Laporan Tutorial BM oral diagnosa
-
Upload
novia-fisca -
Category
Documents
-
view
51 -
download
3
description
Transcript of Laporan Tutorial BM oral diagnosa
SKENARIO
Penderita laki-laki usia 20 tahun datang dengan keluhan benjolan di
rahang bawah kiri sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan terus bertambah
besar. EO tampak asimetri wajah, permukaan datar dan tidak ada ulkus.
IO terlihat gigi 34 tidak erupsi, bukal fold teraba ada penonjolan, keras,
fluktuasi (-). Panoramik terlihat gambaran radiolusen batas radiopaque
mengelilingi mahkota gigi 34 yang impaksi. Apa dx yang tepat pada
kasus ini dan rencana perawatannya?
STEP I
1. Fluktuasi
Adalah suatu cara untuk mengetahui adanya massa/penonjolan pada
jaringan apakah massa tersebut bergerak/tidak namun setelah dilakukan
palpasi massa/penonjolan tersebut kembali pada keadaan awal. Jika
bergerak fluktuasi bernilai (+) jika tidak massa/penonjolan tidak bergerak
maka hasilnya negatif (-)
STEP II
1. Apakah benjolan yang diderita pasien berhubungan dengan impaksi gigi
34 ?
2. Bagaimana tahapan diagnosa pada skenario ?
3. Apakah diagnosis yang tepat berdasarkan skenario dan adakah
Differential Diagnosisnya?
4. Bagaimana rencana perawatan untuk diagnosis berdasarkan skerario juga
untuk DD ? bagaimanapula prognosisnya ?
STEP III
1. Ada hubungan antara benjolan dengan gigi impaksi. Karena kalau
ditinjau secara klinis lokasi lesi terdapat pada regio mandibula kanan
dimana dapat kita lihat dari sisi anatomis bahwa gigi yang mengalami
1
impaksi terdapat pada regio tersebut. Besar kemungkinan ada hubungan
antara benjolan dengan impaksi gigi mungkin dikarenakan akibat sisa-
sisa epitel enamel organ yang tidak terbentuk sempurna.
2. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF (ANAMNESIS)
Anamnesis merupakan percakapan profesional antara dokter
dengan pasien untuk mendapatkan data/riwayat penyakit yang
dikeluhkan pasien. Informasi tentang riwayat pasien dibagi menjadi 3
bagian : riwayat sosial, dental dan medis. Riwayat ini memberikan
informasi yang berguna merupakan dasar dari rencana perawatan.
Identifikasi penderita
Identifikasi penderita pada pemeriksaan ini digunakan untuk
mengetahui identitas pasien, yang meliputi nama, alamat, telp,
pekerjaan/sekolah, umur, serta jenis kelamin. Identifikasi ini dapat pula
digunakan untuk mengetahui lingkungan tempat tinggal pasien, apakah
sehat atau kurang sehat lingkungan tsb.
Riwayat dan Catatan Medis
Guna menghindari informasi yang tidak relevan dan untuk
mencegah kesalahan kelalaian dalam uji klinis, klinisi harus melakukan
pemeriksaan rutin. Rangkaian pemeriksaan harus dicatat pada kartu
pasien dan harus dijadikan sebagai petunjuk untuk melakukan kebiasaan
diagnostik yang tepat.
Pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut keluhan utama pasien,
riwayat medis yang lalu, dan riwayat kesehatan gigi yang lalu diperiksa.
Bila diperlukan lebih banyak informasi, pertanyaan-pertanyaan
selanjutnya harus ditujukan kepada pasien dan harus dicatat secara hati-
hati.
Gejala-gejala Subjektif
Daftar isian medis yang lengkap yang berisi riwayat medis dan
kesehatan gigi pasien terdiri dari gejala-gejala subjektif. Termasuk di
dalam kategori ini adalah alasan pasien menjumpai dokter gigi, atau
2
keluhan utama. Umumnya, suatu keluhan utama berhubungan dengan
rasa sakit, pembengkakan, tidak berfungsi/estetik. Mungkin juga hanya
karena “ada sesuatu pada rontgen”, yang dikeluhkan pasien. Apapun
alasannya, keluhan utama pasien merupakan permulaan yang terbaik
untuk mendapatkan suatu diagnosis yang tepat.
Keluhan utama yang paling sering melibatkan perawatan adalah
rasa sakit. Pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang bijaksana mengenai
rasa sakitnya dapat menolong seorang ahli diagnostik menghasilkan
suatu diagnosis sementara dengan cepat. Pasien harus ditanya tentang
macam rasa sakit, lokasinya, lamanya, apa yang menyebabkannya, apa
yang meringankannya, dan pernah atau tidak melibatkan tempat lain.
Garis besar pencatatan riwayat
1. Chief complaint
Merupakan suatu keluhan utama dari pasien. Setiap pasien
diminta untuk menyatakan keluhan utama yang dirasakannya kepada
operator. Keluhan ini kemudian dicantumkan pada form pasien yang
meliputi anamnesa dari pasien kemudian ditranskripsi menjadi data
rekam medik gigi dari pasien. Pernyataan atau keluhan dari pasien akan
membantu operator dalam menentukan rencana perawatan dan
menganalisa diagnosa dari pasien. Selain itu pasien diminta untuk
menjelaskan keluhan mereka untuk mengungkapkan kepada operator
juga apa yang mereka atau pasien inginkan atau pengobatan seperti apa
yang diinginkan. Misalnya: pasien mengeluhkan bengkakk di gusi sejak
4 hari yang lalu pada gigi geraham paling belakang kiri.
2. History of chief complaint
Pasien diminta untuk menjelaskan sejarah dari keluhannya atau
awal mula munculnya, terasa seperti apa, perubahan apa saja yang terjadi
dan apakah ada faktor-faktor lainnya yang memengaruhi. Penjelasan dari
rasa sakitnya meliputi onset, intensitas, durasi, lokasi dan faktor-faktor
yang mungkin dapat memperburuk atau menambah rasa sakit. Selain itu
3
keterangan dapat dilihat dari adanya gejala seperti demam, anorexia,
malaise, lesu, menggigil yang terkait dengan keluhan utamanya.
Misalnya: jika keluhan sakit gigi, cari keterangan berikut : lokasi, rasa
sakit, kapan mulai ? apakah terputus-putus atau terus-menerus ? jika
terputus-putus berapa lama berlangsungnya ? apakah ditimbulkan
rangsang panas, dingin atau manis atau sewaktu makan ? apakah rasa
sakit menyebabkan terbangun di waktu malam ? apakah rasa
berkurang/hilang dengan analgesia ? Bagaimana mekanisme
kejadiannya ? apakah penderita pingsan setelah kejadian ? apakah
penderita muntah setelah kejadian ? Apakah ada darah yang keluar
melalui telinga, hidung atau mulut ? Apakah terjadi sesak nafas atau
batuk-batuk setelah kejadian ? apakah penderita mengalami kejang
setelah kejadian ? adakah trauma selain trauma kepala ? pertolongan apa
saja yang telah diberikan terhadap penderita setelah kejadian ? dsb.
3. Past medical history
Kebanyakan dokter gigi menanyakan tentang kesehatan dari pasien.
Hal ini dilakukan sebagai awal untuk mencari tau atau mengumpulkan
data tentang sejarah medis dari pasien. Hal ini juga berhubungan dengan
penyakit sistemik yang diderita oleh pasien dimana data tersebut dapat
digunakan untuk melakukan perencanaan terhadap perawatan dari gigi
pasien. Beberapa penyakit sistemik yang dapat memengaruhi
perencanaan perawatan gigi antara lain angina, asma, penyakit jantung,
diabetes mellitus, hipertensi, dll. Selain itu pasien juga harus ditanya atau
memberikan keterangan tentang alergi yang dimilikinya. Seperti alergi
pada penicilin, anestesi lokal atau obat-obatan yang lain. Hal ini
diperlukan oleh operator agar tidak salah dalam memberikan medikasi
kepada pasien sehingga tidak menimbulkan efek yang fatal nantinya.
Pada pasien wanita juga perlu ditanyakan apabila kemungkinan pasien
sedang hamil. Data medis dari pasien harus terus diperbarui untuk
melihat perkembangan dan kondisi dari pasien.
4
4. Past dental history
Untuk mengetahui sejarah perawatan gigi dari pasien apabila
sebelumnya pasien sudah pernah dirawat oleh dokter gigi. Tanyakan
kepada pasien kapan pernah dirawat dokter gigi, apakah sebelumnya
pernah dilakukan pencabutan, kapan pencabutannya dan di mana.
5. Family history
Perlu bagi operator untuk mengetahui apakah pasien memiliki
penyakit atau kelainan sistemik yang diturunkan dari keluarganya. Hal
ini digunakan selain sebagai data bagi operator tetapi juga untuk
menentukan rencana perawatan seperti apa yang akan diberikan kepada
pasien.
PEMERIKSAAN OBJEKTIF (PEMERIKSAAN KLINIS)
Tanda-tanda vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital hendaknya dilakukan saat hendak
menegakkan diagnose pada pasien yang datang, pemeriksaan ini penting
dilakukan untuk mengetahui keadaan dalam tubuh pasien saat pasien datang
sehingga dokter gigi dapat mengetahui apakah pasien tsb dalam keadaan
sehat atau tidak, serta untuk mempertimbangkan tindakan rencana
perawatan yang hendak dilakukan dokter gigi untuk pasien yang dalam
keadaan tidak sehat. Pemeriksaan ini meliputi:
1. Tekanan darah
Adalah tekanan pada dinding arteri pada dinding arteri pada
waktu denyutan sistolik dan diastolic. Diukur dengan mendengarkan
suara-suara korotkow (korotkow sound). Pada pemeriksaan ini dicatat
tekanan sistolik (tapping) dan tekanan diastolik (muffled) sehingga
operator dapat mengetahui apakah pasien tsb mengalami hipotensi atau
hipertensi.
2. Denyut nadi
Diperiksa dengan cara palpasi pada arteri radialis yang terletak
disisi medial dari prossesus sttiloideus os radii pada permukaan ventral
5
pergelangan tangan. Letakkan ujung jari telunjuk jari tengah kanan diatas
arteri radialis.
3. Respirasi (pernafasan)
Dilihat pada waktu inspirasi dan ekspirasi.
Pernafasan yang cepat dan dalam (kusamaul).
Pernafasan yang lambat (bradipne).
Pernafasan yang cepat (takhipne)
Pernafasan yang cepat yang mendadak menjadi apne secara bergantian.
4. Temperatur
Dapat diraba dengan punggung tangan. Secara kwantitatif dapat
diukur dengan thermometer melalui oral, aksiler atau rectal. Penderita
dinyatakan demam bila suhu badan diatas 37,8 oC.
5. Body weight (berat badan)
Dengan cara menentukan RBW (Relative Body Weight) dapat
ditentukan variasi berat badan. Rumus:
RBW = BB x 100%
TB - 100
RBW 90-110% Normal
RBW kurang dari 90% Underweight
RBW lebih dari 110% Overweight
Pemeriksaan Fisik Regional
Apakah pada kepala pasien mengalami kelainan misalnya hidrocheplaus
atau mikrochepalus
Kelenjar tyroid
Dilakukan palpasi pada kelenjar tyroid apakah ada
pembengkakan atau tidak.
Kepala
Pemeriksaan dilakukan apakah pasien memiliki kelainan
mikrosephalus/hidrocephalus.
6
Arteri karotis
Pemeriksaan ini dilakukan hanya pada saat pasien datang dalam
keadaan kesadarannya menurun atau pingsan
Vena jugularis
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya distensi
(penebalan) atau tidak. Hal ini berhubungan dengan penyakit
sistemik yaitu hipertensi.
Wajah
Keadaan wajah apakah asimetri/normal
Kelenjar limfe
Dilakukan palpasi pada kelenjar limfe baik submandibula
maupun submental. Jika terdapat pembengkakan berarti telah
terjadi penyebaran infeksi melalui limfonodi.
3. Diagnosis sementara yakni adanya kista dentigerous akibat gigi 34 yang
mengalami impaksi. Hal ini dibuktikan oleh gambaran radiologi berupa
lesi yang radiolusen berbatas radiopak dimungkinkan ini adalah bentukan
kista karena kista memiliki epitel/kapsul sehingga batas berupa gambaran
radiopak.
DD : Ameloblastoma dan Odontogenik keratosis
4. Rencana perawatan
Marsupialisasi
Merupakan suatu metode yang menggunakan konsep
surgical window pada dinding kista untuk mengefakuasi isi kista.
Dilakukan insisi pada benjolan yang dirasa konsistensinya paling
keras untuk dijadikan surgical window.
Indikasi : akses bedah sulit dilakukan tetapi merupakan metode
efektif untuk menghindari infeksi yang berulang. Diperuntukkan
untuk kista yang berukuran besar.
7
Enukleasi dengan kuretase
Metode kuret digunakan untuk kista yang berukuran 1-2mm/ ukuran
kecil. Dilakukan pada kista yang letaknya jauh dari organ vital contohnya
seperti sinus maxillaris, canalis mandibularis, dll. Enukleasi dilakukan
dengan pengambilan seluruh jaringan yang terlibat sehingga mencegah
infeksi recurent ( infeksi berulang).
8
Mapping
9
Pemeriksaan
Klinis Penunjang
Subjektif Objektif Radilogi; HPA
Ekstra OralIntra Oral
Kista Dentigerous DD
Rencana Perawatan
Prognosis
LO
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Cara melakukan
pemeriksaan kondisi fisik regional
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Perbedaan kista dan
abses
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Rencana perawatan
berdasarkan diagnosa
10
Pembahasan
1. Cara pemeriksaan fisik regional
a. Kepala
Pemeriksaan dilakukan apakah pasien memiliki kelainan
mikrosephalus/hidrocephalus dengan cara memeriksa secara
visual.
b. Kelenjar tyroid
Pemeriksaan fisik kelenjer tiroid merupakan bagian dari
pemeriksaan umum seorang penderita. Dalam memeriksa leher
seseorang, struktur leher lainnya pun harus diperhatikan. Ada
beberapa alasan untuk hal ini, pertama sering struktur ini tertutup
atau berubah oleh keadaan kelenjar tiroid, kedua metastasis tiroid
sering terjadi ke kelenjar limfe leher dan ketiga banyak juga
kelainan leher yang sama sekali tidak berhubungan dengan
gangguan kelenjer gondok. Riwayat penyakit dan pemeriksaan
fisik sistematik juga diperlukan, sebab dampak yang ditimbulkan
oleh gangguan fungsi kelenjer tiroid melibatkan hampir seluruh
oragan tubuh, sehingga pengungkapan detail kelainan organ
lainnya sangat membantu menegakkan maupun mengevaluasi
gangguan kelainan penyakit kelenjar tiroid. Pemeriksaan kelenjar
tiroid meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi.
11
c. Arteri karotis
Pemeriksaan ini dilakukan hanya pada saat pasien datang dalam
keadaan kesadarannya menurun atau pingsan.
Arteri karotis terletak dileher dibawah lobus telinga, berjalan
diantara trakea dan otot sternokleidomastoideus. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara palpasi dengan 2-3 jari, yaitu jari telunjuk
dan jari tengah. Apabila kita akan memeriksa arteri karotis
sebelah kiri maka pasien diinstruksikan untuk menoleh ke kanan,
begitu sebaliknya.
Denyut arteri karotis diraba pada pangkal leher di daerah
lateral anterior, denyut ini mencerminkan kegiatan ventrikel kiri.
Gambaran nadi yang terjadi menyerupai gelombang nadi yang
terjadi pada arteri radialis. Pulsasi karotis yang berlebihan dapat
timbul karena tekanan nadi yang besar, misalnya pada insufisiensi
aorta ditandai dengan naik dan turunnya denyut berlangsung cepat.
Palpasi arteri karotis
a. Letakkan 3 jari anda di sisi kartilago tiroidea, dengan hati-
hati geserlah muskulus sternocleidomastoideus ke lateral dan
kartilago tiroidea ke medial;
b. Gunakan tangan kanan untuk meraba arteri karotis kiri dan
sebaliknya, raba hati-hati dan hanya pada satu sisi pada satu
saat untuk menghindari perangsangan sinus karotikus dan
refleks brakikardia
12
d. Vena jugularis
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya distensi
(penebalan) atau tidak. Hal ini berhubungan dengan penyakit
sistemik yaitu hipertensi.
a. Pemeriksa berada di sebelah kanan si penderita.
b. Penderita dalam posisi santai, kepala sedikit terangkat
dengan bantal, dan otot strenomastoideus dalam keadaan
relaks. Naikkan ujung tempat tidur setinggi 30 derajat, atau
sesuaikan sehingga pulsasi vena jugularis tampak paling
jelas.
c. Temukan titik teratas dimana pulsasi vena jugularis interna
tampak, kemudian dengan penggaris ukurlah jarak vertikal
antara titik ini dengan angulus sternalis
d. Apabila anda tak dapat menemukan pulsasi vena jugularis
interna, anda dapat mencari pulsasi vena jugularis externa.
13
e. Sudut ketinggian dimana penderita berbaring harus
diperhitungkan karena ini mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Gambar 21. Tekanan Vena Jugular (Ketinggian tekanan dari
angulus sterni)
Gambar 22. Pengukuran Tekanan Vena Jugular (Jugular
Venous Pressure/JVP)
c. Wajah
Keadaan wajah apakah asimetri/normal
d. Kelenjar limfe
14
Dilakukan palpasi pada kelenjar limfe baik submandibula
maupun submental. Jika terdapat pembengkakan berarti telah
terjadi penyebaran infeksi melalui limfonodi.
2. Perbedaan kista dan abses
Kista adalah rongga patologik yang dibatasi oleh epitelium.
Kista berisi cairan atau setengah cairan yang bukan berasal dari
akumulasi pus maupun darah. Lapisan epitelium itu sendiri
dikelilngi oleh jaringan ikat fibrokolagen.
Kista tumbuh secara ekspansi hidrolik dan dilihat dari
gambar radiografik biasanya menunjukkan lapisan tipis radiopak
yang mengelilingi radolusensi. Adanya proses kortkasi merupakan
hasil dari kemampuan tulang di sekitarnya untuk membentuk tulang
baru lebih cepat dibandingkan proses resorpsinya, hal inilah yang
terjadi selama perluasan lesi.
Cairan kista memiliki komposisi yang berbeda dengan abses.
Sebagai contoh untuk kista dentigerous, gigi impaksi yang memiliki
potensi untuk erupsi akan menyebabkan penyumbatan aliran venous
(venous-outflow) dan mengakibatkan transudasi serum dinding-
dinding kapiler. Hal ini akan mengakibatkan tekanan hidrostatik
yang akan memisahkan folikel dari mahkota gigi. Folikel di sekitar
mahkota gigi akan membentuk membran fibrous dari kista dan
lapisan luar kista yang merupakan lapisan epitel berasal dari lapisan
epitel luar organ enamel. Tekanan hdrostatik tersebut berperan
dalam pembesaran kista. Di samping itu pelepasan deskuamasi sel-
sel epitel ke dalam lumen kista akan menambah tekanan osmotik di
dalam kista dan lebih jauh lagi berperan dalam pembesaran atau
ekspans dari kista.
Kista Abses
Radiologi : Berbentuk membulat
atau oval unilokuler
Bentuknya tidak
beraturan
15
atau multilokuler
berbatas jelas
radiolusen
Tidak berbatas jelas
Margin : terdapat
peripheral cortication
(radio-opaque margin)
Margin : tidak
terdapat peripheral
cortication (radio-
opaque margin
Tanda klinis : Asymtomatic (kecuali
pada kista yang
beradang/terinfeksi)
Terdapat symtom
(terasa sakit)
Berkembang dalam
waktu yang lama
Berkembang dalam
waktu yang singkat
3. Rencana perawatan berdasarkan diagnosa
Diagnosa berdasarkan skenario adalah kista dentigerous.
Kista dentigerous umumnya berkaitan dengan gigi molar tiga dan
canina maksilaris, yang mana paling banyak diakibatkan karena gigi yang
impak. Insidensi tertinggi dari kista dentigerous adalah terjadi saat usia 20-
30 tahun. Gejalanya yaitu terlambatnya erupsi gigi menjadi indikasi utama
pembentukan kista dentigerous. Kista ini mampu berkembang hingga
ukuran yang besar, kadang-kadang disertai dengan ekspansi tulang kortikal.
Kista dengan ukuran yang besar juga dapat disertai dengan pembengkakan
intra oral, ekstra oral maupun keduanya. Dengan ukuran ini juga dapat
menyebabkan wajah yang menjadi asimetris, pergeseran gigi. Kista dapat
berkembang menjadi infeksi sekunder yang mana bermanifestasi
menyebabkan nyeri pada sekitaran kista.7,10
16
Gambar 6. Kista Dentigerous2
Sama dengan kista lainnya, pada umumnya kista dentigerous tidak
menimbulkan gejala, hingga pembengkakan terlihat secara nyata maupun
mengganggu kenyamanan pasien. Terkadang kista dentigerous diitemukan
secara tidak sengaja saat pasien melakukan pemeriksaan radiografi untuk
gigi yang terlambat tumbuh, hal ini disebabkan karena kista dentigerous
terbentuk disekitaran mahkota gigi yang impak atau gigi yang tertanam.6
Gambar 7. Gambaran gigi impak.6
Saat tidak ada infeksi, secara klinis pembesarannya minimal dan
berbatas tegas. Kista yang infeksi menyebabkan rasa sakit dan sensitif bila
disentuh. Semua tanda klasik infeksi akut dapat terlihat ketika terjadi
infeksi.
Diagnosis Banding
17
Diagnosis banding dari Kista Dentigerous mencakup Keratocyst
odontogenic, ameloblastoma. Kista dentigerous dapat bertransformasi
menjadi neoplasma sebenarnya dengan riset menunjukkan bahwa 17% dari
ameloblastoma dikaitkan dengan kista dentigerous yang sudah ada. Berikut
perbandingan dari Kista Dentigerous dengan diagnosis-diagnosis
bandingnya.3,13
Jenis Kista Gejala Klinis Gambaran Radiologi
Gambaran Histopatologis
Kista Dentigerous - Tidak ada nyeri tekan
- Ukuran kecil tidak menimbulkan gejala klinis, biasanya ditemukan saat pemeriksaan rutin atau saat dilakukan imaging pada kasus trauma dan lain-lain.
- Tampak radiolusen yang mengelilingi mahkota gigi yang tidak erupsi
- Tampak gigi impak
- Biasanya unilocular.
- Kista dilapisi oleh epitelium stratificatum squamosum non keratin.
Odontogenic Keratocyst - Tidak ada nyeri tekan
- Ukuran kecil tidak menimbulkan gejala klinis, biasanya ditemukan saat pemeriksaan rutin atau saat dilakukan imaging pada kasus trauma dan lain-lain.
Kista dapat muncul sebagai lesi unilocular, lesi lobulated, dan lesi multilocular. Paling sering lesi unilocular dengan gambaran radiolusen disekeliling lapisan sklerotik berupa radio-opak yang
- Bentuk lapisan epitel skuamosa mengalami parakeratinisasi
18
sangat tipis.Ameloblastoma - Tidak ada nyeri
tekan - Ukuran kecil
tidak menimbulkan gejala klinis, biasanya ditemukan saat pemeriksaan rutin atau saat dilakukan imaging pada kasus trauma dan lain-lain.
Terbagi atas beberapa bagian tergantung arah dan derajat sel tumor :
-Tipe folikuler : adanya sarang-sarang folikular dan sel-sel tumor.
-Tipe pleksiform : adanya sel tumor berbentuk pita yang tidak teratur dan berhubungan satu sama lain.
-Tipe acanthomatou : adanya squamous metaplasia dari retikulum stelata diantara pulau-pulau tumor.
-Tipe sel graular : adanya transformasi dari sitoplasma biasanya berbentuk seperti retikulum stelata, sehingga memberi gambaran yang sangat kasar, granular, dan eosinofilik.
Muncul sebagai gambaran radiolusensi yang multilokular dan unilokular.- Multilokular :
Akan memberikan gambaran soap bubble.
- Unilokular :Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupu keteraturan ini tidak dijumpai pada saat operasi.
19
-Tipe sel basal : sel ephitelial tumor lebih primitif dan kurang kolumnar dan biasanya tersusun dalam lembaran-lembaran.
Penatalaksanaan
a) Enukleasi
Cara enukleasi yaitu pengambilan kista secara keseluruhan. Cara
ini dilakukan pada kista yang kecil dan jauh letaknya dari
jaringan vital, seperti kanalis mandibularis dan sinus maxillaris.
Mula- mula dibuat Ro-foto untuk mengetahui lokalisasi kista,
hubungan dengan jaringan disekitarnya. Anesthesia yang
dilakukan adalah local anesthesia, bisa plexus anesthesia, block
anesthesia atau submukus anesthesia/infiltrasi anesthesia,
tergantung dari lokalisasi kista. Anesthesi diberikan kanan-kiri
secara infiltrasi anesthesia dan jika ada gigi yang ikut terlibat
pada kista ini harus dicabut, maka anesthesia dilakukan secara
bersamaan. Waktu menganesthesi tidak boleh jarumnya ditusuk
ke dalam kista, karena dapat menambah rasa sakit dan anesthesia
gagal. Selanjutnya dilakukan insisi berbentuk semilunar atau
trapezium dimana flap harus dibuat lebih besar dari luasnya
kista. Pembukaan flap harus hati-hati dengan memakai
raspatorium karena ada kalanya kista itu telah berada dibawah
mukosa, sehingga bila tidak hati-hati dapat menyebabkan
sobeknya dinding kista dan cairan kista akan keluar, akibatnya
menyukarkan pekerjaan kita untuk memisahkan dinding kista
dari mukosa. Setelah flap dibuka lalu ditahan dengan alat
penahan flap dan kista masih dibawah tulang, maka tulang
20
tersebut harus diambil dengan hati-hati dengan memakai bor
bulat; tulang diambil dibagian bukkal dan labial. Kalau kista
sudah agak besar maka biasanya sudah berada dibawah mukosa
karena tulangnya telah tipis. Untuk mengetahui lokasi yang tepat
dari kista maka ditusuk dengan jarum suntik. Tulang dibuang
disini secukupnya, sampai kista dapat keluar melalui tulang yang
sudah dibuang itu.
Setelah dinding kista terlihat dari sebelah bukkal maka dengan
sendok granuloma atau sendok kista, dinding-dinding kista
dilepaskan dari tulang yang mengelilinginya, dengan cara
memasukkan sendok tersebut dengan bagian cekungnya
menghadap kearah tulang. Pekerjaan ini diteruskan sampai
semua kapsul kista terlepas dari tulang. Usahakan jangan sampai
dinding kista pecah, karena akan menyusahkan pekerjaan.
Setelah kista keluar maka rongga dibersihkan dan tulang-tulang
panjang dihaluskan, kemudian flap ditutup dan dijahit.
Deberikan tampon yang menekan flap untuk menghentikan
pendarahan. Pasien disuruh istirahat dan keesokan harinya
dikontrol untuk mengetahui apakah ada pendarahan, dan kalau
keadaan baik-baik saja maka setelah 5-6 hari baru dibuka jahitan.
Kalau pada pengambilan kista ini ada gigi yang harus dicabut
maka dilakukan pada waktu bersamaan. Untuk gigi-gigi depan,
dimana kista tidak lebih dari 1/3 panjang akar gigi, maka masih
dapat dipertahankan dengan melakukan apeks reseksi.
b) Marsupialisasi
Mula-mula dibuat juga Ro-foto dan dari gambar ini kita pelajari
luasnya daerah tang terserang kista. Anesthesia yang diberikan
bias secara blok atau infiltrasi anesthesia disekitar daerah kista.
Pada keadaan dimana kista sudah sedemikian besarnya, maka
bagian yang menonjol adakalanya hanya ditutupi oleh mukosa
saja, dan dalam hal ini telah terjadi resopsi tulang, dan ini berarti
dinding kista langsung melekat pada periosteum dan mukosa
21
mulut. Pada keadaan dimana dinding kista pada bagian yang
menonjol masih ditutupi tulang, maka dengan teknik ini muko-
periost flap harus dilepaskan dulu dari tulang, dan kemudian
tulang diambil; keadaan ini dapat diketahui melalui palpasi.
Insisi dilakukan pada bagian terendah dari permukaan kista
untuk rahang atau, atau pada bagian yang paling atas dari kista
untuk rahang bawah. Sebagai contoh dilakukan pengambilan
kista pada rahang bawah region posterior yang disertai dengan
pencabutan gigi. Dilakukan insisi pada bagian atas dari benjolan
kista divestibulum oris, dengan gambaran melengkung kearah
forniks secukupnya sesuai dengan besarnya kista. Kalau kista
hanya ditutupi oleh muko-periost saja maka kita pisahkan dulu
dari dinding kista, dan hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan gunting rambut.
Jika dinding kista masih ditutupi oleh tulang, maka flap muko-
periost harus dilepaskan dahulu dari tulang, dan flap diangkat.
Tulang yang menutupi kista diambil dengan bor atau pahat, atau
dapat juga dipakai tang pemotong tulang (knabel tang).
Permukaan tulang dengan hati-hati dilicinkan/dihaluskan
sehingga tidak ada iritasi terhadap jaringan lunak. Luasnya
daerah tulang yang diambil, dimaksudkan sebagai besarnya
jendela yang akan dibuat. Sebaiknya jendela yang dibuat sebesar
mungkin, sehingga diharapkan penutupan jendela ini sesuai
dengan penyembuhan kista. Dapat juga jendela yang dibuat
luasnya 2/3 dari besarnya rongga kista. Umumnya suatu hasil
yang memuaskan dapat dicapai pada pengambilan kista ini
dengan pembuatan jendela yang besar pada perluasannya.
Kemudian dinding-dinding kista dipotong dengan scapel/pisau
seluas jendela yang dibuat dan cairannya dikeluarkan. Jika ada
pendarahan, maka rongga kista tadi dapat diberi tampon yang
padat untuk sementara waktu, dimana tampon tadi telah dibasahi
22
Daftar Pustaka
1. Burket. Oral Medicine diagnosis & treatment 10th edition. BC
Decker.Inc.London : 2003. Hal 9 – 20
2. Langlais & Miller., 2014. Atlas Berwarna Lesi Mulut Yang Sering
Ditemukan. Jakarta. EGC.
3. Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa : Purwanti dan Basoeseno.” Oral Surgery 1st ed”. Jakarta : EGC.
4. Mohan , K. Rajaram, Natarajan, Balan, Mani,Sudhaamani
, Sahuthullah, Y. Ahmed , Kannan, Doraiswamy, Haritha. 2013. An
infected dentigerous cyst associated with an impacted permanent
maxillary canine, inverted mesiodens and impacted supernumerary
teeth. J Pharm Bioallied Sci. 2013 Jul; 5(Suppl 2): S135–S138.
5. Canina, V. 2010. Kista Odontogenik. Tidak Diterbitkan. Aceh :
Universitas Syah Kuala
6. Daud ME., Karasutisna T. 2001. Infeksi odontogenik 1th ed.
Bandung. Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Unpad.
p.1-12
7. Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa :
Purwanti dan Basoeseno.” Oral Surgery 1st ed”. Jakarta : EGC.
24