Lapsus Demam Lebih 7 Hari

download Lapsus Demam Lebih 7 Hari

of 36

description

Lapsus Demam Lebih 7 Hari

Transcript of Lapsus Demam Lebih 7 Hari

  • 1BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Demam pada anak merupakan salah satu masalah yang sering ditemukan dalam

    dunia medis. Demam merupakan tanda adanya kenaikan set-point di hipotalamus

    akibat infeksi atau adanya ketidakseimbangan antara produksi dan pengeluaran

    panas. Sebaliknya tidak semua anak yang terkena infeksi akan menunjukkan gejala

    demam, semakin muda umurnya, semakin tidak jelas gambaran klinisnya. Tindakan

    pada anak dengan demam diawali dengan pertimbangan apakah ada kegawatan,

    apakah penyebabnya dan apakah demam perlu segera diturunkan. Agar tindakan

    tersebut tepat dan terarah, diperlukan suatu pengelompokan / klasifikasi pasien agar

    dapat digunakan suatu algoritma umum. Pada tiap kelompok tetap ada kriteria

    kegawatan, kriteria jenis infeksi yang mengarah kepada tindakan yang diambil,

    terutama perawatan dan pemberian antibiotik secara empirik. Tindakan yang

    dilaksanakan sebaiknya bukan tindakan yang sifatnya sesaat, tetapi merupakan

    tindakan yang berkesinambungan, sampai pasien lepas dari masalahnya. Keputusan

    untuk dirawat harus dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium dan pemberian

    antibiotik empirik. Tindakan lanjutan akan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan

    penunjang, respons pasien terhadap pengobatan sampai masalahnya selesai dengan

    tuntas.

  • 2Dalam keadaan demam, keseimbangan suhu tubuh bergeser hingga terjadi

    peningkatan suhu dalam tubuh. Demam atau peningkatan suhu tubuh merupakan

    manifestasi umum penyakit infeksi, namun dapat juga disebabkan oleh penyakit non-

    infeksi ataupun keadaan fisiologis, misalnya setelah latihan fisik atau apabila kita

    berada di lingkungan yang sangat panas. Penyebab demam adakalanya sulit

    ditemukan, sehingga tidak jarang pasien sembuh tanpa diketahui penyebab

    penyakitnya. Pada kebanyakan anak demam disebabkan oleh agen mikrobiologi yang

    dapat dikenali dan demam menghilang sesudah masa yang pendek. Menurut WHO

    demam pada anak dapat digolongkan sebagai (1) demam kurang dari tujuh hari dengan

    tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat sehingga diagnosis dapat ditegakkan

    melalui riwayat klinis dan pemeriksaan fisik, dengan atau tanpa uji laboratorium. (2)

    demam kurang dari tujuh hari tanpa tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat,

    sehingga riwayat dan pemeriksaan fisik tidak memberi kesan diagnosis tetapi uji

    laboratorium dapat menegakan etiologi dan (3) demam lebih dari tujuh hari dan

    demam yang tidak diketahui sebabnya (fever of unknown origin = FUO), serta (4)

    demam dengan ruam. Dalam laporan ini akan dibahas tentang demam lebih dari 7 hari

    beserta diagnosis bandingnya.

  • 3BAB II

    LAPORAN KASUS

    2.1 Identitas

    1. Nama Penderita : An. Dewi Fitria

    a. Umur : 11 tahun

    b. Jenis Kelamin : Perempuan

    c. Pendidikan : SD

    d. Alamat : Desa Sendangrejo RT. 008 RW. 003 Kecamatan

    Parengan, Tuban

    e. Masuk RS : 4 Agustus 2015

    2. Nama Ayah : Tn. Suparjo

    a. Umur : 44 tahun

    b. Pendidikan : SD

    c. Agama : Islam

    d. Pekerjaan : Buruh

    e. Alamat : Desa Sendangrejo RT. 008 RW. 003 Kecamatan

    Parengan Tuban

  • 43. Nama Ibu : Ny. Sarnah

    a. Umur : 36 tahun

    b. Pendidikan : SD

    c. Agama : Islam

    d. Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    e. Alamat : Desa Sendangrejo RT. 008 RW. 003 Kecamatan

    Parengan Tuban

    2.2 Anamnesa

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Keluhan utama pasien adalah panas. Panas dirasakan sudah 8 hari sebelum

    masuk rumah sakit. Panas naik turun memberat terutama pada malam dan mereda pada

    pagi dan siang hari. Menggigil (-) Kejang (-) Batuk (-) Pilek (-)

    Nyeri perut (+) dirasakan terutama pada bagian uluh hati, nyeri perut dirasakan

    sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit disertai kembung. Mual (+) Muntah (-).

    Nyeri tenggorokan (+) dirasakan terutama saat menelan sejak 3 hari yang lalu

    sebelum masuk rumah sakit, tapi nyeri tenggorokan sekarang sudah mereda.

    Pusing (+) dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit dirasakan hilang

    timbul seperti berputar-putar.

  • 5Makan dan minum tidak mengalami gangguan. BAK terakhir hari ini jam

    02.30 WIB kuning jernih. BAB terakhir 3 hari yang lalu, pasien merasa susah BAB.

    Kentut (+).

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Sebelumnya pasien tidak pernah sakit seperti ini dan tdak mempunyai riwayat

    masuk rumah sakit.

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti ini dan tidak ada dalam

    anggota keluarga yang sedang sakit.

    Riwayat Obat

    Sudah diberi obat penurun panas dari puskesmas, panas dapat turun tapi

    kambuh kembali.

    Riwayat Alergi

    Pasien tidak memiliki alergi makanan dan obat-obatan.

    Riwayat Imunisasi

    Imunisasi dasar lengkap sesuai umur.

    Riwayat Persalinan

    Pasien merupakan anak ke tiga dari 3 bersaudara. Pasien Lahir normal dan

    cukup bulan (usia kehamilan 9 bulan) ditolong oleh bidan. Gangguan saat kehamilan

    disangkal. BBL = 3500 gram.

  • 62.3 Pemeriksaan Fisik

    a. Status Present

    Keadaan umum : Lemah

    Kesadaran : Alert

    Tinggi Badan : 144 cm

    Berat Badan : 29 kg

    Vital sign

    Tekanan Darah : 100/60 mmHg

    Nadi : 92 x/menit, kuat, reguler

    Frekuensi napas : 22x/menit

    Suhu : 37, 9 C

    b. Pemeriksaan Fisik Umum

    Kepala-Leher

    Anemis (-) Ikterus(-) Cyanosis (-) Dispneu (-)

    Mata Cowong (-) Pembesara KGB (-)

    Lidah Kotor (-) Tonsil Normal, Faring Normal

  • 7Thorax

    Pulmo :

    Inspeksi : Bentuk simetris, gerakan dinding dada simetris, pelebaran sela

    iga (-),

    Palpasi : Pengembangan dinding dada simetris, fremitus raba sama,

    nyeri tekan (-)

    Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.

    Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Whezing -/-

    Cor :

    Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

    Palpasi : Iktus cordis teraba ICS V Axila anterior line sinistra

    Perkusi : Batas Jantung dalam batas normal

    Auskultasi : S1 S2 tunggal Reguller, murmur (-), gallop (-)

    Abdomen

    Inspeksi : Distensi (-)

    Auskultasi : BU (+) normal

    Perkusi : Meteorismus (+)

    Palpasi : Masa (-), hepar tak teraba, lien tak teraba, nyeri (+)

    epigastrium dan umbilikus

  • 8Ekstremitas atas

    Warna kulit normal, turgor kulit normal, edema -/-, akral kering hangat

    +/+, CRT < 2 detik. Rash (-) Ptekie (-) Ekimosis (-)

    Ekstremitas bawah

    Warna kulit normal, turgor kulit normal, edema -/-, akral kering hangat

    +/+ CRT < 2 detik. Rash (-) Ptekie (-) Ekimosis (-)

    2.4 Diagnosis

    Observasi Febris 8 hari et causa Suspect Demam Tifoid

    Diagnosis Banding :

    1. TB (Milier)

    2. Endokarditis Infektif

    3. Demam Rematik Akut

    4. Abses dalam

    2.5 Pemeriksaan Penunjang

    - Darah Lengkap (Hb, WBC, RBC, trombosit, LED, hitung jenis)

    - Pemeriksaan hapusan darah tepi dan Biakan darah

    - Urin Lengkap dan biakan urin

    - Tes Widal

    - Tes Mantoux

    - Foto Thorax

    - Anti Streptococcal O (ASTO)

  • 92.6 Terapi Definitif

    - Istirahat total

    - IVFD D5 1/2 NS atau Asering 1680 cc / 24 jam

    - Inj. Kloramphenikol (50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

    intravena) 4 x 350 mg (362, 5 mg) atau Inj. Ceftriaxone (80 mg/kgbb

    IV, sekali sehari, selama 5-7 hari) 2 x 1gram (2320mg/hari)

    - Paracetamol Sirup 3 x 2 cth (10 mg/kgbb/x = 290 mg/x)

    - Diet lunak, rendah serat, tidak merangsang/mengiritasi, tinggi kalori,

    tinggi protein

  • 10

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    3.1 Definisi

    Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat

    peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin-1

    (IL-1). Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan

    antara produksi dan pelepasan panas. Batasan yang diterima adalah seorang anak

    disebut demam jika pengukuran suhu aksilla >37, 5 0C. Hipertermia (kenaikan suhu

    tubuh 41C atau lebih) adalah peningkatan suhu tubuh di atas titik penyetelan (set

    point) hipotalamus, disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan

    panas. Interleukin-1 pada keadaan ini tidak terlibat, oleh karena itu pusat pengaturan

    suhu di hipotalamus berada dalam keadaan normal. (Ganong, 2002)

    3.2 Epidemiologi

    Demam sering ditemukan pada bayi dan anak. Pizzo et al. mengatakan bahwa

    10-15% bayi yang berkunjung ke dokter mengeluh demam. Orang tua menaruh

    perhatian lebih untuk berobat bila anaknya demam dibandingkan keluhan yang lain,

    meskipun keluhan selain demam lebih dahulu diderita. Penelitian lain menyebutkan

    bahwa anak-anak berusia kurang dari 2 tahun mengalami 4-6 kali serangan sakit yang

  • 11

    memiliki gejala demam. Selain itu, demam pada anak-anak berusia kurang dari 2 tahun

    seringkali merupakan manifestasi dari penyakit yang serius. Oleh karena itu perlu

    diketahui karakter klinis demam pada anak agar dapat mengatasi secara komprehensif.

    (Guyton, 2002)

    3.3 Etiologi

    Demam atau peningkatan suhu tubuh merupakan manifestasi umum penyakit

    infeksi, namun dapat juga disebabkan oleh penyakit non-infeksi ataupun keadaan

    fisiologis. Demam karena infeksi melputi infeksi bakteri maupun infeksi virus.

    Demam non infeksi meliputi alergi, autoimun, atau keganasan. Demam fisiologis

    misalnya setelah latihan fisik atau apabila kita berada di lingkungan yang sangat panas.

    (Ganong, 2002)

    Penyebab demam adakalanya sulit ditemukan, sehingga tidak jarang pasien

    sembuh tanpa diketahui penyebab penyakitnya. Klasifikasi demam diperlukan dalam

    melakukan pendekakatan masalah. Untuk kepentingan diagnosis, demam dapat

    diklasifikasikan menurut WHO menjadi 4 kelompok, yaitu: (WHO, 2011)

    1. Demam karena infeksi tanpa tanda local

    2. Demam karena imfeksi dengan tanda local

    3. Demam lebih dari 7 hari

    4. Demam dengan ruam

    Penyebab terbanyak dari demam pada anak, utamanya demam yang

    berlangsung kurang dari tujuh hari, adalah infeksi (>50%). Sedangkan demam yang

  • 12

    bersifat non infeksius memerlukan pemeriksaan khusus, dan dipikirkan setelah

    kemungkinan infeksi dapat disingkirkan. (Guyton, 2002)

    Faktor pendukung diagnosis demam yang disebabkan oleh infeksi adalah:

    a. Bayi dengan imunokompromais

    b. Adanya intravenous cateter

    c. Telah dilakukan splenektomi

    d. Demam lebih dari 40 0C, adanya demam dengan fluktuasi durnal,

    menggigil

    e. Adanya fokus yang jelas

    f. Tanpa fokus tetapi dapat dikenali dengan cepat dengan dengan lab,

    misalnya infeksi saluran kemih, malaria, dll

    g. Leukositosis

    h. Demam yang pendek

    i. Respon membaik yang cepat dengan pemberian antibiotik

    Faktor yang tidak mendukung diagnosis demam disebabkan karena infeksi:

    a. Anamnesa (contohnya setelah imunisasi)

    b. Persisten atau demam yang rendah

    c. Berkaitan dengan pruritic rash, multiple joint involvement

    d. Kultur bakteri negative pada darah, feses, urin, dan LCS

  • 13

    e. Tidak ada menggigil dan pola diurnal demam

    f. Disingkirkan adanya infeksi secara anamnestik, pemeriksaan fisik,

    dan laboratorik

    g. Demam tidak berespon terhadap antibiotik tetapi berespon

    terhadap steroid

    h. Tidak ditemukan adanya leukositosis dan shift to the left

    Meskipun sebagian besar penyebab demam infeksius adalah virus (>80%),

    namun 10-20% demam infeksius dapat disebabkan oleh bakteri. Oleh karena itu harus

    dapat dibedakan antara demam yang disebabkan oleh virus dan bakteri, sehingga dapat

    dilakukan tatalaksana yang sesuai. Penderita dengan defisiensi imun justru harus

    dipikirkan penyebab demam yang utama adalah bakteri sampai dibuktikan

    penyangkalannya. Membedakan kedua jenis infeksi dari sisi demam saja memang

    sulit, namun dapat digunakan patokan di bawah ini untuk mempermudah (Radhi et al.,

    2009):

    Gambaran klinis yang meningkatkan

    kemungkinan infeksi virus

    Gambaran klinis yang

    meningkatkan kemungkinan infeksi

    bakteri

    Banyak organ terlibat pada waktu

    yang sama, sering pada traktus

    respirasi atas

    Umumnya terlokalisasi

    Tabel 1. Gambaran Klinis Demam Akibat Infeksi Virus Dan Bakteri

  • 14

    Ada riwayat kontak dengan orang

    yang memiliki gejala yang sama

    Demam tinggi (>390C), durasi

    >3hari

    Penampakan baik, interaksi dengan

    orang tua tidak terganggu

    Irritable, letargi, terlihat toxic

    CRP dan leukosit normal atau

    menurun. Limfositosis,

    trombositopenia.

    CRP dan sel darah putih meningkat

    Penurunan sitokin Sitokin meningkat

    Procalcitonin normal Procalcitonin tinggi (>1,2ng/ml)

    Seperti disebutkan diatas, 10% kasus demam pada anak, dapat digunakan

    sebagai tanda bahwa anak tersebut terserang infeksi bakteri. Hubungan demam sebagai

    prediktor infeksi bakteri tersembunyi adalah: (Radhi et al., 2009)

    Demam dengan suhu 39 0C 39,40C, kemungkinan bakterimia 40,50C, kemungkinan bakterimia 4-5%

    Bakterimia pada anak yang mengalami demam, juka ditandai dengan

    peningkatan jumlah leukosit. Leukosit lebih dari 15000 meningkatkan risiko

    bakterimia menjadi 3-5%. Leukosit lebih dari 20.000 meningkatkan risiko bakterimia

    menjadi 8-10%. Untuk mendeteksi bakterimia tersembunyi, hitug neutrofil absolute

    lebih sensitive daripada hitung leukosit. Selain itu, absoulut neutrofil >10.000/mm3

    meningkatkan risiko bakterimia menjadi 8-10%.

  • 15

    3.4 Patofisiologi Demam

    Demam ditimbulkan oleh senyawa yang dinamakan pirogen. Dikenal dua jenis

    pirogen, yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen merupakan senyawa

    yang berasal dari luar tubuh pejamu dan sebagian besar terdiri dari produk mikroba,

    toksin atau mikroba itu sendiri. Bakteri Gram negative memproduksi pirogen eksogen

    berupa polisakarida yang disebut pula sebagai endotoksin. Bakteri Gram positif

    tertentu dapat pula memproduksi pirogen eksogen berupa polipeptida yang dinamakan

    eksotoksin. Pirogen eksogen menginduksi pelepasan senyawa di dalam tubuh pejamu

    yang dinamakan pirogen endogen. Pirogen endogen tersebut diproduksi oleh berbagai

    jenis sel di dalam tubuh pejamu terutama sel monosit dan makrofag. Senyawa yang

    tergolong pirogen endogen ialah sitokin, seperti interleukin (interleukin-1,

    interleukin-1, interleukin-6), tumor necrosis factor (TNF-, TNF-) dan interferon.

    (Ganong, 2002)

    Pirogen endogen yang dihasilkan oleh sel monosit, makrofag dan sel tertentu

    lainnya secara langsung atau dengan perantaraan pembuluh limfe masuk system

    sirkulasi dan dibawa ke hipotalamus di daerah preoptik berikatan dengan reseptor,

    akan merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolipase-A2 yang selanjutnya

    akan melepaskan asam arakhidonat dari membran fosfolipid dan kemudian oleh enzim

    siklooksigenase-2 akan diubah menjadi PGE2. Di dalam pusat pengendalian suhu

    tubuh pirogen endogen menimbulkan perubahan metabolik, antara lain sintesis

    prostaglandin E2 (PGE2) yang mempengaruhi pusat pengendalian suhu tubuh

    sehingga set point untuk suhu tersebut ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh yang lebih

    tinggi. Pusat ini kemudian mengirimkan impuls ke pusat produksi panas untuk

    meningkatkan aktivitasnya dan ke pusat pelepasan panas untuk mengurangi

  • 16

    aktivitasnya dengan vasokontriksi pembuluh darah kulit sehingga suhu tubuh

    meningkat atau terjadi demam. (Guyton. 2002)

    3.5 Jenis Dan Pola Demam

    a. Demam kontinyu

    Merupakan demam yang terus-menerus tinggi dan memiliki toleransi fluktuasi

    yang tidak lebih dari 1 0C. Contoh penyakitnya antara lain; demam dengue, demam

    tifoid, pneumonia, infeksi respiratorik, keadaan penurunan sistem imun, infeksi

    virus, sepsis, gangguan sistem saraf pusat, malaria falciparum, dan lain-lain.

    (Soedarmo, 2010)

    Celcius

    400

    39,50

    390

    38,50

    380

    37,50

    370

    36,50

    360

    Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 Hari 8

  • 17

    b. Demam intermiten

    Demam yang peningkatan suhunya terjadi pada waktu tertentu dan kemudian

    kembali ke suhu normal, kemudian meningkat kembali. Siklus tersebut berulang-ulang

    hingga akhirnya demam teratasi, dengan variasi suhu diurnal > 10 C. Contoh

    penyakitnya antara lain; demam tifoid, malaria, septikemia, kala-azar, pyaemia. Ada

    beberapa subtipe dari demam intermiten, yaitu : (Soedarmo, 2010)

    1) Demam quotidian

    Demam dengan periodisitas siklus setiap 24 jam, khas pada malaria falciparum dan

    demam tifoid.

    2) Demam tertian

    Demam dengan periodisitas siklus setiap 48 jam, khas pada malaria tertiana

    (Plasmodium vivax).

    3) Demam quartan

    Demam dengan periodisitas siklus setiap 72 jam, khas pada malaria kuartana

    (Plasmodium malariae)

    c. Demam remiten

    Demam terus menerus, terkadang turun namun tidak pernah mencapai suhu

    normal, fluktuasi suhu yang terjadi lebih dari 10 C. Contoh penyakitnya antara lain;

    infeksi virus, demam tifoid fase awal, endokarditis infektif, infeksi tuberkulosis paru.

  • 18

    d. Demam berjenjang (step ladder fever)

    Demam yang naik secara perlahan setiap harinya, kemudian bertahan suhu

    selama beberapa hari, hingga akhirnya turun mencapai suhu normal kembali.

    Contohnya pada demam tifoid

    Celcius

    400

    39,50

    390

    38,50

    380

    37,50

    370

    36,50

    360

    Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 Hari 8

    Celcius40039,5039038,5038037,5037036,50360

    Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 Hari 8

  • 19

    e. Demam bifasik (pelana kuda/ saddleback)

    Demam yang tinggi dalam beberapa hari kemudian disusul oleh penurunan

    suhu, kurang lebih satu sampai dua hari, kemudian timbul demam tinggi kembali. Tipe

    ini didapatkan pada beberapa penyakit, seperti demam dengue, yellow fever, Colorado

    tick fever, Rit valley fever, dan infeksi virus seperti; influenza, poliomielitis, dan

    koriomeningitis limfositik. (Soedarmo, 2010)

    f. Demam Pel-Ebstein atau undulasi

    Suatu jenis demam yang spesifik pada penyakit limfoma hodgkin, dimana

    terjadi peningkatan suhu selama satu minggu dan turun pada minggu berikutnya, dan

    seperti itu seterusnya. Demam tipe ini ditemukan juga pada kasus penyakit kolesistitis

    bruselosis, dan pielonefritis kronik. (Soedarmo, 2010)

    g. Demam kebalikan pola demam diurnal (typhus inversus)

    Demam dengan kenaikan temperatur tertinggi pada pagi hari bukan selama

    senja atau di awal malam. Kadang-kadang ditemukan pada tuberkulosis milier,

    salmonelosis, abses hepatik, dan endokarditis bakterial. (Soedarmo, 2010)

  • 20

    3.6 Diagnosis Banding Demam > 7 hari

    Menurut WHO demam yang terjadi lebih dari 7 hari dapat disebabkan oleh

    demam thyphoid, TB (Milier), Endokarditis Infektif, Demam Rematik Akut dan Abses

    dalam. Diagnosis banding tersebut didasarkan atas keadaana sebagai berikut,

    Diagnosis Demam Didasarkan Pada Keadaan

    Demam tifoid - Demam lebih dari tujuh hari

    - Terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa sebab yang

    jelas

    - Nyeri perut, kembung, mual, muntah, diare, konstipasi

    - Delirium

    TB (milier) - Demam tinggi

    - Berat badan turun

    - Anoreksia

    - Pembesaran hati dan/atau limpa

    - Batuk

    - Tes tuberkulin dapat positif atau negatif (bila anergi)

    - Riwayat TB dalam keluarga

    - Pola milier yang halus pada foto polos dada

    Endokarditis infektif - Berat badan turun

    - Pucat

    - Jari tabuh

    - Bising jantung

    Tabel 2. Diagnosis banding untuk Demam yang berlangsung > 7 hari

  • 21

    - Pembesaran limpa

    - Petekie

    - Splinter haemorrhages in nail beds

    - Hematuri mikroskopis

    Demam Rematik

    Akut

    - Panas pada sendi, nyeri dan bengkak

    - Karditis, eritema marginatum, nodul subkutan

    - Bising jantung yang dapat berubah sewaktu-waktu

    - Artritis/artralgia

    - Gagal jantung

    - Denyut nadi cepat

    - Pericardial friction rub

    - Korea

    - Peningkatan LED dan kadar ASTO (mengetahui infeksi

    streptokokal)

    Abses dalam

    (Deep Abscess)

    - Demam tanpa fokus infeksi yang jelas

    - Radang setempat atau nyeri

    - Tanda-tanda spesifik yang tergantung tempatnya paru,

    hati, otak, subfrenik, ginjal, dsb.

  • 22

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    4.1 Penegakan Diagnosis

    a. Anamnesa

    Pada anamnesa didapatkan keluhan utama pasien adalah panas yang dirasakan

    sudah 8 hari sebelum masuk rumah sakit. Panas naik turun memberat terutama pada

    malam dan mereda pada pagi dan siang hari. Selain itu pasien mengeluh nyeri perut

    dirasakan terutama pada bagian uluh hati, nyeri perut dirasakan sejak 3 hari sebelum

    masuk rumah sakit disertai kembung dan perasaan mual tanpa disertai muntah. Pasien

    juga mengeluh pusing dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit dirasakan

    hilang timbul seperti berputar-putar.

    Pasien sebelumnya juga mengeluh nyeri tenggorokan dirasakan terutama saat

    menelan sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, tapi nyeri tenggorokan

    sekarang sudah mereda.

    Pada anamnesa didapatkan beberapa kriteria demam tifoid yang telah

    disampaikan WHO yaitu Pertimbangan demam tifoid pada anak jika pada anak

    didapatkan demam dan mempunyai salah satu tanda berikut ini: diare atau konstipasi,

    muntah, nyeri perut, sakit kepala atau batuk, terutama jika demam telah berlangsung

    selama 7 hari atau lebih dan diagnosis lain sudah disisihkan. Sehingga pertimbangan

    pada kasus ini adalah demam tifoid.

  • 23

    b. Pemeriksaan Fisik

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum anak tampak lesu/lemah,

    pengukuran suhu axial mengalami peningkatan 37, 9 oC (Sub-febris) dan pemeriksaan

    abdomen didapatkan nyeri tekan perut bagian epigastrium dan umbilicus serta saat

    perkusi didapatkan meteorismus. Sehingga pada pemeriksaan fisik hanya

    menunjukkan sebagian kecil dari gejala khas yang mengarah pada demam tifoid

    seperti lidah tifoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor), bradikardi

    relarif, hepatomegali, splenomegali, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma,

    delirium, atau psikosis. (Prasetyo, 2010)

    c. Diskusi

    Demam tifoid adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh Salmonella

    typhi, kuman gram negatif berbentuk batang yang hanya ditemukan pada manusia.

    Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae yang memiliki lebih dari 2300

    serotipe. Salmonella typhi merupakan salah satu Salmonellae yang termasuk dalam

    jenis gram negatif, memiliki flagel, tidak berkapsul, tidak bersporulasi, termasuk

    dalam basil anaerobik fakultatif dalam fermentasi glukosa, mereduksi nitrat menjadi

    nitrit. (Richard, 2000)

    Penularan penyakit demam tifoid adalah secara faeco-oral, dan banyak

    terdapat di masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang baik. Kuman

    Salmonella typhi masuk ke tubuh melalui mulut bersama dengan makan atau minuman

    yang tercemar. Sesudah melewati asam lambung, kuman menembus mukosa usus dan

    masuk peredaran darah melalui aliran limfe. Selanjutnya, kuman menyebar ke seluruh

    tubuh (bakteriemia pertama). Dalam sistem retikuloendotelial (hati, limpa, dll), kuman

  • 24

    berkembangbiak dan masuk ke dalam peredaran darah kembali (bakteriemia kedua).

    Meskipun melalui peredaran darah kuman menyebar ke semua sistem tubuh dan

    menimbulkan berbagai gejala, proses utama ialah di ileum terminalis. Bila berat,

    seluruh ileum dapat terkena dan mungkin terjadi perforasi atau perdarahan. Kuman

    melepaskan endotoksin yang merangsang terbentuknya pirogen endogen. Zat ini

    mempengeruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus dan menimbulkan gejala

    demam. Walaupun dapat difagositosis, kuman dapat berkembangbiak di dalam

    makrofag karena adanya hambatan metabolisme oksidatif. Kuman dapat menetap atau

    bersembunyi pada satu tempat dalam tubuh penderita, dan hal ini dapat mengakibatkan

    terjadinya relaps atau pengidap (pembawa). (Richard, 2000)

    Diagnosis demam tifoid ditegakkan atas dasar klinis, yaitu anamnesa dan

    pemeriksaan fisik. Klinis didapatkan adanya demam, lidah tifoid, meteorismus, dan

    hepatomegali serta roseola. Diagnosis ini disokong oleh hasil pemeriksaan serologis,

    yaitu titer Widal O positif dengan kenaikan titer 4 kali atau pemeriksaan bakteriologis

    didapatkan adanya kuman Salmonella typhi pada biakan darah. (Prasetyo, 2010)

    Pasien mengeluh demam sejak 8 hari yang lalu hilang timbul, tidak mendadak,

    muncul perlahan, tidak terlalu tinggi, dan pada sore hingga malam hari demam lebih

    tinggi dibandingkan pada pagi dan siang hari, dan berangsur-angsur meningkat setiap

    harinya. Tipe demam demikian sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat infeksi

    Salmonella typhi. (Prasetyo, 2010)

    Selain pasien demam sejak 8 hari sebelum masuk Rumah Sakit, pasien tampak

    lesu dan mengeluh pusing. Gejala ini diduga merupakan gejala prodromal pada masa

    inkubasi Salmonella typhi, yakni perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing

    dan nyeri perut. (Soedarmo, 2010)

  • 25

    Selain demam, pasien juga mengalami nyeri perut, kembung dan perasaan

    mual sejak 3 hari yang lalu tanpa disertai muntah dan sejak 3 hari sebelum masuk

    rumah sakit pasien tidak ada buang air besar disertai menurunnya nafsu makan. Pada

    demam tifoid, dalam minggu pertama perjalanan penyakit, keluhan dan gejala serupa

    dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yakni demam, nyeri kepala, pusing,

    nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, konstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,

    batuk dan epistaksis. (Soedarmo, 2010)

    Dan pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan meningkat disertai nyeri

    tekan pada daerah epigastrium dan umbilicus serta pada perkusi abdomen didapatkan

    meteorismus.

    Jika perjalanan penyakit demam tifoid pasien terus dimonitor, maka biasanya

    pada minggu kedua didapatkan gejala-gejala yang lebih jelas. Gejala yang timbul pada

    minggu kedua berupa demam, bradikardi relarif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi

    dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan

    mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. (Prasetyo, 2010)

    Menurut WHO, Pertimbangan demam tifoid pada anak jika pada anak

    didapatkan demam dan mempunyai salah satu tanda berikut ini: diare atau konstipasi,

    muntah, nyeri perut, sakit kepala atau batuk, terutama jika demam telah berlangsung

    selama 7 hari atau lebih dan diagnosis lain sudah disisihkan. (WHO, 2011)

    Pada pemeriksaan dan gambaran gejala klinis yang khas adalah Demam lebih

    dari tujuh hari, anak terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa sebab yang jelas, nyeri

    perut, kembung, mual, muntah, diare, konstipasi, delirium, hepatosplenomegali. Pada

    demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan icterus. Selain

    itu demam tifoid dapat timbul dengan tanda yang tidak tipikal terutama pada bayi

  • 26

    muda sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermi. (Soedarmo,

    2010)

    4.2 Penatalaksanaan

    a. Anti piretik

    Tidak semua kasus demam harus diturunkan dengan segera, tidak sedikit kasus

    demam yang turun dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus. Walau begitu, demam

    tentu saja tidak membuat pasien merasa nyaman, bahkan terkadang jika tidak

    diturunkan dapat meningkat tiba-tiba ke level yang membahayakan. Menurut data

    statistik yang ada, kerusakan pada otak pada umumnya terjadi jika suhu tubuh

    mendekati 42 0C (107, 6 0F).

    Secara umum, pasien yang mengalami demam akan disarankan untuk

    meningkatkan hidrasi, karena demam juga dapat merupakan salah satu manifestasi dari

    dehidrasi tubuh, selain itu peningkatan hidrasi terbukti dapat membantu menurunkan

    demam. Resiko hiponatremia relatif yang disebabkan oleh peningkatan masukan

    cairan dapat dikurangi dengan menggunakan formula cairan rehidrasi oral yang sesuai,

    dengan kadar elektrolit seimbang.

    Penanganan sederhana lain yang dapat dilakukan ialah dengan memberikan

    kompres hangat pada daerah peredaran darah besar; misalnya di leher, ketiak, dan lipat

    inguinal. Tujuan kompres hangat pada daerah tersebut ialah untuk membuat hangat

    daerah sekitar pembuluh darah besar tersebut, dan kemudian akan menghangatkan

    darah itu sendiri. Keadaan tersebut akan merangsang pusat pengaturan suhu untuk

    menurunkan termostat ke titik yang lebih rendah dari sebelum, sehingga manifestasi

  • 27

    yang dapat kita lihat pada pasien yaitu proses berkeringat dan kulit yang memerah

    (flushing) karena vasodilatasi pembuluh darah, sebagai upaya pembuangan panas

    tubuh.

    Medikasi yang utama untuk penatalaksanaan demam ialah dengan pemberian

    antipiretik. Contoh antipiretik yang sering digunakan untuk kasus demam antara lain;

    parasetamol, ibuprofen, dan asam asetilsalisilat. Pada beberapa sumber mengatakan

    antipiretik asam asetilsalisilat dan ibuprofen lebih efektif untuk penatalaksanaan

    demam pada anak, sekaligus mengurangi gejala prodromal lain yang menyertai

    demam, karena efek analgetiknya lebih kuat dibandingkan dengan parasetamol.

    Namun begitu, asam asetilsalisilat dan ibuprofen memiliki resiko perdarahan lambung

    dan gangguan agregasi trombosit yang lebih tinggi dibandingkan dengan parasetamol.

    Oleh karena itu, obat tersebut tidak dianjurkan untuk diberikan pada kasus demam

    yang disertai perdarahan, misalnya pada demam berdarah dengue, purpura

    trombositopenik idiopatik, ulkus peptikum, dan lain-lain.

    Pada umumnya antipiretik digunakan bila suhu tubuh anak lebih dari 38 0C.

    Orang tua dan sebagian besar dokter memberikan antipiretik pada setiap keadaan

    demam. Seharusnya antipiretik tidak diberikan secara automatis, tetapi memerlukan

    pertimbangan. Pemberian antipiretik harus berdasarkan kenyamanan anak, bukan dari

    suhu yang tertera pada angka termometer saja. Saat ini pemberian resep antipiretik

    terlalu berlebihan, antipiretik diberikan untuk keuntungan orang tua daripada si anak.

    Meski tidak ada efek samping antipiretik pada perjalanan penyakit, namun terdapat

    beberapa bukti yang memperlihatkan efek yang merugikan. Indikasi pemberian

    antipiretik, antaralain:

  • 28

    1) Demam lebih dari 39 0C yang berhubungan dengan gejala nyeri atau tidak

    nyaman, biasa timbul pada keadaan otitis media atau mialgia.

    2) Demam lebih dari 40,5 0C

    3) Demam berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme.

    Keadaan gizi kurang, penyakit jantung, luka bakar, atau pasca operasi,

    memerlukan antipiretik.

    4) Anak dengan riwayat kejang atau delirium yang disebabkan demam.

    b. Klasifikasi Antipiretik

    Obat antipiretik dalam dikelompokkan dalam empat golongan; yaitu para

    aminofenol (parasetamol), derivat asam propionat (ibuprofen dan naproksen), salisilat

    (aspirin, salisilamid), dan asam asetik (indometasin). Namun yang akan dibahas pada

    bagian ini ialah antipiretik yang sering dipakai pada penatalaksanaan demam

    pada anak; yaitu parasetamol, ibuprofen, dan aspirin.

    1) Parasetamol (Asetaminofen)

    Parasetamol merupakan metabolit aktif asetanilid dan fenasetin. Saat ini

    parasetamol merupakan antipiretik yang biasa dipakai sebagai antipiretik dan

    analgesik dalam pengobatan demam pada anak. Keuntungannya, terdapat dalam

    sediaan sirup, tablet, infus, dan supositoria. Cara terakhir ini merupakan alternatif bila

    obat tidak dapat diberikan per oral; misalnya anak muntah, menolak pemberian cairan,

    mengantuk, atau tidak sadar. Beberapa penelitian menunjukkan efektivitas yang

    setara antara parasetamol oral dan supositoria. Dengan dosis yang sama daya

    terapeutik antipiretiknya setara dengan aspirin, hanya parasetamol tidak mempunyai

  • 29

    daya antiinflamasi, oleh karena itu tidak digunakan pada penyakit jaringan ikat seperti

    artritis reumatodi. Parasetamol juga efektif menurunkan suhu dan efek samping lain

    yang berasal dari pengobatan dengan sitokin, seperti interferon dan pada pasien

    keganasan yang menderita infeksi. Dosis parasetamol lazim yang digunakan untuk

    menurunkan suhu ialah 10-15 mg/kgBB per dosis, maka akan tercapai konsentrasi

    efek antipiretik dan direkomendasikan diberikan setiap 4 jam. Dosis parasetamol

    20 mg/kgBB tidak akan menambah daya penurunan suhu tetapi memperpanjang efek

    antipiretik sampai 6-8 jam.

    Setelah pemberian dosis terapeutik, penurunan demam terjadi setelah 30 menit,

    puncaknya sekitar 3 jam, dan demam akan rekuren dalam 3-4 jam setelah pemberian.

    Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 30 menit. Makanan yang mengandung

    karbohidrat tinggi akan mengurangi absorpsi sehingga menghalangi penurunan

    demam.

    Parasetamol mempunyai efek samping ringan bila diberikan dalam dosis biasa.

    Tidak akan timbul perdarahan saluran cerna, nefropati, maupun koagulopati. Obat

    yang dilaporkan mempunyai interaksi dengan parasetamol, diantaranya adalah

    warfarin, metoklopramid, beta bloker, dan klopromazin.

    Organ Manifestasi Klinis

    Saluran cerna Muntah, nyeri perut, mual

    Sistem hemopoetik Purpura yang disebabkan trombositopenia

    Susunan saraf pusat Pusing, gelisah, penglihatan kabur

    Kulit Ruam (urtikaria), dermatitis eksfoliativaParu Spasme bronkus

    Lain-lain Hipoglikemia, hipotermia

    Tabel 4.1 Efek samping parasetamol

  • 30

    2) Ibuprofen

    Ibuprofen ialah suatu derivat asam propionat yang mempunyai kemampuan

    antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi. Seperti antipiretik lain dan NSAID (Non

    Steroid Anti Inflammatory Drug), ibuprofen beraksi dengan memblokade sintesis

    PGE-2 melalui penghambatan siklooksigenasi. Sejak tahun 1984 satu-satunya NSAID

    yang direkomendasikan sebagai antipiretik di Amerika Serikat adalah ibuprofen,

    sedangkan di Inggris sejak tahun 1990. Obat ini diserap dengan baik oleh saluran

    cerna, mencapai puncak konsentrasi serum dalam 1 jam. Kadar efek maksimal untuk

    antipiretik (sekitar 10 mg/L) dapat dicapai dengan dosis 5 mg/kgBB, yang akan

    menurunkan suhu tubuh 2 0C selama 3-4 jam. Dosis 10 mg/kgBB/hari dilaporkan lebih

    poten dan mempunyai efek supresi demam lebih lama dibandingkan dengan dosis

    setara parasetamol. Awitan antipiretik tampak lebih dini dan efek lebih besar pada bayi

    daripada anak yang lebih tua. Ibuprofen merupakan obat antipiretik kedua yang paling

    banyak dipakai setelah parasetamol.

    Efek antiinflamasi serta analgesik ibuprofen menambah keunggulan

    dibandingkan dengan parasetamol dalam pengobatan beberapa penyakit infeksi

    yang berhubungan dengan demam. Indikasi kedua pemakaian ibuprofen adalah artritis

    reumatoid. Dengan dosis 20-40 mg/kgBB/hari, efeknya sama dengan dosis aspirin

    60-80 mg/kgBB/hari disertai efek samping yang lebih rendah. Pemberian sitokin

    (misalnya GM-CSF) seringkali menyebabkan demam dan mialgia, ibuprofen

    ternyata obat yang efektif untuk mengatasi efek samping tersebut. Ibuprofen

    mempunyai keuntungan pengobatan dengan efek samping ringan dalam penggunaan

    yang luas. Beberapa efek samping yang dilaporkan disebabkan adanya penyakit yang

    sebelumnya telah ada pada anak tersebut dan bukan disebabkan oleh pengobatannya.

  • 31

    Di pihak lain efek samping biasanya berhubungan dengan dosis dan sedikit lebih

    sering dibandingkan dengan parasetamol dalam dosis antipiretik.

    Efek samping ibuprofen lebih rendah daripada aspirin. Anak yang menelan 100

    mg/kgBB tidak menunjukkan gejala, bahkan sampai dosis 300 mg/kgBB seringkali

    asimptomatik. Tatalaksana kasus keracunan ibuprofen, dilakukan pengeluaran

    obat dengan muntah (kumbah lambung), arang aktif, dan perawatan suportif secara

    umum. Tidak ada antidotum spesifik terhadap keracunan ibuprofen.

    Organ Dosis antipiretik

    (5-10 mg/kgBB)

    Dosis antiinflamasi

    (20-40 mg/kgBB)

    Dosis lebih

    (>100 mg/kgBB)

    Saluran cerna Muntah, mual, nyeriperut, diare

    Muntah, mual, nyeriperut, diare, BAB

    berdarah, perdarahan

    Muntah, mual, nyeriperut, diare, BAB

    berdarah, perdarahan

    Sistem SSP Iritabel, nyeri kepala,agitasi, pusing

    Iritabel, nyeri kepala,agitasi, pusing

    Konfusio,penglihatan kabur,nistagmus, kejang,

    koma

    Kulit Ruam Ruam Ruam

    Hati Peningkatan enzim Peningkatan enzim

    Sistem

    hemopoetik

    Agranulositosis,anemia hemolitik

    Lain-lainHipertermia,

    penurunan fungsidengar

    Lupus eritematosus

    Tabel 4.2 Efek samping ibuprofen

  • 32

    3) Salisilat

    Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik- analgetik yang luas

    dipakai dalam bidang kesehatan anak. Di Amerika Serikat pangsa pasar salisilat

    mencapai 70% sedangkan parasetamol hanya mencapai 30%, di Inggris

    kecenderungannya terbalik. Dalam penelitian perbandingan antara aspirin dan

    parasetamol dengan dosis setara terbukti kedua kelompok mempunyai efektivitas

    antipiretik yang sama tetapi aspirin lebih efektif sebagai analgesik. Setelah dilaporkan

    adanya hubungan antara sindrom Reye dan aspirin, Committee on Infectious Diseases

    of the American Academy of Pediatrics, berkesimpulan pada laporannya tahun 1982,

    bahwa aspirin tidak dapat diberikan pada anak dengan cacar air atau dengan

    kemungkinan influenza. Walaupun demikian, aspirin masih digunakan secara luas di

    berbagai tempat di dunia, terutama di negara berkembang. Kekurangan utama aspirin

    adalah tidak stabil dalam bentuk larutan (oleh karena itu hanya tersedia dalam bentuk

    tablet), dan efek samping lebih tinggi daripada parasetamol dan ibuprofen. Adapula

    peningkatan insidensi interaksi dengan obat lain, termasuk antikoagulan oral

    (menyebabkan peningkatan resiko perdarahan), metoklopramid dan kafein, serta

    natrium valproat (menyebabkan terhambatnya metabolisme natrium valproat).

    Adapun indikasi pemakaian aspirin ialah sebagai berikut:

    a). Sebagai antipiretik/ analgetik, aspirin tidak lagi direkomendasikan. Dosis 10-

    15 mg/kgBB memberikan efek antipiretik yang efektif. Dapat diberikan 4-5

    kali per hari, oleh karena waktu paruh di dalam darah sekitar 3-4 jam.

    b). Pada penyakit jaringan ikat seperti artritis reumatoid dan demam reumatik,

    dosis awal ialah 80 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis. Dosis ini kemudian

  • 33

    disesuaikan untuk mempertahankan kadar salisilat dalam darah sekitar 20-

    30 mg/dL. Oleh karena akhir-akhir dilaporkan adanya sindrom Reye pada

    kasus artrtis reumatoid yang mendapat aspirin, maka aspirin tidak lagi dipakai

    pada pengobatan artritis reumatoid.

    c). Thromboxane A2 merupakan vasokonstriktor poten dan sebagai platelet

    aggregation agent yang terbentuk dari asam arakidonat melalui siklus

    siklooksigenase. Aspirin menghambat siklooksigenase sehingga mempunyai

    aktivitas antitrombosit dan fibrinolitik rendah, direkomendasikan bagi anak

    dengan penyakit kawasaki, penyakit jantung bawaan sianotik, dan penyakit

    jantung koroner.

    Kontraindikasi pemberian aspirin antara lain sebagai berikut:

    a) Infeksi virus, khususnya infeksi saluran napas bagian atas atau cacar air.

    Aspirin dapat menyebabkan sindrom Reye.

    b) Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), pada keadaan ini aspirin

    dapat menyebabkan anemia hemolitik.

    c) Anak yang menderita asma, dapat menginduksi hipersensitifitas karena

    penggunaan aspirin (aspirin-induced hypersensitivity), berupa urtikaria,

    angioedema, rhinitis, dan hiperreaktivitas bronkus. Aspirin dapat menghambat

    sintesis, yang mempengaruhi efek dilatasi bronkus. Akhir-akhir ini terbukti

    adanya peningkatan pembentukan leukotrien pada keadaan asma yang

    diinduksi aspirin. Leukotrien merupakan vasokonstriktor poten terhadap otot-

    otot polos saluran napas.

  • 34

    d) Pada pasien yang akan mengalami pembedahan atau pasien yang memiliki

    kecenderungan untuk mengalami perdarahan, aspirin dapat menghambat

    agregasi trombosit yang bersifat reversibel.

    Efek samping yang timbul pada kadar salisilat darah < 20 mg/100

    mL, umumnya dianggap sebagai efek samping sedangkan gejala yang timbul pada

    kadar yang lebih tinggi disebut keracunan. Gambaran yang saling tumpang tindih

    timbul diantara kedua kelompok tersebut. Efek samping berasal dari efek langsung

    terhadap berbagai organ atau menghambat sintesis prostaglandin pada organ-organ

    terkena. Pada anak besar gambaran klinis menunjukkan alkalosis respiratorik,

    sedangkan pada anak yang lebih muda fase alkalosis respiratorik terjadi singkat dan

    ketika anak tiba di rumah sakit sudah terjadi asidosis metabolik bercampur dengan

    alkalosis respiratorik. Pada bayi atau keracunan salisilat berat, keseimbangan asam-

    basa sangat terganggu ditandai dengan penurunan pH (dapat kurang dari 7, 0).

    Alkalosis respiratorik menunjukkan adanya keracunan ringan atau tanda awal

    keracunan berat. Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan adalah; darah

    perifer lengkap, kadar salisilat, gula dalam darah, enzim hati, waktu protrombin,

    analisis gas darah, bikarbonat serum, ureum dan elektrolit.

    c. Pengobatan Demam Tifoid

    Pemberian antibiotik yang sesuai rekomendasi WHO adalah kloramfenikol

    (50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis per oral atau intravena) selama 10-14 hari.

    Jika tidak dapat diberikan kloramfenikol dapat digunakan amoksisilin 100

    mg/kgBB/hari peroral atau ampisilin intravena selama 10 hari, atau kotrimoksazol 48

  • 35

    mg/kgBB/hari (dibagi 2 dosis) peroral selama 10 hari. Bila klinis tidak ada perbaikan

    digunakan generasi ketiga sefalosporin seperti seftriakson (80 mg/kg IM atau IV,

    sekali sehari, selama 5-7 hari) atau sefiksim oral (20 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis

    selama 10 hari).

    d. Edukasi

    - Tirah baring dan Istirahat cukup- Minum obat secara teratur dan tepat waktu- Tidak mengkonsumsi makanan di sembarang tempat- Cuci tangan sebelum makan dan menjaga kebersihan alat makan- Menjaga lingkungan dan kebersihan diri- Meningkatkan makan dan minum yang bergizi, rendah serat dan tidak

    mengiritasi saluran pencernaan

  • 36

    BAB V

    KESIMPULAN

    Demam merupakan tanda adanya kenaikan set-point di hipotalamus akibat

    infeksi atau adanya ketidakseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas.

    Sebaliknya tidak semua anak yang terkena infeksi akan menunjukkan gejala demam,

    semakin muda umurnya, semakin tidak jelas gambaran klinisnya. Untuk kepentingan

    diagnosis, demam dapat diklasifikasikan menurut WHO menjadi 3 kelompok, yaitu

    demam karena infeksi tanpa tanda local, demam karena imfeksi dengan tanda local,

    demam lebih dari 7 hari dan demam dengan ruam. Pada laporan kasus ini didapatkan

    pasien mengalami demam lebih dari 7 hari. Menurut WHO demam yang terjadi lebih

    dari 7 hari dapat disebabkan oleh demam thyphoid, TB (Milier), Endokarditis Infektif,

    Demam Rematik Akut dan Abses dalam.

    Dalam anamnesa dan pemeriksaan didapatkan kriteria yang mengarah ke

    diagnosis demam tifoid yaitu demam lebih dari 7 hari disertai nyeri perut, mual pusing

    dan konstipasi. Sehingga pengobatan yang diberikan sesuai dengan pengobatan

    demam tifoid dan pengobatan simptomatis.

    Tidak semua kasus demam harus diturunkan dengan segera, tidak sedikit kasus

    demam yang turun dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus. Walau begitu, demam

    tentu saja tidak membuat pasien merasa nyaman, bahkan terkadang jika tidak

    diturunkan dapat meningkat tiba-tiba ke level yang membahayakan. Sehingga

    pemberian antipiretik diberikan bila suhu naik terlalu tinggi dan bila demam membuat

    anak tidak nyaman.