Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

118
Skenario F Blok 19 Tahun 2013 Seorang laki-laki berumur 22 tahun datang ke klinik dengan keluhan mata kanannya juling ke dalam. Keluhan ini muncul sejak mengalami kecelakaan lalu lintas 6 bulan yang lalu. Pada kecelakaan tersebut kepalanya terbentur dan penderita sempat kehilangan kesadaran selama lebih dari 30 menit. Bersamaan dengan itu penderita mengeluh mata kanan sulit diferakkan ke arah temporal tangan dan penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke temporal kanan. Pemeriksaan Oftalmologi : AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6 AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6 Hischberg : ET 15° ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata dominan Duction & version : Terdapat hambatan gerakan abduksi ke temporal pada mata kanan WFDT (Worth Four Dot Test) : Uncrossed Diplopia semakin bertambah bila melihat ke sisi mata dominan FDT ( Forth Duction Test): tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan pinset. OS OD

description

kelainan pada mata berupa strabismus

Transcript of Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Page 1: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Skenario F Blok 19 Tahun 2013

Seorang laki-laki berumur 22 tahun datang ke klinik dengan keluhan mata kanannya

juling ke dalam. Keluhan ini muncul sejak mengalami kecelakaan lalu lintas 6 bulan yang lalu.

Pada kecelakaan tersebut kepalanya terbentur dan penderita sempat kehilangan kesadaran selama

lebih dari 30 menit.

Bersamaan dengan itu penderita mengeluh mata kanan sulit diferakkan ke arah temporal

tangan dan penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke temporal kanan.

Pemeriksaan Oftalmologi :

AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6

AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6

Hischberg : ET 15°

ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata dominan

Duction & version :

Terdapat hambatan gerakan abduksi ke temporal pada mata kanan

WFDT (Worth Four Dot Test) : Uncrossed Diplopia semakin bertambah bila melihat ke sisi mata

dominan

FDT ( Forth Duction Test): tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan pinset.

A. Klarifikasi Istilah

a. Juling : suatu keadaan dimana kedudukan bola mata abnormal atau tidak sesuai

axis.

b. Temporal : pelipis

c. AVOD :(Acies Visus Oculus Dextra) tajam penglihatan mata kanan/ normalnya t/t

/ 20/20/ 1,0.

d. AVOS : (Acies Visus Oculus Sinistra) tajam penglihatan mata kiri

OSOD

Page 2: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

e. Hischberg :pemeriksaan yang dilakukan untuk mengidentifikasi adanya

penyimpangan posisi bola mata dengan memperhatikan kedudukan reflex cahaya pada

kornea.

f. ACT : sebuah tes untuk mendeteksi phoria atau strabismus, dimana satu mata

tertutup selama beberapa detik dan kemudian mata lainnya segera ditutup sementara

perhatian seseorang diarahkan kea rah fiksasio kecil.

g. ET : (Eso Tropia) deviasi sumbu penglihatan kea rah mata yang lain setelah

rangsangan fusional visual dihilangkan.

h. Duction : pada oftalmologi, rotasi mata oleh otot ekstraokuler ke sekelilling axis

horizontal, vertical dan anteroposterior.

i. Version : pada oftalmologi, rotasi mata pada orang yang sama.

j. WFDT : pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui penekanan (supresi)

mata.

k. Uncrossed diplobia : terjadi pada mata dengan juling ke dalam atau eso deviasi, dimana

bayangan yang terlihat oleh mata yang juling ke ddalam terletak di bagian luar sisi yang

sama benda aslinya.

l. FDT : pemeriksaan untuk meihat ada atau tidaknya perpindahan mata atau

kerusakan neurologi.

B. Identifikasi Masalah

1. Laki-laki 22 tahun, datang dengan keluhan mata kanan juling ke dalam.

2. 6 bulan yang lalu :

- Kepala terbentur dan penderita hilang kesadaran selama 30 menit

- Mata kanan sulit digerakkan kea rah kanan

- Penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat kea rah temporal.

3. Pemeriksaan Oftalmologi

AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6

AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6

Hischberg : ET 15°

ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata dominan

Duction & version :

Page 3: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Terdapat hambatan gerakan abduksi ke temporal pada mata kanan

WFDT (Worth Four Dot Test) : Uncrossed Diplopia semakin bertambah bila melihat ke

sisi mata dominan

FDT ( Forth Duction Test) : tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan pinset.

C. Analisis Masalah

1. Laki-laki 22 tahun, datang dengan keluhan mata juling ke dalam.

a. Bagaimana anatomi (bagian-bagian dan otot-otot) mata?

Jawab :

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari

luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan

siliaris/iris, dan (3) retina. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea

transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah

dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-

pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid

adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan

sebuah lapisan saraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut,

fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.

Rongga mata (orbital) bertujuan untuk melindungi bola mata. Bentuk rongga mata

adalah piramida empat sisi yang ujungnya berada di foramen optikal. Terdapat tujuh

tulang yang ikut membentuk formasi tulang orbital ini yaitu : maksilari, zigomaticum,

frontal, ethmoidal, lakrima, palatin, dan sfenoid. Tulang-tulang ini membentuk soket

untuk bola mata yang memberi tempat untuk masuknya otot-otot mata dan berasosiasi

sangat dekat dengan sinus sekitarnya dan fosa kranial. Banyak saraf dan pembuluh

darah yang melewati foramina, fisura dan kanal dari tulang orbital. Periorbita adalah

membran periosteal yang menutupi tulang orbital. Pada ujung orbital, periorbita

bersatu dengan durameter menutupi saraf optik. Pada bagian depan, periorbita

OSOD

Page 4: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

menyambung dengan septum orbital dan periosteum dari tulang fasial. Garis persatuan

dari ketiga lapisan pada lingkaran orbita disebut dengan arkus marginalis.

Kelopak mata berfungsi juga untuk melindungi mata serta mengeluarkan sekresi

kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Kulit dari kelopak mata

bagian atas sangatlah tipis sedangkan pada bagian bawah lebih tebal. Kelopak mata

terdiri lempengan tarsal yang terdiri dari jaringan fibrous yang sangat padat, serta

dilapisi kulit dan dibatasi konjungtiva. Kelopak mata ditutup oleh otot-otot melingkar,

yaitu muskulus orbikularis okuli.

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.

Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin

bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Selaput ini mencegah benda-benda

asing di dalam mata seperti bulu mata atau lensa kontak, agar tidak tergelincir ke

belakang mata. Bersama-sama dengan kelenjar lakrimal yang memproduksi air mata,

selaput ini turut menjaga agar kornea tidak kering.

Otot penggerak mata terdiri atas 6 otot:

1. Otot oblik inferior

Oblik inferior mempunyai origo pada fosa lakrimal, tulang lakrimal, berinsersi pada

sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf okulomotor bekerja

untuk menngerakkan mata ke atas, abduksi dan eksiklotorsi.

2. Otot oblik superior

Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva tulang sfenodi di atas

foramen optik, berjalan menuju troklea dan di katrol balik dan kemudian berjalan

di atas rektus superior yang kemudian beninsersi pada sklera di bagian temporal

belakang bola mata.Mempunyai aksi pergerakkan miring dari troklea pada bola

mata dengan kerja utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan searah

atau mata melihatke arah nasal. Berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi

terutama bila melihat ke nasa, abduksi dan insiklotorsi.

3. Otot rektus inferior

Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn.Fungsi menggerakkan mata:

(a)Depresi,(b)Eksoklotorsi,(c)Aduksi.

4. Otot rektus lateral

Page 5: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah foramen

optik. Rektus lateral dipersarafi N. VI, dengan pekerjaan menggerakkan bola mata

terutama abduksi.

5. Otot rektus medius

Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dura saraf

optik yang sering memberikan dan rasa sakit pada pergerakkan mata bila terdapat

neuritis retrobulbar. Berfungsi menggerakkan mata untuk aduksi.

6. Otot rektus superior

Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita superior

beserta lapis dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakkan

bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar.

Fungsinya menggerakkan mata-elevasi terutama bila mata melihat ke lateral:

Aduksi dan Insiklotorsi.

b. Bagaimana neurofisiologi penglihatan?

Jawab :

Sinyal syaraf meninggalkan retina melalui nervus optikus. Di kiasma optikum, serabut

nervus optikus di bagian nasal retina menyeberangi garis tengah, tempat serabut

nervus optikus bergabung dengan serabut-serabut yang berasal dari bagian temporal

retina mata yang lain sehingga terbentuklah traktus optikus. Serabut-serabut dari setiap

traktus optikus bersinaps di nucleus genikulatum lateralis dorsalis pada thalamus, dan

dari sini, serabut-serabut genikulokalkarina berjalan melalui radiasi optikus (traktus

genikulolalkarina), menuju korteks penglihatan primer yang terletak di fisura kalkarina

lobus oksipitalis. Persepsi seluruh aspek bentuk, warna, dan penglihatan sadar lainnya

diatur disini.

c. Apa etiologi strabismus (juling)?

Jawab :

Etiologi dari esotropia adalah:

- Factor reflex dekat, akomodatif esotropia

- Hipertoni rektus medius congenital

Page 6: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

- Hipotoni rektus lateral akuisita

- Penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan anak

- Terdapat gangguan pada salah satu otot penggerak bola mata, yang dapat

mengganggu keseimbangan posisi bola mata.

- Pada kasus orang dewasa pengidap hipertensi sistemik atau diabetes.

- Tumor atau peradangan pada susunan saraf pusat.

- Trauma kepala

Strabismus juga secara khusus terjadi pada anak-anak sebagai efek dari penyakit lain,

seperti cerebral palsy, down syndrome, hydrocephalus dan tumor otak. Katarak dan

kasus menurunnya penglihatan lainnya juga dapat menyebabkan strabismus.

1. Faktor Keturunan

“Genetik Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya sudah jelas.

Bila orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik, maka bila

anaknya menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.

2. Kelainan Anatomi

Kelainan otot ekstraokuler

Over development

Under development

Kelainan letak insertio otot

3. Kelainan pada “vascial structure”

Adanya kelaian hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat menyebabkan

penyimpangan posisi bola mata.

4. Kelainan dari tulang-tulang orbita

Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan orbital abnormal,

sehingga menimbulkan penyimpangan bola mata.

Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.

Fovea tidak dapat menangkap bayangan.

Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.

Kelainan Sensoris

5. Kelainan Inervasi

Page 7: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Gangguan proses transisi dan persepsi

d. Apa patogenesis strabismus (juling)?

Jawab :

Kecelakaan benturan di kepala terkena N. VI = N. Abdusen tugas N.

Abdusen untuk menginervasi M. Rectus Lateralis menurun fungsi M. Rectus

Lateralis untuk mengarahkan bola mata ke temporal terganggu Strabismus

(Esotropia)

e. Apa jenis-jenis strabismus? Jelaskan?

TraumaKepala

Esotropia paretic dextra

Kelumpuhan N. Abducens (N.VI)

Parese otot rektus lateral

↓ fungsi kerja primer otot

Mata kanan sulit di gerakkan ke temporal kanan

Ketidakseimbangan tarikan otot ekstraokuler

Posisi bola mata

terganggu

Mata kanan juling ke dalam

Diplopia

Gangguan penerimaan bayangan di kedua

fovea

Bayangan yang berbeda jatuh dikedua

fovea

Abduksi

Page 8: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Jawab :

1. Menurut manifestasinya

a. Heterotropia (sudah jelas terlihat terus-menerus)

Suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata dimana kedua

penglihatan tidak berpotongan pada titik fikasasi.Contoh: esotropia, eksotropia,

hipertropia, hipotropia

- Kedalam (kearah hidung) = Esotropia (Strabismus Convergen) – paling banyak

(75%)

- Keluar (menjauhi hidung) = Exotropia (Strabismus Divergen)

- Keatas = Hypertropia

- Kebawah = Hypotropia

b. Heteroforia (kadang terlihat juling, kadang tidak; deviasi terjadi bila mekanisme

fusi diputus)

Penyimpangan sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih dapat diatasi

dengan refleks fusi.Contoh: esoforia, eksoforia

2. Menurut jenis deviasi

a. Horizontal : esodeviasi atau eksodeviasi

b. Vertikal : hiperdeviasi atau hipodeviasi

c. Torsional : insiklodeviasi atau eksiklodeviasi

d. Kombinasi: horizontal, vertikal dan atau torsional

3. Menurut kemampuan fiksasi mata

a. Monokular/unilateral: bila satu mata yang berdeviasi secara konstan

b. Alternan : bila kedua mata berdeviasi secara bergantian

4. Menurut usia terjadinya :

a. Kongenital : usia kurang dari 6 bulan.

b. Didapat : usia lebih dari 6 bulan.

5. Menurut sudut deviasi

Page 9: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

a. Inkomitan (paralitik)

Sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus disebabkan kelumpuhan otot

penggerak bola mata.

b.Komitan (nonparalitik)

Sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi, mengikuti gerak mata yang

sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama.

Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder

(deviasi pada mata yang sehat).

6. Menurut waktu berlangsungnya strabismus :

a. Permanent. Mata tampak berdeviasi secara konstan.

b. Intermittent. Mata berdeviasi pada keadaan-keadaan tertentu (lelah, cemas, dll).

2. 6 bulan yang lalu :

Kepala terbentur dan penderita hilang kesadaran selama 30 menit.

Mata kanan sulit digerakkan ke arah temporal kanan.

Penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke arah temporal kanan.

a. Apa hubungan mata strabismus dengan trauma cavitis?

Jawab :

Trauma dapat menyebabkan strabismus dengan cara :

1. Cedera otak yang dapat mengganggu ataupun merusak control pergerakan mata,

2. Cedera pada nervus yang mengontrol pergerakan mata dan/atau,

3. Cedera pada otot mata secara langsung atau tidak langsung pada trauma di rongga

mata.

http://www.aapos.org/terms/conditions/100 (American Association of Pediatric

Ophthalmology and strabismus)

b. Apa makna klinis kehilangan kesadaran selama 30 menit?

Jawab :

Prinsip kehilangan kesadaran itu sendiri adalah adanya penekanan aktivitas salah satu

hemisfer atau RAS. Akibat yang akan terjadi yaitu adanya gangguan pada stimuli

Page 10: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

lingkunga (somestetik, auditorik, dan visual), tanda neurologik yang berhubungan

dengan tingkat kerusakan dan penurunan kesadaran secara progresif.

c. Apa etiologi mata kanan sulit digerakkan ke arah temporal kanan (sesuai kasus)?

Jawab :

Berdasarkan skenario, diduga pasien ini mengalami gangguan pada M. rectus lateralis

yang menyebabkan mata kanannya sulit digerakkan kearah temporal (abduksi). M.

rectus lateralis dipersyarafi oleh nervus VI atau N. Abducens. Berdasarkan riwayat,

pasien pernah menderita trauma dikepalanya 6 bulan yang lalu. Kemungkinan hal ini

yang menyebabkan keadaan patologis pada pasien sekarang.

d. Apa etiologi penglihatan ganda yang semakin bertambah bila melihat kearah temporal

kanan?

Jawab :

Etiologi terdiri dari 2 jenis yaitu;

1. Etiologi Diplopia Monokuler:

Pada umumnya kelainan hanya terjadi pada satu bola mata, biasanya merupakan

kelainan refraksi maupun kelainan dari rongga mata itu sendiri (lensa, retina,

kornea). Dapat juga terjadi pada pasien astigmatisme, gangguan lengkung kornea,

pterigium, katarak, dislokasi lensa mata, gangguan produksi air mata dan beberapa

gangguan pada retina.

2. Etiologi Diplopia Binokuler:

Secara primer, diakibatkan oleh kelainan motilitas ocular (ex: kelainan dapat

terjadi akibat kelainan pada otot mata ataupun innervasi dari otot mata tersebut)

sehingga sudut kedua mata tidak sinkron (pada tahap awal seseorang yang akan

menjadi juling atau strabismus). Kerusakan saraf dapat diakibatkan oleh stroke,

cidera kepala, tumor otak, dan infeksi otak. Penyebab lain: Diabetes, miastenia

gravis, penyakit graves, trauma atau cidera pada otot mata dan kerusakan pada

tulang penyangga bola mata.

Page 11: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Pada kasus ini, jenis diplopia nya adalah diplopia binokuler yang diakibatkan oleh

trauma capitis yang menimbulkan parese pada n. VI ( abdusens ) kanan. Perburukan

diplopia kearah pandangan temporal menunjukkan gerakan kearah temporal kanan

tersebut terdapat perburukan atau dengan kata lain, dapat saja karena mata kanan tidak

dapat abduksi (parese n. VI) atau karena mata kiri tidak dapat adduksi (oftalmoplegia

intranuklear kiri).

e. Bagaimana mekanisme mata kanan sulit digerakkan kearah temporal kanan?

Jawab :

Pada pasien didapatkan kelainan bola mata kanan yang bergulir ke arah dalam (nasal),

yang kemungkinan terjadi akibat adanya kelemahan salah satu otot ekstaokuler

dimana dalam kasus ini terjadi kelemahan otot “Rektus Lateralis dextra” sehingga

menyebabkan pasien tidak dapat melakukan gerakan abduksi dan mempertahankan

posisinya sehingga bola mata tertarik oleh otot yang kerjanya berlawanan (rektus

medialis),sehingga menyebabkan bola mata pasien bergulir ke arah dalam/nasal.

Sehingga kemungkinan juga terjadi gangguan pada saraf yang menginervasi otot

tersebut yaitu N.VI(n. abducens).

f. Bagiamana mekanisme penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat kea rah

temporal kanan? (beserta otot dan nervus yang mempengaruhi)

Jawab :

Trauma kepala kelumpuhan n. abducens paresis otot rektus lateralis mata kanan

↓ fungsi kerja primer otot rektus lateralis mata kanan (abduksi)

ketidakseimbangan tarikan otot ekstraokular posisi bola mata terganggu mata

kanan juling ke dalam (esotropia dekstra) (pada saat melihat benda) kedua fovea

menerima bayangan yang berbeda diplopia.

g. Mengapa klinis terjadi pada mata sebelah kanan?

Jawab :

Karena trauma yg terjadi disebelah kanan sehingga otot m.rectus lateralnya terganggu

sehingga mata sulit untuk menoleh kearah temporal kanan. Pada trauma kepala, nervus

Page 12: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

abducens lebih cenderung mengalami kerusakan, hal ini disebabkan karena lokasinya

yang paling lateral dan tidak memiliki pelindung. Nervus abducens merupakan saraf

yang menginervasi kerja otot ekstraokuler (muskulus rektus lateralis), sehingga

terjadinya gangguan pada nervus abducens dapat menyebabkan paresis muskulus

rektus lateralis. Paresis pada otot ini mengakibatkan ketidakseimbangan tarikan otot

ekstraokular dalam mempertahankan posisi bola mata, sehingga mata terlihat juling ke

dalam.

3. Pemeriksaan Oftalmologi

AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6

AVOS : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6

Hischberg : ET 15°

ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata dominan

Duction & version :

Terdapat hambatan gerakan abduksi ke temporal pada mata kanan

WFDT (Worth Four Dot Test) : Uncrossed Diplopia semakin bertambah bila melihat ke

sisi mata dominan

FDT ( Forth Duction Test) : tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan

pinset.

a. Bagaiamana cara pemeriksaan AVOD dan AVOS?

Jawab:

Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk

melihat ketajaman penglihatan.

Cara memeriksa visus ada beberapa tahap:

- Menggunakan 'chart' => yaitu membaca 'chart' dari jarak yang ditentukan, biasanya

5 atau 6 meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak tersebut mata

normal akan relaksasi dan tidak berakomodasi.

OSOD

Page 13: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

- Kartu yang digunakan ada beberapa macam :

1. Snellen chart => kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang berbeda

=> untuk pasien yang bisa membaca.

2. E chart => kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah kakinya berbeda-

beda.

3. Cincin Landolt => Kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'c', tapi dengan arah

cincin yang berbeda-beda.

Alat : Senter, Reading tes, E. chart-Alat tulis, Snellen Chart.

Kamar periksa :Jarak minimal 5 meter, bila jarak < 5 m gunakan cermin.

Penerangan :

Normal: Bila memakai snellen Chart, uji hitung jari & gerakan tangan.

Redup: Bila menggunakan chart projector.

Teknik Pemeriksaan Visus dengan Optotype atau Snellen Chart :

1. Anamnesa; Keluhan pasien,

2. Pasien duduk menghadap optotype dengan jarak 6/5 meter,

3. Tutup salah satu mata (dimulai dengan mata kiri) dengan telapak tangan kiri

tanpamenekan bola mata, jangan mengintip dari mata yg ditutup,

4. Dengan mata kanan pasien yg terbuka, minta kpd pasien untuk mengenali optotype

atau Snellen Chart mulai dari objek yang paling besar.

5. Catat sampai sejauh mana pasien dapat mengenali opthotype atau Snellen Chart.

Cara menilai visus dari hasil membaca kartu :

- Bila pasien dapat membaca kartu pada baris batas normal dengan visus 5/5 atau 6/6,

maka tidak usah membaca pada baris berikutnya => visus normal.

- Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus normal, cek

pada 1 baris tersebut.

- Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak pada baris tersebut

dengan false 1.

- Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dengan

false 2.

Page 14: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

- Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf yang ada, berarti

visusnya berada di baris tepat di atas baris yang tidak dapat dibaca.

- Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat pada baris di atasnya.

- Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan pinhole (alat untuk

memfokuskan titik pada penglihatan pasien).

- Bila visus tetap berkurang => berarti bukan kelainan refraksi.

- Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya => berarti merupakan kelainan

refraksi

Contoh: membaca Snelleen chart

Snellen chart yang yang digunakan dalam ukuran kaki = normalnya 20/20.

- Misal, pasien dapat membaca semua huruf pada baris ke 8. Berarti visusnya normal.

- Bila hanya membaca huruf E, D, F, C pada baris ke 6 => visusnya 20/30 dengan

false 2.Artinya, orang normal dapat membaca pada jarak 30 kaki sedangkan pasien

hanya dapat membacanya pada jarak 20 kaki.

- Bila pasien membaca huruf Z, P pada baris ke 6 => visusnya 20/40.

- Bila tidak dapat membaca huruf pada baris ke 6, cek baris ke 5 dengan ketentuan

seperti di atas.

Uji Hitung Jari

1. Apabila pasien tidak mampu mengenali Snellen Chart yang paling besar,

makagunakan hitungan jari untuk menekan visusnya, dimana D dari hitungan jari =

60,

2. Perlihatkan jari tangan kita dan minta pasien untuk menghitung jari tangan kita

yangditentukan padanya,

3. Apabila pasien dapat mengenali dengan baik dan benar hitungan jari yang

kitatunjukkan kepadanya pada jarak 3 meter, ini berarti visus pasien tersebut 3/60.

Gerakan Tangan/Lambaian Tangan

Page 15: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

1. Apabila pasien tidak mengenali jari tangan yang kita tunjukkan kepadanya walu

pada jarak yang dekat (<50cm), maka untuk menentukan tajam penglihatannya

kitagunakan gerakan/lambaian tangan dari arah atas ke bawah atau dari kiri ke

kanandimana D dari gerakan tangan = 300,

2. Kita gerakkan tangan di depan mata pasien dengan jarak 1 meter dan apabila

pasienmengenali suatu gerakan maka visusnya = 1/300.

Uji Proyeksi Sinar

1. Apabila pasien tidak dapat mengenali gerakan tangan kita, maka untuk

menentukantajam penglihatan kita gunakan senter,

2. Apabila pasien tidak dapat mengenali adanya cahaya dari lampu senter, dan

dapatmenyatakan posisi dari sumber cahaya dengan benar, maka visusnya = 1/~,

3. Apabila pasien tidak dapat menyatakan adanya sumber cahaya, maka visusnya = 0

(buta total).

b. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari AVOD dan AVOS?

Jawab :

AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6

AVOS : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6

Interpretasi :

Visus mata kanan dan kiri penderita hanya mampu melihat tulisan pada jarak 6 meter

yang pada orang normal pada jarak 12 meter. Normalnya adalah 12/12.

Sferis penderita = - 0,75 (tidak normal), seharusnya pada orang normal, sferisnya = 0.

Mekanisme :

Adanya kelainan refraksi mata pada pasien tersebut, dimana sinar yang datang dari

jarak tak terhingga olah mata dalam keadaan istirahat dibiaskan di depan retina,

sehingga pada penderita didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur. Dan pada

pasien ini jarak bayangan yang masih bisa dilihat normal yaitu pada jarak 6 meter yang

pada orang normal penglihatan tersebut untuk jarak 12 meter.

Page 16: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

c. Bagaimana cara pemeriksaan Hischberg, ACT, dan duction dan version?

Jawab :

HISCHBERG

Caranya :

Penderita disuruh untuk melihat cahaya pada jarak 12 inci (30cm). perhatikan reflek

cahaya terhadap pupil. Kalau letak nya di pinggir pupil, maka deviasinya 15 derajat,

tapi kalau letaknya diantara pinggir pupil dan limbus maka deviasinya 30 derajat dan

jika letak nya di limbus, maka derajat deviasinya 45 derajat.(catt : 1 derajat= 2 prisma

diopter)

ACT

Caranya:

Pasien diminta melihat objek fiksasi. Mata kanan ditutup dan mata kiri tidak.

Lalu dibuka, segera perhatikan, bila bola mata bergerak, heterophoria diam,orhoporia,

exophoria bergerak nasal

DUCTION DAN VERSION

Caranya:

Diperiksa dengan salah satu mata ditutup, sedangkn mata yang lain mengikuti cahaya

atau objek yang diarahkan kesemua arah. Kelemahan deduksi dapat diketahui yang

disebabkan oleh kelemahan otot atau kelainan anatomis dari otot.

d. Interpretasi dan mekanisme abnormal Hischberg, ACT, dan duction dan version?

Jawab :

- Hischberg : ET 15° tidak normal (Normal 0¬¬°)

Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya dengan jarak sekitar 33 cm (13

inci). Pada mata yang berdeviasi akan terlihat desentrasi refleksi cahaya, kemudian

lihat pantulan cahaya pada kedua korneamata.

Refleks sinar pada mata normal terletak pada kedua mata sama-sama di tengah

pupil. Bila satu reflex sinar ditengah pupil sedang pada mata yang lain di nasal

Page 17: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

berarti pasien juling ke luar atau eksotropia dan sebaliknya bila refleks sinar

sentolop pada kornea berada di bagian temproal kornea berarti mata tersebut juling

kedalam atau esotropia. Setiap pergeseran letak refleks sinar dari sentral kornea 1

mm berarti ada deviasi bola mata 7 derajat.

- ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata dominan

Tidak normal. (Tes untuk mengetahui adanya tropia atau foria. Terjadi pergerakan

pada mata yang baru dibuka).

- Duction & version :

1. Duksi (rotasi monokuler)

Dengan satu mata tertutup, mata yang lain mengikuti suatu sumber cahaya yang

bergerak dalam semua arah pandangan. Setiap penurunan gerak rotasi

mengisyaratkan adanya kelemahan bidang kerja otot yang bersangkutan.

2. Versi (gerakan mata konjugat)

Menyuruh mata pasien mengikuti suatu sumber cahaya di sembilan posisi

diagnostik: primer – lurus ke depan; sekunder – kanan, kiri, atas, dan bawah;

dan tersier – atas dan kanan, bawah dan kanan, atas dan kiri, dan bawah dan

kiri. Gerakan rotasi salah satu mata terhadap mata yang lain dicatat sebagai

suatu overaction atau underaction. Fikasasi dalam bidang kerja suatu otot yang

paretik menimbulkan overaction otot pasanganya, karena diperlukan persarafan

yang lebih besar untuk kontraksi otot yang underacting. Sebaliknya, fiksasi oleh

mata normal akan menyebabkan otot yang lemah kurang bekerja.

e. Bagaimana pemeriksaan WFDT dan FDT? Bellinda & mentari

Jawab :

Worth Four Dot Test (WFDT)

Tujuan tes ini adalah untuk melihat adanya supresi, deviasi, ambliopia, dan fusi.

Cara melakukan pemeriksaan ini :

1. Pasien memakai kacamata, koreksi diberikan sesuai kacamata. Kaca filter merah

pada mata kanan dan kaca filter hijau pada mata kiri.

Page 18: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

2. Pasien diperiksa pada jarak 6 m atau 30 cm.

3. Pasien diminta menerangkan apa yang dilihat dengan kedua mata, sewaktu melihat

Worth four dots (kotak hitam dengan 4 lubang, lebar 2-3 cm, susunan ketupat, 2

lubang lateral berwarna hijau, 1 diatas warna merah, dan 1 dibawah warna putih).

Cara penilaian:

- Bila 2 titik merah saja yang terlihat berarti ada supresi mata kiri.

- Bila 3 titik hijau saja yang terlihat berarti ada supresi mata kanan.

- Bila terlihat 5 titik, 3 merah dan 2 hijau yang bersilangan berarti mata dalam

kedudukan eksotropia dan bila tidak bersilangan berarti mata berkedudukan

esotropia.

Forced Duction Test (FDT)

FDT menjadi pilihan yang populer sebagai metode yang simpel dan sangat berguna

untuk mendiagnosis adanya gangguan mekanik dari motilitas okular. Cara

pemeriksaan :

1. Kita beri Anastesi pada konjungtiva dengan beberapa tetes lidocaine hydriochloride

4% (Xylocaine). Xylocaine tidak seperti anastesi lokal lain yang mempunya efek

epitelium kornea.

2. Kemudian gerakkan bola mata dengan two-toothed forceps pada konjungtiva di

sekitar limbus. Lakukan Gerakan yang berlawanan dengan bagian yang dicurigai

mengalami gangguan atau keterbatasan.

3. Two-toothed forceps dapat diletakkan pada posisi jam 12 dan jam 6, gerakkan

secara pasif dengan forceps tadi ke arah kanan kiri

Hasil :

Jika tidak terjadi tahanan, defek motilitas jelas disebabkan oleh paralisis dari otot

rectus lateralis. Apabila terjadi tahanan, defek motilitas jelas disebabkan oleh

kontraktur dari otot rectus medialis, konjungtiva, atau kapsul tenon, atau myositis

pada otot rectus medialis

f. Interpretasi dan mekanisme abnormal WFDT dan FDT?

Jawab :

Page 19: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi

WFDT

(worth four

dot test)

Uncrossed diplopia

semakin bertambah bila

melihat ke sisi mata non

dominan

(-) - Esotropia

- Diplopia

FDT (forced

duction test)

Tidak terdapat tahanan

pada gerakan dengan

bantuan pinset

Terdapat

Tahanan

Parese M. Rectus

Lateralis Mata

Kanan

Mekanisme:

Pada Esotropia, bola mata berotasi ke dalam (ke arah nasal). Sehingga bayangan objek

tidak jatuh pada fovea,melainkan jatuh pada retina di sisi nasal. Sisi nasal retina

seharusnya menerima cahaya dari sisi temporal bidang visual. Sehingga gambaran

yang terbentuk di sisi nasal retina akan terlihat oleh otak sebagai gambaran di sisi

temporal bidang penglihatan. Jadi, pada esotropia, gambaran yang terlihat bukanlah

sebagai satu gambar melainkan menjadi 2 gambaran di sisi temporal masing-masing

mata. Mata kiri melihat gambaran di sebelah kiri dan mata kanan melihat gambaran di

sebelah kanan. Inilah yang disebut uncrossed diplopia.

g. Apa hubungan miopi dengan strabismus?

Jawab :

Page 20: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Strabismus bisa menyebabkan miopi jika terjadi anisometropia. Jadi terjadi penekanan

pada bola mata yang sakit, yang kanan mengkompensasi. Jadi mata yang kanan jadi

males. Tapi balik lagi anisometropia harus lebih dari 2,50 dioptri. Atau terjadi pada

strabismus monocular , tetapi minus nya harus beda ( balik lagi ke ambliopia).

4. Apa dasar diagnosis dan pemeriksaan penunjan? Jelaskan?

Jawab :

- Anamnensis

Pertanyaan yang lengkap dan cermat tentang riwayat sakit sangat membantu dalam

menentukan, diagnosis, prognosis dan pengobatan strabismus. Dalam hal ini perlu

ditanyakan:

a. Riwayat keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara autosomal dominan.

b. Umur pada saat timbulnya strabismus : karena makin awal timbulnya strabismus

makin jelek prognosisnya. Kalau terjadi diatas usia 10 tahun hanya ditepai dengan

koreksi.

c. Timbulnya strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan dengan penyakit

sistemik.

d. Jenis deviasi : bagaimana pasien menyadari strabismusnya? Bagaimana penglihatan

dekatnya? Kapan matanya terasa lelah? Apakah pasien menutup matanya jika terkena

sinar matahari? Apakah matanya selalu dalam keadaan lurus setiap saat? Apakah

derajat deviasinya tetap setiap saat? (untuk terapi).

e. Fiksasi : apakah selalu berdeviasi satu mata atau bergantian?

f. Kemudian strabismusnya harus diketahui apakah terjadi sejak kongenital atau setelah

dewasa. Dimana strabismus ini terbagi menjadi 2, yaitu strabismus paralitik dan

strabismus nonparalitik.

g. strabismus dapat terjadi akibat ketidakmampuan kongenital untuk menggunakan

kedua mata bersama-sama. kondisi ini disebut strabismus nonparalitik dan diatasi

dengan menutup mata yang dapat memfiksasi objek ( mata yang baik ). penutupan

tersebut memaksa mata yang mengalami deviasi untuk fokus. tanpa pengobatan,

ambliopia terjadi dan aktivitas penglihatan pada mata yang mengalami deviasi akan

hilang pada usia sekitar 6 tahun.

Page 21: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

h. Strabismus paralitik biasanya terjadi pada usia dewasa setelah paralisis satu atau

lebih otot yang mengontrol gerakan mata. tumor, cedera, atau infeksi dapat

menyebabkan strabismus paralitik.

- Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Dengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah strabismusnya konstan atau hilang

timbul (intermitten), berganti-ganti (alternan) atau menetap (nonalternan),d an berubah-

ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus diperhatikan pula ptosis terkait dan posisi

kepala yang abnormal. Derajat fiksasi masing-masing secara terpisah atau bersama-

sama. Adanya nistagmus menunjukkan bahwa fiksasinya buruk dan tajam

penglihatannya menurun.

- Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan

o Tajam penglihatannya harus diperiksa walaupun secara kasar untuk

membandingkan tajam penglihatan kedua mata.

o Kedua mata diperiksa sendiri-sendiri, karena dengan uji binokular tidak akan bisa

diketahui kekaburan pada satu mata.

o Pemeriksaan dengan:

E-Chart pada anak usia 3-3,5 tahun

Snellen Chart ( alphabet/ angka ) pada anak usia 5-6 tahun.

Untuk anak umur < 3 tahun dapat dengan cara:

a. Obyektif dengan optalmoskop dan funduskopi : pada emetrop fundus jelas pada

angka 0, papil saraf optic lonjong pada astigmatisma, kecil pada hipermetropia,

merah dan besar pada myopia. Dengan retinoskop: mata ynag emetrop/ kelainan

refraksi, strik ynag baik ¼ kalo > ½ jelek.

b. Observasi perhatian anak terhadap sekelilingnya.

c. Oklusi satu mata: bila anak berusaha membuka tutup mata maka mata ynag

terbuka visusnya jelek. Pada bayi ynag baru lahir/ umur beberapa hari dapat dites

dengan senter jika ada respon maka visus +.

2. Pemeriksaan Kelainan Refraksi

Page 22: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Memeriksa kelainan refraksi dengan retinoskop memakai sikloplegik adalah sangat

penting. Obat baku yang digunakan agar sikloplegia sempurna adalah atropine. Bisa

diberikan dalam bentuk tetes mata atau salep mata 0,5 % atau 1 % beberapa kali

sehari selama beberapa hari. Pemberian atropine pada anak-anak usia sekolah sangat

tidak disukai karena sikloplegianya berlangsung lama sampai 2 minggu sehingga

mengganggu pelajaran sekolah. Pada semua umur bisa digunakan homatropin 5 %

atau siklopentolat 1 atau 2 % dan hasilnya baik.

3. Menentukan Besar Sudut Deviasi

- Secara kualitatif dengan:

a. Cover test untuk menentukan heterotropia. Bila untuk mencapai fiksasi ke: #

dalam: exotropia, #luar: esotropia.

b. Cover-uncover test untuk menentukan heterotrofia dengan membuka tutup

kedua mata, normal apabila tidak ada gerakan, apabila ada gerakan dilihat

apakah ke luar atau ke dalam: # luar: esoforia, #dalam: eksoforia.

- Secara kuantitatif dengan:

a. Metode Hirschberg

Pasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian lihat

pantulan cahaya pada kedua kornea mata.

1. Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi

2. Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15º

3. Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka deviasinya 30º

4. Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45º

b. Metode Refleksi Prisma (modifikasi uji krimsky)

Penderita memfiksasi pada cahaya dengan jarak sembarangan. Prisma ditaruh

didepan mata sedang deviasi. Kekuatan prisma yang diperlukan agar refleksi

kornea pada mata yang juling berada ditengah-tengah pupil menunjukkan

besarnya sudut deviasi.

Krimsky test : untuk menilai sudut deviasi dengan prisma dioptric. Dasar tebal

dan puncak tipis, dimana prisma diletakkan di mata yang sehat. Prinsip: dimana

dasar diletakkan mata ditarik ke dasar. Pada jarak 30-33 cm disinari lihat reflek

Page 23: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

cahaya kornea. Berapa ukuran prisma setelah reflex ditengah pupil? Tentukan

sudut deviasinya.

Burian test/ prisma + cover test. Prinsip: prisma diletakkan dimata deviasi;

reflex cahaya di kornea sampai pupil. Cover-uncover test bisa masuk ke

pemeriksaan secara kuantitatif bisa masuk prisma. Cover harus melihat pada

jarak 6 meter, lihat huruf angka 6/60 untuk menilai deviasi jauh, melihat

sampai mata tidak bergerak.

Hasil: - divergen ekses: eksotropia – kovergen ekses: esotropia

Cover bisa menggunakan prisma dengan cara prisma diletakkan dimata deviasi

sampai tidak bergerak.

- AC ratio: hubungan antara konvergensi dan akomodasi.

- Lihat status jika hipermetropia: astigmatisma I, kelainan refraksi, hasil +,

makaditerapi dengan kacamata sejauh stranismus jikia tidak hilang terapi

dengan operasi.

- Synoptophoroe: berguna untuk melihat binokularitas dan sinoptosis

4. Pemeriksaan Pergerakan Mata

a. Duksi (rotasi monokular)

Satu mata ditutup dan mata yang lain mengikuti cahaya yang digerakkan

kesegala arah pandangan, sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui.

Kelemahan seperti ini bisa karena paralisis otot atau karena kelainan mekanik

anatomik.

b. Versi (gerakan Konjugasi Okular)

Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya pada jarak 33

cm dalam 9 posisi diagnosis primer – lurus kedepan; sekunder – kekanan, kekiri

keatas dan kebawah; dan tersier – keatas dan kekanan, kebawah dan kekanan,

keatas dan kekiri, dan kebawah dan kekiri. Rotasi satu mata yang nyata dan

relative terhadap mata yang lainnya dinyatakan sebagai kerja-lebih (overreaction)

dan kerja –kurang (underreaction). Konsensus : pada posisi tersier otot-otot obliq

dianggap bekerja-lebih atau bekerja-kurang berkaitan dengan otot-otot rektus

pasangannya. Fiksasi pada lapangan kerja otot paretik menyebabkan kerja-lebih

otot pasangannya, karena diperlukan rangsangan yang lebih besar untuk

Page 24: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh mata yang normal akan menyebabkan

kerja-kurang pada otot yang paretik.

5. Pemeriksaan Lain Untuk Binokular Vision

a. Test Worth Four Dots ( WFD’s Test )

- Menggunakan 4 lampu dan kacamata redgreen dengan warna merah dan hijau

- Hasil pada mata yang normal atau tidak ada diplopia maka mata dapat melihat

1 warna merah, 2 warna hijau dan 1 warna kuning.

- Supresi pada mata:

o Kanan dengan kacamata kanan merah, kiri hijau maka akan melihat 3 lampu

yaitu 2 hijau dan 1 kuning.

o Kiri dengan kacamata kanan merah/ hijau, kiri hijau/ merah maka akan

melihat warna merah dan kuning

- Pada binokular dengan diplopia:

Mata kanan ( OD ) warna merah dan mata kiri ( OS ) warna hijau.

Lateral:

Makin ke kanan makin dobel

Sentral tidak separah lateral

Median normal

Pasien esotropia sulit ke lateral ( parese N. VII).

Mata melihat dengan fovea ( arah berlawanan ), contoh: melihat lateral

berada di median ( lap. Pandang berbanding terbalik dengan fovea ).

b. Test Maddox Rod

Menggunakan filter bergaris merah pasien disuruh melihat angka jarak 6 meter

kea rah batang Maddox dan fiksasi ke lampu akan terlihat cahaya. Lensa dengan

filterwarna merah jika horizontal akan terlihat vertical dan jika vertical akan

terlihat horizontal.

c. Test Stereoptisis

Menggunakan filter hijau dan merah untuk melihat stereoptisis. Penglihatan 3

dimensi tidak stereoskopis: buruk karena tidak bisa membedakan letak

ruang.Contoh: filter dipasang di mata kanan kea rah horizontal (vertical). Filter

dipasang dimata kanan kea rah vertical (horizontal).

Page 25: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Posisi batang terhadap lampu:

Normal akan menyilang lampu

Deviasi : Batang Maddox dikanan lampu: esotropia dan Batang Maddox dikiri

lampu: eksotropia.

d. Test Synoptophore

Merupakan test untuk melihat binokularitas dan fusi sinoskopis.

5. Apa diagnosis banding dan diagnosis kerja strabismus dan miopi?

Jawab:

Diagnosis Banding

- Esotropia et causa parese saraf abdusen

- Pseudoesotropia et causa wide epicanthus

- Esotropia et causa cedera otot

- Esotropia laten

Diagnosis Kerja

Esotropia oculi dextra et causa parese n. abducens disertai myopia.

6. Apa etiologi strabismus dan miopi?

Jawab:

Etiologi Strabismus

1. Trauma kepala.

2. Tumor.

3. Multiple sclerosis.

4. Aneurysms(a.basilaris).

5. Infeksi otak, seperti meningitis, bisul otak atau infeksi parasite.

6. Komplikasi pada telinga atau infeksi mata.

7. Penyumbatan pada arteri yang mensuplai syaraf, bisa disebabkan dari diabetes,stroke,

serangan ischemic transient, arteritis atau vasculitis.

8. Wernickle’s encephalopathy(umumnya disebabkan oleh alkohol kronik).

9. Benign intracranial hypertension (pseudotumor cerebri).

10. Glioma di pons.

Page 26: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

11. Infeksi pernafasan (pada anak).

Pada kasus ini paralyse N. abducens akibat trauma kepala.

Etiologi Miopi

Secara umum masih belum jelas namun faktor herediter dan faktor lingkungan memegang

peranan penting. Suatu varitas pola genetik untuak miopia telah digambarkan termasuk X-

Linked myopia (myp1 pada kromosom X q28), autosomal dominan myp2 pada kromosom

18p, autosomal dominan myp3 pada kromosom 12q, autosomal dominan myp4 pada

kromosom 7q dan autosomal dominan myp5 pada kromosom 17q. Pada penelitian yang

dilakukan baru-baru ini dianggap bahwa heterogenitas genetik dari miopia ditentukan oleh

X-Linked pada lokus sekunder di daerah q12q2123.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan miopi antara lain pekerjaan dekat,

stres emosional, dan meningkatnya pendidikan formal seseorang. Akomodasi yang lama

dan tekanan intra okular dicurigai dapat mempengaruhi elongasi bola mata dengan

penurunan tahanan dari sklera. Faktor lain yang diduga dapat mempengaruhi

perkembangan miopi yaitu diet dan nutrisi serta stress fisik.

7. Apa epidemiologi strabismus dan miopi?

Jawab :

Epidemiologi strabismus

Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan sekitar 3%

remaja dan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria dan wanita dalam perbandingan yang

sama. Strabismus mempunyai pola keturunan, sebagai contoh, jika salah satu atau kedua

orangtuanya strabismus, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus juga. Namun,

beberapa kasus terjadi tanpa adanya riwayat strabismus dalam keluarga. Anak-anak

disarankan untuk dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Bila terdapat riwayat

keluarga strabismus, pemeriksaan mata disarankan dilakukan saat usia 12-18 bulan.

Epidemiologi miopi

Page 27: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Miopia memiliki insiden 2,1% di Amerika Serikat dan peringkat ke tujuh yang

menyebabkan kebutaan, serta tampak memiliki predileksi tinggi pada keturunan Cina,

Yahudi, dan Jepang. Angka kejadiannya lebih sering 2 kali lipat pada perempuan

dibanding laki-laki. Keturunan kulit hitam biasanya bebas dari kelainan ini. Menurut

“National Eye Institute Study”, miopia merupakan penyebab kelima tersering yang

mengganggu penglihatan dan merupakan penyebab kutujuh yang tersering kebutaan di

Amerika Serikat, sedangkan di Inggris merupakan penyebab kebutaan tersering.

8. Apa faktor resiko strabismus dan miopi?

Jawab :

Stabismus

- Riwayat keluarga terhadap malformasi ocular.

- Anisometropia (perbedaan yang besar daya refraksi antara kedua mata, lebih dari 4 D

pada sferis dan / lebig dari 2 D pada astigmatism).

- Katarak kongenital.

- Tumor ocular.

- Lahir premature atau lahir dari ibu yang terkena infeksi seperti rubella, genital herpes,

atau toxoplasmosis pada saat melahirkan.

- Diabetes melitus.

Myopia

- Keturunan. Orang tua yang mempunyai sumbu bolamata yang lebih panjang dari

normal akan melahirkan keturunan yang memiliki sumbu bolamata yang lebih panjang

dari normal pula.

- Ras/etnis. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan myopia yang lebih besar

(70% – 90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30% – 40%). Paling kecil adalah

Afrika (10% – 20%).

- Perilaku. Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat memperbesar

resiko myopia. Demikian juga kebiasaan membaca dengan penerangan yang kurang

memadai.

Page 28: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

9. Apa patofisiologi strabismus dan miopi?

Jawab :

10. Apa manifestasi klinis strabismus dan miopi? Disertai gambar.

Jawab :

Manifestasi klinis esotropia :

Gangguan pergerakan mata kearah luar

Uncrossed diplopia yang menjadi lebih hebat bila mata digerakkan kearah luar

Kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh

Page 29: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Deviasinya menghilang bila mata digerakkan kearah yang berlawanan dengan otot

yang lumpuh

Manifestasi miopi :

Kabur bila melihat jauh

Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat

Mudah lelah apabila membaca

Astenovergens

11. Apa tatalaksana strabismus dan miopi?

Jawab :

Tujuan utama pengobatannya adalah mengembalikan efek sensorik yang hilang karena

strabismus (ambliopia, supresi, dan hilangnya stereopsis), dan mempertahankan mata yang

telah membaik dan telah diluruskan baik secara bedah maupun non bedah. Pada orang

dewasa dengan strabismus akuisita, tujuannya adalah mengurangi deviasi dan

memperbaiki penglihatan binokular tunggal.

Pengobatan non-bedah:

Terapi oklusi : mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata yang

ambliop.

Kacamata : perangkat optik terpenting dalam pengobatan strabismus adalah kacamata

yang tepat. Bayangan yang jelas di retina karena pemakaian kacamata memungkinkan

mekanisme fusi bekerja sampai maksimal. Jika ada hipermetropia tinggi dan esotropia,

maka esotropianya mungkin karena hipermetropia tersebut (esotropia akomodatif

refraktif).

Obat farmakologik :

1. Sikloplegik – Sikloplegik melumpuhkan otot siliar dengan cara menghalangi

kerjaasetilkolin ditempat hubungan neuromuskular dan dengan demikian mencegah

akomodasi. Sikloplegik yang digunakan adalah tetes mata atau salep mata atropin

biasanya dengan konsentrasi 0,5% (anak) dan 1% (dewasa).

2. Miotik – Miotik digunakan untuk mengurangi konvergensi yang berlebihan pada

esotropia dekat, yang dikenal sebagai rasio konvergensi akomodatif dan akomodasi

Page 30: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

(rasio KA/A) yang tinggi. Obat yang biasa digunakan adalah ekotiofat iodine

(Phospholine iodide) atau isoflurat (Floropryl), yang keduanya membuat

asetikolinesterase pada hubungan neuromuskular menjadi tidak aktif, dan karenanya

meninggikan efek impuls saraf.

3. Toksin Botulinum – Suntikan toksin Botulinum A ke dalam otot ekstraokular

menyebabkan paralisis otot tersebut yang kedalaman dan lamanya tergantung

dosisnya.

Pengobatan Bedah :

- Memilih otot yang perlu dikoreksi : tergantung pengukuran deviasi pada berbagai arah

pandangan. Biasanya yang diukur adalah jauh dan dekat pada posisi primer, arah

pandangan sekunder untuk jauh, dan arah pandangan tersier untuk dekat, serta

pandangan lateral ke kedua sisi untuk dekat.

- Reseksi dan resesi – Cara yang paling sederhana adalah memperkuat dan

memperlemah. Memperkuat otot dilakukan dengan cara yang disebut reseksi. Otot

dilepaskan dari mata, ditarik sepanjang ukuran tertentu dan kelebihan panjang otot

dipotong dan ujungnya dijahit kembali pada bola mata, biasanya pada insersi asal.

Resesi adalah cara melemahkan otot yang baku. Otot dilepaskan dari bola mata,

dibebaskan dari perlekatan-perlekatan fasial, dan dibiarkan menjadi retraksi.

Kemudian dijahit kembali pada bola mata dibelakang insersi asal pada jarak yang telah

ditentukan.

12. Apa pencegahan strabismus dan miopi?

Jawab:

a. Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya kecelakaan

lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya cedera

seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yangdirancang

untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan

pemberian pertolongan pertama, yaitu :

1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).

Page 31: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh tercepat

pada kasus cedera. Guna menghindari gangguan tersebut penanganan masalah

airway menjadi prioritas utama dari masalah yang lainnya. Beberapa kematian

karena masalah airway disebabkan olehkarena kegagalan mengenali masalah

airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan

mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri. Pada pasien

dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan

jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat

terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran

udara ke dalam paru. Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang

mengancam airway.

2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)

Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan adalah

membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan

membantu pernafasan akan dapat menimbulkan kematian.

3. Menghentikan perdarahan (Circulations).

Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang berdarah

sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala dapat dibalut dengan ikatan yang kuat.

Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infuse dan bila perlu

dilanjutkan dengan pemberian transfusedarah. Syok biasanya disebabkan karena

penderita kehilangan banyak darah.

13. Apa komplikasi strabismus dan miopi? Jelaskan?

Jawab :

Strabismus

a. Supresi

Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia yang timbul

akibat adanya deviasinya.

b. Amblyopia

Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa koreksi kacamata dan

tanpa adanya kelainan organiknya.

Page 32: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

c. Anomalus Retinal Correspondens

Suatu keadaan dimana favea dari mata yang baik (yang tidak berdeviasi) menjadi

sefaal dengan daerah favea dari mata yang berdeviasi.

d. Defek otot

Perubahan-perubahan sekunder dari striktur konjungtiva dan jaringan fascia yang ada

di sekeliling otot menahan pergerakan normal mata.

e. Adaptasi posisi kepala

Keadaan ini dapat timbul untuk mengindari pemakaian otot yang mengalami efecyt

atau kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi posisi kepala

biasanya kearah aksi dari otot yang lumpuh.

Miopi

1. Ablasio retina

Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 sampai (- 4,75) D sekitar

1/6662.Sedangkan pada (- 5) sampai (-9,75) D risiko meningkat menjadi

1/1335.Lebih dari (-10) D risiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan

faktor risiko pada miopia lebih rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi

meningkat menjadi 300 kali (Sidarta, 2003).

2. Vitreal Liquefaction dan Detachment

Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2%

serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan,

namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini

berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal,

penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat

terjadi kolaps badan viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan

ini nantinya akan menimbulkan risiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan

kerusakan retina. Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya

volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata (Sidarta, 2003).

3. Miopik makulopati

Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada

mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapangan pandang berkurang.

Page 33: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan

berkurangnya lapangan pandang. Miopi vaskular koroid atau degenerasi makular

miopia juga merupakan konsekuensi dari degenerasi macularnormal dan ini

disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina

(Sidarta, 2003).

4. Glaukoma

Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%,

dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stress

akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada

trabekula.

5. Katarak

Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa pada orang dengan

miopia onset katarak muncul lebih cepat.

14. Apa prognosis strabismus dan miopi? Mengapa?

Jawab :

Dubia ad bonam. Apabila esotropia di tangani dengan cepat dan baik maka penderita

esotropia dapat melihat dengan normal.

15. Apa KDU kasus ini?

Jawab :

Miopi ringan : 4a

Strabismus : 2

D. Hipotesis

Seorang laki-laki, 22 tahun mengalami esotrofia oculi dextrasuspect parase N. VI (N.

abducen) et causa trauma cavitis disertai miopi.

Page 34: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

E. Kerangka Konsep

Page 35: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

F. Sintesis

a. Anatomi

MATA

Mata tertanam didalam corpus adiposum orbitae, tetapi dipisahkan dari corpus

adiposum orbitae oleh selubung fasial bola mata. bola mata merupakan organ penglihatan

manusia. bola mata menempati bagian depan orbit. bola mata orang dewasa memilki

diameter sekitar 24,2-25 mm. bola mata dilapisi oleh selubung fascial bola mata ( fascia

tenon ). fascia tenon adalah fascia yang menempel dari limbus sampai ke nervus optikus.

bagian dalam fascia tenon menempel dengan episklera, sedangkan bagian luarnya

merupakan perlekatan otot. diantara fascia tenon dengan sklera terdapat ruang potensial

SELUBUNG FASIAL BOLA MATA

Selubung fasial meliputi bola mata dari n. optikus sampai taut corneosklera. Selubung ini

memisahkan bola mata dari corpus adiposum orbita dan menyediakan wadah agar bola

mata dapat bergerak dengan bebas. Selubung fasial ini ditembus oleh tendo otot-otot orbita

dan melipat pada masing-masing tendo sebagai selubung tubular. Selubung bagi tendo

m.rectus medialis dan lateralis melekat pada dinding medial dan lateral orbita melalui

ligamentum yang berbentuk segitiga yang disebut ligamentum lacertus medialis dan

lateralis. Bagian bawah selubung fascia yang berjalan dibawah bola mata dan

Page 36: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

menghubungkan ligamentum lacertus medialis dan lateralis menebal dan berfungsi

menahan bola mata; bagian ini disebut ligamentum suspensorium bulbi. Dengan

perantaraan ligamentum ini, bola mata tergantung seperti buaian pada dinding medial dan

lateral orbita.

LAPISAN BOLA MATA

Bola mata terdiri atas 3 lapisan, dari luar ke dalam adalah: (1) Tunica Fibrosa, (2) Tunica

Vasculosa yang berpigmen (3) Tunica Nervosa.

- Tunica Fibrosa

Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opak, sclera dan bagian anterior yang

transparan serta kornea. Sclera terdirir atas jaringan fibrosa yang padat dan berwarna

putih. Di posterior, sclera ditembus oleh n. optikus dan menyatu dengan selubung dura

saraf ini. Lamina Cribrosa adalah daerah sclera yang ditembus oleh serabut-serabut n.

optikus, merupakan daerah yang relative lemah dan dapat menonjol kedalam bola mata

oleh peningkatan tekanan liquor serebrospinalis didalam tonjolan tubular spatium

subarachnoideum, yang terdapat disekeliling n. optikus. Bila tekanan intraocular

Page 37: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

meningkat, lamina cribrosa akan menonjol keluar, menyebabkan discus menjadi

cekung, yang dapat dilihat melalui oftalmoskop.

Sclera juga ditembus oleh a. n. ciliares dan pembuluh venanya, yaitu venae vorticosae.

Kearah depan sclera langsung baralih menjadi kornea pada taut corneosklera atau

limbus. Cornea yang transparan. Mempunyai fungsi utama memantulkan cahaya yang

masuk ke mata . diposterior, cornea berhubungan dengan aqueous humour.

- Tunica Vasculosa Pigmentosa

Tunica vasculosa pigmentosa dari belakang ke depan disusun oleh choroidea, corpus

ciliare dan iris. Choroidea : Choroidea terdiri ata lapisan luar berpigmen dan lapisan

dalam yang sangat vascular. Corpus Ciliare : Corpus ciliare ke arah posterior

dilanjutkan oleh choroidea, dan kearah anterior terleteak di belakang batas perifer

iris.Corpus ciliare terdiri atas:

1. Corona ciliaris, adalah bagian posterior corpus ciliare , dan permukaannya

mempunyai alur dangkal yang disebut striae ciliares.

2. Prosesus ciliaris, adalah lipatan-lipatan yang tersusun secara radial, dan pada

permukaan posteriornya melekat ligamentum suspensorium iridis.

3. M. ciliaris, terdiri atas serabut-serabut otot polos meidianal dan sirkular. Serabut

meridianal berjalan ke belakang dari area taut corneosklera menuju ke prosesus

ciliaris. Serabut-serabut sirkular berjumlah sedikit dan terletak di sebelah dalam

serabut meridianal.

Persarafan: M. ciliaris dipersarafi oleh serabut parasimpatis dari n.

occulomotorius. Setelah bersinaps di ganglion siliaris, serabut-serabut

postganglionic berjalan ke depan ke bola mata di dalam n. canalis brevis.

Fungsi: kontraksi m. ciliaris, terutama serabut-serabut meridianal menarik corpus

ciliaris ke depan. Hal ini menghilangkan tegangan yang ada pada ligamnetum

suspensorium, dan lensa yang elastis menjadi lebih cembung. Keadaan ini

meningkatkan daya refraksi lensa.

Iris dan Pupil. Iris adalah diaphragm berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang

di tengahnya , yaitu pupil. Iris tergantung didalam humor aqueous diantara kornea dan

Page 38: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

lensa. Pinggir iris melekat pada permukaan anterior corpus ciliaris. Iris membagi ruang

antara lensa dan cornea menjadi camera anterior dan camera posterior. Serabut-serabut

otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serabut-serabut sirkular dan radial. Serabut-

serabut sirkular membentuk m. spinchter pupillae dan tersusun di sekitar pinggir pupil.

Serabut-serabut radial membentuk m. dilator pupillae, yang merupakan lembaran tipis

serabut-serabut radial dan terletak dekat permukaan posterior.

Persarafan: m. spinchter pupillae dipersarafi oleh serabut parasimpatis n.

oculomotorius. Setelah bersinaps di ganglion ciliaris, serabut-serabut post

ganglionic berjalan ke depan ke bola mata di dalam nn. Ciliares breves. M. dilator

pupilae dipersarafi oleh serabut simpatis, yang berjalan ke depan ke bola mata

didalam nn. Ciliares longi.

Fungsi: M. spinchter pupillae mengonstriksikan pupillae dalam keadaan cahaya

terang dan selama berakomodasi. M. dilator pupillae melebarkan pupil dalam

keadaan cahaya kurang terang atau keadaan terdapatnya aktivitas simpatis yang

berlebihan seperti dalam keadaan takut.

- Tunica Nervosa: Retina

Retina terdiri atas pars pigmentosa disebelah luar dan pars nervosa di sebelah dalam.

Permukaan luar melekat dengan choroidea dan permukaan dalam berhubungan dengan

corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan organ receptor. Pinggir

anteriornya membentuk cincin berombak, disebut orra serata, yang merupakan ujung

akhir pars nervosa. Bagian anterior retina bersifat tidak peka dan hanya terdiri atas sel-

sel berpigmen dengan lapisan epithel silindris dibawahnya. Bagian anterior retina ini

menutupi processus ciliaris dan belakang iris.

Pada pertengahan bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan, disebut

macula lutea, yang merupakan area retina dengan daya lihat yang paling jelas.

Ditengahnya terdapat lekukan, disebut fovea centralis.N. optikus meninggalkan retina

kira-kira 3 mm medial dari macula lutea melalui discus nervi optici. Diskus n. optici

agak cekung pada bagian tengahnya, yaitu merupakan tempat n. opticus di tembus oleh

arteri centralis retinae. Pada diskus n. optici tidak terdapat sel-sel batang dan kerucut,

sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut sebagai “ bintik buta”. Pada

Page 39: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

pemeriksaan oftalmoskop. Diskus n. optici tampak berwarna merah muda pucat, jauh

lebih pucat dari area retina disekitarnya.

ISI BOLA MATA

Isi bola mata adalah media refraksi, humor aqueos corpus vitreum dan lensa.

Humor aquous

Humor aquous adalah cairan bening yang mengisi camera anterior dan camera posterior

bulbi. Diduga cairan ini merupakan secret dari prosesus ciliaris, dari sini mengalir ke

camera posterior. Kemudian mengalir ke dalam camera anterior melalui celah yang ada

angulus iridocornealis masuk kedalam canalis schlemmi. Hambatan aliran keluar

aqueous humor mengakibatkan peningkatan tekanan intraocular, disebut glaucoma.

Keadaan ini dapat menimbulkan kerusakan degenerative pada retina, yang berakibat

kebutaan. Fungsi humor aqueous adalah untuk menyokong dinding bola mata dengan

memberikan tekanan dari dalam, sehingga menjaga bentuk bola matanya. Cairan ini

juga memberi makanan bagi kornea dan lensa dan mengangkut hasil-hasil metabolisme.

Fungsi ini penting, karena kornea dan lensa tidak mempunyai pembuluh darah.

Corpus Vitreum

Corpus vitreum mengisi bola mata di belakang lensa dan merupakan gel yang

transparan. Canalis hyaloideus adalah saluran sempit yang berjalan melalui corpus

vitreum dari discus nervi optici ke permukaan posterior lensa. Pada janin saluran ini

berisi a. hyaloidea, yang menghilang beberapa saat sebelum lahir. Fungsi corpus

Page 40: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

vitreum adalah sedikit menambah daya pembesaran mata. Juga menyokong permukaan

posterior lensa dan membantu melekatkan pars nervosa retina ke pars pigmentosa retina.

Lensa

Lensa adalah struktur bikonveks, yang trasnparan, yang dibungkus oleh capsula yang

transparan. Lensa terletak dibelakang iris dan di depan corpus vitreum, serta dikelilingi

pocessus siliaris. Lensa terdiri atas (1) capsula elastis, yang membungkus struktur; (2)

epithelium cuboideum, yang terbatas pada permukaan anterior lensa; dan (3) fibrae

lentis, yang dibentuk dari epithelium cuboideum pada equator lentis. Fibrae lentis,

menyusun bagian terbesar lensa. Capsula lentis yang elastis terdapat dalam keadaan

tegang, menyebabkan lensa tetap berada dalam bentuk bulat dan bukan bentuk discus.

Region equator lensa dilekatkan pada prosesus ciliaris oleh ligamentum suspensorium.

Tarikan dari serabut-serabut ligamentum suspensorium yang tersusun radial cenderung

memipihkan lensa yang elastis ini, sehingga mata dapat difokuskan pada objek-objek

yang jauh.

Untuk mengakomodasikan mata pada objek yang dekat, m. ciliaris berkontraksi dan

menarik corpus ciliaris ke depan dan dalam, sehingga serabut serabut radial ligamentum

suspensorium menjadi relaksasi. Keadaan ini memungkinkan lensa yang elastis menjadi

lebih bulat. Dengan bertambahnya usia, lensa menjadi lebih padat dan kurang elastis,

dan sebagai akibatnya kemampuan berakomomdasi menjadi berkurang ( presbyopia ).

Kelemahan ini dapat diatasi dengan memakai lensa tambahan berupa kacamata untuk

membantu mata melihat benda-benda yang dekat.

OTOT-OTOT BOLA MATA DAN KELOPAK MATA

Otot-otot orbita ini terdiri atas otot-otot ekstrinsik bola mata ( lurik ), otot-otot intrinsic

bola mata ( polos ) dan otot-otot palpebrae.

Page 41: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Otot instrinsik bola mata

Otot-otot ekstrinsik bola mata (lurik)

Terdiri atas empat m. rectus dan dua m. obliqus.

1. M. rectus

Origo: keempat mm. recti berasal dari cincin fibrosa yang disebut annulus tendineus

comunis. Anulus ini merupakan penebalan dari periosteum. Cincin ini mengelilingi

canalis optikusdan menjembatani fisura orbitalis inferior. M rectus superior berasal

dari bagian atas cincin, m. rectus inferior dari bagian bawah cincin, m. rectus

medialis dari bagian medial cincin, dan m. rectus lateralis berasal dari dua caput pada

bagian lateral cincin.

Insersio: masing-masing m.rectus berjalan ke depan, bertambah lebar dan terpisah

satu dengan yang lainnya. Bersama-sama otot-otot ini membentuk suatu kerucut otot

yang membungkus n. optikus dan bagian posterior bola mata. Tendo setiap otot

menembus selubung fascia bola mata dan berinsersio pada sclera lebih kurang 6 mm

dibelakang pinggir kornea.Persarafan: m. rectus superior, inferior, dan medial

dipersarafi oleh N. occulomotorius. M rectus lateralis dipersarafi oleh n. Abducens.

Fungsi: m. rectus lateralis memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke lateral.

M. rectus medialis memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke medial.

Karena berinsersio pada sisi medial sumbu vertical bola mata, m. rectus superior dan

inferior tidak hanya menaikkan dan menurunkan kornea, tapi juga memutar kornea

ke medial. Agar m.rectus superior da[at menaikkan langsung cornea ke atas, otot ini

harus dibantu oleh m. obliqus inferior. Agar m.rectus inferior dapat menurunkan

kornea secara langsung, otot ini harus dibantu oleh m.obliqus superior.

2. M. obliqus superior

- Origo: corpus ossis spenoidhalis

- Insersio: venternya yang bulat berjalan ke depandan beralih menjadi tendo yang

langsing, yang berjalan melalui trochlea fibrocartilage yang melekat pada os.

Frontale. Kemudian tendo membelok ke belakang dan ke lateral, menembus

selubung fascia bola mata, dan berinsersio pada sclera dibawahm.rectus superior.

Otot ini melekat pada sclera dibelakang equator coronalis bola mata, dan garis

tarikan tendo berjalan medial terhadap sumbu vertical.

Page 42: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

- Persarafan: n. trochlearis

- Fungsi: m. obliqus superior memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke

bawah dan lateral.

3. M. Obliqus Inferior

Origo: bagian anterior dasar orbita

Insersio: otot langsing ini berjalan ke belakang dan lateral di bawah rectus

inferior. Otot ini berinsersio pada sclera dibelakang equator coronalis, dan garis

tarikan tendo berjalan medial terhadap sumbu vertical.

Persarafan: n. occulomotorius

Fungsi: M. obliqus inferior memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke

atas dank e lateral.

Otot-otot intrinsic bola mata ( polos)

1. M. spinchter pupillae

Persarafan: parasimpatis melalui n. occulomotorius

Fungsi: konstriksi pupil

2. M. dilator pupillae

Persarafan: simpatis

Fungsi: dilatasi pupil

3. M. cilliaris

Persarafan: parasimpatis melalui n. occulomotorius

Fungsi: mengatur bentuk lensa; pada akomodasi membuat lensa menjadi lebih

bulat

Otot-otot palpebrae

1. M. orbicularis oculi

Terdapat 2 jenis, yaitu: pars palpebrae dan pars orbitalis.

Pars palpebrae:

Origo: ligamentum palpebrae medialis

Insersio: raphe palpebrae lateralis

Persarafan: N. fascialis

Fungsi: menutup kelopak mata dan dilatasi saccus lacrimalis

Page 43: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Pars orbitalis:

Origo: ligamentum palpebrae medialis dan tulang didekatnya

Insersio: lengkungan yang kembali ke origo

Persarafan: N. fascialis

Fungsi: melipat kulit disekitar orbita untuk melindungi bola mata.

2. M. Levator palpebrae

Origo: belakang orbita

Insersio: permukaan anterior dan pinggir atas tarsus superior

Persarafan: otot lurik oleh n. occulomotorius, otot polos oleh saraf simpatis

Fungsi: mengangkat palpebrae superior

PEMBULUH DARAH DAN LIMFE ORBITA

Arteria Opthalmica

Cabang dari a. carotis interna setelah pembuluh ini keluar dari sinus cavernosus. Arteri

ini berjalan ke depan melalui canalis opticus bersama n. opticus. Pembuluh ini berjalan

di depan dan lateral dari n. opticus, kemudian menyilang diatasnya untuk mencapai

dinding medial orbita. Kemudian arteri ini membrikan banyak cabang, sebagian dari

cabang-cabang ini mengikuti saraf-saraf dalam orbita.

Cabang-cabang:

1. A. sentralis retinae adalah cabang kecil yang menembus selubung meningeal n.

opticus untuk masuk kedalam saraf. Pembuluh ini berjalan didalam n. opticus dan

masuk bola mata dipusat discus n.optici, disini, arteri ini bercabang-cabang, yang

dapat diamati pada pasien melalui optalmoskop. Cabang-cabang ini berupa end-

arteries.

2. Rami musculares.

3. Aa. Ciliares, dapat dibagi menjadi kelompok anterior dan posterior. Kelompok

anterior masuk bola mata didekat taut cornesklera; kelompok posterior masuk dekat

n. opticus.

4. A. Lacrimalis ke glandula lacrimalis.

5. A. Supratrochlearis dan a. supraorbitalis didistribusikan ke kulit dahi.

Page 44: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Vena-Vena Opthalmica

V. opthalmica superior berhubungan didepan dengan v. fascialis. Vena opthalmica

inferior berhubungan melalui fisura orbitalis inferior dengan plexus venosus

pterigoideus. Kedua vena ini berjalan ke belakang melalui fisura orbitalis superior dan

bermuara ke dalam sinus cavernosus.Tidak ada pembuluh atau kelenjar limfe di orbita

SARAF-SARAF ORBITA

Nervus Opticus

N. opticus masuk ke orbita melalui canalis opticus dari fossa cranii media, disertai

oleh a. opthalmica, yang terletak disisi lateral bawahnya. Saraf ini dikelilingi oleh

selubung piameter, arachnoideamater, dan duramater. Berjalan kedepan dan lateral

dalam kerucut mm. recti dan menembus sclera pada suatu titik di medial polus

posterior bola mata. Disini, meninges menyatu dengan sclera, sehingga spatium

subarachnoideum yang berisis liquor serebrospinalis meluas ke depan dari fossa

cranii media, disekitar n. opticus dan melalui kanalis optikus sampai ke bola mata.

Karena itu peningkatan tekanan liquor serebrospinalis didalam rongga cranium

diteruskn ke bagian belakang bola mata.

Nervus Lacrimalis

N. lacrimalis dipercabangkan dari divisi opthalmica n. trigeminus pada dinding

lateral sinus cavernosus. Saraf ini halus dan masuk ke bagian orbita melalui bagian

atas ifsura orbitalis superior. Berjalan ke depan sepanjang pinggir atas m. rectus

lateralis. Saraf ini bergabung dengan cabang n. zygomaticotemporalis, ynag

kemudian ditinggalkannya, dan masuk kedalam glandula lacrimalis ( serabut

secretorik parasimpatis). N. lacrimalis berakhir dengan mempersarafi kulit bagian

lateral palpebrae superior.

Nervus Frontalis

N. frontalis dipercabangkan dari divisi opthalmica n. trigeminus pada dinding lateral

sinus cavernosus. Masuk keorbita melalui bagian atas fisura orbitalis superior dan

berjalan ke depan pada permukaan superior m. levator palpebrae superioris, diantara

otot ini dan atap orbitae. Saraf ini bercabang menjadi n. supratrochlearis dan n.

supraorbitalis. N. supratrochlearis berjalan diatas trochlea untuk m. obliquus superior

Page 45: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

dan melingkari pinggir atas orbita untukl mersarafi kulit dahi. N. supraorbitalis ynag

lebih besar, berjalan melalui incisura supraorbitalis, atau foramen supraorbitalis, dan

mempersarafi kulit dahi lateral dari daerah yang dipersarafi oleh n. supratrochlearis.

N. supraorbitalis juga mempersarafi membrane mucosa sinus frontalis.

Nervus Trochlearis

N. trochlearis meninggalkan dinding lateral sinus cavernosus dan masuk ke orbita

melalui bagian atas fissure orbitalis superior. Saraf tersebut berjalan ke depan dan ke

medial, melintasi origo m. levator palpebrae superioris dan mempersarafi m.

obliquus superior.

Nervus Occulomotorius

Ramus superior N. occulomotorius meninggalkan dinding lateral sinus cavernosus

dan masuk ke orbita melalui bagian bawah fisura orbitalis superior, didalam anulus

tendineus. Cabang ini mempersarafi m. rectus superior, kemudian menembus otot ini

dan mempersarafi m. levator palpebrae yang ada di atasnya.

Ramus inferior N. oculomotorius masuk orbita dengan cara yang sama dan

memberikan cabang- cabang ke m.rectus inferior, m.rectus medialis, dan m. obliqus

inferior. Saraf ke m.obliquus inferior memberikan sebuah cabang yang berjalan ke

ganglion ciliaris dan membawa serabut-serabut parasimpatis ke m. spinchter pupillae

dan m. ciliaris.

Nervus Nasociliaris

N. nasociliaris dipercabangkan dari divisi opthalmica N. trigeminus pada dinding

lateral sinus cavernosus, nervus ini masuk ke orbita melalui bagian bawah fissure

orbitalis, didalam anulus tendineus. Saraf ini melintas diatas n. opticus bersama a.

opthalmica mencapai dinding medial orbita. Kemudian, N. nasociliaris berjalan ke

depan sepanjang pinggir atas m. rectus medialis dan berakhir dengan bercabang dua

menjadi n. ethmoidalis anterior dan n. infratrochlearis.

Nervus Abducens

N. abducens meniggalkan sinus cavernosus dan masuk melalui bagian bawah fissure

orbitalis superior, didalam anulus tendineus. Saraf ini berjalan ke depan dan

memepersarafi m. rectus lateralis.

Page 46: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Ganglion Ciliaris

Ganglion siliaris berukuran sebesar kepala jarum pentul, dan merupakan ganglion

parasimpatis dan terletak pada bagian posterior orbita dilateral n. opticus. Ganglion

ini menerima serabut-serabut saraf parasimpatis preganglionic dari n. occulomotorius

melalui saraf tersebut ke m. obliquus inferior. Serabut-serabut postganglioniknya

meninggalkan ganglion didalam nn. Ciliares breves, yang berjalan ke depan menuju

bagian belakang bola mata dan mempersarafi m. spinchter pupillae dan m. cilliaris.

b. Neurofisiologi

A. Pengertian

Neurofisiologi, disebut sebagai "neurofisiologis" adalah cabang dari ilmu saraf, studi

tentang sistem saraf (termasuk mekanisme sistem saraf perifer, tulang belakang dan otak )

fungsi. Neurofisiologi juga cabang dari fisiologi , untuk fokus secara eksklusif pada

sistem saraf Neurofisiologi adalah bagian ilmu fisiologi, yang mempelajari studi fungsi

sistem saraf. Ilmu ini berkaitan erat denganneurobiologi, psikologi, neurologi,

neurofisiologi klinik, elektrofisiologi, etologi,aktivitas saraf tinggi, neuroanatomi, ilmu

kognitif, dan ilmu otak lainnya.

Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan

rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh. Sistem saraf

memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat terhadap perubahan-perubahan yang

terjadi di lingkungan luar maupun dalam. Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga

komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf yaitu :

1. Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita yang

bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.

2. Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari berkas serabut

penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat sel-sel khusus yang

memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.

3. Efektor, adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah diantarkan oleh

penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada manusia adalah otot dan

kelenjar.

B. Sel Saraf

Page 47: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi.

Sistern ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf

mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara reseptor dan efektor.

Reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf dan sel lainnya yang berfungsi mengenali

rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau

organ yang menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan. Contohnya otot dan kelenjar.

Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf adalah mengirimkan

pesan (impuls) yang berupa rangsang atau tanggapan.

a. Struktur Sel Saraf

Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya terdapat sitoplasma dan inti

sel. Dari badan sel keluar dua macam serabut saraf, yaitudendrit dan akson

(neurit).Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf, sedangkan akson

berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan lain. Akson biasanya sangat

panjang. Sebaliknya, dendrit pendek.

Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal satu dendrit. Kedua serabut

saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar akson terdapat lapisan lemak disebut

mielin yang merupakan kumpulan sel Schwann yang menempel pada akson.Sel

Schwann adalah sel glia yang membentuk selubung lemak di seluruh serabut saraf

mielin. Membran plasma sel Schwann disebut neurilemma. Fungsi mielin adalah

melindungi akson dan memberi nutrisi. Bagian dari akson yang tidak terbungkus

mielin disebut nodus Ranvier, yang berfungsi mempercepat penghantaran impuls.

Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu

sel saraf sensori, sel saraf motor, dan sel saraf intermediet (asosiasi).

1. Sel saraf sensori

Fungsi sel saraf sensori adalah menghantar impuls dari reseptor ke sistem saraf

pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). Ujung akson

dari saraf sensori berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet).

2. Sel saraf motor

Fungsi sel saraf motor adalah mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau

kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel

Page 48: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

saraf motor berada di sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan

dengan akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat panjang.

3. Sel saraf intermediet

Sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan di

dalam sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motor dengan sel

saraf sensori atau berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem

saraf pusat. Sel saraf intermediet menerima impuls dari reseptor sensori atau sel

saraf asosiasi lainnya.

Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit bergabung dalam satu selubung

dan membentuk urat saraf. Sedangkan badan sel saraf berkumpul membentuk ganglion

atau simpul saraf.

C. Mekanisme Penghantar Impuls

Impuls dapat dihantarkan melalui beberapa cara, di antaranya melalui sel saraf dan

sinapsis. Berikut ini akan dibahas secara rinci kedua cara tersebut.

1. Penghantaran Impuls Melalui Sel Saraf

Penghantaran impuls baik yang berupa rangsangan ataupun tanggapan melalui serabut

saraf (akson) dapat terjadi karena adanya perbedaan potensial listrik antara bagian luar

dan bagian dalam sel. Pada waktu sel saraf beristirahat, kutub positif terdapat di

bagian luar dan kutub negatif terdapat di bagian dalam sel saraf. Diperkirakan bahwa

rangsangan (stimulus) pada indra menyebabkan terjadinya pembalikan perbedaan

potensial listrik sesaat. Perubahan potensial ini (depolarisasi)terjadi berurutan

sepanjang serabut saraf. Kecepatan perjalanan gelombang perbedaan potensial

bervariasi antara 1 sampai dengart 120 m per detik, tergantung pada diameter akson

dan ada atau tidaknya selubung mielin.

Bila impuls telah lewat maka untuk sementara serabut saraf tidak dapat dilalui oleh

impuls, karena terjadi perubahan potensial kembali seperti semula (potensial istirahat).

Untuk dapat berfungsi kembali diperlukan waktu 1/500 sampai 1/1000 detik.Energi

yang digunakan berasal dari hasil pemapasan sel yang dilakukan oleh mitokondria

dalam sel saraf.

Page 49: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Stimulasi yang kurang kuat atau di bawah ambang (threshold) tidak akan

menghasilkan impuls yang dapat merubah potensial listrik. Tetapi bila kekuatannya di

atas ambang maka impuls akan dihantarkan sampai ke ujung akson. Stimulasi yang

kuat dapat menimbulkan jumlah impuls yang lebih besar pada periode waktu tertentu

daripada impuls yang lemah.

2. Penghantaran Impuls Melalui Sinapsis

Titik temu antara terminal akson salah satu neuron dengan neuron lain dinamakan

sinapsis. Setiap terminal akson membengkak membentuk tonjolan sinapsis. Di dalam

sitoplasma tonjolan sinapsis terdapat struktur kumpulan membran kecil berisi

neurotransmitter; yang disebut vesikula sinapsis. Neuron yang berakhir pada tonjolan

sinapsis disebut neuron pra-sinapsis. Membran ujung dendrit dari sel berikutnya yang

membentuk sinapsis disebut post-sinapsis. Bila impuls sampai pada ujung neuron,

maka vesikula bergerak dan melebur dengan membran pra-sinapsis.

Kemudian vesikula akan melepaskan neurotransmitter berupa asetilkolin.

Neurontransmitter adalah suatu zat kimia yang dapat menyeberangkan impuls dari

neuron pra-sinapsis ke post-sinapsis. Neurontransmitter ada bermacam-macam

misalnya asetilkolin yang terdapat di seluruh tubuh, noradrenalin terdapat di sistem

saraf simpatik, dan dopamin serta serotonin yang terdapat di otak. Asetilkolin

kemudian berdifusi melewati celah sinapsis dan menempel pada reseptor yang

terdapat pada membran post-sinapsis. Penempelan asetilkolin pada reseptor

menimbulkan impuls pada sel saraf berikutnya. Bila asetilkolin sudah melaksanakan

tugasnya maka akan diuraikan oleh enzim asetilkolinesterase yang dihasilkan oleh

membran post-sinapsis.

Bagaimanakah penghantaran impuls dari saraf motor ke otot? Antara saraf motor dan

otot terdapat sinapsis berbentuk cawan dengan membran pra-sinapsis dan membran

post-sinapsis yang terbentuk dari sarkolema yang mengelilingi sel otot. Prinsip

kerjanya sama dengan sinapsis saraf-saraf lainnya.

D. Terjadinya Gerak Bebas Dan Gerak Reflex

Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat sederhana untuk menjelaskan penghantaran

impuls oleh saraf.Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang

Page 50: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan

panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh

otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai

perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor.

Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap

rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi

tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks

misalnya berkedip, bersin, atau batuk.

Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari

reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf,

diterima oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim

tanggapan ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan

pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila

saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau

mempersempit pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf

penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut.

E. System Saraf Pusat

Sistem saraf pusat meliputi otak (ensefalon) dan sumsum tulang belakang(Medula

spinalis). Keduanya merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat

penting maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak

juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka akan

terjadi radang yang disebut meningitis.

Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut.

1. Durameter merupakan selaput yang kuat dan bersatu dengan tengkorak.

2. Araknoid disebut demikian karena bentuknya seperti sarang labah-labah. Di dalamnya

terdapat cairan serebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran

araknoid. Fungsi selaput araknoid adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari

bahaya kerusakan mekanik.

Page 51: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

3. Piameter. Lapisan ini penuh dengan pembuluh darah dan sangat dekat dengan

permukaan otak. Agaknya lapisan ini berfungsi untuk memberi oksigen dan nutrisi

serta mengangkut bahan sisa metabolisme.

Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:

a. Badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea).

b. Serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba).

c. Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam

sistem saraf pusat.

Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya

berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks) dan

bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa

materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih.

1. Otak

Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah

(mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan

jembatan varol.

a. Otak besar (serebrum)

Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas mental, yaitu

yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan

pertimbangan.

Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai

dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian

korteks serebrum yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang(area

sensor) yang terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur

gerakan sadar atau merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang

menghubungkan area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar,

menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar

kedua area tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih

tinggi. Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat,

analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian

belakang.

Page 52: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

b. Otak tengah (mesensefalon)

Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah

terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar

endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang

mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat

pendengaran.

c. Otak kecil (serebelum)

Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi

secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang

merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin

dilaksanakan.

d. Jembatan varol (pons varoli)

Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri

dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.

2. Sumsum sambung (medulla oblongata)

Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis

menuju ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi jembatan, refleks fisiologi

seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat

pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan.Selain itu, sumsum sambung juga

mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.

3. Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)

Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar berwarna

putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu.Pada

penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi

atas sayap atas disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls

sensori dari reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang melalui tanduk

dorsal dan impuls motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral

menuju efektor.

Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang

akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan menghantarkannya ke saraf

motor.Pada bagian putih terdapat serabut saraf asosiasi. Kumpulan serabut saraf

Page 53: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

membentuk saraf (urat saraf). Urat saraf yang membawa impuls ke otak merupakan

saluran asenden dan yang membawa impuls yang berupa perintah dari otak

merupakan saluran desenden.

F. System Saraf Tepi

Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadai dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf

otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak,

sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain

denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat.

1. Sistem Saraf Sadar

Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar

dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang keluar dari

sumsum tulang belakang.Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari:

Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8.

Lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12.

Empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor 5, 7, 9, dan 10.

Saraf otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang

melewati leher ke bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus

membentuk bagian saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka

nervus vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang

paling penting.

Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan. Berdasarkan

asalnya, saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang

saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan satu pasang

saraf ekor.Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang disebut

pleksus. Ada 3 buah pleksus yaitu sebagai berikut:

a. Pleksus cervicalis merupakan gabungan urat saraf leher yang mempengaruhi

bagian leher, bahu, dan diafragma.

b. Pleksus brachialis mempengaruhi bagian tangan.

c. Pleksus Jumbo sakralis yang mempengaruhi bagian pinggul dan kaki.

2. Saraf Otonom

Page 54: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari

sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini

terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks

dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion

disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf

post ganglion.

Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem

sarafparasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak

pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang

tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai

uratpra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra

ganglionyang panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu.Fungsi

sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf

parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya

ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung.

G. Fungsi system saraf

Pada tingkat paling dasar, fungsi dari sistem saraf adalah untuk mengirim sinyal dari satu

sel ke sel lain, atau dari satu bagian tubuh orang lain. Ada dua cara dasar bahwa sebuah

sel dapat mengirim sinyal ke sel lain. Yang paling sederhana adalah dengan melepaskan

zat kimia yang disebut hormon ke dalam sirkulasi internal, sehingga mereka dapat

menyebar ke tempat yang jauh. Berbeda dengan mode ini "siaran" dari sinyal, sistem saraf

menyediakan "point-to-point" sinyal-neuron proyek akson mereka ke daerah target

spesifik dan membuat koneksi sinaptik dengan sel target tertentu. Dengan demikian,

sinyal saraf mampu tingkat yang lebih tinggi dari kekhususan sinyal hormonal. Hal ini

juga jauh lebih cepat: sinyal saraf bergerak pada kecepatan tercepat yang melebihi 100

meter per detik.

Pada tingkat yang lebih integratif, fungsi utama dari sistem saraf adalah untuk mengontrol

tubuh. Karena konsistensi ini, sel-sel glutamatergic sering disebut sebagai "neuron

rangsang", dan sel GABAergic sebagai "neuron penghambatan". Sebenarnya ini

merupakan penyalahgunaan istilah-itu adalah reseptor yang rangsang dan penghambatan,

bukan neuron-tapi biasanya terlihat bahkan dalam publikasi ilmiah.

Page 55: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Salah satu bagian yang sangat penting dari sinapsis mampu membentuk jejak memori

dengan cara tahan lama kegiatan tergantung perubahan dalam kekuatan sinaptik. Bentuk

paling terkenal dari memori saraf adalah proses yang disebut potensiasi jangka panjang

(LTP disingkat), yang beroperasi pada sinapsis yang menggunakan neurotransmitter

glutamat yang bekerja pada tipe khusus dari reseptor yang dikenal sebagai reseptor

NMDA. Reseptor NMDA memiliki "asosiatif" properti: jika dua sel yang terlibat dalam

sinaps keduanya diaktifkan pada sekitar saat yang sama, saluran terbuka yang

memungkinkan kalsium mengalir ke sel target. Masuknya kalsium memulai kaskade

utusan kedua yang akhirnya mengarah pada peningkatan jumlah reseptor glutamat dalam

sel target, sehingga meningkatkan kekuatan efektif sinaps. Perubahan dalam kekuatan

dapat berlangsung selama minggu atau lebih. Sejak penemuan LTP pada tahun 1973, jenis

lain dari jejak memori sinaptik telah ditemukan, yang melibatkan peningkatan atau

penurunan dalam kekuatan sinaptik yang disebabkan oleh berbagai kondisi, dan terakhir

untuk periode variabel waktu. Semua bentuk modifiability sinaptik, secara kolektif,

menimbulkan plastisitas saraf, yaitu, kemampuan untuk sistem saraf untuk menyesuaikan

diri dengan variasi lingkungan.

c. Strabismus

Strabismus (Mata juling) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penyimpangan abnormal

dari letak satu mata terhadap mata yang lainnya, sehingga garis penglihatan tidak paralel dan

pada waktu yang sama, kedua mata tidak tertuju pada benda yang sama.

Epidemiologi

Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan sekitar 3% remaja

dan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria dan wanita dalam perbandingan yang sama.

Strabismus mempunyai pola keturunan, sebagai contoh, jika salah satu atau kedua

orangtuanya strabismus, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus juga. Namun,

beberapa kasus terjadi tanpa adanya riwayat strabismus dalam keluarga. Anak-anak

disarankan untuk dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Bila terdapat riwayat

keluarga strabismus, pemeriksaan mata disarankan dilakukan saat usia 12-18 bulan.

Page 56: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Etiologi

Strabismus ditimbulkan oleh cacat motorik, sensorik atau sentral. Cacat sensorik disebabkan

oleh penglihatan yang buruk, tempat ptosis, palpebra, Parut Kornea Katarak Kongenital Cacat

Sentral akibat kerusakan otak. Cacat Sensorik dan Sentral menimbulkan Strabismus non

paralitik. Cacat motorik seperti paresis otot mata akan menyebabkan gerakan abnormal mata

yang menimbulkan strabismus paralitik. Gangguan fungsi mata seperti pada kasus kesalahan

refraksi berat atau pandangan yang lemah karena penyakit bisa berakhir pada strabismus.

Ambliopia (berkurangnya ketajaman penglihatan) dapat terjadi pada strabismus, biasanya

terjadi pada penekanan kortikal dari bayangan mata yang menyimpang.

Klasifikasi Strabismus. Terdapat beberapa jenis strabismus:

A. Strabismus horizontal

Esotropia : mata bergulir ke arah dalam

Eksotropia : mata bergulir ke arah luar

B. Strabismus vertikal:

Hipertropia : mata bergulir ke arah atas

Hipotropia : mata bergulir ke arah bawah

Gambar 1 : Jenis Strabismus

Kelainan kedudukan mata dapat dibagi dalam :

Page 57: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Strabismus – paralitik (noncomitant) = incomitant

Nonparalitik = (comitant = concomitant)

Manifes = strabismus = heterotropia

Laten = heteroforia

Akomodatif

Non akomodatif

Seringkali heteroforia bertambah secara progresif, sehingga kelainan deviasi ini tidak dapat

lagi diatasi, sehingga menjadi = strabismus.

Beberapa jenis strabismus akan dijelaskan dibawah ini :

I. STRABISMUS PARALITIKA (NONCOMITANT, INCOMITANT)

Tanda-tanda :

1. Gerak mata terbatas, pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini menjadi

nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. Ini dapat dilihat, bila

penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu obyek yang digerakkan ke 6 arah

kardinal, tanpa menggerakkan kepalanya (excurtion test). Keterbatasan gerak kadang-

kadang hanya ringan saja, sehingga diagnosa berdasarkan pada adanya diplopia saja.

2. Deviasi. Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh bekerja,

mata yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit

tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah

dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang

lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.

3. Mata melihat lurus kedepan, esotropia mata kanan nyata. Mata melihat kekiri tak

tampak esotropia. Mata melihat kekanan esotropia nyata sekali.

4. Parese m.rektus lateral mata kanan Mata kiri fiksasi (mata sehat) mata kanan ditutup

(mata sakit) deviasi mata kanan=deviasi mata primer Mata kiri yang sehat ditutup, mata

kanan yang sakit fiksasi, deviasi mata kiri = deviasi sekunder, yang lebih besar dari

pada deviasi primer.

5. Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila

mata digerakkan kearah ini.

Page 58: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

6. Ocular torticollis (head tilting). Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang

lumpuh. Kedudukan kepala yang miring, menolong diagnosa strabismus paralitikus.

Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya terasa berkurang.

7. Proyeksi yang salah. Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar.

Bila mata yang sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada

didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek

tersebut yang sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini

disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan oleh otot yang lumpuh,

untuk mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini menyebabkan tanggapan yang salah pada

penderita.

8. Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini

dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit.

Diagnosa berdasarkan :

1. Keterbatasan gerak

2. Deviasi

3. Diplopia. (penglihatan ganda)

Ketiga tanda ini menjadi nyata, bila mata digerakkan kearah lapangan kerja dari otot yang

sakit. Pada keadaan parese, dimana keterbatasan gerak mata tak begitu nyata adanya

diplopi merupakan tanda yang penting.

Cara pemeriksaannya dengan tes diplopi.Dengan cara ini dapat diketahui:

1. Pada arah mana didapat diplopi.

2. Apakah diplopianya bertambah kesatu arah.

3. Mata mana yang menderita.

Dengan demikian dapat diketahui mata mana dan otot mana pada mata itu yang salah.

Caranya : Penderita disuruh mengikuti gerak korek api, dengan matanya, tanpa

menggerakkan kepalanya, yang digerakkan keatas, kebawah, kekanan dan kekiri, secara

maksimal. Diperhatikan apakah timbul diplopia pada salah satu arah.

Pengukuran derajat deviasinya dengan tes Hirschberg, tes Krimski, tes Maddox cross.

Page 59: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Kelumpuhan otot dapat mengenai satu otot, biasanya m.rektus lateralis, m.obliqus superior

atau salah satu otot yang diurus oleh N.III. Dapat juga mengenai beberapa otot yang diurus

oleh N.III.

ESOTROPIA PARALITIKUS = ABDUSEN PALCY = NONCOMITANT

ESOTROPIA

Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma dikepala, tumor atau peradangan

dari susunan saraf serebral. Jarang ditemukan pada anak-anak, yang biasanya disebabkan

trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital dari m.rektus lateralis atau persarafannya.

Tanda-tandanya :

- Gangguan pergerakan mata kearah luar.

- Diplopi homonim, yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah luar.

- Kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh.

- Deviasinya menghilang, bila mata digerakkan kearah yang berlawanan dengan otot

yang lumpuh.

- Pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap, timbul supresi,

sehingga tidak timbul diplopia.

- Pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi sekonyong-konyong, penderita

mengeluh ada diplopia, karena pola sensorisnya sudah tetap dan bayangan dari obyek

yang dilihatnya jatuh pada daerah-daerah retina dikedua mata yang tidak bersesuaian

(corresponderend).

Pengobatan :

Penderita diobati dahulu secara nonoperatif selama 6 bulan, menurut kausanya, kalau dapat

dengan kerjasama beserta seorang ahli saraf. Bila terdapat diplopia, mata yang sakit ditutup

untuk menghilangkan diplopia dan segala akibatnya. Adapula yang menutup mata yang

sehat untuk menghilangkan diplopianya.

Baik pada anak ataupun dewasa, bila setelah 6 bulan pengobatan belum ada perbaikan,

baru dilakukan operasi, yaitu reseksi dari m.rektus lateralis atau reseksi dari m.rektus

medialis, sebab bila dibiarkan terlalu lama dapat terjadi atrofi dari otot.

Page 60: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

KELUMPUHAN DARI N.III (N. OKULOMOTORIUS)

Pada kelumpuhan total dari saraf ini didapatkan :

- Ptosis.Bola mata hampir tak dapat bergerak. Keterbatasan bergerak kearah atas, kenasal

dan sedikit kearah bawah.

- Mata berdeviasi ketemporal, sedikit kebawah. Kepala berputar kearah bahu pada sisi

otot yang lumpuh.

- Sedikit eksoftalmus, akibat paralise dari 3 mm rekti yang dalam keadaan normal

mendorong mata kebelakang.

- Pupil midriasis, reaksi cahaya negatif, akomodasi lumpuh.

- Ada crossed diplopia.

Hal tersebut terjadi oleh karena N.III mengurusi :

M.rektus superior, m.rektus medialis, m.rektus lateralis, m.obliqus inferior, m. sfingter

pupil, mm.siliaris. bila ini semua lumpuh tinggal m.rektus lateralis, m.obliqus superior

yang bekerja, karena itu mata berdeviasi kearah temporal sedikit kearah bawah dan intorsi

(berputar kearah nasal). Pupil lebar tak ada akomodasi.

Kelumpuhan N.III sering tak sempurna hanya mengenai 2-3 otot saja. Dapat disertai

dengan kelumpuhan dari otot-otot lain. Bila terdapat kelumpuhan dari semua otot-otot,

termasuk otot iris dan badan siliar, disebut oftalmoplegia totalis. Kalau hanya terdapat

kelumpuhan dari otot-otot mata luar, disebut oftalmoplegia eksterna, yang ini lebih sering

terjadi. Kelumpuhan yang terbatas pada m.sfingter pupil dan badan siliar, disebut

oftalmoplegia interna.

Hal ini sering dijumpai misalnya pada :

Pemakaian midriatika, sikloplegia, waktu mengadakan pemeriksaan fundus atau

refraksi

Kontusio bulbi

Akibat lues, difteri, diabetes, penyakit serebral.

Dalam hal ini kita dapatkan pupil lebar, tak ada akomodasi. Pada oftalmoplegia interna,

diobati menurut penyebabnya dan lokal diberikan pilokarpin atau eserin. Kalau

akomodasinya tetap hilang, beri pula kacamata sferis (+) 3 D untuk pekerjaan dekat.

Page 61: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Penyebabnya :

Kelainannya dapat terjadi pada setiap tempat dari korteks serebri ke otot. Macam kelainan

dapat eksudat, perdarahan, periostitis, tumor, trauma, perubahan pembuluh darah yang

menyebabkan penekanan atau peradangan pada saraf. Jarang-jarang disebabkan

peradangan atau degenerasi primer. Pada umumnya disebabkan oleh lues yang dapat

menyebabkan tabes, ensefalitis. Infeksi akut (difteri, influenza), keracunan (alkohol),

diabetes mellitus, penyakit-penyakit sinus, trauma, sebagai penyebab yang lainnya.

Terjadinya bisa sekonyong-konyong ataupun perlahan-lahan, tetapi perjalanan penyakitnya

selalu menahun. Kekambuhan sering terjadi. Kalau telah terjadi lama, prognosis tidak

menguntungkan lagi, karena kemungkinan terjadinya atrofi dari otot-otot yang lumpuh dan

kontraksi dari otot lawannya.

Pengobatan :

Untuk menghindari diplopia, mata yang sakit ditutup. Ada pula yang menutup mata yang

sehat.Kalau setelah pengobatan kira-kira 6 bulan tetap lumpuh, dilakukan operasi reseksi

dari otot yang lumpuh disertai resesi dari otot lawannya. Supaya tidak terjadi atrofi dari

otot yang lumpuh. Hasil dari operasi ini sering mengecewakan, tetapi perbaikan kosmetis

mungkin dapat memuaskan.

Kelumpuhan m.rektus medialis :

Menyebabkan strabismus divergens, gangguan gerak kearah nasal, cross diplopi. Kelainan

ini bertambah bila mata digerakkan kearah nasal (aduksi). Kepala dimiringkan kearah otot

yang sakit.

Kelumpuhan m.rektus superior :

Terdapat keterbatasan gerak keatas, hipotropia, diplopia campuran (diplopi vertikal dan

crossed diplopia). Bayangan dari mata yang sakit terdapat diatas bayangan mata yang

sehat. Kelainan bertambah pada gerakan mata keatas.

Kelumpuhan m.rektus inferior :

Terdapat keterbatasan gerak mata kebawah, hipertropia, diplopi campuran, crossed, yang

bertambah hebat bila mata digerakkan kebawah. Bayangan dari mata yang sakit terletak

lebih rendah.

Page 62: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Kelumpuhan m.obliqus superior :

Terdapat keterbatasan gerak kearah bawah terutama nasal inferior, strabismus yang

vertikal, diplopia campuran, terutama vertikal dan homonim yang bertambah hebat bila

mata digerakkan kearah nasal inferior. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih

rendah.

Kelumpuhan m.obliqus inferior :

Terdapat keterbatasan gerak keatas, terutama atas nasal, strabismus vertikal, diplopia

campuran, homonim. Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan kearah temporal atas.

Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih tinggi.

II. STRABISMUS NONPARALITIK

Disini kekuatan duksi dari semua otot normal dan mata yang berdeviasi mengikuti gerak

mata yang sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama.

Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder (deviasi pada

mata yang sehat). Mata yang ditujukan pada obyek disebut fixing eye, sedang mata yang

berdeviasi disebut squinting eye.

Dibedakan strabismus nonparalitika – nonakomodatif – akomodatif – berhubungan dengan

kelainan refraksi.

STRABISMUS NONPARALITIK NONAKOMODATIF :

Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama. Deviasinya sama

kesemua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Karena itu penyebabnya tak ada

hubungannya dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan otot-otot.

Mungkin disebabkan oleh :

Insersi yang salah dari otot-otot yang bekerja horizontal. Gangguan keseimbangan gerak

bola mata, dapat terjadi karena gangguan yang bersifat sentral, berupa kelainan kwantitas

rangsangan pada otot. Hal ini disebabkan kesalahan persarafan terutama dari perjalanan

supranuklear, yang mengelola konvergensi dan divergensi. Kelainan ini dapat

menimbulkan proporsi yang tidak baik antara kekuatan konvergensi dan divergensi. Untuk

Page 63: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

melakukan konvergensi dari kedua mata, harus ada kontraksi yang sama dan serentak dari

kedua m.rektus internus, sehingga terjadi gerakan yang sama dan simultan dari mata ke

nasal. Divergensi dan konvergensi adalah bertentangan, overaction dari yang satu

menyebabkan kelemahan dari yang lain dan sebaliknya. Rangsangan sentral yang

berlebihan untuk konvergensi, menyebabkan kedudukan bola mata yang normal untuk

penglihatan jauh (divergensi) sedang menjadi strabismus konvergens untuk penglihatan

dekat (konvergensi).

Dibedakan :

- Kelebihan konvergensi : (convergence excess) pada penglihatan jauh normal, pada

penglihatan dekat timbul strabismus konvergens.

- Kelebihan divergensi (divergence exess) : pada penglihatan dekat normal. pada

penglihatan jauh timbul strabismus divergens.

- Kelemahan konvergensi : (convergence insufficiency) : pada penglihatan jauh normal,

pada penglihatan dekat timbul strabismus divergens.

- Kelemahan divergensi (divergence insufficiency) : pada penglihatan dekat normal, pada

penglihatan jauh timbul strabismus konvergens.

- Kekurangan daya fusi : Kelainan daya fusi kongenital sering didapatkan. Daya fusi ini

berkembang sejak kecil dan selesai pada umur 6 tahun. Ini penting untukk penglihatan

binokuler tunggal yang menyebabkan mata melihat lurus. Tetapi bila daya fusi ini

terganggu secara kongenital atau terjadi gangguan koordinasi motorisnya, maka akan

menyebabkan strabismus. Pada kasus yang idiopatis, kesalahan mungkin terletak pada

dasar genetik. Eksotropik dan esotropia sering merupakan keturunan autosomal

dominan. Kadang-kadang pada anak dengan esotropia, didapatkan orang tuanya dengan

esoforia yang hebat. Tidak jarang strabismus nonakomodatif tertutup oleh faktor

akomodatif, sehingga bila kelainan refraksinya dikoreksi, strabismusnya hanya

diperbaiki sebagian saja.

Tanda-tanda :

1. Kelainan kosmetik, sehingga pada anak-anak yang lebih besar merupakan beban mental.

2. Tak terdapat tanda-tanda astenopia.

3. Tak ada hubungan dengan kelainan refraksi.

4. Tak ada diplopia, karena terdapat supresi dari bayangan pada mata yang berdeviasi.

Page 64: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Pada strabismus yang monokuler, karena supresi dapat terjadi ambliopia ex anopsia. Bila

deviasinya mulai pada umur muda dan sudut deviasinya besar, maka bayangan dimakula

yang terdapat pada mata yang fiksasi (fixing eye) terdapat didaerah diluar makula pada

mata yang berdeviasi (squiting eye). Jadi terdapat abnormal retinal correspondence

(binocular fals projection). Pengukuran derajat deviasinya dilakukan dengan : tes

Hisrchberg, tes Krimsky, tes Maddox cross. Pemeriksaan kekuatan duksi untuk mengukur

kekuatan otot.

Pengobatan :

1. Preoperatif

Pengobatan yang paling ideal pada setiap strabismus adalah bila tercapai hasil

fungsionil yang baik, yaitu penglihatan binokuler yang normal dengan stereopsis,

disamping perbaikan kosmetik. Hal ini sukar dicapai karena tergantung dari pada :

1. lamanya strabismus.

2. umur anak pada waktu diperiksa.

3. sikap orang tuanya.

4. kelainan refraksi.

Pada strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6 tahun atau lebih

pada waktu diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya hanya kosmetis saja.

Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang berdeviasi harus dihilangkan dengan:

1. Menutup mata yang normal (terapi oklusi = patching).

Dengan demikian penderita dipaksa untuk memakai matanya yang berdeviasi.

Biasanya ketajaman penglihatannya menunjukkan perbaikan dalam 4-10 minggu.

Penutupan ini mempunyai pengaruh baik pada pola sensorisnya retina, tetapi tidak

mempengaruhi deviasi. Sebaiknya terapi penutupan sudah dimulai sejak usia 6

bulan, untuk hindarkan timbulnya ambliopia. Pada anak berumur dibawah 5 tahun

dapat diteteskan sulfas atropin 1 tetes satu bulan, sehingga mata ini tak dipakai kira-

kira 2 minggu. Ada pula yang menetesinya setiap hari dengan homatropin sehingga

mata ini beberapa jam sehari tak dipakai. Sedang pada anak-anak yang lebih besar,

dilakukan penutupan matanya 2-4 jam sehari. Penetesan atau penutupan jangan

dilakukan terlalu lama, karena takut menyebabkan ambliopia pada mata yang sehat

ini.

Page 65: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

2. Pengobatan dengan cara penutupan, pada anak yang sudah mengerti (3 tahun),

harus dikombinasikan dengan latihan ortoptik untuk mendapatkan penglihatan

binokuler yang baik. Kalau pengobatan preoperatif sudah cukup lama dilakukan,

kira-kira 1 tahun, tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi.

2. Operatif

Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun, supaya bila masih ada

strabismusnya yang belum terkoreksi dapat dibantu dengan latihan.Prinsip operasinya :

- Reseksi dari otot yang terlalu kuat

- Reseksi dari otot yang terlalu lemah.

ESOTROPIA NONAKOMODATIVA

Meliputi lebih dari setengahnya strabismus nonparalitika. Deviasinya sudah timbul pada

waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama. Deviasinya sama kesemua arah dan tak

terpengaruhi oleh akomodasi, tak ada hubungan dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan

otot.Penyebabnya mungkin insersi yang salah dari otot bekerja horizontal, kelainan

persarafan supranuklear atau kelainan genetis.

Pengobatan :Terapi penutupan secepat mungkin, disamping latihan ortoptik, sebelum

dilakukan tindakan operatif :

Resesi dari m.rektus medialis

Reseksi dari m.rektus lateralis.

STRABISMUS NONPARALITIKA AKOMODATIVA

Gangguan keseimbangan konvergensi dan divergensi dapat juga berdasarkan akomodasi,

jadi berhubungan dengan kelainan refraksi.Dapat berupa :

- Strabismus konvergens (esotropia)

- Strabismus divergens (eksotropia).

Pemeriksaan yang dilakukan :

Pemeriksaan refraksi harus dilakukan dengan sikloplegia, untuk menghilangkan pengaruh

dari akomodasi.

Caranya :

Page 66: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

- Pada anak-anak dengan pemberian sulfas atropin 1 tetes sehari, tiga hari berturut-turut,

diperiksa pada hari keempat.

- Pada orang dewasa diteteskan homatropin 1 tetes setiap 15 menit, tiga kali berturut-

turut, diperiksa 1 jam setelah tetes terakhir.

- Pengukuran derajat deviasi dengan tes Hirschberg, tes Krismky, tes Maddox cross.

- Pemeriksaan kekuatan duksi, untuk mengukur kekuatan otot yang bergerak pada arah

horizontal (adduksi = m.rektus medialis; abduksi = m.rektus lateralis).

Pengobatan :

1. Koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.

2. Hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada mata yang sehat.

3. Meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi ortofori).

4. Memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.

STRABISMUS KONVERGENS NONPARALITIK AKOMODATIF

(KONKOMITAN AKOMODATIF)

Dinamakan juga esotropia, dimana mata berdeviasi kearah nasal. Kelainan ini berhubungan

dengan hipermetropia atau hipermetropia yang disertai astigmat. Tampak pada umur muda,

antara 1-4 tahun, dimana anak mulai mempergunakan akomodasinya untuk melihat benda-

benda dekat seperti mainan atau gambar-gambar. Mula-mula timbul periodik, pada waktu

penglihatan dekat atau bila keadaan umumnya terganggu, kemudian menjadi tetap, baik

pada penglihatan jauh ataupun dekat.

Kadang-kadang dapat menghilang pada usia pubertas. Anak yang hipermetrop,

mempergunakan akomodasi pada waktu penglihatan jauh, pada penglihatan dekat

akomodasi yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Akomodasi dan konvergensi erat

hubungannya, dengan penambahan akomodasi konvergensinyapun bertambah pula. Pada

anak dengan hipermetrop ini, mulai terlihat esoforia periodik pada penglihatan dekat,

disebabkan rangsangan berlebihan untuk konvergensi. Lambat laun kelainan deviasi ini

bertambah sampai fiksasi binokuler untuk penglihatan dekat tak dapat dipertahankan lagi,

dan terjadilah strabismus konvergens untuk dekat. Kemudian terjadi pula esotropia pada

penglihatan jauh.

Page 67: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Pengobatan :

1. Koreksi refraksi dengan sikloplegia. Harus diberikan koreksi dari hipermetropia totalis,

dan kacamata dipakai terus-menerus. Karena terdapat akomodasi yang berlebihan, juga

dapat diberikan kacamata untuk dekat meskipun belum usia presbiopia, untuk

mengurangi akomodasinya. Jadi diberikan kacamata bifokal.

2. Mata yang sehat ditutup atau ditetesi atropin untuk memperbaiki visus pada mata yang

sakit, 1 tetes 1 bulan 1 kali dapat juga dengan homatropin setiap hari atau penutupan

mata yang sehat. Kacamata harus diperiksa berulang kali, karena mungkin terdapat

perubahan, sampai kelainan refraksinya tetap.

3. Latihan ortoptik harus dilakukan bersamaan dengan perbaikan koreksi untuk

memperbaiki pola sensorik dari retina, sehingga memperbesar kemungkinan untuk

dapat melihat binokuler.

4. Kalau setelah tindakan diatas esotropianya masih ada, dan kelainan deviasinya tidak

begitu besar, dapat diberikan koreksi dengan prisma, basis temporal.

5. Bila semua tindakan tidak menghilangkan kelainan deviasinya, maka dilakukan operasi,

untuk meluruskan matanya.

6. Setelah operasi, diteruskan latihan ortoptik untuk memperbaiki penglihatan binokuler.

Pada esotropia untuk jarak jauh, dilakukan reseksi m.rektus eksternus, (otot yang

lemah). Pada esotropi jarak dekat, perlu resesi m.rektus internus (otot yang kuat). Untuk

esotropi yang hebat, lebih dari 30 derajat, terjadi jauh dekat, dilakukan operasi

kombinasi.

STRABISMUS DIVERGENS NONPARALITIK AKOMODATIF (EKSOTROPI

KONKOMITAN AKOMODATIF)

Mata berdeviasi kearah temporal. Hubungannya dengan miopia. Sering juga didapat, bila

satu mata kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain penglihatannya tetap baik,

sehingga rangsangan untuk konvergensi tak ada, maka mata yang sakit berdeviasi keluar.

Strabismus divergens biasanya mulai timbul pada waktu masa remaja atau dewasa muda.

Lebih jarang terjadi.Dapat dimulai dengan :

- Kelebihan divergensi

- Kelemahan konvergensi.

Page 68: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat, orang miop hanya

sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga menimbulkan kelemahan konvergensi

dan timbullah kelainan eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk penglihatan

jauhnya normal. tetapi pada keadaan yang lebih lanjut, timbul juga eksotropia pada jarak

jauh. Bila penyebabnya divergens yang berlebihan, yang biasanya merupakan kelainan

primer, mulai tampak sebagai eksotropia untuk jarak jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan

konvergensi melemah, sehingga menjadi kelainan yang menetap, baik untuk jauh maupun

dekat.

Pengobatan :

- Koreksi penuh dari miopinya, ditambah overkoreksi 0,5-0,75 dioptri untuk memaksa

mata itu berakomodasi, kacamata ini harus dipakai terus-menerus

- Latihan ortoptik, untuk memperbaiki penglihatan binokuler, disamping terapi oklusi.

- Operasi, bila cara yang terdahulu tak memberikan pengobatan yang memuaskan.

- Pada eksotropia hanya untuk jarak jauh, dilakukan dari m.rektus lateralis, sedang pada

kelemahan dari daya konvergensi, yang timbulkan eksotropia pada jarak dekat

dilakukan reseksi dari m.rektus medialis. Untuk eksotropia yang menetap untuk jauh

dan dekat, dilakukan operasi kombinasi. Bila kelainan deviasinya tak begitu besar, dapat

dicoba dulu dengan kacamata prisma basis nasal.

- Pada bayi dan anak kecil ada kecenderungan konvergensi yang berlebihan, yang

dipengaruhi oleh persarafan supranuklear. Kecenderungan untuk berdivergensi menjadi

lebih besar dengan bertambahnya umur. Karena itu, bila tidak ada daya untuk berfusi,

seperti pada mata yang buta atau mata dengan visus yang sangat menurun, maka mata

ini akan berdeviasi kenasal pada anak-anak sampai umur 6 tahun dan pada orang-orang

yang lebih dari 6 tahun usianya akan berdeviasi kearah temporal.

d. Miopi

Definisi

Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata jatuh di

depan retina pada mata yang istirahat (tanpa akomodasi). Gambaran kelainan pemfokusan

cahaya di retina pada miopia, dimana cahaya sejajar difokuskan didepan retina.

Page 69: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Gambar. Pembentukan fokus pada mata miopia.

Klasifikasi Miopia

- Miopia dibagi berdasarkan beberapa karakteristik sebagai berikut :

1. Menurut jenis kelainannya, Vaughan membagi miopia menjadi :

- Miopia aksial, dimana diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang

dari normal.

- Miopia kurvatura, yaitu adanya peningkatan curvatura kornea atau lensa.

- Miopia indeks, terjadi peningkatan indeks bias pada cairan mata.

2. Menurut perjalanan penyakitnya, miopia di bagi atas (Ilyas, 2005) :

Miopia stasioner yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.

Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat

bertambah panjangnya bola mata.

Miopia maligna, yaitu keadaan yang lebih berat dari miopia progresif, yang dapat

mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi progresifitas miopia antara lain : (Mangunkusumo,

1986; Rahman, 1992) :

1. Usia, makin muda usia anak semakin besar pertumbuhan anatomis bola matanya.

2. Penyakit pada mata.

3. Kerja dekat.

4. Intensitas cahaya.

5. Posisi tubuh.

Page 70: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

- Berdasarkan penyebab miopia, menurut Sidarta Ilyas :

Miopia refraktif adalah bertambahnya indeks bias media penglihatan, seperti pada

katarak.

Miopia aksial adalah akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan

kornea dan lensa yang normal.

- Berdasarkan ukuran derajat dapat dibagi atas (Ilyas, 2006):

Miopia ringan 1-3 dioptri

Miopia sedang 3-6 dioptri

Miopia berat > 6 dioptri

- Menurut timbulnya oleh Lendner dibagi atas (Rahman,1992) :

o Kongenital

o Infantil

o Yuvenil

- Secara klinik dan  berdasarkan perkembangan patologi yang timbul pada mata, maka

miopia dibagi atas (Ilyas, 2003)

Miopia simple

Miopia patologi

Etiologi

Etiologi miopia belum diketahui secara pasti. Ada beberapa keadaan yang dapat

menyebabkan timbulnya miopia seperti alergi, gangguan endokrin, kekurangan makanan,

herediter, kerja dekat yang berlebihan dan kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium,

kekurangan vitamin) (Desvianita cit Slone, 1997).

Pada mata miopia fokus sistem optik mata terletak di depan retina, sinar sejajar yang

masuk ke dalam mata difokuskan di dalam badan kaca. Jika penderita miopia tanpa

koreksi melihat ke objek yang jauh, sinar divergenlah yang akan mencapai retina sehingga

bayangan menjadi kabur. Ada dua penyebab yaitu : daya refraksi terlalu kuat atau sumbu

mata terlalu panjang (Hoolwich, 1993).

Miopia yang sering dijumpai adalah miopia aksial. Miopia aksial adalah bayangan jatuh di

depan retina dapat terjadi jika bola mata terlalu panjang. Penyebab dari miopia aksial

adalah perkembangan yang menyimpang dari normal yang di dapat secara kongenital pada

Page 71: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

waktu awal kelahiran, yang dinamakan tipe herediter. Bila karena peningkatan kurvatura

kornea atau lensa, kelainan ini disebut miopia kurvatura (desvianita cit Slone, 1997).

Penyebab panjangnya bola mata dapat diakibatkan beberapa keadaan :

1. Tekanan dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan.

2. Radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan tekanan yang

dihasilkan oleh pembuluh darah dari kepala sebagai akibat dari posisi tubuh yang

membungkuk.

3. Bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang

berlebihan (Desvianita cit Perera, 1997).

Peningkatan kurvatura kornea dapat ditemukan pada keratokonus yaitu kelainan pada

bentuk kornea. Pada penderita katarak (kekeruhan lensa) terjadi miopia karena lensa

bertambah cembung atau akibat bertambah padatnya inti lensa ( Desvianita cit Slone,

1997). Miopia dapat ditimbulkan oleh karena indeks bias yang tidak normal, misalnya

akibat kadar gula yang tinggi dalam cairan mata (diabetes mellitus) atau kadar protein

yang meninggi pada peradangan mata. Miopia bias juga terjadi akibat spasme

berkepanjangan dari otot siliaris (spasme akomodatif), misalnya akibat terlalu lama

melihat objek yang dekat. Keadaan ini menimbulkan kelainan yang disebut pseudo miopia

(Sastradiwiria, 1989).

Gambaran Klinik

Sebahagian kasus-kasus miopia dapat diketahui dengan adanya kelainan pada jarak

pandang. Pada tingkat ringan, kelainan baru dapat diketahui bila penderita telah diperiksa

(Desvianita cit Adler, 1997).

Gejala subjektif :

1. Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka penderita miopia

hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat dekat, sedangkan penglihatan kabur bila

melihat objek jauh.

2. Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi dari miopianya

dapat disembuhkan.

Page 72: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

3. Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh untuk

mendapatkan efek “pinhole” agar dapat melihat dengan lebih jelas.

4. Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah melakukannya tanpa usaha

akomodasi (Slone, 1979).

Gejala objektif :

1. Miopia simple :

Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar.

Kadang-kadang bola mata ditemukan agak menonjol.

Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai

kresen miopia yang ringan disekitar papil saraf optik.

2. Miopia Patologi :

Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simple.

Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kalainan-kelainan pada :

o Korpus vitreum

o Papil saraf optik

o Makula

o Retina terutama pada bagian temporal

o Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.

Diagnosis

Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan objektif, setelah

diperiksa adanya visus yang kurang dari normal tanpa kelainan organik (Sastrawiria,

1989).

a. Cara Subyektif

Cara subyektif ini penderita aktif menyatakan kabur terangnya saat di periksa.

Pemeriksaan dilakukan guns mengetahui derajat lensa negatif yang diperlukan untuk

memperbaiki tajam penglihatan sehingga menjadi normal atau tercapai tajam

penglihatan terbaik. Alat yang digunakan adalah kartu Snellen, bingkai percobaan dan

sebuah set lensa coba.

Tehnik pemeriksaan :

Page 73: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.

2. Pada mata dipasang bingkai percobaan dan satu mata ditutup.

3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan diteruskan

sampai huruf terkecil yang masih dapat dibaca.

4. Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan

menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat di baca

huruf pada baris terbawah.

5. Sampai terbaca basis 6/6.

Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama (Ilyas, 2003).

b. Cara Obyektif

Cara ini untuk anomali refraksi tanpa harus menanyakan bagaimana tambah atau

kurangnya kejelasan yang di periksa, dengan menggunakan alat-alat tertentu yaitu

retinoskop. Cara objektif ini dinilai keadaan refraksi mata dengan cara mengamati

gerakan bayangan cahaya dalam pupil yang dipantulkan kembali oleh retina. Pada

saat pemeriksaan retinoskop tanpa sikloplegik (untuk melumpuhkan akomodasi),

pasien harus menatap jauh. Mata kiri diperiksa dengan mata kiri, mata kanan dengan

mata kanan dan jangan terlalu jauh arahnya dengan poros visuil mata. Jarak

pemeriksaan biasanya ½ meter dan dipakai sinar yang sejajar atau sedikit divergen

berkas cahayanya. Bila sinar yang terpantul dari mata dan tampak di pupil bergerak

searah dengan gerakan retinoskop, tambahkan lensa plus. Terus tambah sampai

tampak hampir diam atau hampir terbalik arahnya. Keadaan ini dikatakan point of

reversal (POR), sebaliknya bila terbalik tambahkan lensa minus sampai diam. Nilai

refraksi sama dengan nilai POR dikurangi dengan ekivalen dioptri untuk jarak

tersebut, misalnya untuk jarak ½ meter dikurangi 2 dioptri (Sastrawiria, 1989).

Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif  biasanya dilakukan pada setiap pasien. Cara ini

sering dilakukan pada anak kecil dan pada orang yang tidak kooperatif, cukup dengan

pemeriksaan objektif. Untuk yang tidak terbiasa, pemeriksaan subjektif saja pada

umumnya bisa dilakukan (Sastrawiria, 1989).

Page 74: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata difokuskan

tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara :

1. Cara optik

Kacamata (Lensa Konkaf)

Koreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan menggunakan lensa konkaf

(cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan

menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila

bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan

meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan

mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus

bayangan dapat dimundurkan ke arah retina (Guyton, 1997).

Lensa kontak

Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan kornea. Lensa ini

tetap ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa

kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa kontak adalah

menghilangkan hampir semua pembiasan yang terjadi dipermukaan anterior kornea,

penyebabnya adalah air mata mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan

kornea sehingga permukaan anterior kornea tidak lagi berperan penting sebagai dari

susunan optik mata. Sehingga permukaan anterior lensa kontaklah yang berperan

penting.

2. Cara operasi

Cara operasi pada kornea. Ada beberapa cara, yaitu :

1. Radikal keratotomy (dengan pisau) yaitu operasi dengan menginsisi kornea perifer

sehingga kornea sentral menjadi datar. Hal ini menyebabkan sinar yang masuk ke

mata menjadi lebih dekat ke retina.

2. Excimer laser (dengan sinar laser) yaitu operasi dengan menggunakan tenaga laser

untuk mengurangi kecembungannya dan dilengketkan kembali.

3. Keratomileusis yaitu bila kornea yang terlalu cembung di insisi kemudian dikurangi

kecembungannya dan dilengketkan kembali.

Page 75: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

4. Epiratopati yaitu operasi dengan melakukan penjahitan keratolens yang sesuai

dengan koreksi refraksi ke kornea penderita yang telah di buang epitelnya.

Cara operasi di atas masih mempunyai kekurangan – kekurangan, oleh karena itu

paraahli mencoba untuk mencari jalan lain yang dapat mengatasi kekurangan tersebut

dengan jalan mengambil lensa mata yang masih jernih (clear lens extraction/CLE).

Prognosis

Pada tingkat ringan dan sedang dari miopia simple prognosisnya baik bila penderita

miopia memakai kacamata yang sesuai dan mengikuti petunjuk kesehatan. Bila progresif

miopia prognosisnya buruk terutama bila di sertai oleh perubahan koroid dan vitreus,

sedangkan pada miopia maligna prognosisnya sangat jelek.

e. Nervus VI

Merupakan saraf motoris kecil yang mempersarafi m. Rectus lateralis mata. Saraf ini

muncul dari permukaan anterior otak, diantara pinggir bawah pons dengan medulla

oblongata. Mula-mula saraf ini terletak di fossa cranii posterior kemudian membelok

dengan tajam ke depan, melintas pinggir superior pars petrosa ossis temporalis. Setelah

masuk sinus cavernosus, saraf ini berjalan ke depan bersama a. Carotis interna masuk ke

rongga orbita melalui fissura orbitalis superior.

Lesi N VI melumpuhkan otot rektus lateralis, jadi melirik kearah luar ( lateral, temporal)

terganggu pada mata yang terlibat, yang mengakibatkan diplopia horisontal. Bila pasien

melihat lurus kedepan, posisi mata yang telibat sedikit mengalami aduksi, disebabkan oleh

aksi yang berlebihan dari otot rektus medialis yang tidak terganggu.

Etiologi

Beberapa penyebab gangguan N VI adalah :

1. Vaskuler, misalnya pada infark, arteritis, anerisma (a.basilaris).

2. Trauma, misalnya fraktur os petrosum.

3. Tekanan intrakranial tinggi.

4. Mastoiditis.

5. Meningitis.

Page 76: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

6. Sarkidosis.

7. Glioma di pons.

Saraf ini panjang jalannya intrakranial, yang membuatnya rawan terhadap gangguan,

misalnya oleh fraktur dasar tulang tengkorak, tumor otak, meningitis basalis, lesi di sinus

lavernosus, atau fisura orbitalis superior. Kelumpuhan abdusen dapat terjadi pada tekanan

intrakranial yang tinggi, dan dengan demikian tidak mempunyai nilai lokalisasi.

Kelumpuhan Otot Mata Multiple

Pada parases otot yang multipel, perlu dipikirkan kelumpuhan lebih dari satu saraf,

misalnya oleh proses di sinus kavernosus atau fisura orbitalis superior. Kelumpuhan ini

dapat juga disebabkan miasrenia gravis. Pada miastenia gravis, disamping proses otot

penggerak bola mata dapat pula dijumpai ptosis. Melihat ganda dapat pula terjadi oleh

miopati karena penyakit Graves.

Fungsi N III, IV, VI saling berkaitan dan diperiksa secara bersama-sama. Fungsinya ialah

menggerakkan otot mata ekstraokular dan mengangkat kelopak mata.

Cara Pemeriksaan:

Selagi wawancara dengan pasien perhatikan celah matanya, apakah ada ptosis,

eksoftalmus, enoftalmus dan apakah ada strasbismus (jereng). Selain itu , apakah

cenderung memejamkan matanya yang kemungkinan disebabkan oleh diplopia.

Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil, reaksi

cahaya pupil, reaksi akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan nistagmus.

Kerusakan nervus VI saja biasanya tidak mempunyai nilai lokalisasi; ia mudah terganggu

karena jalan sarafnya yang panjang. Ia dapat lumpuh pada tekanan intrakranial yang

tinggi. Dibatang otak, letak inti-inti serta serabut-serabut sangat berdekatan, karenanya

jarang dijumpai lesi yang tersendiri.

Kita mengenal beberapa macam sindrom. Sindrom Millard Gubler adalah salah satu

sindrom yang ditandai oleh kelumpuhan nervus VI dan VII ipsilateral jenis lower motor

neuron dan hemiplegi kontralateral jenis upper motor neuron, yang disebabkan oleh lesi

didaerah pons.

Page 77: Laporan Skenario F Blok 19 (Mata)

G. Kesimpulan

Kesimpunan pada kasus ini adalah, seorang laki-laki, 22 tahun mengalami esotrofia oculi

dextra suspect parase N. VI (N. abducen) et causa trauma cavitis disertai miopi.