Laporan Refrat Jiwa (Contoh)

34
BAB I PENDAHULUAN Gangguan obsesif kompulsif adalah suatu contoh dari efek positif dimana penelitian modern telah menemukan gangguan tersebut dalam waktu singkat. Pada awal tahun 1980-an, gangguan obsesif kompulsif dianggap dianggap sebagai gangguan yang jarang dan berespon buruk terhadap terapi. Namun sekarang, diketahui bahwa gangguan obsesif kompulsif sering ditemukan dan sangat responsif terhadap terapi. Gangguan obsesif kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan. Gangguan ini prevalensinya diperkirakan 2 3% dari populasi. 4,2,1,5 Gangguan obsesif kompulsif menduduki peringkat keempat dari gangguan jiwa setelah fobia, gangguan penyalahgunaan zat dan gangguan depresi berat. 4 Kebanyakan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif datang ke beberapa dokter sebelum mereka ke psikiater dan umumnya 9 tahun mendapat terapi, baru kemudian mendapat diagnosis yang benar. 5 Hal ini menunjukkan bahwa dokter selain psikiater penting untuk mendapat diagnosis yang benar. 1

description

aaaaa

Transcript of Laporan Refrat Jiwa (Contoh)

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan obsesif kompulsif adalah suatu contoh dari efek positif dimana

penelitian modern telah menemukan gangguan tersebut dalam waktu singkat.

Pada awal tahun 1980-an, gangguan obsesif kompulsif dianggap dianggap sebagai

gangguan yang jarang dan berespon buruk terhadap terapi. Namun sekarang,

diketahui bahwa gangguan obsesif kompulsif sering ditemukan dan sangat

responsif terhadap terapi. Gangguan obsesif kompulsif merupakan suatu kondisi

yang ditandai dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana

membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan

penderitaan. Gangguan ini prevalensinya diperkirakan 2 3% dari populasi.� 4,2,1,5

Gangguan obsesif kompulsif menduduki peringkat keempat dari gangguan

jiwa setelah fobia, gangguan penyalahgunaan zat dan gangguan depresi berat.4

Kebanyakan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif datang ke beberapa

dokter sebelum mereka ke psikiater dan umumnya 9 tahun mendapat terapi, baru

kemudian mendapat diagnosis yang benar.5 Hal ini menunjukkan bahwa dokter

selain psikiater penting untuk mendapat diagnosis yang benar.

Oleh karena itu, referat ini dibuat untuk menguraikan lebih lanjut mengenai

definisi, epidemiologi, etiologi, cara mendiagnosis, gambaran klinis, pemeriksaan

status mental, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis tentang

gangguan obsesif kompulsif, supaya dapat membantu dokter menentukan

diagnosis dan memberikan tatalaksana yang baik kepada pasien

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang

mengganggu (intrusif). Suatu kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang

disadari, dibakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau

menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan

melakukan kompulsi bmenurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika

seseorang memaksa untuk melakukuan kompulsi, kecemasan meningkat.

Seseorang dengan gangguan obsesif kompulsif biasanya menyadari

irrasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai

ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan gangguan yang

menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu

dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang,

fungsi pekerjaan, aktifitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman

dan anggota keluarga.4

2.2. Epidemiologi

Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif kompulsif pada populasi

umum diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen. Beberapa peneliti

memperkirakan bahwa gangguan obsesif-kompulsif ditemukan pada

sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka tersebut

menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik

tersering keempat setelah fobia, gangguan yang berhubungan dengan zat, dan

gangguan depresif berat. 4

Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama mungkin terkena,

tetapi untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-

kompulsif dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20

tahun. Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset

2

gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki

onset gejala setelah usia 35 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak

terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah.

Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit

hitam dibandingkan kulit putih. 4

Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh

gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif

berat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67

persen dan untuk fobia sosial adalah kira-kira 25 persen. Diagnosis psikiatrik

komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah

gangguan penggunaan alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan

gangguan makan. 4

2. 3. Etiologi

a. Faktor Biologis

Neurotransmiter. Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap

berbagai obat mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin

adalah terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari

gangguan. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif

dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain.

Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan obsesif-

kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini. 4

Penelitian pencitraan otak. Berbagai penelitian pencitraan otak

fungsional, sebagai contoh PET ( positron emission tomography), telah

menemukan peningkatan aktifitas (sebagai contoh, metabolisme dan

aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan

singulum pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Baik

tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI)

telah menemukan adanya penurunan ukuran kaudata secara biateral pada

pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian pencitraan

3

otak fungsional maupun struktural konsisten dengan pengamatan bahwa

prosedur neurologis yang melibatkan singulum kadang-kadang efektif

dalam pengobatan pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu

penelitian MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan waktu relaksasi T1

di korteks frontalis. 4

Genetika. Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan

obsesif-kompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka

kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik

dibandingkan kembar dizigotik. Penelitian keluarga pada pasien

gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa 35 persen sanak

saudara derajat pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif juga

menderita gangguan. 4

Data biologis lainnya. Penelitian elektrofisiologis, penelitian

elektroensefalogram (EEG) tidur, dan penelitian neuroendokrin telah

menyumbang data yang menyatakan adanya kesamaan antara gangguan

depresif dan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan EEG

nonspesifik yang lebih tinggi dari biasanya telah ditemukan pada pasien

gangguan obsesif-kompulsif. Penelitian EEG tidur telah menemukan

kelainan yang mirip dengan yang terlihat pada gangguan depresif, seperti

penurunan latensi REM (rapid eye movement). Penelitian neuroendokrin

juga telah menemukan beberapa kemiripan dengan gangguan depresif,

seperti nonsupresi pada dexamethasone-supprssion test pada kira-kira

sepertiga pasien dan penurunan sekresi hormon pertumbuhan pada infus

clonidine (catapres). 4,1

b. Faktor Perilaku

Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan.

Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau

kecemasan melalui proses pembiasaan responden dengan

memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya

atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya

4

netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan

kecemasan atau gangguan. 4,1

Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan

bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan

pikiran obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk

perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan

kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam

menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi

menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang

dipelajari. 4,1

c. Faktor Psikososial

Faktor kepribadian. Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari

gangguan kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien

gangguan obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid.

Dengan demikian, sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak

cukup untuk perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira

15 sampai 35 persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat

obsesional pramorbid.4

Faktor psikodinamika. Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme

pertahanan psikologis utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala

dan sifat karakter obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan

pembentukan reaksi. 4,1

Isolasi. Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang

dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi,

afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari

komponen idesional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil

sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait seluruhnya terepresi, dan

pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak memiliki afek

yang berhubungan dengannya. 4

5

Undoing. Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin

dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi

pertahanan sekunder diperlukan untuk melawan impuls dan

menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran.

Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan operasi

defensif yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan dan

mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai oleh

isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adal;ah

mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti yang disebutkan

sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang

dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat yang

secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional

yang menakutkan. 4

Pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang

bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan

dengan impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah

sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai. 4

Faktor psikodinamik lainnya. Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan

obsesif-kompulsif dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan

suatu regresi dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal.

Jika pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh

kecemasan tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang

penting, mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium

emosional yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal.

Adanya benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama

menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan.

Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif

adalah derajat dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan,

baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang

terletak di belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis gangguan 6

obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan perkembangan

pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan anal-

sadistik. 4

Ambivalensi. Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam

karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada

anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak

merasakan cinta dan kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi yang

berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku melakukan-

tidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan yang

melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan. 1

Pikiran magis. Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara

pikiran awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id,

dipengaruhi oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah

pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat

menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik yang

menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang peristiwa

tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif

akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif. 4

2.4. Diagnosis

Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:

1. Salah satu obsesi atau kompulsi

Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:

Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten

yang dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai

intrusif dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan

yang jelas.

Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata

kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.

7

Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls,

atau bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran

atau tindakan lain.

Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan

obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri( tidak disebabkan dari

luar seperti penyisipan pikiran).

Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:

Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau

tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata

dalam hati) yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk

melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut

dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.

Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau

menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi

yang menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak

dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa mereka dianggap

untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.

2. Pada suatu waktu selamaperjalanan gangguan, orang telah menyadari

bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Catatan: ini tidak berlaku bagi anak-anak

3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan

waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna

mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik),

atau aktifitas atau hubungan sosial yang biasanya.

4. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak

terbatas padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat

gangguan makan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania,

permasalahan pada penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh,

preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat,

preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat

8

hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual jika

terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan

depresif berat).

5. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang

disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.

Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk:jika selama sebagian besar waktu

selama episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan

kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. 1

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:

Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan

kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama

sedikitnya dua minggu berturut-turut.

Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu

aktivitas penderita.

Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:

o Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.

o Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,

meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.

o Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan

hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega

dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan

seperti dimaksud di atas.

o Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan

pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)

Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan

depresi. penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga

menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi

berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode

depresifnya.

9

Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau

menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan

perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut,

maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.

Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada

gangguan depresif pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul. Bila

dari keduanya tidak adayang menonjol, maka baik menganggap depresi

sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas

diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain

menghilang.

Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom� �

Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian

dari kondisi tersebut. 2

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan

Pedoman Diagnostik

Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls

( dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)

Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu

menyebabkan penderitaan (distress) 2

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif ( obsesional ritual)

Pedoman Diagnostik

Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya

mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu

situasi yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian dan

keteraturan.

Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya yang

mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual

tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari

bahaya tersebut.

10

Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai

beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan

ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan. 2

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif

Pedoman Diagnostik

Kebanyakn dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran

obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana kedua

hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian.

Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan

dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang

berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif

terhadap terapi perilaku. 2

F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya

F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT2

2. 5. Gambaran Klinis

a. Gejala

Obsesi yang umum bisa berupa kegelisahan mengenai pencemaran,

keraguan, kehilangan dan penyerangan. Penderita merasa terdorong untuk

melakukan ritual, yaitu tindakan berulang, dengan maksud tertentu dan

disengaja. Sebagian besar ritual bisa dilihat langsung, seperti mencuci

tangan berulang-ulang atau memeriksa pintu berulang-ulang untuk

memastikan bahwa pintu sudah dikunci. Ritual lainnya merupakan kegiatan

batin, misalnya menghitung atau membuat pernyataan berulang untuk

menghilangkan bahaya.

Penderita bisa terobsesi oleh segala hal dan ritual yang dilakukan tidak

selalu secara logis berhubungan dengan rasa tidak nyaman yang akan

berkurang jika penderita menjalankan ritual tersebut. Penderita yang merasa

khawatir tentang pencemaran, rasa tidak nyamannya akan berkurang jika

dia memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. Karena itu setiap 11

obsesi tentang pencemaran timbul, maka dia akan berulang-ulang

memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.

Sebagian besar penderita menyadari bahwa obsesinya tidak

mencerminkan resiko yang nyata. Mereka menyadari bahwa perliku fisik

dan mentalnya terlalu berlebihan bahkan cenderung aneh. Penyakit obsesif-

kompulsif berbeda dengan penyakit psikosa, karena pada psikosa

penderitanya kehilangan kontak dengan kenyataan. Penderita merasa takut

dipermalukan sehingga mereka melakukan ritualnya secara sembunyi-

sembunyi. Sekitar sepertiga penderita mengalami depresi ketika

penyakitnya terdiagnosis.

Gejala ditandai dengan pengulangan (repetatif) pikiran dan tindakan

sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama

1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utam obsesi-kompulsif harus

memenuhi kriteria:

1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh

individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri.

Individu juga menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional,

namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan. 

2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh oleh individu dan

berusaha melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut

sekuat tenaga, namun tidak berhasil.

3. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa

puas atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir

secara berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya. 

4. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang

secara terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya.

b. Ciri-Ciri Obsesif Kompulsif

Simptom dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan (repetatif)

pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan

12

berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utama obsesi-

kompulsif harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh

individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga

menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan

untuk mengurangi kecemasan.

2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh individu dan berusaha

melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga,

namun tidak berhasil.

3. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas

atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara

berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya. 

4. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara

terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya. 

5. Obsesi dan kompulsi menyebabkan terjadinya tekanan dalam diri

penderita dan menghabiskan waktu (lebih dari satu jam sehari) atau secara

signifikan mengganggu fungsi normal seseorang, atau kegiatan sosial atau

suatu hubungan dengan orang lain. 

6. Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu tindakan

berulang seperti mencuci tangan & melakukan pengecekan dengan

maksud tertentu.

c. Berbagai Perilaku Gangguan Yang Sering Terjadi : 

Membersihkan atau mencuci tangan 

Memeriksa atau mengecek 

Menyusun 

Mengkoleksi atau menimbun barang 

Menghitung atau mengulang pikiran yang selalu muncul (obsesif) 

Takut terkontaminasi penyakit/kuman 

Takut membahayakan orang lain 

Takut salah 

13

Takut dianggap tidak sopan 

Perlu ketepatan atau simetri 

Bingung atau keraguan yang berlebihan. 

Mengulang berhitung berkali-kali (cemas akan kesalahan pada urutan

bilangan)

Individu yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif kadang memilki

pikiran intrusif tanpa tindakan repetatif yang jelas akan tetapi sebagian besar

penderita menunjukkan perilaku kompulsif sebagai bentuk lanjutan dari

pikiran-pikiran negatif sebelumnya yang muncul secara berulang, seperti

ketakutan terinfeksi kuman, penderita gangguan obsesif-kompulsif sering

mencuci tangan (washer) dan perilaku umum lainnya seperti diatas.

2. 6. Pemeriksaan Status Mental

Pada pemeriksaan status mental, pasien dengan OCD juga dapat

menunjukkan gejala gangguan depresif. Gejala seperti itu terdapat pada sekitar

50 persen pasien. Sejumlah pasien OCD memiliki ciri khas yang mengesankan

gangguan kepribadian obsesif kompulsif tetapi sebagian besar tidak. Pasien

dengan OCD terutama laki-laki, memiliki angka membujang yang lebih tinggi

dari rata-rata. Pasien yang menikah memiliki jumlah perpecahan perkawinan

yang lebih besar dari biasa.

2.7. Diagnosis Banding

a. Keadaan Medis

Persyaratan diagnosis DSM-IV TR pada distress pribadi dan gangguan

fungsional membedakan OCD dengan pikiran dan kebiasaan yang sedikit

berlebihan atau biasa. Gangguan neurologis utama untuk dipertimbangkan

dalam diagnosis banding adalah gangguan tourette, gangguan tic lainnya,� �

epilepsy lobus temporalis, dan kadang-kadang trauma serta komplikasi pasca

ensefalitis.

14

b. Gangguan Tourette

Gejala khas gangguan tourette adalah tik motorik dan vocal yang sering

terjadi bahkan setiap hari. Gangguan tourette dan OCD memiliki awitan dan

gejala yang serupa. Sekitar 90 persen orang dengan gangguan tourette memiliki

gejala kompulsif dan sebanyak dua pertiga memenuhi criteria diagnostic OCD.

c. Keadaan Psikiatri Lain

Pertimbangan psikiatri utama di dalam diagnosis banding OCD adalah

skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif kompulsif, fobia dan gangguan

depresif. OCD biasanya dapat dibedakan dengan skizofrenia yaitu tidak ada

gejala skizofrenik lain, sifat gejala yang kurang bizar, dan tilikan pasien

terhadap gangguannya. Gangguan kepribadian obsesif kompulsif tidak

memiliki derajat hendaya fungsional yang terkait OCD. Fobia dibedakan yaitu

tidak adanaya hubungan antara pikiran obsesif dan kompulsi. Gangguan

depresi berat kadang-kadang dapat disertai gagasan obsesif tetapi pasien yang

hanya dengan OCD yang gagal memenuhi criteria diagnostic gangguan

depresif berat.

Keadaan psikiatri lain yang dapat terkait erat dengan OCD adalah

Hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan mungkin gangguan

pengendalian impuls lain, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua

gangguan ini, pasien memiliki pikiran berulang( contohnya kepedulian akan

tubuh) atau perilaku berulang (contohnya mencuri). Sejumlah kelompok riset

meneliti gangguan ini dan gangguan lain seperti perilaku seksual kompulsif,

hubungannya dengan OCD, dan responnya terhadap berbagai terapi.

2. 8. Terapi

Dengan mengumpulkan bukti-bukti bahwa gangguan obsesif kompulsif

adalah sangat ditentukan oleh faktor biologis, teori psikoanalitik klasik telah

ditinggalkan. Selain itu karena gejala obsesif kompulsif tampaknya sangat

15

tahan terhadap psikoterapi psikodinamika dan psikoanalisis, terapi

farmakologis dan perilaku menjadi sering. Tetapi faktor psikodinamika

mungkin cukup bermanfaat dalam mengerti apa yang mencetuskan

eksaserbasi gejala dan dalam mengobati berbagai bentuk penolakan

pengobatan, seperti ketidakpatuhan terhadap pengobatan.6

Banyak pasien gangguan obsesif-kompulsif secara terus menerus

menolak usaha pengobatan. Mereka menolak menggunakan medikasi dan

menolak melakukan tugas pekerjaan rumah dan aktifitas yang dianjurkan

lainnya yang diberikan oleh ahli terapi perilaku. Gejala obsesif-kompulsif

sendiri, tidak peduli bagaimana beratnya didasarkan secara biologis,

mungkin memiliki arti psikologis penting yang menyebabkan pasien enggan

mengungkapkannya. Suatu penggalian psikodinamika terhadap penolakan

pasien terhadap pengobatan dapat menyebabkan peningkatan kepatuhan.

Penelitian yang terkendali baik telah menemukan bahwa farmakoterapi

atau terapi perilaku atau kombinasinya efektif secara bermakna dalam

menurunkan gejala pasien gangguan obsesif kompulsif. Keputusan tentang

terapi mana yang aka digunakan berdasarkan pada pertimbangan dan

pengalaman klinisi dan penerimaan pasien terhadap berbagai modalitas.

a. Farmakoterapi

Kemajuan farmakoterapi dalam gangguan obsesif-kompulsif telah

dibuktikan dalam banyak uji klinis. Manfaat tersebut ditingkatka oleh

pengamatan bahwa penelitian menemukan angka respon plasebo adalah

kira-kira lima persen. Persentase tersebut rendah dibandingkan angka

respon plasebo 30 sampai 40 persen yang sering ditemukan pada

penelitian obat antidepresan dan ansiolitik.

Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang digunakan untuk

mengobati gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat digunakan

dalam rentang dosis yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat setelah

empat sampai enam minggu pengobatan, walaupun biasanya diperlukan

waktu delapan sampai enam belas minggu untuk mendapatkan manfaat

16

terapeutik yang maksimum. Walaupun pengobatan dengan obat

antidepresan masih kontroversial, sebagian pasien dengan gangguan

obsesif-kompulsif yang berespon terhadap pengobatan dengan

antidepresan tampaknya mengalami relaps jika terapi obat dihentikan.

Pengobatan standar adalah memulai dengan obat spesifik-serotonin,

contohnya clomipramine (Anafranil) atau inhibitor ambilan kembali

spesifik serotonin (SSRI-serotonin specific reuptake inhibitor), seperti

Fluoxetine (Prozac).1

b. Clomipramine

Obat standar untuk pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah

clomipramine, suatu obat tetrasiklik spesifik serotonin yan gjuga

digunakan untuk pengobatan gangguan depresif. Kemajuan clomipramine

dalam mengobati gangguan obsesif kompulsif didukung oleh banya uji

coba klinis. Clomipramine biasanya dimulaidengan dosis 25 sampai 50 mg

sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari

setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau

tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah

suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping berupa sedasi,

hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik, seperti mulut

kering. 4

c.Serotonin-spesific reuptake inhibitor (SSRI)

SSRI yang sekarang tersedia di Amerika Serikat adalah fluoxetine,

sertraline (Zoloft), dan paroxetine (Paxil). Beberapa uji coba klinis telah

menunjukkan manfaat fluoxetine dan sertraline dalam gangguan obsesif-

kompulsif, dan paroxetin mungkin juga efektif. Fluvoxamine, SSRI yang

lain masih belum tersedia di Amerika Serikat tetapi telah terbukti efektif

dalam mengobati gangguan obsesif kompulsif.

Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif-kompulsif

menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat

terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi,

17

kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping

gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik daripada obat

trisiklik. Dengan demikian, kadang-kadang SSRI digunakan sebagai obat

lini pertama dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif. 4

Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil,

banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat

digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor

monoamin oksidase (MAOI, monoamine oxidase inhibitor), khususnya

Phenelzine (Nardil).1Obat farmakologis yang kurang diteliti adalah

buspirone (BuSpar), fenfluramine (Pondimin), trytophan, dan clonazepam

(Klonopim).

d. Terapi perilaku

Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku

sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif.

Dengan demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku

sebagai terapi terpilih untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku

dapat dilakukan pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan

perilaku utama pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan

pencegahan respon. Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran,

terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien

gangguan obsesif kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-

benar menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan.4

Terapi tingkah laku ini dimulai dengan pasien membuat daftar tentang

obsesinyakemudian diatur sesuai hierarki mulai dari yang kurang membuat

cemas sampai yangpaling membuat cemas. Dengan melakukan paparan

berulang terhadap stimulusdiharapkan akan menghasilkan kecemasan yang

minimal karena adanya habituasi.6

e. Psikoterapi

Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk

pasien gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai 18

derajat keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian

sosial. Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang

profesional, simpatik, dan mendorong, pasien mungkin mampu untuk

berfungsi berdasarkan bantuan tersebut, tanpa hal tersebut gejalanya akan

menyebabkna gangguan. Kadang-kadang jika ritual dan kecemasan

obsesional mencapai intensitas yang tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk

merawat pasien di rumah sakit sampai tempat penampungan institusi dan

menghilangkan stres lingkungan eksternal menurunkan gejala sampai

tingkat yang dapat ditoleransi.4

Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku

pasien. Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota

keluarga melalui dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat

tentang bagaimana menangani dan berespons terhadap pasien.4,1

f. Terapi lain

Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga,

membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan

gangguan, dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk

kebaikan pasien. Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi

beberapa pasien. Untuk pasien yang sangat kebal terhadap pengobatan,

terapi elektrokonvulsif (ECT) dan bedah psiko (psychosurgery) harus

dipertimbangkan. ECT tidak seefektif bedah psiko tetapi kemungkinan

harus dicoba sebelum pembedahan. Prosedur bedah psiko yang paling

sering dilakukan untuk gangguan obsesif kompulsif adalah singulotomi,

yang berhasil dalam mengobati 25 sampai 30 persen pasien yang tidak

responsif terhadap pengobatan lain. Komplikasi yang paling sering dari

bedah psiko adalah perkembangan kejang, yang hampir selalu dikendalikan

dengan pengobatan Phenytoin (Dilantin). Beberapa pasien yang tidak

respon dengan bedah psiko saja dan dengan farmakoterapi atau terapi

perilaku sebelum operasi menjadi respon terhadap farmakoterapi atau terapi

perilaku setelah bedah psiko.1,4,6

19

2.9. Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif

memiliki onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasien

memiliki onset gejala setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres, seperti

kehamilan, masalah seksual, dan kematian seorang sanak saudara. Karena

banyak pasien tetap merahasiakan gejalanya, mereka seringkali terlambat 5

sampai 10 tahun sebelum pasien datang ke psikiater, walaupun keterlambatan

tersebut kemungkinan dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran akan

gangguan tersebut diantara orang awam dan profesional. Perjalanan penyakit

biasanya lama tetapi bervariasi. Beberapa pasien mengalami penyakit yang

berfluktuasi, dan pasien lain mengalami penyakit yang konstan. 4,1

Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif

kompulsif memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko bagi

semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis buruk

dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada

masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah

sakit, gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya

gagasan yang terlalu dipegang (overvalued)-yaitu penerimaan obsesi dan

kompulsi, dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian

skizotipal). Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan

pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang

episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis. 4

BAB III

KESIMPULAN

Dari tinjauan pustaka yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa:

1. Gangguan obsesif kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai

dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana

20

membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat

menyebabkan penderitaan (distress).

2. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala gejala obsesif atau�

tindakan kompulsif, atau kedua duanya, harus ada hampir setiap hari�

selama sedikitnya 2 minggu berturut � turut.

3. Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-

kompulsif diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter,

pencitraan otak, genetika, faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu

faktor kepribadian dan faktor psikodinamika.

4. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan

gangguan obsesif kompulsif antara lain terapi farmakologi�

(farmakoterapi) dan terapi tingkah laku.

5. Prognosis pasien dinyatakan baik apabila kehidupan sosial dan

pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat periodik

DAFTAR PUSTAKA

1. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th ed. DSM-IV

Washington DC: American Psychiatry Association, 1994.

21

2. Gangguan obsesif kompulsif. Dalam : Buku saku Diagnosis Gangguan�

Jiwa; rujukan ringkas dari PPDGJ III. � Maslim R, penyunting. Jakarta;

2003.76

3. Jenike MA. Obsessive compulsive disorder. N Engl J Med 2004; 350 : 259-

65

4. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry

vol.2 6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.

5. Kaplan IH, Sadock BJ, Greb JA. Gangguan Obsesif Kompulsif. Dalam

Made Wiguna. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis

Jilid Dua. Binarupa Aksara Publisher: Tanggerang. 2010. 56-68.

6. Khouzan HR. Obsessive compulsive disordes : what to do if you recognize

baffling behaviour. Postgard Med 1999; 106(7): 133-41.

22