Laporan Tutorial BM oral diagnosa

34
SKENARIO Penderita laki-laki usia 20 tahun datang dengan keluhan benjolan di rahang bawah kiri sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan terus bertambah besar. EO tampak asimetri wajah, permukaan datar dan tidak ada ulkus. IO terlihat gigi 34 tidak erupsi, bukal fold teraba ada penonjolan, keras, fluktuasi (-). Panoramik terlihat gambaran radiolusen batas radiopaque mengelilingi mahkota gigi 34 yang impaksi. Apa dx yang tepat pada kasus ini dan rencana perawatannya? STEP I 1. Fluktuasi Adalah suatu cara untuk mengetahui adanya massa/penonjolan pada jaringan apakah massa tersebut bergerak/tidak namun setelah dilakukan palpasi massa/penonjolan tersebut kembali pada keadaan awal. Jika bergerak fluktuasi bernilai (+) jika tidak massa/penonjolan tidak bergerak maka hasilnya negatif (-) STEP II 1. Apakah benjolan yang diderita pasien berhubungan dengan impaksi gigi 34 ? 2. Bagaimana tahapan diagnosa pada skenario ? 1

description

laporan tutorial bedah mulut blok oral diagnosa fkg unejdiagnosa dan rencana perawatan kista.

Transcript of Laporan Tutorial BM oral diagnosa

SKENARIO

Penderita laki-laki usia 20 tahun datang dengan keluhan benjolan di

rahang bawah kiri sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan terus bertambah

besar. EO tampak asimetri wajah, permukaan datar dan tidak ada ulkus.

IO terlihat gigi 34 tidak erupsi, bukal fold teraba ada penonjolan, keras,

fluktuasi (-). Panoramik terlihat gambaran radiolusen batas radiopaque

mengelilingi mahkota gigi 34 yang impaksi. Apa dx yang tepat pada

kasus ini dan rencana perawatannya?

STEP I

1. Fluktuasi

Adalah suatu cara untuk mengetahui adanya massa/penonjolan pada

jaringan apakah massa tersebut bergerak/tidak namun setelah dilakukan

palpasi massa/penonjolan tersebut kembali pada keadaan awal. Jika

bergerak fluktuasi bernilai (+) jika tidak massa/penonjolan tidak bergerak

maka hasilnya negatif (-)

STEP II

1. Apakah benjolan yang diderita pasien berhubungan dengan impaksi gigi

34 ?

2. Bagaimana tahapan diagnosa pada skenario ?

3. Apakah diagnosis yang tepat berdasarkan skenario dan adakah

Differential Diagnosisnya?

4. Bagaimana rencana perawatan untuk diagnosis berdasarkan skerario juga

untuk DD ? bagaimanapula prognosisnya ?

STEP III

1. Ada hubungan antara benjolan dengan gigi impaksi. Karena kalau

ditinjau secara klinis lokasi lesi terdapat pada regio mandibula kanan

dimana dapat kita lihat dari sisi anatomis bahwa gigi yang mengalami

1

impaksi terdapat pada regio tersebut. Besar kemungkinan ada hubungan

antara benjolan dengan impaksi gigi mungkin dikarenakan akibat sisa-

sisa epitel enamel organ yang tidak terbentuk sempurna.

2. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF (ANAMNESIS)

Anamnesis merupakan percakapan profesional antara dokter

dengan pasien untuk mendapatkan data/riwayat penyakit yang

dikeluhkan pasien. Informasi tentang riwayat pasien dibagi menjadi 3

bagian : riwayat sosial, dental dan medis. Riwayat ini memberikan

informasi yang berguna merupakan dasar dari rencana perawatan.

Identifikasi penderita

Identifikasi penderita pada pemeriksaan ini digunakan untuk

mengetahui identitas pasien, yang meliputi nama, alamat, telp,

pekerjaan/sekolah, umur, serta jenis kelamin. Identifikasi ini dapat pula

digunakan untuk mengetahui lingkungan tempat tinggal pasien, apakah

sehat atau kurang sehat lingkungan tsb.

Riwayat dan Catatan Medis

Guna menghindari informasi yang tidak relevan dan untuk

mencegah kesalahan kelalaian dalam uji klinis, klinisi harus melakukan

pemeriksaan rutin. Rangkaian pemeriksaan harus dicatat pada kartu

pasien dan harus dijadikan sebagai petunjuk untuk melakukan kebiasaan

diagnostik yang tepat.

Pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut keluhan utama pasien,

riwayat medis yang lalu, dan riwayat kesehatan gigi yang lalu diperiksa.

Bila diperlukan lebih banyak informasi, pertanyaan-pertanyaan

selanjutnya harus ditujukan kepada pasien dan harus dicatat secara hati-

hati.

Gejala-gejala Subjektif

Daftar isian medis yang lengkap yang berisi riwayat medis dan

kesehatan gigi pasien terdiri dari gejala-gejala subjektif. Termasuk di

dalam kategori ini adalah alasan pasien menjumpai dokter gigi, atau

2

keluhan utama. Umumnya, suatu keluhan utama berhubungan dengan

rasa sakit, pembengkakan, tidak berfungsi/estetik. Mungkin juga hanya

karena “ada sesuatu pada rontgen”, yang dikeluhkan pasien. Apapun

alasannya, keluhan utama pasien merupakan permulaan yang terbaik

untuk mendapatkan suatu diagnosis yang tepat.

Keluhan utama yang paling sering melibatkan perawatan adalah

rasa sakit. Pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang bijaksana mengenai

rasa sakitnya dapat menolong seorang ahli diagnostik menghasilkan

suatu diagnosis sementara dengan cepat. Pasien harus ditanya tentang

macam rasa sakit, lokasinya, lamanya, apa yang menyebabkannya, apa

yang meringankannya, dan pernah atau tidak melibatkan tempat lain.

Garis besar pencatatan riwayat

1. Chief complaint

Merupakan suatu keluhan utama dari pasien. Setiap pasien

diminta untuk menyatakan keluhan utama yang dirasakannya kepada

operator. Keluhan ini kemudian dicantumkan pada form pasien yang

meliputi anamnesa dari pasien kemudian ditranskripsi menjadi data

rekam medik gigi dari pasien. Pernyataan atau keluhan dari pasien akan

membantu operator dalam menentukan rencana perawatan dan

menganalisa diagnosa dari pasien. Selain itu pasien diminta untuk

menjelaskan keluhan mereka untuk mengungkapkan kepada operator

juga apa yang mereka atau pasien inginkan atau pengobatan seperti apa

yang diinginkan. Misalnya: pasien mengeluhkan bengkakk di gusi sejak

4 hari yang lalu pada gigi geraham paling belakang kiri.

2. History of chief complaint

Pasien diminta untuk menjelaskan sejarah dari keluhannya atau

awal mula munculnya, terasa seperti apa, perubahan apa saja yang terjadi

dan apakah ada faktor-faktor lainnya yang memengaruhi. Penjelasan dari

rasa sakitnya meliputi onset, intensitas, durasi, lokasi dan faktor-faktor

yang mungkin dapat memperburuk atau menambah rasa sakit. Selain itu

3

keterangan dapat dilihat dari adanya gejala seperti demam, anorexia,

malaise, lesu, menggigil yang terkait dengan keluhan utamanya.

Misalnya: jika keluhan sakit gigi, cari keterangan berikut : lokasi, rasa

sakit, kapan mulai ? apakah terputus-putus atau terus-menerus ? jika

terputus-putus berapa lama berlangsungnya ? apakah ditimbulkan

rangsang panas, dingin atau manis atau sewaktu makan ? apakah rasa

sakit menyebabkan terbangun di waktu malam ? apakah rasa

berkurang/hilang dengan analgesia ? Bagaimana mekanisme

kejadiannya ? apakah penderita pingsan setelah kejadian ? apakah

penderita muntah setelah kejadian ? Apakah ada darah yang keluar

melalui telinga, hidung atau mulut ? Apakah terjadi sesak nafas atau

batuk-batuk setelah kejadian ? apakah penderita mengalami kejang

setelah kejadian ? adakah trauma selain trauma kepala ? pertolongan apa

saja yang telah diberikan terhadap penderita setelah kejadian ? dsb.

3. Past medical history

Kebanyakan dokter gigi menanyakan tentang kesehatan dari pasien.

Hal ini dilakukan sebagai awal untuk mencari tau atau mengumpulkan

data tentang sejarah medis dari pasien. Hal ini juga berhubungan dengan

penyakit sistemik yang diderita oleh pasien dimana data tersebut dapat

digunakan untuk melakukan perencanaan terhadap perawatan dari gigi

pasien. Beberapa penyakit sistemik yang dapat memengaruhi

perencanaan perawatan gigi antara lain angina, asma, penyakit jantung,

diabetes mellitus, hipertensi, dll. Selain itu pasien juga harus ditanya atau

memberikan keterangan tentang alergi yang dimilikinya. Seperti alergi

pada penicilin, anestesi lokal atau obat-obatan yang lain. Hal ini

diperlukan oleh operator agar tidak salah dalam memberikan medikasi

kepada pasien sehingga tidak menimbulkan efek yang fatal nantinya.

Pada pasien wanita juga perlu ditanyakan apabila kemungkinan pasien

sedang hamil. Data medis dari pasien harus terus diperbarui untuk

melihat perkembangan dan kondisi dari pasien.

4

4. Past dental history

Untuk mengetahui sejarah perawatan gigi dari pasien apabila

sebelumnya pasien sudah pernah dirawat oleh dokter gigi. Tanyakan

kepada pasien kapan pernah dirawat dokter gigi, apakah sebelumnya

pernah dilakukan pencabutan, kapan pencabutannya dan di mana.

5. Family history

Perlu bagi operator untuk mengetahui apakah pasien memiliki

penyakit atau kelainan sistemik yang diturunkan dari keluarganya. Hal

ini digunakan selain sebagai data bagi operator tetapi juga untuk

menentukan rencana perawatan seperti apa yang akan diberikan kepada

pasien.

PEMERIKSAAN OBJEKTIF (PEMERIKSAAN KLINIS)

Tanda-tanda vital

Pemeriksaan tanda-tanda vital hendaknya dilakukan saat hendak

menegakkan diagnose pada pasien yang datang, pemeriksaan ini penting

dilakukan untuk mengetahui keadaan dalam tubuh pasien saat pasien datang

sehingga dokter gigi dapat mengetahui apakah pasien tsb dalam keadaan

sehat atau tidak, serta untuk mempertimbangkan tindakan rencana

perawatan yang hendak dilakukan dokter gigi untuk pasien yang dalam

keadaan tidak sehat. Pemeriksaan ini meliputi:

1. Tekanan darah

Adalah tekanan pada dinding arteri pada dinding arteri pada

waktu denyutan sistolik dan diastolic. Diukur dengan mendengarkan

suara-suara korotkow (korotkow sound). Pada pemeriksaan ini dicatat

tekanan sistolik (tapping) dan tekanan diastolik (muffled) sehingga

operator dapat mengetahui apakah pasien tsb mengalami hipotensi atau

hipertensi.

2. Denyut nadi

Diperiksa dengan cara palpasi pada arteri radialis yang terletak

disisi medial dari prossesus sttiloideus os radii pada permukaan ventral

5

pergelangan tangan. Letakkan ujung jari telunjuk jari tengah kanan diatas

arteri radialis.

3. Respirasi (pernafasan)

Dilihat pada waktu inspirasi dan ekspirasi.

Pernafasan yang cepat dan dalam (kusamaul).

Pernafasan yang lambat (bradipne).

Pernafasan yang cepat (takhipne)

Pernafasan yang cepat yang mendadak menjadi apne secara bergantian.

4. Temperatur

Dapat diraba dengan punggung tangan. Secara kwantitatif dapat

diukur dengan thermometer melalui oral, aksiler atau rectal. Penderita

dinyatakan demam bila suhu badan diatas 37,8 oC.

5. Body weight (berat badan)

Dengan cara menentukan RBW (Relative Body Weight) dapat

ditentukan variasi berat badan. Rumus:

RBW = BB x 100%

TB - 100

RBW 90-110% Normal

RBW kurang dari 90% Underweight

RBW lebih dari 110% Overweight

Pemeriksaan Fisik Regional

Apakah pada kepala pasien mengalami kelainan misalnya hidrocheplaus

atau mikrochepalus

Kelenjar tyroid

Dilakukan palpasi pada kelenjar tyroid apakah ada

pembengkakan atau tidak.

Kepala

Pemeriksaan dilakukan apakah pasien memiliki kelainan

mikrosephalus/hidrocephalus.

6

Arteri karotis

Pemeriksaan ini dilakukan hanya pada saat pasien datang dalam

keadaan kesadarannya menurun atau pingsan

Vena jugularis

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya distensi

(penebalan) atau tidak. Hal ini berhubungan dengan penyakit

sistemik yaitu hipertensi.

Wajah

Keadaan wajah apakah asimetri/normal

Kelenjar limfe

Dilakukan palpasi pada kelenjar limfe baik submandibula

maupun submental. Jika terdapat pembengkakan berarti telah

terjadi penyebaran infeksi melalui limfonodi.

3. Diagnosis sementara yakni adanya kista dentigerous akibat gigi 34 yang

mengalami impaksi. Hal ini dibuktikan oleh gambaran radiologi berupa

lesi yang radiolusen berbatas radiopak dimungkinkan ini adalah bentukan

kista karena kista memiliki epitel/kapsul sehingga batas berupa gambaran

radiopak.

DD : Ameloblastoma dan Odontogenik keratosis

4. Rencana perawatan

Marsupialisasi

Merupakan suatu metode yang menggunakan konsep

surgical window pada dinding kista untuk mengefakuasi isi kista.

Dilakukan insisi pada benjolan yang dirasa konsistensinya paling

keras untuk dijadikan surgical window.

Indikasi : akses bedah sulit dilakukan tetapi merupakan metode

efektif untuk menghindari infeksi yang berulang. Diperuntukkan

untuk kista yang berukuran besar.

7

Enukleasi dengan kuretase

Metode kuret digunakan untuk kista yang berukuran 1-2mm/ ukuran

kecil. Dilakukan pada kista yang letaknya jauh dari organ vital contohnya

seperti sinus maxillaris, canalis mandibularis, dll. Enukleasi dilakukan

dengan pengambilan seluruh jaringan yang terlibat sehingga mencegah

infeksi recurent ( infeksi berulang).

8

Mapping

9

Pemeriksaan

Klinis Penunjang

Subjektif Objektif Radilogi; HPA

Ekstra OralIntra Oral

Kista Dentigerous DD

Rencana Perawatan

Prognosis

LO

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Cara melakukan

pemeriksaan kondisi fisik regional

2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Perbedaan kista dan

abses

3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Rencana perawatan

berdasarkan diagnosa

10

Pembahasan

1. Cara pemeriksaan fisik regional

a. Kepala

Pemeriksaan dilakukan apakah pasien memiliki kelainan

mikrosephalus/hidrocephalus dengan cara memeriksa secara

visual.

b. Kelenjar tyroid

Pemeriksaan fisik kelenjer tiroid merupakan bagian dari

pemeriksaan umum seorang penderita. Dalam memeriksa leher

seseorang, struktur leher lainnya pun harus diperhatikan. Ada

beberapa alasan untuk hal ini, pertama sering struktur ini tertutup

atau berubah oleh keadaan kelenjar tiroid, kedua metastasis tiroid

sering terjadi ke kelenjar limfe leher dan ketiga banyak juga

kelainan leher yang sama sekali tidak berhubungan dengan

gangguan kelenjer gondok. Riwayat penyakit dan pemeriksaan

fisik sistematik juga diperlukan, sebab dampak yang ditimbulkan

oleh gangguan fungsi kelenjer tiroid melibatkan hampir seluruh

oragan tubuh, sehingga pengungkapan detail kelainan organ

lainnya sangat membantu menegakkan maupun mengevaluasi

gangguan kelainan penyakit kelenjar tiroid. Pemeriksaan kelenjar

tiroid meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi.

11

c. Arteri karotis

Pemeriksaan ini dilakukan hanya pada saat pasien datang dalam

keadaan kesadarannya menurun atau pingsan.

Arteri karotis terletak dileher dibawah lobus telinga, berjalan

diantara trakea dan otot sternokleidomastoideus. Pemeriksaan

dilakukan dengan cara palpasi dengan 2-3 jari, yaitu jari telunjuk

dan jari tengah. Apabila kita akan memeriksa arteri karotis

sebelah kiri maka pasien diinstruksikan untuk menoleh ke kanan,

begitu sebaliknya.

Denyut arteri karotis diraba pada pangkal leher di daerah

lateral anterior, denyut ini mencerminkan kegiatan ventrikel kiri.

Gambaran nadi yang terjadi menyerupai gelombang nadi yang

terjadi pada arteri radialis. Pulsasi karotis yang berlebihan dapat

timbul karena tekanan nadi yang besar, misalnya pada insufisiensi

aorta ditandai dengan naik dan turunnya denyut berlangsung cepat.

Palpasi arteri karotis

a. Letakkan 3 jari anda di sisi kartilago tiroidea, dengan hati-

hati geserlah muskulus sternocleidomastoideus ke lateral dan

kartilago tiroidea ke medial;

b. Gunakan tangan kanan untuk meraba arteri karotis kiri dan

sebaliknya, raba hati-hati dan hanya pada satu sisi pada satu

saat untuk menghindari perangsangan sinus karotikus dan

refleks brakikardia

12

d. Vena jugularis

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya distensi

(penebalan) atau tidak. Hal ini berhubungan dengan penyakit

sistemik yaitu hipertensi.

a. Pemeriksa berada di sebelah kanan si penderita.

b. Penderita dalam posisi santai, kepala sedikit terangkat

dengan bantal, dan otot strenomastoideus dalam keadaan

relaks. Naikkan ujung tempat tidur setinggi 30 derajat, atau

sesuaikan sehingga pulsasi vena jugularis tampak paling

jelas.

c. Temukan titik teratas dimana pulsasi vena jugularis interna

tampak, kemudian dengan penggaris ukurlah jarak vertikal

antara titik ini dengan angulus sternalis

d. Apabila anda tak dapat menemukan pulsasi vena jugularis

interna, anda dapat mencari pulsasi vena jugularis externa.

13

e. Sudut ketinggian dimana penderita berbaring harus

diperhitungkan karena ini mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Gambar 21. Tekanan Vena Jugular (Ketinggian tekanan dari

angulus sterni)

Gambar 22. Pengukuran Tekanan Vena Jugular (Jugular

Venous Pressure/JVP)

c. Wajah

Keadaan wajah apakah asimetri/normal

d. Kelenjar limfe

14

Dilakukan palpasi pada kelenjar limfe baik submandibula

maupun submental. Jika terdapat pembengkakan berarti telah

terjadi penyebaran infeksi melalui limfonodi.

2. Perbedaan kista dan abses

Kista adalah rongga patologik yang dibatasi oleh epitelium.

Kista berisi cairan atau setengah cairan yang bukan berasal dari

akumulasi pus maupun darah. Lapisan epitelium itu sendiri

dikelilngi oleh jaringan ikat fibrokolagen.

Kista tumbuh secara ekspansi hidrolik dan dilihat dari

gambar radiografik biasanya menunjukkan lapisan tipis radiopak

yang mengelilingi radolusensi. Adanya proses kortkasi merupakan

hasil dari kemampuan tulang di sekitarnya untuk membentuk tulang

baru lebih cepat dibandingkan proses resorpsinya, hal inilah yang

terjadi selama perluasan lesi.

Cairan kista memiliki komposisi yang berbeda dengan abses.

Sebagai contoh untuk kista dentigerous, gigi impaksi yang memiliki

potensi untuk erupsi akan menyebabkan penyumbatan aliran venous

(venous-outflow) dan mengakibatkan transudasi serum dinding-

dinding kapiler. Hal ini akan mengakibatkan tekanan hidrostatik

yang akan memisahkan folikel dari mahkota gigi. Folikel di sekitar

mahkota gigi akan membentuk membran fibrous dari kista dan

lapisan luar kista yang merupakan lapisan epitel berasal dari lapisan

epitel luar organ enamel. Tekanan hdrostatik tersebut berperan

dalam pembesaran kista. Di samping itu pelepasan deskuamasi sel-

sel epitel ke dalam lumen kista akan menambah tekanan osmotik di

dalam kista dan lebih jauh lagi berperan dalam pembesaran atau

ekspans dari kista.

Kista Abses

Radiologi : Berbentuk membulat

atau oval unilokuler

Bentuknya tidak

beraturan

15

atau multilokuler

berbatas jelas

radiolusen

Tidak berbatas jelas

Margin : terdapat

peripheral cortication

(radio-opaque margin)

Margin : tidak

terdapat peripheral

cortication (radio-

opaque margin

Tanda klinis : Asymtomatic (kecuali

pada kista yang

beradang/terinfeksi)

Terdapat symtom

(terasa sakit)

Berkembang dalam

waktu yang lama

Berkembang dalam

waktu yang singkat

3. Rencana perawatan berdasarkan diagnosa

Diagnosa berdasarkan skenario adalah kista dentigerous.

Kista dentigerous umumnya berkaitan dengan gigi molar tiga dan

canina maksilaris, yang mana paling banyak diakibatkan karena gigi yang

impak. Insidensi tertinggi dari kista dentigerous adalah terjadi saat usia 20-

30 tahun. Gejalanya yaitu terlambatnya erupsi gigi menjadi indikasi utama

pembentukan kista dentigerous. Kista ini mampu berkembang hingga

ukuran yang besar, kadang-kadang disertai dengan ekspansi tulang kortikal.

Kista dengan ukuran yang besar juga dapat disertai dengan pembengkakan

intra oral, ekstra oral maupun keduanya. Dengan ukuran ini juga dapat

menyebabkan wajah yang menjadi asimetris, pergeseran gigi. Kista dapat

berkembang menjadi infeksi sekunder yang mana bermanifestasi

menyebabkan nyeri pada sekitaran kista.7,10

16

Gambar 6. Kista Dentigerous2

Sama dengan kista lainnya, pada umumnya kista dentigerous tidak

menimbulkan gejala, hingga pembengkakan terlihat secara nyata maupun

mengganggu kenyamanan pasien. Terkadang kista dentigerous diitemukan

secara tidak sengaja saat pasien melakukan pemeriksaan radiografi untuk

gigi yang terlambat tumbuh, hal ini disebabkan karena kista dentigerous

terbentuk disekitaran mahkota gigi yang impak atau gigi yang tertanam.6

Gambar 7. Gambaran gigi impak.6

Saat tidak ada infeksi, secara klinis pembesarannya minimal dan

berbatas tegas. Kista yang infeksi menyebabkan rasa sakit dan sensitif bila

disentuh. Semua tanda klasik infeksi akut dapat terlihat ketika terjadi

infeksi.

Diagnosis Banding

17

Diagnosis banding dari Kista Dentigerous mencakup Keratocyst

odontogenic, ameloblastoma. Kista dentigerous dapat bertransformasi

menjadi neoplasma sebenarnya dengan riset menunjukkan bahwa 17% dari

ameloblastoma dikaitkan dengan kista dentigerous yang sudah ada. Berikut

perbandingan dari Kista Dentigerous dengan diagnosis-diagnosis

bandingnya.3,13

Jenis Kista Gejala Klinis Gambaran Radiologi

Gambaran Histopatologis

Kista Dentigerous - Tidak ada nyeri tekan

- Ukuran kecil tidak menimbulkan gejala klinis, biasanya ditemukan saat pemeriksaan rutin atau saat dilakukan imaging pada kasus trauma dan lain-lain.

- Tampak radiolusen yang mengelilingi mahkota gigi yang tidak erupsi

- Tampak gigi impak

- Biasanya unilocular.

- Kista dilapisi oleh epitelium stratificatum squamosum non keratin.

Odontogenic Keratocyst - Tidak ada nyeri tekan

- Ukuran kecil tidak menimbulkan gejala klinis, biasanya ditemukan saat pemeriksaan rutin atau saat dilakukan imaging pada kasus trauma dan lain-lain.

Kista dapat muncul sebagai lesi unilocular, lesi lobulated, dan lesi multilocular. Paling sering lesi unilocular dengan gambaran radiolusen disekeliling lapisan sklerotik berupa radio-opak yang

- Bentuk lapisan epitel skuamosa mengalami parakeratinisasi

18

sangat tipis.Ameloblastoma - Tidak ada nyeri

tekan - Ukuran kecil

tidak menimbulkan gejala klinis, biasanya ditemukan saat pemeriksaan rutin atau saat dilakukan imaging pada kasus trauma dan lain-lain.

Terbagi atas beberapa bagian tergantung arah dan derajat sel tumor :

-Tipe folikuler : adanya sarang-sarang folikular dan sel-sel tumor.

-Tipe pleksiform : adanya sel tumor berbentuk pita yang tidak teratur dan berhubungan satu sama lain.

-Tipe acanthomatou : adanya squamous metaplasia dari retikulum stelata diantara pulau-pulau tumor.

-Tipe sel graular : adanya transformasi dari sitoplasma biasanya berbentuk seperti retikulum stelata, sehingga memberi gambaran yang sangat kasar, granular, dan eosinofilik.

Muncul sebagai gambaran radiolusensi yang multilokular dan unilokular.- Multilokular :

Akan memberikan gambaran soap bubble.

- Unilokular :Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupu keteraturan ini tidak dijumpai pada saat operasi.

19

-Tipe sel basal : sel ephitelial tumor lebih primitif dan kurang kolumnar dan biasanya tersusun dalam lembaran-lembaran.

Penatalaksanaan

a) Enukleasi

Cara enukleasi yaitu pengambilan kista secara keseluruhan. Cara

ini dilakukan pada kista yang kecil dan jauh letaknya dari

jaringan vital, seperti kanalis mandibularis dan sinus maxillaris.

Mula- mula dibuat Ro-foto untuk mengetahui lokalisasi kista,

hubungan dengan jaringan disekitarnya. Anesthesia yang

dilakukan adalah local anesthesia, bisa plexus anesthesia, block

anesthesia atau submukus anesthesia/infiltrasi anesthesia,

tergantung dari lokalisasi kista. Anesthesi diberikan kanan-kiri

secara infiltrasi anesthesia dan jika ada gigi yang ikut terlibat

pada kista ini harus dicabut, maka anesthesia dilakukan secara

bersamaan. Waktu menganesthesi tidak boleh jarumnya ditusuk

ke dalam kista, karena dapat menambah rasa sakit dan anesthesia

gagal. Selanjutnya dilakukan insisi berbentuk semilunar atau

trapezium dimana flap harus dibuat lebih besar dari luasnya

kista. Pembukaan flap harus hati-hati dengan memakai

raspatorium karena ada kalanya kista itu telah berada dibawah

mukosa, sehingga bila tidak hati-hati dapat menyebabkan

sobeknya dinding kista dan cairan kista akan keluar, akibatnya

menyukarkan pekerjaan kita untuk memisahkan dinding kista

dari mukosa. Setelah flap dibuka lalu ditahan dengan alat

penahan flap dan kista masih dibawah tulang, maka tulang

20

tersebut harus diambil dengan hati-hati dengan memakai bor

bulat; tulang diambil dibagian bukkal dan labial. Kalau kista

sudah agak besar maka biasanya sudah berada dibawah mukosa

karena tulangnya telah tipis. Untuk mengetahui lokasi yang tepat

dari kista maka ditusuk dengan jarum suntik. Tulang dibuang

disini secukupnya, sampai kista dapat keluar melalui tulang yang

sudah dibuang itu.

Setelah dinding kista terlihat dari sebelah bukkal maka dengan

sendok granuloma atau sendok kista, dinding-dinding kista

dilepaskan dari tulang yang mengelilinginya, dengan cara

memasukkan sendok tersebut dengan bagian cekungnya

menghadap kearah tulang. Pekerjaan ini diteruskan sampai

semua kapsul kista terlepas dari tulang. Usahakan jangan sampai

dinding kista pecah, karena akan menyusahkan pekerjaan.

Setelah kista keluar maka rongga dibersihkan dan tulang-tulang

panjang dihaluskan, kemudian flap ditutup dan dijahit.

Deberikan tampon yang menekan flap untuk menghentikan

pendarahan. Pasien disuruh istirahat dan keesokan harinya

dikontrol untuk mengetahui apakah ada pendarahan, dan kalau

keadaan baik-baik saja maka setelah 5-6 hari baru dibuka jahitan.

Kalau pada pengambilan kista ini ada gigi yang harus dicabut

maka dilakukan pada waktu bersamaan. Untuk gigi-gigi depan,

dimana kista tidak lebih dari 1/3 panjang akar gigi, maka masih

dapat dipertahankan dengan melakukan apeks reseksi.

b) Marsupialisasi

Mula-mula dibuat juga Ro-foto dan dari gambar ini kita pelajari

luasnya daerah tang terserang kista. Anesthesia yang diberikan

bias secara blok atau infiltrasi anesthesia disekitar daerah kista.

Pada keadaan dimana kista sudah sedemikian besarnya, maka

bagian yang menonjol adakalanya hanya ditutupi oleh mukosa

saja, dan dalam hal ini telah terjadi resopsi tulang, dan ini berarti

dinding kista langsung melekat pada periosteum dan mukosa

21

mulut. Pada keadaan dimana dinding kista pada bagian yang

menonjol masih ditutupi tulang, maka dengan teknik ini muko-

periost flap harus dilepaskan dulu dari tulang, dan kemudian

tulang diambil; keadaan ini dapat diketahui melalui palpasi.

Insisi dilakukan pada bagian terendah dari permukaan kista

untuk rahang atau, atau pada bagian yang paling atas dari kista

untuk rahang bawah. Sebagai contoh dilakukan pengambilan

kista pada rahang bawah region posterior yang disertai dengan

pencabutan gigi. Dilakukan insisi pada bagian atas dari benjolan

kista divestibulum oris, dengan gambaran melengkung kearah

forniks secukupnya sesuai dengan besarnya kista. Kalau kista

hanya ditutupi oleh muko-periost saja maka kita pisahkan dulu

dari dinding kista, dan hal ini dapat dilakukan dengan

menggunakan gunting rambut.

Jika dinding kista masih ditutupi oleh tulang, maka flap muko-

periost harus dilepaskan dahulu dari tulang, dan flap diangkat.

Tulang yang menutupi kista diambil dengan bor atau pahat, atau

dapat juga dipakai tang pemotong tulang (knabel tang).

Permukaan tulang dengan hati-hati dilicinkan/dihaluskan

sehingga tidak ada iritasi terhadap jaringan lunak. Luasnya

daerah tulang yang diambil, dimaksudkan sebagai besarnya

jendela yang akan dibuat. Sebaiknya jendela yang dibuat sebesar

mungkin, sehingga diharapkan penutupan jendela ini sesuai

dengan penyembuhan kista. Dapat juga jendela yang dibuat

luasnya 2/3 dari besarnya rongga kista. Umumnya suatu hasil

yang memuaskan dapat dicapai pada pengambilan kista ini

dengan pembuatan jendela yang besar pada perluasannya.

Kemudian dinding-dinding kista dipotong dengan scapel/pisau

seluas jendela yang dibuat dan cairannya dikeluarkan. Jika ada

pendarahan, maka rongga kista tadi dapat diberi tampon yang

padat untuk sementara waktu, dimana tampon tadi telah dibasahi

22

dengan adrenalin. Luka dicuci dengan larutan fisiologis atau

aquadest steril.

23

Daftar Pustaka

1. Burket. Oral Medicine diagnosis & treatment 10th edition. BC

Decker.Inc.London : 2003. Hal 9 – 20

2. Langlais & Miller., 2014. Atlas Berwarna Lesi Mulut Yang Sering

Ditemukan. Jakarta. EGC.

3. Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa : Purwanti dan Basoeseno.” Oral Surgery 1st ed”. Jakarta : EGC.

4. Mohan , K. Rajaram, Natarajan, Balan, Mani,Sudhaamani

, Sahuthullah, Y. Ahmed , Kannan,  Doraiswamy, Haritha. 2013. An

infected dentigerous cyst associated with an impacted permanent

maxillary canine, inverted mesiodens and impacted supernumerary

teeth. J Pharm Bioallied Sci. 2013 Jul; 5(Suppl 2): S135–S138.

5. Canina, V. 2010. Kista Odontogenik. Tidak Diterbitkan. Aceh :

Universitas Syah Kuala

6. Daud ME., Karasutisna T. 2001. Infeksi odontogenik 1th ed.

Bandung. Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Unpad.

p.1-12

7. Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa :

Purwanti dan Basoeseno.” Oral Surgery 1st ed”. Jakarta : EGC.

24