laporan tpp

35
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, baik dari jenis flora maupun fauna. Begitupun produk pertaniannya yang sangat berlimpah, salah satunya dari jenis umbi-umbian. Umbi-umbian merupakan tanaman yang banyak tumbuh hampir di seluruh penjuru Indonesia dan merupakan sumber karbohidrat utama selain bahan pangan dari serealia. Umbi-umbian banyak jenisnya mulai dari ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas, kimpul, ganyong, irut, uwi, gembili, gadung, suweg, konjac. Namun sayangnya umbi yang biasa dikenal hanya jenis-jenis tertentu saja sedangkan jenis lainnya terkadang belum dikenal dan sulit didapatkan sehingga pemanfaatannya masih belum maksimal. Singkong atau ubi kayu merupakan jenis umbi-umbian yang jenis olahannya sangat beragam. Mulai dari produk kering seperti opak, klanting, rengginang dan ada juga produk semi basah seperti getuk dan tape. Salah satu jenis olahan ubi kayu adalah opak yang merupakan produk kering sejenis kerupuk, hal ini disebabkan singkong mengandung karbohidrat yang tinggi yaitu pati. Karakteristik kerupuk adalah mengembang dan renyah, dalam praktikum kali ini singkong diberikan perlakuan dengan penambahan tepung tapioka dan baking

description

laporan praktikum (opak)

Transcript of laporan tpp

Page 1: laporan tpp

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, baik

dari jenis flora maupun fauna. Begitupun produk pertaniannya yang sangat

berlimpah, salah satunya dari jenis umbi-umbian. Umbi-umbian merupakan

tanaman yang banyak tumbuh hampir di seluruh penjuru Indonesia dan

merupakan sumber karbohidrat utama selain bahan pangan dari serealia. Umbi-

umbian banyak jenisnya mulai dari ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas, kimpul,

ganyong, irut, uwi, gembili, gadung, suweg, konjac. Namun sayangnya umbi yang

biasa dikenal hanya jenis-jenis tertentu saja sedangkan jenis lainnya terkadang

belum dikenal dan sulit didapatkan sehingga pemanfaatannya masih belum

maksimal.

Singkong atau ubi kayu merupakan jenis umbi-umbian yang jenis olahannya

sangat beragam. Mulai dari produk kering seperti opak, klanting, rengginang dan

ada juga produk semi basah seperti getuk dan tape. Salah satu jenis olahan ubi

kayu adalah opak yang merupakan produk kering sejenis kerupuk, hal ini

disebabkan singkong mengandung karbohidrat yang tinggi yaitu pati.

Karakteristik kerupuk adalah mengembang dan renyah, dalam praktikum

kali ini singkong diberikan perlakuan dengan penambahan tepung tapioka dan

baking powder dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Lalu, dilihat perbedaan

kerenyahan serta derajat pengembangan pada masing-masing jenis perlakuan

tersebut.

B. Tujuan

Mempelajari proses pembuatan opak singkong dan membandingkan opak

yang dibuat dengan berbagai penambahan tapioka dan baking powder.

Page 2: laporan tpp

II. TINJAUAN PUSTAKA

Umbi-umbian adalah bahan nabati yang diperoleh dari dalam tanah,

misalnya ubi kayu, ubi jalar, kentang, garut, kunyit, gadung, bawang, jahe,

kencur, kimpul, talas, gembili, garut, bengkuang dan lain sebagainya. Pada

umumnya umbi-umbian tersebut merupakan sumber karbohidrat terutama pati

atau merupakan sumber cita rasa dan aroma karena mengandung oleoresin

(Muchtadi, 1989). Selain ubi kayu dan ubi jalar, sebenarnya Indonesia

mempunyai banyak umbi-umbian yang lain, seperti talas, uwi, garut, dan lain

sebagainya, Sebagai pangan alternatif sumber karbohidrat pengganti beras, bahan

pangan di atas dapat disajikan dalam menu sehari-hari, asalkan diperkaya dengan

pangan sumber protein yang tinggi. (Gsianturi, 2003).

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz sin. M. utilissima), lebih dikenal

dengan nama singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman yang

familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan hampir seluruh

provinsi di Indonesia memproduksi ubi kayu. Ubi kayu mudah dibudidayakan,

dapat tumbuh di lahan yang relatif tidak subur, tidak membutuhkan banyak pupuk

dan pestisida. Ubi kayu memiliki sifat yang tidak tahan lama dalam keadaan

segar, maka dalam pemasaran ubi kayu harus diolah menjadi bentuk lain yang

lebih awet, seperti gaplek, tepung tapioka, tapai, opak, peuyeum, keripik

singkong, dan lain-lain.

Singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang, Daging

umbinya berwarna putih dan kekuning-kuningan. Kekurangan umbi singkong

adalah tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala

kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam

sianida yang bersifat racun bagi manusia (Rubatzky & Yamaguchi, cit Wahyu,

2009).

Ubi kayu merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun miskin

protein. Ubi.kayu banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah.

Kandungan gizi tiap 100 g ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 1. Bagian dari

singkong yang dapat dimakan mencapai 80-90% (Salunkhe & Kadam, 1998).

Page 3: laporan tpp

Menurut Biro Pusat Statistik (2010), produksi tanaman ubi kayu di

Indonesia tahun 2009 sebesar 22.039.145 ton. Produksi pati singkong yang

dihasilkan sebesar 18.750.816,9 ton pati. Produksi pati singkong yang tinggi,

penanaman singkong yang mudah dan kemudahan dalam mendapatkan, sehingga

menjadikan singkong potensial untuk dikembangkan sebagai bahan dasar opak.

Klasifikasi singkong menurut Prihatman (2000) adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot esculenta

Tabel 1. Kandungan Gizi Tiap 100 g Ubi Kayu

No. Kandungan Gizi Ubi Kayu (%)

1. Protein 1,21

2. Lemak 0,30

3. Karbohidrat 35,13

4. Kalsium 0,03

5. Fosfor 0,04

6. Zat besi 0,07x10-2

7. Air 63,28

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981)

Berdasarkan kadar HCN dalam umbi, ubi kayu dibagi menjadi tiga

kategori. Kadar HCN kurang dari 50 ppm tidak meracun, umbi tidak terasa pahit

dan langsung dapat dimasak dan dikonsumsi. Kadar HCN berkisar antara 50

sampai 100 ppm bersifat meracun dan lebih besar dari 100 ppm sangat meracun

bagi manusia, sehingga varietas ini umumnya dimanfaatkan untuk bahan baku

Page 4: laporan tpp

industri, misalnya industri tapioka (Suismono, 2000). Indonesia adalah penghasil

ubi kayu terbesar ke tiga setelah Brazil dan Thailand (Cock, 1985).

Pati merupakan bagian dari karbohidrat yang memiliki rantai panjang yang

memuat banyak gugus glukosa, karena itu disebut juga polisakarida. Pati bersifat

tidak larut dalam air dingin dan membentuk gel bila dipanaskan (gelatinisasi).

Dalam keadaan kering, pati berwarna putih, sedang dalam bentuk gel berwarna

translusen atau opak (Mulyohardjo,1984). Penggunaan pati cukup luas, baik untuk

bahan baku produk pangan, seperti rerotian, kue, makroni, sirup glukosa/fruktosa

(gula cair), grits makanan bayi, kerupuk dan lain-lain, maupun untuk bahan baku

industri, seperti bahan perekat, alkohol, dekstrin dan lain-lain.

Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan

karbohidrat utama yang dimakan manusia. Pati terutama terdapat dalam padi-

padian, biji-bijian, dan umbi-umbian. Kandungan pati pada beras, jagung dan

gandum sebesar 70-80%, sedangkan pada ubi, talas, kentang, dan singkong

sebesar 20-30% (Almatsier, 2004). Pati terbagi atas dua bagian yaitu bagian yang

larut dalam air disebut amilosa (10-20%) dan bagian yang tidak larut dalam air

disebut amilopektin (80-90%) (Sastrohamidjojo, 2005). Perbedaan antara amilosa

dengan amilopektin dapat dilihat pada tabel 2.

PERBEDAAN

Amilosa Amilopektin

Larut dalam air Tidak larut dalam air

Kandungannya 10-20% dalam pati Kandungannya 80-90% dalam pati

Berat molekulnya 50.000-200.000 Berat molekulnya 70.000-100.000

Bila ditambahkan iodium akan Bila ditambahkan iodium akan berwarna

Page 5: laporan tpp

berwarna merah ungu

Dihubungkan dengan ikatan 1,4 Dihubungkan dengan ikatan 1,4 dan ikatan

1,6

Tabel 2. Perbedaan Amilosa dengan Amilopektin sebagai berikut :

Sumber : Sastrohamidjojo (2005)

Pati banyak terdapat pada biji-bijian dan akar umbi, sehingga disebut

tanaman polisakarida. Polimer dari glukosa dan tersimpan dalam otot hewan /

manusia disebut glikogen dan zat ini bercabang dan lebih kompleks daripada pati.

Zat pati bila dihidrolisis terjadi senyawa tingkat pertengahan yang disebut

dextrine. Hidrolisis selanjutnya akan menghasilkan maltosa dan glukosa

(Prawirokusumo, 1993). Menurut Flach (1993) amilopektin mempunyai ukuran

yang lebih besar daripada amilosa, tetapi mempunyai kekentalan yang lebih

rendah. Hal ini menunjukkan bahwa struktur amilopektin lebih kompak bila

terdapat dalam larutan. Pati alami biasanya mengandung amilopektin lebih banyak

daripada amilosa. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin akan berpengaruh

terhadap sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati.

Granula pati dapat menyerap air dan membengkak. Pembengkakan dan

penyerapan air oleh granula pati dapat mencapai konsentrasi 30% dan

peningkatan volume granula pada selang suhu 55°C sampai 65°C masih

memungkinkan granula kembali pada kondisi semula. Apabila terjadi

pembengkakan yang luar biasa, dan granula pati tidak dapat kembali ke keadaan

semula, maka perubahan ini disebut gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati

pecah disebut suhu gelatinisasi dan besarnya berbeda-beda tergantung pada jenis

pati dan konsentrasinya (Winarno, 2004).

Kerupuk opak adalah kerupuk yang dibuat dari ubi kayu. Kerupuk opak

merupakan makanan camilan yang digemari masyarakat baik muda maupun tua

karena rasanya enak, harganya yang relatif murah dan mudah cara pembuatannya.

Keunggulan kerupuk opak dibanding dengan kerupuk yang lainnya adalah

kerupuk opak dibuat langsung dari ubi kayu sehingga kadar seratnya masih tinggi,

sedang kerupuk dengan bahan baku pati tidak mengandung serat makan.

Page 6: laporan tpp

Kelemahan utama dari kerupuk opak adalah rendahnya kadar protein, sehingga

nilai gizinya rendah, selain itu rasa kerupuk opak kurang enak. (Setyaji, 2012)

Opak merupakan makanan tradisional hasil industri rumah tangga yang

biasa dikonsumsi sebagai makanan pelengkap. Opak sangat digemari oleh

masyarakat Jawa Barat. Opak dikonsumsi sebagai makanan ringan pelengkap

makanan. Makanan jenis ini memiliki beberapa keuntungan yaitu harga yang

murah, proses pembuatan yang mudah, rasa yang gurih dan makanan ringan yang

semua orang suka mengkonsumsi. Pembuatan opak umumnya menggunakan alat

bantu berupa lembaran plastik atau daun pisang. Bahan baku yang diperlukan

dalam pembuatan opak adalah singkong varietas manis. Bumbu penambah rasa

menggunakan bawang putih, ketumbar, garam dan sebagainya (Rukmana &

Yuniarsih, 2001). Opak adalah makanan yang terbuat dari olahan singkong

memiliki kandungan kalsium sangat rendah. Menurut Direktorat Gizi Depkes RI

(1981), kandungan gizi singkong dalam 100 gram sebagai berikut protein 1,2 g,

karbohidrat 34,70 g, kalsium 33 mg dan kalori sebesar 146 kalori.

Menurut Rukmana & Yuniarsih (2001), cara membuat opak sebagai

berikut :

1. Parut singkong sampai lembut. Masukkan bumbu halus dalam singkong

parut.

2. Pipihkan adonan di bagian bawah tutup panci dari kaca. Didihkan air dalam

panci. Tutup panci yang diberi adonan. Diamkan 10 menit.

3. Lepaskan adonan dari tutup panci. Letakkan dalam tampah. Jemur di bawah

sinar matahari.

4. Goreng dalam minyak goreng yang sudah dipanaskan di atas api sedang

sampai kering.

Tapioka sering disebut sebagai tepung. Walaupun sama-sama berasal dari

singkong, sesungguhnya tapioka sangat berbeda dengan tepung singkong.

Tapioka bersifat larut di dalam air, sedangkan tepung singkong tidak larut.

Tapioka digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pengikat

dalam industri pangan, seperti dalam pembuatan puding, sup, makanan bayi, es

Page 7: laporan tpp

krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain sebagainya. Tapioka

juga dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu pada pembuatan kue yang

tidak memerlukan pengembangan, seperti pada pembuatan kue kering. Untuk kue

yang membutuhkan pengembangan, seperti roti dan cake, dapat digunakan

sebagai bahan campuran, misalnya menggantikan 10-30 % keberadaan tepung

terigu. Kelemahan dalam penggunaan tapioka adalah tidak larut dalam air dingin,

pemasakannya memerlukan waktu cukup lama, dan pasta yang terbentuk cukup

keras. Sifat tepung kanji, apabila dicampur dengan air panas akan menjadi

liat/seperti lem. Tepung tapioka disebut juga tepung kanji atau tepung sagu (sagu

singkong). Tepung tapioka akan memiliki perlakuan berbeda untuk setiap jenis

kue karena sifat yang dimiliki tepung tersebut. (anonim, 2010)

Baking powder adalah ragi agen kimia yang menyebabkan makanan yang

dipanggang atau digoreng meningkat dengan melepaskan gelembung gas karbon

dioksida ke dalam adonan atau ke luar adonan. Baking powder terdiri dari

berbagai campuran, yaitu : Sodium bikarbonat = soda kue, Sodium acid

pyrophosphate, Tartaric acid, Cream of tartar. Campuran dari berbagai unsur ini

bisa menghasilkan reaksi kimia yakni berupa gas CO2 yang dibutuhkan pada saat

proses penggorengan sehingga produk mengembang dengan baik.

Page 8: laporan tpp

memilih singkong yang masih segar, tidak busuk, tidak berwarna coklat kehitamanan, kemudian mengupas kulit yang berwarna coklat dan putih.

selanjutnya melakukan pencucian untuk menghilangkan kotoran dan lendir

memarut singkong yang telah bersih, selanjutnya memeras airnya menggunakan kain saring

membuat adonan dari singkong parut dengan menambahkan bumbu yaitu garam dan bawang putih yang telah dihaluskan serta penambahan pati (tapioka).

selanjutnya mencampur bahan dan bumbu serta menambah sedikit air

perlakuan pertama adalah penambahan tapioka yaitu : 10% (T1), 15% (T2), dan 20% (T3)

perlakuan kedua penambahan baking powder yaitu : 0% / tanpa penambahan BP (B0) dan penambahan BP 1% (B1)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan

ubi kayu

tapioka

garam

bawang putih

baking powder

air

B. Alat

pemarut ubi kayu

baskom

pisau

dandang

cetakan

tampah

kain saring

C. Prosedur Praktikum

Page 9: laporan tpp

selanjutnya mencetak adonan berbentuk bundar menggunakan tatakan gelas (tatakan plastik atau stainless steel) secara merata dan tipis, tetapi jangan menekan

terlalu kuat

kemudian mengukus adonan dalam cetakan selama 10-15 menit sampai kenampakan adonan jernih. pada proses ini terjadi gelatinisasi pati pada adonan,

sehingga akan berpengaruh terhadap pengembangan dan kerenyahan produk

setelah mengukus, melepaskan opak dalam cetakan dan menghamparkan di atas tampah untuk dijemur atau disusun dalam rak pengering buatan. pengeringan

dilakukan sampai kadar air tertentu (9-10%), tandanya opak kering dapat dipatahkan

untuk pengamatan pengaruh dari perlakuan tersebut, maka perlu menggoreng opak mentah. sebelum digoreng mengukur diameter opak sebanyak 2 kali, dan

setelah digoreng mengukur kembali diameternya. menghitung luas sebelum dan sesudah digoreng.

Page 10: laporan tpp

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Tekstur :

No. Panelis 927 426 818 457 172 475

1. 1 3 3 4 4 4 3

2. 2 3 4 3 4 4 4

3. 3 3 4 2 3 3 4

4. 4 3 3 4 4 4 4

5. 5 3 4 4 3 4 3

6. 6 3 4 4 4 3 3

7. 7 3 3 4 3 4 4

8. 8 2 3 3 3 3 3

9. 9 3 3 4 4 4 3

10. 10 3 4 3 3 2 3

11. 11 3 3 4 3 4 3

12. 12 3 3 4 4 3 3

13. 13 3 3 4 4 4 3

14. 14 3 3 4 3 4 3

15. 15 3 4 3 4 4 3

∑ 44 51 54 53 54 49

Rata-rata 2,93 3,4 3,6 3,53 3,6 3,26

Keterangan :

Kode 927 (kelompok 4) : tapioka 10%, baking powder 1%

Kode 426 (kelompok 6) : tapioka 20%, baking powder 1%

Kode 818 (kelompok 3) : tapioka 20%, baking powder 0%

Kode 457 (kelompok 2) : tapioka 15%, baking powder 0%

Page 11: laporan tpp

Kode 172 (kelompok 1) : tapioka 10%, baking powder 0%

Kode 475 (kelompok 5) : tapioka 15%, baking powder 1%

Derajat Pengembangan :

a. Kelompok 1 (tapioka 10%, baking powder 0%)

No. Opak LB(luas sebelum

digoreng)

LS(luas sesudah

digoreng)

Derajat pengembangan

1. Opak 1 36,3 cm2 69,36 cm2 91,07 %

2. Opak 2 38,46 cm2 73,86 cm2 92,04 %

3. Opak 3 36,3 cm2 66,44 cm2 83,03 %

4. Opak 4 36,3 cm2 76,94 cm2 111,95 %

5. Opak 5 38,46 cm2 75,4 cm2 96,05 %

Rata-rata 94,83 %

b. Kelompok 2 (tapioka 15%, baking powder 0%)

No. Opak LB(luas sebelum

digoreng)

LS(luas sesudah

digoreng)

Derajat pengembangan

1. Opak 1 41,83 cm2 78,58 cm2 87,85 %

2. Opak 2 37,92 cm2 72,35 cm2 90,79 %

3. Opak 3 37,92 cm2 72,35 cm2 90,79 %

4. Opak 4 38,47 cm2 69,36 cm2 80,29 %

5. Opak 5 36,29 cm2 65,72 cm2 81,09 %

Rata-rata 86,16 %

c. Kelompok 3 (tapioka 20%, baking powder 0%)

No. Opak LB(luas sebelum

digoreng)

LS(luas sesudah

digoreng)

Derajat pengembangan

1. Opak 1 36,29 cm2 78,5 cm2 116,31 %

2. Opak 2 35,23 cm2 86,54 cm2 145, 64 %

3. Opak 3 36,3 cm2 70,84 cm2 95,15 %

Page 12: laporan tpp

4. Opak 4 35,23 cm2 73,86 cm2 109, 65 %

5. Opak 5 37,37 cm2 78,5 cm2 110 %

Rata-rata 115,35 %

d. Kelompok 4 (tapioka 10%, baking powder 1%)

No. Opak LB(luas sebelum

digoreng)

LS(luas sesudah

digoreng)

Derajat pengembangan

1. Opak 1 38,465 cm2 98,470 cm2 156 %

2. Opak 2 34,195 cm2 75,391 cm2 120,4 %

3. Opak 3 38,465 cm2 81,671 cm2 112,32 %

4. Opak 4 39,572 cm2 73,861 cm2 86,64 %

5. Opak 5 33,166 cm2 96,720 cm2 191,6 %

Rata-rata 133,392 %

e. Kelompok 5 (tapioka 15%, baking powder 1%)

No. Opak LB(luas sebelum

digoreng)

LS(luas sesudah

digoreng)

Derajat pengembangan

1. Opak 1 41,83 cm2 73,86 cm2 76,57 %

2. Opak 2 37,37 cm2 63,58 cm2 70,13 %

3. Opak 3 34,19 cm2 63,58 cm2 85,96 %

4. Opak 4 37,37 cm2 63,58 cm2 70,13 %

5. Opak 5 34,19 cm2 69,36 cm2 102,86 %

Rata-rata 81,13 %

f. Kelompok 6 (tapioka 20%, baking powder 1%)

No. Opak LB(luas sebelum

digoreng)

LS(luas sesudah

digoreng)

Derajat pengembangan

1. Opak 1 38,465 cm2 78,5 cm2 104 %

2. Opak 2 41,832 cm2 72,345 cm2 72,9 %

3. Opak 3 33,166 cm2 56,716 cm2 71 %

Page 13: laporan tpp

4. Opak 4 32,153 cm2 60,79 cm2 89,06 %

5. Opak 5 33,166 cm2 56,716 cm2 71 %

Rata-rata 81,59 %

Tabel rata-rata derajat pengembangan pada keenam perlakuan

Kelompok

(perlakuan)

1

(T1B0)

2

(T2B0)

3

(T3B0)

4

(T1B1)

5

(T2B1)

6

(T3B1)

Rata-rata

derajat

pengembangan

94,83 % 86,16 % 115,35 % 133,92 % 81,13 % 81,59 %

Perhitungan Derajat Pengembangan (Terlampir)

B. Pembahasan

Dalam praktikum pembuatan opak singkong ini diawali dengan

memilih singkong yang masih segar, tidak busuk, tidak berwarna coklat

kehitamanan, kemudian singkong tersebut dikupas kulit yang berwarna

coklat dan putih.Selanjutnya singkong dicuci dengan air mengalir untuk

menghilangkan kotoran dan lendir. Setelah singkong dicuci, singkong

yang telah bersih diparut sampai halus, lalu airnya diperas menggunakan

kain saring. Setelah diperoleh singkong yang telah halus dan kadar airnya

sedikit, singkong dibuat adonan dengan menambahkan bumbu yaitu garam

dan bubuk bawang putih serta penambahan pati (tapioka). Untuk

penambahan tapioka dan baking powder , diberikan perlakuan yang

berbeda , yaitu :

Perlakuan pertama adalah penambahan tapioka yaitu : 10% (T1), 15%

(T2), dan 20% (T3)

Perlakuan kedua penambahan baking powder yaitu : 0% / tanpa

penambahan BP (B0) dan penambahan BP 1% (B1)

Page 14: laporan tpp

Selanjutnya adonan tersebut ditambahkan sedikit air dan diaduk

sampai rata. Selanjutnya adonan dicetak berbentuk bundar menggunakan

tatakan gelas (tatakan plastik atau stainless steel) secara merata dan tipis,

tetapi jangan menekan terlalu kuat. Lalu adonan dikukus dalam cetakan

selama 10-15 menit sampai kenampakan adonan jernih. Pada proses ini

terjadi gelatinisasi pati pada adonan, sehingga akan berpengaruh terhadap

pengembangan dan tekstur produk. Setelah mengukus, opak dalam cetakan

dilepaskan dan dihamparkan di atas tampah untuk dijemur atau disusun

dalam rak pengering buatan. Pengeringan dilakukan sampai kadar air

tertentu (9-10%), tandanya opak kering dapat dipatahkan. Setelah opak

kering, dilakukan penggorengan untuk pengamatan pengaruh dari

perlakuan tersebut, sebelum digoreng diameter opak mentah diukur

sebanyak 2 kali, dan setelah digoreng diameternya kembali diukur. Lalu

dihitung luas sebelum dan sesudah digoreng.

Tekstur Opak

Pengujian tekstur opak menunjukkan bahwa tingkat kerenyahan

opak berbeda untuk hampir semua perlakuan. Pada Opak kelompok 1

(tapioka 10% , baking powder 0%) menurut hasil uji dari 15 panelis,

menunjukkan bahwa tingkat kerenyahannya 3,6, yaitu antara agak renyah

sampai renyah. Opak 1 merupakan opak dengan tingkat kerenyahan paling

tinggi dibandingkan opak dengan perlakuan lainnya. Pada Opak kelompok

2 (tapioka 15% , baking powder 0%) menurut hasil uji dari 15 panelis,

menunjukkan bahwa tingkat kerenyahannya 3,53, yaitu antara agak renyah

sampai renyah. Dan sedikit lebih rendah kerenyahannya dibanding opak 1.

Pada Opak kelompok 3 (tapioka 20% , baking powder 0%) menurut hasil

uji dari 15 panelis, menunjukkan bahwa tingkat kerenyahannya 3,6, yaitu

antara agak renyah sampai renyah. Tingkat kerenyahannya sama seperti

opak 1. Pada Opak kelompok 4 (tapioka 10% , baking powder 1%)

menurut hasil uji dari 15 panelis, menunjukkan bahwa tingkat

Page 15: laporan tpp

kerenyahannya 2,93, yaitu antara kurang renyah sampai agak renyah.

Tingkat kerenyahannya lebih kecil dibandingkan opak dengan perlakuan

lainnya. Pada Opak kelompok 5 (tapioka 15% , baking powder 1%)

menurut hasil uji dari 15 panelis, menunjukkan bahwa tingkat

kerenyahannya 3,26, yaitu antara agak renyah sampai renyah. Pada Opak

kelompok 6 (tapioka 20% , baking powder 1%) menurut hasil uji dari 15

panelis, menunjukkan bahwa tingkat kerenyahannya 3,4, yaitu antara agak

renyah sampai renyah. Tingkat kerenyahannya berada di tengah-tengah

opak dengan jenis perlakuan lainnya.

Dari keenam perlakuan tersebut, dapat dibuat hubungan yang dapat

dilihat pada tabel :

Tabel hubungan penambahan tapioka dan baking powder terhadap kerenyahan

opak

Tapioka

BP

10 15 20 ∑ Rata-rata

0 3,6 3,53 3,6 10,73 3,58

1 2,93 3,26 3,4 9,59 3,2

∑ 6,53 6,79 7

Rata-rata 3,26 3,4 3,5

Dari tabel diatas, kita dapat melihat bahwa terdapat perbedaan

kerenyahan hampir pada keenam perlakuan. Dapat dilihat pada

penambahan tapioka 10% rata-rata kerenyahannya 3,26 ; penambahan

tapioka 15 % rata-rata kerenyahannya 3,4 ; dan penambahan tapioka 20%

rata-rata kerenyahannya 3,5. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak

tapioka yang ditambahkan , maka kerenyahan opak semakin meningkat.

Berbeda dengan penambahan tapioka, penambahan baking powder justru

menunjukkan hasil yang sebaliknya. Pada opak yang tidak ditambah

baking powder rata-rata kerenyahannya 3,58 ; sedangkan pada opak yang

ditambah baking powder 1% rata-rata kerenyahannya 3,2. Pada opak yang

Page 16: laporan tpp

konsentrasi baking powder 0%, kerenyahannya lebih tinggi dibandingkan

dengan opak yang ditambah baking powder 1%. Hal ini menunjukkan

bahwa penambahan baking powder dapat mengurangi kerenyahan dari

opak tersebut.

Penambahan tapioka pada opak dapat menambah kerenyahan opak

dikarenakan penambahan tapioka meningkatkan kandungan pati pada opak

, terutama amilopektin. Kerupuk / opak dengan kandungan amilopektin

yang lebih tinggi akan memiliki pengembangan yang tinggi, karena pada

saat proses pemanasan akan terjadi proses gelatinisasi dan akan terbentuk

struktur yang elastis yang kemudian dapat mengembang pada tahap

penggorengan sehingga kerupuk dengan volume pengembangan yang

tinggi akan memiliki kerenyahan yang tinggi (Zulfiani 1992).

Penambahan baking powder pada opak cenderung menghasilkan

kerenyahan yang semakin menurun. Hal ini disebabkan penambahan

bahan lain selain pati yang terlalu banyak dapat meningkatkan kekerasan

kerupuk (Tababaka, 2004). Perubahan kerenyahan pada penambahan

baking powder 0-1% mempengaruhi penerimaan konsumen. Panelis

mengungkapkan bahwa perlakuan terbaik yang dihasilkan adalah

penambahan tapioka 10% dan 20% tanpa diberi baking powder. Respon

panelis untuk penambahan tapioka 10% dan 20% tanpa diberi baking

powder menyatakan bahwa tekstur lebih renyah dibandingkan

penambahan yang lain.

Derajat pengembangan

Pengujian derajat pengembangan menunjukkan bahwa

pengembangan opak berbeda untuk hampir semua perlakuan. Pada Opak

kelompok 1 (tapioka 10% , baking powder 0%) menurut pengukuran yang

dilakukan , menunjukkan bahwa rata-rata derajat pengembangannya 94,83

%. Pada Opak kelompok 2 (tapioka 15% , baking powder 0%) menurut

pengukuran yang dilakukan , menunjukkan bahwa rata-rata derajat

Page 17: laporan tpp

pengembangannya 86,16 %. Merupakan derajat pengembangan paling

rendah dibandingkan perlakuan 1 dan 3 yang sama-sama tidak diberi

baking powder. Pada Opak kelompok 3 (tapioka 20% , baking powder

0%) menurut pengukuran yang dilakukan , menunjukkan bahwa rata-rata

derajat pengembangannya 115,35 %. Merupakan derajat pengembangan

paling tinggi dibandingkan perlakuan 1 dan 2 yang sama-sama tidak diberi

baking powder. Pada Opak kelompok 4 (tapioka 10% , baking powder

1%) menurut pengukuran yang dilakukan , menunjukkan bahwa rata-rata

derajat pengembangannya 133,92 %. Merupakan derajat pengembangan

paling tinggi dibanding kelima perlakuan lainnya. Pada Opak kelompok 5

(tapioka 15% , baking powder 1%) menurut pengukuran yang dilakukan ,

menunjukkan bahwa rata-rata derajat pengembangannya 81,13 %.

Merupakan derajat pengembangan paling rendah dibanding perlakuan 4

dan 6 yang sama-sama diberi baking powder 1%. Pada Opak kelompok 6

(tapioka 20% , baking powder 1%) menurut pengukuran yang dilakukan ,

menunjukkan bahwa rata-rata derajat pengembangannya 81,59 %.

Merupakan derajat pengembangan diantara perlakuan 4 dan 5 yang sama-

sama diberi baking powder 1%.

Dari keenam perlakuan tersebut, dapat dibuat hubungan yang dapat

dilihat pada tabel :

Tabel hubungan penambahan tapioka dan baking powder terhadap derajat

pengembangan opak

Tapioka

BP

10 15 20 ∑ Rata-rata

0 94,83 % 86,16 % 115,35 % 296,34 98,781 133,92 % 81,13 % 81,59 % 296,64 98,88∑ 228,75 162,29 196,94Rata-rata 114,375 81,145 98,47

Page 18: laporan tpp

Dari tabel diatas, kita dapat melihat bahwa terdapat perbedaan

kerenyahan hampir pada keenam perlakuan. Dapat dilihat pada

penambahan tapioka 10% rata-rata derajat pengembangannya 114,375 % ;

penambahan tapioka 15 % rata-rata derajat pengembangannya 81,145 % ;

dan penambahan tapioka 20% rata-rata derajat pengembangannya 98,47 %

. Hal ini menunjukkan bahwa pada penambahan tapioka 10 % derajat

pengembangan opak berada pada angka tertinggi , sedangkan pada

penambahan tapioka 15 % derajat pengembangan opak justru berada pada

angka yang paling rendah. Sedangkan pada penambahan tapioka 20 %

derajat pengembangan opak berada diantara penambahan tapioka 10 %

dan 15 %. Berbeda dengan penambahan tapioka, penambahan baking

powder justru menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda antara diberi

baking powder dengan tidak diberi baking powder. Pada opak yang tidak

ditambah baking powder rata-rata derajat pengembangannya 98,78 % ;

sedangkan pada opak yang ditambah baking powder 1% rata-rata derajat

pengembangannya 98,88 %. Pada opak yang ditambah baking powder 1%,

derajat pengembangannya memang lebih tinggi dibandingkan dengan opak

yang tidak ditambah baking powder . Namun hanya berbeda 0,1 % saja.

Padahal tujuan penambahan baking powder sendiri adalah untuk

meningkatkan derajat pengembangan pada opak tersebut.

Tidak ada perbedaan yang dihasilkan pada penambahan baking

powder, mungkin disebabkan karena waktu penggorengan terlalu singkat

sehingga air dalam opak belum mengembang secara sempurna, dan

menyebabkan opak belum mengembang secara sempurna juga.

Menurut Soekarto (1997) mengungkapkan bahwa pengembangan

kerupuk dipengaruhi oleh kandungan air yang terikat pada kerupuk

sebelum digoreng sedangkan menurut Haryadi (1994) menyatakan bahwa

pengembangan produk dipengaruhi oleh rasio penambahan bahan non pati.

Semakin banyak penambahan bahan non pati maka semakin kecil

pengembangan kerupuk pada saat penggorengan dan pengembangan

sehingga berpengaruh pada kekerasannya.

Page 19: laporan tpp

Opak dapat mengembang disebabkan adanya granula pati yang

membengkak. Pembengkakan granula pati ini dipengaruhi oleh molekul-

molekul air yang berpenetrasi ke dalam granula dan terperangkap pada

susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin (Muchtadi et al.,

1988). Menurut Winarno (2004) mengungkapkan bahwa pembengkakkan

granula pati terjadi pada suhu pemanasan 55-65°C setelah itu granula pati

tidak akan kembali pada keadaan semula (terjadi gelatinisasi).

Page 20: laporan tpp

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penambahan tapioka 10%, 15%, dan 20% pada opak singkong

meningkatkan kerenyahan opak singkong.

2. Penambahan baking powder 1% pada opak menurunkan kerenyahan opak,

jika dibandingkan dengan opak yang tidak ditambah baking powder.

3. Penambahan tapioka yang berbeda-beda memberikan pengaruh yang

berbeda pada derajat pengembangan. Pada penambahan 10 %

menunjukkan derajat pengembangan paling tinggi. Sedangkan pada

penambahan tapioka 15 % menunjukkan derajat pengembangan paling

rendah.

4. Penambahan baking powder hanya sedikit berpengaruh terhadap derajat

pengembangan. Pada penambahan baking powder 1 % hanya

meningkatkan derajat pengembangan sebesar 0,1%.

B. Saran

1. Dalam praktikum opak ini perlu diperhatikan saat pengukusan, karena

pada saat pengukusan terjadi gelatinisasi pati, yang akan sangat

berpengaruh terhadap kerenyahan opak nantinya.

2. Proses penggorengan juga harus diperhatikan, pada saat digoreng, air

bebas dalam opak harus teruapkan secara sempurna agar opak dapat

mengembang dan memiliki tekstur yang renyah.

Page 21: laporan tpp

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anonim. 2010. tepung tapioka, manfaatnya, dan cara pembuatannya.

http://aremaipb's.blogspot.com. Diakses pada tanggal 5 Mei 2013

Biro Pusat Statistik. 2010. Luas Panen – Produktivitas - Produksi Tanaman Ubi

Kayu Beberapa Provinsi. http://www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 5 Mei

2013

Cock, J.H. 1985. Cassava New Potential for Neglected Crop. Westview Press

London. 191 p.

Direktorat Gizi Depkes RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara

Karya Aksara, Jakarta.

Gsianturi. 2003. Memperkuat Keamanan Pangan dengan Umbi-Umbian.

www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?...78656. Diakses pada tanggal 5

Mei 2013

Haryadi. 1994. Physical Characteristic and Acceptability of The Keropok Cracker

from Different Starebes. J. Indonesian Food and Nutrition Progress. 1

(1) :23-26.

Muchtadi. T.R., Purwiyatno dan A. Basuki. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi.

Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi, Tien, dkk. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Institut Pertanian

Bogor.

Muljohardjo, M. 1984. Pengolahan tapioka. Bahan Kuliah Teknologi Pengolahan

Ubi-ubian. FTP – UGM. Yogyakarta. 33 hal.

Prawirokusumo, S. 1993. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE Yogyakarta, Yogayakarta.

Prihatman, K. 2000. Ketela Pohon / Singkong (Manihot utilissima).

http://www.ristek.go.id. Diakses pada tanggal 5 Mei 2013

Rubatzky, V. E., and M. Yamaguchi. 1995. Sayuran Dunia 1. Penerjemah : Catur

Herison. Penerbit ITB, Bandung.

Rukmana, R dan Y. Yuniarsih. 2001. Aneka Olahan Ubi Kayu. Penerbit Kanisius,

Yogyakarta.

Page 22: laporan tpp

Salunkhe, D. K., S. S. Kadam. 1998. Handbook of Vegetable Science and

Technology : Production, Composition, Storage, and Processing Food

Science and Technology. Marcel Dekker Inc., New York.

Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Organik, Stereokimia, Karbohidrat, Lemak dan

Protein. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Setyaji Hajar, Viny Suwita, dan A. Rahimsyah. 2012. Sifat Kimia dan Fisika

Kerupuk Opak dengan Penambahan Daging Ikan Gabus (Ophiocephalus

striatus). Jurnal Penelitian Universitas Jambi seri sains. Vol. 14 No.1

Januari-Juni

Soekarto, S.T. 1997. Perbandingan Pengaruh Kadar Air Kerupuk Mentah pada

Penggorengan dengan Minyak dan dengan Oven Gelombang Mikro.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan. Kantor Menteri Negara

Urusan Pangan RI. Jakarta, 458-470.

Suismono. 2000. Propek Usaha Agroindustri dan Agribisnis Ubikayu. Makalah

disampaikan pada Lokakarya Pengembangan Agribisnis Ubikayu tanggal

22-23 Nopember 2000 di Malang.

Tababaka, R. 2004. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin (Pangasius sp.)

sebagai Bahan Tambahan Kerupuk. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian

Bogor. Skripsi.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

Zulfiani R. 1992. Pengaruh Berbagai Tingkat Suhu Penggorengan Terhadap Pola

Pengembangan Kerupuk Sagu Goreng [skripsi]. Bogor:urusan Teknologi

Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Page 23: laporan tpp

LAMPIRAN

Pemarutan singkong singkong yang sudah diparut diperas airnya

Penambahan bumbu pembuatan adonan opak singkong

Adonan opak dicetak dalam tatakan gelas adonan siap dikukus

Opak yang telah dikukus , dan siap dikeringkan opak yang sudah dikeringkan

Page 24: laporan tpp

Opak singkong digoreng

T1B0 T2B0

T1B1 T2B1

T3B1