osteotomi).

b. Delayed union

Terutama terjadi pada fraktur terbuka yang diikuti dengan infeksi

atau pada fraktur yang communitiva. Hal ini dapat diatasi dengan

operasi bonegraft alih tulang spongiosa.

c. Non union

Disebabkan karena terjadi kehilangan segmen tulang tibia disertai

dengan infeksi. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan bone

grafting menurut cara papineau.

f. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik utama yang biasanya dilakukan adalah primary

survey. primary survey dilakukan dengan mengidentifikasi keadaan yang

membahayakan klien dan segera ditanggulangi.

a. A =  “Airway”

Menjamin kelancaran jalan nafas dan kontrol vertebrae servikalis. Jalan

nafas dipertahankan dengan melakukan “chin lift” atau “jaw thrust”

dapat juga dengan memasang “guedel” pada klien dengan multiple

trauma dan trauma tumpul di atas klavikula kita harus mengagap dan

memperlakukan seakan ada fraktur dari vertebra servikalis dengan

memasang “neck collar” sampai dibuktikan negatif. Hasil pemeriksaan

neurologi yang negatif tidak menyingkirkan ada cedera servikal. Karena

itu sebaiknya dibuat X-ray crosstable lateral cervical spino atau

swimmer view dan menilai ketujuh vetebra servikal.

Page 9: Lp Fraktur Vertebra Fikri

b. B = Breathing dan Ventilasi

Sebaiknya thoraks harus dapat dilihat semuanya untuk melihat

ventilasi. Jalan nafas yang bebas tidak menjamin ventilasi yang cukup,

pertukaran udara yang cukup diperlukan untuk oksigenisasi yang cukup.

Bila ada gangguan instabilitas kardiovaskuler, respirasi atau kelainan

neurologis. Maka kita harus melakukan ventilasi dengan alat “bag valve”

yang disambungkan pada masker atau pipa endrokeal. Oksigenisasi  atau

ventilasi yang cukup pada klien trauma termasuk memberikan volume dan

konsentrasi oksigen (12 liter per menit) yang cukup. Pernafasaan yang

melebihi 20 kali / menit menandakan gangguan respirasi.

c. C = Circulation

Salah satu penyebab kematian di rumah sakit adalah pendarahan

yang segera tidak diatasi, ditandai dengan hipotensi yaitu:

1. kesadaran menurun

2. warna kulit pucat,kelabu menandakan kehilangan darah lebih dari

30%

3. nadi cepat dan lemah,ireguler merupakan pertanda hipovolume

4. Pendarahan bagian luar diatasi dengan balit tekan, jangan peke

torniket karena akan mengakibatkan metabolisme anaerobe.sedangkan

pada pendarahan tungkai atau abdomend diatasi dengan memakai

MAST.

d. D  = Disability

Pada akhir primary survey dilakukan pemeriksaan neurologis untuk

menentukan:

1) Kesadaran, kesadaran ditentukan dengan metode AVPU:

A-“Alert”

V-“bereaksi pada vokal stimuli”

P-“bereaksi pada pain stimuli”

U-“unresponsive”

2) Pupil

3) Reaksi reflek

Page 10: Lp Fraktur Vertebra Fikri

Glascow Coma Scale (GCS) dilakukan pada “primary survey” atau

“seconder survey”. Perubahan pada neurologis atau kesadaran klien

menunjukkan kelainan intrakranial, dengan demikian kita harus

menilai ulang :

a) Oksigenisasi

b) Ventilasi

c) Perfusi

Kehilangan kesadaran dapat disebabkan oleh A-I-U-E-O

a) A-“alkohol”

b) I-“injury atau infeksi”

c) U-“uremia”

d) E-“ epilepsi”

e) O-“ opium “ atau other drag

Dapat juga “don”t forget them”

a) D “diabetes”

b) F “ fever”

c) T “trauma”

e. E = Eksposure

Klien harus ditelanjangi untuk pemeriksaan lebih lengkap dan harus

diselimuti untuk menghindari hipotermi.

Pemeriksaan selnjutnya adalah secondary survey. Secondary survey

tidak dimulai bila primery survey belum selesai. Resusitasi sudah dilakukan

dari evaluasi ABC direvaluasi. Secondary survey adalah anamnese yang

lengkap termasuk biomekanik kecelakaan dan pemeriksaan fisik dari

kepala sampai ke ujung kaki.

Pengkajian secondary survey meliputi :

a. Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok

spinal

b. Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi,

Hipotensi, bradikardi, ekstremitas dingin atau pucat

Page 11: Lp Fraktur Vertebra Fikri

c. Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi

perut, peristaltik hilang

d. Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut

cemas, gelisah dan menarik diri

e. Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang

f. Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL

g. Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis

flasid, hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek,

perubahan reaksi pupil, ptosi

h. Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah

trauma, dan mengalami deformitas pada daerah trauma

i. Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis

j. Keamanan : suhu yang naik turun

Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan

dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara

berurutan dari kepala sampai ke jari kaki:

a. Inspeksi

Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit pucat, laserasi,

kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur, adanya spasme

otot dan keadaan kulit.

b. Palpasi

Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakan otot oleh sentuhan

kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit

biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.

c. Perkusi

Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.

d. Auskultasi

Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur

berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada

pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan.

Page 12: Lp Fraktur Vertebra Fikri

2. Pemerikasaan Penunjang

1. Foto Rontgen

a. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung

b. Mengetahui tempat atau tipe fraktur. Biasanya diambil sebelum

dan sesudah serta selama proses penyembuhan secara periodik

2. Artelogram bila ada kerusakan vaskuler

3. Hitung darah lengkap HT mungkin terjadi (hemokonsentrasi) atau

menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada

organ multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah kompensasi normal

setelah fraktur.

4. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah

transfusi multiple atau trauma hati.

5. Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”

menggunakan sinar rontgen (x-ray). Hal yang harus dibaca pada x-ray:

a. Bayangan jaringan lunak

b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau

biomekanik atau juga rotasi

c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

6. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang

lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan

kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja

tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

7. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan

pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan

akibat trauma.

8. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena

ruda paksa.

9. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang

rusak.

Page 13: Lp Fraktur Vertebra Fikri

g. Terapi yang Dilakukan

Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri atas:

penilaian kesadaran, jalan nafas, sirkulasi, pernafasan, kemungkinan adanya

perdarahan dan segera mengirim penderita ke unit trauma spinal ( jika ada).

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinik secara teliti meliputi pemeriksaan

neurology fungsi motorik, sensorik dan reflek untuk mengetahui kemungkinan

adanya fraktur pada vertebra.

Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi

untuk mencegah kerusakan yang lebih parah lagi. semuanya tergantung dengan

tipe fraktur :

1. Braces & Orthotics ada tiga hal yang dilakukan yakni:

a. mempertahankan kesegarisan vertebra (aligment)

b. imobilisasi vertebra dalam masa penyembuhan

c. mengatsi rasa nyeri yang dirasakan dengan membatasi pergerakan.

Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai contoh;

brace rigid collar (Miami J) untuk fraktur cervical, cervical-thoracic

brace (Minerva) untuk fraktur pada punggung bagian atas,

thoracolumbar-sacral orthosis (TLSO) untuk fraktur punggung bagian

bawah, dalam waktu 8 sampai 12 minggu brace akan terputus, umumnya

fraktur pada leher yang sifatnya tidak stabil ataupun mengalami dislokas

memerlukan traksi, halo ring dan vest brace untuk mengembalikan

kesegarisan

2. Pemasanagan alat dan prosoes penyatuan (fusion). Teknik ini adalah teknik

pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak stabil. Fusion adalah proses

penggabungan dua vertebra dengan adanya bone graft dibantu dengan alat-

alat seperti plat, rods, hooks dan pedicle screws. Hasil dari bone graft adalah

penyatuan vertebra dibagian atas dan bawah dari bagian yang disambung.

Penyatuan ini memerlukan waktu beberapa bulan atau lebih lama lagi untuk

menghasilkan penyatuan yang solid.

3. Vertebroplasty & Kyphoplasty, tindakan ini adalah prosedur invasi yang

minimal. Pada prinsipnya teknik ini digunakan pada fraktur kompresi yag

Page 14: Lp Fraktur Vertebra Fikri

disebabkan osteoporosis dan tumor vertebra. Pada vertebroplasti bone

cement diinjeksikan melalui lubang jarung menuju corpus vertebra

sedangkan pada kypoplasti, sebuah balon dimasukkanan dikembungkan

untuk melebarkan vertebra yang terkompresi sebelum celah tersebut diisi

dengan bone cement .

Pengelolaan penderita dengan paralisis meliputi

1. Pengelolaan kandung kemih dengan pemberian cairan yang cukup,

kateterisasi dan evakuasi kandung kemih dalam 2 minggu

2. Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia setiap dua hari

3. Monitoring cairan masuk dan cairan yang keluar dari tubuh

4. Nutirsi dengan diet tinggi protein secara intravena

5. Cegah dekubitus

Page 15: Lp Fraktur Vertebra Fikri

3. Pohon Masalah (Pathway, Masalah Keperawatan yang Muncul, dan

Data yang Perlu Dikaji

a. Pohon Masalah

Trauma langsung

Fraktur tulang belakang

Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Pelepasan mediator kimiaNyeri akutkelumpuhaan

Gangguan fungsi rektum dan kandung kemih

Retensi UrinKonstipasi

Gangguan fungsi ekstremitas

Hambatan mobilitas fisik

Defisit perawatan diri

Keterbatasan dalam pemenuhan ADL

Putusnya vena/arteri

Laserasi kulit

Kerusakan integritas kulit

Perdarahan

Kehilangan volume cairan Resiko syok (hipovolemik)

Resiko infeksi

Page 16: Lp Fraktur Vertebra Fikri

b. Masalah keperawatan yang muncul

a. Nyeri akut

b. Hambatan mobilitas fisik

c. Defisit perawatan diri

d. Kerusakan integritas kulit

e. Konstipasi

f. Retensi urine

g. Resiko infeksi

h. Resiko syok (hipovolemik)

c. Data yang Perlu Dikaji

Pengkajian:

a. (Pengkajian primer)

1. Airway: Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya

penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuK

2. Breathing: Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas,

timbulnya pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara nafas

terdengar ronchi /aspirasi

3. Circulation: TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi

pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap

dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,

sianosis pada tahap lanjut

b. (Pengkajian sekunder)

1. Aktivitas/istirahat: kehilangan fungsi pada bagian yang terkena,

Keterbatasan mobilitas

2. Sirkulasi: hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon

nyeri/ansietas), hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah),

takikardi, penurunan nadi pada bagian distal yang cidera,

Capilary refill time melambat, pucat pada bagian yang terkena,

masa hematoma pada sisi cedera

Page 17: Lp Fraktur Vertebra Fikri

3. Neurosensori: kesemutan, deformitas, krepitasi, pemendekan,

kelemahan, kerusakan fungsi saraf

4. Kenyamanan: nyeri tiba-tiba saat cidera, spasme/ kram otot

5. Keamanan: laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna,

pembengkakan lokal

4. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik akibat pergeseran

fragmen tulang

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi

ekstremitas

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik

d. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka, pembedahan

e. Konstipasi berhubungan dengan kerusakan neuro bowel

f. Retensi urine berhubungan dengan inhibisi arkus reflek

g. Resiko infeksi sekunder berhubungan dengan luka terbuka

h. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan kehilangan volume

cairan

Page 18: Lp Fraktur Vertebra Fikri

5. Rencana Tindakan KeperawatanNo. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional

1. Nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera fisik

akibat pergeseran fragmen

tulang

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1 x 6 jam

nyeri pasien dapat teratasi

Kriteria Hasil:

1. Pasien tidak meringis

kesakitan

2. Menunjukkan teknik

relaksasi secara individu

yang efektif

3. Skala nyeri berkurang

1. Kaji tanda-tanda vital

2. Kaji skala nyeri (skala PQRST)

3. Atur posisi pasien senyaman

mungkin

4. Anjurkan teknik relaksasi (napas

dalam)

5. Kolaborasi: pemberian analgesik

1. Mengetahui kondisi umum pasien

2. Mengetahui tingkat nyeri pasien

3. Mengurangi rasa nyeri

4. Mengurangi rasa nyeri

5. Analgesik dapat memblok reseptor

nyeri pada susunan saraf pusat

2. Hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan

gangguan fungsi

ekstremitas

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam diharapkan pasien

meningkatkan mobilitas pada

tingkat yang paling tinggi

Kriteria Hasil:

1. Klien meningkat dalam

1. kaji kemampuan klien dalam

melakukan aktivitas

2. bantu dan dorong dalam perawatan

diri pasien

3. mengubah posisi secara periodik

sesuai dengan keadaan pasien

4. dorong atau pertahankan asupan

cairan 2000-3000 ml/hari

1. untuk mengetahui seberapa

kemampuan klien

2. meningkatkan kekuatan otot dan

sirkulasi

3. mencegah terjadinya luka

dekubitus atau komplikasi kulit

4. mempertahankan hidrasi yang

adekuat dan mencegah konstipasi

Page 19: Lp Fraktur Vertebra Fikri

aktivitas fisik

2. Mengerti tujuan dari

peningkatan mobilitas

5. berikan diet tinggi kalsium dan

tinggi protein

5. kalsium dan protein yang cukup

diperlukan untuk proses

penyembuhan

3. Defisit perawatan diri

berhubungan dengan

gangguan mobilitas fisik

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam, perawatan diri pasien

terpenuhi

Kriteria Hasil:

Pasien dapat berpartisipasi

pada aktivitas sehari-hari

dalam meningkatkan

perawatan dirinya

1. Kaji kemampuan klien

2. Bantu pasien dalam personal

hygiene

3. Bekerjasama dengan klien untuk

memprioritaskan tugas-

tugasmerawat diri

4. Berikan motivasi dalam perawatan

diri sesuai kondisi klien

5. Dorong atau gunakan teknik

penghematan energi seperti

dudukdalam melakukan aktivitas

dan peningkatan bertahap.

6. Libatkan keluarga dalam perawatan

klien

1. Kondisi dasar dapat menentukan

kekurangan ataukebutuhan

2. untuk meningkatkan kontrol

pasien dan kesehatan diri

3. meningkatkan kemampuan dalam

perawatan diri

4. meningkatkan harga diri,

meningkatkan rasa kontrol

dankemandirian

5. menghemat energi atau

menurunkan kelemahan

danpeningkatan kemampuan klien

6. untuk pencapaian hasil yang

maksimal harus ada

partisipasiaktif anggota keluarga

dan untuk mengukur derajatdari

Page 20: Lp Fraktur Vertebra Fikri

kemandirian pasien

4 Kerusakan integritas

jaringan berhubungan

dengan fraktur terbuka,

pembedahan

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2 x 24

jam diharapkan kerusakan

integritas jaringan teratasi

Kriteria hasil:

1. Penyembuhan luka

sesuai waktu

2. Tidak ada laserasi,

integritas kulit baik

1. Kaji ulang integritas luka dan

observasi terhadap tanda infeksi

atau drainae

2. Monitor suhu tubuh

3. Lakukan perawatan kulit pada

patah tulang yang menonjol

4. Lakukan alih posisi dengan sering,

pertahankan kesejajaran tubuh

5. Pertahankan sprei tempat tidur

tetap kering dan bebas kerutan

6. Kolaborasi pemberian antibiotik.

1. Mengetahui kondisi luka pasien,

kulit cenderung rusak karena

perubahan sirkulasi perifer , serta

mengatisipasi adanya infeksi

2. Salah satu tanda infeksi adalah

meningkatnya suhu tubuh

3. Mempercepat penyembuhan luka

4. Reposisi mengurangi adanya

komplikasi dekubitus

5. Memberikan kenyamanan pada

kulit dan mencegah terjadinya

infeksi sekunder

6. Mempercepat penyembuhan

5 Konstipasi berhubungan

dengan kerusakan neuro

bowel

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2 x 24

jam pasien dapat BAB secara

normal

1. Lakukan auskultasi bising usus

2. Pantau tanda dan gejala konstipasi

3. Kaji pengetahuan pasien mengenai

pemahaman tentang nutrisi

1. Mengetahui adanya motilitas usus

pasien

2. Mebgetahui kondisi konstipasi

yang dialami pasien

3. Mengukur seberapa jauh informasi

yang diketahui pasien dan

Page 21: Lp Fraktur Vertebra Fikri

Kriteria hasil :

a. pasien mendapatkan

nutrisi yang cukup

dengan gizi yang

seimbang

b. pasien dapat BAB

dengan lancar maksimal

dalam waktu 2 x 24 jam

dengan konsistensi feses

lembek/tidak keras

4. Anjurkan pasien makan sayur dan

buah

5. Anjurkan pasien untuk

meningkatkan intake cairan 1500

cc yang dipenuhi secara bertahap

6. Kolaborasi pemberian laksatif

membantu petugas dalam

memberikan tindakan selanjutnya

4. Dapat membantu memperlancar

pengeluaran feses

5. Intake cairan yang adekuat dapat

membantu menyerap makanan sisa

untuk dapat lebih mudah

dikeluarkan melalui feses

6. Membantu memperlancar

pengeluaran feses

6 Retensi urine berhubungan

dengan inhibisi arkus reflek

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam diharapkan pasien bisa

BAK lancar

Kriteria Hasil:

a. tidak ada spasme bladder

b. kandung kemih kosong

secara penuh

c. tidak ada kesulitan untuk

BAK

1. Pantau intake dan output

2. Pantau adanya distensi bladder

3. Instruksikan keluarga untuk

mencatat output urine

4. Stimulasi reflek eliminasi dengan

kompres dingin

5. Katerisasi jika perlu

1. Mengetahui keseimbangan cairan

tubuh pasien

2. Mengetahui adanya cairan urin

yang penuh di dalam bladder

3. Membantu mengetahui keluaran

urine

4. Membantu pasien dalam

mendorong reflek berkemih

5. Membantu pasien dalam eliminasi

urine

Page 22: Lp Fraktur Vertebra Fikri

d. balance cairan seimbang 6. Dorong pasien untuk berkemih bila

terasa adanya dorongan

6. Membantu dan memperlancar

reflek berkemih

7 Resiko infeksi sekunder

berhubungan dengan luka

terbuka

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama. 1 x 6

jam diharapkan infeksi tidak

terjadi

Kriteria Hasil:

1. tidak ada tanda dan gejala

infeksi

2. leukosit dalam batas

normal

1. Cuci tangan sebelum dan sesudah

aktivitas walaupun menggunakan

sarung tangan steril

2. Perawatan luka secara steril dan

prosedur aseptik

3. Analisa hasil pemeriksaan

laboratorium

4. Kolaborasi pemberian antibiotik.

1. mengurangi kontaminasi silang

2. untuk mencegah terjadinya infeksi

atau meminimalkan kontaminasi

kuman dari luar

3. leukositosis biasanya terjadi pada

proses infeksi

4. untuk mematikan bakteri atau

kuman penyebab infeksi.

8 Resiko syok (hipovolemik)

berhubungan dengan

kehilangan volume cairan

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1 x 6 jam

klien tidak mengalami tanda-

tanda syok

Kriteria Hasil:

1. nadi dalam batas normal

2. irama jantung, frekuensi

napas dan irama

1. Kaji tanda-tanda vital

2. Monitor status sirkulasi, warna

kulit, denyut jantung, irama

jantung, dan kapiler refill

3. Monitor suhu dan pernapasan

4. Kolaborasi pemberian cairan infus

1. Mengetahui tanda-tanda infeksi

dari keadaan umum klien

2. Mengetahui tanda-tanda

ketidaknormalan pada tubuh klien

3. Keadekuatan pernapasan dapat

melancarkan transportasi oksigen

ke seluruh tubuh

4. Pemberian cairan yang tepat

Page 23: Lp Fraktur Vertebra Fikri

pernapasan dalam batas

yang diharapkan

yang tepat sesuai kebutuhan

5. Ajarkan keluarga dan pasien

tentang tanda dan gejala syok

mengurangi resiko kekurangan

cairan dan sesuai dengan terapi

5. Memberikan pengetahuan dan

segera melaporkan apabila terlihat

tanda dan gejala syok

Page 24: Lp Fraktur Vertebra Fikri

Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Vol 3. Jakarta; EGC.

Herdman,T. Heather. 2012. Nanda International Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistic. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FK UI

Moore, Keith. 2002. Essential Clinical Anatomy; Second Edition, lippincot Williams and Wilkins: Baltimore. Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC

Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA and NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.

Price, S.A. & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat. R. 1997. Buku ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare, 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8.Jakarta: EGC.