Lap.Resmi MO & Petro (Autosaved).doc
-
Upload
sandhyprakoso -
Category
Documents
-
view
22 -
download
1
Transcript of Lap.Resmi MO & Petro (Autosaved).doc
1
BAB IPENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti
tekstur, komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak
dapat dideskripsi secara megaskopis di lapangan.
Contoh batuan-batuan tersebut adalah:
1. Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal
gunungapi
2. Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping,
batupasir, napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain
3. Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain
mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang
berfungsi untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan
pengamatan secara optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop
polarisasi. Hal itu berhubungan dengan teknik pembacaan data yang dilakukan
melalui lensa yang mempolarisasi obyek pengamatan. Hasil polarisasi obyek
selanjutnya dikirim melalui lensa obyektif dan lensa okuler ke mata (pengamat).
I.2. Maksud dan Tujuan
Maksud praktikum mineral optik & petrografi adalah merupakan salah
satu syarat kurikulum semester 4 di jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi
Mineral, Institut Sains & Teknologi ”AKPRIND” Yogyakarta.
2
Tujuannya dapat menganalisis mineral secara nikol sejajar maupun
nikol silang.dan dapat membedakan batuan yang terdapat pada sayatan
tipis,seperti batuan beku,sedimen piroklastik,maupun metamorf dengan
menggunakan mikroskop.
I.3. Metode Praktikum
Dalam melaksanakan praktikum mineral optik dan petrografi, metode
yang digunakan yaitu dari asisten memberikan penjelasan tentang cara
menganalisis sifat optis pada mineral baik dengan pengamatan nikol sejajar
maupun dengan pengamatan nikol silang pada sayatan tipis.
Salah satu metode untuk mengetahui komposisi atau jenis mineral dalam
batuan beserta teksturnya adalah dengan cara melakukan analisis petrografi
(petro=batuan, grafi=tulisan hasil analisis). Dalam tahapan analisis petrografi,
perconto batuan tersebut dibuat menjadi sayatan tipis batuan ("thin section")
dengan standar pembuatan sayatan tipis yang baku/internasional. Apabila sayatan
tipis batuan telah diperoleh maka dilakukan pendeskripsian batuan atau analisis
petrografi untuk menentukan komposisi mineral dan tekstur batuannya dengan
menggunakan alat bantu mikroskop polarisasi. Hasil deskripsi batuan kemudian
ditabelkan dan untuk visualisasi dibuat foto mikroskopik sayatan tipis batuan.
Data tersebut diatas diinterpretasi untuk menentukan kelompok/jenis batuan atau
klasifikasi batuannya.
I.1. Alat dan Bahan
1
3
Peralatan yang digunakan untuk menganalisis sifat optis mineral dan
menganalisis batuan secara petrografi pada sayatan tipis antara lain :
Mikroskop Polarisasi
Lampu
Sayatan Tipis(batuan beku,piroklastik,sedimen,metamorf)
Tabel warna interference (Michel-Levy)
Alat tulis
Formulir lembar kerja praktikum.
4
BAB IIMINERAL OPTIK
II.1. Dasar Teori Mineral Optik
Setiap mineral memiliki system kristalnya masing – masing dan setiap
system kristal memiliki sumbu kristal walaupun sudut yang dibentuk oleh masing-
masing sumbu kristal antara system kristal yang satu dan yang lain berbeda.
Untuk itu setiap mineral memiliki sifat optis tertentu yang dapat diamati
pada pengamatan nikol sejajar dan nikol silang atau diagonal terhadap sumbu
panjangnya (sumbu c).
II.2. Pengenalan Alat
Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti
tekstur, komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak
dapat dideskripsi secara megaskopis di lapangan.
Contoh batuan-batuan tersebut adalah:
4. Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal
gunungapi
5. Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping,
batupasir, napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain
6. Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain
Jadi mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang
berfungsi untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan
pengamatan secara optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop
4
5
polarisasi. Hal itu berhubungan dengan teknik pembacaan data yang dilakukan
melalui lensa yang mempolarisasi obyek pengamatan. Hasil polarisasi obyek
selanjutnya dikirim melalui lensa obyektif dan lensa okuler ke mata (pengamat).
Ada beberapa jenis mikroskop polarisasi, yaitu mikroskop terpolarisasi
binokuler dan trilokuler, baik non-digital maupun yang digital
Gambar 1. Kiri: Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi binokuler secara garis besar (sumber
ZEISS, 1961). Kanan: Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi trilokuler secara garis
besar (sumber ZEISS, 1961).
Lampu terpisah dari mikroskup. Sinar lampu dipantulkan melalui cermin
(mirror) lalu dilanjutkan ke lensa polarizer. Sinar menembus obyek yang
6
diletakkan di atas meja obyektif. Sinar membawa data dari obyek (sayatan tipis)
dikirimkan ke lensa obyektif, ditangkap oleh okuler dan diterima mata.
Gambar 2. Mikroskop digital dengan layar video; data pengamatan sayatan tipis dikirim ke layar
LCD dan dapat disimpan di dalam hard disk.
Gambar 3. Mikroskup polarisasi binokuler digital dengan layar video yang lain (kiri) dan
mikroskup polarisasi standar yang kini tersimpan di laboratorium Geologi ISTA
(kanan).
A. Bagian-Bagian dari Mikroskup Polarisasi
(a). Lensa Ocular
7
Yaitu lensa dengan perbesaran yang biasanya mencapai 10x. Lensa ini
berhubungan langsung dengan mata saat mengamati sayatan tipis batuan di bawah
mikroskup. Dalam lansa ini terdapat benangsilang yang dapat membantu
menentukan posisi utara-selatan (U-S) dan timur-barat (T-B). Benang silang juga
sering digunakan untuk mengetahui sudut pemadaman suatu mineral, apakah
miring atau tegak lurus. Perbesaran dari obyek sayatan tipis di atas meja obyektif
(gambar samping) dihasilkan dari perbesaran okuler dan lensa obyektif (gambar
bawah). Contoh: jika sayatan tipis dilihat dengan menggunakan lensa obyektif
dengan perbesaran tertulis 4X, dan okuler 10X, maka memiliki perbesaran total
40X.
Lensa okuler lensa obyektif
Gambar 4. Lensa okuler dan lensa obyektif yang terdapat dalam mikroskup polarisasi.
(b). Prisma Nikol (Gambar 7)
Jika polarizer dipindahkan dari mikroskop dan sinar direfleksikan dari
permukaan ke bidang horizontal, maka bidang terpolarisasi menjadi gelap jika
8
diputar ke kanan. Biotit yang disayat memotong belahannya memiliki absorpsi
terbaik jika bidang belahan sejajar dengan bidang vibrasi terpolarisasi. Pada posisi
ini mineral menjadi gelap maksimum. Vibrasi gelapan juga dijumpai pada mineral
Tourmaline yang diputar ke kanan dari sumbu C. Kedudukan normal dari vibrasi
sinar yang melalui prisma (sinar ekstra-ordinary) dijumpai maksimum pada
kanada balsam. Prisma nikol digunakan untuk melakukan pengamatan pada posisi
nikol silang.
Gambar 5. Penggunaan Prisma Nikol untuk Pengamatan Nikol Silang
9
.
Gambar 6. Prisma nikol, lensa obyektif dan lensa okuler pada mikroskup polarisasi
(c). Lensa lampu konvergen
Mikroskop dioperasikan pada sinar lampu yang searah dengan tube dan
obyek
Lensa konvergen menangkap sinar tersebut secara maksimal dan
melanjutkannya melalui tube ke lensa polarizer
Sinar tersebut membawa data dari obyek yang selanjutnya dikirimkan ke
lensa obyektif dan ditangkap oleh lensa okuler
Yaitu dengan menaikkan nikol bagian bawah yang terletak di bawah meja
obyektif, sehingga:
Permukaan polarizer dapat menyentuh gelas preparat
(d) Meja obyektif (meja putar)
Meja obyektif berbentuk melingkar atau kotak ---- kebanyakan bulat
Meja ini terletak di atas polarizer dan di bawah lensa obyektif
Merupakan tempat meletakkan sayatan tipis untuk diamati
10
Pada meja dilengkapi dengan sekala besaran (mikrometer) yang melintang
meja dan koordinat sumbu hingga 360O
Bagian pusat meja harus satu garis dengan pusat optis dari tube.
Centering dilakukan dengan memutar scroll (screws), centring 90o berada
di bawah tube.
Setelah posisinya centering, sayatan tipis diletakkan di atas meja obyektif,
agar tidak bergeser-geser maka dapat dijepit dengan kedua penjepit.
Meja obyektif dapat dinaik-turunkan sesuai dengan kebutuhan dan posisi
sentringnya
Kini, mikroskop modern telah dilengkapi monitor LCD
(e). Benang Silang (Cross Hair)
Benang silang berada pada lensa okular, satu benang melintang ke kanan-
kiri dan benang yang lain melintang ke atas dan ke bawah.
Berfungsi untuk mengetahui kedudukan koordinat bidang sumbu mineral,
atau sudut interfacial kristall.
Meja obyektif harus berkedudukan centered dengan perpotongan benang
silang, jika tidak centered maka benang silang tidak akan terlihat.
Pembacaan akan dapat dilakukan jika salah satu sisi kristal sejajar dengan
benang silang kanan-kiri, selanjutnya meja obyektif diputar sampai benang silang
yang lain sejajar dengan arah lain dari meja obyektif tetapi berlawanan dengan
center-nya.
11
Gambar 7. Benang silang yang terdapat pada lensa okuler dalam mikroskup polarisasi.
(f). Cermin Pantul (The Mirror)
Cermin pantul berfungsi untuk mengirimkan sinar dari lampu ke sumber
obyek
Berbentuk bidang datar pada sisi belakang dan cekung pada sisi depan
Pembentuk yang pertama digunakan untuk perbesaran rendah, sedangkan
yang terakhir untuk perbesaran yang lebih tinggi.
Cermin ini berfungsi mengumpulkan sinar lampu dengan aperture yang
menyudut pada sekitar 40o.
Untuk perbesaran yang lebih besar dan dengan menggunakan sinar
konvergen, maka menggunakan sinar konvergen
Penggunaan cermin terutama untuk efisinsi penggunaan mikroskop.
Benang silang
12
Ketika menggunakan sinar datang yang sejajar sebagai ordinary daylight,
maka sinar tersebut direfleksikan dari cermin dengan intensitas yang rendah,
yang datang bersamaan dengan focal point.
Jika sumber sinar dekat dengan instrument, focal-length-nya besar, dan
sebaliknya
(g). Lensa Obyektif
Diklasifikaskan berdasarkan nilai perbesarannya.
Untuk obyektif yang memiliki power rendah, maka focal length-nya di
atas 13 mm dan perbesarannya kurang dari 15 x; untuk power menengah
focal length antara 12- 5 mm dan perbesarannya 40 x; dan power tinggi
focal length kurang dari 4,5 mm dan perbesarannya mencapai 40 x.
Lensa obyektif yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 dan 7 mm
Dalam satu sayatan tipis sering terdiri atas suatu seri bidang yang saling
menumpang, dan hanya salah satunya saja yang dapat diamati.
Dalam lens obyektif low-power, dapat dilihat obyek yang menumpang
bidang yang berbeda lainnya, tetapi dengan lensa high-power hal itu tidak
mungkin dilakukan.
Tingkat kecerahan (brightness) dari image akan meningkat jika hitungan
aperturenya dapat diketahui dalam luasan pesegi.
(h). Resolving Power
Bagian dari mikroskop yang berfungsi untuk pengaturan ketelitian alat.
Dengan meningkatkan resolving power untuk mempertajam obyek
pengamatan maka dapat mengurangi masa pemakaian alat.
13
Dalam praktik petrografis, dibutuhkan ketelitian maksimal sehingga sifat
terkecil pun terdeteksi.
Mata hanya mampu membedakan 250 garis dalam 1 inci
Ketika dua titik berpindah dari posisi 6.876x dari mata, maka yang terlihat
hanya satu titik.
Dengan bantuan resolving power dan okuler, mata mampu membedakan
pleurosigma angulatum sebanyak 50.000 garis .
(i). Lensa Bertrand (Keping Gipsum)
Berada pada center dari microscope di atas analyzer yang melintas masuk /
keluar tube
Digunakan sebagai mikroskop kecil bersama-sama dengan okuler untuk
memperbesar gambaran interference
Terutama digunakan untuk mengetahui warna birefringence, sehingga
dapat diketahui ketebalan sayatannya
Pada penggunaan alat ini, juga dilengkapi dengan tabel warna interference
(Gambar 8).
14
Gambar 8. Tabel warna interference yang digunakan bersama-sama dengan keping gips untuk
mengetahui warna birefringence.
(j). Lensa Ocular
Disebut juga dengan lensa okuler Huygens
Terdiri dari dua lensa simple plane-convex
Terletak berhadapan langsung dengan mata.
Lensa bagian atas berupa lensa mata dan lensa bagian bawah berfungsi
untuk mengumpulkan data.
Focal length dari lensa mata adalah 1/3-nya dari lensa pengumpul (field
length).
Sinar sinar ini yang menyebabkan kelelahan pada mata saat pengamatan.
Pada okuler juga dijumpai benang silang, berbentuk jaring laba-laba dan
mengikatkan tali tersebut pada perutnya.
(k). Mikrometer
Berfungsi untuk mengukur jarak dalam sekala yang sempit, contoh:
diameter mineral.
Terletak di atas meja obyektif.
Pada pembacaan langsung dalam meja obyektif, sekala dalam
ratusan mm.
15
Jadi, dalam suatu pengamatan sayatan tipis dapat diketahui seberapa
ratus mm dalam suatu divisi kristal.
Agar familier dalam penggunaannya, siswa dapat membuat sendiri
mikrometer tersebut
(l). Adjustment Screws
Adjustment screw berfungsi untuk mengatur (bagian dalam 2) dan
menghaluskannya (bagian luar 1) kefokusan lensa okuler dan obyektif
Metodenya yaitu dengan memutar ke kanan untuk memperbesar dan ke
kiri untuk memperkecil.
Terletak pada gagang mikroskop (tube)
Akurasi kerja Adjustment screw mencapai 0,001 mm.
Adjustment screw
Gambar 9. Adjustment screw, mikrometer dan prisma nikol
B. Penggunaan Mikroskup Polarisasi
16
Pencahayaan mikroskop sangat baik jika berasal dari arah utara; jika
tidak mampu dari timur. Jangan menggunakan sinar matahari langsung. Meja
(bangku) harus kuat, dan pengamat harus nyaman menggunakannya. Mikroskop
harus terletak tepat di depan pengamat, kedua tangan leluasa mengoperasikannya.
Jangan menutup mata sebelah, mata yang tidak dipakai untuk mengamati
dibiarkan terbuka, agar tidak jereng atau mudah lelah. Pencahayaan harus cukup
mampu menerangi pengamatan paralel nikol dan silang nikol.
Agar mata tidak sakit, praktikan disarankan memfokuskan pengamatan
dengan menaikkan power, dari pada menurunkannya --- agar dapat menghindari
kalau -kalau lensa menyentuh preparat dan memcahkannya. Tempatkan
pandangan (mata) setinggi dengan okuler, perlambatkan dalam memutar screw
jika jarak obyektif dan preparat sangat dekat. Lakukan pengamatan hanya jika
obyek pengamatan benar-benar telah fokus.
Tip Menggunakan Mikroskop Polarisasi
1. Pada mineral tak-berwarna (ct. kuarsa), sebaiknya mengurangi
pencahayaannya, dan memperhatikan adanya rongga atau inklusi.
2. Sebaiknya menjaga betul-betul agar lensa dan nikol dapat awet dan
meningkat efisiensinya.
3. Jangan membiarkan lensa mikroskop terkena sinar matahari langsung
dan / uap radiator.
4. Lensa harus dijaga agar terbebas dari debu. Lensa obyektif jangan sampai
bersinggungan dengan cover glass, karena akan tergores
17
II.3. Sifat Optis Mineral Mineral yang Dideskripsi Di Laboratorium
II.3.1 Sifat Optis Mineral Pada Pengamatan Nikol Sejajar
Setiap mineral memiliki sistem kristalnya masing-masing: isometrik
(sumbu a = sumbu b = sumbu c; < = < = <); rhombik (sumbu a sumbu b
sumbu c; < < <); triklin; monoklin; tetragonal, heksagonal dan lain-lain.
Setiap sistem kristal memiliki sumbu kristal, walaupun sudut yang dibentuk oleh
masing-masing sumbu kristal antara sistem kristal yang satu terhadap yang lain
berbeda. Untuk itulah setiap mineral memiliki sifat optis tertentu, yang dapat
diamati pada posisi sejajar atau diagonal terhadap sumbu panjangnya (sumbu c).
Pengamatan mikroskopis yang dilakukan pada posisi sejajar sumbu panjang
disebut pengamatan pada nikol sejajar.
A. Warna Adsorbsi
Serapan cahaya yang melintasi kristal yang sedang bergetar sejajar dengan
arah getar polarisator dapat mengakibatkan terjadinya warna. Warna absorbsi
dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Idiochromatic, yaitu warna mineral yang tetap dan tertentu karena
elemen-elemen utama pada mineral tersebut.
2) Allochromatic, yaitu warna akibat adanya campuran atau pengotor dari
unsur lain, sehingga merikan warna yang berubah-ubah tergantung dari
pengotornya.
B. Relief
Relief adalah sifat optis mineral atau batuan yang menunjukkan tingkat
/ besarnya pantulan yang diterima oleh mata (pengamat). Semakin besar sinar
18
yang dipantulkan atau semakin kecil sinar yang dibiaskan oleh lensa polarisasi,
maka makin rendah reliefnya, begitu pula sebaliknya. Jadi, relief mineral
berhubungan erat dengan sifat indek biasnya; Ngelas < Nobyek. Relief kadang-kadang
juga diimplikasikan oleh tebal-tipisnya sayatan. Sayatan yang telah memenuhi
standarisasi, tentunya memiliki relief yang standar juga, sehingga besarnya
tertentu.
Relief mineral dapat digunakan untuk memisahkan antara batas tepi
mineral yang satu dengan yang lain. Suatu batuan yang tersusun atas berbagai
macam mineral yang berbeda, masing-masing mineral tersebut tentunya memiliki
sifat optis yang berbeda pula. Jadi, kesemua itu akan membentuk relief; ada yang
tinggi, sedang atau rendah (Gambar II.1). Pada prinsipnya; kaca / air / udara
memiliki indeks bias sempurna, sehingga memantulkan seluruh sinar yang
menembusnya. Namun, suatu mineral memiliki indeks bias yang lebih rendah
dibandingkan kaca / air / udara, sehingga reliefnya lebih tinggi.
Bandingkan indeks bias yang dipantulkan oleh mineral dengan indeks
bias yang dipantulkan oleh kanada balsam. Kanada balsam memantulkan seluruh
sinar yang menembusnya. Mineral menyerap sebagian sinar dan memantulkannya
sebagian. Makin tidak berwarna sinar yang dipantulkan makin besar, sehingga
reliefnya makin rendah.
19
relief tinggi relief rendah
Gambar 10. Sifat optis relief tinggi pada mineral olivin (atas) dan relief rendah (bawah) yang
diamati pada posisi nikol sejajar
C. Pleokroisme
Yaitu sifat penyusupan mineral anisotropic dalam menyerap sinar
mengikuti sistem kristalografinya. Ditunjukkan oleh beberapa kali perubahan
warna kristal setelah diputar hingga 360O. Dapat diamati pada posisi terpolarisasi
maupun nikol sejajar.
Mineral uniaxial disebut dichroic: dua warna yang berbeda dari vibrasi
sinar yang parallel terhadap sumbu vertikal dan sumbu dasar. Mineral biaksial:
trichroic, 3 perubahan warna berhubungan dengan 3 sumbu elastisitas utama.
Pleokroisme biotit berwarna coklat kekuningan Orde 1
20
Pleokroisme biotit berwarna coklat gelap Orde I
Gambar 11. Gambar atas: warna interferensi biotit sejajar sumbu C dan gambar
bawah:pleokroismenya pada sudut putaran 90O
C. Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah bentuk suatu kristal mineral mengikuti
pertumbuhan / tata aturan pertumbuhan kristal. Bentuk kristal yang ideal pasti
mengikuti susunan atom dan pertumbuhan atom-atom tersebut, atau dapat pula
mengikuti arah belahannya. Sebagian besar mineral yang terbentuk oleh proses
pembekuan magma di luar, menunjukkan bentuk kristal yang tidak sempurna,
karena pembekuannya / pengkristalisasiannya sangat cepat sehingga bentuknya
kurang sempurna, begitu pula sebaliknya. Jadi, bentuk kristal dapat digunakan
sebagai parameter untuk mengetahui tingkat kristalisasi mineral secara umum.
Namun, mineral yang berukuran besar bukan berarti tingkat kristalisasinya
sempurna. Sebagai contoh adalah mineral-mineral penyusun batuan gunung api
yang terkristalisasi dengan cepat dapat tumbuh membentuk mineral dalam
diameter yang besar, tetapi bentuk kristalnya anhedral membentuk fenokris dalam
batuan bertekstur porfiritik.
21
Dalam pendeskripsiannya, bentuk kristal ditentukan dari orientasi
tepian mineralnya. Bentuk kristal yang tidak beraturan pada seluruh sisinya
disebut anhedral; jika sebagian sisi kristal yang tidak beraturan disebut subhedral;
dan jika seluruh sisi kristal beraturan disebut euhedral.
D. Bentuk mineral
Bentuk mineral tidak harus sama dengan bentuk kristal. Bentuk
mineral adalah bentuk secara fisik, seperti takteratur (irregular), memanjang,
prismatik, fibrous, membulat dan lain-lain (Gambar II.4). bentuk-bentuk mineral
tersebut tidak berhubungan dengan tingkat kristalisasinya. Bentuk mineral secara
sempurna dapat mengikuti bentuk pertumbuhan kristalnya, namun tidak dapat
digunakan sebagai parameter tingkat kristalisasi.
blocky
acicular
bladed
prismatic
anhedral/irregular
elongate
rounded
fibrous
tabular
euhedral
22
Gambar 12. Gambar atas: bentuk-bentuk mineral blocky, irregular; gambar bawah: bentuk mineral
euhedral
E. Belahan
Belahan adalah sifat mineral yang berhubungan dengan sistem
kristalnya juga. Pada umumnya, suatu mineral memiliki bentuk kristal dari suatu
sistem kristal tertentu, sesuai dengan pertumbuhan kristalnya. Pertumbuhan kristal
sendiri dibentuk / dibangun oleh susunan atom di dalamnya. Dengan demikian,
sisi-sisi susunan atom-atom tersebut menjadi lebih lemah dibandingkan dengan
ikatannya. Hal itu berpengaruh pada tingkat kerapuhannya. Saat mineral
mengalami benturan / terdeformasi, maka pecahannya akan lebih mudah
mengikuti arah belahannya.
Belahan lebih mudah diamati pada posisi nikol sejajar tetapi beberapa
mineral juga dapat diamati pada posisi nikol silang. Tidak semua belahan mineral
dapat diamati di bawah mikroskup, sebagai contoh adalah kuarsa dan olivin
(Gambar II.5). Tetapi, sebenarnya keduanya memiliki pecahan yang jelas. Kuarsa,
secara megaskopis memiliki pecahan konkoidal (seperti kaca) akibat bentuk
kristalnya yang bipiramidal, namun di bawah mikroskup belahan konkoidal-
bipiramidal sulit dapat diamati. Olivin kadang-kadang menunjukkan belahan dua
arah miring, namun karena bentuknya yang membotol, jadi sulit diamati juga di
bawah mikroskup.
23
Gambar 13. Gambar kiri: Contoh mineral dengan susunan acak (belahan tidak jelas) atau tanpa
belahan: olivin; gambar kanan: Contoh mineral kuarsa tanpa belahan
Contoh :
belahan jelas 1 arah: kelompok mika
belahan jelas 2 arah: piroksen dan amfibol
mineral dengan sudut belahan 2 arah membentuk perpotongan
dengan sudut 60°/120°: amfibol / horenblende (Gambar 15. atas) dan
mineral dengan sudut belahan dua arah membentuk sudut 90° piroksen
(Gambar 15. bawah)
60°120°
miring
90O
90O
Belahan jelas pada 2 arah Belahan kurang jelas pada 2 arah
24
Gambar 14. Gambar atas: belahan jelas pada dua arah miring; gambar bawah: belahan kurang jelas
pada dua arah dengan sudut 90O
II.3.2 Sifat Optis Mineral Pada Pengamatan Nikol Silang
Pengamatan nikol silang dilakukan jika sayatan berada pada diagonal
sumbu C, yaitu dengan memasang prisma polarisasi bagian atas. Sifat-sifat optis
mineral yang diamati pada posisi nikol silang adalah birefringence (interference
ganda), twinning (kembaran): tipe kembaran dan arah orientasinya dan sudut
gelapan: sejajar / miring pada sudut berapa
A. Sifat Birefringence (BF)
Standardisasi sayatan tipis memiliki ketebalan 0,03 mm. Dalam
sayatan tipis, interference mineral harus dapat diamati, yang hanya dapat dalam
sayatan tipis 0,03 mm. Ct. warna interference kuarsa terrendah berada pada orde
pertama putih (abu-abu) atau mendekati warna kuning orde I. Warna interference
dapat dilihat dari posisi horizontal sayatan. Setelah warna interference diketahui,
pengamatan dilanjutkan melalui garis diagonalnya hingga didapatkan sifat
birefringence (BF). Dari posisi birefringence, dengan meluruskan ke bawah
melalui garis diagonal ke perpotongannya, akan diketahui ketebalan standarnya,
apakah lebih tebal atau tidak dari 0,03 mm. Orde warna interference dan
birefringence menggunakan tabel warna Michel-Levy (Gambar 16).
Birefringence ditentukan dari refraksi ganda pada pantulan sinar
maximum (warna orde tertinggi). BF dapat dilihat jika posisi sayatan berada pada
sudut pemadaman 45O terhadap nikol. BF dapat digunakan (bertujuan) untuk
25
menguji ketebalan sayatan kristal. Sifat BF mineral dapat dilihat pada tabel sifat-
sifat mineral (Bloss, 1961; Kerr, 1959; Larsen and Berman, 1964; Rogers and
Kerr, 1942) yang disertai dengan perubahan antara indeks refraksi tertinggi dan
terrendahnya.
Sifat difraksi maximum biasanya juga dapat diperikan dalam sifat ini.
Jika obyek memiliki belahan jelas atau bentuk kristalnya terorientasi pada keping
gelas dasarnya, beberapa partikel harus disusun ulang hingga berorientasi baru,
yaitu dengan membuka cover glass dan mineral didorong secara horizontal.
Birefringence secara relatif sama pada setiap kelompok (kelas) mineral yang
sama, ct. piroksen, amfibol dan plagioklas. Indeks refraksi dan warna mungkin
berbeda di antara satu kelompok mineral, namun warna BF-nya hampir sama.
BF dapat diamati di bawah mikroskup dengan memasang lensa
Bertrand (keping gipsum). Lensa Bertrand keberadaannya sering terpisah dari
mikroskop. Lensa ini dapat dilepaskan. Sifat BF dapat diamati pada posisi nikol
silang, yaitu dengan memasang lensa Bertrand pada posisinya (yaitu di atas
analyzer). Perubahan warna yang dihasilkan biasanya ditentukan oleh warna
reliefnya dan ketebalan sayatannya
Jika reliefnya rendah (tidak berwarna) maka memiliki sifat BF tinggi. Kanada
balsam memiliki sifat BF tertinggi hitam.
26
Gambar 15. Warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa Bertrand
(keping/prisma gips) dipasang
Sifat BF juga bertujuan untuk mengetahui sifat anisotropi mineral.
B. Sifat Kembaran (Twinning)
Yaitu sifat yang ditunjukkan oleh mineral akibat pertumbuhan bersama
kristal saat pengkristalannya. Berbentuk kisi-kisi yang dibentuk oleh orientasi
pertumbuhan kristalografi. Sifat ini dapat diamati pada posisi pengamatan nikol
silang. Berhubungan dengan sifat pemadamannya.
Bentuk Kembaran berhubungan dengan bentuk simetri dari dua atau
lebih bagian-bagian (bayangan kembar, sumbu rotasi). Macam-macam kembaran:
1) Refleksi (berbentuk bidang kembar); Ct: model kembaran gypsum “fish-
tail”, 102 dan 108
2) Rotasi dengan memutar meja obyektif (biasanya 180o) memiliki bentuk
kembaran sumbu: normal parallel. Ct: kembaran carlsbad, model 103
27
3) Inversi (kembaran ke pusat)
Kembaran Multiple (> 2 segmen memiliki kesamaan sifat optis
yang terulang)
Kembaran Cyclic - kembaran berulang yang bidang-bidang
kembarannya tidak parallel; ct: kembaran polisintetik Albite pada
plagiokla.
Jenis-jenis kembaran lain yang umum dijumpai dalam beberapa mineral adalah:
Kembaran Albit : terbentuk oleh pertumbuhan bersama feldspar plagioklas
dengan sistem kristal: Triclinic; merupakan kembaran yang umum
dijumpai pada plagioklas pada 010
Kembran polisintetis juga dapat diamati dalam pengamatan
megaskopis pada Chrysoberryl dan Aragonit membentuk kembaran cyclic
Gambar 16. Kembaran polisintetik cyclic pada Chrysoberryl dan Aragonit
28
Kembaran sederhana, contoh pada piroksen posisi {100}
Gambar 17. Kembaran sederhana pada Clinopyroxene (augite) posisi {100}
Mineral-mineral prismatik panjang biasanya memiliki kembaran,
sebagai contoh adalah plagioklas dan klinopiroksen. Kembaran yang umum
dijumpai pada Plagioklas:
Sederhana Carlsbad pada (010)
Polysynthetic albite pada (010)
Pericline pada (101)
Gambar 18. Kembarran sederhana Carlsbad, Polisintetik albit dan Pericline pada Plagioklas
C. Sifat Gelapan (Extinction)
29
Adalah fungsi hubungan orientasi indikatrik dan orientasi
kristalografik. Mineral anisotropik menunjukkan gelapan pada posisi nikol silang
dengan rotasi tiap 90O. Gelapan muncul ketika kedudukan salah satu vibrasi
sejajar polarizer bawah. Dampaknya adalah seluruh sinar datang ditahan oleh
polarizer atas sehingga tidak membentuk getaran. Seluruh sinar yang melalui
mineral terserap pada polarizer atas, dan mineral terlihat gelap. Pada putaran
posisi 45°, komponen maximum dari sinar cepat dan sinar lambat mampu dirubah
menjadi vibrasi pada polarizer atas. Hanya perubahan warna interference saja
yang menjadi lebih terang atau lebih gelap saja, warna sebenarnya tidak berubah.
Banyak mineral secara umum membentuk butiran memanjang dan
dengan mudah dikenali kedudukan belahannya, ct. biotit, horenblenda, plagioklas.
Sudut pemadaman adalah sudut antara panjang atau belahan mineral dan
kedudukan vibrasi mineral. Nilai sudut pemadaman masing-masing mineral
bervariasi mengikuti arah orientasi butirannya.
Tipe Pemadaman
Pemadaman Parallel ; Mineral menjadi gelap ketika belahannya atau sumbu
panjang searah terhadap salah satu benang silangnya. Sudut pemadaman
(EA) = 0°; contoh: Orthopiroksen dan Biotite
Pemadaman Miring ; mineral gelap ketika belahan membentuk sudut
dengan benang silang, (EA) > 0° ; contoh: Klinopiroksen dan Horenblenda
Pemadaman Simetri ; mineral menunjukkan belahan 2 arah atau dua
perbedaan muka kristal---- memungkinkan untuk mengukur dua sudut
gelapan antara masing-masing belahan atau muka dan kedudukan vibrasi.
30
Jika 2 sudut sama maka akan dijumpai pemadaman simetri, (EA1 = EA2);
contoh: Amfibol dan Kalsit
Tanpa belahan : mineral yang tidak memanjang atau tidak memperlihatkan
belahan yang mencolok, akan memberikan pemadaman setiap diputar 90°,
tetapi tidak dapat diukur sudut pemadamannya; contoh: Kuarsa dan olivin
a. Pemadaman Paralel
semua mineral uniaxial menunjukkan pemadaman parallel
mineral-mineral orthorhombik menunjukkan pemadaman parallel (hal itu
karena sumbu kristal dan sumbu indicatrik serupa)
b. Sudut Pemadaman Miring
Mineral-mineral Monoclinic dan Triclinic memiliki sumbu indikatrik yang
tidak serupa dengan subu kristalnya ---- memiliki pemadaman miring
sudut pemadaman dapat membantu memerikan nama mineralnya
31
Gambar 19. Ilustrasi pemadaman paralel (kiri) dan pemadaman miring (kanan)
n
n a=X
c=Z
b=Y
Pemadaman paralel
c
a
b
Z
X
Y
Pemadaman miring
PPL XN
Pemadaman orthopiroksen
32
Gambar 20. Contoh mineral dengan pemadaman paralel pada ortopiroksen (atas) dan pemadaman
miring pada klinopiroksen (bawah)
II.4. Sifat Optis Mineral Plagioklas
A. Sifat-Sifat Umum
Rumus kimia: (Na,Ca)(Si,Al)4O8
Berat molekul = 270,77 gram
Sodium 4,25 % Na 5,72 % Na2O
Calcium 7,40 % Ca 10,36 % CaO
Aluminum 9,96 % Al 18,83 % Al2O3
Silicon 31,12 % Si 66,57 % SiO2
Oxygen 47,27 % O 00,00
100,00 % 101,48 % = total oksida
Rumus empiris: Na 0,5Ca 0,5Si 3AlO8
Keterdapatannya: pada batuan beku dan metamorf. Masuk dalam
kelompok Na, Ca feldspar.
IMA Status: Not Approved IMA
Locality: Common world wide occurrences.
Klinopiroksen
Sudut pemadaman
Pemadaman Klinopiroksen
33
Asal Nama: dari bahasa Yunani “plagios” ~"oblique" dan “klao” ~ "I
cleave" berarti mudah membelah ~ memiliki sudut belahan yang baik.
B. Sifat-Sifat Fisik
Sifat-sifat secara fisik mineral plagioklas, terdiri dari albit, oligoklas,
andesin, bitownit, labradorit dan anortit.
Belahan : [001] baik, [010] baik
Warna: putih, abu-abu, putih kebiruan, putih kemerahan dan putih
kehijauan.
Density: 2,61 – 2,76, rata-rata = 2,68
Diaphaniety: Transparent sampai translucent
Pecahan: Brittle – umumnya mirip dengan gelas dan mineral-mineral
non-metallik.
Perlakuan: Massive - Granular – banyak dijumpai dalam granit dan
batuan beku lainnya.
Kekerasan: 6-6,5 - Orthoclase-Pyrite
Luminescence: Non-fluorescent.
Luster: Vitreous (Glassy)
Streak: putih
34
Gambar 21. Sifat-sifat fisik mineral plagioklas dari anorthit hingga albit
(www.webminerals.com/specimens)
C. Sifat-Sifat Optis
NCalc= 1,56 - dari Gladstone-Dale hubungannya (KC = 0,2101),
Ncalc=Dmeas*KC+1
Plagioclase * (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1
Albite NaAlSi3O8 C1 1
Oligoclase (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1
Andesine * (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1
Labradorite * (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1
albit albit
labradorit
oligoclase
anorthite
andesine bitownite
oligoclase
35
Bytownite * (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1
Anorthite CaAl2Si2O8 P1,I1 1
Gambar 22. adalah mineral plagioklas dalam sayatan tipis
Gambar 23. Kenampakan plagioklas dalam sayatan tipis nikol silang; identifikasi mineral
plagioklas lebih mudah dilakukan pada posisi nikol silang
a. Menentukan Nama Mineral Berdasarkan Sifat dan Komposisi
Optisnya
Orientasi optis plagioklas bervariasi, tergantung pada komposisinya.
Konsekuensinya, sudut pemadaman terhadap sistem kristalografinya juga
bervariasi, sesuai dengan komposisi kimiawinya.
Ada dua metode dalam penamaan komposisi plagioklas berdasarkan sudut
pemadamannya, yaitu:
1. Metode Michel-Levy
2. Metode gabungan Carlsbad-Albite.
1. Metode Michel-Levy
36
Ditentukan dengan berdasarkan besarnya sudut pemadaman yang dibentuk
oleh kembaran albit dalam plagioklas
Kembaran albit memiliki bidang (010) dalam kembaran polysynthetik
Prosedurnya adalah:
1. Pertama-tama tentukan kembaran polisintetik pada bidang (010), tegak
lurus terhadap meja obyektif mikroskup (pada sumbu vertikal).
Perilaku kristal dapat diidentifikasi dengan memfokuskan bidang
kembaran lamelae gelap maksimum, selanjutnya diputar perlahan
untuk mencari gelap maksimum / terang maksimum berikutnya.
Jika bidang kembaran pada kedudukan vertikal (sejajar sb C),
maka akan terlihat sama.
Jika bidang kembaran pada kedudukan miring (membentuk sudut
dengan sb. C), maka akan nampak bergerak dari sisi yang satu ke
sisi yang lain, seakan-akan pada bidang/bagian sayatan yang lain.
2. Selanjutnya putar kembali bidang kembaran ke arah utara-selatan.
3. Putar meja obyektif berlawanan arah jarum jam hingga garis-garis
kembaran albit pada kondisi gelap maksimum, dan catat sudut putarannya.
4. Teliti kembali sudut putaran tersebut, dengan mengukur sudut sinar cepat
(fast ray) dengan memutar meja obyektif 45o searah jarum jam dari posisi
awalnya. Pada kondisi sinar cepat (fast ray), kristal berwarna kuning orde
I.
5. Putar kembali bidang kembaran pada arah orientasi utara-selatan.
37
6. Gunakan sudut gelapan maksimum untuk mengetahui jenis plagioklasnya
dengan menggunakan diagram Michel-Levy
Contoh: Michel-Levy (Gambar 35)
Gambar 24. Kembaran polisintetik albit pada plagioklas yang akan digunakan sebagai dasar untuk
mengetahui jenis plagioklasnya menggunakan metode Michel-Levy
1. Pada Gambar 35. kiri; meja obyektif telah diputar berlawanan arah dengan
jarum jam, sehingga nampak kembaran polisintetik albit. Sudut kembaran
didapatkan 24,9o.
2. Pada gambar kanan nampak kristal yang sama setelah diputar searah
jarum jam hingga lamelae gelap maksimum, didapatkan sudut gelapan 26,2o.
3. Diketahui, bahwa selisih dari kedua data sudut gelapan adalah 2o,
sehingga dapat menggunakan metode Michel-Levy untuk mengetahui jenis
plagioklasnya. Sudut pemadaman rata-rata 25,55o.
4. Plot besarnya sudut pemadaman tersebut pada sumbu vertikal diagram
Michel-Levy, dan ketahui nama mineralnya dengan menarik secara lateralnya
hingga memotong garis lengkung. Didapatkan nilai An-44, sehingga nama
mineralnya andesin.
38
Michel-Levy Diagram
Gambar 25. Determinasi mineral plagioklas menggunakan metode Michel-Levy
2. Metode Kombinasi Carlsbad-Albite
Gambar 37. menunjukkan kristal plagioklas dengan kembaran sederhana
Carlsbad (kuning). Ada dua sisi yang berbeda dalam satu mineral, pada sisi kiri
berlaku kembaran Carlsbad, sisi kanan kembaran polisintetik albit.
Gambar 26. Kembaran Carlsbad pada mineral plagioklas; sisi kanan garis kuning memiliki
kembaran polisintetik dan sisi kiri kembaran sederhana Carlsbad.
Albit (An-0-10)
Oligoklas (An-10-30)
Andesin (An-30-50)
Labradorit (An-50-70)
Bitownit (An-70-90)
Anortit (An-90-100)
39
1. Di sebelah kiri kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan maksimum pada
bidang (010) fast ray sebagaimana pada metode Michel-Levy. Rata-
ratakan kedua sudut gelapan.
2. Pada sisi kanan kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan (010)
sebagaimana metode di atas, rata-ratakan.
3. Kedua sudut gelapan yang telah dirata-rata tersebut akan tidak sama, salah
satu akan lebih besar dari yang lainnya. Gunakan diagram Carlsbad-Albite
untuk mendeterminasi nama mineralnya (lihat halaman 275 pada text
book: Introduction to Optical Mineralogy, 2nd Ed. by W.D. Nesse): garis
putus-putus untuk batuan vulkanik dan garis tegas untuk batuan plutonik
atau metamorfik.
Gambar 27. Kembaran albit pada plagioklas
b. Struktur Zoning dalam Plagioklas
Secara normal, suatu mineral yang terbentuk secara sempurna tanpa
adanya gangguan percepatan, akan membentuk sistem kristal dengan bentuk
mineral yang sempurna homogen. Struktur zoning adalah struktur mineral
40
(biasanya plagioklas) yang dari luar ke dalam (inti mineral) terjadi gradasional
komposisi dari mineral plagioklas kaya An ke mineral plagioklas kaya Ab. Ada
tiga jenis struktur zoning, yaitu Reverse Zoning, Oscillatory Zoning,
Discontinuous Zoning, Sector Zoning dan Patchy Zoning.
1. Reverse zoning (zoning terbalik) tersusun atas mineral yang makin ke
dalam (inti) makin kaya An-.
2. Oscillatory Zoning; zoning yang terbentuk dari osilasi repetitif bersekala
halus, antara 1-2 sampai 20-25 mol % An.
3. Discontinuous Zoning; suatu runtunan zona-zona lembut yang konsentris
(secara tak-menerus) dengan komposisi mol % An berubah (10-30 mol %
An) dari inti ke luar rim.
4. Sector Zoning; zoning yang terletak pada tepian-tepian orientasi
kristalografi dengan komposisi yang berbeda pada masing-masing
sektornya.
5. Patchy Zoning; zoning secara lokal dalam beberapa bagian mineral, tanpa
mengikuti sistem kristalografinya.
a. Reverse zoning b. Reverse zoning dan sector zoning c. Sektor zoning
41
Gambar 28. Beberapa contoh struktur zoning pada mineral plagioklas
II.5. Sifat Optis Mineral-Mineral Biaksial Mika Dan Feldspar
A. Kelompok Mineral Mika
Mineral ini merupakan mineral jenis filosilikat yaitu Silikat berlembar
Si:O = 2:5 dan Berbentuk tetrahedra dengan mengikat 3 oxygen yang
menghasilkan lembaran 2D.
1. Sifat Optis Biotit
Susunan kimia : K2(Mg,Fe)2AlSi3O10(OH,O,F)2
Komposisi yang bervariasi = sifat optis dan fisik yang bervariasi pula
Indeks refraksi :
nα = 1.522 - 1.625
nβ = 1.548 - 1.672
nγ = 1.549 - 1.696
Relief :
Rendah pada sayatan tipis dan, jika kaya Mg
Warna Birefringence dan Interference :
0.03-0.07
Hingga orde 3 atau 4, warna kuat mineral dapat menutupi warna
interference-nya
Warna dan pleokroisme :
Bervariasi dari coklat, coklat kemerahan, merah dan hijau
Pleokroisme kuat pada Z = Y > X.
Pada bentuk butiran membentuk warna yang lebih gelap pada belahan ║
polar bawah
42
Warna dapat mengacaukan warna interference-nya
Gambar 29. Sifat optis biotit (warna interference) tegak lurus sumbu C (atas) dan sejajar sumbu C
(bawah) pada sayatan tipis.
Orientasi Optis :
Pemadaman parallel atau mendekati parallel, dengan sudut pemadaman
maksimum beberapa derajad
Belahan searah length slow
Bentuk kristal dan belahan :
Kristal euhedral crystals sampai butiran anhedral
Belahan tabular parallel pada 001, memanjang sejajar 001
Pada sayatan yang dipotong memotong sumbu c berbentuk hexagonal
43
Gambar 30. Bentuk kristal dan belahan mineral biotit.
2. Sifat Optis Muskovit
Susunan kimia : KAl2(AlSi3O10)(O,H)2; untuk K dapat diganti dengan
Na, Rb; untuk Al dapat disubstitutsi dengan Mg, Fe, Mn ----- variasi
komposisi – variasi sifat optis
Indeks refraksi:
nα = 1.552 - 1.580
44
nβ = 1.582 - 1.620
nγ = 1.587 - 1.623
Relief: positif sedang
Birefringence: 0.036-0.049
Colour: tidak berwarna dan Pleokroisme: tidak pleokroisme
Warna Interference: biru dan hijau hidup orde 2
Gambaran Interference biaksial, tanda optis 2V negatif 30-47°
Bentuk : serpih mika atau tablet dengan tepian irregular
Belahan: sempurna pada {001}
Orientasi Optis: pemadaman parallel, belahan searah length slow
Gambar 31. Bentuk kristal dan belahan mineral muskovit.
45
Gambar 32. Sifat optis muskovit pada nikol silang
B. Kelompok Feldspar
Alkali Feldspars terbagi atas 3 jenis mineral yaitu Microcline –
Triclinic, Orthoclase –Monoclinic, Sanidine –Monoclinic. Semuanya memiliki
komposisi kimia yang sama KAlSi3O8 yang Beberapa mengalami substitusi
dengan Na dan Ca hingga 5 mole % dan Kini, terdapat mineral baru yaitu
Anorthoclase, gabungan antara albite dan orthoclase (K,Na)AlSi3O8.
Gambar 33. Klasifikasi mineral feldspar didasarkan pada kandungan unsur kalium dan posisi K-
feldspar dari mineral-mineral feldspar lainnya.
Pemadaman Muskovit
46
Sifat Optis Feldspar :
Indeks Refraksi; Semuanya memiliki indek refraksi sama:
nα = 1.514 - 1.526
nβ = 1.518 - 1.530
nγ = 1.521 - 1.533
Relief rendah negatif
Sifat-sifat optis :
Semuanya tak-berwarna dan non-pleochroic
Birefringence rendah, warna interference maksimal putih orde 1
Semuanya biaxial negatif, variabel 2V
Limpahan :
Microcline melimpah pada batuan plutonik: granitik, granodiorit, syenit;
tidak dijumpai dalam batuan vulkanik
Orthoclase melimpah pada batuan beku plutonik granitik, biasanya pada
batuan intrusi dangkal
Sanidin banyak dijumpai dalam batuan vulkanik riolitik dan trakitik
Belahan: semuanya memiliki dua belahan
1 sempurna ║ bidang 001
1 bagus ║ bidang 010
Microcline: 001^010 = 90° 41'
Orthoclase, sanidine: 001^010 = 90°
Sering dijumpai tekstur:
Perthite - eksolusi lamellae Albit dalam K-Feldspar.
47
Anti-perthite - exsolusi lamellae K-spar dalam albit.
Perbedaan mencolok masing-masing Alkali feldspar adalah pada susunan
Si dan Al dalam bidang tetrahedral
1) Microcline
Triklinik
Dicirikan oleh sifat pola kembaran menetak / melintang (tartan plaid)
Bidang optis hampir ┴ bidang 010
Sifat optis negatif 2VX = 65-88°,
Gambar 34. Sifat optis mineral mikroklin dalam sayatan tipis
2) Ortoklas
Monoclinic
Sifat optis negatif dengan 2VX = 40-~70°;
Bidang optis ┴ pada 010.
Gambar 35. Bentuk kristal dan belahan mineral ortoklas.
48
Gambar 36. Ortoklas pada nikol silang
3) Sanidin
Monoklinik
Sifat optis negatif, 2VX - 0 - 40°
Bidang optis║pada 010
Sanidine sudut tinggi: monoklin optis negatif 2VX 0 - 47° dan bidang optis
┴ pada 010
Gambar 37. Bentuk kristal dan belahan mineral sanidin.
Gambar 38. Sanidin pada nikol silang
49
BAB IIIPETROGRAFI
III.1. Dasar Teori Petrografi
Petrografi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang
analisis batuan secara mikroskopis . Pada umumnya batuan dibumi kita ini
beragam jenis atau komposisi mineral/kimianya. Untuk mempermudah kita
mengamatinya, batuan tersebut harus dikelompokkan berdasarkan jenis batuannya
antara lain batuan beku, batuan sedimen,batuan piroklastik dan batuan malihan
(metamorfik). Untuk dapat mengelompokkan suatu batuan kedalam kelompok
atau jenisnya kita harus dapat mengetahui komposisi mineral pembentuk batuan
beserta teksturnya.
III.2. Batuan Beku
Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan silikat
cair, pijar, yang dikenal dengan magma. Penggolongan batuan beku dapat
didasarkan pada ketiga patokan utama yaitu berdasarkan genetik batuan, senyawa
kimia yang terkandung, dan susunan mineraloginya.
Pembagian yang didasarkan pada genetik atau tempat terjadinya batuan beku
dapat dibagi atas :
a. Batuan ekstrusif, terdiri dari semua material yang dikeluarkan
kepermukaan bumi baik didarat maupun dibawah permukaan laut.
Material ini mendingin dengan cepat, ada yang bersifat encer atau bersifat
kental dan panas, bisa disebut lava.
48
50
b. Batuan intrusif sangat berbeda dengan batuan ekstrusif. Tiga prinsip tipe
bentuk intrusif batuan beku berdasarkan bentuk dasar dan geometri
adalah :
Bentuk tidak beraturan pada umumnya diskordan dan biasanya
memiliki bentuk yang jelas dipermukaan (batholite dan stock).
Intrusi berbentuk tabular, terdiri dari dua bentuk berbeda yang
mempunyai bentuk diskordan dan disebut korok/dyke, dan yang
berbentuk konkordan diantaranya sill dan lakolit.
Tipe ketiga dari intrusif relatif memiliki tubuh yang kecil. Bentuk
khas dari group ini adalah intrusif silinder atau pipa.
Pengertian Magma :
Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah
bersifat mobile, bersuhu antara 900°-1200° atau lebih dan berasal dari kerak bumi
bagian bawah atau selubung bumi bagian atas (F.F.Grotus, 1974; Tumer dan
Verhoogen 1960, H. Williams, 1962).
Bunsen (1951, W.T. Huang) mempunyai pendapat bahwa ada dua jenis
magma primer yaitu basaltis dan granites, dan batuan beku merupakan hasil
campuran dari dua magma ini yang kemudian mempunyai komposisi lain.
Dally 1933, Winkler (Vide W.T. Huang, 1962) berpendapat lain yaitu
magma asli (primer) adalah bersifat basa yang selanjutnya akan mengalami proses
diferensiasi menjadi magma bersifat lain. Magma basa bersifat encer (viskositas
rendah) kandungan unsur kimia berat, kadar H+, OH- dan gas tinggi sedangkan
magma asam sebaliknya.
51
Evolusi Magma :
Sekurang-kurangnya genesa batuan beku, vulkanik maupun plutonik ditinjau
dari tiga aspek yaitu :
Faktor yang memerikan bagaimana dan dimana larutan bergenerasi
didalam selubung atau pada kerak bumi bagian bawah.
Kondisi yang berpengaruh terhadap larutan sewaktu naik ke permukaan.
Proses-proses didekat permukaan yang menyempurnakan generasi.
Magma dapat berubah menjadi magma yang bersifat lain oleh proses-
proses sebagai berikut :
Hibridisasi adalah pembentukan magma yang baru karena percampuran
dua magma yang berlainan jenisnya.
Sinteksis adalah pembentukan magma baru karena proses asimilasi dengan
batuan samping.
Anateksis adalah proses pembentukan magma dari peleburan batuan pada
kedalaman yang sangat besar.
Dari magma dengan kondisi tertentu ini selanjutnya mengalami
diferensiasi magmatik. Diferensiasi magmatik ini meliputi semua proses yang
mengubah magma dari keadaan awal yang homogen dalam skala besar menjadi
masa batuan beku dengan komposisi yang berbeda.
Reaksi Bowen seri dari mineral utama pembentuk batuan beku :
Seri reaksi bowen merupakan suatu skema yang menunjukkan urutan
kristalisasi dari mineral pembentuk batuan beku yang terdiri dari dua bagian.
Mineral-mineral tersebut dapat digolongkan dalan dua golongan besar yaitu :
52
Golongan mineral hitam atau mafic mineral.
Golongan mineral putih atau felsik mineral.
Dalam proses pendinginan magma dimana itu tidak langsung semua
membeku, tetapi mengalami penurunan temperature secara perlahan bahkan
mungkin cepat. Penurunan temperatur ini disertai mulainya pembentukan dan
pengendapan mineral-mineral tertentu yang sesuai dengan temperaturnya.
Pembentukan mineral dalam magma karena penurunan temperatur telah disusun
oleh Bowen. Bowen telah membuat sebuah tabel pembentukan mineral dan tabel
tersebut sangat berguna sekali dalam menginterpretasikan mineral-mineral
tersebut.
Sebelah kiri mewakili mineral mafic, yang pertama kali terbentuk dalam
temperature sangat tinggi adalah olivine. Akan tetapi jika magma tersebut jenuh
oleh SiO2, maka piroksenlah yang terbentuk pertama kali. Olivine dan piroksen
adalah pasangan Ingcongruant Melting dimana setelah pembentukannya olivine
akan bereaksi dengan larutan sisa membentuk piroksen. Temperatur menurun
terus dan pembentukan mineral berjalan sesuai dengan temperaturnya. Mineral
yang terakhir terbentuk adalah biotite, ia terbentuk dalam temperatur yang rendah.
Mineral disebelah kanan diwakili oleh mineral kelompok plagioklas,
karena mineral ini paling banyak terdapat dan tersebar luas. Anorthite adalah
mineral yang pertama kali terbentuk pada suhu yang tinggi dan banyak terdapat
pada batuan beku basa seperti Gabro atau Basalt. Andesite terbentuk pada suhu
menengah dan terdapat pada batuan beku Diorit atau Andesit. Sedangkan mineral
yang terbentuk pada suhu rendah adalah albite, mineral ini banyak tersebar pada
53
batuan asam seperti Granit atau Ryolite. Reaksi berubahnya komposisi Plagioklas
ini merupakan deret Solid-Solution yang merupakan reaksi kontinu, artinya
kristalisasi Plagioklas Ca-Plagioklas Na, jika reaksi setimbang akan berjalan
menerus. Dalam hal ini anorthite adalah jenis plagioklas yang kaya Ca, sering
disebut Calcic Plagioklas, sedangkan albite adalah Plahioklas kaya Na (Sodic
plagioklas/Alkali Plagioklas). Lihat tabel W.T. Huang bagian bawah.
Mineral sebelah kanan dan kiri bertemu pada mineral potassium Feldspar
dan mineral-mineral Muscovite dan terakhir sekali mineral Kwarsa, maka mineral
kwarsa merupakan mineral yang paling stabil diantara seluruh mineral Felsik atau
Mafic dan sebaliknya mineral yang terbentuk pertama kali adalah mineral yang
sangat tidak stabil dan mudah sekali berubah menjadi mineral lain.
III.2.1. Dasar Teori Batuan Beku
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma.
Karena hasil pembekuan, maka ada unsur kristalisasi material penyusunnya.
Komposisi mineral yang menyusunnya merupakan kristalisasi dari unsur-unsur
secara kimiawi, sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas kristalisasinya.
Didasarkan atas lokasi terjadinya pembekuan, batuan beku
dikelompokkan menjadi dua yaitu betuan beku intrusif dan batuan beku ekstrusif
(lava). Pembekuan batuan beku intrusif terjadi di dalam bumi sebagai batuan
plutonik; sedangkan batuan beku ekstrusif membeku di permukaan bumi berupa
aliran lava, sebagai bagian dari kegiatan gunung api. Batuan beku intrusif, antara
lain berupa batholith, stock (korok), sill, dike (gang) dan lakolith dan lapolith
(Gambar V.1). Karena pembekuannya di dalam, batuan beku intrusif memiliki
54
kecenderungan tersusun atas mineral-mineral yang tingkat kristalisasinya lebih
sempurna dibandingkan dengan batuan beku ekstrusi. Dengan demikian,
kebanyakan batuan beku intrusi dalam (plutonik), seperti intrusi batolith,
bertekstur fanerik, sehingga tidak membutuhkan pengamatan mikroskopis lagi.
Batuan beku hasil intrusi dangkal seperti korok gunung api (stock), gang (dike),
sill, lakolith dan lapolith umumnya memiliki tekstur halus karena sangat dekat
dengan permukaan.
Gambar 39. Macam-macam morfometri intrusi batuan beku, yaitu batholith, stock, sill dan dike
Jenis dan sifat batuan beku ditentukan dari tipe magmanya. Tipe magma
tergantung dari komposisi kimia magma. Komposisi kimia magma dikontrol dari
limpahan unsur-unsur dalam bumi, yaitu Si, Al, Fe, Ca, Mg, K, Na, H, dan O yang
mencapai hingga 99,9%. Semua unsur yang berhubungan dengan oksigen (O)
disebut sebagai oksida, SiO2 adalah salah satunya. Sifat dan jenis batuan beku
dapat ditentukan dengan didasarkan pada kandungan SiO2 (Tabel 1).
55
Tabel 1. Tipe batuan beku dan sifat-sifatnya (Nelson, 2003)
Tipe
Magma
Batuan
Vulkanik
Batuan
PlutonikKomposisi Kimia Suhu Kekentalan
Kandungan
Gas
Basaltic Basalt Gabbro
SiO2 45-55 %: Fe,
Mg, Ca tinggi,
K dan Na rendah
1000 - 1200 oC
Rendah Rendah
Andesitic Andesit Diorit
SiO2 55-65 %, Fe,
Mg, Ca, Na, K
sedang
800 - 1000
oCIntermediat Intermediat
Rhyolitic Rhyolit Granit
SiO2 65-75 %, Fe,
Mg, Ca rendah,
K dan Na tinggi
650 - 800 oC
Tinggi Tinggi
Menurut keterdapatannya, berdasarkan tatanan tektonik dan posisi
pembekuannya (Tabel 2), batuan beku diklasifikasikan sebagai batuan intrusi
plutonik (dalam) berupa granit, syenit, diorit dan gabro. Intrusi dangkal yaitu
dasit, andesit, basaltik andesitik, riolit, dan batuan gunung api (ekstrusi: riolit, lava
andesit, lava basal.
Tabel 2. Klasifikasi batuan beku berdasarkan letak / keterdapatannya.
Keterdapatannya Asam Intermediet Basa Plutonik (intrusi) Granit, Syenit Diorit Gabro
intrusi dangkal Dasit - Riodasit Andesit Basaltik- andesitik
Vulkanik:Dengan Tatanan tektonik
Busur magmatik Riolitik Andesitik Basaltik Belakang busur Trakitik Trakitik Basalt trakitikMid oceanic ridges - - Lava basalt
56
Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan beku dapat dikelompokkan
menjadi tiga, tergantung dari persentase mineral mafik dan felsiknya. Secara
umum, limpahan mineral di dalam batuan, akan mengikuti aturan reaksi Bowen.
Tabel 3. Bowen reaction series yang berhubungan dengan kristalisasi mineral penyusun dalam batuan beku
III.2.2. Struktur Dan Tekstur Batuan Beku
A. Struktur Batuan Beku
Masif: padat dan ketat; tidak menunjukkan adanya lubang-lubang
keluarnya gas;
dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti lava; Ct:
granit, diorit, gabro dan inti andesit
Skoria: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang tidak
teratur; dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi dangkal,
terutama batuan vulkanik andesitik-basaltik; Ct: andesit dan basalt
57
Vesikuler: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur;
dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas
intermediet-asam.
Amigdaloidal: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi
oleh mineral lain seperti kuarsa dan kalsit; dijumpai pada batuan vulkanik
trakitik; Ct: trakiandesit dan andesit
Gambar 40. Struktur batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-masing mineral sangat
kuat, contoh pada granodiorit dengan komposisi mineral plagioklas berdiameter >1
mm (gambar atas) dan granit (gambar bawah) dengan komposisi kuarsa dan
ortoklas anhedral dengan diameter >1 mm
B. Tekstur Batuan Beku
Tektur batuan menggambarkan bentuk, ukuran dan susunan mineral di
dalam batuan. Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan genesis proses
kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning. Batuan beku intrusi
dalam (plutonik) memiliki tekstur yang sangat berbeda dengan batuan beku
ekstrusi atau intrusi dangkal. Sebagai contoh adalah bentuk kristal batuan beku
dalam cenderung euhedral, sedangkan batuan beku luar anhedral hingga subhedral
(Tabel 4.)
58
Tabel 4. Tekstur batuan beku pada batuan beku intrusi dalam, intrusi dangkal dan ekstrusi dan
pada batuan vulkanik
Jenis batuan
Tekstur
Intrusi dalam
(plutonik)
Intrusi dangkal dan
Ekstrusi Batuan Vulkanik
Fabrik Equigranular Inequigranular Inequigranular
Bentuk kristal Euhedral-anhedral Subhedral-anhedral Subhedral-anhedral
Ukuran kristal Kasar (> 4 mm) Halus-sedang Halus-kasar
Tekstur khusus-
Porfiritik-poikilitikOfitik-subofitikPilotaksitik
Porfiritik: intermediet-basaVitroverik-Porfiritik: Asam-intermediet
Derajad Kristalisasi Holokristalin
HipokristalinHolokristalin
Hipokristalin Holokristalin
Tekstur khusus - Perthit-perlitik
Zoning pada plagioklas, tumbuh bersama antara mineral mafik dan plagioklas dan intersertal
a. Tekstur trakitik
Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya
orientasi mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran
Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan
sill
Gambar 67. adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G.
Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol
silang
59
Gambar 41. Tekstur trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria). Arah orientasi
dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping tekstur trakitik juga masih menunjukkan
tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto.
b. Tekstur Intersertal
Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar
kristal plagioklas; mikrolit plagiklas yang berada di antara / dalam massa
dasar gelas interstitial.
Gambar 42. Tekstur intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan gambar kanan
posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit
60
c. Tekstur Porfiritik
Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris)
yang dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas
Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric .
Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk
tekstur glomeroporphyritic.
Gambar 43. Gambar kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan fenokris olivin dan
glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas yang tertanam dalam massa dasar plagioklas
dan granular piroksen berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii). Gambar kanan: basalt olivin
porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas
dalam massa dasar plagioklas intergranular dan piroksen granular berdiameter 6 mm
(Maui, Hawaii)
d. Tekstur Ofitik
Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang
tersusun secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin (Gambar 70).
Jika plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka
membentuk tekstur subofitic (Gambar 71). Dalam suatu batuan yang sama
kadang-kadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara bersamaan.
61
Secara gradasi, kadang-kadang terjadi perubahan tektur batuan dari
intergranular menjadi subofitik dan ofitik. Perubahan tektur tersebut banyak
dijumpai dalam batuan beku basa-ultra basa, contoh basalt. Perubahan tekstur dari
intergranular ke subofitic dalam basalt dihasilkan oleh pendinginan yang sangat
cepat, dengan proses nukleasi kristal yang lebih lambat. Perubahan terstur tersebut
banyak dijumpai pada inti batuan diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika
pendinginannya lebih cepat lagi, maka akan terjadi tekstur interstitial latit antara
plagioclase menjadi gelas membentuk tekstur intersertal.
Gambar 44. Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral olivin
dan piroksen klino
Gambar 45. Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral
feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik
62
III.2.3. Komposisi Batuan Beku
Komposisi mineral pada batuan beku ditentukan dari komposisi
kimiawinya. Didasarkan atas komposisi mineral mafik dan felsik yang terkandung
di dalamnya, batuan beku dapat dikelompokkan dalam tiga kelas, yaitu asam,
intermediet dan basa. Batuan beku asam tersusun atas mineral felsik lebih dari 2/3
bagian; batuan beku intermediet tersusun atas mineral mafik dan felsik secara
berimbang yaitu felsik dan mafik 1/3 hingga 2/3 secara proporsional; dan batuan
beku basa tersusun atas mineral mafik lebih dari 2/3 bagian (Tabel 5).
Tabel 5. Nama-nama batuan beku baik intrusi, ekstrusi dan batuan gunung api
yang didasarkan atas kandungan mineral mafik dan felsiknya; mineral-mineral
mafik: piroksen (olivin, klino- dan ortho-piroksen, amfibol dan biotit) dan
mineral-mineral felsik: K-Feldspar, kuarsa
Afinitas batuan Mafik Felsik Nama batuan
Intrusif Ekstrusif Vulkanik
Asam <1/3 >2/3 Gabro, diabas Basalt Basalt
Intermediet 1/3-2/3 1/3-2/3 Diorit Andesit, trakit
Andesit, trakit
Basa >2/3 <1/3 Granit, syenit Riolit, trakit Riolit, trakit
Komposisi mineral juga dapat menunjukkan seri magma asalnya, yaitu
toleeit, kalk-alkalin atau alkalin. Batuan-batuan dengan seri magma toleeit
63
biasanya banyak mengandung mineral rendah Ca, batuan-batuan seri kalk-alkalin
biasanya mengandung mineral tinggi Ca (seperti augit, amfibol dan titanit),
sedangkan batuan seri alkalin banyak mengandung mineral-mineral tinggi K
(seperti mineral piroksen klino). Tabel 6. menunjukkan sifat-sifat mineral
penyusun dalam seri batuan toleeit, kalk-alkalin dan alkalin. Ketiga seri batuan
tersebut hanya dapat terbentuk pada tatanan tektonik yang berbeda; seri toleeit
berkembang pada zona punggungan tengah samudra (MOR); seri kalk-alkalin
berkembang dengan baik pada busur magmatik; dan seri alkalin berkembang pada
tipe gunung api rifting.
Tabel 6. Tiga tipe seri magmatik batuan beku dengan limpahan mineral penunjuknya
NORMSSERI MAGMATIK
Tipe Toleeitik Tipe Kalk-alkalin Tipe Alkalin
Ortopiroksen Ortopiroksen Tanpa Ortopiroksen
Piroksen rendah Ca
Sebagai fenokris dan massa dasar Sebagai fenokris Jarang
Magnetit Terbentuk di akhir Terbentuk di awal Bervariasi
Oksida Fe-Ti Biasanya ilmenit Magnetit dan
ilmenit Bervariasi
Amfibol Hanya berasal dari diferensiasi silika
Melimpah, kecuali dari magma primitif
Dijumpai di semua jenis
Sifat kimia Mg > Ca (Mg untuk Ol, OPX dan CPX)
Ca > Mg (Ca pada augit, amfibol, titanit)
Ca+Na > Mg (Ca+Na pd CPX, amfibol, aegirin, dll)
MOR Ya Tidak Tidak
Busur kepulauan/ busur magmatik
Ya Tidak Tidak
Gunung api Ya Ya Ya
64
di belakang busur magmatik
Tabel 7. Beberapa tipe magma dari batuan gunung api berdasarkan kandungan
silika dan keterdapatannya dari tatanan tektoniknya
SiO2
(%)Tipe magma Nama batuan seri
gunung apiTatanan tektoniknya
< 50 Basa / mafik Basal Mid oceanic ridge basalt
50-65 Intermediet / menengah
Andesit Busur kepulauan dan busur magmatik dangkal
65-70 Asam / felsik rendah Si
Dasit Busur magmatik: lempeng benua dengan dapur magma tengah (B)
>70 Asam / felsik kaya Si
Riolit Busur magmatik: segregasi pada lempeng benua dengan dapur magma dalam (A)
III.2.4. Klasifikasi Batuan Beku
A. Kelompok batuan beku intrusi plutonik
1. Batuan beku basa dan ultra-basa: dunit, peridotit
Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu 1000-1200o C, dan melimpah pada
wilayah dengan tatanan tektonik lempeng samudra, antara lain pada zona
pemekaran lantai samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh
warnanya gelap hingga sangat gelap, mengandung mineral mafik (olivin dan
piroksen klino) lebih dari 2/3 bagian; batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan
batuan afanitik (intrusi dangkal atau ekstrusi) berupa basalt dan basanit.
Didasarkan atas tatanan tektoniknya, kelompok batuan ini ada yang berseri toleeit,
Kalk-alkalin maupun alkalin, namun yang paling umum dijumpai adalah seri
batuan toleeit.
65
Kelompok batuan basa diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar dengan
didasarkan pada kandungan mineral piroksen, olivin dan plagioklasnya; yaitu basa
dan ultra basa (Gambar 72). Batuan beku basa mengandung mineral plagioklas
lebih dari 10% sedangkan batuan beku ultra basa kurang dari 10%. Makin tinggi
kandungan piroksen dan olivin, makin rendah kandungan plagioklasnya dan
makin ultra basa (Gambar 72 bawah). batuan beku basa terdiri atas anorthosit,
gabro, olivin gabro, troktolit (Gambar 72 atas). Batuan ultra basa terdiri atas dunit,
peridotit, piroksenit, lherzorit, websterit dan lain-lain (Gambar 72 bawah).
Gambar 46. Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik; sumber IUGS
classification)
2. Batuan beku asam - intermediet
Kelompok batuan ini melimpah pada wilayah-wilayah dengan tatanan tektonik
kratonik (benua), seperti di Asia (daratan China), Eropa dan Amerika. Kelompok
66
batuan ini membeku pada suhu 650-800oC. Dapat dikelompokkan dalam tiga
kelompok, yaitu batuan beku kaya kuarsa, batuan beku kaya feldspathoid (foid)
dan batuan beku miskin kuarsa maupun foid. Batuan beku kaya kuarsa berupa
kuarzolit, granitoid, granit dan tonalit; sedangkan yang miskin kuarsa berupa
syenit, monzonit, monzodiorit, diorit, gabro dan anorthosit (Gambar 67). Jika
dalam batuan beku tersebut telah mengandung kuarsa, maka tidak akan
mengandung mineral foid, begitu pula sebaliknya.
Gambar 47. Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi kuarsa, alkali
feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10% (sumber IUGS classification)
B. Kelompok batuan beku luar
Kelompok batuan ini menempati lebih dari 70% batuan beku yang
tersingkap di Indonesia, bahkan di dunia. Limpahan batuannya dapat dijumpai di
67
sepanjang busur vulkanisme, baik pada busur kepulauan masa kini, jaman Tersier
maupun busur gunung api yang lebih tua. Kelompok batuan ini juga dapat
dikelompokkan sebagai batuan asal gunung api. Batuan ini secara megaskopis
dicirikan oleh tekstur halus (afanitik) dan banyak mengandung gelas gunung api.
Didasarkan atas kandungan mineralnya, kelompok batuan ini dapat
dikelompokkan lagi menjadi tiga tipe, yaitu kelompok dasit-riolit-riodasit,
kelompok andesit-trakiandesit dan kelompok fonolit (Gambar 67).
Gambar 48. Klasifikasi batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi didasarkan atas kandungan
kuarsa, feldspar, plagioklas dan feldspatoid (sumber IUGS classification)
Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral harus
menyusun suatu batuan, dapat salah satunya saja atau dua mineral yang dapat
hadir bersama-sama. Di samping itu, ada jenis mineral asesori lain yang dapat
hadir di dalamnya, seperti horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit,
68
diopsid) dan biotit yang dapat hadir sebagai mineral asesori dengan plagioklas dan
feldspathoid.
Pada prinsipnya, feldspatoid adalah mineral feldspar yang terbentuk karena
komposisi magma kekurangan silika, sehingga tidak cukup untuk mengkristalkan
kuarsa. Jadi, limpahan feldspathoid berada di dalam batuan beku berafinitas
intermediet hingga basa, berasosiasi dengan biotit dan amfibol, atau biotit dan
piroksen, dan membentuk batuan basanit dan trakit-trakiandesit. Batuan yang
mengandung plagioklas dalam jumlah yang besar, jarang atau sulit hadir bersama-
sama dengan mineral feldspar, seperti dalam batuan beku riolit.
III.3. Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat lithifikasi bahan
rombakan asal, maupun hasil denudasi atau hasil reaksi kimia maupun hasil
kegiatan organisme. Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat
luas dengan ketebalan dari beberapa centimeter sampai kilometer. Juga ukuran
butirnya dari sangat halus sampai sangat kasar dan beberapa proses yang penting
lagi yang termasuk kedalam batuan sedimen. Dibanding dengan batuan beku,
batuan sedimen hanya merupakan tutupan kecil dari kerak bumi. Batuan sedimen
hanya merupakan 5% dari seluruh batuan-batuan yang terdapat dikerak bumi. Dari
jumlah 5% ini, batu gamping adalah 80%, batu pasir 5% dan batu lempung kira-
kira 80%.
III.3.1. Dasar Teori Batuan Sedimen
69
Batuan Sedimen Terbentuk dari proses sedimentasi. Di dalam proses
sedimentasi berlangsung proses erosi, transportasi, sedimentasi dan litifikasi.
Batuan vulkanik tidak termasuk di dalam kelompok batuan sedimen, karena
dihasilkan langsung dari aktivitas gunungapi, tidak ada proses erosi. Terdiri dari:
Batuan sedimen klastik; didiskripsi berdasarkan komposisi dan fraksi
butirannya
Batuan sedimen non-klastik --- menyesuaikan dengan kondisi batuannya
III.4. Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari
pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal. Batuan asal dapat berupa
batuan beku, metamorf dan sedimen itu sendiri. Fragmentasi batuan asal tersebut
dimulai dari pelapukan mekanis maupun secara kimiawi, kemudian tererosi dan
tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan. Setelah pengendapan
berlangsung, sedimen mengalami diagenesa, yakni proses perubahan-perubahan
yang berlangsung pada temperatur rendah suatu sedimen, selama dan sesudah
lithifikasi ini merupakan proses yang mengubah suatu sedimen menjadi batuan
keras.
III.4.1. Struktur dan Tekstur Batuan Sedimen
A. Struktur Batuan Sedimen
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal
dari batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan
70
energi pembentukannya. Pembentukannya dapat terjadi pada waktu pengendapan
maupun segera setelah proses pengendapan (Pettijohn & Potter, 1964;
koesoemadinata, 1981). Dengan kata lain, struktur sedimen adalah kenampakan
batuan sedimen dalam dimensi yang lebih besar. Dalam analisa struktur batuan
sedimen pada Petrografi, hanya bisa dilakukan dilapangan atau pada sampel
handspceismen.
Macam-macam Struktur batuan sedimen :
Masif : tidak dijumpai struktur yang lain dalam >40 cm (Mc. Kee 7 Weir,
1953).
Gradasi : diameter butir fining up
(menghalus ke atas atau gradasi normal) dan gradasi terbalik jika diameter
butir coarsing up (mengasar ke atas)
Berlapis : memiliki struktur perlapisan >2
cm
Laminasi : perlapisan dengan tebal lapisan <
2 cm
Silangsiur : struktur lapisan saling
memotong dengan lapisan yang lain, jika tebal silangsiur <2 mm disebut
crosslammination
B. Tekstur Batuan Sedimen
71
Tekstur adalah suatu kenampakan yang berhubungan dengan ukuran
dan bentuk butir serta susunannya (Pettijohn, 1975). Butiran tersusun dan terikat
oleh semen dan masih adanya rongga diantara butirnya. Pembentukannya
dikontrol oleh media dan cara transportasinya (Jackson, 1970, Reineck dan Singh,
1975).
Tabel 8. skala wentworth Klastik
Nama butir Besar butir (mm)
Bongkah 256-64
Brakal 64-4
Krakal 4-2
Pasir sangat kasar 2-1
Pasir sedang 1-1/2
Pasir halus 1/2 -1/4
Pasir sangat halus 1/4 -1/8
Lanau 1/16-1/256
Lempung 1/256
Bentuk Butir
Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingya butiran dimana sifat ini
hanya diamati pada batuan sedimen klasik kasar. Kebundaran dapat dilihat dari
bentuk batuan yang terdapat dalam batuan tersebut. Tentunya terdapat banyak
sekali variasi dari bentuk batuan, tetapi untuk mudahnya dipakai perbandingan
sebagai berikut:
72
a. Well rounded (membulat baik) : semua permukaan konveks hampir
equidimensional, spheroidal.
b. Rounded : pada umumnya permukaan-permukaan bundar, ujung-
ujung dan tepi-tepi butiran bundar.
c. Subrounded : permukaan umumnya datar dengan ujung-ujung yang
membundar.
Hubungan antar butir
(kemas): terbuka / tertutup
Didalam batuan sedimen klastik dikenal dua macam kemas, yaitu :
a. Kemas terbuka : butiran tidak saling bersentuhan (mengambang didalam
matriks).
b. Kemas tertutup : butiran saling bersentuhan satu sama lainnya.
Pemilahan/keseragaman
ukuran butir (Sortasi): baik, buruk atau sedang
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun sedimen, artinya
bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya, maka pemilahan semakin
baik. Dalam pemilahan dipakai batasan-batasan sebagai berikut :
a. Pemilahan baik (well sorted)
b. Pemilahan sedang (moderate sorted)
c. Pemilahan buruk (poorly sorted)
III.4.2. Komposisi Batuan Sedimen
73
Fragmen adalah litik/kristal mineral yang jika dilihat dibawah
mikroskop ukurannya lebih besar.
Matriks adalah bagian butiran yang ukurannya lebih kecil dari
fragmen. Matriks dapat berupa, lempung / lanau / pasir.
Komposisi mineral adalah kandungan mineral yang terlihat dibawah
mikroskop. Seperti kuarsa, piroksen, dll.
Semen adalah bukan butir tetapi material pengisi rongga antar butir
dan bahan pengikat diantara fragmen dan matriks. Biasanya
berbentuk amorf atau kristalin. Bahan-bahan semen yang lazim
adalah :
Semen karbonat (kalsit, dolomit).
Semen silika (kalsedon, kwarsa).
Semen oksida besi (limonit,
hematite, siderite).
III.4.3. Klasifikasi Batuan
Sedimen
Pada kalsifikasi batuan sedimen klastik biasanya menggunakan skala
wentworth atau klasifikasi dari (Dott, 1964 dan Raymond, 1995).
74
Gambar 49. Klasifikasi batuansedimen (Dott, 1964 dan Raymond, 1995)
III.4.4. Batuan Sedimen Non
Klastik
Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga dari
hasil kegiatan organisme. Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi
langsung atau reaksi organik (penggaraman unsur-unsur laut, pertumbuhan kristal
dari agregat kristal yang terpresipitasi dan replacement).
A. Struktur Batuan Sedimen Non Klastik
Struktur batuan sedimen non klastik terbentuk dari proses reaksi kimia ataupun
kegiatan organik. Macam-macam struktur antara lain :
a. Fossiliferous, struktur yang ditunjukkan oleh adanya fosil atau komposisi
terdiri dari fosil.
75
b. Oolitik, struktur dimana suatu fragmen klasik diselubungi oleh mineral
non klastik, bersifat konsentris dengan diameter berukuran lebih kecil 2 mm.
c. Pisolitik, sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya > 2 mm.
d. Konkresi, kenampakan struktur ini sama dengan struktur oolitik tetapi
tidak menunjukkan adanya sifat konsentris.
e. Cone in cone, struktur oleh organisme murni dan bersifat insitu
B. Tekstur Batuan Sedimen Non Klastik
Tekstur dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Kristalin
Terdiri dari kristal-kristal interlocking yaitu kristal-kristalnya saling
mengunci satu sama lain. Pemerian dapat memakai skala Wentworth
dengan modifikasi sebagai berikut :
Tabel 10. Kristalin Di Dasarkan Pada Skala Wentworth (1922).
Nama butir Besar butir (mm)
Berbutir kasar > 2
Berbutir sedang 1/16-2
Berbutir halus 1/256-1/16
Berbutir sangat halus < 1/256
b. Amorf
Terdiri dari mineral yang tidak membentuk kristal-kristal atau amorf (non
kristalin).
C. Komposisi Mineral Batuan Sedimen Non-Klastik
76
Komposisi mineral batuan sedimen non klastik cukup penting dalam menentukan
penamaan batuan. Pada batuan sedimen jenis non klastik biasanya komposisi
mineralnya sederhana yaitu bisa terdiri dari satu atau dua macam mineral. Sebagai
contoh :
a. Batugamping : kalsit, dolomite
b. Chert : kalsedon
c. Gypsum : mineral gypsum
d. Anhidrit : mineral anhidrit
III.5. Batuan Piroklastik
Batuan piroklastik adalah batuan vulkanik yang bertekstur klastik yang
dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunung api,
dengan material penyusun dari asal yang berbeda (W.T. Huang, 1962). Material
penyusun tersebut terendapkan dan terkonsolidasi sebelum mengalami
transportasi (reworked) oleh air maupun es.
Pada kenyataanya bahwa batuan hasil letusan gunung api dapat berupa
suatu hasil lelehan merupakan lava yang telah dibahas dan diklasifikasikan
kedalam batuan beku, serta dapat pula berupa produk ledakan atau eksplosif yang
bersifat fragmental dari semua bentuk cair, gas atau padat yang dikeluarkan
dengan jelas sebagai erupsi.
III.5.1. Dasar Teori Batuan Piroklastik
Lebih dari 80% permukaan bumi, baik di dasar laut hingga daratan
tersusun atas batuan gunung api. Di Indonesia saja, terdapat 128 gunung api aktif
77
yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dan sebanyak 84 di antaranya
menunjukkan aktivitas eksplosifnya sejak 100 tahun terakhir. Di samping itu,
batuan gunung api berumur Tersier atau yang lebih tua juga samgat melimpah di
permukaan, bahkan jauh lebih banyak dari pada batuan sedimen dan metamorf.
Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri dari
tefra (pumis dan abu gunung api, skoria, Pele's tears dan Pele's hair, bom dan
blok gunung api, accretionary lapilli, breksi vulkanik dan fragmen litik), endapan
jatuhan piroklastika, endapan aliran piroklastika, tuf terelaskan dan endapan
seruakan piroklastika. Aliran piroklastika merupakan debris terdispersi dengan
komponen utama gas dan material padat berkonsentrasi partikel tinggi.
Mekanisme transportasi dan pengendapannya dikontrol oleh gaya gravitasi bumi,
suhu dan kecepatan fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal dari guguran
kubah lava, kolom letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah (Fisher,
1979). Material yang berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk dari proses
fragmentasi magma dan batuan dinding saat letusan. Dalam endapan piroklastika,
baik jatuhan, aliran maupun seruakan; material yang menyusunnya dapat berasal
dari batuan dinding, magmanya sendiri, batuan kubah lava dan material yang ikut
terbawa saat tertransportasi.
Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas
vulkanisme. Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke
permukaan bumi, baik secara efusif (ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan
gunung api yang keluar dengan jalan efusif mengahasilkan aliran lava, sedangkan
78
yang keluar dengan jalan eksplosif menghasilkan batuan fragmental (rempah
gunung api).
Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur
halus dapat dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan
chrystal tuff. Menurut Fisher (1966), endapan gunung api fragmental tersebut
dapat dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran dan bentuk butir
batuan penyusunnya.
Gambar 50. Klasifikasi batuan gunung api fragmental menurut Pettijohn (1975; kiri) dan Fisher
(1966; kanan)
Contoh Batuan Gunungapi
1) Tuf : merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan
eksplosif, selanjutnya terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat
79
tersusun atas fragmen litik, gelas shards, dan atau hancuran mineral
sehingga membentuk tekstur piroklastika
2) Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir
antara 2-64 mm; biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera)
berasosiasi dengan tuf gunung api. Lapili tersebut kalau telah mengalami
konsolidasi dan pembatuan disebut dengan batu lapili. Komposisi batu lapili
terdiri atas fragmen pumis dan (kadang-kadang) litik yang tertanam dalam
massa dasar gelas atau tuf gunung api atau kristal mineral. Gambar IX.3
adalah batu lapili yang tersusun atas fragmen pumis dan kuarsa yang
tertanam dalam massa dasar tuf.
Gambar 51. Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa dan tertanam
dalam massa dasar tuf halus..
3) Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite): Glass shards,
dihasilkan dari fragmentasi dinding gelembung gelas (vitric bubble) dalam
rongga-rongga pumis. Material ini nampak seperti cabang-cabang slender
80
yang berbentuk platy hingga cuspate, kebanyakan dari gelas ini
menunjukkan tekstur simpang tiga (triple junctions) yang menandai sebagai
dinding-dinding gelembung gas. Dalam beberapa kasus, walaupun
gelembung gas tersebut tidak terelaskan, namun dapat tersimpan dengan
baik di dalam batuan.
Gambar 52. Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dengan glass shards
yang sedikit terkompaksi.
Gambar 53. Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan shards yang sedikit
memipih dan gelembung gelas yang telah hancur membentuk garis-garis oval.
4) Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards dan
pumis yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik hingga
pengendapannya. Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami deformasi
81
akibat jatuh bebas, yang secara petrografi dapat terlihat dengan: (1) bentuk Y
pada shards dan rongga-rongga bekas gelembung-gelembung gas / gelas, arah
jatuhnya pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu memanjang kristal dan
fragmen litik, (3) lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal, dan (4)
jatuhnya fragmen pumis yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular
yang disebut fiamme (Gambar 83.c). Derajad pengelasan dalam batuan
gunung api dapat diketahui dari warnanya yang kemerahan akibat proses
oksidasi Fe. Pada kondisi pengelasan tingkat lanjut, massa yang terelaskan
hampir mirip dengan obsidian. Batuan ini sering berasosiasi dengan shards
memipih yang mengelilingi fragmen litik dan kristal.
a. b. c.
Gambar 54. a. Tuf terelaskan dari Idaho, b. Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko utara, c. tuf
terelaskan dengan cetakan-cetakan fragmen kristal
III.5.2. Struktur dan Tekstur Batuan Piroklastik
A. Struktur Batuan Piroklastik
Struktur batuan piroklastik biasanya mengikuti batuan sedimen tetapi tidak
semuanya. Hanya beberapa saja yaitu :
82
Massif, bila menunjukkan struktur dalamnya padat atau mampat.
Perlapisan, bila menunjukkan struktur dalamnya berlapis yang tebal.
Laminasi adalah perlapisan yang ukuran atau ketebalannya lebih kecil dari
perlapisan.
Selain struktur sedimen tadi biasa juga dijumpai struktur batuan beku yaitu
struktur seperti scoria serta amogloidal.
B. Tekstur Batuan Piroklastik
Variasi batuan, pembundaran dan pemilahan batuan piroklastik mirip dengan
batuan sedimen klastik pada ummnya. Hanya unsur-unsur tersebut tergantung
tenaga letusan, penguapan tegangan permukaan dan pengaruh seretan. Yang
khas pada batuan piroklastik adalah bentuk butiran yang runcing tajam, terutama
dikenal sebagai “glasshard” atau gelas runcing tajan serta adanya batu apung
(pumice).
III.5.3. Komposisi Batuan Piroklastik
A. Material Batuan Piroklastik
Fisher, 1984 dan Williams, 1982 mengelompokkan material-material penyusun
batuan-batuan piroklastik sebagai berikut :
a. Kelompok Juvenil (Essential), Bila material penyusun dikeluarkan
langsung dari magma, terdiri dari padatan, atau partikel tertekan dari suatu
cairan yang mendingin dan kristal (pyrogenic crystal).
b. Kelompok Cognate (Accessory), Bila material penyusun dari material
hamburan yang berasal dari letusan sebelumnya, dan gunung api yang
sama atau tubuh vulkanik yang lebih tua dari dinding kawah.
83
c. Kelompok Accidental (bahan asing), Bila material penyusunnya
merupakan bahan hamburan yang berasal dari batuan non gunung api atau
batuan dasar berupa batuan beku, sediment atau metamorf, sehingga
mempunyai komposisi yang seragam
B. Mineral Batuan Piroklastik
a. Mineral-mineral sialis terdiri dari :
Kwarsa yang hanya ditemukan pada batuan gunung api yang kaya
kandungan silica atau bersifat asam.
Feldspar, baik K-feldspar, Na-feldspar maupun Ca-feldspar.
Feldspatoid merupakan kelompok mineral yang terdiri jika kondisi larutan
magma dalam keadaan tidak atau kurang akan kandungan silica.
b. Mineral-mineral Ferromagnesic, merupakan kelompok mineral yang kaya
akan kandungan ikatan Fe-Mg silikat dan kadang-kadang disusul dengan Ca-
silikat. Mineral-mineral tersebut hadir berupa kelompok mineral :
Piroksen, merupakan mineral penting dalam batuan gunung api.
Olivine, mineral yang kaya akan besi dan magnesium dan miskin silika.
c. Mineral tambahan, yang sering hadir :
Hornblende
Boitite
Magnetite
Limenit
84
III.5.4. Klasifikasi Batuan Piroklastik
Material piroklastik dapat dikelompokkan berdasarkan ukurannya
sebagai berikut (Chmid, 1981 vide Fisher, 1984)
Tabel 11. Ukuran Butir (Chmid, 1981 & Vide Fisher, 1984)
Ukuran
(mm)
Sebutan
(piroklastik)
Tak terkonsolidasi Terkonsolidasi
64 Bomb, block Bomb, block tephra Aglomerat, breksi
piroklastik2 Lapillus Tephra lapilli Batu lapilli
1/16 Debu kasar Debu kasar Tuff, debu kasar
1/256 Debu halus Debu halus Tuff, debu halus
Endapan Piroklastik tak Terkonsolidasi
1. Bomb gunung api, adalah gumpalan-gumpalan lava yang
mempunyai ukuran lebih besar dari 64 mm, dan sebagian atau semuanya
plastis pada waktu tererupsi. Beberapa bomb mempunyai ukuran yan sangat
besar. Sebagai contoh, bomb yang mempunyai diameter m dengan berat 200
kg dengan hembusan setinggi 600 m selama erupsi digunung api Asama
Jepang pada tahun 1935. Bomb ini dapat dibagi atas tiga macam
a. Bomb pita (ribon bomb) yaitu yang memanjang seperti suling dan
sebagian besar gelembung-gelembung memanjang dengan arah sama.
Bomb ini sangat kental mempunyai bentuk menyudut serta retakannya
tidak teratur.
b. Bomb teras (cored bomb) yaitu bomb yang mempunyai inti dari material
yang terkonsolidasi lebih dahulu, mungkin dari fragmen-fragmen sisa
erupsi terdahulu pada gunung api yang sama.
85
c. Bomb kerak roti (bread crust bomb) yaitu bomb yang bagian luarnya
retak-retak persegi seperti nampak pada kulit roti yang mekar, hal ini
disebabkan oleh bagian kulitnya cepat mendingin dan menyusut.
2. Block gunung api, Merupakan batuan piroklastik yang
dihasilkan oleh erupsi eksplosif dari fragmen batuan yang sudah memadat
lebih dahulu degan ukuran lebih besar dari 64 mm. block-block ini selalu
menyudut bentuknya atau equidimensional.
3. Lapilli, Berasal dari bahasa latin yaitu lapillus, nama
untuk hasil erupsi ekspulsif gunung api yang berukuran 2mm-64mm. selain
dari fragmen batuan kadang-kadang terdiri dari mineral-mineral augit, olivine
dan plagioklas.
4. Debu gunung api, Adalah batuan piroklastik yang
berukuran 2mm-1/256mm yang dihasilkan oleh pelemparan dari magma
akibat erupsi eksplosif, namun ada juga gunung api yang terjadi karena proses
pengesekan pada waktu erupsi gunung api. Debu gunung api masih dalam
keadaan belum terkonsolidasi.
Endapan Piroklastik yang Terkonsolidasi Merupakan akibat
lithifikasi endapan piroklastik jatuhan :
1. Breksi piroklastik, Adalah batuan yang disusun oleh block-block gunung api
yang telah mengalami konsolidasi dalam jumlah lebih 50% serta mengandung
kurang 25% lapilli dan debu.
86
2. Aglomerat, Adalah batuan yang dibentuk oleh konsolidasi material-
materialdengan kandungannya didominasi oleh bomb gunung api dimana
kandungan lapilli dan abu kurang 25%.
3. Batu lapilli, Adalah batuan yang dominan terdiri dari fragmen lapilli dengan
ukuran 2-64mm.
4. Tuff, Adalah endapan dari gunung api yang telah mengalami konsolidasi
dengan kandungan abu mencapai 75%. Macam-macamya yaitu :
Tuff lapilli
Tuff aglomerat
Tuff breksi piroklastik
Batuan AkibatLithifikasi Endapan Piroklastik Aliran
1. Ignimbrite, Adalah batuan yang disusun dari endapan material oleh aliran abu.
Material dominan terdiri dari pecahan-pecahan gelas pumice yang dihasilkan
oleh buih-buih magma asam.
2. Breksi aliran piroklastik, Adalah breksi yang dominan yang disusun oleh
fragmen-fragmen yang runcing serta ditransportasi oleh glowing avalanches
(akibat hawa panas).
3. Vitrik tuff, Adalah batuan yang dihasilkan oleh endapan piroklastik aliran,
terdiri dari fragmen abu dan lapilli, telah mengalami lithifikasi dan belum
terluaskan,
4. Weled tuff, Adalah batuan piroklastik hasil dari piroklastik aliran yang telah
terlithifikasi dan merupakan bagian dari ignimbrite.
Mekanisme Pembentukan Endapan Piroklastik
87
1. Endapan piroklastik jatuhan, Adalah onggokan piroklastik yang diendapkan
melalui udara. Endapan ini umumnya akan berlapis baik dan pada lapisannya
akan memperlihatkan struktur butiran bersusun. Endapan ini meliputi
agglomerate, breksi piroklastik, tuff, lapilli.
2. Endapan piroklastik aliran, Adalah material hasil langsung dari pusat erusi,
kemudian teronggokan disuatu tempat. Hal ini meliputi hot avalance, lava
collapse avalance, hot ash avalance. Aliran ini umumnya berlangsung pada
suhu tinggi antara 500-650C dan temperatur cenderung menurun selama
pengalirannya. Penyebaran pada bentuk endapan sangat dipengaruhi oleh
morfologi, sebab endapan tersebut adalah menutup dan mengisi cekungan.
Bagian bawah menampakkan morfologi asal bagian atasnya datar.
3. Endapan piroklastik surge, Yaitu suatu awan campuran dari bahan padat dan
gas (uap air) yang mempunyai rapat massa rendah dan bergerak dengan
kecepatan tinggi secara turbulent diatas permukaan. Umumnya mempunyai
pemilahan yang baik, berbutir halus dan berlapis baik. Endapan ini mempunyai
struktur pengendapan primer seperti laminasi dan perlapisan bergelombang
hingga planar. Yang paling khas dari endapan ini mempunyai struktur silang
siur, melensa dan bersudut kecil. Endapan surge pada umumnya kaya akan
keratin batuan dan kristal.
88
III.6. Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh proses metamorfosa
pada batuan yang telah ada sebelumnya, sehingga mengalami perubahan
komposisi mineral, struktur, tekstur, batuan, tanpa mengubah komposisi kimia
dan tanpa berubah fase (tanpa pernah mencapai fase cair).
89
Proses metamorfosa adalah satuan proses pengubahan batuan akibat
perubahan, tekanan, temperatur, fluida atau variasi ketiga faktor tersebut.proses
metamorfosa merupakan proses isokimia,dimana tidak terjadi unsur-unsur kimia
pada batuan yang mengalami batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur
berkisar antara 2000c – 800 0c tanpa melalui fase cair (batuan tetap berada pada
fase padat). Di tinjau dari perubahan dan temperatur, di kenal dua tipe
metamorfosa yaitu :
1. Tipe metamorfosa local, Disebut lokal karena
penyebaran metamorfosa ini sangat terbatas sekali (beberapa meter – beberapa
puluh meter). Tipe metamorfosa ini meliputi :
a. Metamorfosa kontak atau thermal
Metamorfosa kontak disebabkan oleh adanya kenaikan temperatur pada
batuan tertentu. Panas tubuh intrusi yang diteruskan pada batuan
sekitarnya mengakibatkan metamorfosa kontak. Zona metamorfosa kontak
yang efeknya terutama terlihat pada batuan sekitarnya. Pada metamorfosa
kontak batuan disekitarnya berubah menjadi hornfel (batu tanduk) yang
susunannya tergantung pada batuan sedimen aslinya.
b. Metamorfosa dislokasi/kataklastik/Dinamo
Batuan metamorf ini dijumpai pada daerah yang mengalami dislokasi,
misal pada daerah sesar besar. Proses metamorfosanya terjadi pada lokasi
dimana batuan ini mengalami proses secara mekanin yang disebabkan oleh
faktor penekanan (kompresional) baik tegak maupun mendatar. Batuan
90
metamorf kataklastik khususnya dijumpai dijalur-jalur orogenesa proses
pengangkatan diikuti oleh fase perlipatan dan pematangan batuan.
2. Tipe metamorfosa regional ini meliputi :
a. Metamorfosa regional/Dinamo thermal
Metamorfosa ini terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan faktor yang
berpengaruh adalah temperatur dan tekanan yang sangat tinggi. Secara
geografis dan genetik penyebaran batuan metamorf ini sangat erat
kaitannya dengan aktivitas orogenesa atau proses pembentukan
pegununganlipatan gunung api, meliputi daerah yang luas dan selalu
dalam bentuk sabuk pegunungan yakni dalam daerah geosinklin.
b. Metamorfosa beban/Burial
Batuan metamorf ini terbentuk oleh proses pembebanan suatu massa
sedimentasi yang sangat tebal pada suatu cekungan yang sangat luas atau
dikenal dengan sebutan cekungan geosinklin. Proses kejadiannya hampir
tidak berkaitan sama sekali dengan aktivitas orogenesa maupun intrusi
tetapi lebih merupakan suatu yang bersifat regional atau lebih dikenal
dengan proses epirogenesa.
III.1. Dasar Teori Batuan Metamorf
Batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfisme. Kata
"Metamorfisme" berasal dari bahasa Yunani yaitu: Meta = berubah, Morph =
bentuk, jadi metamorfisme berarti berubah bentuk. Dalam geologi, hal itu
91
mengacu pada perubahan susunan / kumpulan dan tekstur mineral, yang
dihasilkan dari perbedaan tekanan dan suhu pada suatu tubuh batuan.
Walaupun diagenesis juga merupakan perubahan bentuk dalam batuan
sedimen, namun proses ubahan tersebut berlangsung pada suhu di bawah 200oC
dan tekanan di bawah 300 MPa (MPa: Mega Pascals) atau sekitar 3000 atm.
Jadi, metamorfisme berlangsung pada suhu 200oC dan tekanan 300 Mpa
atau lebih tinggi. Batuan dapat terkenai suhu dan tekanan tersebut jika berada
pada kedalaman yang sangat tinggi. Sebagaimana kedalamannya pusat subduksi
atau kolisi.
III.6.2. Struktur Dan Sekstur Batuan Metamorf
A. Struktur Batuan Metamorf
1) Struktur Foliasi
Struktur foliasi yaitu struktur yang ditunjukkan oleh adanya penjajaran
mineral-mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini meliputi :
a. Struktur Slatycleavage, Adalah Peralihan dari sedimen yang berubah ke
metamorf, merupakan derajat rendah dari lempung, mineral-mineralnya
berukuran halus dan kesan kesejajarannya halus sekali, dengan
memperlihatkan belahan-belahan yang rapat dimana terdapat daun-daun
mika halus.
b. Struktur filitik, Struktur ini hampir mirip dengan struktur slatycleavage,
hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar. Derajat
metamorfosa lebih tinggi dari slatycleavage, dimana daun-daun mika dan
klorit sudah cukup besar, berkilap sutera pada pecahan-pecahannya.
92
c. Struktur skistosa, Adalah suatu struktur dimana mineral pipih (Biotite,
Muskovitr, Feldspar) lebih dominan dibanding mineral butiran. Struktur ini
biasanya dihasilkan oleh proses metamorfosa regional, sangat khas adalah
kepingan-kepingan yang jelas dari mineral-mineral pipih seperti mika, talk,
klorit dari mineral-mineral yang bersifat serabut. Derajat metamorfosa lebih
tinggi dari filit, karena mulai adanya mineral-mineral yang bersifat serabut.
Derajat metamorfosa lebih tinggi dari filit, karena mulai adanya mineral-
mineral lain dismping mika.
d. Struktur gnesosa, Struktur dimana jumlah mineral-mineral yang granular
lebih banyak dari mineral-mineral pipih, mempunyai sifat banded dan
mewakili metamorfosa regional derajat tinggi. Terdiri dari mineral-mineral
yang mengingatkan pada batuan beku seperti kwarsa, feldspar dan mafik
mineral.
2) Struktur Non Foliasi
Struktur non foliasi adalah struktur yang tidak memperlihatkan adanya
penjajaran mineral penyusun batuan metamorf. Yang termasuk dalam struktur ini
adalah :
a. Struktur Hornfelsik, Dicirikan adanya butiran-butiran yang seragam
terbentuk pada bagian dalam daerahkontak sekitar tubuh batuan beku. Pada
umumnya merupakan rekristalisasi batuan asal, tidak ada foliasi, tetapi
batuan halus dan padat.
b. Struktur Milonitik, Struktur yang berkembang karena adanya
penghancuran batuan asal yang mengalami metamorfosa dynamo, batuan
93
berbutir halus dan liniasinya ditunjukkan oleh adanyaorientasi mineral yang
berbentuk lentikuler terkadng masih menyimpan lensa batuan asalnya.
c. Struktur Kataklastik, Struktur ini hampir sama dengan struktur milonit
hanya butirannya yang lebih kasar.
d. Struktur Pilonitik, Struktur ini menyerupai milonit tetapi butiran relatif
lebih kasar dan strukturnya mendekati tipe filitik.
e. Struktur Flaser, Seperti strutur kataklastik dimana struktur batuan asal
yang terbentuk lensa tertanam pada massa dasar milonit.
f. Struktur Augen, Seperti struktur flaser hanya lensa-lensanya terdiri dari
butir-butir feldspar dalam massa dasar yang lebih halus.
g. Struktur Glanulose, Struktur ini hampir sama dengan hornfelsik hanya
butirannya mempunyai ukuran yang tidak sama besar.
h. Struktur Liniasi, Struktur yang diperlihatkan oleh adanya kumpulan
mineral yang terbentuk seperti jarum (fibrous).
B. Tekstur Batuan Metamorf
1. Tekstur Poikiloblastik: sama seperti porfiroblastik, namun
dicirikan oleh adanya inklusi mineral asing berukuran halus. Gambar 87
adalah tektur poikiloblastik; warna orange tourmalin dan abu-abu K-
feldspar, mineral berukuran halus adalah butiran-butiran kuarsa dan
muscovit. Biasanya berada pada sekis mika-tourmalin.
94
Gambar 55. Tekstur poikiloblastik pada batuan metamorf
2. Tekstur Porfiroblastik: tekstur batuan metamorf yang dicirikan
oleh adanya mineral berukuran besar dalam matriks / massa dasar berukuran
lebih halus.
Gambar 56. Tekstur porfiroblastik pada batuan metamorf
3. Tekstur Porphyroklas: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh
adanya kristal besar (umumnya K-feldspar) dalam massa dasar mineral yang
lebih halus. Bedanya dengan porphyroblastik adalah, porphyroklastik tidak
tumbuh secara in-situ, tetapi sebagai fragment sebelum mineral-mineral
tersebut hancur / terubah saat prosesn metamorfisme
95
Gambar 57. Tekstur porfiroklastik pada batuan metamorf
4. Retrogradasi eklogit: tekstur batuan metamorf yang dibentuk oleh
adanya mineral amfibol (biasanya horenblende) yang berreaksi dengan
mineral lain. Dalam Gambar 90 adalah retrogradasi klinopirosen amfibole
pada sisi kanan atas.
Gambar 58. Tekstur retrogradasi eklogit pada batuan metamorf
3. Tekstur Schistose: foliasi sangat kuat, atau terdapat penjajaran butiran,
terutama mika, dalam batuan metamorf berbutir kasar.
96
Gambar 59. Tekstur schistose pada batuan metamorf
4. Tekstur Phyllitik: foliasi kuat dalam batuan metamorf berbutir halus.
Gambar 60. Tekstur phylitik pada batuan metamorf
5. Tekstur Granoblastik: massive, tak-terfoliasi, tekstur equigranular dalam
batuan metamorf.
Gambar 61. Tekstur granoblastik pada batuan metamorf
97
Tabel 12. Sifat-sifat batuan metamorf
III.6.3. Komposisi Batuan Metamorf
98
Secara megaskopis, sulit untuk mendeskripsikan atau menentukan
komposisi mineral batuan metamorf, namun kita tetap dituntut untuk dapat
menentukan komposisi mineralnya, yang dapat dipelajari dari buku atau petunjuk
langsung dilaboratorium. Pada hakekatnya, komposisi batuan metamorf dapat
dibagi dalam dua golongan yaitu :
1. Mineral Stress, Adalah suatu mineral yang stabil dalam kondisi tekanan
dimana mineral ini dapat berbentuk pipih atau tabular, prismatik, maka
mineral tersebut akan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya. Sebagai
contoh :
Mika
Tremolit-Actinolit
Hornblende
Serpentin
Silimanit
Kyanit, dan lain-lain.
2. Mineral Anti Stress
Adalah suatu mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan dimana biasanya
berbentuk equidimensional. Sebagai contoh :
Kwarsa
Feldspar
Garnet
Kalsit
Koordierit
99
Selain mineral stress dan anti stress, ada juga mineral yang khas dijumpai
pada batuan metamorf antara lain :
a. Mineral khas dari metamorfisme regional : silimanit, Andalusit, Talk dll.
b. Mineral khas dari metamorfisme termal : Korundum, Grafit.
c. Mineral khas yang dihasilkan dari efek larutan kimia : Epidut, Chlorite dan
Wollastonite.
III.6.4. Klasifikasi Batuan Metamorf
A. Batuan dalam Derajad Metamorfisme
1. Serpih – terbentuk pada derajad metamorfik rendah, ditandai dengan
pembentukan mineral klorit dan lempung. Orientasi lembaran silikat
menyebabkan batuan mudah hancur di sepanjang bidang parallel yang disebut
belahan menyerpih (slatey cleavage), slatey cleavage berkembang pada sudut
perlapisan asal.
Gambar 62. Foliasi menyerpih pada tingkat metamorfisme rendah (Nelson, 2003)
1. Sekis – makin tinggi derajad metamorfisme makin besar
mineral yang terbentuk. Pada tahap ini terbentuk foliasi planar dari orientasi
100
lembaran silikat (biasanya biotit dan muskovit). Butiran-butiran kuarsa dan
feldspar tidak menunjukkan penjajaran; ketidak-teraturan foliasi planar ini
disebut schistosity .
Gambar 63. Bentuk ketidak-teraturan foliasi planar (schistosity) (Nelson, 2003)
2. Gneiss – tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, lembaran
silikat menjadi tak-stabil, mineral-mineral horenblende dan piroksen mulai
tumbuh. Mineral-mineral tersebut membentuk kumpulan gneissic banding
dengan penjajaran tegaklurus arah gaya maksimum dari differential stress
(Gambar 86).
Gambar 64. Mineral-mineral dengan tekstur gneissic banding, orientasi mineral tegak lurus
dengan arah gaya maksimum (Nelson, 2003)
101
3. Granulite – adalah metamorfisme tingkat tertinggi, semua
mineral hydrous dan lembaran silikat menjadi tidak stabil sehingga muncul
penjajaran beberapa mineral. Batuan yang terbentuk menghasilkan tekstur
granulitik yang sama dengan tekstur faneritik pada batuan beku.
B. Metamorfisme Basal dan Gabbro
1. Greenschist - Olivin, piroksen, dan plagioklas dalam basal
berubah menjadi amfibol dan klorit (hijau).
2. Amphibolite – pada metamorfisme tingkat menengah,
hanya mineral gelap (amfibol dan plagioklas saja yang bertahan), batuannya
disebut amfibolit.
3. Granulite – pada tingkat metamorfisme tinggi, amfibol
digantikan oleh piroksen dan garnet, tekstur foliasi berubah menjadi tekstur
granulitik.
102
BAB IVKESIMPULAN & SARAN
A. Kesimpulan
Mineral optik dan petrografi adalah suatu metode yang sangat mendasar
dalam mendukung pembelajaran dan analisis data geologi. Alat yang digunakan
dalam praktikum ini disebut mikroskop terpolarisasi, karena data dibaca melalui
lensa yang mempolarisasinya yang selanjutnya ditangkap oleh mata.
setiap mineral memiliki sifat optis tertentu yang dapat diamati pada
pengamatan nikol sejajar (warna,relief,pleokroisme,bentuk Kristal,bentuk
mineral,belahan,indeks bias) dan nikol silang(Sifat Birefringence
(BF),kembaran,sifat gelapan)
Dalam analisis petrografi Mahasiswa harus dapat mebedakan mineral
maupun tekstur khusus dalam sayatan tipis,agar dapat membedakan batuan
beku,sedimen metamorf maupun piroklastik.
B. Saran
Terus terang saya kurang paham dalam pratikum MO & Petrografi,Saran
saya agar asisten terlebih dahulu menjelaskan sebelum pratikan
menganalisis.Semoga kedepannya Pratikum ini lebih baik lagi dengan tersedianya
Modul Pratikum.
103
DAFTAR PUSTAKA
Craig and Vaughan, Ore Microscopy & Ore Petrography
http://met.open.ac.uk/vms/dualviewj.html
http://www.wwnorton.com/college/geo/egeo/fla sh/3_2.swf
Ramdohr, Ore Minerals and Their Intergrowths
W.D. Nesse, Introduction to Optical Mineralogy, 2nd Ed.
William, et al, Petrography
100
104
101