Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

104
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Kontrol nyeri sangat penting dalam praktek operasi kedokteran gigi. Kontrol nyeri yang baik akan membantu operator dalam melakukan operasi dengan hati-hati, tidak terburu-buru, tidak menjadi pengalaman operasi yang buruk bagi pasien dan dokter bedah. Sebagai tambahan pasien yang tenang akan sangat mambantu bagi seorang dokter gigi. Operasi dentoalveolar dan prosedur operasi gigi minor lainnya yang dilakukan pada pasien rawat jalan sangat tergantung pada anestesi lokal yang baik. (1) Menurut istilah, anastesi local (anastesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa desertai dengan hilangnya kesadaran. Anastesi local merupakan aplikasi atau injeksi obat anestesi pada daerah spesifik tubuh, kebalikan dari anastesi umum yang meliputi seluruh tubuh dan otak. Local anastesi memblok secara reversible pada system konduksi saraf pada daerah tertentu sehingga terjadi kehilangan sensasi dan aktivitas motorik. Anastesi lokal juga berfungsi sebagai terapi, salah satunya yaitu gigi geligi yang harus dilakukan eksodonsi. Eksodonsi hanya dilakukan pada kondisi gigi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan perawatan lanjutan dan sudah tidak dapat dipertahankan posisinya dalam lengkung rahang. 1

Transcript of Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Page 1: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kontrol nyeri sangat penting dalam praktek operasi kedokteran gigi. Kontrol nyeri

yang baik akan membantu operator dalam melakukan operasi dengan hati-hati, tidak

terburu-buru, tidak menjadi pengalaman operasi yang buruk bagi pasien dan dokter

bedah. Sebagai tambahan pasien yang tenang akan sangat mambantu bagi seorang dokter

gigi. Operasi dentoalveolar dan prosedur operasi gigi minor lainnya yang dilakukan pada

pasien rawat jalan sangat tergantung pada anestesi lokal yang baik.(1)

Menurut istilah, anastesi local (anastesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada

bagian tubuh tertentu tanpa desertai dengan hilangnya kesadaran. Anastesi local

merupakan aplikasi atau injeksi obat anestesi pada daerah spesifik tubuh, kebalikan dari

anastesi umum yang meliputi seluruh tubuh dan otak. Local anastesi memblok secara

reversible pada system konduksi saraf pada daerah tertentu sehingga terjadi kehilangan

sensasi dan aktivitas motorik.

Anastesi lokal juga berfungsi sebagai terapi, salah satunya yaitu gigi geligi yang

harus dilakukan eksodonsi. Eksodonsi hanya dilakukan pada kondisi gigi yang tidak

memungkinkan untuk dilakukan perawatan lanjutan dan sudah tidak dapat dipertahankan

posisinya dalam lengkung rahang.

Beberapa teknik eksodonsi gigi dapat dilakukan sesuai dengan kondisi gigi dan

kondisi umum setiap pasien. Kondisi umum pasien dapat dilihat dari keadaan vital yang

menjadi salah satu acuan penting indikasi atau kontraindikasi dilakukannya eksodonsi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan anastesi lokal :

a. Jenis obat anastesi lokal

b. Farmakologi dan farmakokinetik obat anastesi lokal

c. Teknik anastesi lokal

d. Teknik anastesi pada maksila dan mandibula

e. Komplikasi anastesi lokal

2. Menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan eksodonsi :

a. Teknik eksodonsi

1

Page 2: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

b. Indikasi dan kontraindikasi dilakukannya tindakan eksodonsi

c. Alat yang dibutuhkan untuk tindakan eksodonsi

d. Komplikasi eksodonsi

1.3 Tujuan

Mengerti dan memahami segala hal yang berhubungan dengan anastesi lokal dan

eksodonsi pada kedokteran gigi khususnya.

2

Page 3: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. GIGI PERSISTENSI

Persistensi gigi sulung adalah suatu keadaan dimana gigi sulung belum tanggal

walaupun waktu tanggalnya sudah tiba. Keadaan ini sering dijumpai pada anak usia 6-12

tahun. Persistensi gigi sulung tidak mempunyai penyebab tunggal tetapi merupakan

gangguan yang disebabkan multifaktor, salah satu penyebabnya adalah gangguan nutrisi.

Gangguan nutrisi dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan gigi. Gangguan

akan konsumsi vitamin A dapat menyebabkan terganggunya proses kalsifikasi dari dentin

dan enamel. Hal ini mengakibatkan proses erupsi menjadi terhambat sehingga terjadi

persistensi.

Gigi susu akan tanggal beberapa saat sebelum gigi permanen pengganti erupsi.

Namun sering dijumpai kasus dimana gigi susu tidak tanggal walaupun gigi permanen

pengganti sudah erupsi yang disebut persistensi. Persistensi dapat terjadi karena berbagai

faktor penyebab. Adanya persistensi dapat menyebabkan gangguan erupsi gigi permanen

pengganti, sehingga dapat menimbulkan bermacam-macam anomali, Anomali yang

disebabkan persistensi dapat diatasi dengan perawatan ortodonti. Perawatan anomali

dilakukan untuk mendapatkan oklusi yang ideal serta estetis yang baik.

Ada macam-macam dari gigi persistensi, yaitu sbb :

1. Gigi I2|I2 Persistensi

● Erupsi gigi Insisiv

Erupsi gigi insisisiv atas permanen akan terjadi di palatinal gigi insisiv atas

sulung yang disertai dengan resorbsi akar gigi susu sampai pada suatu saat gigi susu

akan tanggal.

Dilihat dari anterior pada waktu gigi I1 atas erupsi seringkali gigi ini juga

mempunyai diastema yang akan menutup dengan sendirinya pada periode-periode

selanjutnya. Pada tahap selanjutnya gigi I lateral atas akan erupsi. Gigi ini akan erupsi

sedikit di sebelah palatinal I1. Pada waktu gigi ini erupsi arahnya juga lebih ke lateral.

Hal ini disebabkan karena tekanan dari gigi kaninus yang mengenai daerah apical I

3

Page 4: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

lateral. Tekanan ini m,enyebabkan inklinasi gigi berubah dan terpusat pada apeksnya,

dan inklinasi yang menyebar ini disebut “Sun-Rays appearance”.

Kedudukan gigi kaninus yang miring yang menekan akar gigi I2 disebut

sebagai “Ugly duckling stage of eruption”. Sesudah gigi kaninus erupsi lebih lanjut

gigi ini akan mengikuti distal dari I2 dan tekanan yang ditimbulkannya menggeser I2

dan I1 ke tempatnya, sehingga diastema akan tertutup kembali.

● Gigi susu Persistensi

Gigi susu seringkali tetap ada lebih dari waktu normal bila gigi tetap

pengganti tidak ada atau tergeser. Sebagai contoh kaninus atas susu tetap ada bila

kaninus tetap bergeser ke palatal. Tetapi pada beberapa keadaan , retensi gigi susu

akan menghalangi erupsi atau menggeser gigi penggantinya. Sebagai contoh bila akar

insisivus susu tidak terresorbsi normal insisivus tetap akan tergeser ke lingual. 

Pemeriksaan Subjektif dan Objektif Pada Gigi Persistensi:

♦ Pemeriksaan Intra oral (rongga mulut) dengan alat - alat dasar kedokteran gigi 

Diharapkan agar kecemasan yang dirasakan oleh anak pada kedatangannya

dapat dikurangi atau dihilangkan selama periode pencatatan riwayat. Kemudian,

anak juga harus duduk tenang pada kursi perawatan. Pada anak yang sangat muda,

pendekatan sebaiknya dilakukan olleh dokter gigi dengan menanyakan “berapa

banyak gigimu?” ; ini tentunya kurang menakutkan bagi anak daripada “saya ingin

lihat gigi-gigimu”. Jika anak masih tidak mau duduk pada kursi perawatan, orang

tua harus diminta untuk memangku anak dengan kepala ditahan dengan lengan

kanan orang tua. Pada posisi ini anak akan merasa aman, orang tua dapat membantu

menahan gerakan- gerakan yang tidak diinginkan. 

Pendekatan yang di jelaskan di atas jelas tidak praktis pada anak yang lebih

dewasa yang terlalu besar untuk dipangku. Jika anak sudah besar dan kooperatif

setelah perencanaan riwayat dan tidak mau duduk pada kursi perwatan, lebih baik

menunda pemeriksaan mulut dan dengan proses pembentukan tingkah laku dengan

cara berbeda, misalnya penjelasan kesehatan mulut. 

2.2. ANESTESI LOKAL

4

Page 5: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Anestesi lokal menghambat impuls konduksi secara reversible sepanjang akson

dan membran saraf dan membran eksitabel lainya yang menggunakan saluran natrium

sebagai alat utama pembangkit potensial aksi. Secara klinik, kerja ini dimanfaatkan untuk

menghambat sensasi sakit dari atau impuls vasokontriktor simpatis ke bagian tubuh yang

diisolasi oleh Nieman pada tahun 1860. kokain diperkenalkan dalam penggunaan klinik

oleh Koller, pada tahun 1884, sebagai suatu anestesi oftalmik. Obat ini kemudian segera

diketahui mempunyai kerja adiksi SSP yang kuat, tetapi sebelumnya hanya digunakan

sebagai anestesi local secara luas selama 30 tahun. Dalam usaha memperbaiki sifat

kokain, pada tahun 1905 Einhorn telah mensintesis prokain, yang kemudian menjadi

anestesi local dominan selama 50 tahun kemudian. Sejak 1905, sudah banyak obat

anestesi lokal disintesis. Tujuan usaha ini adalah untuk mengurangi iritasi lokal dan

kerusakan jaringan, memperkecil toksisitas sistemik, mula kerja yang cepat dan kerja

yang lama. Lidokain akhirnya merupakan obat yang paling populer, disintesis pada tahun

1943 oleh Lofgreen dan dinyatakan sebagai prototipe obat anestesi lokal.

Belum tersedia saat ini obat anestesi lokal yang ideal, dan pengembangan obat

baru masih harus diteliti. Namun walaupun relatif mudah untuk mensintesis suatu zat

kimia yang mempunyai efek anestesi lokal, tetapi sangat sulit untuk mengurangi efek

toksik yang lebih kecil dari obat yang ada saat ini. Alasan utama kesulitan tersebut adalah

kenyataan bahwa toksisitas yang sangat serius dari obat anestesi lokal merupakan

perluasan efek terapinya pada otak dan sistem sirkulasi.

FARMAKOLOGI DASAR ANESTESI LOKAL

Umumnya obat anestesi lokal terdiri dari sebuah gugus lipofilik (biasanya sebuah

cincin aromatik) yang berikatan dengan sebuah rantai perantara (umumnya termasuk

suatu ester atau amida) yang terikat pada suatu gugus yang terionisasi. 

Anestesi lokal bersifat basa lemah. Untuk aplikasi terapeutik, biasanya dibuat

sebagai garam agar mudah larut dan lebih stabil. Di dalam tubuh, obat akan menjadi basa

tanpa muatan atau sebagai kation. Proporsi relatif kedua bentuk ini dapat dihitung dari

pKa-nya dan pH cairan tubuh sesuai dengan persamaan Henderson-hasselbalch:

Log bentuk kation = pKa - pH

Bentuk tak bermuatan, karena pKa anestesi lokal umumnya berkisar antara 8,0-9,0

maka fraksi terbesar dalam cairan tubuh pada pH faali menjadi bermuatan, yaitu bentuk

kation. Bentuk kation ini diperkirakan merupakan bentuk yang paling aktif pada bagian

5

Page 6: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

reseptor (obat kationik tidak dapat meningglkan saluran tertutup dengan mudah), tetapi

bentuk tak bermuatan menjadi sangat penting untuk menjadi penetrasi cepat ke dalam

membran biologik : reseptor anestesi lokal tidak dapat dilewati dari sisi eksternal

membran sel.

FARMAKOLOGI KLINIK ANESTESI LOKAL

Anestesi lokal menyebabkan analgesia sementara tetapi lengkap dari bagian tubuh

yang berbatas tegas. Cara pemberian biasanya dengan aplikasi topikal, suntikan pada

daerah akhiran saraf perifer dan bundel batang saraf dan instilasi ke dalam jaringan

epidural dan ruang subarakhnoid yang mengelilingi medula spinalis. Selain itu, hambatan

serabut simpatis otonom dapat digunakan untuk mengevaluasi peran tonus simoatis pada

pasien dengan vasospasme perifer.

Pilihan anestesi lokal untuk suatu prosedur tertentu biasanya berdasarkan atas

lama kerja obat yang dibutuhkan. Prokain dan kloroprokain bekerja dengan singkat,

lidokain, mepivakain, dan prilokain masa kerjanya menengah, sedangkan tetrakain,

bupivakain dan etidokain bekerja dengan lama.

Efek anestesi obat yang bekerja singkat dan menengah dapat diperpanjang dengan

meningkatkan dosis atau menambah zat vasokonstriktor, seperti epinefrin atau felinefrin.

Vasokonstriktor menahan hilangnya obat dari tempat suntikan. Selain itu, akan

menurunkan kadar obat dalam darah sehingga memperkecil kesempatan toksisitas.

Mula kerja anestesi lokal kadang kala dapat dipercepat dengan menggunakan larutan

jenuh dengan CO2 (karbonisasi). Kadar CO2 jaringan yang tinggi menyebabkan asidosis

intraseluler (CO2 mudah melintas membran), yang kemudian menimbulkan tumpukan

bentuk kation anestesi lokal.

Suntikan anestesi lokal yang berulang selama anestesi epidural menyebabkan

hilangnya keefektifan (takifilaksis). Hal ini merupakan akibat dari asidosis ekstrasel lokal.

Anestesi lokal biasanya dipasarkan sebagai garam hidroklorid (pH 4,0-6,0). Setelah

suntikan, garam tadi didapar dalam jaringan menjadi pH fisiologi, sehingga dapat

melepas basa bebas yang cukup untuk berdifusi melalui membran akson. Namun,

penyuntikan berulang akan menghilangkan tersedianya penyanggga lokal. Asidosis yang

terjadi akan meningkatkan bentuk kation ekstrasel, yang kurang mampu berdifusi

kedalam akson. Hasil klinik ini adalah takifilaksis, terutama daerah yang persediaan

penyangganya terbatas seperti cairan serebro spinalais.

6

Page 7: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

2.3. Teknik Injeksi Anestesi Lokal

a. Injeksi Supraperiosteal

Teknik

Dengan menggunakan kasa atau kapas yang diletakkan di antara jari dan

membrane mukosa mulut, tariklah pipi atau bibir serta membran mukosa yang bergerak

ke arah bawah untuk rahang atas dan ke arah atas untuk rahang bawah, untuk

memperjelas daerah lipatan mukobukal atau mukolabial.

Garis yang membatasi mukosa bergerak dan tidak bergerak bias diperjelas dengan

mengulaskan Iodine pada jaringan tersebut. Membran mukosa akan berwarna lebih gelap

daripada mukoperiosteum. Suntiklah jaringan pada lipatan mukosa dengan jarum

mengarah ke tulang dengan mempertahankan agar bevel mengarah ke tulang dan jarum

sejajar bidang tulang.

Lanjutkan tusukan jarum menyelusuri periosteum sampai ujungnya mencapai

setinggi akar gigi. Untuk menghindari gembungan pada jaringan dan mengurangi rasa

sakit, deponirlah larutan dengan perlahan. Setelah posisi jarum tepat, deponirkan 1-2cc

anestetikum. Injeksi yang perlahan akan memperkecil atau mengurangi rasa sakit.

Diharapkan anestesi akan terjadi dalam waktu 5 menit

Injeksi Supraperiosteal Untuk Menganestesi Gigi Insisivus Sentral Atas

Titik suntikan pada lipatan mukolabial. Anestetikum dideponir sedikit diatas

apeks akar gigi. Injeksi perlahan “sedikit demi sedikit”.

Karena adanya persitumpangan serabut-serabut dari sisi yang lain, mungkin perlu

dilakukan injeksi pada apeks gigi insisivus sentralis sisi yang lain, baik untuk dentistry

operatif atau untuk ekstraksi. Dengan mengarahkan jarum menyilang garis tengah injeksi

ini dapat diperoleh dengan hanya satu kali suntikan.

Injeksi ini biasanya cukup untuk prosedur dentistry operatif. Tetapi anestesi yang

dalam untuk prosedur operatif gigi insisivus sentral dan gigi anterior yang lain hanya bisa

7

Page 8: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

dilakukan dengan penambahan injeksi palatal. Untuk ekstraksi dan bedah periodontal,

diperlukan juga injeksi palatinal.

Injeksi Supraperiosteal Untuk Menganestesi Gigi Insisivus Lateral Atas

Tekniknya mirip dengan prosedur sebelumnya yaitu mendeponir anestetikum

sedikit di atas apeks akar. Perlu diingat bahwa apeks gigi insisivus lateral terletak pada

fossa incisive yang merupakan cekungan.

Apabila sebelum penusukan dilakukan palpasi untuk menentukan kontur tulang

terlebih dahulu, maka akan memudahkan penempatan anestetikum. Injeksi ini sudah

cukup untuk prosedur operatif.

Untuk ekstraksi dan perawatan periodontal, diperlukan injeksi palatinal pada titik

tengah antara margin gingival dan garis tengah, di region insisivus lateral.

Injeksi Supraperiosteal Untuk Menganastesi Gigi Kaninus Atas

Titik suntikan pada lipatan mukolabial, pada titik tengah antara akar kaninus dan

insisivus lateral. Jarum kemudian digerakkan sedikit kearah distal menuju ke titik setinggi

apeks akar gigi kaninus.

Apeks terletak setinggi dasar rongga hidung. Kontur akar gigi bias dirasakan

dengan palpasi. Larutan injeksi dideponir perlahan, sedikit di atas apeks akar gigi.

Injeksi ini biasanya cukup untuk prosedur operatif. Untuk ekstraksi atau bedah

periodontal harus juga ditambah injeksi palatinal pada regio gigi tersebut.

Injeksi Supraperiosteal Untuk Menganastesi Gigi premolar Pertama Atas

Titik suntiknya pada lipatan mukobukal. Anestetikum dideponir sedikit di atas

apeks gigi premolar pertama kemudian injeksi perlahan-lahan “sedikitdemi sedikit”.

Pada sebagian besar kasus injeksi ini sudah cukup untuk prosedur operatif.injeksi

ini juga akan menganestesi gigi premolar kedua dan akar mesial molar pertama karena

dapat memblok n.alveolaris superior medius ketika saraf ini melengkung ke distal untuk

8

Page 9: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

mensuplai gigi tersebut. Dengan menggunakan jarum yang tajam dan anestesi permukaan

yang baik, injeksi ini dapat dilakukan tanpa rasa sakit. Untuk bedah periodontal dan

ekstraksi gigi harus ditambah dengan injeksi palatinal.

Injeksi Supraperiosteal Untuk Menganastesi Premolar Kedua dan Akar

Mesiobukal Molar Pertama Atas

Titik suntikan terdapat di lipatan mukobukal. Anestetikum dideponir sedikit di

atas apeks akar premolar kedua. Injeksi perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit.

Injeksi ini biasanya sudah cukup untuk prosedur operatif. Sedangkan untuk

ekstraksi dan bedah periodontal diperlukan injeksi palatinal.

Akar mesial molar pertama terletak pada processus zygomaticus yang padat.

Seringkali kontur tulang ini sedemikian rupa sehingga sulit untuk mendeponir

anestetikum tepat di atas apeks. Oleh karena itu, anestetikum sebaiknya dideponir di

sekitar apeks akar premolar kedua. Dengan cara ini, anestetikum mencapai nervus sebelu

saraf masuk ke dalam bagian tulang yang padat tersebut.

Untuk melengkapi anestesia pada gigi molar pertama untuk prosedur operatif,

dapat dilakukan injeksi supraperiosteal. Untuk ekstraksi gigi perlu ditambahkan injeksi

palatinal.

Injeksi Supraperiosteal Untuk Menganastesi Gigi Insisivus BAwah

Karena kepadatan struktur tulang mandibula menyulitkan anestesi gigi-gigi

mandibula dengan metode injeksi supraperiosteal, maka dianjurkan untuk menggunakan

injeksi blok.

Titik suntikan pada lipatan mukolabial dan arahkan jarum hati-hati ke bawah

sampai ujung jarum setinggi apeks akar gigi. Gigi Insisivus bawah terlihat mempunyai

akar-akar yang pendek. Jika jarum dimasukkan terlalu dalam, anestetikum akan

terdeponir ke dalam m. mentalis dan mengakibatkan kegagalan anestesi. Keempat gigi

anterior bawah dapat dianestesi dengan melakukan injeksi pada kedua sisi lateral garis

tengah. Injeksi ini juga akan memblok serabut-serabut yang bersitumpang menuju gigi

insisivus bawah, sesudah diakukan injeksi n. mentalis dan n. mandibularis.

9

Page 10: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

b. Injeksi Blok

Injeksi Zigomatik

Titik suntikan terletak pada lipatan mukosa tertinggi di atas akar distobukal molar

kedua atas. Arahkan jarum ke atas dan ke dalam dengan kedalaman kurang lebih 20 mm.

ujung jarum harus tetap menempel pada periosteum untuk menghindari masuknya jarum

ke dalam plexus venous pterygoideus.

Injeksi zigomatik ini biasanya tidak dapat menganestesi akar mesiobukal molar

pertama atas. Karena itu, apabila gigi tersebut perlu dianestesi untuk prosedur operatif

atau ekstraksi, harus dilakukan injeksi supraperiosteal yaitu di atas premolar kedua.

Untuk ekstraksi satu atau semua gigi molar, lakukan injeksi n. palatinus major.

Injeksi Infraorbital

Pertama-tama tentukan lekuk foramen infrarbital dengan palpasi. Foramen ini

terletak tepat di bawah crista infraorbitalis pada garis vertical yang menghubungkan pupil

mata apabila pasien memandang lurus ke depan.

Tarik pipi, posisi jari yang mempalpasi jangan dirubah dan tusukkan jarum dari

seberang gigi premolar kedua, kira-kira 5 mm ke luar dari permukaan bukal. Arahkan

jarum sejajar dengan aksis panjang gigi premolar kedua sampai jarum dirasakan masuk ke

dalam foramen infraorbital di bawah jari yang mempalpasi foramen ini. Kurang lebih 2 cc

anestetikum dideponir perlahan-lahan.

Untuk memperkecil resiko masuknya jarum ke dalam orbital, klinisi pemula

sebaiknya mengukur dulu jarak dari foramen infraorbital ke ujung bonjol bukal gigi

premolar kedua atas. Kemudian ukuran ini dipindahkan ke jarum. Umumnya jarak

tersebut sekitar 1.apabila ditransfer pada syringe jarak tersebut sampai pada titik

perbatasan antara bagian yang runcing dengan bagian yang bergerigi. Pada waktu jarum

diinsersikan sejajar dengan aksis gigi premolar kedua, ujungnya akan terletak tepat pada

10

Page 11: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

foramen infraorbital jika garis batas tepi setinggi ujung bukal bonjol gigi premolar kedua.

Jika foramen diraba perlahan, pulsasi pembuluh darah kadang bisa dirasakan.

Untuk ekstraksi dan pembedahan diperlukan injeksi palatinal. Bila serabut saraf

yang brsitumpang perlu diblok, injeksikan anestetikum di atas apeks akar insisivus sentral

pada sisi bersebrangan.

Injeksi Mandibular

Palpasi fossa retromolaris dengan jari telunjuk sehingga kuku jari menempel pada

linea oblique. Dengan “barrel” (bagian yang berisi anestetikum) syringe terletak di antara

kedua premolar pada sisi yang berlawanan, arahkan jarum sejajar dengan dataran oklusal

gigi-gigi mandibula ke arah ramus dan jari.

Tusukkan jarum pada pada apeks trigonum pterygomandibular dan teruskan

gerakan jarum di antara ramus dan ligamentum-ligamentum serta otot-otot yang menutupi

facies interna ramus samapi ujungnya berkontak pada dinding posterior selcus

mandibularis. Dideponir kurang lebih 1,2 cc anestetikum di sekitar n. alveolaris inferior.

N. lingualis biasanya teranestesi dengan cara mendeponirkan sejumlah kecil anestetikum

pada pertengahan perjalanan masuknya jarum.

Injeksi Mentalis

Tentukan letak apeks gigi premolar bawah. Foramen biasanya terletak di dekat

salah satu apeks akar gigi premolar tersebut.

Tariklah pipi ke arah bukal dari gigi permoar. Masukkan jarum ke dalam

membran mukosa diantara kedua gigi premolar kurang lebih 10 mm eksternal dari

permukaan bukal mandibula. Posisi syringe membentuk sudut 45 terhadap permukaan

bukal mandibula, mengarah ke apeks akar premolar kedua. Tusukkan jarum tersebut

sampai menyentuh tulang. Kurang lebih ½ cc anestetikum dideponir, ditunggu sebentar

kemudian ujung jarum digerakkan tanpa menarik jarum keluar, sampai terasa masuk ke

dalam foramen dan dideponir kembali ½ cc anestetikum dengan hati-hati.

11

Page 12: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Selama pencarian foramen dengan jarum, jagalah agar jarum tetap membentuk

sudut 45 terhadap permukaanbukal mandibula untuk menhindari melesetnya jarum ke

balik periosteum dan untuk memperbesar kemungkinan masuknya jarum ke foramen.

c. Injeksi N. buccalis Longus

Masukkan jarum pada lipatan mukosa pada suatu titik tepat didepan gigi molar

pertama. Perlahan-lahan tusukkan jarum sejajar dengan corpus mandibula, dengan bevel

mengarah ke bawah, ke suatu titik sejauh molar ketiga, anestetikum dideponir perlahan-

lahan seperti pada waktu memasukkan jarum melalui jaringan.

d. Injeksi Lingual

Suntikkan jarum pada mukoperiosteum lingual setinggi setengah panjang akar

gigi yang dianestesi. Karena posisi dari gigi insisivus, sulit untuk mencapai daerah ini

dengan jarum yang lurus. Untuk mengatasi masalah ini, bisa digunakan “hub” yang

bengkok atau jarum yang dibengkokkan dengan cara menekannya antara ibu jari dan jari

lain. Deposisikan sedikit anestesi perlahan-lahan ke dalam mukoperiosteu. Jangagn

menggunakan penekanan. Anestesi biasanya timbul dengan cepat.

e. Injeksi N. Nasopalatinus

Titik suntikan terletak pada sepanjang papilla incisive yang berlokasi pada garis

tengah rahang, di posterior gigi insisivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas pada

garis tengah menuju canalis palatine anterior. Walaupun anestesi topical bias digunakan

untuk membantu menguranngi rasa sakit pada titik suntikan, anestesi ini mutklak harus

digunakan untuk injeksi nasopalatinus. Di anjurkan juga untuk melakukan anestesi

permulaan pada jaringan yang akan dilalui jarum.

f. Injeksi Nervus Palatinus Major

12

Page 13: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Tentukan titik tengah garus kayal yang ditarik antara tepi gingival molar ketiga

atas di sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan anestesi sedikit

mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral.

Karena hanya bagian n. palatinus major yang keluar dari foramen palatinus majus

yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan sampai masuk ke foramen. Injeksi ke

foramen atau deponiranestesi dalam jumlah besar pada orifisum foramen akan

menyebabkan teranestesinya n. palatinus mesius sehingga palatum molle menjadi kebas.

Keadaan ini akan menyebabkan timbulnya gagging .

g. Injeksi Sebagian Nervus Palatinus

Nervus palatinus bisa diblok pada sembarang titik sepanjang perjalanannya dari

foramen palatium major ke arah depan. Jadi anestesi mukoperiosteum palatum didapatkan

dari titik injeksi ke depan, ke regio kaninus.

Injeksi ini biasanya digunakan hanya untuk ekstraksi gigi atau pembedahan.

Injeksi ini digunakan bersama dengan injeksi supraperiosteal atau zigomatik.

h. Injeksi Intraseptal

Dua gigi yang berdekatan dengan septum yang diinjeksi sebaiknya diisolasi

dengan tampon atau gulungan kapas, sebelumnya gigi dan gingival sebaiknya diolesi

antiseptic.

Dengan bur intraseptal steril dalam handpiece lubangilah jaringan tepat di bawah

papilla intedental dan tekanlah bur kuat-kuat sampai mencapai tulang. Handpiece

distabilisir dengan meletakkan ujung jari ketiga dan keempat pada gigi didekatnya.

Setelah semua siap, yaitu kepala pasien ditahan untuk menghindari gerakan

mendadak, tangan operator stabil, dan bur mengarah pada sudut 45 terhadap sumbu

panjang gigi, motor dapat dihidupkan. Bur akan menembus tulang kortokal dan masuk ke

dalam tulang kanselus, operator akan merasakan perasaan yang mirip seperti ketika bur

menembus kamar pulpa. Kedalamannya dianggap cukup apabila sudah mencapai tulang

kanselus. Setelah bur dikeluarkan, operator harus melepaskan handpiece, menggantinya

13

Page 14: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

dengan syringe dan mengarahkan jarum ke lubang pengeboran tanpa merubah posisi atau

melepaskan tahanan pada kepala pasien.

Jika setitik darah kelihatan menutupi titik injeksi, tekanlah kasa steril atau kapas

kuat-kuat pada jaringan gingival sampai perdarahan berhenti.

Bila jarum sudah masuk ke tulang kanselus, deponirkan ¼ cc anestetikum

perlahan-lahan. Pendeponiran jangan dilakukan dengan tekanan. Pulpa dari gigi-gigi yang

berdekatan akan segera teranestesi.

Nervus V atau nervus trigeminus memiliki 3 cabang:

1. Nervus Ophtalmicus

Nervus ini keluar dari cranium melalui orifisium atau fissura pada dinding

posterior orbita yang disebut fissura orbitalis superior.

2. Nervus Maxillaris

Nervus ini meninggalkan cranium melalui foramen rotundum, melintasi fossa

pterygopalatina, masuk ke dalam fissura orbitalis inferior dan berjalan sepanjang

sulcus infra orbitalis pada facies superior maxillae untuk masuk ke dalam canalis

infra orbitalis. Di sini nervus maxillaris akan menjadi nervus infra orbitalis yang

14

Page 15: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

berakhir pada foramen infra orbitale dan mengeluarkan cabang ke palpebra

inferior, sisi lateral hidung dan labium oris superior.

Nervus maxillaris bercabang menjadi 4 bagian:

a. Nervus sphenopalatinus

Dua nervus sphenopalatina yang pendek ke ganglion sphenopalatina atau

disebut juga ganglion meckeliensis dan mengeluarkan percabangan vidian,

nervus pharyngeus, nervus palatini minores, nervus palatinus medius,

nervus palatinus major, nervus nasopalatinus, dan nervus nasalis superior.

Nervus nasopalatinus menginervasi mukoperiosteum di sebelah palatal

gigi-gigi anterior atas. Nervus palatinus major berjalan di sepanjang

canalis palatinus majus dan keluar melalui foramen palatinus majus untukk

menginervasi mukoperiosteum di bagian palatal molar atas dan premolar

atas. Bertumpang tindih dengan nervus nasopalatinus di bagian palatal gigi

caninus.

b. Nervus alveolaris superior posterior

Sebelum nervus maxillaris masuk ke dalam fissura orbitalis inferior,

bercabang-cabang pada jaringan lunak anterior ganglion meckeliensis,

berjalan di bawah permukaan posterior maxilla dan masuk ke dalam

foramen alveolaris gigi-gigi molar ketiga, molar kedua, dan molar pertama

pada akar palatal dan akar distobukal.

c. Nervus alveolaris superior medius

15

Page 16: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Setelah nervus maxillaris masuk canalis infra orbitalis, pada setengah

perjalanan akan bercabang-cabang dan berjalan pada dinding lateral sinus

maxillaris untuk menginervasi gigi premolar pertama dan premolar kedua

atas serta akar mesiobukal dari gigi molar pertama atas.

d. Nervus alveolaris superior anterior

Sebelum nervus maxillaris keluar dari foramen infraorbitalis, nervus ini

mengeluarkan percabangan untuk menginervasi gigi-gigi insisivus sentral,

insisivus lateral, caninus, membran mukosa labial, periosteum, dan

alveolus.

3. Nervus Mandibularis

Merupakan saraf terbesar yang keluar dari ganglion gasseri melalui foramen ovale

dan bercabang menjadi 3 bagian:

a. Nervus buccalis longus

Keluar tepat di luar foramen ovale dan berjalan diantara kedua caput

muscullus pterygoideus externus, menyilang ramus untuk kemudian masuk

ke pipi melalui muscullus buccinator, di sebelah bukal gigi molar ketiga

atas. Cabang-cabangnya akan menuju membrana mukosa bukal dan

mukoperiosteum di sebelah lateral gigi-gigi molar atas dan bawah.

b. Nervus lingualis

Saraf ini berjalan ke bawah superfisial dari muscullus pterygoideus

internus berlanjut ke lingual apeks gigi molar ketiga bawah, lalu saraf

masuk ke dalam lidah melalui dasar mulut dan menginervasi duapertiga

anterior lidah. Nervus ini mengeluarkan percabangan untuk menginervasi

mukoperiosteum dan membrana mukosa lingual.

c. Nervus alveolaris inferior

Merupakan cabang terbesar dari nervus mandibularis. Saraf ini turun di

balik muscullus pterygoideus externus, disebelah posterior dan di bagian

luar nervus lingualis, berjalan di antara ramus mandibulae dan ligamen

sphenomandibularis lalu masuk ke dalam canalis mandibularis. Dalam

perjalanannya pada canalis mandibularis, nervus alveolaris inferior

mengeluarkan percabangan untuk menginervasi gigi-geligi.

Percabangannya antara lain:

i. Nervus mylohyoideus

16

Page 17: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Merupakan cabang motorik yang keluar dari nervus alveolaris

inferior sebelum nervus alveolaris inferior masuk ke dalam

foramen mandibularis. Nervus ini akan menginervasi muscullus

mylohyoideus dan venter anterior muscullus digastricus.

ii. Rami dentalis braevis

Cabang dari nervus alveolaris inferior pada canalis mandibularis.

Rami ini akan menginervasi gigi molar, premolar, processus

alveolaris, dan periosteum.

iii. Nervus mentalis

Merupakan cabang sensoris yang berjalan keluar dari foramen

mentalis untuk menginervasi kulit dan membrana mukosa labium

oris inferior.

iv. Rami insisivus

Rami ini mengeluarkan cabang-cabang kecil untuk menginervasi

gigi-gigi insisivus sentral, insisivus lateral, dan caninus.

2.4. Rehabilitatif pasca eksodonsi

Bila gigi telah dicabut,soketnya sebaiknya diperiksa,dan setiap fragmen tulang

yang patah disingkirkan atau dilakukan pembersihan soket seperlunya.Soket bekas

pencabutan kemudian ditekan supaya mengurangi distorsi jaringan pendukung,pasien

diperbolehkan berkumur satu kali dengan campuran obat kumur hangat, dan kemudian

17

Page 18: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

pasien diinstruksikan untuk menggigit kuat-kuat gulungan kapas atau tampon sampai

tedapat bekuan darah dalam soket gigi.Gulungan kapas harus diatur supaya menekan

dengan kuat tepi soket yang berdarah dan gulungan kapas dapat juga ditutup dengan

selofan steril untuk mencegah penyerapan darah dari soket.

Tugas dokter gigi pada pasien belum berakhir dengan penempatan gulungan kapas

atau penjahitan yang terakhir.Dokter gigi harus yakin bahwa periode pascaoperatif bebas

dari sakit dan sedapat mungkin tidak timbul komplikasi.Analgesik perlu diresepkan bila

diperlukan (misalnya : aspirin).

Pasien juga harus diinstruksikan agar tidak kumur-kumur terlalu kuat,berolahraga

terlalu berat,memberikan rangsangan, atau makan atau minum yang sangat panas

sepanjang hari setelah pencabutan untuk mengurangi resiko pendarahan setelah

pencabutan.Sebelum diperbolehkan pulang pasien harus diajarkan bagaimana

menempatkan gulungan kapas atau sapu tangan bersih yang dilipat pada soket gigi dan

digigit dengan kuat supaya dapat menghentikan pendarahan yang mungkin terjadi.

Luka bekas pencabutan harus dibersihkan dengan berkumur cairan saline hangat

sebelum tidur pada hari pencabutan.Penyembuhan dapat pula dibantu dengan cukup

sering berkumur-kumur cairan saline hangat selama 2-3hari setelah pencabutan.Cairan ini

dapat dibuat denganmelarutkan 1/2 sendok teh garam dalam segelas air hangat,tapi bukan

air panas. Kumur-kumur dilakukan cukup sering terutama pasa daerah pencabutan dan

cairan ditahan selama mungkin dalam mulut. Berkumur-kumur cairan tersebut amat

berguna terutama bila dilakukan segera setelah makan dan sebelum tidur.

Efek anastesi lokal pada bibir,lidah, atau pipi mungkin akan tetap bertahan selama

2-3hari dan selama periode tersebut jaringan lunak dapat rusak karena tergigit. Pasien

harus diingatkan akan bahaya ini dan diusahakan untuk kembali lagi bila terjadi suatu

komplikasi selama periode penyembuhan.

18

Page 19: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Anastesi lokal

3.1.1 Jenis obat anastesi lokal

Anestetika lokal terdiri dari 3 bagian, gugus amin hidrofilik yang dihubungkan

dengan gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara. Gugus antara dan gugus aromatik

dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester.

Berdasarkan ikatan ini, anestetika lokal digolongkan menjadi :

- senyawa ester (prokain, tetrakain, benzokain, kokain)

- senyawa amida (lidokain, dibukain, mepivakain, prilokain)

Secara umum anestetik local mempunyai rumus dasar yang terdiri dari 3 bagian: gugus

amin hidrofil yang berhubungan dengan gugus residu aromatic lipofil melalui suatu gugus

antara. Gugus amin selalu berupa amin tersier atau amin sekunder. Gugus antara dan

gugus aromatic dihubungkan dengan ikatan amid atau ikatan ester. Maka secara kimia

anestetik local digolongkan atas senyawa ester dan senyawa amid. 

Yang tergolong kedalam golongan amida (-NHCO-): Lidokain (xylocaine, lignocaine),

mepivakain (carbocaine), prilokain (citanest), bupivacain (marcaine), etidokain

(duranest), dibukain (neupercaine), ropivakain (naropin), levobupivacaine (chirocaine).

                Obat baru pada dasarnya adalah obat lama dengan mengganti, mengurangi atau

menambah bagian kepala, badan, dan ekor. Di Indonesia yang paling banyak digunakan

ialah lidokain dan bupivakain. 

TABEL

Amida topikal infiltrasi Blok

Saraf

ARIV Epidural Spinal

intratekal

Lidokain + + + + + +

Etidokain - + + - + -

Prilokain - + + + + -

Mepivakain - + + - + -

Bupivakain - + + - + +

Ropivakain - + + - + +

levobupivakain - + + - + +

19

Page 20: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

  DIBUKAIN  

Devirat kuinon ini, merupakan anestetik local yang paling kuat, paling toksik dan

mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira0kira 15

kali lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3 kali lebih panjang. Dibukain HCl

digunakan untuk anesthesia suntikan pada kadar 0,05-0,1%; untuk anesthesia topical

telinga 0,5-2%; dan untuk kulit berupa salep 0.5-1%. Dosis total dibukain pada anesthesia

spinal ialah 7,5-10mg 

LIDOKAIN

FARMAKODINAMIK

Lidokain (Xilokain) adalah anestetik local yang kuat yang digunakan secara luas

dengan pemberian topical dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih

lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain merupakan

aminoetilamid. Pada larutan 0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2% lebih toksik

daripada prokain. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anesthesia infiltrasi, sedangkan

larutan 1,0-2% untuk anesthesia blok dan topical. Anesthesia ini efektif bila digunakan

tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbs dan toksisitasnya bertambah dan masa

kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif

terhadap prokain dan juga epinefrin. Lidokain dapat menimbulkan kantuk sediaan berupa

larutan 0,5%-5% dengan atau tanpa epinefrin. (1:50.000 sampai 1: 200.000).    

FARMAKOKINETIK

Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah

otak. Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60% kadar dalam darah ibu. Di dalam

hati, lidokain mengalami deakilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda (Mixed-Function

Oxidases ) membentuk monoetilglisin xilidid  dan glisin xilidid. Kedua metabolit

monoetilglisin xilidid maupun glisin xilidid ternyata masih memiliki efek anestetik local.

Pada manusia 75% dari xilidid akan disekresi bersama urin dalam membentuk metabolit

akhir, 4 hidroksi-2-6 dimetil-anilin.

EFEK SAMPING.

Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya

mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Mungkin sekali

metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam

timbulnya efek samping ini.

20

Page 21: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau

oleh hentijantung

INDIKASI

Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anesthesia infiltrasi, blockade

saraf, anesthesia epidural ataupun anesthesia selaput lender. Pada anesthesia infitrasi

biasanya digunakan larutan 0,25% – 0,50% dengan atau tanpa adrenalin. Tanpa adrenalin

dosis total tidak boleh melebihi 200mg dalam waktu 24 jam, dan dengan adrenalin tidak

boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. Dalam bidang kedokteran gigi,

biasanya digunakan larutan 1 – 2 % dengan adrenalin; untuk anesthesia infiltrasi dengan

mula kerja 5 menit dan masa kerja kira-kira satu jam dibutuhkan dosis 0,5 – 1,0 ml. untuk

blockade saraf digunakan 1 – 2 ml.

Lidokain dapat pula digunakan untuk anesthesia permukaan. Untuk anesthesia

rongga mulut, kerongkongan dan saluran cerna bagian atas digunakan larutan 1-4%

dengan dosis maksimal 1 gram sehari dibagi dalam beberapa dosis. Pruritus di daerah

anogenital atau rasa sakit yang menyertai wasir dapat dihilangkan dengan supositoria atau

bentuk salep dan krem 5 %. Untuk anesthesia sebelum dilakukan tindakan sistoskopi atau

kateterisasi uretra digunakan lidokain gel 2 % dan selum dilakukan bronkoskopi atau

pemasangan pipa endotrakeal biasanya digunakan semprotan dengan kadar 2-4%.

Lidokain juga dapat menurunkan iritabilitas jantung, karena itu juga digunakan sebagai

aritmia.

MEPIVAKAIN HCl.

Devirat amida dari xylidide ini cukup populer sejak diperkenalkan untuk tujuan

klinis pada akhir 1950-an.Anestetik lokal golongan amida ini sifat farmakologiknya mirip

lidokain. Mepivekain digunakan untuk anesthesia infiltrasi, blockade saraf regional dan

anesthesia spinal. sediaan untuk suntikan merupakan larutan 1,0; 1,5 dan 2%.

Kecepatan timbulnya efek, durasi aksi, potensi, dan toksisitasnya mirip dengan

lidokain. Mepivakain tidak mempunyai sifat alergenik terhadap agen anestesi lokal tipe

ester. Agen ini dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan untuk anestesi

infiltrasi atau regional namun kurang efektif bila digunakan untuk anestesi topikal.

Mepivakain dapat menimbulkan vasokonstriksi lebih ringan daripada lignokain tetapi

biasanya mepivacain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan adrenalin 1:

80.000. maksimal 5 mg/kg berat tubuh. Satu buah cartridge biasanya sudah cukup untuk

anestesi infiltrasi atau regional.

21

Page 22: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Mepivacain kadang-kadang dipasarkan dalam bentuk larutan 3 % tanpa

penambahan vasokonstriktor, untuk medapat kedalaman dan durasi anestesi pada pasien

tertentu di mana pemakaian vasokonstriktor merupakan kontradiksi. Larutan seperti ini

dapat menimbulkan anestesi pulpa yang berlangsung antara 20-40 menit dan anestesi

jaringan lunak berdurasi 2-4 jam. Obat ini jangan digunakan pada pasien yang alergi

terhadap anestesi lokal tipe amida, atau pasien yang menderita penyakit hati yang parah.

Mepivacain yang dipasarkan dengan nama dagang Carbocainebiasanya tidak

mengandung paraben dan karena itu, dapat digunakan pada pasien alergi

paraben. Mepivakain lebih toksik terhadap neonatus, dan karenanya tidak digunakan

untuk anestesia obstetrik. Mungkin ini ada hubungannya dengan pH darah neonatus yang

lebih rendah, yang menyebabkan ion obat tersebut terperangkap, dan memperlambat

metabolismenya. Pada orang dewasa, indeks terapinya lenbih tinggi daripada lidokain.

Mula kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya lebih panjang sekitar

20%. Mepivakain tidak efektif sebagai anestetik topikal. Toksisitas mepivacain serata

dengan lignokain (lidokain) namun bila mepivacain dalam darah sudah mencapai tingkat

tertentu, akan terjadi eksitasi sistem saraf sentral bukan depresi, dan eksitasi ini dapat

berakhir berupa konvulsi dan depresi respirasi.

PRILOKAIN HCl.

Walaupun merupakan devirat toluidin, agen anestesi lokal tipe amida ini pada

dasarnya mempunyai formula kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan lignokain dan

mepivakain. Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain,

tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama daripada lidokain. Prilokain juga

menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik ialah prilokain dapat

menimbulkan methemoglobinemia; hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain

yaitu orto-toluidin dan nitroso- toluidin. Walaupun methemoglobinemia ini mudah diatasi

dengan pemberian biru-metilen intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB larutan 1 %  dalam

waktu 5 menit; namun efek terapeutiknya hanya berlangsung sebentar, sebab biru metilen

sudah mengalami bersihan, sebelum semua methemoglobin sempat diubah menjadi Hb.

Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia disuntikan dengan sediaan

berkadar 1,0; 2,0 dan 3,0%. Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk garam

hidroklorida dengan nama dagang Citanest dan dapat digunakan untuk mendapat anestesi

infiltrasi dan regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk mendapat

efek anestesi topikal.Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada

22

Page 23: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

lignokain namun anastesi yang ditimbulkannya tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga

kurang mempunyai efek vasodilator bila dibanding dengan lignokain dan biasanya

termetabolisme dengan lebih cepat. Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan

lignokain tetapi dosis total yang dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400 mg.Salah

satu produk pemecahan prilokain adalah ortotoluidin yang dapat menimbulkan

metahaemoglobin. Metahaemoglobin yang cukup besar hanya dapat terjadi bila dosis obat

yang dipergunakan lebih dari 400 mg. metahaemoglobin 1 % terjadi pada penggunaan

dosis 400 mg, dan biasanya diperlukan tingkatan metahaemoglobin lebih dari 20 % agar

terjadi simtom seperti sianosis bibir dan membrane mukosa atau kadang-kadang depresi

respirasi.

Karena pemakainan satu cartridge saja sudah cukup untuk mendapat efek anestesi

infiltrasi atau regional yang diinginkan, dank arena setiap cartridge hanya mengandung 80

mg prilokain hidroklorida, maka resiko terjadinya metahaemoglobin pada penggunaan

prilokain untuk praktek klinis tentunya sangat kecil. Walaupun demikian, agen ini jangan

digunakan untuk bayi, penderita metaharmoglobinemia, penderita penyakit hati, hipoksia,

anemia, penyakit ginjal atau gagal jantung, atau penderita kelainan lain di mana masalah

oksigenasi berdampak fatal, seperti pada wanita hamil. Prilokain juga jangan

dipergunakan pada pasien yang mempunyai riwayat alergi terhadap agen anetesi tipe

amida atau alergi paraben.Penambahan felypressin (octapressin)dengan konsistensi 0,03

i.u/ml (=1:200.000) sebagai agen vasokonstriktor akan dapat meningkatakan baik

kedalam maupun durasi anestesi. Larutan nestesi yang mengandung felypressin akan

sangat bermanfaat bagi pasien yang menderita penyakit kardio-vaskular.

BUPIVAKAIN (MARCAIN).

Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan butyl

piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan

efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain

lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa

pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat mengurangi

dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada pascapembedahan Caesar. Pada

dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain

dan bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+ jantung (cardiac

Na+ channels) selama sistolik. Namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada

lidokain selama diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada

23

Page 24: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

akhir diastolik. Manifestasi klinik berupa aritma ventrikuler yang berat dan depresi

miokard. Keadaan ini dapat terjadi pada pemberian bupivakain dosis besar. Toksisitas

jantung yang disebabkan oleh bupivakain sulit diatasi dan bertambah berat dengan adanya

asidosis, hiperkarbia, dan hipoksemia.Ropivakain juga merupakan anestetik lokal yang

mempunyai masa kerja panjang, ddengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah

daripada bupivakain pada dosis efektif yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam

menimbulkan anestesia dibandingkan bupivakain.Larutan bupivakain hidroklorida

tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan

paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah sekitar 2

mg/KgBB.

NAROPIN (ROPIVAKAIN HCl) INJEKSI

Sifat-sifat naropin injeksiNaropin injeksi mengandung ropivakain HCl, yaitu obat

anestetik lokal golongan amida. Naropin injeksi adalah larutan isotonik yang steril,

mengandung bahan campuran obat (etantiomer) yang murni yaitu Natrium Klorida

(NaCl) agar menjadi larutan isotonik dan aqua untuk injeksi. Natrium Hidroksida (NaOH)

dan/ atau asam Hidroklorida (HCl) dapat ditambahkan untuk meyesuaikan pHnya

(keasamannya). Naropi injeksi diberikan secara parentral.Nama kimia ropivakain HCl

adalah molekul S-(-)-1-propil-2,6-pipekoloksilida hidroklorida monohidrat. Zat bat

berupa bubuk kristal berwarn putih dengan rumus molekul C17H26N2O-R-HCl-H2O dan

berat molekulnya 328,89. Struktur molekulnya adalah sebagai berikut:Pda suhu 250C,

kelarutan ropivakain HCl dalam air adalah 53,8 mmg/mL dengan rasio distribusi antara n-

oktanol dan fosfat bufer pada pH 7,4 adalah 14:1 dan pKanya 8,07 dalam larutan KCl 1

M. pKa ropivakain hampir sama denganbupivkain (8,1) dan mendekati pKa mepivakain

(7,7) . akan tetapi kelarutan ropivakain dalam lemak (lipid) berada diantar kelarutan

bupivakain dan mepivakain.Naropin injeksi tidak mengandung bahan pengawet dan

tersedia dalam bentuk sediaan dosis tunggal dengan konsentrasi masing-masing 2,0

mg/mL (o,2%), 5,0 mg/mL (0,5%), 7,5 mg/mL (0,75%), dan 10 mg/mL (1,0%). Gravitas

(berat) larutan Naropin injeksi berkisar antara 1,002 sampai 1,005 pada suhu 24oC.

Efek samping naropin injeksi

Efek samping ropivakain mirip dengan efek samping anastetik lokal kelompok

amida lainnya. Reaksi  efek samping anastetik lokal kelompok amida terutama berkaitan

dengan kadarnyan dalam plasma yang berlebihan, yang dapat terjadi apabila melebihi

24

Page 25: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

dosis, jarum suntik masuk ke dalam pembuluh darah tanpa sengaja atau jika metaolisme

obat tersebut dalam tubuh lambat.

Kejadian tentang efek sampingnya telah dilaporkan berdasarkan penelitian klinik

yang telah dilakukan di amerika serikat dan negara-negara lainnya. Obat yang dijadikan

acuan biasanya adalah bupivakain. Penelitian tersebut meggunakan bermacam-macam

obat premedikasi, sedasi dan prosedur pembedahan. Sebanyak 3988 pasien diberikan

naropin dengan konsentrasi sampai 1 % dalam percobaan klinik. Setiap pasien dihitung

sekali untuk setiap jenis reaksi efek smaping yang dialaminya.

Efek samping sistemik

Efek samping akut yang Paling sering dijumpai dan memerlukan penanganan yang cepat

adalah efek sampingnya pada sistem saraf pusat (SSP) dan sistem kardiovaskuler. Reaksi

efek samping ini pada umumnya tergantung pada dosis dan disebabkan oleh kadar obat

dalam plasma yang tinggi yang bisa terjadi karena over dosis, absorbsi (penyerapan) obat

terlalu cepat dari tempat suntikan, rendahnya toleransi pasien terhadap obat, atau apabila

jarum suntik anastesi lokal masuk ke dalam pembuluh darah. Di samping toksisitas

sistemiknya yang tergantung pada dosis, masuknya obat ke dalam subaraknoid secara

tidak sengaja ketika melakukan blok epidural melalui lumbal (tulang punggung) , atau

ketika melakukan blok saraf di dekat kolumna vertebra (khususnya di bagian kepala dan

dibagian leher), dapat mengakibatkan depresi pernafasan dan apnea (sesak nafas) total

atau apnea sesuai tingkat saraf spinal yang mengontrol pernafasan. Juga dapat terjadi

hipotensi karena berkurangnya tonus (kekuatan) saraf simpati atau para lisis respirasi

(kelumpuhan otot-otot pernafasan) serta hipoventilasi karena obat anastetik mencapai

tingkatan saraf motorik di kepala.

Keadaan ini dapat memicu henti jantung apabila tidak ditangani dengan segera.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan obat dengan protein plasma misanya asidosis,

penyakit sistemik yang dapat mengubah produksi protein dalam tubuh, atau kompetensi

dengan obat-obat lainnya untuk berikatan dengan protein, dapat menurunkan toleransi

(daya terima terhadap obat) seorang pasien.                Pemberian naropin secara epidural

pada beberapa kasus seperti halnya pemberian obat-obat anastesi lainnya dapat

meningkatkan suhu tubuh secara mendadak diatas 38,5oC. ini paling sering terjadi apabila

dosis naropin diatas 16mg/jam.

Effek Samping Pada Sistem Saraf

Efek samping ini ditandai dengan kegelisahan dan depresi. Ketegangan,

kecemasan, pusing, telinga berdengung (tinitus), penguatan kabur, atau tremor (bergetar)

25

Page 26: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

dapat terjadi dan bahkan dapat menimbulkan komvulsi (kejang otot). Akan tetapi,

kegelisahan dapat terjadi mendadak atau bisajuga tidak terjadi, dimana reaksi efek

samping hanya berupa depresi. Depresi ini bisa berlanjut menjadi rasa kantuk dan

akhirnya kesadaran pasien hilang dan terjadi henti nafas. Efek samping lainnya pada

sistem saraf pusat adalah nausea (mual), muntah menggigil, dan konstriksi pupil (pupil

mata menyempit).

Efek Samping pada Sistem Kardiovaskuler.

Dosis tinggi atau masuknya jarum suntik kedalam pembukuh darah dapat

menyebabkan kadar obat dalam plasma meningkat sehingga mengakibatkan depresi otot

jantung (jantung menjadi lemah), darah yang dipompa jantung berkurang, hambatan

konduksi saraf pada jantung, hipotensi, bradikardi (denyut nadi kurang 60 kali/menit),

aritmia ventrikular (denyut jantung tidak berirama), yaitu takikardi ventrikel (denyut

jantung diatas 100 kali/ menit) dan vibrilasi atrium (jantung berdebar) dan bahkan henti

jantung (oleh karena itu, perlu diperhatikan catatan peringatan, pencegahan, dan

overdosis  pada label obat).

Efek Samping Alergi

Pada penggunaan naropin injeksi, jarang terjadi reaksi alergi tetapi bisa saja

terjadi jika pasien terlalu sensitif terhadap obat anestesi lokal (perhatikan peringatan pada

label obat). Reaksi efek samping alergi ditandai dengan gejala-gejala berupa urtikaria

(kulit bengkak merah), pruritus (gatal-gatal), eritema (kulit merah-merah), udem

angioneurotik (misalnya udem laring), takikardi, bersin-bersin, mual, muntah, pusing,

sinkop (pingsan), keringatan, badan panas dan bahkan reaksi anapilaksis (termaksuk

hipotensi berat). Sensistifitas silang antar obat anestesi lokal kelompok amida pernah

terjadi. Bupivacain Injeksi bupivacain HCl merupkan solusi isotonik steril yang

mengandung agen anastetik lokal dengan atau tanpa epinefrin 1:2000 dan diinjeksikan

secara parenteral. Bupivacain PKA memiliki kemiripan dengan lidocain dan memiliki

derajat slubilitas lipid yang lebih besar. Bupivacin dihungkan secara kimia dan

farmakologis dengan aastetik lokal amino acyl. Bupivacain merupakan homolog dari

mepivacain dan secara kimiawi dihubungkan dengan lidocain. Ketiga anastetik ini

mengandung rantai amida dan amino. Berbeda dengan anastetik lokal tipe procain yang

memiliki ikatan ester. Setiap 1 ml larutan isotonik steril mengandung bupivacain

hidroklorida dan 0.005 mg epinefrin, dengan 0.5 mg sodium metabisulfite sebagai anti

oksidan dan 0.2 mg asam sitrat sebagai stabilisasi.

26

Page 27: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Duranest ( Etidokain)

Indikasi

Duranest ( etidocaine HCl) indikasi pemberian suntikan untuk anasesi infiltrasi,

perpheral nerve blok (pada Brachial Plexus, intercostals, retrobulbar, ulnar dan inferior

alveolar) dan pusat neural blok ( Lumbat atau Caudal epidural blok).

Dosis

Dengan semua anastesi lokal, dosis dari Duranest ( Etidocaine HCl) pemberian

suntikan dengan memkai daerah depend upon untuk pemberian anastetiknya, Pembuluh

darahnya halus, nomor dari bagian neuronal menjadi terhalang, tipe dari anastetik adalah

regional, dan kondisi badan dai seorang pasien. Dosis maksimum dengan memakai 1

suntikan ditentukan pada dasar dari status pasien, dengan menjalankan tipe anastetik

regional meskipun 1suntikan 450 mg yang dipakai untuk anastetik regional tanpa

menimbulkan efek. Pada waktu sekarang salah bila menerima bentuk dosis maksimum

dari 1 suntikan tidak melampaui 400 mg ( approximately 8,0 mg/kg atau 3,6 mg/lb

dibawah 50 kg berat badan seseorang) dengan epenefrin 1:200,000 dan 1:300,000

( approximately 6 mg/kg atau 2.7 mg/lb dibawah 50 kg berat badan seseorang) tanpa

epinefrin.

Caudal dan Lumbar Epidural Blok

Tindakan pencegahan bertentangan, kadang-kadang pengalaman kurang baik

sehingga tidak sengaja mengikuti penembusan pada daerah Subarachnoid. Dosis

percobaan 2-5 ml memberi bentuk obat sampai 5 menit pertama, total volume suntikan

pada Lumbar atau Caudal Epidural blok, bentuk dosis percobaan diberikan berulang-

ulang jika pasien bergerak seperti biasa bahwa catheter boleh dipindahkan. Epinefrin jika

berisi dosis percobaan (10-15 mg) boleh membantun pada penembusan suntikan intra

vaskular. Jika suntikan mengenai Blood Vessel, berjalanya epinefrin untuk menghasilkan

“Respon Epinefrin” dalam 45 menit terdiri dari bertambahnya tekanan darah sistolik heart

rate. Circumolar pallor, palpitis pada seorang pasien.

Dipakai pada Kedokteran Gigi

Ketika pemberian anastetik lokal pada bidang kedokteran gigi, dosis Duranest

(Etidocaine Hcl) pemberiannya pada saat pasien masih sadar pemberian anastetiknya

pada bagian oral cavity, vaskularisasinya pada oral tissue, volume efektif pada anastesi

lokal harus benar-benar tepat. Pada oral cavity pemberian anastesi lokal dan teknik serta

prosedurnya harus spesifik. Bentuk keperluan dosis determinan pada individu dasar, pada

27

Page 28: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

maxilla, inferior alveolar, nervus blok dosisnya 1,0-50 mL dan pemberian Duranest 1.5%

sedangkan dengan epinefrin 1:200,000 biasanya sangat efektif.

Sistem Cardiovaskular

Manisfestasi kardiovakular biasanya menekan pada karakteristik oleh bradi kardi,

pembuluh darah kolaps, dan berbagai macam penyakit cardiac, reaksi alergi merupakan

karakteristik dari lesi cutaneus, urticaria, edema atau reaksi anapilaktik. Reaksi aleri bleh

terjadi dari akibat sensitive dari anastesi lokal, untuk methylparaben pada obat dengan

berbagai macam dosis obat, mengetahui sensifitas pada kulit jika disentuh dan biasanya

double harganya.

3.1.2 Farmakologi dan farmakokinetik obat anastesi lokal

Uptake

Ketika obat diinjeksikan pada jaringan, anastesi akan bereaksi pada pembuluh

darah di area yang injeksikan. Semua obat anastesi lokal memiliki derajat vasoaktivitas,

kebanyakan menyebabkan dilatasi dari pembuluh darah. Anastesi lokal golongan ester

merupakan obat vasodilatasi yang poten. Procaine juga paling vasodilator yang poten dan

sering digunakan ketika aliran darah tepi kompromise akibat injeksi intraarterial (IA).

Tetracaine, chloroprocaine, dan propoxycaine juga menyebabkan vasodilatasi dalam

berbagai derajat tapi tidak setinggi procaine.

Kokain adalah satu-satunya obat yang memiliki pengaruh vasokontriktor. Aksi

awal kokain menyebabkan pengaruhh vasodilatasi, tetapi kemudian diikuti dengan

vasokontriksi yang intense dan panjang. Hal ini dikarenakan adanya inhibisi oleh

penyerapan katekolamin ke dalam jaringan lunak. Hasilnya adalah noreepinefrin yang

banyak, yang menyebabkan terjadinya vasokontriktor yang lama dan panjang. Dan hal ini

tidak terjadi pada obat anastesi lokal yang lain, seperti lidocaine dan bupivacaine.

Efek klinis dari vasodilatasi akan meningkatkan kadar absorpsi dari anastesi lokal ke

dalam darah, seiring menurunnya durasi sakit ketika terjadi peningkatan kadar obat di dalam

darah dan potensi terjadinya overdosis. Anastesi lokal ketika diabsorbsi ke dalam aliran darah

dan menjadi titik tertinggi mereka sangat dipengaruhi oleh jalan masuk dari anastesi tersebut.

Route Waktu ketika obat mencapai titik tertinggi

(min)

Intravena

Topikal

1

5

28

Page 29: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Intramuskular

Subkutan

5-10

30-90

Distribusi

Ketika diabsorbsi ke dalam darah, anastesi lokal akan didistribusikan melewati

seluruh jaringan tubuh. Besarnya perfusi organ seperti otak, kepala, hati, ginjal, paru, dan

limpa pada awalnya memiliki kadar anastesi di dalam darah yang lebih tinggi. Otot

tulang, walaupun perfusi tidak setinggi seperti organ-organ tersebut, tetapi berisi anastesi

lokal dengan persentase paling besar dibandingkan dengan jaringan atau organ di seluruh

tubuh.

Level obat dalam darah bersignifikan dengan potensi toksisitas dari obat itu

sendiri. Level obat dalam darah dipengaruhi oleh berbagai faktor :

1. Kadar obat yang diabsorbsi yang diserap oleh sistem kardiovaskular.

2. Kadar distribusi obar dari vaskularisasi menuju jaringan.

3. Penghilangan obat melewati jalan metabolik dan/atau ekresi.

Dua faktor terakhir bertindak menurunkan level darah dari anastesi lokal.

Kadar obat yang dihilangkan dari darah dijelaskan sebagai separuh perjalanan

obat itu sendiri.

Semua anastesi lokal melewati pelindung darah otak. Obat juga melewati

plasenta dan memasuki sistem sirkulasi fetus.

Metabolisme

Perbedaan yang utama dari kedua klasifikasi obat anastesi antara amida dan ester

adalah dimana kedua obat tersebut dibawa untuk mengalami pemecahan metabolisme.

Metabolisme (atau biotransformasi) dari anastesi lokal sangat penting, karena hampir

semua toksisitas obat tergantung dari keseimbangan antara kadar absorpsi ke dalam

pembuluh darah di tempat injeksi and kadar penghilangan obat dari darah dari proses

pemasukan ke dalam jaringan dan metabolisme.

1. Ester

Anastesi lokal dihidrolisis di dalam plasma oleh enzim pseudocholinesterase.

Kadar hidrolisis akan berdampak pada potensi toksisitas dari anastesi obat.

Chloropocaine, adalah obat yang paling cepat dihidrolisis, sedangkan, tetracaine 16 kali

lebih lama dibanding chloropocaine, yang menyebabkan sifatnya paling bersifay toksik.

Procaine dihidrolisis ke asam para-aminobenzoat (PABA), yang akan diekresi lewat urin

29

Page 30: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

tanpa mengalami perubahan, dan ke diethylamino alcohol, yang dirubah terlebih dahulu

untuk diekresi. Reaksi alergi bisa terjadi akibat respon dari obat anastesi golongan ester

yang biasanya tidak berhubungan dengan PABA, yang sebagain besar produk dari

metabolisme anastesi lokal golongan ester.

Kira-kira satu dari 2800 orang memiliki atipikal bentuk enzim

pseudocholineterase, yang menyebabkan terjadinya ketidakmampuan dihidrolisa ester dan

obat kimia yang berhubungan. Dan mengakibatkan terjadinya perpanjangan dari level

obat dalam darah yang akan meningkatkan tingkat toksisitas obat. Atipikal

pseudocholinetase merupakan sifat herediter. Riwayat keluarga yang lain “penghambat”

selama general anastesi harus menjadi perhatian evaluasi baik oleh dokter maupun dokter

gigi. Pasien yang telah diketahui maaupun sebagai suspect dari riwayat keluarga di pasien

atau keluarga biologis dari atipikal pseudocholinetase berasal merupakan suatu

kontraindikasi yang relatif untuk digunakan anastesi lokal golongan ester.

Ada kontraindikasi yang absolut dan kontraindikasi yang relatif. Kontraindikasi

mutlak, artinya dibawah kondisi apapun seharusnyaobat tersebut tidak dipakai pada

pasien karena akan berpotensi menyebabkan keracunan atau kematian menjadi

meningkat. Kontraindikasi relatif adalah obat tersebut dapat dipakai pada pasien tersebut

setelah penanganan yang hati-hati terhadap resiko pemakaian obat yang dapat berpotensi

membaik dan jika obat altenatif tidak tersedia.

2. Amida

Metabolisme dari golongan amida lebih kompleks dibandingkan dnegan

golongan ester. Daerah utama untuk biotranformasi amida adalah di hati. Hampir seluruh

proses metabolik terjadi di hati untuk obat lidocaine, mepivacaine, articaine, etidocaine.

Prilokaine dimetabolisme di hati, dan beberapa kemungkinan di paru.

Derajat biotranformasi dari lidocaine, mepivacaine, articaine, atidocaine, dan

bupivacaine hampir semuanya sama. Prilocaine lebih cepat dibiotranformasi dari semua

golongan amida. Kira-kira 70 % dosis dari injeksi lidocaine dibiotransformasikan di

pasien dengan fungsi hati yang normal. Pasien dengan aliran darah yang lebih lambat dari

normal (hipotensi, kerusakan hati kongestif) atau penurunan fungsi hari (sirosis) tidak

bisa me-biotransformasikan amida secara normal. Biotranformasi yang lebih lambat dari

normal dapat menyebabkan peningkatan level obat dalam darah dan berpotensi terjadinya

peningkatan toksisitas.

30

Page 31: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Produk biotranformasi dari seluruh anastesi lokal berkemampuan untuk

mempengaruhi aktivitas klinis jika dibiarkan terakumulasi di dalam darah. Hal ini terlihat

di ginjal atau kerusakan jantung dan selama perpanjangan periode pelaksanaan obat.

Contoh klinis adalah produksi methemoglobinemia ini pasien yang menerima prilocaine

dan articaine dalam dosis besar. Prilocaine, secara langsung tidak dapat menyebabkan

methemoglobin. Tetapi hasil produk utama dari prilocaine, yaitu orthotoluidine, bisa

menginduksi terjadinya pembentukan methemoglobin, yang bertanggung jawab

terjadinya methemoglobnimenemia. Jika kadar methemoglobin di dalam darah naik,

tanda klinis dan simptom akan menjadi nampak.

Ekresi

Ginjal merupakan organ ekresi utama bagi kedua golongan obat anastesi lokal baik

ester maupun amida dan metabolisme. Persentasi berdasarkan dosis obat anastesi akan

diekresi tanpa dirubah melalui urin. Persentasi tergantung dari obat. Ester hanya ada

dalam konsentrasi yang cukup kecil di dalam urin. Hal ini dikarenakan ester hampir dapat

dihidrolisa hampir secara sempurna di dalam plasma. Procaine terdapat di dalam urin

sebagai PABA (90%) dan 2% tanpa mengalami perubahan. 10% dari dosis kokain

ditemukan di dalam urin tanpa mengalami perubahan. Amida biasanya terdapat di dalam

urin dalam presentasi yang lebih besar dibanding ester, hal ini dikarenakan amida melalui

proses biotranformasi yang cukup kompleks.

3.1.3 Teknik anastesi lokal

Teknik anestesi lokal di bidang kedokteran gigi dapat dibedakan menjadi beberapa

kelompok berdasarkan atas luas area yang teranestesi, dan tempat insersi jarum.

Berdasarkan area yang teranestesi, anestesi lokal dapat  dibedakan  menjadi :

1. Nerve Block

Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar batang saraf utama,

sehingga mampu menganestesi daerah yang luas yang mendapat inervasi dari

percabangan saraf utama tersebut. Teknik ini sering digunakan di rongga mulut

khususnya di rahang bawah. Kerugian dari teknik ini adalah bahwa biasanya

pembuluh darah letaknya berdekatan dengan batang saraf, maka kemungkinan

terjadi penetrasi pembuluh darah cukup besar. Contoh : inferior alveolar nerve

block.

31

Page 32: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

2. Field Block

Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar cabang saraf

terminal dengan tujuan untuk memblokir semua persarafan sebelah distal dari

tempat injeksi cairan anestesi. Efek anestesi meliputi darah yang terbatas (tidak

seluas pada teknik nerve block) contoh : injeksi di sekitar apeks akar gigi rahang

atas.

3. Lokal infiltrasi

Larutan anestesi lokal dituntikkan di sekitar ujung-ujung saraf terminal

sehingga efek anestesi hanya terbatas pada tempat difusi cairan anestesi tepat pada

area yang akan dilakukan instrumentasi. Teknik ini terbatas hanya untuk anestesi

jaringan lunak.

Topikal anesthesia

Teknik ini dilakukan dengan  cara mengoleskan larutan anestesi pada

permukaan mukosa atau kulit dengan tujuan untuk meniadakan stimulasi pada

ujung-ujung saraf bebas (free nerve endings). Anestesi topikal dapat digunakan

pada tempat yang akan diinjeksi untuk mengurangi rasa sakit akibat insersi jarum.

Berdasarkan tepat insersi jarum, teknik injeksi anestesi lokal dapat

dibedakan menjadi :

1. Submucosal injection

Jarum diinsersikan dan cairan anestesi dideponir ke dalam jaringan di

bawah mukosa sehingga larutan anestesi mengadakan difusi pada tempat tersebut.

2. Paraperiosteal injection

Jarum diinsersikan sampai mendekati atau menyentuh periosteum, dan

setelah diinjeksikan larutan anestesi mengadakan difusi menembus periosteum

dan porositas tulang alveolar.

3. Intraosseous injection

Injeksi dilakukan ke dalam struktur tulang, setelah terlebih dahulu dibuat

suatu jalan masuk dengan bantuan bur.

4. Interseptal injection

Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik intraosseous, dimana jarum

disuntikkan ke dalam tulang alveolar bagian interseptal diantara kedua gigi yang

akan dianestesi. Teknik ini biasanya dilakukan untuk mempermudah pelaksanaan

injeksi intraosseous.

32

Page 33: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

5. Intraperiodontal injection

Jarum  diinjeksikan langsung pada periodontal membran dari akar gigi

yang bersangkutan.

6. Pappilary Injection

Teknik ini sebenarnya termasuk teknik submukosa yang dilakukan pada

papila interdental yang melekat dengan periosteum. Teknik ini diindikasikan

terutama pada gingivectomy, yang memerlukan baik efek anestesi maupun efek

hemostatis dari obat anestesi.

Anestesi lokal pada rahang atas dapat dilakukan dengan beberapa teknik injeksi

diantaranya :

1. Lokal infiltration (submucous injection)

2. Field block (araperiosteal injection)

3. Anterior superior alveolar nerve block (paraperiosteal injection)

4. Middle superior alveolar nerve block (paraperiosteal injection)

5. Posterior superior alveolar nerve block

6. Infra orbital nerve block

7. Nasopalatine nerve block

8. Anterior palatine nerve block

3.1.4 Tenik anastesi pada maksila dan mandibula

Persyarafan pada maksila dan mandibula

Nervus V atau nervus trigeminus memiliki 3 cabang:

4. Nervus Ophtalmicus

Nervus ini keluar dari cranium melalui orifisium atau fissura pada dinding

posterior orbita yang disebut fissura orbitalis superior.

33

Page 34: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

5. Nervus Maxillaris

Nervus ini meninggalkan cranium melalui foramen rotundum, melintasi fossa

pterygopalatina, masuk ke dalam fissura orbitalis inferior dan berjalan sepanjang

sulcus infra orbitalis pada facies superior maxillae untuk masuk ke dalam canalis

infra orbitalis. Di sini nervus maxillaris akan menjadi nervus infra orbitalis yang

berakhir pada foramen infra orbitale dan mengeluarkan cabang ke palpebra

inferior, sisi lateral hidung dan labium oris superior.

Nervus maxillaris bercabang menjadi 4 bagian:

a. Nervus sphenopalatinus

Dua nervus sphenopalatina yang pendek ke ganglion sphenopalatina atau

disebut juga ganglion meckeliensis dan mengeluarkan percabangan vidian,

nervus pharyngeus, nervus palatini minores, nervus palatinus medius,

nervus palatinus major, nervus nasopalatinus, dan nervus nasalis superior.

Nervus nasopalatinus menginervasi mukoperiosteum di sebelah palatal

gigi-gigi anterior atas. Nervus palatinus major berjalan di sepanjang

canalis palatinus majus dan keluar melalui foramen palatinus majus untukk

menginervasi mukoperiosteum di bagian palatal molar atas dan premolar

atas. Bertumpang tindih dengan nervus nasopalatinus di bagian palatal gigi

caninus.

34

Page 35: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

b. Nervus alveolaris superior posterior

Sebelum nervus maxillaris masuk ke dalam fissura orbitalis inferior,

bercabang-cabang pada jaringan lunak anterior ganglion meckeliensis,

berjalan di bawah permukaan posterior maxilla dan masuk ke dalam

foramen alveolaris gigi-gigi molar ketiga, molar kedua, dan molar pertama

pada akar palatal dan akar distobukal.

c. Nervus alveolaris superior medius

Setelah nervus maxillaris masuk canalis infra orbitalis, pada setengah

perjalanan akan bercabang-cabang dan berjalan pada dinding lateral sinus

maxillaris untuk menginervasi gigi premolar pertama dan premolar kedua

atas serta akar mesiobukal dari gigi molar pertama atas.

d. Nervus alveolaris superior anterior

Sebelum nervus maxillaris keluar dari foramen infraorbitalis, nervus ini

mengeluarkan percabangan untuk menginervasi gigi-gigi insisivus sentral,

insisivus lateral, caninus, membran mukosa labial, periosteum, dan

alveolus.

35

Page 36: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

6. Nervus Mandibularis

Merupakan saraf terbesar yang keluar dari ganglion gasseri melalui foramen ovale

dan bercabang menjadi 3 bagian:

a. Nervus buccalis longus

Keluar tepat di luar foramen ovale dan berjalan diantara kedua caput

muscullus pterygoideus externus, menyilang ramus untuk kemudian masuk

ke pipi melalui muscullus buccinator, di sebelah bukal gigi molar ketiga

atas. Cabang-cabangnya akan menuju membrana mukosa bukal dan

mukoperiosteum di sebelah lateral gigi-gigi molar atas dan bawah.

b. Nervus lingualis

Saraf ini berjalan ke bawah superfisial dari muscullus pterygoideus

internus berlanjut ke lingual apeks gigi molar ketiga bawah, lalu saraf

masuk ke dalam lidah melalui dasar mulut dan menginervasi duapertiga

anterior lidah. Nervus ini mengeluarkan percabangan untuk menginervasi

mukoperiosteum dan membrana mukosa lingual.

c. Nervus alveolaris inferior

Merupakan cabang terbesar dari nervus mandibularis. Saraf ini turun di

balik muscullus pterygoideus externus, disebelah posterior dan di bagian

luar nervus lingualis, berjalan di antara ramus mandibulae dan ligamen

sphenomandibularis lalu masuk ke dalam canalis mandibularis. Dalam

perjalanannya pada canalis mandibularis, nervus alveolaris inferior

mengeluarkan percabangan untuk menginervasi gigi-geligi.

Percabangannya antara lain:

i. Nervus mylohyoideus

Merupakan cabang motorik yang keluar dari nervus alveolaris

inferior sebelum nervus alveolaris inferior masuk ke dalam

foramen mandibularis. Nervus ini akan menginervasi muscullus

mylohyoideus dan venter anterior muscullus digastricus.

ii. Rami dentalis braevis

Cabang dari nervus alveolaris inferior pada canalis mandibularis.

Rami ini akan menginervasi gigi molar, premolar, processus

alveolaris, dan periosteum.

iii. Nervus mentalis

36

Page 37: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Merupakan cabang sensoris yang berjalan keluar dari foramen

mentalis untuk menginervasi kulit dan membrana mukosa labium

oris inferior.

iv. Rami insisivus

Rami ini mengeluarkan cabang-cabang kecil untuk menginervasi

gigi-gigi insisivus sentral, insisivus lateral, dan caninus.

Anestesi Gigi Geligi Permanen

Molar ketiga atas, molar kedua, dan akar distobukal serta palatal molar pertama

adiinervasi oleh cabang-cabang saraf gigi superior posterior. Cabang-cabang kecil dari

saraf yang sama akan meneruskan sensasi jaringan pendukung bukal pada daerah molar

dan mukoperiosteum yang melekat padanya. Deposisi larutan anestesi di dekat saraf

setelah saraf keluar dari kanalis tulang, akan menimbulkan efek anastesi regional dari

struktur yang disuplainya. Teknik ini disebut blok gigi superior posterior.

Sejak diperkenalkannya agen anastesi lokal modern, teknik infiltrasi sudah lebih

sering digunakan untuk daerah tersebut karena deposisi larutan 1 ml, normalnya

memberikan efek anastesi tanpa resiko kerusakan pleksus venosus pterigoid atau arteri-

arteri kecil yang ada di daerah ini.

Akar mesiobukal dari molar pertama, kedua gigi premolar dan jaringan pendukung

bukal serta mukoperiosteum yang berhubungan dengannya mendapat inervasi dari saraf

gigi superior tengah. Teknik infiltrasi biasanya digunakan untuk menganastesi struktur-

37

Page 38: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

struktur tersebut. Deposisi 1 ml larutan sudah cukup untuk menganastesi lingkaran saraf

luar yang mensuplai premolar kedua. 

Anastesi Gigi-gigi Anterior Permanen

Gigi-gigi insicivus dan kaninus atas diinervasi oleh serabut yang berasal dari saraf

gigi superior anterior. Saraf ini naik pada kanalis tulang yang kecil untuk bergabung

dengan saraf infraorbital 0,5 cm di dalam kanalis infraorbitalis. Gigi insicivus sentral,

insicivus lateral atau kaninus dapat teranestesi bersama dengan jaringan pendukungnya,

pada penyuntikan 1 ml larutan anestesi di dekat apeks gigi yang dituju. 

Anastesi   Jaringan   Palatal

Ujung-ujung saraf pada jaringan lunak palatum berhubungan dengan gigi-gigi

anterior atas dan prenaksila, erta meneruskan sensasi melalui fibril saraf yang bergabung

untuk membentuk saraf speno-palatina panjang. Saraf berjalan melalui foramen insisivus

dan kanalis, ke atas dank e belakang melewati septum nasal kea rah ganglion speno-

palatina.

Berbagai cabang-cabang kecil dari gingival palatal dan mukoperiosteum di daerah

molar dan premolar akan bergabung untuk membentuk saraf palatine besar. Stelah

berjalan ke belakang di dalam saluran tulang yang terletak di pertengahan antara garis

tengah palatun dan tepi gingival gigi geligi, saraf masuk ke kanalis melalui foramen

palatine besar. Saraf kemudian berjalan naik untuk bergabung dengan ganglion speno-

palatina yang berhubungan dengan saraf maksilaris.

Saraf speno-palatina panjang dan palatine besar akan beranastomosis di daerah

kaninus palatum dan membentuk lingkaran saraf dalam. Mukoperiosteum palatal

mempunyai konsistensi keras dan beradaptasi erat terhadap tulang. Karakteristik ini

menyebabkan suntikan subperiosteal perlu diberikan dan diperlukan tekanan yang lebih

besar dari biasa untuk mendepositkan larutan anestesi local. Karena itulah, pasien harus

diberitahu terlebih dahulu bahwa suntikan palatal akan menimbulkan rasa tidak enak

namun tidak sakit. Rasa kurang enak ini dapat diperkecil dengan menginsersikan jarum

dengan bevel yang mengarah ke tulang dan tegak lurus terhadap vault palatum. Pada

premaksila, suntikan di papilla insisivus akan menimbulkan rasa sakit yang hebat dank

arena itu, suntikan ini sebaiknya dihindari.

Anastesi Gigi-gigi Susu

38

Page 39: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Pada anak-anak, bidang alveolar labio-bukal yang tipis umumnya banyak

terpeforasi oleh saluran vaskular. Untuk alas an inilah, maka teknik infiltrasi dapat

digunakan dengan efektif untuk mendapat efektif untuk mendapat efek anastesi pada gigi-

gigi susu atas tanpa perlu mendepositkan lebih dari 1 ml larutan secara perlahan-lahan di

jaringan. Penyuntikan harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kesalahan

dalam menentukan panjang akar dan insersi jarum yang terlalu dalam ke jaringan.

Pada anak yang masih muda, rasa tidak enak dari suntikan palatum yang digunakan

untuk prosedur pencabutan gigi atau pemasangan matriks, dapat dihindari dengan cara

sebagai berikut.

Setelah efek suntukan supraperiosteal pada sulkus labio-bukal diperoleh, jarum

diinsersikan dari aspek labio-bukal, melalui ruang interproksimal, setinggi jaringan

gingival yang melekat pada periosteum di bawahnya. Ujung jarum harus tetap berada

pada papilla dan tidak boleh menyentuh tulang. Sejumlah kecil larutan anastesi local

didepositkan perlahan sampai mukoperiosteum palatal atau lingual memucat. Sejumlah

kecil larutan anastesi yang didepositkan dengan cara ini akan memberikan efek anastesi

yang memadai pada jaringan palatum.

Teknik ini dikenal sebagai suntikan interpapila dan sering digunakan oleh para ahli

pedodonti. Para ahli lainnya umumnya suka menggunakan suntikan jet atau suntikan

intraligamental.

Suntikan Infraorbital

Karena teknik infiltrasi sangat efektif bila digunakan pada maksila, maka anastesi

regional umumnya jarang dipergunakan. Walaupunn demikian, suntikan infraorbital akan

sangat bermanfaat bila akan dilakukan pancabutan atau operasi besar pada daerah

insisivus dan kaninus rahang atas. Suntikan ini juga dapat digunakan untuk menganastesi

gigi anterior dimana teknik infiltrasi tidak mungkin dilakukan karena ada infeksi di

daerah penyuntikan.

Teknik ini berdasar pada fakta bahwa larutan akan didepositkan

pada orifice foramen infraorbital, berjalan sepanjang kanalis ke saraf gigi superior

anterior dan superior tengah, menimbulkan anastesi pada gigi-gigi insicivus, kaninus dan

premolar serta struktur pendukungnya. Larutan ini kadang-kadang dapat mencapai

ganglion speno-palatina dan menganastesi lingkaran saraf dalam, namun seringkali masih

diperlukan suntikan palatum tambahan.

39

Page 40: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Baik cara intraoral maupun ekstraoral dapat digunakan untuk blok infraorbital.

Teknik infraorbital umumnya lebih popular dan memungkinkan jarum ditempatkan di

luar lapang pandang pasien. Suntikan tersebut dapat dilakukan dengan cara berikut ini.

Dengan ujung jari telunjuk lakukanlah palpasi linger infraorbital dan takikan

infraorbital, kemudian geser jari sedikit ke bawah agar terletak tepat di atas foramen

infraorbital. Dengan tetap mempertahankan posisi ujung jari tersebut, ibu jari dapat

digunakan untuk membuka bibir atas dan mengekspos daerah yang akan disuntik.

Teknik-teknik Anestesi Blok Pada Maksila

1. Blok Nervus Alveolaris Superrior Anterior

Titik suntik terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial dari gigi kaninus,

Arahkan jarum keapeks kaninus, anastetikum dideponir perlahan ke atas apeks akar gigi

tersebut.

Injeksi yang dilakukan pada kedua kaninus biasanya bisa menganastesi keenam gigi

anterior. Injeksi N.Alvolaris Superrior Anterior biasanya sudah cukup untuk prosedur

operatif. Untuk ekstraksi atau bedah, diperlukan juga tambahan injeksi palatinal pada

region kaninus atau foramen incisivum.

2. Blok Nervus Alveolaris Superrior Posterior

Blok syaraf alveolaris superior posterior diperoleh dengan menempatkan jarum

didistal molar terakhir, ke atas dan medial, bersudut 45º, memungkinkan deposisi larutan

1,5 ke permukaan disto bukkal maxilla.

Komplikasi umum dari teknik ini adalah bila beberapa pembuluh darah plexus vena

pterigoid pecah, menimbulkan haematoma. Karena obat-obat analgesia lokal, teknik

infiltrasi meliputi deposisi hanya 1 ml larutan digunakan.

Gigi-gigi molar kecuali akar molar satu

Processus alveolaris bagian bukkal dari gigi molar termasuk periosteum.

Jaringan ikat dan membran mukosa

Anatomi landmarks : 

Lipatan zygomatikus pada maxilla

Processus zygomatikus pada maxilla

Tuberositas maxilla

Bagian anterior dan processus coronoideus dari ramus mandibula.

Tekniknya :

Bila anestesi adalah nervus alveolaris superior posterior dexter

40

Page 41: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Operator berdiri sebelah kanan depan

Masukkan jari telunjuk kiri kita ke vestibulum oris sebelah kanan

penderita, kemudian jari telunjuk pada daerah lipatan mukobukkal di sebelah

posterior gigi premolar dua sampai teraba proccesus zygomaticus

Lengan kita turun kebawah sehingga jari telunjuk membuat sudut 90º

terhadap oklusal plane gigi rahang atas, dan membentuk sudut 45º bidang sagital

penderita. Hal ini dapat dilakukan bilamana penderita dalam keadaan setengah

tutup mulut, sehingga bibir dan pipi dapat ditarik kelateral posterior

Jari telunjuk disisi merupakan pedoman tempat penusukan jarum

Ambil spoit yang telah disiapkan, dan sebelumnya tempat yang akan

disuntik harus dilakukan desinfeksi terlebih dahulu

Arah jarum harus sejajar dengan jari kita, penusukan jarum sedalam ½-¾

inch

Aspirasi, jika tidak darah yang masuk, keluarkan larutan secara perlahan-

lahan sebanyak 1,5 cc.

3. Blok Nervus Intra Orbital

Blok infraorbital paling sering digunakan. Pinggir intra orbital dapat teraba dengan

menggunakan ujung jari pertama, notah infraorbital dapat diidentifikasi. Dengan ujung

jari tetap pada posisi ini, ibu jari dapat digunakan untuk menarik bibir atas. Ujung jarum

dimasukkan jauh ke dalam sulkus di atas apeks premolar kedua dan meluas segaris

dengan sumbu panjang gigi sampai sedalam 1,5-2 cm baru larutan analgesic

didepositkan . pembengkakan jaringan dapat diraba dibalik jari pertama bila letak ujung

jarum, tepat.

Biarkan keadaan ini selama 3 menit, untuk memastikan diperolehnya analgesia

yang memadai.

Saraf yang teranestesi :

Nervus alveolaris superior, anterior dan medium

Nervus infra orbital

Nervus palpebra inferior

Nervus nasalis lateralis

Nervus labialis superior

Daerah yang teranestesi :

Gigi incisivus sampai premolar

Akar mesio bukkal dari molar satu

41

Page 42: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Jaringan pendukung dari gigi tersebut

Bibir atas dan kelopak atas

Sebagian hidung pada sisi yang sama

Anatomi Landmark :

Infra orbital ridge

Supra orbital notch

Gigi anterior dan pupil mata

Tekniknya :

Intra oral approach

Dudukkan penderita, kemudian buka mulut sampai daratan oklusal gigi rahang atas

membentuk 45º dengan garis horizontal, dan penderita disuruh melihat ke arah depan

Kita menggambarkan suatu garis khayal yang lurus, berjalan vertikal melalui pupil mata

ke infra orbital dan gigi premolar dua rahang atas

Bila sudah menemukan infra orbital notch, maka jari telunjuk yang kita pakai

palpasi, kita gerakkan ke bawah kira-kira ½ cm, disinilah akan kita temukan suatu

cekungan dimana letaknya foramen infra orbital

Setelah ditemukan foramen infra orbital, maka jari telunjuk tetap diletakkan pada

tempat foramen infra orbitalis untuk mencegah tembusnya jarum mengenai bola mata

Bibir atas diangkat dengan ibu jari

Lakukan desinfeksi pada muko bukkal regio premolar dua rahang atas

Pergunakan jarum 27 gauge dan 1 5/8 inch

Jarum suntikan tersebut ditusukkan pada lipatan muko bukal regio premolar dua

rahang atas, mengikuti arah garis khayalan yang telah dibuat. Untuk mengurangi rasa

sakit, pada saat jarum menembus mukosa, injeksikan beberapa strip larutan, kemudian

jarum tersebut diteruskan secara perlahan-lahan, hingga mencapai foramen intra orbitalis,

maka dapat dirasakan oleh jari yang kita letajjan pada foramen tersebut.

Aspirasi, kemudian keluarkan anestetikum sebanyak 1-1½ cc (jumlah larutan

tersebut tergantung dari kebutuhan) (

Extra oral approach :

Indikasi : bila intra oral approach tidak dapat dilakukan, misalnya ada peradangan.

Tekniknya :

Tentukan letak foramen intra orbital (sama dengan teknik pada intra oral

approach)

42

Page 43: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Pada waktu akan di tusuk jarum, penderita dianjurkan menutup mata untuk

mencegah kemungkinan bahaya untuk mata

Titik insersi jarum kira-kira 1 cm di bawah foramen infra orbital, kita

memasukkan jarum dengan membuat sudut 45º, dan jarum tersebut diluncurkan

sesuai dengan arah garis khayalan sejajar 1 cm, kemudian keluarkan secara

perlahan-lahan larutan anestetik. Ujung jarum dimasukkan melalui papila

nasopalatina sampai ke lubang masuk kanalis insisivus. Bila tulang berkontak

dengan jarum, jarum harus ditarik kira-kira 0,5-1 mm. Kira-kira 0,1-0,2 ml larutan

didepositkan, larutan tidak boleh dikeluarkan terlalu cepat karena dapat

menimbulkan rasa tidak enak. Jaringan akan memucat, dan timbulnya analgesia

cukup cepat.

4.  Blok Nervus Naso Palatinus

Nervus naso palatinus keluar dari foramen incisivus. Daerah yang teranestesi adalah

bagian bukkal dari palatum durum sampai gigi caninus kiri dan kanan.

Anatomi Landmark :

Incisivus papilla

Incisivus centralis

Tekniknya :

Incisivus papilla ini sangat sensitif, eleh karena itu pada penusukan jarum

yang pertama harus disuntikkan beberapa tetes anestetikum. Kemudian jarum

tersebut diluncurkan dalam arah paralel dengan longaxis gigi incisivus, dan tetap

dalam garis median.

Jarum tersebut diluncurkan kira-kira 2 mm kemudian larutan anestesi

dikeluarkan secara perlahan-lahan sebanyak 0,5 cc.

Jarum yang digunakan adalah jarum yang pendek

Analgesia palatum pada salah satu sisi sampai kekaninus dapat diperoleh

dengan mendepositkan 0,5-0,75 ml larutan pada syaraf palatina besar ketika syaraf

keluar dari foramen palatina besar.

Secara klinis, jarum dimasukkan 0,5 cm. Suntikan diberikan perlahan karena

jaringan melekat erat. Mukosa dapat memutih, dan ludah dari kelenjar ludah minor

dapat dikeluarkan.

5. Blok Nervus Palatinus Anterior

43

Page 44: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Syaraf ini keluar dari foramen palatinus major. Daerah yang teranestesi adalah

bagian posterior dari palatum durum mulai dari premolar(2)

Anatomi Landmark :

Molar dua dan tiga maxilla

Tepi gingiva sebelah palatinal dari molar dua dan molar tiga maxilla

Garis khayal yang kita buat dari 1/3 bagian tepi gingiva sebelah palatinal ke arah

garis tengah palatum.

Indikasi :

Untuk anestesi daerah palatum dari premolar satu sampai molar tiga

Untuk operasi daerah posterior dari palatum durum.

Tekniknya :

Nervus palatinus anterior keluar dari foramen palatinus mayor yang terletak

antara molar dua, molar tiga dan 1/3 bagian dari gingiva molar menuju garis median

Jika tempat tersebut telah ditentukan, tusuklah jarum dari posisi berlawanan

mulut (bila di suntikkan pada sebelah kanan, maka arah jarum dari kiri menuju

kanan)Sehingga membentuk sudut 90º dengan curve tulang palatinal

Jarum tersebut ditusukkan perlahan-lahan hingga kontak dengan tulang

kemudian kita semprotkan anestetikum sebanyak 0,25-0,5 cc

3.1.5 Komplikasi anastesi lokal

Di dalam proses anastesi local juga dapat mengakibatkan beberapa komplikasi,

komplikasi yang terjadi bisa karena factor penggunaan obat anastesi, factor alat2 yang

dipergunakan di dalam proses anastesi serta factor perilaku operator yang melakukan

proses anatesi, jadi setelah mengetahui beberapa komplikasi yang mungkin terjadi,

operator/ dokter yang akan melakukan proses anastesi harus bisa meminimalisasi segala

kemungkinan2 komplikasi tersebut. Yang mana komplikasi - komplikasinya antara lain :

1. Toksisitas : toksistas adalah akibat dari overdosis yang terjadi karena terdapatnya

konsesntrasi obat yang cukup tinggi di dalam aliran darah sehingga

mempengaruhi system susunan saraf pusat , system respiratori, serta system

sirkulasi darah yang terdapat di dalam tubuh manusia.

Tinggi kadarnya obat di dalam darah ini dapat menyebabkan gejala toksis terjadi

karena :

a. Dosis obat anastesi local yang diberikan dalam jumlah yang cukup besar

b. Kecepatan absorbs obat atau ineksi intravaskuler

c. Bitransfoemasi obat yang rendah

44

Page 45: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

d. Elimasi yang kecil

e. Kondisi fisik secara umum pasien sewaktu diinjeksi

f. Kecepatan injeksi yang diberikan

g. Cara pemberian atau teknik anastesi local

h. Status emosional penderita

Gejala awal toksik yakni adanya rangsangan pada system saraf pusat dengan tanda

tanda pada pasien seperti aktifnya pasien berbicara, gelisah, denyut nadi

meningkat, dan tekanan darah meningkat, serta pada pasien dalam kedaaan

toksistas yang berat dapat menyebabkan kematian.

2. Alergi atau rekasi anafilaktoid

Alergi merupakan sebagai rekasi hipersensitifitas tubuh yang spesifik terhadap

obat atau bahan kimia. Rekasi yang ditimbulkan antara lain kulit, membrane

mukosa, pembuluh darah menjadi shock dan menimbulkan manifestasi seperti

asma, oedema, urtikaria, dan kelainan2 kulit.

3. Sinkop atau fainting merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada

tindakan anastesi local di dalam kedokteran gigi, komplikasi ini merupakan

bentuk neurogenic shock yang disebabkan karena terjadinya ischemia serebral

sebagai akibat dari vasodilatasi dan turunnya tekanan darah. Gejala yang

ditimbulkan disini antara lain pasiean merasa akan pingsan, mual namun

kesadaran tetap ada, pucat, pusing.

4. Trismus , merupakan komplikasi dari anatesi local yang umumnya setelah block

nervus alveolar inferior.

Penyebab utama dari trismus ini adalah adanya trauma selama insersi jarum pada

otot. Sehingga pasien akan mengalami kesuliatan membuka mulut ( trismus ).

5. Rasa sakit atau hipereshesia, rasa sakit ini terjadi karena biasanya terjadi infeksi

pada tempat jarum diinsersikan, rasa sakit merupakan system perlindungan tubuh

terhadap agen asing yang msuk ke dalam tubuh misalnya bakteri dalam bentuk

infeksi. Rasa sakit merupakan suatu sensai yang ridak menyenangkan yang

ditimbulkan oleh adanya rangsang merusak dimana sensai ini diteruskan oleh

persyarafan khusus menuju ke system saraf pusat untuk diinterpretasikan sebagai

rasa saki. Rasa sakit ini dipakai utnuk mengetahui tingkat lesehatan seseorang dan

pengaruh penyakit serta toksistasnya, tetapi kemampuan seseorang mengahdapi

rasa sakit tetap tergantung pada mekanisme nya konduksi impuls ssaraf.

45

Page 46: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Dalam beberapa kasus atau kedaan rasa sakit ini dapat dipandang sebagai suatu

hal yang dibutuhkan karena dapat diapaki sebagai perngatan akan adanya bahaya (

mekanisme perlindungan tubuh ).

6. Infeksi, ini disebabkan karena kurang sterilnya alat alat yang dipakai selama

proses anantesi, sehingga bakteri dan benda asing masuk ke dalam tubuh saat

jarum diinsersikan menembus membrane mukosa.

7. Jarum yang patah, biasanya hal ini terjadi karena penekanan yang diberikan pada

saat insersi terlalu besar dan jarum yang digunakan terlalu halus serta penetrasi

jarum terlalu ke dalam.

8. Anastesi berkepanjangan, ini terjadi karena trauma jarum suntik yang

menyebabkan pendarahan pada selaput pembungkus saraf.

9. Hematoma, hal ini terkadi karena terkoyaknya pembuluh darah sehingga terjadi

pendarahan ke dalam jaringan. Terkoyaknya pembuluh darah ini bisa disebabkan

oleh pergerakan jarum pada saat di dalam jaringan. Untuk mencegah hal ini

sebelum obat dideponir semestinya harus dilakukan aspirasi terlebih dahulu.

3.2 Eksodonsi

3.2.1 Teknik eksodonsi1. Pencabutan Sederhana

Insisivus

Gigi insisivus atas dicabut dengan pinch grasp dan tekanan lateral (fasial/lingual)

serta rotasional. Tekanan lateral lebih ditingkatkan pada arah fasial sedangkan tekanan

rotasional lebih ditekankan yang ke arah mesial. Tekanan tersebut diindikasikan karena

biasanya pembelokan ujung akar gigi-gigi insisivus adalah ke arah distal, bidang

labialnya tipis dan arah pengungkitannya ke fasial. Insisivus bawah dicabutr dari posisi

kanan belakang. Tekanan permulaan adalah lateral dengan penekanan ke arah fasial.

Ketika mobilitas pertama dirasakan dengan lateral sangat efektif. Pengungkitan insisivus

bawah dilakukan ke arah fasial, dengan pegecualian insisivus yang berinklinasi lingual

dan berjejal-jejal. Karena insisivus bawah tidak tertanam terlalu kuat, pengungkitan yang

perlahan dan tekanan terkontrol akan mengurangi kemunginan fraktur.

Kaninus

Pencabutan pada gigi kaninus atas. Kaninus sangat sukar dicabut. Akarnya

panjang dan tulang servikal yang menutupinya padat dan tebal. Gigi kaninus atas dicabut

46

Page 47: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

dengan cara pinch grasp untuk mendeteksi awal terjadinya ekspansi atau fraktur bidang

fasial dan mengatur tekanan selama proses pencabutan. Apabila tang sudah ditempatkan

dengan baik pada gigi tersebut, paruh masuk cukup dalam, dipegang pada ujung

pegangan dan kontrol terhadap tekanan cukup baik, maka tekanan pengungkitan dapat

dihantarkan. Tekanan pencabutan utama adalah ke lateral terutama fasial, karena gigi

terungkit ke arah tersebut. Tekanan rotasional digunakan untuk melengkapi tekanan

lateral, biasanya dilakukan setelah terjadi sedikit luksasi.

Pencabutan gigi kaninus bawah. Seperti gigi kaninus atas, akarnya panjang, sehingga

memerlukan tekanan terkontrol yang cukup kuat untuk mengekspansi alveolusnya.

Selama pencabutan gigi ini, tekanan yang diberikan adalah tekanan lateral fasial, karena

arah pengeluaran gigi adalah fasial. Tekanan rotasinal bisa juga bermanfaat.

Premolar

Pencabutan gigi premolar atas. Pencabutan premolar pertama dengan tekanan

lateral, ke arah bukal yang merupakan arah pengeluaran gigi. Karena premolar pertama

atas ini sering sering mempunyai dua akar, maka gerakan rotasional dihindarkan. Aplikasi

tekanan yang hati-hati pada gigi ini, dan perhatian khusus pada waktu mengeluarkan gigi,

megurangi insidens fraktur akar. Ujung akar premolar pertama atas yang mengarah ke

palatal menyulitkan pencabutan, dan fraktur pada gigi ini bisa diperkecil dengan

membatasi gerak ke arah lingual. Gigi premolar kedua biasanya mempunyai akar tunggal

dan dicabut dengan cara yang sama seperti kaninus atas. Akarnya lebih pendek dan tulang

bukalnya lebih tipis daripada gigi kaninus. Pada waktu mengeluarkan gig ke arah bukal,

digunakan kombinasi tekanan rotasional dan oklusal.

Pencabutan gigi premolar bawah. Teknik pencabutan gigi premolar bawah sangat

mirip dengan pencabutan gigi insisivus bawah. Tekanan yang diperlukan adalah

lateral/bukal, tetapi akhirnya bisa dikombinasi dengan tekanan rotasi. Pengeluaran gigi

premolar bawah adalah ke arah bukal.

Molar

Untuk mengekspansi alveolus pada gigi molar diperlukan tekanan terkontrol yang

besar. Kunci keberhasilan pencabutan gigi-gigi molar adalah ketrampilan menggunakan

elevator untuk luksasi dan ekspansi alveolus, sebelum menggunakan tang. Tekanan yang

diperlukan untuk mencabut gigi molar biasanya lebih besar daripada gigi premolar.

Pencabutan gigi molar atas. Tekanan pencabutan utama adalah ke arah bukal, yaitu arah

pengeluaran gigi.

47

Page 48: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Pencabutan gigi molar bawah. Tekanan dikombinasikan dengan tekanan lateral,

yaiytu ke arah bukal dan lingual, akan menyebabkan terungkitnya bifurkasi molar bawah

dari alveolus, atau fraktur pada bifurkasi. Tekanan lateral permulaan untuk mencabut gigi

molar adalah ke arah lingual. Tulang bukal yang menghalangi gerakan ke bukal dan pada

awal pencabutan gerakan ini hanya mengimbangi tekanan lingual yang lebih efektif. Gigi

molar sering dikeluarkan ke arah lingual.

Gigi Susu

Gigi molar susu yang mempunyai akar yang memancar, yang menyulitkan

pencabutan. Apabila permasalahan tersebut ditambah dengan adanya resorpsi, maka

tekanan yang berlebihan sebaiknya dihindari. Seperti pada pencabutan semua gigi atas,

digunakan pinch grasp dan telapak mengkhadap ke atas.

Pencabutan gigi-gigi susu bawah. Seperti pada molar atas, biasanya gigi ini mempunyai

akar resorbsi yang divergen. Pertimbangan utama dalam pencabutan gigi susu adalah

menghindari cidera pada gigi permanen yang sedang berkembang. Apabila diperkirakan

akan cedera selama pencabutan dengan tang, sebaiknya direncanakan pedmbedahan dan

pemotongan gigi susu dan pemotongan gigi susu. Resorbsi akar menimbulkan masalah

dalam menentukan apakah akar ini sudah keluar semuany ataukah belum. Apabila ada

keraguan, sebaiknya dilakukan foto rontgen. Sedangkan apabila pengambilan fraktur akar

dianggap membahayakan gigi permanen penggantinya, pencabutan gigi sebaiknya

ditunda karena rasio manfaat/resiko tidak menguntungkan.

2. Pencabutan Gigi dengan Pembedahan

Indikasi

Kegagalan pencabutan dengan tang. Indikasi yang paling sering untuk pencabutan

gigi erupsi secara bedah adalah apabila pencabutan dengan tang gagal karena adaptasi

dengan tang kurang atau gagal, fraktur mahkota yang tidak sengaja atau tidak mampu

menggoyahkan gigi. Indikasi umum yang lain adalah apabila kerusakan mahkotanya

sangat parah akibat karies atau trauma. Keadaan akar gigi mempengaruhi pemilihan

tindakan bedah misal: akar yang sangat kecil, akar yang dilaserasi, atau dirawat

endododntik. Resiko kerusakan struktur di dekatnya biasanya mengharuskan

dilakukannya pencabutan secara bedah untuk gigi yang berdekatan. Pembedahan serintg

dipilih apabila ujung akar berdekatan dengan dinding antrum maksila untuk menghindari

berlubangnya sinus, masuknya gigi ke sinus atau fraktur dasar sinus maxillaris. Keadaan

48

Page 49: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

lain yang biasanya terjadi adalah akar M3 yang dilaserasi di atas canalis mandibularis.

Pembedahan bertujuan untuk mengurangi kemungkinan masuknya akar atau frakmen ke

dalam canalis atau mengurangi kompresinya. Gigi yang getas, terletak di dalam tulang

yang termineraisasi dan sangat padat, pada pasien usia lanjut membutuhkan pembedahan.

Untuk mempertahankan alveolaris biasanya beberapa gigi tertentu harus dicabut dengan

pembedahan, misalnya pencabutan kaninus atas dengan tekanan tang yang berlebihan

sering mengakibatkan fraktur dataran tulang fasial. Gigi ankilosis, yang sering terjadi

pada gigi molar susu sebaiknya dicabut dengan pembedahan. Kencenderungan dari

operator yang belum berpengalaman adalah jarang melakukan pembedahan. Sering terjadi

bahwa penatalaksanaan konserfatif berhasil dengan baik melalui pembedahan.

Teknik-teknik pencabutan gigi erupsi dengan pembedahan

Arah pengeluaran tanpa halangan. Keberhasilan pencabutan gigi dengan

pembedahan tergantung pada usaha mendapat arah pengeluaran yang tidak terhalang

dengan eksisi tulang dan cedera jaringan lunak yang minimal. Tahap pertama adalah

membuat full thickness flap yang besarnya cukup memadai. Kemudian tulang yang

menutupi dihilangkan untuk mendapat jalan masuk ke permukaan akar yaitu bagian yang

akan dilakukan pemotongan, dan biasanya merupakan daerah furkasi akar. Pemotongan

akar dilakukan dengan menggunakan bur fisur disertai irigasi saline steril. Tujuan utama

irigasi adalah mencegah panasnya tulang, juga membasuh darah dan kotoran dari bagian

tersebut. Tahap akhir dari pemotongan segmen atau frakmen diselesaikan dengan

menginsersikan dan merotasikan elevator yang sesuai. Segmen kemudian diambil dengan

menggunakan tang atau elevator. Ada tiga situasi di mana digunakan pendekatan standar

misalnya pencabutan kuspid atas yang sudah bererupsi, molar atas dan bawah.

Gigi kuspid atas. Gigi kuspid atas dicabut dengan membuat flap envelope, sering

dengan insisi serong tambahan ke bagian anterior (mesial). Segitiga panjang dari tulang

fasial yang menutupi akar gigi dipotong dengan menggunakan bur atau osteotom dan

tekanan tangan. Kemudian diusahakan pencabutan dengan tang. Apabila belum berhasil,

akarnya dipotong miring ke aksial dan mahkota dikeluarkan dengan segmen yang melekat

padanya. Dibuat titik kaitan pada akar yang tertinggal, kemudian sebuah elevator

diinsersikan dan dilakukan tekanan ke arah fasial atau oklusal.

Gigi molar atas. Pencabutan gigi molar atas dengan pembedahan biasanya berhasil

baik apabila dilakukan pemisahan akar bukalnya saja, kemudian diusahakan untuk

mengungkit mahkota bersama akar lingual dengan menggunakan tang. Jika ini belum

49

Page 50: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

berhasil/ mahkotanya tidak ada, ketiga akarnya dipisahkan dengan menggunakan elevator

atau tang, atau keduanya diambil satu persatu. Perlu diingat bahwa tekanan elevator ke

arah apikal memungkinkan frakmen akar terdorong masuk ke dalam sinus.

Molar bawah. Molar bawah juga dicabut dengan memisahkan akar pada daerah furkasi.

Berneda dengan pencabutan molar atas yang terutama terdiri dari pendekatan bukal, rute

oklusal digunakan untuk mencabut gigi molar bawah. Tanpa melakukan pembukaan flap,

kemudian akar dipisahkan dalam arah bukal atau lingual tanpa menggunakan bur.

Pemisahan tahap akhir, dan pengungkitan frakmen akar bisa dilakukan dengan elevator

lurus, Cryer. Apabila pendekatan dari oklusal gagal, maka dibuat flap envelope pada

bagian bukal dan tulang bukal diambil sebagian supaya insersi atau aplikasi elevator

efektif untuk memisahkan dan menggeser akar.

Pemotongan gigi. Ada banyak kasus dimana pendekatan standart tidak bisa

diterapkan. Keahlian dan bakat sangat mendukung dalam pemisahan dan pengeluaran

gigi. Apabila terjadi sudah ada penggeseran awal tapi gigi masih belum bisa keluar, maka

dilakukan pemotongan lagi. Pemotongan gigi yang terkontrol dan terencana merupakan

tindakan perawatan yang sangat penting. Pemotongan menghindarkan kendala misalnya

timbulnya rasa khawatir tidak dapat berbuat apapun. Gigi selalu dapat dipotong lagi.

3.2.2 Indikasi dan kontraindikasi dilakukannya tindakan eksodonsi

1. Indikasi eksodonsi

gigi karies dan tidak dapat diselamatkan denagn perawatan apapun

pulpitis atau gigi denagn pulpa non-vital yang harus dicabut jika perawatan

endodontik tidak dapat dilakukan

periodontitis periapaikal

penyakit periodontal

gigi fraktur melebihi mahkota

untuk perawatan ortodonsi

gigi impaksi dan non erupsi

supernumerry teeth

2. KontraIndikasi Eksodonsia

1. Diabetes Mellitus

Malfungsi utama dari diabetes melitus adalah penurunan absolute atau relative kadar

insulin yang mengakibatkan kegagalan metabolisme glukosa. Penderita diabetes

melitus digolongkan menjadi:

50

Page 51: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

1. Diabetes Melitus ketergantungan insulin (IDDM, tipe 1, juvenile,ketotik, britlle).

Terjadi setelah infeksi virus dan produksi antibodi autoimun pada orang yang

predisposisi antigen HLA. Biasanya terjadi pada pasien yang berumur di bawah 40

tahun.

2. Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (NDDM, tipe 2, diabetes dewasa stabil).

Diturunkan melalui gen dominan dan biasanya dikaitkan dengan kegemukan. Lebih

sering terjadi pada umur di atas 40 tahun.

Pembedahan dentoalveolar yang dilakukan pada pasien diabetes tipe 2 dengan

menggunakan anestesi local biasanya tidak memerlukan tambahan insulin atau

hipoglikemik oral. Pasien diabetes tipe 1 yang terkontrol harus mendapat pemberian

insulin seperti biasanya sebelum dilakukan pembedahan; dan makan karbohidrat

dalam jumlah yang cukup. Perawatan yang terbaik untuk pasien ini adalah pagi hari

sesudah makan pagi. Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik, yang sering

disebabkan oleh karena sulit mendapatkan insulin, harus dijadikan terkontorl lebih

dahulu sebelum dilakukan pembedahan. Ini biasanya memerlukan rujukan dan

kemungkinan pasien harus rawat inap.

Diabetes dan Infeksi

Diabetes yang terkontrol dengan baik tidak memerlukan terapi antibiotik profilaktik

untuk pembedahan rongga mulut. Pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol akan

mengalami penyembuhan lebih lambat dan cenderung mengalami infeksi, sehingga

memerlukan pemberian antibiotik profilaksis. Responnya terhadap infeksi tersebut

diduga keras akibat defisiensi leukosit polimorfonuklear dan menurunnya atau

terganggunya fagositosis, diapedisis, dan khemotaksis karena hiperglikemi.

Sebaliknya, infeksi orofasial menyebabkan kendala dalam pengaturan dan

pengontrolan diabetes, misalnya meningkatnya kebutuhan insulin. Pasien dengan

riwayat kehilangan berat badan yang penyebabnya tidak diketahui, yang terjadi

bersamaan dengan kegagalan penyembuhan infeksi dengan terapi yang biasa

dilakukan, bisa dicurigai menderita diabetes.

Keadaan Darurat pada Diabetes

Diabetes kedaruratan, syok insulin (hipoglikemia), dan ketoasidosis (hiperglikemia)

lebih sering terjadi pada diabetes tipe 1. Kejadian yang sering terlihat adalah

hipoglikemia, yang dapat timbul sangat cepat apabila terjadi kegagalan menutupi

kebutuhan akan insulin dengan asupan karbohidrat yang cukup. Sedangkan

ketoasidosis biasanya berkembang setelah beberapa hari. Pasien yang menderita

51

Page 52: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

hipoglikemia menunjukkan tanda-tanda pucat, berkeringat, tremor, gelisah, dan

lemah. Dengan pemberian glukosa secara oral (10-20 gram), kondisi tersebut akan

dengan mudah membaik. Kegagalan untuk merawat kondisi ini akan mengakibatkan

kekejangan, koma, dan mungkin menyebabkan kematian. Untuk mengatasi

ketoasidosis diperlukan pemberian insulin dan cairan. Hal tersebut sebaiknya

dilakukan di rumah sakit (pasien rawat inap).

2. Kehamilan

Pregnancy bukan kontraindikasi terhadap pembersihan kalkulus ataupun ekstraksi

gigi, karena tidak ada hubungan antara pregnancy dengan pembekuan darah.

Perdarahan pada gusi mungkin merupakan manifestasi dari pregnancy gingivitis yang

disebabkan pergolakan hormon selama pregnancy.

Yang perlu diwaspadai adalah sering terjadinya kondisi hipertensi dan diabetes

mellitus yang meskipun sifatnya hanya temporer, akan lenyap setelah melahirkan,

namun cukup dapat menimbulkan masalah saat dilakukan tindakan perawatan gigi

yang melibatkan perusakan jaringan dan pembuluh darah. Jadi, bila ada pasien dalam

keadaan pregnant bermaksud untuk scaling kalkulus atau ekstraksi, sebaiknya di-refer

dulu untuk pemeriksaan darah lengkap, laju endap darah, dan kadar gula darahnya.

Jangan lupa sebelum dilakukan tindakan apapun, pasien dilakukan tensi dulu.

Kalau memang ada gigi yang perlu diekstraksi (dimana hal itu tidak bisa dihindari

lagi, pencabutan gigi (dan juga tindakan surgery akut lainnya seperti abses,dll)

bukanlah suatu kontraindikasi waktu hamil. Hati-hati bila pada 3 bulan pertama.

rontgen harus dihindari saja kecuali kasus akut (politrauma, fraktur ,dll). Hati-hati bila

menggunakan obat bius dan antibiotic, (ada daftarnya mana yang boleh dan mana

yang tidak boleh (FDA) sedative (nitrous oxide, dormicum itu tidak dianjurkan).

Kalau memang harus dicabut giginya atau scalling pada ibu hamil, waspada dengan

posisi tidurnya jangan terlalu baring, karena bisa bikin kompresi vena cafa inferior.

Kalau memang riskan, dan perawatan gigi-mulut tidak dapat ditunda sampai post-

partus, maka sebaiknya tindakan dilakukan di kamar operasi dengan bekerja sama

dengan tim code blue, atau tim resusitasi. Ekstraksi gigi pada pasien hamil yang

’sehat’ bisa dilakukan dengan baik dan aman di praktek, clinic biasa, atau rumah

52

Page 53: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

sakit.

Kesulitan yang sering timbul pada ekstraksi gigi pada ibu hamil adalah keadaan

psikologisnya yang biasanya tegang, dll. Seandainya status umum pasien yang kurang

jelas sebaiknya di konsulkan dulu ke dokter obsgin-nya.

3. Penyakit Kardiovaskuler

Sebelum menangani pasien ketika berada di klinik, kita memang harus mengetahui

riwayat kesehatan pasien baik melalui rekam medisnya atau wawancara langsung

dengan pasien. Jika ditemukan pasien dengan tanda-tanda sesak napas, kelelahan

kronis, palpitasi, sukar tidur dan vertigo maka perlu dicurigai bahwa pasien tersebut

menderita penyakit jantung. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan lanjut yang teliti

dan akurat, misalnya pemeriksaan tekanan darah. Hal ini dimaksudkan untuk

mendukung diagnosa sehingga kita dapat menyusun rencana perawatan yang tepat

dan tidak menimbulkan akibat yang tidak diinginkan.

Pada penyakit kardiovaskuler, denyut nadi pasien meningkat, tekanan darah pasien

naik menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong sehingga terjadi

perdarahan.

Pasien dengan penyakit jantung termasuk kontra indikasi eksodonsi. Kontra indikasi

eksodonsi di sini bukan berarti kita tidak boleh melakukan tindakan eksodonsi pada

pasien ini, namun dalam penangannannya perlu konsultasi pada para ahli, dalam hal

ini dokter spesialis jantung. Dengan berkonsultasi, kita bisa mendapatkan

rekomendasi atau izin dari dokter spesialis mengenai waktu yang tepat bagi pasien

untuk menerima tindakan eksodonsi tanpa terjadi komplikasi yang membahayakan

bagi jiwa pasien serta tindakan pendamping yang diperlukan sebelum atau sesudah

dilakukan eksodonsi, misalnya saja penderita jantung rema harus diberi penicillin

sebelum dan sesudah eksodonsi dilakukan.

4. Kelainan Darah

a. Purpura hemoragik

Pada pasien dengan keadaan scurvy lanjut maka perdarahan ke dan dari dalam gusi

merupakan keadaan yang biasa terjadi. Hal ini disebabkan karena fragilitas kapiler

(daya tahan kapiler abnormal terhadap rupture) pada pasien tersebut dalam keadaan

53

Page 54: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

kurang, sehingga menuju kearah keadaan mudah terjadi pendarahan petechie dan

ecchimosis.

Perlu ditanyakan kepada pasien tentang riwayat perdarahan pasca eksodonsia, atau

pengalaman pendarahan lain. Selanjutnya diteruskan pada pemerikasaan darah yaitu

waktu pendarahan dan waktu penjedalan darah, juga konsentrasi protrombin.

b. Lekemia

Pada lekemia terjadi perubahan proliferasi dan perkembangan leukosit dan

prekursornya dalam darah dan sumsum tulang. Sehingga mudah infeksi dan terjadi

perdarahan.

b.1. Lekemia Limfatika

Tanda2 :

• badan mkn lelah dan lemah

• tanda2 anemia pucat, jantung berdesir, tknn drh rendah

• limfonodi membesr dsluruh tbh

• gusi berdarah

• petechyae

• perdarahan pasca eksodonsia

• batuk2

• pruritus

• pemeriksaan darah menunjukkan ada anemia tipe sekunder

b.2. Lekemia Mielogenous

• Kek. Tbh penderita bkrg

• bb berkurang

• tanda2 anemia

• pembesaran limfa

• perut terasa kembung & mual

• demam

• gangguan gastro intestinal

• gatal2 pada kulit

• perdrahan pd bbgai bag tbh

• gangguan penglihatan / perdarahan krn infiltrais leukemik

• perbesaran lien

• perdarahan petechyae

• perdrahan gusi

54

Page 55: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

• rasa berat di daerah sternum

c. Anemia

Ciri-ciri anemia yaitu rendahnya jumlah hemoglobin dalam darah sehingga

kemampuan darah untuk mengangkut oksigen menjadi berkurang. Selain itu,

penderita anemia memiliki kecenderungan adanya kerusakan mekanisme pertahanan

seluler.

d. Hemofilia

Setelah tindakan ekstraksi gigi yang menimbulkan trauma pada pembuluh darah,

hemostasis primer yang terjadi adalah pembentukan platelet plug (gumpalan darah)

yang meliputi luka, disebabkan karena adanya interaksi antara trombosit, faktor-faktor

koagulasi dan dinding pembuluh darah. Selain itu juga ada vasokonstriksi pembuluh

darah. Luka ekstraksi juga memicu clotting cascade dengan aktivasi thromboplastin,

konversi dari prothrombin menjadi thrombin, dan akhirnya membentuk deposisi

fibrin.

Pada pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi factor VIII. Pada

hemofilli B (penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX. Sedangkan pada von

Willebrand’s disease terjadi kegagalan pembentukan platelet, tetapi penyakit ini

jarang ditemukan.

Agar tidak terjadi komplikasi pasca eksodonsia perlu ditanyakan adakah kelainan

perdarahan seperti waktu perdarahan dan waktu penjendalan darah yg tdk normal

pada penderita

5. Hipertensi

Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor, pembuluh darah

akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat, pembuluh darah kecil akan

pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita menggunakan anestesi lokal yang

tidak mengandung vasokonstriktor, darah dapat tetap mengalir sehingga terjadi

perdarahan pasca ekstraksi.

Penting juga ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu

seperti obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena

juga dapat menyebabkan perdarahan.

6. Jaundice

55

Page 56: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Tanda-tandanya adalah ( Archer, 1961 ) ialah kulit berwarna kekuning-kuningan

disebut bronzed skin, conjuntiva berwarna kekuning-kuningan, membrana mukosa

berwarna kuning, juga terlihat pada cairan tubuh ( bila pigmen yang menyebabakan

warna menjadi kuning ).

Tindakan eksodonsi pada penderita ini dapat menyebabkan “prolonged hemorrahage”

yaitu perdarahan yang terjadi berlangsung lama sehingga bila penderita akan

menerima pencabutan gigi sebaiknya dikirimkan dulu kepada dokter ahli yang

merawatnya atau sebelum eksodonsi lakukan premediksi dahulu dengan vitamin K.

7. AIDS

Lesi oral sering muncul sebagai tanda awal infeksi HIV. Tanpa pemeriksaan secara

hati-hati, sering lesi oral tersebut tidak terpikirkan, karena lesi oral sering tidak terasa

nyeri. Macam-macam manifestasi infeksi HIV pada oral dapat berupa infeksi jamur,

infeksi bakteri, infeksi virus dan neoplasma.

Pada penderita AIDS terjadi penghancuran limfosit sehingga sistem kekebalan tubuh

menjadi berkurang. Pada tindakan eksodonsi dimana tindakan tersebut melakukan

perlukaan pada jaringan mulut, maka akan lebih mudah mengalami infeksi yang lebih

parah.Bila pasien sudah terinfeksi dan memerlukan premedikasi, maka upayakan

untuk mendapatkan perawatan medis dulu. Tetapi bila belum terinfeksi bisa langsung

cabut gigi.

Dengan demikian, apabila dokter gigi sudah menemui gejala penyakit mematikan ini

pada pasiennya, maka dokter bisa langsung memperoteksi diri sesuai standar

universal precautaion (waspada unievrsal). Perlindungan ini bisa memakai sarung

tangan, masker, kacamata, penutup wajah, bahkan juga sepatu. Karena hingga kini

belum ditemukan vaksin HIV.

8. Sifilis

Sifilis adalah penyakit infeksi yang diakibatkan Treponema pallidum. Pada penderita

sifilis, daya tahan tubuhnya rendah, sehingga mudah terjadi infeksi sehingga

penyembuhan luka terhambat.

9. Nefritis

56

Page 57: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Eksodonsi yang meliputi beberapa gigi pada penderita nefritis, dapat berakibat

keadaan nefritis bertambah buruk. Sebaiknya penderita nefritis berkonsultasi terlebih

dahulu dengan dokter ahli sebelum melakukan eksodonsi.

10. Malignansi Oral

Di daerah perawatan malignasi suatu rahang melalui radiasi sel jaringan mempunyai

aktivitas yang rendah sehingga daya resisten kurang terhadap suatu infeksi.

Eksodonsia yang dilakukan di daerah ini banyak yang diikuti osteoradionekrosis

rahang ( Archer, 1966 ). Apabila perawatan rad iasi memang terpaksa harus

dikerjakan sehubungan dengan malignansi tersebut maka sebaiknya semua gigi pada

daerah yang akan terkena radiasi dicabut sebelum dilakukan radiasi. Bahkan banyak

yang berpendapat bahwa semua gigi yang masih ada di daerah itu, dibuang bersih

dahulu sebelum penderita menerima radiasi yang berat.

Tujuan utama adalah mencabut gigi-gigi dan melakukan alveolektomi seluruh

processus alveolaris sejauh sepertiga dekat apeks lubang alveolus. Mukoperiosteal

flap dibuka lebar pada daerah yang akan dikerjakan operasi dan kemudian

direfleksikan ke arah lipatan mukobukal atau lipatam labial. Semua tulang labial atau

bukal diambil dengan menggunakan chisel dan mallet. Pengambilan tulang tersebut

meliputi daerah akar dan interseptal, dan kemudian gigi-gigi dicabut. Dengan

memakai bone rongers, chisel, bone burs yang besar , kikir bulat. Semua tulang

alveolus yang tinggal dan tulang kortikal bagian lingual diambil dengan

meninggalkan sepertiga dari tulang apeks alveolus. Kemudian flaps yang berlebihan

digunting agar masing-masing ujung flaps dapat bertemu dengan baik, tanpa terdapat

teganagan. Penyembuhan biasanya cepat dan perawatan radiasi dapat dimulai dalam

waktu seminggu.

11. Hipersensitivitas

Bagi pasien dengan alergi pada beberapa jenis obat, dapat mengakibatkan shock

anafilaksis apabila diberi obat-obatan pemicu alergi tersebut. Oleh karena itu, seorang

dokter gigi perlu melakukan anamnesis untuk mengetahui riwayat kesehatan dan

menghindari obat-obatan pemicu alergi.

12. Toxic Goiter

57

Page 58: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Ciri-ciri pasien tersebut adalah tremor, emosi tidak stabil, tachycardia dan palpitasi ,

keringat keluar berlebihan, glandula tiroidea membesar secara difus (kadang tidak

ada), exophthalmos (bola mata melotot), berat badan susut, rata-rata basal metabolic

naik, kenaikan pada tekanan pulsus, gangguan menstruasi (pada wanita), nafsu makan

berlebih.

Tindakan bedah mulut, termasuk mencabut gigi, dapat mengakibatkan krisis tiroid,

tanda-tandanya yaitu setengah sadar, sangat gelisah ,tidak terkontrol meskipun telah

diberi obat penenang.

Pada penderita toxic goiter jangan dilakukan tindakan bedah mulut, termasuk

tindakan eksodonsi, karena dapat menyababkan krisis tiroid dan kegagalan jantung.

3.2.3 Alat yang dibutuhkan untuk tindakan eksodonsi

Alat-alat yang berhubungan dengan pencabutan gigi, yang terdiri dari :

1. Forcep ( tang pencabutan )

Tang merupakan alat yang dipergunakan untuk melepaskan gigi dari jaringan tulang

dan jaringan lunak disekitar gigi, untuk itu diperlukan tang yang ideal untuk masing-

masing gigi, agar dapat meneruskan kekuatan tekanan operator ke gigi dengan baik.

a. Bagian-bagian dari tang ekatraksi adalah :

- beak, merupakan ujung yang mencekeram gigi geligi

- Joint/sendi/poros, merupakan pertemuan antara beak dan handle

- Handle/pegangan, merupakan bagian untuk pegangan operator

b. Tang rahang atas

Gigi-gigi rahang atas dibagi atas regio depan (anterior), tengah atau belakang

Untuk pencabutan gigi-gigi tersebut tang yang digunakan adalah :

- Bentuk lurus

Untuk pencabutan gigi-gigi depan bermahkota atau sisa akar

- Bentuk S

58

Page 59: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Untuk pencabutan gigi-gigi yang letaknya ditengah premolar atau molar, mahkota

atau sisa akar

Tang posterior rahang atas (molar kiri) tang posterior rahang atas (premolar)

Tang posterior rahang atas (molar kanan)

- Bentuk bayonet

Untuk pencabutan gigi molar tiga atau sisa akar gigi-gigi posterior.

Tang untuk pencabutan gigi molar rahang atas atau mahkota dibedakan atas kiri dan

kanan sesuai bentuk beak. Sedangkan tang untuk gigi insisivus, kaninus dan premolar

tidak dibedakan atas kanan atau kiri.

c. Tang rahang bawah

Pada bagian beak, joint dan handle membentuk 90 derajat

2. Elevator/pengungkit

59

Page 60: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Alat ini digunakan untuk mengungkit gigi dari alveolus. Untuk pengungkit gigi/akar

dengan titik fulcrum, dimana letak fulcrum tergantung dari lokasi objek yang diungkit.

a. bagian-bagian alat pengungkit

- blade, merupakan ujung yang tajam untuk mengungkit gigi

- shank, merupakan bagian yang menghubungkan blade dan handle

- handle, merupakan bagian yang digunakan untuk pegangan

Menurut bentuknya elevator dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

1. straight ( lurus )

Alat ini mempunyai bentuk dimana handle, shank dan blade membentuk suatu garis

lurus.

2. cross Bar

Alat ini mempunyai bentuk antara handle dan shank, membentuk sudut ≥ 90 ˚. Alat ini

berpasangan mesial/distal atau kiri/kanan.

3. Angular

Alat ini mempunyai bentuk dimana blade membentuk sudut terhadap shank dan

handle.

Menurut penggunaannya elevator diklasifikasikan atas :

1. elevator yang didesain untuk menyingkirkan segala gigi

2. elevator yang didesain untuk menyingkirkan akar yang fraktur setinggi gingiva line

3. elevator yang didesain untuk akar yang fraktur ½ panjang akar

4. elevator yang didedain untuk akar yang fraktur ⅓ panjang akar

5. elevator yang didesain untuk menyingkirkan mukoperiosteal sebelum penggunaan

tang ekstraksi.

Beberapa tang khusus :

1. Tang trismus

2. Tang M3 Rahang Atas

3. Tang cow horn

60

Page 61: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Posisi operator saat eksodonsia

1. Pencabutan rahang atas

Sikap dan posisi

Posisi operator dikanan depan pasien dengan kaki terbuka. Posisi kepala pasien

sedemikian rupa sehingga permukaan oklusal gigi rahang atas 45˚ terhadap lantai dan

permukaan okluasal gigi rahang bawah sejajar lantai serta posisi siku operator kira-kira

setinggi oklusal rahang atas. Tangan kiri operator memegang rahang atas pasien

sekaligus menarik bibir dan pipi pasien.

2. Pencabutan gigi rahang bawah

Sikap dan posisi

Operator berdidi dengan kaki terbuka. Posisi operator ada di kanan depan pasien.

Jika akan mencabut gigi rahang bawah anterior dan rahang bawah kanan. Sedangkan

untuk mencabut gigi rahang bawah kiri, posisi operator ada dikanan belakang atau

belakan pasien.. permukaan oklusal gigi rahang bawah pasien sama tinggi dengan

lengan bawah operator dan siku operator sejaja lantai.

( kapita selekta kedokteran UI )

3.2.4 Komplikasi eksodonsi

Komplikasi yang terjadi pada pencabutan gigi atau eksodonsia banyak julahnya dan

bervariasi satu dengan lainnyaserta beberapa diantaranya dapat atau masih bisa terjadi

meskipun dilakukan tin dakan bedah sebaik mungkin. Yang lainnya tidak dapat dihindari

meskipun sudah direncanakan sehingga untuk dapat mengatasinya diagnosis pemeriksaan

harus dilakukan dengan cermat, dan dilaksanakan oleh operator yang melakukan prinsip

bedah dengan baik selama pencabutan gigi. Komplikasi komplikasi yang dapat terjadi

tersebut antara lain :

1. Kegagalan mencabut gigi menggunakan alat alat mencabut gigi seperti tang dan

elevator

2. Terjadi fraktur dari mahkota gigi yang akan dicabut, akar gigi yang akan dicabut,

tulang alveolar, tuberositas maksilaris, gigi sebelahnya atau gigi antagonisnya,

mandibula.

61

Page 62: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Fraktur mahkota gigi selama pencabutan mungkin tidak dapat dihindari bila gigi

sudah mengalami karies atau restorasi yang besar. Namun hal ini erring

disebabkan juga oleh tidak tepatnya aplikasi tang pada gigi, bilah tang

diaplikasikan pada mahkota gigi bukan pada akar atau massa akar gigi, ujung tang

mungkin terlepas dan mematahkan mahkota gigi bila tangkai tang tidak dipegang

dengan kuat.

Fraktur gigi disebelahnya atau gigi antagonisnya dapat terjadi karena kurang

cermatnya pemeriksaan yang dapat menunjukan apakah gigi berdekatan dengan

gigi yang dicabut mengalami karies yang besar, restorasi besar dan overhanging

natau terletak pada arah pencabutan sehingga harus diambil tambalannya atau

ditambal lagi terlebih dahulu sebelum dilakukan pencabutan. Selain itu tekanan

yang diaplikasikan pada gigi yang berdekatan selama pencabutan juga dapat

menyebabkan fraktur,maksudnya adalah gigi antagois / berdekatannya bisa pecah

bila gigi yang akan dicabut tiba tiba diberikan tekanan yang tidak terkendali

sehingga tang membentur gigi tersebut.

Terjadinya fraktur fraktur diatas juga tidak lepas dari tekanan yang berlebihan

yang digunakan di dalam proses mencabut gigi, jadi lebih baik menggunakan

teknik dan skill yang baik sehingga tekanan tersebut dapat diminimalisasi.

seandainya gigi tidak dapat dicabut dengan tekanan kecil dan sedang maka

penyebabnya harus dicari dan diatasi.

3. Dislokasi pada gigi sebelahnya, dan sendi temporomandibular.

Dislokasi pada gigi disebe;ahnya dapat dihindari karena penyebabnya serupa

dengan penyebab fraktur gigi yang berdekatan.

Dislokasi pada sendi temporo mandibula terjadi pada pasien riwayat dislokasi

rekuren serta adanya tekanan yang berlebihan pada saat pencabutan gigi. Oleh

sebabt itu apabila ingin menghindari komplikasi ini rahang bawah harus difiksasi,

dipegang oleh tangan kiri operator dan ditambah dengan bantuan pegangan

asistem operator dengan penekanan ke atas pada bagian bawah sudut mandibula.

4. Akar gigi dapat berpindah ke jaringan lunak, ke dalam sinus maksilaris, sehingga

apabila hal ini terjadi harus dilakukan tindakan bedah besar agar gigi tersebut bisa

diambil.

Berpindahnya akar gigi ke dalam jaringan lunak biasanya hasil dari usaha

memegang akar gigi secara tidak efektif pada keadaan lapang pandang yang

cukup.

62

Page 63: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Masuknya akar gigi ke dalam sinus biasanya akar dari gigi premolar dan mlar atas

(yang sering akar palatal).

5. Perdarahan yang berlebihan selama mencabut gigi, dan setelah pencabutan gigi.

6. Dapat terjadi kerusakan pada gusi, bibir, saraf alveolaris inferior dan cabang

cabangnya, lidah serta dasar mulut

7. Terjadinya rasa sakit pasacaoperasi disebabkan karena kerusakan yang terjadi

pada jaringan lunak dan keras,terbentuknya dry soket, osteomilitis akut pada

mandibula, arthritis traumatic pada sendi temporo mandibula, serta adanya infeksi

pada daerah pencabutan.

8. Pembengkakan pascaoperasi dapat terjadi karena edema, hematoma, infeksi,

trauma, sinkop, terhentinya respirasi, terhentinya jantung, serta keadaan darurat

akibat anestesi.

63

Page 64: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

BAB IV

KESIMPULAN

4.1. Anestesi Lokal

4.1.1. Jenis obat anastesi lokal

Anestetika lokal terdiri dari gugus amin hidrofilik yang dihubungkan dengan

gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara. Gugus antara dan gugus aromatik

dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester, maka anestetik lokal dapat

digolongkan menjadi:

- senyawa ester (prokain, tetrakain, benzokain, kokain)

- senyawa amida (lidokain, dibukain, mepivakain, prilokain)

4.1.2. Farmakologi dan farmakokinetik obat anastesi lokal

- Uptake

Obat yang diinjeksikan pada jaringan akan bereaksi pada pembuluh darah

di area yang injeksikan. Semua obat anastesi lokal memiliki derajat vasoaktivitas,

kebanyakan menyebabkan dilatasi dari pembuluh darah.

- Distribusi

Ketika diabsorbsi ke dalam darah, anastesi lokal akan didistribusikan

melewati seluruh jaringan tubuh. Semua anastesi lokal melewati pelindung darah

otak. Obat juga melewati plasenta dan memasuki sistem sirkulasi fetus.

- Metabolisme

Metabolisme (atau biotransformasi) dari anastesi lokal sangat penting,

karena hampir semua toksisitas obat tergantung dari keseimbangan antara kadar

absorpsi ke dalam pembuluh darah di tempat injeksi and kadar penghilangan obat

dari darah dari proses pemasukan ke dalam jaringan dan metabolisme.

- Ekresi

64

Page 65: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

Persentasi berdasarkan dosis obat anastesi akan diekresi tanpa dirubah

melalui urin. Persentasi tergantung dari obat. Ester hanya ada dalam konsentrasi

yang cukup kecil di dalam urin, karena ester hampir dapat dihidrolisa hampir

secara sempurna di dalam plasma. Sedangkan Amida biasanya terdapat di dalam

urin dalam presentasi yang lebih besar dibanding ester, hal ini dikarenakan amida

melalui proses biotranformasi yang cukup kompleks.

4.1.3. Teknik anastesi lokal

Berdasarkan area yang teranestesi, anestesi lokal dapat  dibedakan  menjadi :

1. Nerve Block

Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar batang saraf utama,

sehingga mampu menganestesi daerah yang luas yang mendapat inervasi dari

percabangan saraf utama tersebut.

2. Field Block

Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar cabang saraf terminal

dengan tujuan untuk memblokir semua persarafan sebelah distal dari tempat injeksi cairan

anestesi.

3. Lokal infiltrasi

Larutan anestesi lokal dituntikkan di sekitar ujung-ujung saraf terminal sehingga

efek anestesi hanya terbatas pada tempat difusi cairan anestesi tepat pada area yang akan

dilakukan instrumentasi.

4.1.4. Teknik anastesi pada maksila dan mandibula

Pada maksila:

1. Blok Nervus Alveolaris Superrior Anterior

2. Blok Nervus Alveolaris Superrior Posterior

3. Blok Nervus Intra Orbital

4. Blok Nervus Naso Palatinus

5. Blok Nervus Palatinus Anterior

4.1.5. Komplikasi anastesi lokal

1. Toksisitas

2. Alergi atau rekasi anafilaktoid

3. Sinkop atau fainting

4. Trismus

65

Page 66: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

5. Rasa sakit atau hipereshesia

6. Infeksi

7. Jarum yang patah

8. Anastesi berkepanjangan

9. Hematoma

4.2. Eksodonsi

4.2.1. Teknik eksodonsi1. Pencabutan Sederhana

2. Pencabutan Gigi dengan Pembedahan

4.2.2. Indikasi dan kontraindikasi dilakukannya tindakan eksodonsi

1. Indikasi eksodonsi

- gigi karies dan tidak dapat diselamatkan denagn perawatan apapun

- pulpitis atau gigi denagn pulpa non-vital yang harus dicabut jika perawatan

endodontik tidak dapat dilakukan

- periodontitis periapaikal

- penyakit periodontal

- gigi fraktur melebihi mahkota

- untuk perawatan ortodonsi

- gigi impaksi dan non erupsi

- supernumerry teeth

2. KontraIndikasi Eksodonsia

- Diabetes Mellitus

- Kehamilan

- Penyakit Kardiovaskuler

- Kelainan Darah

- Hipertensi

- Jaundice

- AIDS

- Sifilis

- Nefritis

- Malignansi Oral

- Hipersensitivitas

- Toxic Goiter

4.2.3. Alat yang dibutuhkan untuk tindakan eksodonsi

Alat-alat yang berhubungan dengan pencabutan gigi, yang terdiri dari :

1. Forcep ( tang pencabutan )

66

Page 67: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

- Tang rahang atas:

Bentuk lurus

Bentuk S

Bentuk bayonet

- Tang rahang bawah

2. Elevator/pengungkit

Menurut bentuknya elevator dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

1. straight ( lurus )

2. cross Bar

3. Angular

4.2.4. Komplikasi eksodonsi

Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi tersebut antara lain :

- Kegagalan mencabut gigi menggunakan alat alat mencabut gigi seperti tang

dan elevator.

- Terjadi fraktur dari mahkota gigi yang akan dicabut, akar gigi yang akan

dicabut, tulang alveolar, tuberositas maksilaris, gigi sebelahnya atau gigi

antagonisnya, mandibula.

- Dislokasi pada gigi sebelahnya, dan sendi temporomandibular.

- Akar gigi dapat berpindah ke jaringan lunak, ke dalam sinus maksilaris,

sehingga apabila hal ini terjadi harus dilakukan tindakan bedah besar agar gigi

tersebut bisa diambil.

- Perdarahan yang berlebihan selama mencabut gigi, dan setelah pencabutan gigi.

- Dapat terjadi kerusakan pada gusi, bibir, saraf alveolaris inferior dan cabang

cabangnya, lidah serta dasar mulut

- Terjadinya rasa sakit pasacaoperasi disebabkan karena kerusakan yang terjadi

pada jaringan lunak dan keras,terbentuknya dry soket, osteomilitis akut pada

mandibula, arthritis traumatic pada sendi temporo mandibula, serta adanya

infeksi pada daerah pencabutan.

- Pembengkakan pascaoperasi dapat terjadi karena edema, hematoma, infeksi,

trauma, sinkop, terhentinya respirasi, terhentinya jantung, serta keadaan darurat

akibat ananstesi.

67

Page 68: Lap.tut 08 Anastesi n Ekso

68