Lapsus bph iben.docx

58
BAB I TINJAUAN PUSTAKA I. 1 PROSTAT I.1.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI Prostat merupakan organ fibromuskular yang mengelilingi leher vesika dan bagian proksimal uretra pada pria. Beratnya sekitar 20 gram pada pria dewasa dan terdiri dari bagian anterior dan bagian posterior. Secara embriologi prostat berasal dari lima evaginasi epitel uretra posterior. Suplai darah prostat diberikan oleh arteri vesikalis inferior dan masuk pada sisi posterolateral leher vesika. Drainase vena prostat bersifat difus dan bermuara ke dalam pleksus Santorini. (5) Persarafan prostat terutama berasal dari simpatis pleksus hipogastrikus dan serabut yang berasal dari nervus sakralis ketiga dan keempat melalui pleksus sakralis. Drainase limfe prostat ke nodi limfatisi obturatoria, iliaka interna, iliaka eksterna dan presakralis, serta sangat penting dalam mengevaluasi luas penyebaran penyakit dari prostat. (5) 1

Transcript of Lapsus bph iben.docx

Page 1: Lapsus bph iben.docx

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I. 1 PROSTAT

I.1.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Prostat merupakan organ fibromuskular yang mengelilingi leher vesika dan bagian

proksimal uretra pada pria. Beratnya sekitar 20 gram pada pria dewasa dan terdiri dari bagian

anterior dan bagian posterior. Secara embriologi prostat berasal dari lima evaginasi epitel

uretra posterior. Suplai darah prostat diberikan oleh arteri vesikalis inferior dan masuk pada

sisi posterolateral leher vesika. Drainase vena prostat bersifat difus dan bermuara ke dalam

pleksus Santorini.(5)

Persarafan prostat terutama berasal dari simpatis pleksus hipogastrikus dan serabut

yang berasal dari nervus sakralis ketiga dan keempat melalui pleksus sakralis. Drainase limfe

prostat ke nodi limfatisi obturatoria, iliaka interna, iliaka eksterna dan presakralis, serta sangat

penting dalam mengevaluasi luas penyebaran penyakit dari prostat.(5)

Gambar 1. Anatomi Prostat

1

Page 2: Lapsus bph iben.docx

Fungsi prostat yang normal tergantung pada testosteron, yang dihasilkan oleh sel

Leydig testis dalam respon terhadap rangsangan oleh hormon luteinisasi (LH) tosteron

dimetabolisme menjadi dihidrotestosteron oleh 5α- reduktase di dalam prostat dan vesikula

seminalis. (5)

Walaupun prostat dibagi menjadi 5 lobus (lobus posterior, medius, anterior dan dua

lateralis), prostat terpisah secara fungsional ke dalam 2 struktur terpisah. Jaringan kelenjar

periuretra inferior menimbulkan hiperplasia dan bertanggung jawab untuk pembesaran jinak

prostat yang terlihat pada pria usia lanjut. Segmen luarnya merupakan struktur

muskuloglandula, dari sini muncul keganasan prostat. Secara histologi prostat terdiri dari

jaringan ikat, serabut otot polos dan kelenjar epitel yang dilapisi oleh sel thorax tinggi dan

lapisan sel basal gepeng. (5)

Prostat menghasilkan cairan basa yang dapat menetralisasi keasaman pH sekret

vagina, karena sperma tidak tahan akan lingkungan asam, memproduksi enzim, serta

menghasilkan prostat spesifik antigen (PSA). PSA hanya dihasilkan oleh kelenjar prostat,

karena itu pengukuran kadar PSA dalam darah dapat dijadikan skrining tes untuk mendeteksi

adanya kanker prostat. Peningkatan kadar PSA dalam darah dapat mengindikasikan adanya

kanker prostat, benigna prostat hyperplasia, serta infeksi prostat (Sherwood, 2010)

I.2 BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA

I.2.1 DEFINISI

BPH adalah hiperplasi kelenjar periuretral prostat, yang terlibat tanpa fungsi penting

prostat atau tanpa asal keganasan.(3) BPH paling sering terjadi pada laki-laki dan berhubungan

dengan usia, jarang ditemukan pada usia di bawah 40 tahun. Sebagian besar hiperplasia

prostat terdapat pada zona transisional.(1)

2

Page 3: Lapsus bph iben.docx

Gambar 2. Benign Prostatic Hypertrophy

I.2.2 EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini hanya terjadi pada laki-laki dengan gejala-gejala awal muncul pada

usia 30-an. Pada usia 50-an, sekitar 50% laki-laki mengalami penyakit ini dan gejalanya

akan terus tampak seiring bertambahnya usia (Kapoor, 2012). Berdasarkan angka

autopsy, perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30 – 40

tahun (De Jong, 2003)

I.2.3 ETIOLOGI

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia

prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya

dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging.(1)

Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah: (1)

1. Teori dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada

pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron yang sangat penting

pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat oleh enzim 5a-reduktase dengan bantuan

koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berkaitan dengan reseptor androgen (RA)

3

Page 4: Lapsus bph iben.docx

membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein

growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

Pada BPH kadar DHT tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal.

Hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5a-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih

banyak. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT

sehingga replikasi sel lebih banyak dibandingkan dengan prostat normal.

2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia semakin tua kadar testosteron semakin menurun, sedangkan kadar

estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testostron relatif

meningkat. Diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya

proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat

terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan

menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Jadi meskipun rangsangan

terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat

yang telah ada mempunyai umur lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

3. Interaksi stroma-epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel

prostat secara tidak langsung di kontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator

(growth factor). Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,

sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel

stroma sehingga menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel-sel

stroma.

4. Berkurangnya kematian sel prostat

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan

kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis

menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga

menyebabkan pertambahan massa prostat.

Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang

menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat

4

Page 5: Lapsus bph iben.docx

proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas

kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel

prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGFβ berperan dalam proses apoptosis.

5. Teori reawakening embrio dan teori sel stem

Dua hipotesis ini yaitu hipotesis reawakening embrio dan hipotesis sel stem, fokus

pada fenomena selular intrinsik. Hipotesis reawakening embrio mengusulkan bahwa

interaksi antara kelenjar jaringan asal prostat dan stroma berhubungan dengan kandung

kemih yang menghasilkan kebangkitan interaksi induktif embrio, sehingga

menghasilkan jaringan dengan karakteristik pertumbuhan dan mengarah pada

perkembangan BPH.(6)

Sel stem adalah sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi secara ekstensif.

Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas

sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun epitel.

I.2.4 PATOFISIOLOGI

Saat prostat membesar terjadi proses penyempitan lumen uretra prostatika dan

menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesika. Untuk

dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.

Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa

hipertrofi otot detrusor. (1)

Sebagai akibat dari penebalan serat detrusor, terjadi penonjolan serat detrusor ke

dalam mukosa buli-buli, yang akan terlihat sebagai balok-balok dengan menggunakan

sistoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga

terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut

divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi yang apabila berlanjut

detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu

lagi untuk kontraksi sehingga akan terjadi retensio urine total. (3) Perubahan struktur pada

buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah

atau lower urinary tract symptom (LUTS). (1)

5

Page 6: Lapsus bph iben.docx

Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh buli-buli tidak terkecuali pada

kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik

urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung

terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam

gagal ginjal.(1)

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan

oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh

tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-

buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus. (1)

Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada

prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH, rasionya

meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos

prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan

obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik

sebagai penyebab obstruksi prostat. (1)

I.2.5 GEJALA KLINIS(1)

Gejala hiperplasia prostat menurut Boyarsky dkk pada tahun 1977 dibagi atas gejala

obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars

prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk

berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sahingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah:

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)

2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)

3. Miksi terputus (Intermittency)

4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor

yaitu :

6

Page 7: Lapsus bph iben.docx

1. Volume kelenjar periuretral

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Kekuatan kontraksi otot detrusor

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga

meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos

prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya

kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.7

Pemeriksaan derajat beratnya obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur :

1. Residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan. Sisa urin ini dapat

dihitung dengan pengukuran langsung yaitu dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi

spontan atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula

dilakukan dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal

sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas

normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk

melakukan intervensi pada penderita prostat hipertrofi.

2. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan menghitung jumlah

urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflowmetri yang

menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Untuk dapat melakukan pemeriksaan uroflow

dengan baik diperlukan jumlah urin minimal di dalam vesika 125 sampai 150 ml. Angka

normal untuk flow rata-rata (average flow rate) 10 sampai 12 ml/detik dan flow maksimal

sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan flow rate dapat menurun sampai average

flow antara 6-8 ml/detik, sedang maksimal flow menjadi 15 mm/detik atau kurang. Dengan

pengukuran flow rate tidak dapat dibedakan antara kelemahan detrusor dengan obstruksi

infravesikal.

Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga mengganggu faal ginjal

karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Tindakan untuk menentukan

diagnosis penyebab obstruksi maupun menentukan kemungkinan penyulit harus dilakukan secara

teratur.1,3,11

7

Page 8: Lapsus bph iben.docx

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak sempurna

pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran

prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun

belum penuh., gejalanya ialah :

1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Pemeriksaan Clinical

grading ini dilakukan pada pagi hari atau setelah pasien disuruh BAK sampai habis, dengan

kateter ukur sisa urine dalam buli.

Untuk menentukan derajat besar obstruksi dapat dilakukan dengan menentukan jumlah

sisa urin setelah miksi spontan lalu diukur dengan kateter/ USG setelah miksi (uroflowmetri),

jika terdapat sisa >100 cc, maka itu adalah batas indikasi melakukan intervensi pada BPH. Pada

pencitraan, pembesaran prostat akan terlihat sebagai lesi defek isian kontras pada dasar kandung

kemih/ dasar VU pada sistogram tampak terangkat atau ujung distal ureter membelok keatas

berbentuk seperti mata kail (De Jong, 2003)

Adapun derajat BPH berdasarkan Wim De Jong (2003) adalah :

Derajat Rectal Toucher Sisa Volume Urin

I Penonjolan prostat, batas

atas mudah diraba

< 50 ml

II Penonjolan prostat jelas,

batas atas dapat dicapai

50 – 100 ml

III Batas atas prostat tidak

teraba

>100ml

IV - Retensi urin total

Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk menentukan derajat berat

keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu sesuai dengan besarnya volume prostat. Gejala

iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya lebih dirasakan

8

Page 9: Lapsus bph iben.docx

pada malam hari. Sering miksi pada malam hari disebut nokturia, hal ini disebabkan oleh

menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga menurunnya tonus spingter dan uretra.

Simptom obstruksi biasanya lebih disebabkan oleh karena prostat dengan volume besar. Apabila

vesica menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih

ditemukan sisa urin didalam vesica, hal ini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika

keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak

mampu lagi miksi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka pada suatu saat vesica

tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesica akan naik terus dan apabila

tekanan vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter akan terjadi inkontinensia

paradoks (over flow incontinence).

Retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya refluk vesico uretra dan meyebabkan dilatasi

ureter dan sistem pelviokalises ginjal dan akibat tekanan intravesical yang diteruskam ke ureter

dari ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat

dipercepat bila ada infeksi. Disamping kerusakan tractus urinarius bagian atas akibat dari

obstruksi kronik penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi, maka tekanan intra

abdomen dapat menjadi meningkat dan lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya hernia,

hemoroid. Oleh karena selalu terdapat sisa urin dalam vesica maka dapat terbentuk batu endapan

didalam vesica dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri.

Disamping pembentukan batu, retensi kronik dapat pula menyebabkan terjadinya infeksi

sehingga terjadi systitis dan apabila terjadi refluk dapat terjadi juga pielonefritis.

I. 2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai pemeriksaan awal dan

pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan awal harus dilakukan oleh setiap

dokter yang menangani pasien BPH, sedangkan pemeriksaan tambahan yang bersifat penunjang

dikerjakan jika ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan itu. Pada 5 th International

Consultation on BPH (IC-BPH)3 membagi kategori pemeriksaan untuk mendiagnosis BPH

menjadi: pemeriksaan awal (recommended) dan pemeriksaan spesialistik urologi (optional),

sedangkan guidelines yang disusun oleh EAU12 membagi pemeriksaan itu dalam: mandatory,

recommended, optional, dan not recommended.

9

Page 10: Lapsus bph iben.docx

I.2.6.1 Anamnesis

Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau wawancara

yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang dideritanya. Anamnesis

itu meliputi13,14.

1. Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu

2. Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami

cedera, infeksi, atau pem-bedahan)

3. Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual

4. Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi

5. Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahan.

Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala

obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score (IPSS).

WHO dan AUA telah mengembangkan dan mensahkan prostate symptom score yang telah

distandarisasi. Skor ini berguna untuk menilai dan memantau keadaan pasien BPH.

Analisis gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5

dengan total maksimum 35 (lihat lampiran kuesioner IPSS yang telah diterjemahkan dalam

bahasa Indonesia). Kuesioner IPSS dibagikan kepada pasien dan diharapkan pasien

mengisi sendiri tiap-tiap pertanyaan.

Internasional ProstateSymtom Score

Dalam 1 bln terakhir Tidak

perna

h

< dari

sekali

dalam 5

kali

Kurang

dari

setengah

Kadang –

kadang

(sekitar

50% )

> dari

setenga

h

Hampi

r

selalu

Skor

Seberapa sering anda

merasa masih ada sisa

selesai kencing

0 1 2 3 4 5

10

Page 11: Lapsus bph iben.docx

Seberapa sering anda

harus kembali,kencing

dalam waktu < 2 jam

setelah selesai

kencing

0 1 2 3 4 5

Berapa sering anda

mendapatkan bahwa

anda kencing terputus

- putus

0 1 2 3 4 5

Seberapa sering

pancaran kencing

anda lemah

0 1 2 3 4 5

Seberapa sering anda

harus mengejan untuk

mulai kencing

0 1 2 3 4 5

Seberapa sering anda

harus bangun untuk

kencing,sejak mulai

tidur pada malam hari

hingga bangun di pagi

hari

0 1 2 3 4 5

11

Page 12: Lapsus bph iben.docx

Kualitas Hidup Sehubungan Masalah diatas

Sangat

senang

Senang Puas Puas dan

tidak puas

Sangat

tidak puas

Tidak

bahagia

Buruk

sekali

Bila harus menjalani

sisa hidup dengan

keadaan seperti ini

0 1 2 3 4 5 6

Dari skor IPSS dapat dikelompokkan 3 derajat: Ringan (skor 0-7), sedang (8-19), berat (20-35)

SKOR MADSEN IVERSEN

Pertanyaan 0 1 2 3 4

Pancaran Normal Berubah-ubah Lemah Menetes

Mengedan

saat berkemih

Tidak Ya

Harus

menunggu

saat akan

kencing

Tidak Ya

BAK

terputus-putus

Tidak Ya

BAK tidak

lampias

Tidak tahu Berubah-ubah Tidak

lampias

1 x retensi > 1 x

retensi

Inkontinensia Ya

Kencing sulit

ditunda

Tidak ada Ringan Sedang Berat

12

Page 13: Lapsus bph iben.docx

Kencing

dimalam hari

0 – 1 2 3 – 4 > 4

Kencing di

siang hari

> 3 jam/x Setiap 2 – 3

jam/x

Setiap 1 –

2 jam/x

< 1 jam

sekali

Jumlah nilai : 0= baik sekali, 1=baik, 2=kurang baik, 3=kurang, 4=buruk, 5=buruk sekali.

Derajat skor IPSS dan Madsen Inversen

Derajat Gejala ringan Gejala sedang Gejala berat

IPSS 0 – 7 8 – 18 19 - 35

Madsen Inversen 0 -10 10 - 20 > 20

I.2.6.2 Pemeriksaan fisik

Untuk nmenilai pembesaran prostat dilakukan pemeriksaan bimanual. Pemeriksaan

colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting. Pemeriksaan colok

dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo

cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum

dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

b. Adakah asimetris

c. Adakah nodul pada prostate

d. Apakah batas atas dapat diraba

e. Sulcus medianus prostate

f. Adakah krepitasi

13

Page 14: Lapsus bph iben.docx

Gambar 3. Pemeriksaan colok dubur pada BPH

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti

meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul.

Sedangkan pada karcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan

diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas

kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai

sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah

terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya

hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab

yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau

uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba

masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan

supra simfisis.

14

Page 15: Lapsus bph iben.docx

I.2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Perlu dilakukan pemeriksaan urinalisis untuk menyingkirkan kemungkinan

infeksi atau hematuria dan pemeriksaan serum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.

Insulfisiensi renal perlu diobservasi pada 10% pasien dengan prostatism dan memerlukan

pencintraan saluran kemih bagian atas (intravenous pyelogram atau USG ginjal). (4) Kultur

urine diperiksa untuk mencari jenis kuman dan menentukan sensitifitas. Dapat pula

dilakukan pemeriksaan gula darah untuk mencari kemungkinan adanya diabetes melitus

yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik). Jika

dicurigai adanya keganasan prostat perlu di periksa kadar penanda tumor PSA.(1)

b. Gambaran Radiologis

Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,

adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukan bayangan buli-buli yang

penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.

Ultrasonografi transrektal atau TRUS, dimaksudkan untuk mengetahui besar atau

volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai

petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urine.

Disamping itu ultrasonografi transabdominal mampu untuk mendeteksi adanya

hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

Pembesaran prostat dapat pula dilakukan dengan ultrasonografi suprapubik.

Pemeriksaan sistografi dilakukan bila pada anamnesis ditemukan hematuria atau

pada pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria. pemeriksaan ini untuk mengetahui

asal dari perdarahan yang ada, selain itu untuk mengetahui besar prostat dengan

mengukur panjang uretra pars prostatika dan penonjolan prostat ke dalam uretra.

c. Uroflowmetri(1)

Dengan uroflowmetri dapat diukur: (1) pancaran urin maksimal (maximal flow

rate-Qmax); (2) volume urin yang keluar (voided volume); (3) lama waktu miksi.

15

Page 16: Lapsus bph iben.docx

Pengukuran sisa urin yang tertinggal dalam buli-buli setelah buang air kecil diukur

dengan memasang kateter setelah buang air kecil.

Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/ detik dan pancaran maksimal

sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan pancaran menurun antara 6-8 ml/detik,

sedang pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik atau kurang.

b. Cystoscopy

Cystocopy tidak direkomendasikan untuk menentukan terapi tetapi untuk

menentukan jenis operasi pada pasien yang membutuhkan terapi invasif. (4)

I.2.7 DIAGNOSA BANDING

Kondisi obstruksi lainnya dari traktus urinarius bagian bawah seperti striktur uretra,

kontraktur leher buli-buli, batu buli-buli atau ca prostat, harus dipikirkan saat mengevaluasi

pasien dengan BPH. (4)

Yang harus diketahui dalam menilai pria dengan dugaan BPH yaitu adanya riwayat

urethritis atau trauma untuk menyingkirkan adanya striktur uretra atau kontraktur leher buli-

buli. Hematuri dan nyeri biasanya merupakan gejala adanya batu buli-buli. Carsinoma prostat

dapat diketahui saat melakukan rectal touche atau adanya kenaikan serum PSA. (4)

Suatu infeksi pada traktus urinarius dapat memberikan gambaran gejala iritasi BPH,

untuk mengetahui adanya infeksi maka dilakukan kultur urine dan urinalisis, walaupun begitu

infeksi traktus urinarius dapat merupkan komplikasi dari BPH. Walaupun gejala iritasi dapat

berhubungan dengan carsinoma prostat, terutama carsinoma in situ, urinalisa biasanya

menunjukkan adanya hematuria. (4)

Pasien dengan gangguan neurologik pada kandung kemih akan menunjukkan gejala

seperti BPH, tetapi dari anamnesis akan didapatkan adanya riwayat penyakit neuroogik,

seperti stroke, diabetes mellitus, atau trauma spinal. Pada pemeriksaan juga akan didapatkan

hilangnya sensasi pada ekstremitas bawah atau perubahan pada tonus spincter ani atau refleks

bulbocavernosus. Adanya konstipasi juga dapat menunjukkan kelainan neurologik. (4)

16

Page 17: Lapsus bph iben.docx

I.2.8 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dibiarkan tanpa pengobatan: Pertama,

trabekulasi, yaitu terjadi penebalan serat-serat detrusor akibat tekanan intra vesika yang selalu

tinggi akibat obstruksi. Kedua, dapat terjadi sakulasi, yaitu mukosa buli-buli menerobos di

antara serat-serat detrusor. Ketiga, bila sakulasi menjadi besar dapat menjadi divertikel. (1)

Komplikasi lain adalah pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa urin

setelah buang air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra vesika yang

selalu tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi hidroureter dan

hidronefrosis yang akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.(1)

I.2.8 PENATALAKSANAAN

Terapi spesifik dapat direkomendasikan pada pasien-pasien tertentu. Untuk BPH

dengan gejala ringan (score 0-7) terapi hanya berupa ”Watchful Waiting”. Disamping itu

terapi spesifik lainnya berupa adanya indikasi untuk tindakan operasi yaitu retensio urine

kronik (sedikitnya 1 kali percobaan menggunakan kateter yang gagal), infeksi traktus

urinarius berulang akibat BPH, gross hematuri berulang akibat BPH, batu buli-buli akibat

BPH, insufisiensi ginjal atau divertikula buli-buli yang besar.(4)

1. Watchful Waiting

Pilihan terapi ini hanya untuk pasien BPH dengan gejala ringan(score 0-7). Pasien dengan

gejala sedang dapat dilakukan terapi ini jika pasien menginginkan.

Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal

yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, seperti: (1)

Jangan mengkonsumsi alkohol atau rokok setelah makan malam

Kurangi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli

Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin

Kurangi makanan pedas atau asin

Jangan menahan kencing terlalu lama

17

Page 18: Lapsus bph iben.docx

2. Terapi Medis

I. Alpha Bloker (4)

Prostat dan kandung kemih manusia mengandung alpha-1-adrenoreseptor, dan

prostat menunjukkan respon kontraktil untuk agonis yang sesuai. Sifat kontraktil dari

prostat dan leher kandung kemih tampaknya dimediasi terutama oleh subtipe alfa-1a

reseptor. Alpha-blokade telah menunjukkan hasil baik secara objektif maupun subjektif

derajat peningkatan gejala dan tanda-tanda BPH di beberapa pasien. Alphablockers

dapat diklasifikasikan berdasarkan selektivitas reseptor sesuai dengan masa paruh

mereka.

Phenoxybenzamine dan prazosin memiliki khasiat yang sebanding sehubungan

dengan pengobatan simptomatik (obat-obat ini dilaporkan dapat memperbaiki keluhan

miksi dan laju pancaran urin), tetapi lebih tinggi efek samping dari phenoxybenzamine,

terkait dengan kurangnya spesifitas reseptor alfa, sehingga menghalangi penggunaannya

pada pasien BPH. Dosis titrasi diperlukan pada prazosin, dengan terapi tipical dimulai

dengan 1 mg sebelum tidur selama 3 malam, kemudian meningkat menjadi 1 mg dua kali

sehari, yang dititrasi sampai 2 mg dua kali sehari jika diperlukan. Pada dosis yang lebih

tinggi, didapati sedikit tambahan perbaikan gejala dan efek samping yang memburuk.

efek samping umum termasuk hipotensi ortostatik, pusing, kelelahan, ejakulasi

retrograde, rhinitis, dan sakit kepala. (4)

Alpha-blocker tipe Long-acting (Terazosin dan Doxazosin) membuat dosis sekali

sehari, tapi dosis titrasi masih diperlukan. Terazosin dimulai dengan1 mg setiap hari

selama 3 hari dan meningkat menjadi 2 mg setiap hari selama 11 hari dan kemudian 5 mg

/ hari. Dosis dapat meningkat sampai 10 mg sehari jika diperlukan. Terapi dengan

doxazosin dimulai pada 1 mg sehari selama 7 hari dan meningkat menjadi 2mg sehari

selama 7 hari, dan kemudian sampai 4 mg per hari. Dosis dapat meningkat sampai 8 mg

sehari jika diperlukan. Efek samping mirip dengan prazosin.(4)

Kemajuan terbaru dalam terapi alfa-blocker berkaitan dengan identifikasi subtipe

alpha-1-reseptor. Blokade selektif reseptor alfa-1a, yang dilokalisasi dalam prostat dan

18

Page 19: Lapsus bph iben.docx

leher kandung kemih, ternyata memiliki lebih sedikit efek samping sistemik. Tamsulosin

dimulai dengan 0,4 mg perhari dan dapat meningkat menjadi 0,8 mg perhari jika perlu.

Alfuzosin adalah fungsional uroselective antagonis alpha-1-adrenergik. Seperti

tamsulosin, tidak diperlukan dosis titrasi dan agen ini memiliki lebih sedikit efek samping

kardiovaskular dibandingkan dengan terapi alpha-blocker nonspesifik. (4)

II. Inhibitor 5 alpha-reduktase

Finasteride adalah merupakan inhibitor 5 alpha-reduktase yang memblok

perubahan hormon testosteron menjadi dihydrotestosteron. Obat ini mempengaruhi

komponen epitel dari kelenjar prostat yang mengakibatkan pengurangan ukuran dari

kelenjar dan memberikan perbaikan gejala. Enam bulan terapi diperlukan untuk

mengetahui efek maximum dari ukuran prostat.(1)

Dutasteride berbeda dari Finasteride karena menghambat kedua isoenzymes dari

5-alpha-reduktase. Namun dutasteride mirip dengan Finasteride, berguna untuk

mengurangi serum antigen spesifik prostat dan volume total prostat. Dari beberpa

penelitian menunjukkan keberhasilan dutasteride dalam mengurangi gejala-gejala, laju

alir puncak kemih, dan mengurangi risiko dari retensi urin akut dan kebutuhan operasi.

Namun ada pula efek sampingnya yaitu disfungsi ereksi, penurunan libido, ginekomastia,

dan gangguan ejakulasi. (4)

III. Fitofarmaka

Beberapa ekstrak tumbuhan-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki

gejala-gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmologik tentang kandungan zat

aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui

dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai : anti-androgen, menurunkan kadar

sex hormon binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (BFGF) dan

epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti

inflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat. Di antara

fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah : Pygeum africanum, serena repens, Hypoxis

rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya. (1)

19

Page 20: Lapsus bph iben.docx

3. Terapi Operasi Konvesional

I. Transurethral Resection Of The Prostat (TURP)(4)

95% dari simple prostatektomi dapat dilakukan secara endoskopi yang di

masukan melalui penis atau uretra. Kebanyakan dari prosedur ini memerlukan pemakaian

anestesi spinal serta membutuhkan 1-2 hari perawatan di RS. Keuntungan dari TURP

tidak dilakukan sayatan sehingga mengurangi terjadinya infeksi. Resiko pada TURP

termasuk didalamnya berupa ejakulasi retrograd, impoten, dan inkontinensia.

Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan

irigasi (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh

darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan

agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai yaitu H2O

steril (aquades). Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik

sehingga cairan ini dapat masuk ke saluran sistemik melalui pembuluh darah vena yang

terbuka pada saat reseksi, yang jika berlebih dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia

relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TURP.

Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen,

tekanan darah meningkat , dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan

mengalami edema otak yang akhirnya jatuh kedalam koma dan meninggal.

Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP, dipakai cairan isotonik

yaitu glisin dan harus membatasi untuk tidak melakukan reseksi lebih dari satu jam.

Terapi standar sindrom ini terdiri dari pemberian diuretik dan penggunaan salin hipotonik

intravena

20

Page 21: Lapsus bph iben.docx

Gambar 4. TURP

II. Transurethral Inscision Of The Prostat (TUIP)

Sering pada pria dengan gejala BPH sedang sampai berat serta kelenjar prostat

yang kecil, sering mempunyai hyperplasia pada komisura posterior (leher buli-buli

terangkat). Pada pasien-pasien ini akan sangat bermanfaat, cara ini lebih cepat dan

sedikit mengalami kesalahan daripada TURP.

Pada cara ini melibatkan 2 potongan menggunakan pisau Colinns pada arah jam 5

dan jam 7. kedua potongan ini dimulai dari arah distal sampai mulut uretra dan meluas

keluar sampai ke verumontirium.

21

Page 22: Lapsus bph iben.docx

Sebelum melakukan ini, harus disingkirkan kemungkinan adanya Ca prostate

dengan melakukan colok dubur, melakukan USG Transrektal, dan pengukuran kadar

PSA. Komplikasi yang terjadi perdarahan, infeksi, penyempitan uretra, dan impontensi.

III. Open Simple Prostatektomi

Jika ukuran prostat terlalu besar untuk dipindahkan secara endoskopi, maka

diperlukan suatu enukleasi terbuka. Kelenjar prostate lebih dari 100 g biasanya dilakukan

suatu enukleasi terbuka. Open prostatektomi mungkin dapat pula berguna, yaitu dengan

seiring adanya divertikula buli-buli atau batu buli-buli atau jika posisi litotomi tidak

memungkinkan untuk dilakukan operasi. (4)

Pembesaran kelenjar prostat bukan indikasi prostatektomi. Pada open

prostatektomi dapat dilakukan 2 cara yaitu: suprapubik dan retropubik. Simple

suprapubik prostatektomi dilakukan secara transvesical dan merupakan operasi pilihan

dalam menangani masalah kelainan dalam buli-buli. Setelah buli-buli di buka kemudian

dibuat satu potongan semisirkuler pada mukosa buli-buli, distal dari trigonum.

Pemotongan pada bidang datar harus sangat tajam, kemudian pada potongan tumpul

dengan menggunakan jari dibuat untuk memindahkan adenoma. Pada potongan apical

juga dibuat setajam mungkin untuk menghindari injuri terhadap distal spingter

mekanisme. Setelah adenoma di angkat, setelah hemostasis dicapai dengan melakukan

penjahitan, dimana sebelumnya telah dipasang kateter uretra dan suprapubik sebelum di

lakukan penutupan.(1)

Gambar 5. Insisi suprapibuk

22

Page 23: Lapsus bph iben.docx

Pada simple retropubik prostatektomi buli-buli tidak di masuki. Kemudian insisi pada

daerah kapsul prostate yang akan di operasi, lalu adenomanya di enukleasi. Pada simple

retropubik hanya digunakan 1 kateter.(4)

4. Terapi Invasif Minimal

I. Terapi Laser

Ada 4 sumber tenaga yang digunakan pada terapi ini yaitu : Nd YAG, Holmium

YAG, KTP YAG, dan diode yang dipancarkan melalui bare fibre, right angle fibre,

interstitial fibre.

Beberapa perbedaan tehnik Necro coagulation telah diketahui :

Transurethral Laser Induced Prostatectomy (TULIP)

Dilakukan dengan cara menggunakan panduan memakai USG Transurethral. Alat-

alat pada TULIP diletakkan di dalam uretra dan USG Transurethral digunakan untuk

menuntun alat TULIP, perlahan mungkin ditarik dari leher buli-buli sampai ke apex.

Untuk mengetahui kedalamannya dapat dilihat melalui USG.

Visual Contact Ablative

Cara ini merupakan cara yang membutuhkan waktu yang lama, karena di lakukan

dengan cara meletakkan serat dari lasernya langsung berada didalam jaringan prostat

yang dapat menguap.

Terapi Laser Intersitiel

Pada cara ini seratnya diletakkan langsung pada prostat, dan biasanya dibawah

kendali cytoskopi. Pada setiap penusukan, lasernya ditembakan langsung, sehingga

mengakibatkan lapisan submukosanya mengalami nekrosis koagulasi. Penggunaan

cara ini hanya dapat mengurangi sedikit gejala iritasinya saja, karena mukosa dari

uretera berbeda dan sisa dari jaringan prostatnya dipisahkan serta jaringan dari

prostatnya diresobpsi.

23

Page 24: Lapsus bph iben.docx

Gambar 6. Terapi laser

Keuntungan dari penggunaan bedah laser adalah (1) perdarahannya minimal, (2)

gejalanya jarang timbul lagi, (3) berguna pada pasien – pasien yang menggunakan terapi

antikoagulan, (4) dapat dilakukan pada pasien- pasien rawat jalan.

Kerugiannya adalah : (1) kurangnya jaringan patologik yang tersedia, (2) membutuhkan

waktu saat kateterisasi post operasi, (3) bertambahnya gejala iritasi.

II. Transuretral Elektrovaporasi of The Prostat

Sama dengan TURP, hanya teknik ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan

mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat.

Teknik ini cukup aman, perdarahan minimal, masa rawat di RS lebih singkat. Namun

hanya dapat dilakukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan butuh waktu

operasi lebih lama.(4)

III. Termoterapi

Energi panas bersamaan gelombang mikro dipancarkan melalui kateter transuretra. Besar

dan arah pancaran energi diatur sehingga dapat melunakkan jaringan prostat yang

membuntu uretra. Morbiditas rendah, dapat dilakukan tanpa anestesi, dapat dijalani oleh

pasien dengan kondisi kurang baik jika menjalani pembedahan. Direkomendasikan bagi

prostat yang ukurannya kecil.(4)

IV. Transurethral needle ablation of the prostate (TUNA)

Metode ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai 100o,

sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Sistem ini terdiri dari kateter TUNA

24

Page 25: Lapsus bph iben.docx

yang dihubungkan dengan generator. Metode ini tidak dapat digunakan pada terapi

pembesaran lobus medial dan leher buli -buli pasien seringkali masih mengeluh

hematuria, disuria, kadang retensi urine dan epididimo-orkitis.(4)

Gambar 7. Terapi TUNA

V. High – intensity focused ultrasound (HIFU)

Metode ini merupakan bentuk lain dari ablasi thermal jaringan. Alat ini didesain khusus

sebagai USG dengan dual fungsi yang diletakkan direktum. Probenya dapat digunakan

untuk memberikan gambaran prostat dan juga dapat menghantarkan ledakan kecil dari

energi USG yang terfokus dengan kekuatan tinggi yang mana dapat mengakibatkan

panasnya jaringan prostat dan dapat mengakibatkan suatu nekrosis koagulasi. Pada

pembesaran lobus medial dan leher buli – buli tidak dapat menggunakan metode ini.

Metode ini memerlukan anestesi umum.(4)

Gambar 8. HIFU

25

Page 26: Lapsus bph iben.docx

VI. Intrauretrhal stenting

Intrauretrhal stenting merupakan suatu alat yang secara endoskopi diletakkan didalam

fossa prostatika dan dibuat untuk menahan bentuk dari uretrha pars prostatika. Alat ini

dibuat secara khusus digunakan pada pasien pasien dengan angka harapan hidup terbatas

dan bukan pada pasien – pasien dengan indikasi operasi. Namun setelah pemasangan

kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan

uretra, rasa tidak enak di daerah penis.(4)

Gambar 9. Intrauretral Stent

VII.Transurethral balloon dilatation of the prostate(7)

Dilatasi balon dari kelenjar prostat dibentuk secara khusus dengan suatu kateter

yang mampu mendilatasi fossa prostatika saja atau fossa prosatika dan leher buli –buli.

Metode ini sangat efektif pada prostat – prostat dengan ukuran kecil ( < 40 cm3 ).

Keuntungannya : mudah digunakan, aman, hospitalisasi yang minimal, sejauh ini tidak

menimbulkan impotent.

Gambar 10. Transuretral ballon dilatation of the prostate

26

Page 27: Lapsus bph iben.docx

BAB II

LAPORAN KASUS

II.1 Identitas Pasien

Nama : Tn.WR

Usia : 95 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Ngasem 07/02 Jetis Bandungan Kab. Semarang

Agama : Islam

Status Pernikahan : Duda

Tanggal Masuk : 21 April 2014

Tanggal Pulang : 26 April 2014

Tempat Pemeriksaan : Ruang Melati

Nomor RM : 048024-2014

II.2 Anamnesa

Keluhan utama

Nyeri di perut

Keluhan Tambahan

Nyeri pada bagian penis

Riwayat Penyakit Sekarang

Nyeri pada perut dirasakan sejak 3 hari SMRS. Pasien sudah memakai kateter selama 2

minggu terakhir, dan belum diganti sejak terakhir dirawat di rumah sakit. Keluhan

disertai nyeri pada bagian penis. Demam (-), nyeri BAK (+), pasir (-), panas ketika BAK

(-).

27

Page 28: Lapsus bph iben.docx

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hiperplasia prostat sejak satu tahun terakhir. Sudah keluar masuk rumah sakit ±3

kali, tapi tidak mau dioperasi dan hanya minta di pasang kateter saja.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan sama.

Riwayat Pengobatan

(-)

Perhitungan Skor International Prostate Symptom Score

No Pertanyaan Tidak

pernah

<1x

Dlm

5x

Kurang

dr

setengah

Kadang-

kadang

sktr

(50%)

>1/2 Hampir

selalu

skor

1. Selama

sebulan

terakhir, brp

srg anda

merasa tidak

lampias saat

selesai

berkemih ?

0 1 2 3 4 5 2

2. Selama

sebulan

terakhir, brp

srg anda

harus kencing

dalam waktu

kurang dari

2jam stlh

0 1 2 3 4 5 2

28

Page 29: Lapsus bph iben.docx

selesai

berkemih?

3. Selama

sebulan

terakhir, brp

srg anda

mendapatkan

bahwa pipis

anda terputus-

putus ?

0 1 2 3 4 5 2

4. Selama

sebulan

terakhir, brp

srg anda

merasakan

sulit untuk

menahan

kencing ?

0 1 2 3 4 5 2

5. Selama

sebulan

terakhir, brp

srg anda

merasa

pancaran

kencing anda

lemah?

0 1 2 3 4 5 2

6. Selama

sebulan

terakhir, brp

srg anda

harus

0 1 2 3 4 5 2

29

Page 30: Lapsus bph iben.docx

mengedan

untuk mulai

berkemih ?

7. Selama

sebulan

terakhir, brp

srg anda

harus bangun

untuk

berkemih

sejak mulai

tidur pada

malam hari

hingga

bangun di

pagi hari ?

Tidak

ada1x 2x 3x 4x 5x/lebih 3x

0 1 2 3 4 5 3

Total : 15 (Obstruksi Sedang)

II.3 Pemeriksaan Fisik

Status generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis (GCS : E4V5M6)

Tanda Vital : - Tekanan Darah 150/90 mmHg

- Nadi 80 x/menit

- RR 20 x/menit, regular

- Suhu 36,8oC (axilla)

Kepala : mesocephal, rambut merata, tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor

(3mm/3mm)

Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

30

Page 31: Lapsus bph iben.docx

Hidung : simetris, deviasi septum (-), sekret (-/-), keluar darah (-/-),napas

cuping hidung (-),

Mulut : sianosis (-), mukosa normal, gusi berdarah (-), tonsil (T1/T1),

faring hiperemis (-)

Leher : trakea di tengah, pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-), JVP tidak

meningkat

Thorax : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-)

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : BJ I-II normal, regular, bising (-)

Pulmo

Inspeksi : ekspansi dinding dada simetris

Palpasi : fremitus taktil simetris, nyeri tekan (-)

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : distensi (-), massa (-), luka bekas operasi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defense muskular (-)

Ekstremitas atas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)

Ekstremitas bawah : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)

II.4 Diagnosa Banding

Tumor Prostat

a. suspect jinak :Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

b. suspect ganas :Ca Prostat

31

Page 32: Lapsus bph iben.docx

II.5 Pemeriksaan Penunjang

Hasil Laboratorium :

Tanggal : 8 Januari 2014

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi

darah rutin :

Hemoglobin 13,4 14,0 – 18,0 g/dl

Leukosit 11 4,0 – 10 ribu

Eritrosit 4,47 4,0 – 6,2 juta

Hematokrit 41,7 40 – 58 %

Trombosit 266 200 – 400 ribu

MCV 92,0 80 – 90 mikro m3

MCH 30 27 – 34 pg

MCHC 32,5 32 – 36 g/dl

RDW 14,1 10 – 16 %

MPV 7,7 7 – 11 mikro m3

Limfosit 1,8 1,7 – 3,5 103/mikroL

Monosit 0,6 0,2 – 0,6 103/mikroL

Granulosit 4,1 2,5 – 7 103/mikroL

Limfosit % 27,2 25 – 35 %

Monosit % 9,0 4 – 6 %

Granulosit % 63,8 50 – 80 %

PCT 0,18 0,2 – 0,5 %

PDW 12,3 10 – 18 %

Golongan Darah O

Clotting Time 4 : 00 3-5 (menit:detik)

Bleeding Time 2: 00 1-3 (menit:detik)

Kimia Klinik

GDS 77 60 – 100 mg/dl

Ureum 39,0 10 – 50 mg/dl

32

Page 33: Lapsus bph iben.docx

Creatinin 1,29 0,62 – 1,1 mg/dl

SGOT 19 0 – 50 U/L

SGPT 17 0 – 50 IU/L

Serologi

HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

Hasil USG Abdomen :

1. Pembesaran prostat dengan volume 74,07 ml

2. Tak tampak kelainan pada organ intraabdomen lainnya secara pemeriksaan usg.

3.

33

Page 34: Lapsus bph iben.docx

II.6 Diagnosa Kerja

Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) dengan skor IPSS = 15

II.7 Terapi

Infus RL 20 tpm

Inj. Cefotaxim 3x1 gram

Inj. Ranitidine 2x1 amp

Inj. Ketorolac 3x1 amp

Finasteride tab 5 mg 1x1

Konsul ke Sp.B untuk dilakukan tindakan pembedahan

II.8. Prognosis

Dubia ad bonam

BAB III

ANALISA KASUS

III.1 S (Subjective)

Nyeri perut dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Ketika asuk pasien

sudah memakai kateter yang terpasang sejak 2 minggu yang lalu ketika selesai rawat inap

di rumah sakit dan belum pernah diganti. Selain itu pasien juga merasakan nyeri pada

bagian penisnya. Pasien merasa nyeri ketika BAK dan terasa panas. Pasein punya riwayat

hiperplasia prostat sejak 1 tahun terakhir, sudah serin masuk rumah sakit tapi tidak au di

operasi dan hanya minta di pasang kateter saja. Keluhan BAK tidak lancar secara tiba-

tiba bisa disebabkan oleh beberapa hal, bisa karena batu saluran kemih ataupun masalah

34

Page 35: Lapsus bph iben.docx

prostat. Di antara keluhan pasien tersebut terdapat beberapa gejala obstruksi pada BPH

seperti straining (mengedan) dan residual urin (masih terasa ada sisa). Disuria (nyeri saat

berkemih) merupakan salah satu gejala dari iritasi saluran kemih pada BPH.

III.2 O (Objective)

Hasil pemeriksaan fisik dan status generalis pada pasien ini dalam batas normal.

Dari hasil USG abdomen didapatkan adanya pembesaran prostat dengan volume 105 cc

dan berat 110 gram. Untuk dapat mengetahui derajat keparahan penyakit pasien

dilakukan tanya jawab dengan menggunakan panduan tanya jawab IPSS. Dari

penjumlahan kriteria- kriteria tanya jawab IPSS didapatkan skor 15, yang berarti pasien

masuk kedalam kategori sedang.

III.3 A (Assesment)

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

dapat ditegakkan diagnosis Benign Prostat Hiperplasia dengan derajat keparahan gejala

BPH yang dirasakan pasien masuk ke dalam kategori sedang.

III.4 P (Planning)

Infus RL 20 tpm

Untuk mengatasi fungsi sirkulasi yang terganggu akibat perdarahan yang terus

menerus. Komposisi dari RL (Ringer Laktat) ini sama dengan cairan sel tubuh,

karena itu disebut juga larutan isotonik.

Inj Cefotaxime 2x500 mg

Cefotaxime adalah antibiotik spektrum luas golongan sefalosporin generasi ketiga

yang mempunyai efek bakterisidal dengan cara menghambat sintesis mukopeptida

dinding sel bakteri. Cefotaxime merupakan pilihan lini pertama terhadap bakteri

yang resisten terhadap penisilin karena cefotaxime stabil terhadap hidrolisis beta-

laktamase

Inj. Ranitidine 2x1 amp

Pemberian ranitidin adalah untuk penyeimbang efek samping dari pemberian

ciprofloxacin, karena ciprofloxacin dapat mengakibatkan gangguan GIT serta

35

Page 36: Lapsus bph iben.docx

menyebabkan mual. Ranitidin adalah obat golongan antasida yang diindikasikan

untuk status hipersekresi setelah OP, hipersekresi patologis, dan tukak peptik.

Dosisnya adalah 50 mg tiap 6-8 jam dengan pemberian secara iv.

Inj Ketorolac 3x10 mg

Ketorolac adalah salah satu dari obat anti inflamasi non steroid (NSAID), yang biasa

digunakan untuk analgesik, antipiretik dan anti inflamasi. Indikasi penggunaan

ketorolac adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu penggunaan maksimal

selama 5 hari. Obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam

arakidonat menjadi PG2 terganggu. Ketorolak merupakan penghambat

siklooksigenase yang non selektif. Selain menghambat sintese prostaglandin, juga

menghambat tromboksan A2.

Finasteride tab 5 mg 1x1

Obat ini diindikasikan untuk terapi simtomatik hyperplasia prostat jinak. Obat ini

bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari

testosteron, yang dikatalisis oleh enzim 5 α- redukstase di dalam sel-sel prostat.

Konsul ke Sp.B untuk dilakukan tindakan pembedahan

Jenis pembedahan yang dapat dilakukan ada banyak, bisa dengan prostatektomi

terbuka, TURP (Trans Uretra Resection Prostatektomi), TUIP (Trans Uretra Insision

Prostatektomi), TULP (Trans Uretra Laser Prostatektomi).

III.5. Follow Up

Selasa, 7 Januari 2014

S : Nyeri saat BAK (+), sakit dan nyeri tekan pada inguinal dextra (+)

O : Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V5

Vital sign : TD: 150/90mmHg Nadi: 80x/min RR: 20x/min S: 36°c

Status generalis : Mata : konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : cor/pulmo (DBN)

Abdomen : supel, BU (+) normal, nyeri tekan inguinal dextra

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

A : Benign Prostat Hiperplasia

36

Page 37: Lapsus bph iben.docx

Rabu, 8 Januari 2014

S : Sakit kepala (+), Nyeri saat BAK (+), sakit dan nyeri tekan pada inguinal dextra (+)

O : Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V5

Vital sign : TD: 120/60mmHg Nadi: 95x/min RR: 24x/min S: 36,5°c

Status generalis : Mata : konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : cor/pulmo (DBN)

Abdomen : supel, BU (+) normal, nyeri tekan inguinal dextra

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

A : Benign Prostat Hiperplasia

Kamis, 9 Januari 2014

S : Sakit kepala (-), Nyeri saat BAK (-), sakit dan nyeri tekan pada inguinal dextra (-)

O : Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V5

Vital sign : TD:130/100mmHg Nadi: 64x/min RR: 20x/min S: 36,5°c

Status generalis : Mata : konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : cor/pulmo (DBN)

Abdomen : supel,BU (+) DBN, nyeri tekan inguinal dextra(-)

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

A : Post op TVP (Transvesical Prostatectomy) H1, drain +/- 50cc

Jumat, 10 Januari 2014

S : Sakit kepala (-), Nyeri saat BAK (-), sakit dan nyeri tekan pada inguinal dextra (-)

O : Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V5

Vital sign : TD:120/90mmHg Nadi: 80x/min RR: 22x/min S: 37°c

Status generalis : Mata : konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)

37

Page 38: Lapsus bph iben.docx

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : cor/pulmo (DBN)

Abdomen : supel,BU (+) DBN, nyeri tekan inguinal dextra(-)

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

A : Post op TVP (Transvesical Prostatectomy) H2

Sabtu, 11 Januari 2014

S : Sakit kepala (-), Nyeri saat BAK (-), sakit dan nyeri tekan pada inguinal dextra (-)

O : Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V5

Vital sign : TD:120/90mmHg Nadi: 78x/min RR: 20x/min S: 36°c

Status generalis : Mata : konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : cor/pulmo (DBN)

Abdomen : supel,BU (+) DBN, nyeri tekan inguinal dextra(-)

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

A : Post op TVP (Transvesical Prostatectomy) H3

DAFTAR PUSTAKA

Arlina, P dan Evaria. 2013. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 12. PT. Medidata

Indonesia; Jakarta

Basuki B. Purnomo. 2011. Dasar – dasar Urologi. CV. Sagung Seto : Jakarta

Guess.1995. Epidemiology and Natural History of Benign Prostatic Hiperplasia.

Urological clinic of north America, volume 22, no 2. Mei. 1995.

Junqueira, L.C and Carneiro, J. 2007. Basic Histology Text and Atlas 11th Edition.

McGraw-Hill’s Access Medicine.

38

Page 39: Lapsus bph iben.docx

Kapoor, A. 2012. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Management in the Primary Care

Settings. Can J Urol 2012;19(Suppl 1) 10-17

National Kidney and Urologic Diseases Informatioan Clearinghouse

(NKUDIC). 2006. Prostat Enlargement : Benign Prostatic Hiperplasia. NIH 2006. Publication

no.06-3012. URL : http://www.kidney.niddk.nih.sor. Diakses 6 Januari 2014

Rahardjo D. 1999. Prostat: kelainan-kelainan jinak, diagnosis dan penanganan. 1st ed.

Jakarta: Asian Medical;1999.

Rizki, A. 2008. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak. Studi kasus

di RS dr. Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung Semarang. [Tesis]

Roehborn, Calus G, McConnell, John D. 2002. Etiology, Pathophysiology, and Natural

History of Benign prostatic hyperplasia. In : Campbell’s Urology. 8th ed. W.B. Saunders ; p.

1297-1330

Sherwood, L. 2010. Human Physiology : From Cells to Systems, Seventh Edition.

Brooks/Cole:USA

39