Lapsus-Neurodermatitis DKI Kronik

14
BAB I PENDAHULUAN Dermatitis kontak iritan merupakan peradangan kulit (epidermis maupu dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor bahan iritan yang kontak substansi kulit. Dan menimbulkan kelainan klinis berupa eflorosensi yang polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) gatal. Dermatitis kontak iritan merupakan suatu reaksi nonimunologik disebabkan oleh banyak faktor seperti faktor fisik (gesekan, trauma, kele rendah, panas atau dingin) atau faktor kimiawi (deterjen, sabun, pelarut, bahkan juga air). Dermatitis kronis bisa menyerang siapa saja namun umunya lebih tingg insidennya terkait dengan pekerjaan. Dermatitis kontak iritan dapat dider semua orang dari berbagai golongan, umur ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita secaratepat sulit diketahui. Hal tersebut disebabkan banyaknya penderita dengan keluhan ringan tidak datang berobat. ejala !linis D!" kronis berupa berupa kulit kering, eritema, skuama lambat laut terjadi penebalan kulit (hyperkeratosis) dan likenifikasi, di kontak terus berlangsung akhirnya presentasi kulit dapat berubah menjadi atau fisur. !eluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit atau fisur. $amun selain itu penderita sering datang dengan keluhan berup kering atau skuama tanpadisertai eritema, sehingga sering diabaikan oleh penderita. !emudian pasien baru datang setelah keluhan yang diras mengganggu. Diagnosis dari D!" !ronis berupa anamnesis, pemeriksaan fisik pemeriksaan penunjang. D!" kronis perlu dibedakan dengan D!% kronis karen gejala klinisyang hampir mirip dan terdapat perbedaan pendekatan penatalaksanaan. &ehingga diperlukan uji tempel untuk membedakan antara D kronis dengan D!% kronis. 'ujuan utama pengobatan D!" kronis yaitu menghilangkan lesinya. engobatan yang dapat diberikan terbagi atas modalitas yang dapat diapliks 1

description

Kampus

Transcript of Lapsus-Neurodermatitis DKI Kronik

BAB IPENDAHULUAN

Dermatitis kontak iritan merupakan peradangan kulit (epidermis maupun dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor bahan iritan yang kontak dengan substansi kulit. Dan menimbulkan kelainan klinis berupa eflorosensi yang polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Dermatitis kontak iritan merupakan suatu reaksi nonimunologik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti faktor fisik (gesekan, trauma, kelembaban rendah, panas atau dingin) atau faktor kimiawi (deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air).Dermatitis kronis bisa menyerang siapa saja namun umunya lebih tinggi insidennya terkait dengan pekerjaan. Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan, umur ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita secara tepat sulit diketahui. Hal tersebut disebabkan banyaknya penderita dengan keluhan ringan tidak datang berobat.Gejala Klinis DKI kronis berupa berupa kulit kering, eritema, skuama lambat laut terjadi penebalan kulit (hyperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya presentasi kulit dapat berubah menjadi luka iris atau fisur. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak atau fisur. Namun selain itu penderita sering datang dengan keluhan berupa kulit kering atau skuama tanpa disertai eritema, sehingga sering diabaikan oleh penderita. Kemudian pasien baru datang setelah keluhan yang dirasakan cukup mengganggu.Diagnosis dari DKI Kronis berupa anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. DKI kronis perlu dibedakan dengan DKA kronis karena gejala klinis yang hampir mirip dan terdapat perbedaan pendekatan penatalaksanaan. Sehingga diperlukan uji tempel untuk membedakan antara DKI kronis dengan DKA kronis.Tujuan utama pengobatan DKI kronis yaitu menghilangkan lesinya. Pengobatan yang dapat diberikan terbagi atas modalitas yang dapat diapliksikan sendiri oleh pasien dan modalitas yang harus dilakukan di sarana kesehatan. Cara pemilihan pengobatan tersebut tergantung pada kondisi pasien, ukuran, jumlah dan lokasi lesi tersebut, gambaran morfologi DKI konis, keterampilan dokter yang melakukan pengobatan serta faktor biaya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. DefinisiDermatitis kontak iritan adalah reaksi peradangan pada kulit nonimunologik yang disebabkan oleh bahan/substansi yang bersigat iritan yang menempel pada kulit.

2.2. EpidemiologiDermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan, umur ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan banyak terutama berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal tersebut disebabkan banyaknya penderita dengan keluhan ringan tidak datang berobat.

2.3. EtiologiPenyebab paling umum terjadi adalah bahan yang bersifat iritan. Misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali dan serbuk kayu. Selain itu kelainan kulit yang terjadi dipengaruhi beberapa faktor seperti lama kontak, kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit yang lebih permeabel, gesekan dan trauma fisik. selain itu, suhu ,kelembaban dan lingkungan juga turut mempengaruhi.2.4. PatogenesisKelainan timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisik. Bahan tersebut merusak lapisan tanduk, terjadi denaturasi keratin, dan menyingkirkan lemak yang terdapat pada lapisan keratin. Bahan-bahan iritan tersebut kemudian merusak dan menembus membrane sel kulit. Sehingga pada kulit terjadi pelepasan berbagai faktor inflamasi. Selain itu faktor inflamasi juga bertindak sebagai kemoatraktan yang mengaktifasi terjadinya pelepasan neutrofil, limfosit dan histamin.Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edeme, panas, nyeri bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum hingga menyebabkan hilangnya fungsi barrier kulit. Hal tersebut yang membuat iritan lemah dapat menimbulkan gejala pada pasien.2.5. Manifestasi KlinisKelainan kulit yang terjadi sifatnya sangat beragam bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat member gejala akut, sedang iritan lemah member gejala kronik. Selain itu pula banyak faktor yang mempengaruhi misalnya usia, lokasi lesi, suhu, kelembabaan udara, oklusi dan lingkungan.Berdasarkan klasifikasinya DKI dibagi menjadi 2 yaitu DKI akut dan DKI Kumulatif atau DKI kronis. Jenis DKI Kronik atau DKI kumulatif merupakan DKI dengan insiden tertinggi diantara klasifikasi DKI lainnya. Penyebab terjadi adalah kontak yang berulang-ulang dengan iritan lemah misalnya gesekan, trauma, kelembaban rendah, panas atau dingin, juga bahan deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahkan air. DKI kronis terjadi akibat kerjasama dari berbagai faktor artinya terjadinya presentasi klinis pasien akibat lebih dari satu pajanan iritan lemah yang mengakibatkan. Selain itu kelainan juga baru nyata setelah terjadi kontak selama berminggu-minggu atau bulanan. Bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting.Gejala klasik yang terjadi berupa kulit kering, eritema, skuama lambat laut terjadi penebalan kulit (hyperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya presentasi kulit dapat berubah menjadi luka iris atau fisur. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak atau fisur. Namun selain itu penderita sering datang dengan keluhan berupa kulit kering atau skuama tanpa disertai eritema, sehingga sering diabaikan oleh penderita. Kemudian pasien baru datang setelah keluhan yang dirasakan cukup mengganggu. 2.6. DiagnosisDiagnosis DKI kronis berdasarkan atas:1. AnamnesisMelalui anamnesis maka akan didapatkan keluhan pasien berupa terdapat keluhan gatal, nyeri atau terdapat penebalan kulit dan pecah-pecah.Pada anamnesis penting untuk ditanyakan mengenai riwayat kontak bahan iritan dan faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi seperti usia, lokasi lesi, suhu, kelembabaan udara, oklusi dan lingkungan.2. Tanda-tanda klinisKelainan kulit kulit kering, eritema, skuama lambat laut terjadi penebalan kulit (hyperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya presentasi kulit dapat berubah menjadi luka iris atau fisur. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak atau fisur. Namun selain itu penderita sering datang dengan keluhan berupa kulit kering atau skuama tanpa disertai eritema3. Pemeriksaan penunjang, yang dapat dilakukan yaitu:8a. Tes tempelPemeriksaan ini dapat digunakan untuk membedakan diagnosis DKI kronik dengan Dermatitis kontak alergi. Karena presentasi klinis DKI kronik hampir mirip dengan DKA.b. HistopatologiGambaran histopatologik dari DKI tidak mempunyai karakteristik. Pada DKI akut (oleh iritan primer) dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuclear di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eksotosis di epidermis diikuti spongiosis dan edeme intrasel, dan akhirnya terjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bula. Didalam vesikel atau bula ditemukan limfosit dan neutrofil.2.7. Diagnosis BandingBeberapa penyakit yang merupakan diagnosis banding kondiloma akuminata antara lain : Neurodermatitis, Dermatitis Kontak Alergi, dan tinea pedis.1. NeurodermatitisKelainan ini mirip dengan kelainan DKI kronis berupa gatal, sirkumskrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tamapak lebih menonjol (likenifikasi) menyerpai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai rangsangan pruritogenik.2. Dermatitis Kontak AlergiPada DKA kronis sangat mirip presentasi klinis dengan DKI Kronis sehingga untuk membedakan berdasarkan anamnesis riwayat alergi dan melakukan uji temple (patch test). Presentasi klinis dari DKA kronis berupa kulit kering, berskuama, papul likenifikasi dan mungkin juga fisurm batasnya tidak jelas. 3. Tinea Pedis Kelainan tinea pedis berupa fisura yang dilingkari oleh sisik halus dan tipis. Selain itu terdapat kulit putih dan rapuh dan bila dibersihkan maka akan terlihat kulit baru.2.8. Penatalaksanaan1. NonmedikamentosaDiberikan penjelasan kepada pasien bahwa DKI kronik terjadi akibat pajanan bahan iritan yang lama disertai faktor-faktor yang mempengaruhi baik bersifat fisis dan kimiawi.Pemakaian alat pelindung diri yang lebih kuat sebagai salah satu upaya proteksi diri terhadap bahan iritan lemah.2. Medikamentosa4Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali kortikosteroid yang lebih kuat.

2.9. PrognosisBila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna maka prognosisnya akan cenderung kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multifaktor, juga pada penderita atopi.

BAB IIILAPORAN KASUS

I Identitas PasienNama: INMUmur: 36 TahunJenis Kelamin: Laki-lakiAlamat: Kediri, TabananSuku: BaliBangsa: IndonesiaAgama: HinduTanggal Pemeriksaan: 18 Mei 2015

II AnamnesisKeluhan UtamaTelapak kaki gatal dan terlihat pecah-pecah sejak 3 bulan yang lalu

Perjalanan PenyakitPasien datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin BRSU Tabanan pada 6/05/2015 dengan keluhan telapak kaki gatal dan terlihat pecah-pecah sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien merasa gatal pada telapak kakinya lalu kemudian keluhan dirasakan tidak menghilang lama kelamaan telapak kakinya seperti pecah-pecah. Gatal yang dirasakan pasien hanya saat tertentu saja namun pasien merasa tidak nyaman untuk beraktivitas dengan keluhan gatal tersebut. Selain itu, terdapat keluhan yang sama pada kedua lutut, keluhan tersebut dirasakan mulai muncul pada saat 2 bulan yang lalu. Pada lutut keluhan yang dirasakan sama yaitu berupa gatal dan terlihat kulit pecah-pecah. Untuk mengurangi keluhan gatal pasien biasanya menggaruk pada kulit yang dirasakan gatal.Riwayat PengobatanPasien sudah berobat ke dokter umum dan diberikan obat salep dan pil namun pasien lupa nama obatnya. Pasien juga sudah menggunakan obat-obatan tersebut sejak 2 minggu yang lalu namun keluhan tidak berkurang atau hilang

Riwayat Penyakit TerdahuluPasien tidak memiliki keluhan serupa sebelumnya

Riwayat Penyakit dalam KeluargaRiwayat penyakit sistemik dan kelamin dalam keluarga disangkal pasien

Riwayat SosialSehari-hari pasien bekerja di kapal pesiar, selain itu pasien sepanjang hari menggunakan sepatu namun pasien merasa tidak nyaman akibat keluhan tersebut. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal oleh pasien.

III Pemeriksaan FisikStatus PresentKeadaan Umum : BaikGCS : 15Tekanan Darah : 120/80 mmHgNadi : 84 x/menitRespirasi : 18 x/menitTemperatur aksila : 36,5Status GeneralKepala: NormocephaliMata: anemia -/-, ikterus -/-THT: dalam batas normalThorax: Cor : S1 S2 reguler, murmur (-) Pulmo : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-Abdomen: distensi (-), bising usus normal, hepar dan lien tidak terabaEkstremitas : akral hangat, pitting edema (-/-)Status Dermatologi dan Venerologi1. Lokasi : Dorsum pedis et genuEffloresensi : Fissure multipel, bentuk geografika, ukuran panjang 0,5-2 cm, batas tegas, dengan kulit sekitar lesi ditutupi skuama putih kasar, distribusi menyebar.Likenifikasi multipel, bentuk geografika, ukuran 3-5 cm, batas tegas, distribusi menyebar, dengan kulit sekitar lesi ditutupi skuama putih kasar.Erosi multipel, bentuk bulat, ukuran diameter 0,5 cm, batas tegas, distribusi tersebar pada daerah lesi2. Mukosa : dalam batas normal3. Rambut : dalam batas normal4. Kuku : dalam batas normal5. Fungsi Kelenjar Keringat : dalam batas normal6. Kelenjar Limfe : dalam batas normal7. Saraf : dalam batas normal

Gambar 3.1 Lesi pada telapak kaki

Gambar 3.2 Lesi pada lutut

Diagnosis Banding1. Dermatitis Kontak Iritan2. Neurodermatitis3. Dermatitis Kontak Alergi4. Tinea pedis

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang tidak dikerjakan

ResumePasien laki-laki, 36 tahun, suku Bali mengeluh adanya gatal dan kulit pecah-pecah pada kaki dan lutut sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien merasa gatal pada kaki kemudian lama-kelamaan timbul kulit pecah-pecah pada telapak kaki. Pasien sudah berobat ke dokter dan diberikan salep dan pil namun pasien lupa nama obatnya. Selain itu pasien sudah menggunakan obat tersebut selama 2 minggu yang lalu. Pasien mengaku sering menggaruk pada lesi yang gatal, keluhan tersebut tidak dirasakan sepanjang hari namun jika timbul keluhan gatal sulit untuk hilang. Dan pasien merasa nyaman ketika menggaruk kaki yang gatal.. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status general dalam batas normal. Sedangkan pada status dermatologi dan venerologi didapatkan pada telapak kaki fissure multipel, bentuk geografika, ukuran panjang 0,5-2 cm, batas tegas, dengan kulit sekitar lesi ditutupi skuama putih kasar, distribusi menyebar. Pada lutut Likenifikasi multipel, bentuk geografika, ukuran panjang 3-5 cm, batas tegas, distribusi menyebar, dengan kulit disekitar lesi ditutupi skuama putih kasar. Dan erosi multipel, bentuk bulat, ukuran diameter 0,5 cm, batas tegas, distribusi tersebar pada daerah lesi.

Diagnosis KerjaDermatitis kontak iritan kronis + neurodermatitis

Penatalaksanaan1. Antihistamin setirizin 10 mg @24 jam 2. Salep desoksimetason krim 0,25% dicampurkan kloramfenikol 2%.3. KIE : Hindari atau mengurangi pajanan atau bahan iritan dan faktor-faktor eksogen yang mempengaruhi. Kemudian hindari menggaruk pada daerah lesi untuk mengungi terjadinya infeksi sekunder. Dan menjaga kebersihan diri dan daerah sekitar lesi

PrognosisDubius ad bonam

BAB IVPEMBAHASANBerdasarkan anamnesis yang telah dilakukan dengan penderita didapatkan bahwa penderita mengeluh adanya gatal dan kulit pecah-pecah pada telapak kaki sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien merasa gatal pada telapak kaki, kemudian setelah lama kelamaan timbul kulit pecah-pecah. Selain itu terdapat keluhan yang sama pada lutut namun keluhan dirasakan mucul belakangan. Pasien mengaku sering menggaruk daerah lesi dan merasa nyaman setelah digaruk. Pasien juga merasakan tidak nyaman karena gatal.Hal ini sesuai dengan teori pada DKI kronis bahwa keluhan yang biasa muncul pada pasien adalah penebalan kulit dan timbul fissure dengan skuama tanpa disertai eritema dan gatal. Hal ini disebabkan pasien DKI kronis sering datang dengan keluhan yang sering diabaikan oleh pasien namun datang berobat ketika keluhan dirasa tidak nyaman. Seperti keluhan yang tidak hilang-hilang dan lama-kelamaan makin membesar.Dari status dermatologi dan venerologinya didapatkan bahwa lesi pada telapak kaki fissure multipel, bentuk geografika, ukuran panjang 0,5-2 cm, batas tegas, lesi ditutupi skuama putih kasar, distribusi menyebar. Pada lutut Likenifikasi multipel, bentuk geografika, ukuran panjang 3-5 cm, batas tegas, distribusi menyebar dengan lesi ditutupi skuama putih kasar. Dan erosi multipel, bentuk bulat, ukuran diameter 0,5 cm, batas tegas, distribusi tersebar pada lesi. Hal ini sesuai dengan eflorosensi pada DKI kronis yang berupa fissure atau likenifikasi disertai skuama dengan atau tanpa eritema. Lesi ini didapatkan akibat kebiasaan pasien dalam menggaruk.Dalam mendiagnosis DKI kronis diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada pasien didapatkan keluhan riwayat iritan dengan faktor eksogen yaitu trauma mikro, kelembaban, suhu dan pengaruh lingkungan. Serta pada pasien memiliki riwayat menggaruk pada bagian lesi. Selain itu pada pemeriksaan fisik DKI kronis presentasi klinisnya mirip dengan DKA sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang uji tempel pada pasien.Modalitas terapi pada pasien DKI kronis ada dua yaitu nonmedikamentosa dan medikamentosa. Terapi nonmedikamentosa adalahPrognosis pada penderita ini adalah dubius. Hal ini disebabkan karena kesembuhan penderita terhadap penyakit DKI kronis ini bergantung pada tingkat kepatuhan penderita terhadap pengobatan yang cukup lama dan kepatuhan pasien dalam menjaga kebersihan lesi untuk mengurangi dampak infeksi sekunder. Selain itu juga diperlukan penyingkiran terhadap bahan iritan. Dan memperhatikan faktor-faktor eksogen yang mempengaruhi terjadinya DKI kronis seperti kelembaban, suhu, dan trauma.

BAB VSIMPULANDermatitis kontak iritan merupakan suatu reaksi nonimunologik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti faktor fisik (gesekan, trauma, kelembaban rendah, panas atau dingin) atau faktor kimiawi (deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air).Dermatitis kronis bisa menyerang siapa saja namun umunya lebih tinggi insidennya terkait dengan pekerjaan. Gejala Klinis DKI kronis berupa berupa kulit kering, eritema, skuama lambat laut terjadi penebalan kulit (hyperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya presentasi kulit dapat berubah menjadi luka iris atau fisur. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak atau fisur. Diagnosis dari DKI Kronis berupa anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. DKI kronis perlu dibedakan dengan DKA kronis karena gejala klinis yang hampir mirip dan terdapat perbedaan pendekatan penatalaksanaan. Sehingga diperlukan uji tempel untuk membedakan antara DKI kronis dengan DKA kronis.Tujuan utama pengobatan DKI kronis yaitu menghilangkan lesinya. Pengobatan yang dapat diberikan terbagi atas modalitas yang dapat diapliksikan sendiri oleh pasien dan modalitas yang harus dilakukan di sarana kesehatan. Cara pemilihan pengobatan tersebut tergantung pada kondisi pasien, ukuran, jumlah dan lokasi lesi tersebut, gambaran morfologi DKI konis, keterampilan dokter yang melakukan pengobatan serta faktor biaya.

1