Lapsus Irja
-
Upload
bangkit-primayudha -
Category
Documents
-
view
58 -
download
5
Transcript of Lapsus Irja
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit paru dan pernapasan merupakan salah satu masalah kesehatan utama kita.
Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 yang diselenggarakan oleh
Departemen Kesehatan, bahwa angka prevalensi penyakit asma untuk tiap 1000 anggota rumah
tangga adalah 13%, sedangkan di Australia 10% pada orang dewasa dan antara 20 - 40% pada
anak-anak.Menurut laporan WHO World Health Report 2000 menyebutkan bahwa lima penyakit
paru utama merupakan 17.4% dari keseluruhan kematian didunia dan asma 0.3%-nya prevalansi asma ini
sejak 2 dekade terakhir sangat meningkat, baik pada anak maupun dewasa. Prevalensi total di
dunia 7.2% (6% dewasa dan 10% pada anak) dan bervariasi antar-negara (Anonim2,2008). WHO
(2000) menyatakan lebih dari 100 juta orang diseluruh dunia menderita asma dari sekitar 180.000 juta per
tahun menemui kematian karena penyakit yang sama (dikutip dari Firshein, 2006) Kenaikan
prevalensi asma di Asia, seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan, juga mencolok.
Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner
ISAAC (International Study on Asthma and Allergyin Children) tahun 1995 menunjukkan,
prevalensi asma masih 2,1%, yang meningkat tahun 2003 menjadi 5,2%. Kenaikan ini tentu
saja perlu upaya pencegahan agar prevalensi asma tetap rendah. Tidak tinggi seperti di Inggris
atau di Australia yang mencapai 20-30% (Anonim2 , 2008) .Serangan asma masih merupakan penyebab
utama tidak masuk sekolah pada anak, sehingga berakibat menurunnya prestasi belajar. Masa
yang seharusnya masa bersuka ria dan bermain,namun sering tidak dapat dinikmati dengan
baik,bahkan sebagian dari mereka harus tinggal di rumah sakit. Asma pada orang
dewasa membawa masalah tersendiri, yaitu pada ibu rumah tangga menyebabkan tidak dapat
melakukan tugas/ perannya dengan baik, sedang pada pekerja dapat meningkatkan angka absensi
sehingga berakibat menurunnya produktivitas. Hal tersebut berdampak pada
gangguan pertumbuhan fisik atau gangguan tumbuh kembang terutama pada anak dan dapat
menurunkan tingkat sosial ekonomi pada rumah tangga. Penyempitan saluran nafas umumnya
dapat diobati, akan tetapi postur tubuh yang berubah,otot-otot pernafasan yang menegang,pola
1
bernafas yang salah serta kecenderungan untuk panik saat serangan datang hanya dapat diatasi
dengan rehabilitasi medik berupa terapi latihan (therapeutic exer).
2
BAB II
PENYAJIAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Sutimi
Umur : 35 tahun
Alamat : Pulodarat 16/2 Pecangaan Jepara
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pedagang
Status : Menikah
Tgl Periksa : 6 Agustus 2012
B. DATA DASAR
Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis di UGD Puskesmas Pecangaan 6 Agustus 2012 pukul 04.00
Keluhan Utama: Sesak
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 20 tahun sebelumnya, pasien mengeluhkan sesak napas. Sesak
napas timbul
bila pasien terpapar debu, udara dingin, asap rokok, dan ketika pasien
kelelahan. Sesak terutama timbul pada malam hari. Sesak napas kadang
dirasakan mengganggu aktivitas dan tidur. Pasien berobat ke puskesmas
dan didiagnosa menderita asma. Sesak yang di alami sebanyak 1 – 2 kali dalam
seminggu. Dalam sebulan, dapat 2-3 kali sesak. Setiap kali sesak, pasien berobat ke dokter. Di
sana di berikan asap hingga sesak berkurang dan di berikan obat untuk di bawa pulang.
Sejak 1 hari pasien mulai mengeluhkan sesak napas dan batuk-batuk.
Sesak napas bertambah bila pasien batuk. Sesak napas diduga akibat pasien
3
kelelahan setelah berjualan di pasar seharian. Batuk pasien berdahak
dengan warna bening kental. Napas pasien berbunyi “ngik”. Obat pasien
habis. Pasien berobat ke dokter dan di berikan obat minum lalu sesak
berkurang.
Sejak 3 jam sesak napas yang dirasakan makin berat. Batuk dirasakan
semakin menjadi-jadi. Pasien masih dapat berbaring, namun lebih senang
dengan posisi duduk. Pasien tidak dapat bicara dengan kalimat penuh,
terdapat adanya sedikit cekungan didada pasien dan napas terlihat cepat.
Pasien dibawa ke UGD Puskesmas Pecangaan dan diberi pengasapan, lalu
sesak berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat asma dari kecil, sesak napas timbul bila pasien
terpapar debu, udara dingin dan asap rokok. Sesak napas dirasakan >
1 kali dalam seminggu, < 1 kali dalam sehari, dan saat malam hari > 2
kali dalam sebulan
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung
Pasien memiliki riwayat alergi, seperti alergi udara dingin, debu,
makanan laut, pucuk ubi, kacang panjang, dan makanan yang
merangsang seperticabai.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien mederita asma
Anak perempuan pasien menderita asma
Riwayat Sosial ekonomi
Pasien bekerja sebagai pedagang di pasar. Suami pasien bekerja sebagai buruh. Memiliki 2 orang
anak yang belum mandiri. Biaya pengobatan ditanggung sendiri.
C. Pemeriksaan Fisik
6 Agustus 2012 pukul 04.05 di UGD Puskesmas Pecangaan
Keadaan umum : napas spontan, tampak sesak
Kesadaran : compos mentis
4
Tanda Vital :
T : 120/80 mmHg
N: 78 x/menit, isi dan tegangan cukup
RR : 24x/menit
t : 36,5 C (axiller)
Kepala : Bentuk mesosefal
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : Discharge (-), tinitus (-)
Hidung : Discharge (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir tidak pucat, tidak sianosis, tidak kering, gusi berdarah (-)
Tenggorok : T1-1, faring tidak hiperemis,tidak nyeri telan.
Leher : JVP tidak meningkat , trakea di tengah, pembesaran kelenjar limfe (-)
Thorax :Simetris, retraksi intercostalis (+), sela iga melebar (-)
Pulmo
I : simetris, statis, dinamis
Pa : Stem fremitus kiri = kanan
Pe : Sonor seluruh lapangan paru
Aus : SD : Vesikuler +/+
ST : ekspirasi memanjang, wheezing pada lapangan paru depan kanan
kiri
Cor I : Iktus Cordis tak tampak
Pa : Iktus Cordis teraba di SIC V 2 cm lateral LMCS, tidak kuat angkat,
tidak melebar
Pe : konfigurasi jantung sulit dinilai
Aus : SJ I – II normal, M1>M2, T1>T2, bising tidak ada, gallop tidak ada
M1>M2, A1<A2,P1<P2, A2>P1
Abdomen : I : Datar, venektasi tidak ada
Au : Bising usus dalam batas normal
Pe : tympani, pekak sisi (+) normal, pekak alih tidak ada
Pa : supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)
5
Genetalia Eksterna : perempuan, dalam batas normal
Ekstremitas : Superior Inferior
Oedema - / - - / -
Sianosis - / - - / -
Akral dingin - / - - / -
Pucat - / - - / -
Clubbing Finger - / - - / -
D. Diagnosis
Asma Bronkial serangan sedang pada asma persisten ringan
E. Initial Plans
Asma Bronkial serangan sedang pada asma persisten ringan
Ip Dx: S:-
O: Darah rutin, diff count, spirometri, X Foto Thorax
IpRx: Nebulizer Combivent vial (2,5ml) diencerkan aquadest 1:1
Ambroxol 3x 30 mg
Prednison 3x 5 mg
Salbutamol 3x 2 mg
IpMx: - Evaluasi KU, TV. sesak
IpEx: - Memberitahukan bahwa asma tidak dapat benar- benar sembuh, hanya dapat di cegah
dengan menghindari faktor pencetus.
6
BAB III
PEMBAHASAN
1. Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan
hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.1 Asma bronkial
adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan
imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat
dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran
napas.Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah,baik secara
spontan maupun karena pemberian obat.2
2. Epidemiologi
Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia
dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja
menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih
memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan
perempuan.3
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita
asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus
meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.4 Hasil penelitian International Study on
Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia
prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di
Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di
Indonesia.5 Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25 – 34 tahun
7
sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki-laki
(52,86%).6
3. Faktor Resiko
Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Atopi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga
alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronchial
jika terpajan dengan faktor pencetus.
b. Hiperreaktivitas bronkus
Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.
c. Jenis Kelamin
Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja
menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.
d. Ras
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma.
Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan
berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas
dan status kesehatan.
4. Faktor Pencetus
Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh,
tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap
rangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan
meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu. Penyempitan saluran pernapasan pada
penderita asma disebabkan oleh reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus.
Beberapa faktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah :
1. Faktor Lingkungan
a. Alergen dalam rumah
8
b. Alergen luar rumah
2. Faktor Lain
a. Alergen makanan
b. Alergen obat – obat tertentu
c. Bahan yang mengiritasi
d. Ekspresi emosi berlebih
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif
f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan
5. Klasifikasi
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik
sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis
dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi
obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat
menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal
paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam
penatalaksanaannya.7 Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat
serangan (akut)7 :
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2)
Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel.1)
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa7
9
2. Asma saat serangan
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-
hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan beratringannya serangan. Global Initiative for Asthma
(GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji
fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan
diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma
serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut).
Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja,
tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma
berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.
Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7
10
6. Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh hiperreaktivitas
saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T,
makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan
leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi,
kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma
merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel
inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.8
Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas
sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari.
Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan bronkus
akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.
11
Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas
Hiperreaktivitas
Banyak Sel:Sel MastEosinofilNetrofilLimfosit
Melepas Mediator:Histamin, Prostaglandin, Leukotrien, Platelet Activating Factor, dll
Bronkokonstriksi, hipersekresi mucus, edema saluran napas
Obstruksi difus saluran napas
BATUK, MENGI, SESAK
Gambar 1. Patogenesis Asma9
7. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
·Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa
berat di dada dan variability yang berkaitan dengan cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi
asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.11
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Tekanan
darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi
memanjang diserta ronki kering, mengi.11
12
Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden).11
Pemeriksaan Penunjang
Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas
penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20%
atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.
Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala
sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi
bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada
orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan
beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan
histamin.
Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala
serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum.
Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan
adanya kelainan.
13
Tabel 4. Diagnosis Asma12
8. Diagnosis Banding
a. Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam
setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat.
Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan
jasmani.
b. Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya.
c. Gagal jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut
paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak,
14
tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
kardiomegali dan edema paru.
d. Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak
napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).
9. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti
hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-
hari.13
Tujuan penatalaksanaan asma13:
· Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
· Mencegah eksaserbasi akut
· Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
· Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
· Menghindari efek samping obat
· Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
· Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma
terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.13
Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan nonmedikamentosa dan pengobatan
medikamentosa :
Pengobatan non-medikamentosa
· Penyuluhan
· Menghindari faktor pencetus
· Pengendali emosi
· Pemakaian oksigen
Pengobatan medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri
atas pengontrol dan pelega.13
15
Pengontrol ( Controllers )
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.
Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
· Kortikosteroid inhalasi
· Kortikosteroid sistemik
· Sodium kromoglikat
· Nedokromil sodium
· Metilsantin
· Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
· Agonis beta-2 kerja lama, oral
· Leukotrien modifiers
· Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
· Lain-lain
Glukokortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan
steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup.
Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).
Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi13
Dewasa Dosis Rendah (ug) Dosis Minumum(ug) Dosis Tinggi (ug)ObatBeklometason dipropionat 200-500 500-1000 >1000Budenosid 200-400 400-800 > 800Flunisolid 500-1000 1000-2000 > 2000Flutikason 100-250 250-500 > 500Triamsinolon asetonid 400-1000 1000-2000 > 2000
Anak Dosis Rendah (ug) Dosis Minumum(ug) Dosis Tinggi (ug)Beklometason dipropionat 100-400 400-800 >800Budenosid 100-200 200-400 >400Flunisolid 500-750 1000-1250 >1250Flutikason 100-200 200-500 >500Triamsinolon asetonid 400-800 800-1200 >1200
16
Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/
efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.
Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan.
Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau
tidak.
Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol,
berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki
faal paru.
Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol
yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek
relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeability pembuluh
darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.
Tabel 6. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-213
Onset Durasi (Lama Kerja)Singkat Lama
Cepat Fenoterol FormoterolSalbutamol/ AlbuterolProkaterolTerbutalinPirbuterol
Lambat Salmeterol
Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi
akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek
antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah
diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien
sisteinil).
17
Pelega ( Reliever )
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau
menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada
dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.
Termasuk pelega adalah 13:
· Agonis beta2 kerja singkat
· Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan
bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya
dikombinasikan dengan bronkodilator lain).
· Antikolinergik
· Aminofillin
· Adrenalin
Agonis beta-2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah
beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja
sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan
mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari
sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi
pada exerciseinduced asthma Metilsantin Termasuk dalam bronkodilator walau efek
bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.
Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi
yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan
tiotropium bromide.
Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara
subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan
kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan
pengawasan ketat (bedside monitoring).
18
Cara pemberian pengobatan
Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral
(subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan langsung ke jalan napas
(inhalasi) adalah 13:
· lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas
· efek sistemik minimal atau dihindarkan
· beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada pemberian
oral (antikolinergik dan kromolin).
Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.
Tabel 7. Pengobatan sesuai berat asma 13
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan,
tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat Asma Medikasi pengontrolharian
Alternatif / Pilihan lain
AlternatifLain
AsmaIntermiten
Tidak perlu
AsmaPersistenRingan
Glukokortikosteroid inhalasi(200-400 ugBD/hari atauekivalennya)
Teofilin lepas lambatKromolinLeukotriene modifiers
-
AsmaPersistenSedang
Kombinasiinhalasiglukokortikosteroid (400-800 ugBD/hari atauekivalennya)danagonis beta-2kerja lama
Glukokortikosteroid inhalasi (400-800ug BD atau ekivalennya) ditambahTeofilin lepas lambat ,atauGlukokortikosteroid inhalasi (400-800ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau
Ditambahagonisbeta-2kerja lamaoral, atauDitambahteofilinlepaslambat
19
Glukokortikosteroid inhalasi dosistinggi (>800 ug BD atau ekivalennya)atauGlukokortikosteroid inhalasi (400-800ug BD atau ekivalennya) ditambahleukotriene modifiers
AsmaPersistenBerat
Kombinasiinhalasiglukokortikosteroid (> 800 ugBD atauekivalennya)dan agonis beta-2 kerja lama,ditambah 1 dibawah ini:teofilin lepaslambatleukotrienemodifiersglukokortikosteroid oral
Prednisolon/ metilprednisolon oralselang sehari 10 mgditambah agonis beta-2 kerja lama oral,ditambah teofilin lepas lambat
10. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus 4. Pneumothoraks
2. Atelektasis 5. Emfisema
3. Hipoksemia
11. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta.
Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali
lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan
20
usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan
mendapat pengawasan yang cukup kirakira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan
di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan
mengalami serangan ulang.14
Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan
angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya 9%.14
BAB IV
RINGKASAN
Seorang wanita berumur 35 tahun datang ke UGD PKM Pecangaan
dengan keluhan sesak napas. Sejak 20 tahun sebelumnya, pasien
mengeluhkan sesak napas. Sesak napas timbul bila pasien terpapar debu,
udara dingin, asap rokok, dan ketika pasien kelelahan. Sesak terutama
timbul pada malam hari. Sesak napas kadang dirasakan mengganggu
aktivitas dan tidur. Pasien berobat ke puskesmas dan didiagnosa menderita
asma. Sesak yang di alami sebanyak 1 – 2 kali dalam seminggu. Dalam sebulan, dapat 2-3 kali
sesak. Setiap kali sesak, pasien berobat ke dokter. Di sana di berikan asap hingga sesak
berkurang dan di berikan obat untuk di bawa pulang. Sejak 1 hari pasien mulai
mengeluhkan sesak napas dan batuk-batuk. Sesak napas bertambah bila
pasien batuk. Sesak napas diduga akibat pasien kelelahan setelah berjualan
di pasar seharian. Batuk pasien berdahak dengan warna bening kental.
Napas pasien berbunyi “ngik”. Obat pasien habis. Pasien berobat ke dokter
dan di berikan obat minum lalu sesak berkurang. Sejak 3 jam sesak napas
yang dirasakan makin berat. Batuk dirasakan semakin menjadi-jadi. Pasien
masih dapat berbaring, namun lebih senang dengan posisi duduk. Pasien
tidak dapat bicara dengan kalimat penuh, terdapat adanya sedikit cekungan
didada pasien dan napas terlihat cepat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sadar, napas spontan, tampak
sesak. Secara umum tidak demam, tanda vital dalam batas normal. Pada
pemeriksaan leher, JVP tidak meningkat, pemeriksaan thorax, didapatkan
21
retraksi intercostalis dan wheezing pada lapangan paru kanan kiri bagian
depan.
Terapi yang diberikan di UGD berupa Nebulisasi Combivent 2,5 ml di
encerkan aquadest 1:1.Setelah di nebulisasi, sesak berkurang, lalu di
evaluasi 30 menit pasien membaik. Lalu pasien pulang dalam keadaan baik.
Pasien disarankan untuk minum obat asma salbutamol 3x 2mg, Ambroxol 3x
30 mg, Prednison 3x 5 mg, dan menghindari faktor pencetus.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan
hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.1 Asma bronkial
adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan
imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat
dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas.
Saran
Untuk menurunkan tingkat kejadian asma di masyarakat dan angka kematian akibat
asma, maka diperlukan edukasi secara luas mengenai asma dan penatalaksanaannya kepada
tenaga medis.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2006. 978 – 87.
2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke – 2.Surabaya : Airlangga
University Press. 2002. h 263 – 300.
3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall
4. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur Respir Rev
2007; 16: 104, 67–72
5. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta. 2009 May
4th. Available from: http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?
option=com_content&task=view&id=13&Itemid=5
6. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru Periode Januari – Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas Kedokteran
Universitas Riau. 2006.
7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta. 3
Nopember 2008.
23
8. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal Cermin
Kedokteran. 2003; 141. 5 – 6.
9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27.
10.Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan Imunoglobulin G (Igg)
Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
Medan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002.
11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. H 477 – 82.
12. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia.
Nopember 2008; 58(11), 444-51.
13.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
2003. h 73-5
14. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.
24