Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria...

22
Laporan Praktikum Eksplorasi Habitat Keanekaragaman Belalang di Areal Sekitar Kampus IPB Darmaga dan Kawasan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol Disusun Oleh: Rendy Setiawan Ennie Chahyadi Gina Dania Pratami Maria Rosdalima Pangur PROGRAM STUDI BIOSAINS HEWAN DEPARTEMEN BIOLOGI 1

Transcript of Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria...

Page 1: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

Laporan Praktikum Eksplorasi Habitat

Keanekaragaman Belalang di Areal Sekitar Kampus IPB Darmaga dan

Kawasan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol

Disusun Oleh:

• Rendy Setiawan

• Ennie Chahyadi

• Gina Dania Pratami

• Maria Rosdalima Pangur

PROGRAM STUDI BIOSAINS HEWAN DEPARTEMEN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2011

1

Page 2: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

I. PENDAHULUAN

Serangga merupakan kelompok hewan yang dominan di muka bumi

dengan jumlah spesies hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi. Dari

751.000 spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia.

Serangga di bidang pertanian banyak dikenal sebagai hama (Jumar 2000).

Sebagian bersifat sebagai predator, parasitoid, atau musuh alami (Pracaya 2010).

Kebanyakan spesies serangga bermanfaat bagi manusia. Sebanyak 1.413.000

spesies telah berhasil diidentifikasi dan dikenal, lebih dari 7.000 spesies baru di

temukan hampir setiap tahun. Karena alasan ini membuat serangga berhasil dalam

mempertahankan keberlangsungan hidupnya pada habitat yang bervariasi,

kapasitas reproduksi yang tinggi, kemampuan memakan spesies makanan yang

berbeda, dan kemampuan menyelamatkan diri dari musuhnya (Borror et al. 1996;

2005).

Serangga sangat berperan dalam menjaga daur hidup rantai dan jaring-

jaring makanan di suatu ekosistem (Pedigo & Marlin 2009). Serangga juga

memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Bila mendengar nama

serangga, maka selalu diidentikkan dengan hama di bidang pertanian, disebabkan

banyak serangga yang bersifat merugikan, seperti walang sangit, wereng, ulat

grayak, dan lainnya. Serangga dapat merusak tanaman sebagai hama dan sumber

vektor penyakit pada manusia. Namun, tidak semua serangga bersifat sebagai

hama atau vektor penyakit. Kebanyakan serangga juga sangat diperlukan dan

berguna bagi manusia. Salah satunya adalah belalang (Pracaya 2010).

1.1. Latar Belakang

Belalang adalah serangga herbivora dari subordo Caelifera dan Ensifera

ordo Orthoptera. Banyak spesies belalang yang ada di Indonesia, yang dapat

dibedakan dari bentuk morfologi dan suara yang dihasilkannya (Jumar 2000).

Belalang banyak terdapat di tipe habitat padang rumput dan alang-alang. Tipe

habitat seperti ini banyak ditemukan di areal sekitar kampus IPB Darmaga dan

kawasan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB). Sehingga

2

Page 3: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

menarik untuk melakukan pengamatan tentang keanekaragaman belalang di areal-

areal tersebut.

1.2. Tujuan

Tujuan pengamatan ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman

belalang di areal sekitar kampus IPB Darmaga Bogor dan kawasan Pusat

Pendidikan Konservasi Alam Bodogol.

3

Page 4: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

II. METODE

2.1. Waktu dan lokasi

A. Kampus IPB Darmaga

Praktikum pengumpulan belalang dilakukan pada bulan November 2011 di

empat lokasi di dalam areal kampus IPB Darmaga. Lokasi praktikum pertama

dilakukan di belakang Rektorat kampus IPB. Habitat belalang pada lokasi ini

didominasi oleh tegakan pinus dan berada dekat dengan danau LSI. Lokasi

berikutnya yaitu di sekitar FMIPA, dengan kondisi habitat perpaduan antara

semak-semak dan tegakan sawo.

Arboretum Fakultas kehutanan juga dipilih sebagai salah satu lokasi

pengumpulan belalang. Arboretum merupakan contoh hutan alam mini yang

digunakan sebagai perwakilan habitat alam dalam areal kampus IPB. Lokasi

terakhir yang dipilih adalah arboretum lanskap yang didominasi oleh tegakan

hutan dan areal padang rumput. Namun, penangkapan belalang hanya dilakukan

pada areal padang rumput.

B. Hutan Konservasi Alam Bodogol

Pengamatan dan pengumpulan belalang dilakukan sepanjang jalur

pengamatan Canopy trail, menyusuri sungai Cisuren dan sepanjang African Trail.

Habitat sepanjang jalur pengamatan merupakan hutan primer dengan kondisi

habitat yang heterogen dan topografi yang berbukit-bukit.

2.2. Alat dan Bahan

Alat yag digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Jaring ayun (sweep net) untuk menangkap belalang.

b. Plastik untuk menyimpan spesimen.

c. Alkohol 70 % yang digunakan untuk pembiusan sebelum pengambilan

gambar spesimen.

4

Page 5: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

2.3. Metode pengumpulan

Pengumpulan belalang dilakukan dengan metode direct search (searching)

yang dilakukan paralel dengan sweepnetting (penangkapan langsung dengan

jaring ayun) (Kreb 1989; Kruess & Tscharntke 2002). Penangkapan belalang

dilakukan pada pagi hari, yang merupakan waktu aktif belalang untuk berjemur

setelah mengalami penurunan temperatur suhu tubuh pada malam hari (Pfadt

2002). Pengumpulan belalang di dalam areal kampus IPB Darmaga dilakukan

secara acak pada tiap lokasi pengamatan menyesuaikan dengan mobilitas

belalang. Setiap lokasi pengumpulan belalang dilakukan hanya selama 30 menit.

Pengamatan dan pengumpulan spesimen belalang di hutan Bodogol dilakukan

dengan metode acak, pada jalur pengamatan yang sudah tersedia. Belalang yang

terkumpul kemudian dimasukkan dalam plastik yang diberi label lokasi, waktu

penangkapan dan nama kolektor.

2.4. Klasifikasi

Belalang yang dikumpulkan selanjutnya akan diklasifikasikan mengacu

pada buku Borror et al. (1996); Borror et al. (2005); Pedigo LP, Marlin ER.

(2009).

2.5. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan metode;

a. Indeks Keanekaragaman

Keanekaragaman belalang diukur dengan Indeks Shannon-Wiener (1974) dalam

Krebs (1989);

H '=−∑ pi ¿¿

Keterangan: H : Indeks keanekaragaman

Pi : proporsi individu terhadap total individu

S : jumlah total spesies

ni : jumlah individu spesies ke –i

N : total individu

b. Indeks Kemerataan

5

Page 6: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

Indeks kemerataan belalang dihitung dengan persamaan berikut (Soegianto 1994);

E =H'ln s

Keterangan: E : indeks kemerataan

H’ : indeks keanekaragaman Shanon-Wiener

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Page 7: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

3.1. Kondisi Umum IPB

Kampus IPB Darmaga terletak pada 9 km arah Barat dari pusat Kota

Bogor. Secara administrasi, kampus ini termasuk kedalam wilayah Desa Babakan

Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Luas Kampus IPB

secara keseluruhan adalah 256,97ha. Secara geografis kampus ini terletak antara

6o 32’ 45” sampai 6o 33’ 45” LS dan 106 42’ 43” sampai 106o 44’ 15” BT.

Kampus ini berada pada ketinggian antara 145–195 mdpl (Saputro 2007).

Secara umum vegetasi di lingkungan Kampus IPB Darmaga berupa

vegetasi semak berumput, tegakan karet, hutan pinus, hutan campuran, hutan

percobaan, arboretum dan tanaman pekarangan perumahan dosen dan taman

(Hernowo et al. 1991). Menurut Kosmaryandi (1991), vegetasi yang ada berupa

tegakan karet, tegakan campuran, tegakan pinus, rawa-rawa berumput,

kebunkebun percobaan dan alang-alang. Hutan campuran di sebelah utara Masjid

Al Hurriyyah terbentuk menjadi sebuah miniatur dari hutan tropika karena

memiliki struktur tajuk yang lengkap. Spesies-spesies vegetasi yang terdapat di

lingkungan Kampus IPB Darmaga sebanyak 45 spesies (Kurnia 2003). Adapun

spesies-spesies vegetasi yang mendominasi antara lain: mahoni (Swietenia

macrophylla), jati (Tectona grandis), karet (Hevea brasiliensis), akasia (Acacia

sp.), gmelina (Gmelina arborea), eboni (Diospyros celebica), cemara aru

(Casuarina sumatrana), ketapang (Terminalia catappa), sengon (Paraserianthes

falcataria), pinus merkusi (Pinus merkusii), bambu (Bambusa sp.), shorea

(Shorea sp.) dan berbagai spesies rerumputan.

3.2. Kondisi Umum Kawasan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol

Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol berada pada ketinggian 800

dpl, merupakan salah satu zona pemanfaatan di dalam kawasan Taman Nasional

Gunung Gede Pangrango, perannya mampu menopang kergaman hayati yang

tinggi. Pusat pendidikan konservasi alam bodogol merupakan satu lokasi yang

berperan sebagai salah satu tempat untuk memperkenalkan kekayaan alam hutan

hujan tropis kepada masyarakat umum dan masyarakat sekitar kawasan Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Karakteristik kawasan Pusat

7

Page 8: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

Pendidikan Konservasi Alam Bodogol berada pada ketingian 800 dpl, merupakan

salah satu zona pemanfaatan didalam kawasan Tamana Nasional Gunung Gede

Pangrango, perannya mampu menopang keragaman hayati yang tinggi. Beberapa

spesies tumbuhan berbunga, tumbuhan obat, tanaman hias tidak sulit untuk

ditemukan didalam kawasan ini termasuk didalamnya satwa endemik jawa, Elang

Jawa (Spizaetus bartelsi) dan owa jawa (Hylobates moloch) (Pusat Pendidikan

Konservasi Alam Bodogol 2011).

3.3. Morfologi Umum Belalang

Belalang masuk kedalam ordo Orthoptera yang berasal dari bahsa Yunani,

yaitu ortho (lurus) dan ptera (sayap). Serangga ini umumnya bersayap, walaupun

sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang. Belalang memiliki

sayap dua pasang. Belalang betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang

jantan. Sayap depan panjang dan meyempit, biasanya mengeras seperti kertas dan

dinamakan tegmina. Sayap belakang lebar dan membraneus. Waktu istirahat

sayap dilipat di atas tubuh (Borror et al. 1996; Jumar 2000; Borror et al.2005).

Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari

tubuhnya dan beruas banyak. Sersi pendek dan seperti penjempit. Serangga betina

biasanya memiliki ovipositor atau alat perteluran. Tarsus biasanya beruas 3-5, tipe

alat mulut mengigit-mengunyah (mandibulat). Femur belakangnya umumnya

panjang dan kuat yang cocok untuk melompat (Borror et al. 1996; Pedigo &

Marlin 2009).

3.4. Spesies Belalang di Areal Kampus IPB Darmaga

Berdasarkan hasil pengamatan di areal kampus IPB pada empat lokasi

yang diamati (Hutan Arboretum, Hutan Belakang Rektorat, Hutan Landskap dan

daerah sekitar FMIPA), ditemukan 95 ekor belalang dari 5 spesies dan dari 2

famili. Spesies yang ditemukan adalah Atractomorpha crenulata, Oxya chinensis,

Phlaeoba fumosa, Valanga nigricornis dan spesies A yang dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Nama dan jumlah spesies belalang di areal Kampus IPB

8

Page 9: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

No

Nama Spesies Jumlah Individu TotalIndividuRektorat FMIPA Arboretum Hutan Landskap

1 Oxya chinensis 6 9 8 11 342 Phlaeoba fumosa 6 11 7 8 323 Atractomorpha crenulata 5 6 7 3 214 Valanga nigricornis 2 2 1 1 65 Spesies A 0 0 0 2 2Total 19 28 23 25 95

Pada lokasi Hutan belakang Rektorat, daerah sekitar FMIPA dan Hutan

Arboretum hanya ditemukan 4 spesies belalang, sedangkan pada lokasi Hutan

Landskap ditemukan 5 spesies dengan adanya penambahan spesies A. Pada lokasi

Hutan Landscape ini juga diperoleh jumlah inividu yang lebih banyak

dibandingkan pada 3 lokasi lainnya (Tabel 1).

Spesies A yang belum teridentifikasi memiliki corak warna kuning hitam

dengan dominasi warna hitam. Panjang tubuh belalang ini sekitar 5 cm. Spesies

ini cukup umum ditemui di habitat hutan landskap. Jenis spesies ini dapat dilihat

pada Gambar 2.

Gambar 2. Spesies belalang A, belum teridentifikasi

Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Shannon-Wiener (H’), habitat hutan

belakang rektorat dan hutan landskap memiliki nilai indeks keanekaragaman yang

tinggi dibandingkan dengan dua habitat lainnya dengan nilai masing-masing

adalah 1,316 dan 1,311 (Gambar 3). Nilai ini menunjukkan keanekaragaman

belalang pada areal kampus IPB secara keseluruhan tergolong sedang (nilai indeks

keanekaragamannya masih berkisar antara 1 sampai 3).

9

Hutan Be-lakang Rek-

torat

Hutan Sekitar FMIPA

Arboretum Hutan Landskap

1.181.2

1.221.241.261.28

1.31.32

1.3163022657966

1.25046449684319 1.227743154

18076

1.3110953624144

Indeks Keanekaragaman (H')

Page 10: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

Gambar 3. Nilai indeks keanekaragaman (H’) pada masing-masing habitat

Kondisi habitat mempengaruhi tingkat keanekaragaman spesies. Menurut

Pdaft (2002) pada waktu malam hari, temperature suhu tubuh belalang mengalami

penurunan sehingga pada pagi hari belalang akan mencari lokasi untuk berjemur.

Habitat padang rumput di hutan landskap merupakan habitat yang terbuka yang

memberi ruang bagi belalang untuk berjemur. Selain itu, menurut Resh (2009)

habitat padang rumput mampu menyediakan pakan yang dibutuhkan oleh

belalang.

Berdasarkan hasil perhitungan indeks kemerataan spesies (J) menunjukkan

bahwa spesies belalang yang berada pada masing-masing tipe habitat yang berada

di area Kampus IPB Darmaga cukup tersebar merata (Gambar 4). Perhitungan

tersebut berdasarkan jumlah spesies yang ditemukan pada masing-masing lokasi.

Pada habitat hutan belakang rektorat memiliki nilai kemerataan yang tertinggi

(0,949), sedangkan nilai kemerataan terendah terdapat pada lokasi hutan landskap

(0.8164).

10

Hutan Be-lakang Rek-

torat

Hutan Sekitar FMIPA

Arboretum Hutan Landskap

1.181.2

1.221.241.261.28

1.31.32

1.3163022657966

1.25046449684319 1.227743154

18076

1.3110953624144

Indeks Keanekaragaman (H')

Page 11: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

Gambar 4. Nilai Indeks Kemerataan (J) pada masing-masing habitat

Tipe habitat di dalam kampus Darmaga tidak jauh berbeda, sehingga

jumlah individu per spesies yang ditemukan cenderung sama. Kemerataan dapat

digunakan sebagai indikator adanya spesies yang mendominasi pada suatu

komunitas (Resh 2009). Sehingga dominasi suatu spesies akan tinggi jika

kemerataan rendah, begitu juga sebaliknya.

3.5. Belalang di Hutan Pendidikan Alam Bodogol

Dari hasil pengamatan di Hutan kawasan Konservasi Bodogol diperoleh

26 total individu dari 6 spesies belalang. Spesies-spesies tersebut antara lain

Phlaeoba fumosa, Amphitornus coloradus, Campylacantha olivacea, Atractomorpha

crenulata, Trimerotropis verruculata dan Spesies B (belum diketahui spesiesnya)

(Tabel 3).

Tabel 3. Nama spesies dan jumlah spesies belalang di jalur kanopi Kawasan Konservasi Bodogol TN Gunung Gede Pangrango

No Nama Spesies Jumlah Individu

1 Phlaeoba fumosa 82 Amphitornus coloradus 53 Campylacantha olivacea 44 Atractomorpha crenulata 45 Trimerotropis verruculata 36 Spesies B 2

Total spesies 26

11

Hutan Be-lakang Rek-

torat

Hutan Sekitar FMIPA

Arboretum Hutan Landskap

0.7

0.75

0.8

0.85

0.9

0.95

0.949511375587827 0.902019464

201695 0.885629480010975

0.814629351207163

Indeks Kemerataan (J)

Page 12: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

Phlaeobo fumosa merupakan spesies yang paling banyak ditemukan,

sedangkan spesies B hanya ditemukan sebanyak 2 individu. Hutan Bodogol

merupakan hutan alam dan jumlah spesies belalang yang ditemukan relatif lebih

banyak. Namun pengamatan di hutan Bodogol tidak seintensif pengamatan belalang di

kampus, sehingga kemungkinan lebih banyak spesies yang dapat dijumpai.

Spesies B yang belum teridentifikasi memiliki dua warna berbeda pada

bagian tubuhnya dengan batas warna yang jelas. Warna cokelat terang dari antena

sampai chepalothorax dan warna cokelat gelap pada bagian abdomen dan tibia

serta tarsus. Panjang tubuh spesies B ini adalah 1.2 cm dan dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5. Spesies belalang B, belum teridentifikasi

Indeks keanekaragaman spesies (H’) belalang di Hutan Bodogol adalah

sedang (H’=1,701), sedangkan nilai indeks kemerataan belalang di hutan bodogol

adalah 0,52. Indeks keanekaragaman belalang di Bodogol tergolong sedang

berdasarkan kisaran nilai keanekaragaman 1-3 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Indeks keanekaragaman spesies (H’) belalang di Jalur kanopi Kawasan Konservasi Bodogol TN Gunung Gede Pangrango

No Nama Spesies Belalang ni (jumlah individu)

pi H’

1 Phlaeoba fumosa 8 0,307 0,3632 Amphitornus coloradus 5 0,192 0,3173 Campylacantha olivacea 4 0,154 0,2884 Atractomorpha crenulata 4 0,154 0,2885 Trimerotropis verruculata 3 0,115 0,2486 Spesies B 2 0,077 0,197

Jumlah 26 Indeks Keanekaragaman Spesies (H’) 1,701

Indeks Kemerataan (J’) 0,52

12

Page 13: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

Keanekaragaman spesies belalang di Bodogol lebih tinggi dibandingkan

dengan nilai keanekaragaman belalang di dalam areal Kampus IPB. Namun nilai

kemerataan spesies di hutan Bodogol lebih rendah dibandingkan dengan areal

kampus IPB. Hutan Bodogol memiliki kondisi habitat yang beranekaragam yang

mampu mendukung kehidupan banyak spesies belalang. Dibandingkan dengan

hutan, kompleksitas struktural dari padang rumput jelas lebih sederhana, sehingga

keaneakaragaman serangga lebih sedikit (Resh 2009). Habitat heterogen

memungkinkan koeksistensi spesies yang memungkinkan spesies untuk membagi

sumberdaya di dalam habitat dan menghindari kompetisi (Martin et al. 1999).

13

Page 14: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

IV. KESIMPULAN

1. Belalang yang ditemukan di areal Kampus IPB berjumlah 5 spesies

2. Spesies A hanya ditemukan di habitat Hutan Landscape

3. Di areal kampus IPB, nilai indeks keanekaragaman spesies tertinggi

terdapat di habitat belakang Rektorat

4. Belalang yang ditemukan di Kawasan Bodogol berjumlah 6 spesies

5. Kawasan Konservasi Bodogol memiliki nilai Indeks keanekaragaman

sedang

6. Secara keseluruhan nilai indeks keanekargaman di kawasan Bodogol lebih

tinggi dibandingkan dengan di areal kampus IPB

14

Page 15: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

DAFTAR PUSTAKA

Borror JD, Triplehorn AC, Johnson FN. 1996. Pengenalan pelajaran serangga edisi keenam. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Borror JD, Triplehorn AC, Johnson FN. 2005. Study of Insect Seven Edition. Ohio State University: USA.

Hernowo, J.B., R. Soekmadi dan Ekarelawan. 1991. Kajian Pelestarian Satwaliar di Kampus IPB Darmaga [catatan penelitian]. Buletin Media Konservasi3:45. Bogor.

Jumar. 2010. Entomologi pertanian. Rineka Cipta: Jakarta

Kosmaryandi, N. 1991. Studi tata letak pohon di ruang terbuka danau kampus IPB Darmaga ditinjau dari segi konservasi [Skripsi Sarjana]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan-Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Krebs, J.C. 1989. Ecological Methodology. New York: Harper Collin Publishers.

Kruess, A & Tscharntke, T. 2002. Grazing Intensitty and diversity of grasshoppers, butterflies and Trap-nesting Bees and Wasps. Cons Biol 16(6): 1570-1580

Kurnia, I. 2003. Studi Keanekaragaman Jenis Burung Untuk Pengembangan Wisata Birdwacthing di Kampus IPB Dramaga [Skripsi Sarjana]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan-Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Martin R. Speight, Mark D. Huntes, Allan D. Watt. Ecology Of Insects: Concepts and Application. 1999: Blackwell Science Ltd.

Pedigro LP, Marlin ER. 2009. Entomology and Pest Management Sixth Edition. Upper Saddle River New Jersey: Columbus Ohio.

Pfad, RE. 2002. Field Guide to Common Western Grasshoppers. Third Edition. Wyoming Agricultural Experiment Station Bulletin 912

Pracaya. 2010. Hama dan penyakit tanaman. Penebar Swadaya: Jakarta

Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol. 2011. Profil PPKAB. Lido, Resort PPKAB - Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango; Bogor.

15

Page 16: Laporan Praktikum Lapangan Kelompok Eksplorasi Habitat (Ennie Chahyadi, Gina Dania Pratami, Maria Rosdalina Pangur, Rendi Setiawan_2011)

Resh VH, Carde RT. 2009. Encyclopedia of Insect. Academic Press

Saputro, NA. 2007. Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu di Kampus IPB Darmaga [skripsi Sarjana]. Departemen sumber Daya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan-Institut Pertanian Bogor. Bogor.

16