LAPORAN KASUS NEURODERMATITIS

18
LAPORAN KASUS A. Identitas Nama : Tn Deden Usia : 56 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Wiraswasta B. Anamnesis RPS: Keluhan gatal di kaki dan lutut kanan dan kiri sejak 4 bulan yang lalu. Pasien sering menggaruk bagian yang gatal tersebut sehingga kemudian timbul bercak kemerahan disertai sisik halus berwarna putih. Awalnya bercak kecil lama kelamaan membesar. Gatal terutama saat malam hari dan terutama dalam kondisi stress. RPD : Riwayat alergi (-) Riwayat alergi obat (-) Riwayat DM (-) Riwayat Hipertensi (-) RPK: Riwayat alergi dalam keluarga (-) C. Pemeriksaan Fisik Kesadaran : compos mentis Keadaan : baik Vital sign : TD :120/70, nadi : 80x / menit, RR: 20x / menit Suhu :36,5 celcius Status Generalis : 1

description

neurodermatitis

Transcript of LAPORAN KASUS NEURODERMATITIS

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Tn Deden

Usia : 56 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Wiraswasta

B. Anamnesis

RPS: Keluhan gatal di kaki dan lutut kanan dan kiri sejak 4 bulan yang lalu. Pasien sering

menggaruk bagian yang gatal tersebut sehingga kemudian timbul bercak kemerahan disertai

sisik halus berwarna putih. Awalnya bercak kecil lama kelamaan membesar. Gatal terutama

saat malam hari dan terutama dalam kondisi stress.

RPD : Riwayat alergi (-)

Riwayat alergi obat (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat Hipertensi (-)

RPK: Riwayat alergi dalam keluarga (-)

C. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : compos mentis

Keadaan : baik

Vital sign : TD :120/70, nadi : 80x / menit, RR: 20x / menit Suhu :36,5 celcius

Status Generalis :

Kepala : normocephal

Rambut : berwarna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor

Hidung : normotia, deviasi septum (-), secret -/-, rhinore -/-

Telinga : normotia, otore -/-, serumen -/-

Mulut : caries (-), lidah kotor (-), tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran

1

Thoraks:

Paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris

Palpasi : Vokal Fremitus kanan dan kirisimetris

Perkusi : Sonor pada ke 2 lapang paru, batas paru dan hepar setinggi ICS 5

Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midcalvicularis sinistra

Perkusi : Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra

Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra

Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

Inspeksi : perut datar

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani pada keempat kuadran

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Status Dermatologis:

Regio genue dextra dan sinistra

Effloresensi : Plak eritem disertai likenifikasi dan skuamasi, serta terdapat ekskoriasi mulipel

berwarna merah disekitarnya. Plak bentuk bulat, ukuran diameter 3 cm dan 1 cm, susunan

soliter.

Regio dorsum pedis dextra dan sinistra :

Effloresensi: Plak eritem ditutupi likenifikasi dan skuamasi, serta terdapat ekskoriasi multipel

berwarna merah di sekitarnya. Plak bentuk irreguler, ukuran plakat, susunan soliter.

2

D. Diagnosis kerja

Neurodermatitis (Liken simpleks kronis)

E. Penatalaksanaan

Cetirizine tab 5 mg

Metilprednisolon tab 4 mg

Betamethasone cream 0,05%

3

PEMBAHASAN

A. Definisi

Liken simplek kronik adalah peradangan kulit kronis, disertai rasa gatal, sirkumskrip,

yang khas ditandai dengan kulit yang tebal dan likenifikasi. Likenifikasi pada liken simpleks

kronik terjadi akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang, karena berbagai rangsangan

pruritogenik. Keluhan dan gejala dapat muncul dalam waktu hitungan minggu hingga

bertahun-tahun.

Liken simpleks kronis ditemukan pada kulit di daerah yang mudah terjangkau oleh

tangan. Keinginan untuk menggaruk kadang muncul dari hal-hal yang sepele seperti luka,

gigitan serangga, kulit kering, pakaian, luka bakar, bintil-bintil atau jerawat, atau dermatitis

atopik. Pada awalnya merupakan hal yang normal, karena adanya gatal sehingga terjadi

garukan yang berulang. Beberapa jenis kulit lebih rentan terhadap likenifikasi, seperti kulit

yang cenderung kearah eksematous (yaitu dermatitis atopik, diastesis atopik).

B. Epidemiologi

Liken simpleks kronis biasanya terjadi pada orang dewasa. Puncak insidennya antara 30

sampai 50 tahun.Wanita lebih sering menderita dari pada pria dan penyakit ini jarang

dijumpai pada anak-anak. Penyakit ini sering muncul pada usia dewasa, terutama usia 30

hingga 50 tahun. 12% dari populasi orang dewasa dengan keluhan kulit gatal menderita liken

simplek kronik. Pasien dengan koeksistensi dermatitis atopi cenderung memiliki onset umur

yang lebih muda (rata-rata 19 tahun) dibandingkan dengan pasien tanpa atopi (rata-rata 48

tahun). Tidak ada perbedaan insiden yang dilaporkan dalam hubungan dengan ras, meskipun

liken simpleks kronis lebih sering di Asia, Afrika-Amerika.The result is a very itchy patch of

skin, often located on the nape of the neck, the scalp, the shoulder, the wrist, or the ankle.

Secara umum frekuensi penyakit ini tidak diketahui. Tidak ada kematian yang disebabkan

liken simpleks kronis, tapi dapat menyebabkan morbiditas langsung. Terdapat pasien yang

melaporkan mengalami kurang tidur atau gangguan tidur yang mempengaruhi fungsi motorik

dan mental akibat dari rasa gatal yang timbul pada saat istirahat. Liken simpleks kronis dapat

disertai dengan infeksi sekunder.

Liken simpleks kronis yang menyeluruh seringkali timbul selama musim dingin pada

pasien yang berusia lanjut dan mempunyai kulit yang kering dan pruritik. Pada pasien dengan

dermatitis atopik maka onset dini timbul 19 tahun, tetapi jika Prurigo nodularis tanpa

dermatitis atopik, maka onset lambat 48 tahun.

4

C. Etiologi

Liken simpleks kronik diakibatkan oleh gesekan dan garukan yang awalnya berasal

dari gatal. Ada berbagai faktor yang mendorong terjadinya rasa gatal pada liken simplek

kronis, tetapi tidak semuanya dimengerti dengan benar. Faktor penyebab dari liken simplek

kronik dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Faktor Eksterna

a. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan seperti panas dan udara yang kering dapat berimplikasi dalam

menyebabkan iritasi yang dapat menginduksi gatal. Suhu yang tinggi memudahakn

pasien untuk berkeringat sehingga dapat mencetus terjadinya gatal. Hal ini biasanya

menyebabkan LSK anogenital. Menurut penelitian Ising H, et al, anak yang terekspos

terhadap hasil pembuangan kendaraan bermotor dalam jangka waktu yang lama, dapat

mengakibatkan berbagai penyakit kulit, yang salah satunya adalah LSK.

b. Gigitan serangga

Gigitan serangga dapat menyebabkan reaksi radang dalam tubuh yang mengakibatkan

rasa gatal.

2. Faktor interna

a. Dermatitis Atopik

Asosiasi antara liken simplek kronik dan gangguan atopik telah banyak dilaporkan.

Sekitar 26% hingga 75% pasien dengan dermatitis atopik terkena liken simplek kronik.

b. Faktor psikologis

Anxietas telah dilaporkan memiliki prevalensi yang tinggi mengakibatkan LKS.

Neurodermatitis adalah istilah lain dari LSK, yang menunjukan peran dari anxietas atau

obsesi sebagai bagian dari proses patologis dari lesi yang berkembang. Dalam sebuah

studi pasien didapatkan bahwa skor depresi pada pasien dengan LSK adalah tinggi.

Kemungkinan apakah faktor emosional ini merupakan akibat sekunder terhadap

penyakit dermatologis awalnya, atau apakah apakah penyakit psikologis ini merupakan

sebab utama dari terubahnya persepsi gatal, masih belum jelas. Telah dirumuskan

bahwa neurotransmiter yang mempengaruhi perasaan, seperti dopamin, serotonin, atau

peptida opioid, memodulasikan persepsi gatal melalui jalur spinal yang menurun.

5

Gangguan obsesif kompulsif telah dihubungkan dengan perilaku menarik pada

gangguan ini.

c. Litium

Litium telah dihubungkan dengan liken simplek kronik pada satu kasus yang

dilaporkan. LSK terjadi akibat administrasi dari litium dengan bukti dari observasi

dimana LSK membaik setelah penghentian pengobatan dan kambuh ketika pengobatan

dimulai lagi.

d. Dermatitis Kontak

Sebuah studi sederhana mengenai hubungan antara LSK dengan penggunaan gel rambut

yang mengandung PPD (paraphenylenediamine) memperlihatkan perbaikan dari gejala

LSK setelah penggunaan dari gel rambut. Hal ini membuktikan adanya peran dari

dermatitis kontak dan sensitisasi pada liken simpleks kronis.

D. Patofisiologi

Liken simpleks kronik ditemukan pada kulit daerah yang mudah diakses untuk digaruk.

Pruritus memprovokasi garukan dan gosokan yang menghasilkan lesi klinis, tetapi

patofisiologi yang mendasari tidak diketahui. Beberapa jenis kulit lebih rentan terhadap

likenifikasi seperti kulit dengan dermatitis atopik dan diatesis atopik. Suatu hubungan antara

kemungkinan keterlibatan jaringan saraf pusat dan perifer dan keluarnya produk inflamasi

akibat adanya persepsi gatal. Ketegangan emosional pada penderita cenderung mungkin

memainkan peran kunci dalam mendorong sensasi pruritus sehingga mengarahkan untuk

menggaruk yang dapat menjadi refleks dan kebiasaan.

Interaksi di antara lesi primer, faktor psikis, dan intensitas pruritus mempengaruhi

tingkat dan keparahan dari liken simpleks kronis. Faktor psikologis memegang peranan

penting dalam pengembangan atau eksaserbasi liken simpleks kronis. Pada suatu penelitian

didapatkan pasien dengan liken simpleks kronis memiliki tingkat depresi yang tinggi.

Beberapa neurotransmitter mempengaruhi suasana hati, seperti dopamine, serotonin atau

peptide opioid yang mempengaruhi persepsi melalui spinal pathway. Kecemasan atau obsesi

juga berperan dalam proses patologis dari lesi.

6

E. Manifestasi Klinis

Keluhan pada penderita adalah rasa gatal yang hebat. Rasa gatal dapat timbul berkala,

terus menerus, atau tak tentu. Parahnya gatal diperburuk dengan keringat, panas, iritasi

pakaian, dan dapat juga diperburuk oleh kondisi psikologis pasien.

Lesi yang muncul biasanya tunggal dan bermula sebagai plak eritema dengan sedikit edema

yang kemudian karena garukan yang berulang-ulang bagian tengah lesi akan menebal, kering,

dan berskuama serta pinggirnya hiperpigmentasi. Likenifikasi dan ekskoriasi dengan

sekeliling yang hiperpigmentasi muncul seiring dengan menebalnya kulit dan batas menjadi

tidak tegas.

Gambaran klinis juga dipengaruhi oleh lokasi dan lamanya lesi. Lesi dapat timbul

dimana saja, namun tempat yang sering adalah di tengkuk, leher, pubis, vulva, skrotum, peri-

anal, paha bagian medial, lutut, tungkai bawah lateral, pergelangan kaki bagian depan, dan

punggung kaki. Skuama pada penyakit ini dapat menyerupai skuama pada psoriasis. Variasi

klinis dari liken simplek kronik dapat berupa prurigo nodularis, akibat garukan atau korekan

tangan penderita yang berulang-ulang pada suatu tempat. Lesi berupa nodus berbentuk

kubah, permukaan mengalami erosi tertutup krusta dan skuama, yang lambat laun akan

menjadi keras dan berwarna lebih gelak. Lesi biasanya multiple, dan tempat predileksi di

ekstrimitas, dengan ukuran lesi beberapa millimeter hingga 2 cm.

Dari uraian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa dalam pemeriksaan fisik kita dapat

menemukan:

- Plak eritematosa soliter atau multipel berbatas tegas dengan likenifikasi dan skuama

- Perubahan pigmentasi, terutama hiperpigmentasi

- Penggarukan yang menyebabkan ekskoriasi

- Pertumbuhan tanduk keratin

Gambar 1: Plak dari liken simpleks kronis.

-

Gambar 2: Liken simpleks kronis.

7

Gambar 3: liken simpleks kronis

F. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada tehadap yang spesifik untuk liken simplek

kronis. Tetapi, studi mengemukakan bahwa 25% pasien dengan liken simpleks kronis positif

terhadap patch test. Pada dermatitis atopik dan mikosis fungiodes bisa terjadi likenifikasi

generalisata, oleh sebab itu merupakan indikasi dilakukannya patch test. Pada pasien dengan

pruritus generalisata yang kronik yang diduga disebabkan oleh gangguan metabolik dan

gangguan hematologi, maka pemeriksaan hitung darah harus dilakukan, juga dilakukan tes

fungsi ginjal dan hati, tiroid, tes kemampuan pengikatan zat besi, dan foto dada. Kadar

immunoglobulin E dapat meningkat pada neurodermatitis yang atopik, tetapi normal pada

neurodermatitis nonatopik. Bisa juga dilakukan pemeriksaan potassium hidroksida pada

pasien liken simpleks genital untuk mengeliminasi tinea cruris.

b. Pemeriksaan histopatologi

Pemeriksaan histopatologi untuk menegakkan diagnosis liken simpleks kronis

menunjukkan proliferasi dari sel schwann dimana dapat membuat infiltrasi selular yang

cukup besar, serta dapat ditemukan hiperkeratosis dengan area yang parakeratosis, akantosis

dengan pemanjangan rete ridges yang irreguler, hipergranulosis, dan perluasan dari papilo

dermis. Spongiosis dapar ditemukan, tetapi vesikulasi tidak ditemukan. Eksoriasi, dimana

ditemukan garis ulserasi puctata karena adanya jaringan nekrotik bagian superfisial papillary

dermis.

Gambar 4: hiperkeratosis,hipergranulosis, parakeratosis stratum korneum.

G. Penegakkan Diagnosis

8

Diagnosis liken simpleks kronis didasarkan dari gambaran klinis dan biasanya tidak sulit.

Namun perlu dipikirkan penyakit kulit lain yang memberikan gejala pruritus, misalnya liken

planus, liken amiloidosis, psoriasis, dan dermatitis atopik.

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Pasien dengan neurodermatitis sirkumskripta mengeluh merasa gatal pada satu

daerah atau lebih. Sehingga timbul plak yang tebal karena mengalami proses likenifikasi.

Biasanya rasa gatal tersebut muncul pada tengkuk, leher, ekstensor kaki, siku, lutut,

pergelangan kaki. Eritema biasanya muncul pada awal lesi. Rasa gatal muncul pada saat

pasien sedang beristirahat dan hilang saat melakukan aktivitas dan biasanya gatal timbul

intermiten.

Pemeriksaan fisik menunjukkan plak yang eritematous, berbatas tegas, dan terjadi

likenifikasi. Terjadi perubahan pigmentasi, yaitu hiperpigmentasi.

Gambaran histopatologis liken simpleks kronis berupa ortokeratosis, hipergranulasis,

akantosis dengan rete ridges memanjang teratur. Sebukan sel radang limfosit dan histiosit di

sekitar pembuluh darah dermis bagian atas, prurigo nodularis akantosis pada bagian tengah

lebih tebal, menonjol lebih tinggi dari permukaan, sel schwan berpoliferasi, dan terlihat

hiperplasi neural.Kadang terlihat krusta yang menutup sebagian epidermis.

H. Penatalaksanaan

Pengobatan ditujukan untuk mengurangi dan meminimalkan gatal yang ada karena akibat

dari menggosok dan menggaruk menyebabkan liken simpleks kronis sehingga perlu

dijelaskan kepada pasien untuk sebisa mungkin menghindari menggaruk lesi karena garukan

akan memperburuk penyakitnya. Lingkaran setan dari gatal-garuk-likenifikasi harus

dihentikan.Untuk penatalaksanaan medikamentosa antara lain:

a. Steroid topikal

Steroid topikal merupakan pilihan saat ini karena dapat mengurangi peradangan dan

gatal-gatal, secara bersamaan dapat mengatasi hiperkeratosis. Pengobatan dilakukan seumur

hidup karena lesi kronis. Tidak direkomendasikan untuk kulit yang tipis (vulva, skrotum,

axilla, dan wajah). Salep kortikosteroid dapat pula dikombinasi dengan tar yang mempunyai

efek anti-inflamasi. Perlu dicari kemungkinan ada penyakit yang mendasarinya, bila memang

ada juga harus di obati. Tar dan ekstrak tar mempunyai efek antiinflamasi yang poten,

walaupun kerjanya lambat dibandingkan dengan glukokortikoid. Penggunaan tar harus

dikombinasikan dengan emolien, karena apabila digunakan sendiri dapat mengakibatkan kulit

kering. Efek samping dari penggunaan tar adalah folikulitis, fotosensitasi, dermatitis kontak.

9

Kombinasi terapi tar, steroid, dan dihidohydroksiquin dapat digunakan untuk pengobatan

penyakit ini. Contoh steroid topikal yang dapat digunakan adalah:

- Clobetasol

- Betamethasone dipropionate cream 0,05%

- Triamcinolone 0,0225%, 0,1%, 0,5%, atau ointment

- Fluocinolone cream 0,1%

b. Antihistamin oral

Dapat mengurangi gatal dengan memblokir efek pelepasan histamin secara endogen. dengan

efek sedatif, Antipruritus dapat berupa antihistamin yang mempunyai efek sedatif

(contohnya: hidroksizin 25-100 mg/hari, difenhidramin 25-50 mg 3-4x/hari, prometazin) atau

tranquilizer..

c. Antihistamin topikal.

Obat topikal dapat menstabilisasi membran neuron dan mencegah inisiasi dan transmisi

impuls saraf sehingga memberi aksi anastesi lokal. Contoh dari bentuk ini yang dapat

diberikan yaitu krim doxepin 5% dalam jangka pendek (maksimum 8 hari). Doxepine atau

amitriptilin dapat juga digunakan dalam dosis tunggal atau dalam dosis yang terbagi

I. Prognosis

Penyakit ini bersifat kronik dengan persistensi dan rekurensi lesi. Eksaserbasi dapat

terjadi sebagai respon stres emosional. Prognosis bergantung pada penyebab pruritus

(penyakit yang mendasari) dan status psikologik penderita.

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

10

1. Liken simplek kronik adalah peradangan kulit kronis, disertai rasa gatal, sirkumskrip, yang

khas ditandai dengan kulit yang tebal dan likenifikasi. Likenifikasi pada liken simpleks

kronik terjadi akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang, karena berbagai rangsangan

pruritogenik. Keluhan dan gejala dapat muncul dalam waktu hitungan minggu hingga

bertahun-tahun.

2. Penatalaksanaan utama liken simpleks kronis adalah menghindarkan pasien dari kebiasaan

menggaruk dan menggosok secara terus menerus dan terapi farmakologis berupa steroid oral,

sistemik, antihistamin, dan immunomodulator.

DAFTAR PUSTAKA

11

1. Sularsito SA, Suria D. Dermatitis.In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2010. p. 129-53.

2. Hogan DJ, Elston DM. Lichen simplex chronicus. Medscape; 2012 [cited 11 May 2013 11:00

WIB]. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/1123423-overview .

3. Burgin S. Nummular eczema and lichen simplexchronicus/prurigo nodularis.In:Wolff K,

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitspatricks’s

Dermatology In General Medicine. 7th ed. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.;

2008. p. 158-62.

4. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. 3th ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2000. p.89.

5. NHS. PUVA treatment. Oxford University Hospitals; 2011 [cited 11 May 2013 12:00 WIB].

Available from:http://www.ouh.nhs.uk/patient - guide/leaflets/files%5C120719puva.pdf .

6. Halpern SM, et al. Guidelines for topical PUVA: a report of a workshop of the British

Photodermatology Group. British Journal of Dermatology 2000; 142: 22-31.

7. Meffert J, O’Connor RE. Psoriasis. Medscape; 2013 [cited 15 May 2013 22:00 WIB].

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview#showall

8. BAD. Psoriasis-an overview. London: British Association of Dermatologists; 2012 [cited 15

May 2013 22:20 WIB]. Available from: http://www.bad.org.uk/site/864/default.aspx

9. Ference JD, Last AR. Choosing topical corticosteroid. Am Fam Physician2009;79(2): 135-

140.

12