lbm 5

6
Pada prinsipnya implan gigi memerlukan bahan yang dapat diterima jaringan tubuh, cukup kuat dan dapat berfungsi bersama-sama dengan restorasi protesa di atasnya. Menurut Boskar (1986) dan Reuther (1993), syarat implan gigi adalah sebagai berikut : 1. Biokompatibel Yang dimaksud dengan biokompatibel adalah non toksik, non alergik, non karsinogenik, tidak merusak dan mengganggu penyembuhan jaringan sekitar serta tidak korosif. 2. Cukup kuat untuk menahan beban pengunyahan 3. Resistensi tinggi terhadap termal dan korosi 4. Elastisitasnya sama atau hampir sama dengan jaringan sekitar 5. Dapat dibuat dalam berbagai bentuk 2.3 Klasifikasi Implan Gigi Implan dapat diklasifikasikan kepada tiga kategori, antara lain : 1. Berdasarkan bahan yang digunakan. 2. Berdasarkan penempatannya dalam jaringan. 3. Berdasarkan pilihan perawatan. 2.3.1 Berdasarkan bahan yang digunakan Bahan yang digunakan untuk implan gigi, antara lain : 1. Logam Terdiri dari Stainless Steel, Vitallium, Titanium dan logam. Pemakaian Stainless Steel merupakan kontra indikasi bagi pasien yang alergi terhadap nikel, pemakaiannya juga dapat menyebabkan arus listrik galvanik jika berkontak dengan logam campuran atau logam murni. Vitallium paling sering digunakan untuk kerangka implan subperiosteal. Titanium terdiri dari titanium murni dan logam campuran titanium yang tahan terhadap korosi. Implan yang dibuat dari logam dengan lapisan pada permukaan adalah implan yang menggunakan titanium yang telah diselubungi dengan lapisan tipis keramik kalsium fosfat pada bagian strukturnya. 2. Keramik Keramik terdiri keramik bioaktif dan bio-inert. Bioaktif berarti bahan yang memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan tulang baru disekitar implan, contoh dari bahan ini adalah hidroksiapatit dan bioglass. Bio-inert adalah bahan yang bertolenrasi baik dengan tulang tetapi tidak terjadi formasi tulang.

description

sl

Transcript of lbm 5

Page 1: lbm 5

Pada prinsipnya implan gigi memerlukan bahan yang dapat diterima jaringan tubuh, cukup kuat dan dapat berfungsi bersama-sama dengan restorasi protesa di atasnya. Menurut Boskar (1986) dan Reuther (1993), syarat implan gigi adalah sebagai berikut :

1. Biokompatibel Yang dimaksud dengan biokompatibel adalah non toksik, non alergik, non karsinogenik, tidak merusak dan mengganggu penyembuhan jaringan sekitar serta tidak korosif.

2. Cukup kuat untuk menahan beban pengunyahan

3. Resistensi tinggi terhadap termal dan korosi

4. Elastisitasnya sama atau hampir sama dengan jaringan sekitar 5. Dapat dibuat dalam berbagai bentuk

2.3 Klasifikasi Implan Gigi Implan dapat diklasifikasikan kepada tiga kategori, antara lain : 1. Berdasarkan bahan yang digunakan. 2. Berdasarkan penempatannya dalam jaringan. 3. Berdasarkan pilihan perawatan.

2.3.1 Berdasarkan bahan yang digunakan Bahan yang digunakan untuk implan gigi, antara lain :

1. Logam Terdiri dari Stainless Steel, Vitallium, Titanium dan logam. Pemakaian Stainless Steel merupakan kontra indikasi bagi pasien yang alergi terhadap nikel, pemakaiannya juga dapat menyebabkan arus listrik galvanik jika berkontak dengan logam campuran atau logam murni. Vitallium paling sering digunakan untuk kerangka implan subperiosteal. Titanium terdiri dari titanium murni dan logam campuran titanium yang tahan terhadap korosi. Implan yang dibuat dari logam dengan lapisan pada permukaan adalah implan yang menggunakan titanium yang telah diselubungi dengan lapisan tipis keramik kalsium fosfat pada bagian strukturnya.

2. Keramik Keramik terdiri keramik bioaktif dan bio-inert. Bioaktif berarti bahan yang memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan tulang baru disekitar implan, contoh dari bahan ini adalah hidroksiapatit dan bioglass. Bio-inert adalah bahan yang bertolenrasi baik dengan tulang tetapi tidak terjadi formasi tulang.

3. Polimer dan komposit Polimer dibuat dalam bentuk porus dan padat, digunakan untuk peninggian dan penggantian tulang. Ia merupakan suatu bahan yang sukar dibersihkan pada bagian yang terkontaminasi dan pada partikel porusnya karena sifatnya yang sensitif terhadap formasi sterilisasi.

2.3.2 Berdasarkan penempatannya dalam jaringan. Menurut lokasi tempat implan ditanam, maka implan gigi terdiri dari :

a) Implan subperiosteal Implan ini lebih lama dibanding jenis implan yang lain dan pertama sekali diperkenalkan oleh Muller dan Dahl pada tahun 1948. Implan ini tidak ditanam ke dalam tulang, melainkan diletakkan diatas tulang alveolar dan dibawah periosteum. Terutama digunakan pada kondisi rahang yang mengalami atrofi yang hebat, apabila pasien telah mengalami kegagalan berkali-kali dalam pemakaian protesa atau pada kasus dimana proses atrofi menimbulkan rasa sakit pada daerah mentalis.(18) Implan ini memerlukan teknik insersi dua tahap. Penggunaan implan subperiosteal pada rahang atas telah dibatasi karena dilaporkan bahwa

Page 2: lbm 5

keberhasilannya dalam lima tahun tidak mencapai 75%. Implan ini juga tidak dianjurkan untuk ditempatkan pada tempat yang antagonisnya merupakan gigi asli.

b) Implan endosteal Implan endosteal ditanam ke dalam tulang rahang melalui gusi dan periosteum, sebagian tertanam dan terkait dalam tulang. Implan ini mempunyai tiga desain dasar yaitu blade, cylinder dan screw. (8,17) Dalam implan endosteal diharapkan terjadi osseointegrasi yaitu penyatuan tulang dengan implan tanpa diperantarai jaringan lunak. Popularitas implan endosteal semakin meningkat, terlihat dari banyaknya pilihan desain yang dapat digunakan. Laporan-laporan menyebutkan bahwa tingkat keberhasilannya dapat melebihi 15 tahun apabila teknik bedah dan perawatan pasca bedah dilakukan dengan baik.(18) Ditinjau dari teknik bedahnya, implan endosteal terdiri dari teknik insersi satu tahap dan insersi dua tahap.(17,18) Pada teknik satu tahap, pembedahan hanya dilakukan sekali sehingga tonggak abutment menonjol keluar mukosa setelah operasi selesai. Sedangkan pada teknik dua tahap, operasi dilakukan dua kali yaitu operasi pertama untuk meletakkan implan pada tulang rahang. Setelah masa penyembuhan, dilakukan operasi kedua untuk pemasangan abutment.

c) Implan transosteal atau transosseous(8,10) Merupakan implan gigi yang menembus tulang rahang dan hanya digunakan pada rahang bawah. Implan jenis ini jarang dipakai dan dilaporkan memiliki tingkat keberhasilan yang rendah.

2.3.3 Berdasarkan pilihan perawatan Pada tahun 1989, Misch melaporkan bahwa terdapat lima pilihan perawatan berdasarkan prostetik pada implan. Dari kelima pemilihan perawatan tersebut tiga yang pertama merupakan protesa cekat (FP), dimana ia boleh disekrupkan atau disemenkan. Protesa cekat diklasifikasikan berdasarkan jumlah struktur jaringan keras dan lunak yang diganti.

Dua lagi merupakan protesa lepasan (RP) yang diklasifikasikan berdasarkan kekuatannya.

FP-1 : Protesa cekat, hanya mahkota gigi yang diganti; tampak seperti gigi asli

FP-2 : Protesa cekat; mahkota dan sebagaian dari akarnya tampak normal pada sebagian oklusal tetapi mengalami elongasi pada sebagian gingiva.

FP-3 : Protesa cekat; menggantikan mahkota yang hilang dan warna gingiva sebagian dari ruang edentulus; protesa yang paling sering digunakan adalah gigi palsu dan gingiva akrilik, tetapi boleh dibuat dari porselen atau logam

RP-4 : Protesa lepasan; dukungan overdenture sepenuhnya oleh implan.

RP-5 : Protesa lepasan; dukungan overdenture oleh jaringan lunak dan implan.

2.4 Penatalaksanaan Faktor Resiko Dalam Pemasangan Implan

2.4.1 Rencana perawatan

Dokter gigi harus memahami dan berkomunikasi dengan pasien bahwa pemasangan implan tidak selamanya sukses. Faktor yang bisa mempengaruhi keberhasilan perawatan implan ini harus dipertimbangkan sejak tahap rencana perawatan, termasuk resiko operasi, potensi kegagalan dan desain protesa pada restorasi akhir.

2.4.1.1 Kondisi sistemik pasien

Page 3: lbm 5

Kondisi medis dan terapi dapat mempengaruhi keberhasilan perawatan implan gigi, dan melalui pemeriksaan secara menyeluruh kondisi medis pasien sebelum pemasangan implan sangat penting untuk dipertimbangkan. (8,20) Misalnya, diabetes melitus bukan merupakan kontra indikasi pemasangan implan, tetapi diabetes melitus harus berada dalam keadaan terkawal dan pasien harus memahami bahwa tahap keberhasilan pada pasien diabetes melitus mempunyai persentase sedikit lebih rendah jika dibandingkan pada pasien non diabetes.(11,19,21) Osteoporosis merupakan satu lagi kondisi yang bisa mempengaruhi pada pemasangan implan. Kualitas tulang pada daerah implan harus dievaluasi secara teliti pada pasien ini. Kondisi kardiovaskular, kelainan pendarahan, dan kondisi sistemik lain yang bisa mempengaruhi mekanisme penyembuhan tubuh juga harus diteliti terlebih dahulu. Infeksi HIV, leukemia, sindroma Sjogren’s dan penyakit autoimun lain yang memerlukan penggunaan kortikosteroid untuk jangka waktu yang lama akan menghambat proses penyembuhan dan mempengaruhi infeksi bakteri.(7,22,23) Pasien yang mempunyai dua atau lebih kondisi sistemik ini memiliki resiko kegagalan yang lebih tinggi. Adalah sangat penting untuk meninjau kondisi medis pasien secara hatihati sebelum mempertimbangkan perawatan implan dan menjelaskan kepada pasien bagaimana kondisi sistemik dapat mempengaruhi keberhasilan perawatan.

2.4.1.2 Kondisi daerah implan Pertimbangan yang paling penting dalam pemasangan implan ini adalah kualitas dan kuantitas tulang serta bentuk alveolar ridge pada daerah implan.(8) Pemeriksaan radiografi dan klinis juga merupakan sesuatu yang penting dalam melakukan penilaian dan untuk menemukan daerah implan dengan dukungan tulang yang optimal.(9) Dokter gigi juga harus hati-hati dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan apakah pemasangan implan dapat dilakukan segera setelah ekstraksi.

2.4.1.3 Persetujuan tindakan medis Setelah melakukan penilaian apakah pasien tersebut sudah memenuhi kriteria untuk dapat dilakukan perawatan implan, persetujuan tindakan medis harus diperoleh dari pasien sebelum perawatan dimulai. Suatu persetujuan tindakan medis harus mencakup: (15,19) 1. Jumlah dan lokasi implan yang telah direncanakan 2. Operasi tambahan jika perlu 3. Prosedur anastesi 4. Potensi resiko dari operasi dan anastesi 5. Desain protesa dan restorasi akhir.

--

Konsep osseointegrasi pertama kali diperkenalkan oleh Branemark pada tahun 1952.14 Osseointegrasi adalah adanya hubungan struktural langsung antara tulang dan permukaan implan yang menerima beban yang terlihat pada pemeriksaan mikroskop cahaya. Tidak ada jaringan ikat lunak dan ligamen periodontal yang ditemui antara tulang dan implan, implan yang terosseointegrasi dengan baik dapat berfungsi tanpa adanya mobilitiLama perawatan untuk peletakan implan dan pemasangan protesa tergantung pada tipe tulang dimana implan tersebut dipasang. Protesa harus dipasangkan setelah implan memiliki osseointegrasi dengan tulang disekitarnya. Ada empat tipe tulang pada wajah manusia yaitu:

1. Tipe I Tulang ini dianalogikan seperti kayu oak, keras dan padat. Tipe tulang ini memiliki suplai darah yang kurang dibandingkan dengan tipe tulang lainnya. Suplai darah ini penting dalam kalsifikasi tulang di sekitar implan. Tipe tulang ini membutuhkan waktu sekitar 5 bulan untuk berintegrasi dengan implan.

2. Tipe II Tulang ini dianalogikan seperti kayu pinus, tidak sekeras tipe I. Tulang ini membutuhkan waktu 4 bulan untuk berintegrasi dengan implan.

Page 4: lbm 5

3. Tipe III Tipe tulang ini seperti kayu balsa, tidak sepadat tipe II. Karena kepadatannya kurang dari tipe II, maka dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk berintegrasi dengan implan, yaitu 6 bulan

4. Tipe IV Tipe tulang ini kepadatannya paling rendah. Tulang ini memerlukan waktu yang paling lama untuk berintegrasi dengan implan yaitu 8 bulan. Bone grafting atau bone augmentasi tulang sering dibutuhkan.

Tulang tipe I, II dan III memiliki kekuatan yang ideal untuk kesuksesan implan. Tulang tipe IV sering di jumpai pada bagian posterior dari maksila. Tulang tipe IV ini memiliki tingkat keberhasilan implan paling rendah. Dari hasil penelitiannya Jaffin dan Berman menyatakan penempatan implan pada tulang tipe IV ini memiliki kegagalan sebesar 35%. Ini menunjukkan bahwa kualitas tulang bisa menjadi penentu yang baik untuk prognosis implan.