Leukemia Akut
-
Upload
domiko-widyanto -
Category
Documents
-
view
134 -
download
9
Transcript of Leukemia Akut
Leukemia Limfoblastik Akut
Etiologi
Etiologi LLA masih belum diketahui walaupun beberapa faktor genetik dan lingkungan
dikaitkan dengan leukemia pada anak-anak. Paparan terhadap radiasi baik selama intra
uterin dan masa anak-anak dikaitkan dengan meningkatnya insidensi LLA.1 Faktor
genetik dapat menjadi predisposisi terjadinya leukemia pada anak. Abnormalitas
kromosom germline dikaitkan dengan terjadinya leukemia pada masa anak-anak.
Faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap pestisida dan herbisida, konsumsi
alkohol, merokok, pemakaian alat kontrasepsi pada ibu, dan kontaminasi zat-zat kimia
dapat menjadi predisposisi terjadinya leukemia.12 Berikut ini merupakan beberapa faktor
predisposisi terjadinya LLA pada anak:1
Tabel 1. Faktor-faktor Predisposisi Terjadinya Leukemia pada Anak-anak1
Faktor Predisposisi
Faktor genetic Sindrom DownAnemia FanconiSindrom BloomAnemia Diamond-BlackfanSindrom Schwachman-DiamondSyndrom KostmannNeurofibromatosis tipe-1Ataxia-telangiectasiaDefisiensi imun beratParoxysmal nocturnal hemoglobinuriaSindrom Li-Fraumeni
Faktor lingkungan Radiasi pengionObat-obatanAlkilating agenNitrosoureaEpipophyllotoxinPaparan bensin
Sumber: Tubergen DG, Bleyer A, Ritchey AK. Acute lymphoblastic leukemia. In: Kliegman R, Beherman R, Stanton, Schor, Geme S: editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders; 2011.p. 1732-36
Manifestasi Klinis LLA
0
Presentasi awal LLA biasanya tidak begitu spesifik. Manifestasi klinisnya bervariasi
mulai dari gejala yang tidak khas sampai gejala yang mengancam jiwa. Gejala klinis
LLA disebabkan oleh adanya penggantian sel-sel hematopoetik normal di sumsum
tulang oleh sel-sel leukemia dan akibat adanya infiltrasi sel blast ke sistem organ.
Manifestasi perdarahan, pucat, demam, kelemahan, dan nyeri tulang merupakan gejala
yang paling sering muncul.1,2,7 Sekitar 40% anak mengeluh nyeri sendi akibat adanya
infiltrasi ke kapsul sendi.2 Pada pasien-pasien yang lebih muda, kelelahan yang
diinduksi anemia dapat menjadi satu-satunya gejala. Dispnea, angina, pusing, dan
letargi mungkin menggambarkan derajat anemia pada pasien LLA yang berusia lebih
tua. 1,7
Sejalan dengan progresivitas penyakit, gejala dan tanda kegagalan sumsum
tulang menjadi lebih jelas. Epistaksis, pucat, petekie, dan ekimosis pada kulit dan
membran mukosa akibat trombositopenia dan DIC dapat terjadi.1,7 Infiltrasi organ dapat
menyebabkan limfadenopati, hepatosplenomegali, pembesaran testis, atau keterlibatan
sistem saraf pusat seperti nyeri kepala neuropati kranial dan kejang. Sekitar 10% pasien
dengan leukemia prekursor T limfoblastik datang dengan kompresi trakheobronkial dan
kardiovaskuler yang mengancam jiwa akibat infiltrasi leukemik ke timus atau struktur
mediastinum lain.7 Distres respirasi dapat terjadi akibat anemia berat atau adanya massa
mediastinum. Gejala sistem saraf pusat terjadi pada 5% pasien LLA.1 Hal ini
menunjukkan keterlibatan sistem saraf pusat. Tandanya berupa papil edema, perdarahan
retina, dan palsi saraf cranial.1
Limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali dapat ditemukan pada LLA
akibat infiltrasi sel-sel leukemia ke sistem organ. Pada pasien dengan nyeri tulang atau
sendi akibat infiltrasi dapat ditemukan adanya pembengkakan sendi dan efusi.1 Gejala
pucat pada LLA disebabkan oleh anemia dan keluhan sering cepat lelah
menggambarkan derajat anemia.7 Sekitar setengah dari semua pasien LLA datang
dengan keluhan demam. Hal ini disebabkan oleh sitokin pirogen seperti IL-1, IL-6, dan
TNF alpha yang dilepaskan oleh sel-sel leukemik, infeksi, ataupun campuran keduanya.
Nyeri sendi dan tulang disebabkan oleh adanya ekspansi sumsum tulang oleh sel-sel
leukemia. Keluhan pucat disebabkan oleh anemia.7
1
Klasifikasi Leukemia Limfoblastik Akut
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) diklasifikasikan berdasarkan morfologi,
imunofenotip, dan sitogenetik. Klasifikasi yang sering digunakan adalah klasifikasi
berdasarkan sistem French-American-British (FAB).1,4
FAB mengklasifikasikan LLA menjadi 3 tipe berdasarkan morfologi inti
(heterogenitas inti, kontur, dan nukleoli), yaitu:(1) Tipe L1 terdiri dari sel-sel limfoblas
kecil serupa dengan kromatin homogen, anak inti umumnya tidak tampak dan
sitoplasma sempit, (2) tipe L2, memiliki karakteristik sel limfoblas lebih besar tetapi
ukuranya bervariasi, kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti, dan (3) tipe
Burkit atau tipe L3, dengan karakteristik sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin
berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan
bervakuolisasi.1,2,4,6
Berdasarkan fenotipnya, LLA diklasifikasikan menjadi LLA yang berasal dari sel B
limfosit dan sel T limfosit. Sekitar 85% kasus LLA berasal dari jenis sel B limfosit dan
15% berasal dari sel T limfosit.1
Patofisiologi
Leukemia limfoblastik akut disebabkan terjadinya transformasi yang terjadi pada sel
progenitor yang mempunyai kemampuan untk ekspansi klonal yang tak terbatas.
Leukemogenik dapat terjadi pada sel-sel limfoid galur sel T atau B atau pada prekursor
awal, yang memberikan subtipe LLA yang berbeda berdasarkan tahap diferensiasi sel
limfoid pada saat kejadian berlangsung. Sekitar 80% dari semua kasus LLA
mengekspresikan marker sel permukaan yang mengindikasikan galur sel B sedangkan
sel T LLA terdapat pada sekitar 15% pasien. Identifikasi abnormalitas kromososm
spesifik memegang peranan penting dalam menentukan terapi dan prognosis pada
subtipe LLA tertentu. Abnormalitas kromosom yang paling sering yaitu gen fusi TEL-
AML1 yang secara molekuler dapat ditemukan pada 25% kasus pre-B ALL. Adanya
translokasi ini menyebabkan prognosis yang lebih baik. Translokasi bcr-ablt p180
ditemukan hanya pada sekitar 3% hingga 5% kasus LLA pada anak. Translokasi ini
dikaitkan dengan jumlah sel darah putih yang tinggi saat diagnosis dan respon terapi
yang buruk.12 Rearansemen gen MLL pada pita kromosom 11q23 ditemukan pada 80%
kasus LLA pada bayi. Sayangnya, anak berusia muda dengan abnormalitas genetik ini
2
memiliki prognosis yang sangat buruk dan survival kurang dari 20% walaupun dengan
terapi intensif. Anak-anak, dengan rearansemen gen MLL, yang berusia lebih dari 1
tahun saat diagnosis memiliki prognosis yang lebih baik daripada bayi dengan
translokasi yang sama tetapi jauh lebih buruk daripada pasien tanpa rearansemen gen
MLL.12
Gambar 1. Perkembangan Leukemia3
Sumber: Pui CH, Robison LL, Look AT. Acute lymphoblastic leukemia. Lancet. 2008; 371: 1030-43
Diagnosis Banding
Diagnosis leukemia dibuat berdasarkan gejala dan tanda yang khas pada pasien, anemia,
trombositopenia, dan leukositosis atau leukopenia dengan adanya sel blast pada preparat
hapus. Peningkatan lactate dehydrogenase (LDH) sering menjadi petunjuk diagnosis
LLA. Apabila hanya terdapat pansitopenia maka perlu dipertimbangkan kemungkinan
anemia aplastik atau myelofibrosis. 1
Diagnosis Leukemia
3
Diagnosis LLA didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan, fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Anak-anak dengan LLA mengalami gejala yang disebabkan oleh infiltrasi
sel blast pada sumsum tulang, sistem limfoid, dan ekstrameduler seperti sistem saraf
pusat. Gejala konstitusional yang sering muncul berupa demam (60%), kelelahan
(50%), pucat (25%), dan penurunan berat badan (26%). Infiltrasi sel-sel blast pada
sumsum tulang menyebabkan terganggunya hematopoesis dan infiltrasi ke periosteum
menyebabkan nyeri tulang (23%). 1,2,7,13
Pemeriksaan darah perifer yang menunjukkan kegagalan sumsum tulang
merupakan kecurigaan kuat LLA. 1, 13 Trombositopenia dengan jumlah platelet kurang
dari 100.000 terjadi pada 75% pasien. Sekitar 40% pasien dengan LLA pada anak
datang dengan kadar hemoglobin kurang dari 7 gr/dL.1,13 Pasien dengan LLA dapat
mengalami leukopenia atau leukositosis sedang hingga berat.7 Sebagian besar pasien
LLA datang dengan jumlah leukosit total kurang dari 10.000/mmk. Leukositosis lebih
dari 50.000/mmk terjadi pada 20% kasus. Neutropenia sering terjadi pada LLA, yang
didefinisikan sebagai absolute neutrophil count (ANC) kurang dari 500 dan dikaitkan
dengan terjadinya infeksi.13 Infiltrasi sistem limfoid dapat menyebabkan limfadenopati
dan hepatosplenomegali. Keterlibatan sistem saraf pusat terjadi pada kurang dari 5%
anak. Gejala dan tanda yang muncul berupa nyeri kepala, muntah, papil edema, dan
palsi nervus VI.14,15
Diagnosis definitif LLA dtegakkan berdasarkan aspirasi sumsum tulang yang
menunjukkan lebih dari 25% sel limfoblas pada sel-sel sumsum tulang.1,13 Saat seorang
pasien terdiagnosis LLA maka dilakukan analisis sitogenetik, immunophenotyping
dengan menggunakan flow cytometry, dan pengecatan imunohistokimia untuk
menentukan subtipe LLA dan panduan terapi.13
Derajat LLA sebagian didasarkan pada pemeriksaan cairan serebrospinal (LCS).
Apabila limfoblast ditemukan pada LCS dan hitung leukosit LCS meningkat maka
terjadi leukemia sistem saraf pusat atau meningeal leukemia. Hal ini menunjukkan
derajat LLA yang lebih jelek.1
Pada kasus ini kecurigaan leukemia didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang. Dari anamnesis pasien didapatkan pucat, manifestasi perdarahan yaitu BAB
4
hitam, demam, keluhan cepat lelah, nyeri tulang, dan adanya benjolan di leher, aksila,
dan lipat paha. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva palpebra anemis,
pembesaran nnll multiple di leher, aksila dan inguinal, hepatomegali, dan splenomegali.
Hal ini disebabkan adanya infiltrasi sel leukemia ke organ. Pemeriksaan penunjang
didapatkan dari hasil pemeriksaan darah rutin yaitu anemia dengan kadar hemoglobin
2,7 gr%, trombositopenia 5000/mmk, dan hiperleukositosis 166.000/mmk. Pada
leukemia, terjadi proliferasi sel yang tidak teregulasi pada sistem hematopoetik yang
berasal dari sumsum tulang.1 Hal ini menyebabkan manifestasi sel yang abnormal dalam
darah tepi.6 Sel-sel hematopoetik dalam darah berproliferasi secara tidak teratur dan
tidak terkendali sehingga jumlah dan fungsinya menjadi tidak normal.6 Pada
pemeriksaan preparat darah hapus pasien (yang dibaca pada saat jam kerja pada waktu
pasien sudah meninggal) ditemukan adanya sel blast (+) sebesar 30% sehingga
mengarah kecurigaan leukemia. Diagnosis pasti leukemia seharusnya ditegakkan
berdasarkan bone marrow puncture (BMP) dan didapatkan adanya sel blast lebih dari
25% pada sumsum tulang. Pada pasien ini BMP belum dilakukan karena pasien datang
dengan kondisi kritis sehingga dilakukan penanganan untuk kondisi emergensi pasien
dan pasien meninggal pada hari pertama perawatan sebelum dilakukan BMP.
Terapi
Modalitas terapi pada pendertia LLA meliputi terapi kausatif dan suportif. Terapi kausal
pada LLA yaitu dengan pemberian kemoterapi. Tujuan kemoterapi pada LLA adalah
untuk eradikasi sel-sel leukemia dari sumsum tulang.Terapi suportif pada LLA berupa
pemberian transfusi komponen darah dan penanganan terhadap infeksi serta
komplikasi.16-18
Terdapat 4 fase dasar dalam protokol terapi LLA. Fase tersebut yaitu induksi
remisi, konsolidasi, intensifikasi, dan terapi maintenance. Tujuan dari terapi induksi
adalah untuk mencapai remisi yang didefinisikan sebagai jumlah sel blast < 5% dan
gambaran normoseluler pada pemeriksaan sumsum tulang dan pemeriksaan kembalinya
hitung neutrofil dan jumlah platelet mendekati normal. 16-19 Kombinasi 3 obat
vincristine, glukokortikoid, dan L-asparaginase dapat menginduksi remisi pada 95%
pasien dengan LLA.19 Terapi konsolidasi bertujuan untuk menghancurkan sel-sel
5
leukemia yang masih tersisa di dalam tubuh. Terapi maintenance bertujuan untuk
mencegah sel-sel leukemia tumbuh kembali.17
6