LP Fraktur

13
LAPORAN PENDAHULUAN KEGAWATDARURATAN FRAKTUR DI IGD RSUP Dr. KARIADI, SEMARANG Disusun untuk memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat Koordinator: Ns. Ahmat Pujianto, M.Kep Disusun oleh: Tyas Utami Ernawati 22020114210026 PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXIV PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

description

fraktur

Transcript of LP Fraktur

Page 1: LP Fraktur

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN FRAKTUR

DI IGD RSUP Dr. KARIADI, SEMARANG

Disusun untuk memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat

Koordinator: Ns. Ahmat Pujianto, M.Kep

Disusun oleh:

Tyas Utami Ernawati 22020114210026

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXIV

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG, 2015

Page 2: LP Fraktur

LAPORAN PENDAHULUAN KEGAWATAN FRAKTUR

1. Pengertian

Fraktur merupakan kondisi terputusnya kesinambungan sebagian atau

seluruh tulang atau bahkan tulang rawan. (Tim 118, 2012). Menurut Brunner

& Suddarth (2000) dalam Suratun dkk () fraktur merupakan keadaan patah

tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya dimana penyebab

darifraktur meliputi pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir

mendadak, dan kontraksi otot ekstrim.

Klasifikasi fraktur dapat dibedakan menjadi fraktur komplet dimana

terjadi patah pada seluruh garis tulang dan mengalami pergeseran dari

normal, fraktur inkomplet dimana patah hanya terjadi pada sebagian dari garis

tengah tulang, fraktur tertutup (simpel) yang tidak menyebabkan robeknya

kulit, fraktur terbuka (kompikata/ kompleks) dimana patah tulang hingga

menembus kulit, fraktur komunitif dengan tulang pecah menjadi beberapa

fragmen, fraktur green stick dimana salahs atu sisi tulang pecah dan yang satu

sisi lainnya membengkok, fraktur kompresi dimana tulang mengalami

kompresi (tulang belakang), dan fraktur depresi dimana fragmen tulangnya

terdorong ke dalam (tulang tengkorak dan wajah). (Suratun, 2008)

Page 3: LP Fraktur

2. Patofisiologi/ pathways

Page 4: LP Fraktur

3. Tanda dan gejala (manifestasi klinis)

Manifestasi klinis yang dapat diamati jika seseorang mengalami fraktur

adalah (Suratun, 2008):

a) Adanya keluhan nyeri

b) Kehilangan fungsi (fugsiolaesa)

c) Deformitas, nyeri tekan, dan bengkak

d) Perubahan warna dan memar

e) Pemendekan ekstremitas

4. Pemeriksaan penunjang

a. Radiografi dengan prinsip rule of two yaitu dua sudut pandang, dua sendi,

dua ekstremitas, dan dua waktu

b. Tomografi, CT scan, MRI

c. Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop (scan tulang berguna

ketika rediografi/ scan memberikan hasil negatif pada kecurigaan fraktur

secara klinis). (Suratun, 2008)

5. Pengkajian Primer

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan fraktur dengan

pengkajian primer adalah airway, breathing, circulation.

Saat pasien masuk ke IGD dengan fraktur, maka yang pertama kali dilakukan

adalah penganganan dengan prinsip ABCDE (Airway, Breathing, Circulation,

Disability Limitation, Exposure).

a. Airway yaitu dengan mengontrol servikal,menilai kelancaran jalan napas

dimana melakukan pemeriksaan adanya obstruksi jalan napas oleh adanya

benda asing atau fraktur di bagian wajah. Pasien dengan GCS kurang dari

8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif.

b. Breathing dilakukan pengkajian dengan menjamin ventilasi yang baik

setelah mengamankan airway. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari

paru-paru yang baik, dinding dada dan diafragma. Pasien dengan fraktur

ekstrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15

liter/ menit dengan mengguakan masker non breathing dengan reservoir

bag.

Page 5: LP Fraktur

c. Circulation dengan memperhatikan volume darah, pendarahan, dan

cardiac output. Masalah utama pada pasien fraktur adalah adanya

perdarahan. Pasien dengan fraktur tulang femur terutama pada fraktur

terbuka dapat beresiko mengalami kehilangan darah dalam paha 3-4 unit

darah dan akan menyebabkan syok kelas III.

Penanganan dalam menghentikan perdarahan yang baik adalah dengan

melakukan penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau ekstremitas

yang mengalami perdarahan di atas level tubuh.

d. Disability dilakukan dengan mengevaluasi secara singkat terhadap

keadaan neurologis yaitu dengan menilai kesadaran, ukuran dan reaksi

pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal.

e. Exposure, yaitu dengan membuka keseluruhan pakaian klien, dengan

maksud untuk memeriksa dan mengevaluasi pasien. Setelah pakaian

dibuka dan dilakukan evaluasi, maka penting untuk segera menyelimuti

pasien untuk mencegah hipotermia.

Pemeriksaan tambahan pada pasien dengan fraktur adalah mengkaji

imobilitas patah tulang.

Imobilitas patah tulang yaitu dengan meluruskan ekstremitas yang cedera

dalam posisi seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan

pada daerah fraktur. Salah satu cara imobilitas fraktur adalah dengan

melakukan traksi untuk meluruskan ekstremitas dan dipertahankan dengan

alat imobilisasi. Selain itu penanganan terhadap pendarahan, nyeri dan

pencegahan terhadap kemungkinan kerusakan jaringan lunak adalah dengan

pembidaian pada sendi diatas dan di bawah fraktur. Traction splint dan long

leg splint merupaan contoh alat imobilisasi ekstremitas bagian bawah.

6. Pengkajian Sekunder

Pengkajian sekunder dilakukan setelah mengamankan pengkajian primer.

Pada pengkajian sekunder difouskan dalam menganamnesa dan pemeriksaan

fisik dengan tujuan untuk mengetahui adakah cedera lain yang mungkin

terlewati saat dilakukan pengkajian primer.

Page 6: LP Fraktur

Pengkajian sekunder diawali dengan menganamnesa riwayat AMPLE jika

pasien dalam kondisi sadar. Pengkajian AMPLE meliputi Allergies,

Medication, Past Medical History, Last Ate dan Event (kejadian atau

mekanisme kecelakaan). Menganamnesa terhadap riwayat kecelakaan penting

dilakukan untuk dapat memperkirakan cedera yang mungkin terjadi pada

pasien.

Pada pemeriksaan fisik fokus pada pemeriksaan Look, Fell, Move terhadap

beberapa hal yang perlu dievaluasi diantaranya kulit yang melindungi pasien

dari kehilangan dan infeksi, fungsi neuromuskular, status sirkulasi dan

integritas ligamentum dan tulang

a) Pengkajian dengan look

yaitu fokus pada penilaian terhadap:

1) warna dan perfusi: bagian tubuh distal yang pucat dan tanpa pulsasi

menandakan adanya gangguan vaskularisasi

2) luka, deformitas, pembengkakan, dan memar: ekstremitas yang

bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan adanya crush injury

dengan ancaman sindroma kompartemen.

3) Mengkajia adakah perdarahan eksternal aktif.

b) Pengkajian dengan feel

Yaitu fokus dengan menggunakan palpasi terhadap pemeriksaan daerah

nyeri tekan, fungsi neurologis, dan krepitasi

c) Pengkajian Move fokus terhadap pemeriksaan range of motion dan

gerakan abnormal dari pasien.

7. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

a. Gangguan arasa nyama (nyeri) berhubungan dengan spasme otot, edema,

kerusakan jaringan, dan patah tulang

b. Hambatan mobilitas fisik berhubugan dengan kerusakan jaringan

c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

aliran darah, cidera vaskular langsung, edema berlebih

d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak

adekuat (trauma jaringan)

Page 7: LP Fraktur

e. Resiko kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan

gangguan status metabolik, sirkulasi dan sensori, penurunan aktifitas.

8. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

1. Gangguan arasa nyama (nyeri) berhubungan dengan spasme otot, edema, kerusakan jaringan, dan patah tulang

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 15 menit nyeri berkurang/ hilang dengan kriteria hasil:a. Klien

melaporkan nyeri ebrkurang

b. TD dalam rentang normal (120/ 80 mmHg)

c. N dalam rentang normal 70-100 x/ menit, reguler

d. Pasien lebih rileks dengan R 16-14x/ menit reguler

Pain managementa. Kaji nyeri secara

komprehensif (P,Q, R, S,T)b. Ajarkan teknik relaksasi,

seperti nafas dalam, masase sekitar nyeri

c. Monitor TTVd. Bantu pasien dalam posisi

yang nyamane. Kolaborasi pemberian

analgetik

2. Hambatan mobilitas fisik berhubugan dengan kerusakan jaringan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit, hambatan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil:a.

Activity Therapya. Kaji imobilitas pasienb. Kaji fugsi motorik klienc. Bantu pasien untuk

melakukan rentang gerak antif atau pasif

d. Bantu atau dorong pasien untuk melakukan perawatan diri

e. Pertahankan bentuk spinal dengan matras, bedboard.

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah, cidera vaskular langsung, edema berlebih

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit, tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer dengan kriteria hasil:a. Mempertahankan

a. Auskultasi frekuensi dan irama jantung

b. Observasi penurunan status mental pasien

c. Observasi warna, suhu kulit, dan membran mukosa

d. Evaluasi ekstremitas terhadap ada tidaknya nadi, nyeri tekan, edema

Page 8: LP Fraktur

perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit hangat, sensasi normal, dan sensasi biasa

b. TD: 120-130 mmHg/ 70-80 mmHg

c. N: 70-100x/ menit

d. RR: 16-24x/ menit

e. T: 36,5-37,50C

e. Hangatkan ekstremitas yang dingin

4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (trauma jaringan)

Setelah dilakukan tindakan selama 1x15 menit diharapkan infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil:a. S: 36,5-37,50Cb. Tidak tampak

tanda-tanda infeksi (kemerahan, nyeri, pembengkakan)

Infection Protectiona. Kaji tanda-tanda infeksib. Monitor TTVc. Berikan perawatan luka anti

septikd. Kolaborasi pemberian

antibiotik

5. Resiko kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan gangguan status metabolik, sirkulasi dan sensori, penurunan aktifitas.

Seteah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit diharapkan tidak terjadi kerusakan lebih lanjut dengan kriteria hasil:a. Pasien

menyatakan ketidaknyamanan berkurang

b. Pasien menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit lebih lanjut

c. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu

Skin Surveillance (3590)a. Inspeksi kulit terhadap

perubahan warna turgor dan vaskular

b. Observasi ekstremitas terhadap warna, suhu, nadi, tekstur, edema, dan ulcerasi

c. Monitor warna dan suhu kulit

d. Kaji kerusakan integritas kulit dari sumber tekanan

e. Kaji infeksi yang terjadi pada daerah yang mengalami trauma

f. Berikan posisi yang nyaman utuk mencegah deteriorasi dengan menggunakan matras, ubah posisi maupun dnegan teknik imobilisasi fraktur.

Page 9: LP Fraktur

9. Kepustakaan

1. Pierce A, Neil R. 2007. At Glance Ilmu Bedah Ed.3. Jakarta: Erlangga

2. Penelitian dan Pengembangan Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118.

2012.Basic Trauma Life Support And Basic Cardiac Life Support Edisi

Kelima. Jakarta: Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118.

3. Suratun, dkk. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal Seri Asuhan

Keperawatan. Jakarta: EGC

4. Lee C, Porter KM. 2005. Emergency Med Journal. Prehospital

Management of Lower Limb Fracture.

5. American College of Surgeoons Comitte on Trauma. 2008. Advanced

trauma life support for doctors (ATLS) Student course manual.8th ed.

Chicago, IL: American college of surgeon.

6. Anonim.Laporan Pendahuluan Fraktur.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/2/jtptunimus-gdl-s1-2007-

akhmatsube-95-2-bab2.pdf. diakses pada 01 Februari 2015.