Laporan Praktikum Patologi Klinik

download Laporan Praktikum Patologi Klinik

of 5

Transcript of Laporan Praktikum Patologi Klinik

Laporan Praktikum Patologi KlinikModul: Penyakit Tropik

Nama NRI Ruang

: Grace P. Kurmasela : 090111164 : 08

Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Tahun ajaran 2011/2012

TES WIDAL / AGLUTINASI MENGGUNAKAN SLIDE ( ATAU TABUNG) Fortress Diagnostic Limited

Prinsip

: Reagen yang mengandung antigen Salmonella Typhi atau Salmonella Paratyphi yang telah tersandar, direaksikan dengan antibodi dalam serum pasien. Reagen terdiri dari : - Botol berpenutup biru yang mengandung antigen somatik O - Botol berpenutup merah yang mengandung antigen flagela H - Botol kontrol positif (serum manusia) - Botol kontrol negatif (serum hewan) Sampel : serum pasien (bebas kontaminasi, hemolisis, atau lipemik) Alat : glass slides atau rotator mekanik Cara kerja : 1. Prosedur tes KUALITATIF: a. Reagen dan sampel dikondisikan pada suhu ruangan 30 menit sebelum tes dimulai b. Letakkan sebanyak 50 uL atau 1 tetes sampel serum, dan kontrol (positif dan negatif) masing-masing ke dalam satu lingkaran terpisah yang ada dalam kartu slides. c. Reagen antigen diresupensikan (homogenasikan) secara halus / tidak kasar (gently) lalu ditambahkan sebanyak 1 tetes ke dalam masing-masing lingkaran di samping tetesan (tidak menyeluruh) sampel serum atau kontrol yang sudah ada di situ. d. Campur reagen antigen dengan sampel serum / kontrol menggunakan ujung pipet atau stirrer sambil disebarkan merata ke seluruh lingkaran tapi tidak melewati batas yang ada. Masing-masing lingkaran (sampel serum/konrol) menggunakan strirrer yang baru. e. Rotasikan kartu slides pada kecepatan 100 rpm selama 2 menit. f. Pengamatan 2. Prosedur tes SEMI-KUANTITATIF: a. Menggunakan pipet semi-otomatik, letakkan sampel serum masing-masing ke dalam sebuah lingkaran sebanyak 5 buah lingkaran dengan volume sbb: Lingkaran 1 Lingkaran 2 Lingkaran 3 Lingkaran 4 Lingkaran 5 80 uL 40 uL 20 uL 10 uL 5 uL

b. Tambahkan 1 tetes reagen antigen ke dalam masing-masing lingkaran c. Campur reagen antigen dan sampel serum menggunakan ujung pipet atau stirrer sambil disebarkan merata ke seluruh lingkaran tapi tidak melewati batas yang ada. d. Rotasikan kartu slides pada kecepatan 100 rpm selama 2 menit. e. Pengamatan, bila positif terjadi aglutinasi maka hasil dilaporkkan sesuai indikasi titer di bawah ini: 80 uL 40 uL 20 uL 10 uL 5 uL 1 : 20 1 : 40 1 : 80 1 : 160 1 : 320

Hasil percobaan: Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella terdapat dalam serum penderita demam tifoid, juga pada orang yang pernah ketularan Salmonella, dan orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid. Akibat infeksi Salmonella typhi, penderita membuat antibodi (aglutinin), yaitu: aglutinin O, aglutinin H, aglutinin Vi. Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk didiagnosis. Makin tinggi titernya makin besar kemungkinan pasien menderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer widal 4 kali dalam 1 minggu dianggap demam tifoid positif. Titer O > 160, titer H > 640. Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat dilihat bahwa: Type H (merah) H AH BH CH Hasil Negatif Negatif Negatif Negatif Type O (biru) O AO BO CO Hasil Negatif Negatif Positif Negatif

Indikasi adalah 1 : 80. Maka pasien belum bisa dikatakan demam tifoid atau ada infeksi dari Salmonella typhi. Untuk itu maka pasien sebaiknya diuji kembali tes widal dalam selang paling sedikit 5 hari.

Uji SerologikTugas: Sebutkan sekurangnya 2 penyakit infeksi selain yang telah disebutkan yang diagnosisnya dapat ditunjang dengan tes diagnositik cepat (rapid test, simple rapid assay). Beri contoh jenis rapid test tersebut dan jelaskan prinsip / mekanisme kerjanya. 1. Malaria a. Pemeriksaan hapusan darah tepi tipis dengan pewarnaa Giemsa dan tetes tebal. pada pemeriksaan hapusan darah tepi dapat dijumpai trombositopenia dan leukositosis. Penignkatan kadar ureum, kreatini, bilirubin dan enzim seperti aminotrasnferase dan 5-nukleotidase. Pada penderita malaria berat yang mengalami asidosis, dijumpai pH darah dan kadar bikarbonay rendah. Kekurangan cairan dan gangguan elektrolit dan likuor serebrospinal juga meningkat. b. IFA (indirect Fluoresent Antibody), IHA (Inderect Hemaglutination Test) dan ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Keguanaan tes serologis untuk diagnostik malaria akut sangat terbatas, karena baru akan positif beberapa hari setelah parasit malaria ditemukan dalam darah. 2. Leptospirosis a. Microsopic Aglutination Test (MAT) Pemeriksaan MAT merupakan tes referensi utama dan sering digunakan sebagai gold standar dalam mengevaluasi tes diagnostik leprospirosis yang baru, karena mempunyai sensitivitas tinggi. MAT mendeteksi antibosi pada tingkat serovar, sehingga dapat mengidentifikasi strain leptospira. Pemeriksaan ini memerlukan sejumlah battery of strain leptospira dan sepasang sera dari pasien pada periode akut dan 5-7 hari sesudahnya. Pemeriksaan MAT dikatakan positif bila terjadi serokonversi berupa kenaikan titer 4 kali atatu titer > 1 : 320 dengan satu atau lebih antigen tanpa kenaikan titer. b. Latex Based Agglutination Test Tes diagnsotik dengan metode ini disebut dengan Lepto Tek Dri-Dot. Tes ini lebih praktis dan lebih cepat karena hasilnya dapat diketahui dalam waktu 30 deitk. Dasar kerja tes ini sama dengan metode sebelumnya. Dalam tes ini 10 mikroliter serum pasien diteteskan pada sebuah kartu aglutinasi, kemudian reagen pendeteksi dicampurkan dengan menggunakan spatula plastik sekali pakai. Hasil dibaca setelah 30 detik dan dinyatakan positif bila terjadi aglutinasi. Hasli evaluasi Lepto Tek Dri-Dot menunjukkan sensitivitas 72,3% dan 88,2 % pada serum pasien yang dikumpulkan dalam periode 10 hari dan > 10 hari perjalanan penyakit.