lo agr2

13
1. Pestisida yang larut lemak dan dampaknya Salah satu pestisida yang bersifat lipofilik atau larut lemak adalah DDT (diklorodifeniltrikloroetana) yang merupakan pestisida yang masih kontroversi penggunaannya. A. Sifat Fisik dan Kimia DDT DDT (diklorodifeniltrikloroetana) termasuk ke dalam kelas kimia alifatik difenil, yang berarti terdiri dari alifatik/rantai karbon yang lurus, dengan dua (di-) rantai fenil yang melekat dengan rumus struktur (ClC 6 H 4 ) 2 CHCCl 3 . DDT murni berwarna putih dan akan cair pada suhu 90°C. Sangat stabil karena tidak mudah dipengaruhi oleh adanya cahaya. Senyawa DDT tidak larut dalam air (>1ppm) tetapi larut dalam pelarut organik yaitu minyak petrol. DDT sangat persisten, artinya bahan aktifnya dapat bertahan lama baik di tanah, air, jaringan hewan, maupun tumbuhan. Tidak mudah terurai oleh mikroorganisme, enzim, panas, maupun cahaya ultra violet. Tahan terhadap asam keras dan oksidasi terhadap asam permanganate. Dari segi insektisida, senyawa dengan sifat-sifat ini adalah yang paling baik karena dapat memberantas lalat nyamuk, tuma, pinjal, dan kutu busuk.Tetapi tidak baik dalam segi lingkungan. Toksikologi DDT termasuk dalam kategori toksik sederhana.

description

b

Transcript of lo agr2

Page 1: lo agr2

1. Pestisida yang larut lemak dan dampaknya

Salah satu pestisida yang bersifat lipofilik atau larut lemak adalah DDT

(diklorodifeniltrikloroetana) yang merupakan pestisida yang masih kontroversi

penggunaannya.

A. Sifat Fisik dan Kimia DDT

DDT (diklorodifeniltrikloroetana) termasuk  ke dalam kelas kimia alifatik difenil,

yang berarti terdiri dari alifatik/rantai karbon yang lurus, dengan dua (di-) rantai fenil

yang melekat dengan rumus struktur (ClC6H4)2CHCCl3. DDT murni berwarna putih

dan akan cair pada suhu 90°C. Sangat stabil karena tidak mudah dipengaruhi oleh

adanya cahaya. Senyawa DDT tidak larut dalam air (>1ppm) tetapi larut dalam

pelarut organik yaitu minyak petrol. DDT sangat persisten, artinya bahan aktifnya

dapat bertahan lama baik di tanah, air, jaringan hewan, maupun tumbuhan. Tidak

mudah terurai oleh mikroorganisme, enzim, panas, maupun cahaya ultra violet. Tahan

terhadap asam keras dan oksidasi terhadap asam permanganate. Dari segi insektisida,

senyawa dengan sifat-sifat ini adalah yang paling baik karena dapat memberantas

lalat nyamuk, tuma, pinjal, dan kutu busuk.Tetapi tidak baik dalam segi lingkungan.

Toksikologi DDT termasuk dalam kategori toksik sederhana.

Gambar Struktur Molekul DDT

Dua sifat buruk yang menyebabkan DDT sangat berbahaya terhadap lingkungan

hidup adalah:

a. Sifat apolar DDT

DDT tak larut dalam air tapi sangat larut dalam lemak. Makin larut suatu

insektisida dalam lemak (semakin lipofilik) semakin tinggi sifat apolarnya. Hal

ini merupakan salah satu faktor penyebab DDT sangat mudah menembus kulit.

Page 2: lo agr2

b. Sifat DDT yang sangat stabil dan persisten

DDT sukar terurai sehingga cenderung bertahan dalam lingkungan hidup, masuk

rantai makanan (foodchain) melalui bahan lemak jaringan mahluk hidup. Itu

sebabnya DDT bersifat bioakumulatif dan biomagnifikatif. Karena sifatnya yang

stabil dan persisten, DDT bertahan sangat lama di dalam tanah, bahkan DDT

dapat terikat dengan bahan organik dalam partikel tanah.

DDT tidak terjadi secara alami, tapi diproduksi oleh reaksi chloral (CCl3CHO) dengan

chlorobenzene (C6H5Cl) dengan adanya asam sulfat, yang bertindak sebagai katalis.

Perdagangan nama yang DDT telah dipasarkan antara lain, anofex, cezarex,

clorophenothane, clofenotane, dicophane, dinocide, gesarol, guesapon, guesarol, gyron,

ixodex, neocid, neocidol, dan zerdane. Dichoro Diphenyl Trichlorethane (DDT) adalah

senyawa yang terdiri atas bentuk-bentuk isomer dari 1,1,1-trichloro-2,2-bis-(p-

chlorophenyl) ethane. Dichoro Diphenyl Trichlorethane (DDT) diproduksi dengan

menyampurkan chloralhydrate dengan chlorobenzene.

Mengingat pengaruh sampingnya yang cukup berbahaya terhadap lingkungan (pengaruh

residunya yang lama dan bersifat akumulatif) maka sejak 1 Januari 1973, DDT telah

dilarang penggunaannya oleh Badan Proteksi Lingkungan di Amerika. Meskipun

demikian, ada tiga senyawa turunan DDT yang masih bebas digunakan yaitu

metoksikhlor, dikofol, dan khlorobenzilat.

B. Adsorpsi, Distribusi, Eliminasi dan Metabolisme DDT

Absorpsi

Karena karakteristik DDT yang terurai lambat, maka sering ditemukan konsentrasi

DDT yang sangat tinggi dalam berbagai spesies pada level yang tinggi dari rantai

makanan, seperti pada ikan paus, burung elang dan mamalia, termasuk manusia.

TerjadinyaBiological Magnification, yaitu meningkatnya kandungan zat kimia pada

konsumen puncak melalui peristiwa rantai makanan.

Page 3: lo agr2

Gambar Mekanisme Pencemaran DDT

Gambar Mekanisme Masuknya DDT dalam Tubuh Manusia

Jalur pajanan utama yang mungkin dari DDT adalah melalui makanan, termasuk

daging, ikan, dan produk susu. DDT dapat masuk ke dalam tubuh melalui oral

(makanan), inhalasi (pernafasan), atau dermal (dengan menyentuh zat atau benda

yang telah terkontaminasi dengan DDT) (Departement of Health & Human

Page 4: lo agr2

Services, 2009). DDT akan segera diabsorpsi jika kontak melalui kulit atau mata.

Absorpsi ini akan terus berlangsung selama DDT masih ada pada kulit. Kecepatan

absorpsi berbeda pada tiap bagian tubuh. Perpindahan residu DDT dari suatu

bagian tubuh ke bagian lain sangat mudah. Jika hal ini terjadi maka akan

menambah potensi keracunan. Residu dapat pindah dari tangan ke dahi yang

berkeringat atau daerah genital. Pada daerah ini kecepatan absorpsi sangat tinggi

sehingga dapat lebih berbahaya dari pada tertelan. Paparan melalui oral dapat

berakibat serius, luka berat atau bahkan kematian jika tertelan.

Distribusi

DDT bersifat nonsistemik yaitu tidak diserap oleh jaringan tetapi hanya menempel

pada bagian luar sel. DDT bersifat lipofilik dan karenanya terdapat pada cairan

tubuh yang berlemak termasuk susu. Setelah DDT diabsorbsi, jaringan lipoprotein

dalam darah akan melarutkannya dan membawa ke sisitem sirkulasi organ tubuh,

terakumulasi sepanjang waktu hingga mengakibatkan efek negatif. Apabila kita

terpejan oleh DDT dalam waktu yang relative lama, dimana DDT bersifat sangkat

sukar terurai di lingkungan, maka akan terjadi penyerapan DDT dari lingkungan

ke dalam tubuh dalam waktu relatif lama. Distribusi DDT dan metabolitnya akan

berada di hati, ginjal, otak, dan jaringan adiposa

Metabolisme

DDT secara kimia tergolong insektisida yang toksisitas relatif rendah akan tetapi

mampu bertahan lama dalam lingkungan. Racun ini bersifat mengganggu susunan

syaraf. DDT sangat membahayakan bagi kehidupan maupun lingkungan, karena

meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan

melalui rantai makanan. Di dalam tubuh, DDT diubah menjadi beberapa

metabolitnya, seperi DDE (dichlorodiphenyldichloroethylen), DDD

(dichlorodiphenyldichloroethane), dan DDA (2,2-bis(4-chlorophenyl)-acetic acid).

DDA larut dalam air yang  kemudian dikeluarkan (dibuang) bersama-sama feses

dan atau urin.

Page 5: lo agr2

Gambar Mekanisme Pembentukan DDT

Dichlorodiphenyldichloroethylene (DDE) adalah senyawa kimia yang terbentuk

melaui reaksi dehidrohalogenasi, yaitu dengan melepas hydrogen klorida (HCl) dari

DDT, dimana DDE merupakan salah satu produk pengganggu. pelepasan HCl

menghasilkan ikatan rangkap pada atom pusat pada atom karbon (karbon kuartener).

Gambar Reaksi Pembentukan DDE

Karena kehadiran DDT dalam jumlah besar dan relatif begitu lama dalam lingkungan

khususnya pertanian, maka DDT dan DDE banyak ditemukan secara luas dalam

jaringan hewan. DDE sangat berbahaya karena dapat larut dalam lemak seperti

organoklorine lainnya, sehingga jarang dikeluarkan dari tubuh dan konsentrasinya

cenderung meningkat sepanjang kehidupan.

Pada ibu hamil, DDT dan DDE dapat diteruskan ke janin. DDT dan DDE juga

ditemukan dalam ASI, sehingga paparan juga dapat terjadi pada ibu menyusui

(Departement of Health & Human Services, 2009).

Page 6: lo agr2

Dichlorodiphenyldichloroethane (DDD) adalah insektisida organoklorine yang

dapat mengiritasi kulit. DDD tidak berwarna dan berbentuk Kristal. DDD termasuk

golongan B2 yang berarti kemungkinan dapat menyebabkan kanker pada manusia.

Hal ini didasarkan pada meningkatnya efek tumor pada tikus jantan dan betina,

tumor hati dan tumor tiroid pada tikus. DDD terbentuk dari reaksi deklorinasinya

reduktif.

Gambar Reaksi Pembentukan DDA

Eliminasi

Hasil metabolisme DDT tersebut secara perlahan dikeluarkan dari dalam tubuh

sekitar 1% dari jumlah DDT yang tersimpan dalam tubuh. Ketika cadangan lemak

digunakan saat kelaparan, produk metabolit dari DDT dilepaskan ke dalam darah,

di mana metabolit tersebut dapat menyebabkan efek toksik pada hati dan sistem

saraf. Setelah DDT terakumulasi di dalam tubuh, DDT dapat diekskresikan melalui

urin, feses atau ASI. DDT bersifat lipofilik dan karenanya terdapat pada cairan

tubuh yang berlemak termasuk susu. Meskipun asupan DDT per hari pada ibu 0,5

mg/kg, bayi yang disusuinya mungkin mendapat asupan sebesar 11,2 mg/kg.

Pembesaran ini berasal dari fakta bahwa DDT tersimpan dalam tubuh manusia pada

tingkat asupan harian kronik 10-20 kali lipat dan bayi itu pada dasarnya hanya

mengkonsumsi susu saja. Paparan terhadap DDT dapat diukur dalam darah dan

lemak. Pengukuran konsentrasi DDT dalam ASI sering digunakan dalam

pengukuran paparan DDT dalam suatu populasi (National Pesticide Information

Center, 2000).

Page 7: lo agr2

C. Toksikologi DDT

DDT merupakan pestisida organoklorin yang masuk dalam kategori Persisten

Organic Pollutants (POPs) yang berbahaya bagi kesehatan. Hal ini dapat

membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan karena bahan kimia ini dapat

menyebabkan kanker, alergi dan merusak susunan saraf (baik sentral ataupun

peripheral serta dapat juga mengganggu sistem endokrin yang menyebabkan

kerusakan pada sistem reproduksi dan sistem kekebalan yang terjadi pada mahluk

hidup, termasuk janin.

Karakteristik POPs yang dapat memberikan efek negatif menurut Gorman & Tynan

(Dalam Warlina, 2009),adalah:

Terurai sangat lambat dalam tanah, udara, air dan mahluk hidup serta menetap

dalam lingkungan untuk waktu yang lama.

Masuk dalam rantai makanan dan dapat terakumulasi pada jaringan lemak,

sehingga sukar larut dalam air.

Dapat terbawa jauh melalui udara dan air.

D. Terapi Antidotum

Antidotum adalah penawar racun, sedangkan antitoksik adalah penawar terhadap zat

yang beracun (toksik) terhadap tubuh. Antidotum lebih difokuskan terhadap over

dosis atau dosis toksik dari suatu obat. Kondisi suatu obat dapat menimbulkan

keracunan bila digunakan melebihi dosis amannya. Selain itu, perbedaan metabolisme

tubuh setiap orang terhadap dosis obat juga mempengaruhi. Obat dapat menjadi racun

bila dikonsumsi dalam dosis berlebihan. Dalam hal ini, obat tidak akan

menyembuhkan melainkan berbahaya. Umumnya akan timbul efek sampingnya.

Praktisi kesehatan seperti dokter dan apoteker harus berhati-hati dalam memilih dosis

obat yang sesuai dengan kondisi penderita. Obat yang sama dapat diberikan dalam

dosis yang berbeda kepada bayi, anak-anak, dewasa dan usia lanjut. Hal ini

disebabkan perbedaan kesempurnaan pembentukan organ-organ tubuh terutama hati

dalam tiga jenis manusia tersebut.

Page 8: lo agr2

Pengobatan terhadap keracunan obat yang umum untuk keracunan yang terjadi

kurang dari 24 jam yaitu dengan membilas lambung bila obat baru ditelan,

memuntahkan obat sampai tindakan khusus untuk mempercepat pengeluaran obat

dari tubuh. Setelah bilas lambung, karbon aktif dan suatu pencahar perlu diberikan.

Pada keracunan yang parah dibutuhkan antidotum yang memang terbukti menolong

terhadap efek keracunan obat tertentu, misal asam Folinat untuk keracunan

metotrexat.

Nalokson, atropin, chelating agent, natrium tiosulfat, metilen biru merupakan

antidotum spesifik yang sangat ampuh dan sering menimbulkan reaksi pengobatan

yang dramatis. Namun, sebagian terbesar kasus keracunan harus dipuaskan dengan

pengobatan gejalanya saja, dan inipun hanya untuk menjaga fungsi vital tubuh, yaitu

pernafasan dan sirkulasi darah. Racun akan didetoksikasi oleh hepar secara alamiah

dan racun atau metabolitnya akan diekskresi melalui ginjal dan hati. Selama

keracunan hanya perlu dipertahankan pernapasan dan sistem kardiovaskuler (fungsi

vital).

Page 9: lo agr2

DAFTAR PUSTAKA

Bumpus, John A., et al. Tanpa tahun. Biodegradasi Dikloro Difenil Trikloroetan oleh Fungi Phanerochaete Chrysosporium. East Lansing. Michigan State Unversity.

Cottam, Clarence And Elmer Higgins. 1946. DDT: Its Effect on Fish and Wildlife. United

States : United States Department Of The Interior.

Supriyono. 2007. Pengujian Lethal Dosis (Ld50) Ekstrak Etanol Biji Buah Duku ( Lansium

Domesticum Corr) pada Mencit (Mus Musculus). Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Yuanita, MG Catur. 2011. Dampak PestisidaOrganoklorin Terhadap Kesehatan Manusia dan

Lingkungan serta Penanggulangannya. Semarang: Universitas Dian Nuswantoro

Semarang.