Laporan Praktikum Lapangan Amdal

82

Click here to load reader

description

pelindung garis pantai

Transcript of Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Page 1: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu aktivitas utama di wilayah pesisir adalah aktivitas pelabuhan

sebagai sarana pendukung transportasi dan aktivitas lainnya. Secara prinsip

hubungan kegiatan pembangunan oleh manusia di laut tidak dapat dipisahkan

dengan di pantai bahkan di darat seluruhnya. Pada dasarnya laut sebagai area

eksploitasi dan di darat terjadi proses nilai tambahnya. Dalam konteks ekonomi

keruangan antara laut dan pantai bahkan kotakota pantai secara ekonomi menyatu,

bahkan bagi sektor pelabuhan akan tergantung tidak hanya kepada wilayah atau

ruang kelautan sebagai wahana transportasi saja, namun tergantung pula dengan

sistem kota-kota dan region yang mendukungnya, karena fungsi pelabuhan

tergantung kepada produk-produk yang akan diekspor dan diimport maupun

manusia yang akan melakukan perjalanan dari dan menuju suatu wilayah.

Pelabuhan Tanjung Emas Semarang sebagai pelabuhan utama di Jawa

Tengah mempunyai peran yang penting bagi perekonomian sehingga tuntutan

akan jasa pelabuhan semakin meningkat terus. Peningkatan permintaan akan jasa

pelabuhan mendorong aktivitas di pelabuhan semakin tinggi, sehingga harus

diimbangi sistem pengelolaan lingkungan di kawasan pelabuhan yang memadai.

Untuk menjaga kelestarian lingkungan di wilayah pelabuhan, maka Pelabuhan

Tanjung Emas Semarang masuk dalam Program Bandar Indah (dalam PT

Pelabuhan Indonesia III: Pelabuhan Tanjung Emas Berwawasan Lingkungan

Tahun 2002).

Pelabuhan Tanjung Emas Semarang merupakan sarana yang multifungsi,

selain sebagai sarana transportasi juga sebagai sarana perdagangan dan bisnis,

industri, rekreasi, cagar budaya dan permukiman. Disamping harus melaksanakan

program keselamatan dan kesehatan kerja untuk kegiatan operasionalnya, juga

harus menjaga kualitas lingkungannya, seperti kualitas air, kebersihan areal kerja

pelabuhan, kualitas udara dan kebisingan. Saat ini tidak satupun perusahaan yang

dapat mengabaikan masalah lingkungan termasuk perusahaan di lingkungan

Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Peraturan-peraturan baru, tekanan konsumen

dan etika berinvestasi, menyebabkan banyak perusahaan yang mengetahui bahwa

1

Page 2: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

pengelolaan lingkungan dapat mengurangi limbah, meningkatkan efisiensi dan

reputasi perusahaan di lingkungan pelabuhan.

1.2. Tujuan dan Manfaat

1.2.1. Tujuan Rencana Kegiatan

Tujuan rencana kegiatan ini adalah :

1. Memberikan alternatif penanganan permasalahan air pasang yang terjadi di

lokasi Tambak lorok.

2. Merencanakan bangunan perpanjangan garis pantai Tanjung Mas yang

sesuai dengan kaidah pengelolaan lingkungan yang benar sebagai wujud

upaya menunjang konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan.

3. Memberikan informasi kepada instasni dan masyarakat tentang

pengelolaan dampak lingkungan sebagai akibat adanya kegiatan.

4. Memberikan rekomendasi mengenai hal-hal yang harus diperhatikan guna

mengoptimalkan dampak penting kegiatan terhadap lingkungan dan saran

tindak dalam pengeloalaan lingkungan.

1.2.2. Manfaat Rencana Kegiatan

Manfaat dari rencana kegiatan pepanjangan garis pantai Pelabuhan

Tanjung Mas Semarang adalah agar kegiatan-kegiatan di bidang kelautan dan

perikanan di sekitar pelabuhan Tanjung Mas Semarang terhindar dari Rob dan

segala kegiatannya dapat berjalan optimal. Disamping itu melatih mahasiswa

untuk dapat menyusun dokumen KA-ANDAL.

1.3. Peraturan

1.3.1. Undang-undang

1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi

sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan sumberdaya

alam hayati dan ekosistemnya.

2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang Jaminan Sosial

Tenaga Kerja.

2

Page 3: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Alasan : digunakan sebagai pedoman untuk memberikan jaminan

kepada para tenaga kerja, sehingga mendapatkan hak-haknya sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi.

Alasan : digunakan sebagai dasar penggunaan bahan bakar.

4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan

ketenagakerjaan.

5. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan sumberdaya

air.

6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan otonomi

daerah.

7. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan

pembangunan terhadap kondisi jalan.

8. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Alasan : digunakan sebagai dasar penentuan kesesuaian lokasi

rencana kegiatan dengan tata ruang wilayah setempat.

9. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan

Angkutan Jalan.

Alasan : digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan

pembangunan terhadap kondisi lalulintas dan angkutan jalan.

10. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

Alasan : digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan

ketenagalistrikan.

11. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

3

Page 4: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Alasan : digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan

pembangunan yang berwawasan lingkungan.

12. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam kegiatan konstruksi

terhadap kesehatan.

1.3.2. Peraturan Pemerintah

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999

tentang jenis Biota yang dilindungi.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan terhadap

jenis biota yang dilindungi.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999

tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam pengendalian pencemaran

dan atau perusakan laut.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999

tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam penentuan baku mutu

udara ambien.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 1999

tentang Angkutan di Perairan.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam transportasi di perairan.

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor18 Tahun 1999

junto Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun

1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam penanganan limbah B3.

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2001

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran

Air.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam penentuan baku mutu

kualitas air.

4

Page 5: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah,

Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam pembagian

kewarganegaraan antara pemerintah pusat, provinsi, dan

kabupaten/kota.

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesi Nomor 26 Tahun 2008

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam kesesuaian lokasi kegiatan

dengan tata ruang nasional.

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009

tentang Kepelabuhan.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam kegiatan kepelabuhan.

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010

tentang Kenavigasian.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam kegiatan kenavigasian.

11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011

tentang Manajemen dan Rekayasa Analisis Dampak serta

Manajemen Kebutuhan Lalulintas.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam kajian dampak lalulintas.

12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012

tentang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam penyediaan dan

pemanfaatan listrik.

13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012

tentang Izin Lingkungan.

Alasan : digunakan sebagai acuan didalam penyusunan Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan.

1.3.3. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah

1. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 20 Tahun 2003

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengelolaan Pencemaran Air

Lintas Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

5

Page 6: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam penentuan baku mutu

kualitas perairan di propinsi Jawa Tengah.

2. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004

tentang Baku Mutu Air Limbah di Propinsi Jawa Tengah.

Alasan : digunakan sebagai acuan baku mutu air limbah di Propinsi

Jawa Tengah.

3. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2007

tentang Pengendalian Lingkungan Hidup di Propinsi Jawa Tengah.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam pengendalian lingkungan

hidup di Propinsi Jawa Tengah.

4. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Tengah Tahun

2009-2029.

5. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 7 Tahun 2010

tentang Penanaman Modal di Propinsi Jawa Tengah.

Alasan : digunakan sebagai acuan investor dalam melakukan usaha

di Propinsi Jawa Tengah.

6. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2012

tentang Ketenagalistrikan di Propinsi Jawa Tengah.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam kegiatan ketenagalistrikan

di Propinsi Jawa Tengah.

1.3.4. Peraturan Daerah Kota Semarang

1. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 1993 tentang

Kebersihan Wilayah Kota Semarang.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam kebersihan untuk wilayah

Kota Semarang.

2. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor

2 Tahun 1994 tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran dalam

Wilayah Kotamadya Daerah Dati II Semarang.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam menanggulangi bahaya

kebakaran.

6

Page 7: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

3. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Pengendalian Lingkungan Hidup di Kota Semarang.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan lingkungan

hidup di Kota Semarang.

4. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang

Bangunan Gedung.

Alasan : digunakan sebagai acuan pelaksanaan pembuatan

bangunan.

5. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2010 tentang

Penataan Ruang Terbuka Hijau.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam penentuan ruang terbuka

hijau.

6. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 2 Tahun 2011 tentang

Retribusi Jasa Umum.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam analisis dokumen.

7. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 3 Tahun 2011 tentang

Retribusi Jasa Usaha.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam analisis dokumen

8. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 tahun 2011tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031.

Alasan : digunakan sebagai dasar penentuan kesesuaian lokasi

kegiatan dengan tata ruang di Kota Semarang.

1.3.5. Peraturan Menteri

1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun

2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisa Mengenai Dampak

Lingkungan.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Dokumen

KA-ANDAL, ANDAL, RKL, RPL, dan Ringkasan Eksekutif.

2. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2008

tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan.

7

Page 8: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam penilaian Dokumen

AMDAL.

3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2009

tentang Operator dan Petugas Pesawat Angkat Angkut.

Alasan : memuat ketentuan kualifikasi dan syarat-syarat operator

dan petugas pesawat angkat angkut.

4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun

2012 tentang Jenis Rencana usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib

Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Alasan : digunakan sebagai dasar penentuan wajib AMDAL.

1.3.6. Keputusan Presiden

1. Keputusan presiden No. 46 Tahun 1985 tentang pengesahan

Internasional Convention of the Prevention of Pollution from Ship

1973 and Protocol of 1978 Relating to the International

Convention fot the Prevention of Pollution from ships 1973,

(marpol).

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam pencegahan pencemaran

dari kapal.

2. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1993 tentang Koordinasi

Pengelolaan Tata Ruang Nasional.

Alasan : digunakan sebagai dasar penentuan kesesuaian lokasi

kegiatan dan tata ruang nasional.

1.3.7. Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Tengah

1. Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Tengah Nomor 25 Tahun 2000

tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam

Proses AMDAL.

Alasan : digunakan sebagai acuan keterlibatan masyarakat dan

keterbukaan informasi dalam proses AMDAL.

2. Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2001

tentang Baku Mutu Udara Ambien Tingkat Provinsi Jawa Tengah.

8

Page 9: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam penentuan baku mutu

udara ambien di Provinsi Jawa Tengah.

1.3.8. Keputusan Menteri

1. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.136/07.001/Phb-83

tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pelabuhan.

2. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.215/AT.506/Phb-87

tentang Pengadaan Fasilitas Penampungan Limbah dari Kapal.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan limbah dari

kapal.

3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP.

48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam analisis data tingkat

kebisingan.

4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor

Kep-49/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Getaran.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam analisis data tingkat

getaran.

5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor

Kep-50/MENLH/11/1996 tentang Baku tingkat Kebauan.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam analisis data tingkat

kebauan.

6. Keputusan Menaker No.KEP 51/MEN/1999 tentang Faktor Bising

di Lingkungan Kerja.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam kebisingan dilingkungan

kerja.

7. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 02/1999

tentang izin Lokasi.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam perolehan ijin lokasi.

9

Page 10: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42 Tahun

2003 tentang Pedoman mengenai syarat dan Tata Cara Perijinan

serta Pedoman Pembuangan Limbah ke Air.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam penanganan limbah.

9. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun

2004 tentang Baku Mutu Air Laut.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam analisis mutu kualitas air

laut.

10. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 24 Tahun

2009 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam penilaian Dokumen

AMDAL.

1.3.9. Keputusan Kepala BAPEDAL

1. Keputusan Kepala Bapedal Nomor Kep. KA Bapedal No 299/1996

tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial dalam Penyusunan

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam mengkaji aspek sosial

dalam menyusun doumen AMDAL.

2. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-124/12/1997 tentang

Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat Dalam Penyusunan

AMDAL.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam mengkaji aspek kesehatan

masyarakat dalam menyusun dokumen AMDAL.

3. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-8 Tahun 2000 tentang

Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Alasan : digunakan sebagai acuan dalam keterlibatan masyarakat

dan keterbukaa informasi dalam penyusunan AMDAL.

10

Page 11: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

II. RUANG LINGKUP STUDI

2.1. Lingkup Rencana Kegiatan yang Akan Ditelaah

2.1.1. Status Studi AMDAL

Secara umum status studi AMDAL yang sedang dikerjakan ini

dilakukan setelah studi kelayakan ekonomi selesai dan dilakukan bersamaan

dengan studi kelayakan teknis. Sejauh ini Pelabuhan Tanjung Mas telah

melakukan sejumlah kajian atau penyelidikan dan aktivitas, termasuk:

Mengidentifikasi lokasi yang akan dijadikan lahan pelabuhan

Tanjung Mas dan mengidentifikasi lahan yang ada

Seleksi tanah yang diusulkan

Konsultasi Publik

Baseline study (pengumpulan data meteorologis, geologi,

kelautan dan lingkungan sosial ekonomi yang spesifik untuk

lokasi pemilihan pelabuhan)

Studi gempa bumi dan tsunami

Studi pemilihan material dan pemilihan teknologi, dan

Kajian Permulaan Pekerjaan Desain

Anggaran Biaya

2.1.2. Rencana Perpanjangan Garis Pantai Pelabuhan Tanjung Mas

Guna kepentingan studi AMDAL, semua kegiatan pembangunan

fisik diatas pada garis besar dapat dibagi dalam 3 tahap kegiatan, yaitu tahap

prakonstuksi, konstruksi dan pascakonstuksi.

2.1.2.1. Kegiatan Tahap Prakonstruksi

Kegiatan pada tahap prakonstuksi meliputi :

a) Survei

b) Perizinan Pembebasan Lahan, Pembangunan dan

c) Pengadaan tenaga kerja

d) Survei Bahan Material dan Peralatan

2.1.2.2. Kegiatan Tahap Konstruksi

Kegiatan pada tahap konstruksi meliputi :

11

Page 12: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

a) Pembebasan lahan

b) Transportasi alat berat

c) Pengadaan peralatan pereklamasian pantai

2.1.2.3. Kegiatan Tahap Pasca Kontruksi

Kegiatan pada tahap prakonstruksi yang mungkin

berdampak terhadap lingkungan adalah pemanfaatan/penggunaan

TPI, Pelabuhan Tanjung Mas, dan Masyarakat Sekitar Dampak itu

timbul sebagai akibat :

a) Pemanfaatan fasilitas dan pengembangan pelabuhan, PPI

dan Masyarakat

b) Penanganan dan pembuangan limbah

c) Pengerukan lahan masyarakat

2.1.3. Tahap Pelaksanaan Pembangunan Pelabuhan

Dalam pembangunan Pelabuhan Tanjung Mas maka akan dibagi

menjadi 3 bagian :

a. Bagian 1 : Perluasan dermaga utama sebagai sarana paling

awal dari proyek perpanjangan garis pantai Pelabuhan Tanjung

Mas.

b. Bagian 2 : Pembangunan bangunan utama yang ada pada

Pelabuhan Tanjung Mas, yaitu Pembuatan tiketing kapal,

pembuatan tempat menaruh Peti Kemas, Pembuatan tempat tunggu

penumpang, pembuatan parkir, pembuatan menara komunikasi,

ruang kontrol, penataan taman, pembuatan kamar mandi, restoran,

pos keamanan dan loket masuk menuju lokasi, dll.

c. Bagian 3 : Perbaikan jalan dan akses menuju lokasi

Pelabuhan Tanjung Mas dilakukan setelah tahap pertama selesai.

Hal ini dilakukan karena pada saat konstruksi berjalan, pengadaan

bahan material menggunakan alat berat juga menyumbang

kerusakan jalan menuju lokasi.

12

Page 13: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

2.1.4. Kesesuaian Rencana Lokasi Kegiatan dengan Tata Ruang

Kota Semarang

2.1.4.1. Profil Kota Semarang

Kota Semarang memiliki luas wilayah 373,7 km2. Kota

ini terbagi menjadi 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Kecamatan

terluas adalh kecamatan Mijen, yang luas wilayahnya 57,55 km2.

Kecamatan terluas berikutnya adalah kecamatan Gunungpati yang

luas wilayahnya 54,11 km2. Kecamatan Mijen dan Gunungpati

terletak di wilayah selatan kota. Keduanya merupakan dartah

perbukitan yang potensial untuk dijadikan lahan pertanian dan

perkebunan. Adapun kecamatan terkecil dalam kecamatan

Semarang Selatan yang luasnya 5,93 km2 dan kecamatan Semarang

Tengah yang luasnya 6,14 km2.

Struktur geografis kota Semarang terdiri atas daratan

tinggi dan dataran rendah. Dataan rendah berada sekitar 4 km dari

garis pantai. Sementara dataran tinggi kota ini berada di sebelah

selatan. Di sebelah barat, kota ini berbatasan dengan kabupaten

Kendal. Sementara itu di sebelah timur berbatasan dengan

kabupaten Demak dan sebelah selatan dengan kabupaten

Semarang. Adaputn di sebelah utara, kota ini berbatasan langsung

dengan Laut Jawa. Secara astronomis, kota ini terletak di antara

6°5’ - 7°5’ Lintang Selatan dan 109°35’ - 110°50’ Bujur Timur.

Kota Semarang terletak pada kedudukan 109° 50' BT

hingga 110° 35' BT dan antara 6° 50' LS hingga 7° 10' LS di bagian

utara berbatasan dengan laut Jawa serta bagian selatan volkan

gunung Ungaran. Aktivitas laut Jawa dan volkan Gunung Ungaran

tersebut banyak berpengaruh pada wilayah Pantai Semarang.

Perubahan garis Pantai Semarang dapat juga disebabkan

oleh proses deposisi yang mengakibatkan terjadinya perkembangan

pantai di daerah muara maupun sepanjang pantai yang mempunyai

daya dukung fisik terhadap proses deposisi seperti daerah teluk dan

13

Page 14: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

pantai - pantai terlindung. Material yang mengendap di daerah ini

biasanya berasal dari hasil erosi di daerah hulu yang dibawa oleh

aliran Sungai Kaligarang, Sungai Banjir Kanal Barat, Kali Kreo,

dan Sungai Banjir Kanal Timur ke muara - muara dan material

marin yang terbawa oleh tenaga gelombang dan arus sepanjang

pantai.

Perubahan pantai secara rinci dan semi rinci dari masa ke

masa dapat diketahui bila tersedia peta dan data yang lengkap

secara periodik. Oleh karena itu foto udara sangat membantu dalam

mengidentifikasi faktor - faktor yang berpengaruh terhadap

perubahan garis pantai, dengan cara mengenali kenampakan bentuk

lahan pantai yang dapat di identifikasi dan di interpretasi dari foto

udara tersebut, antara lain mengenai bentuk lahan pantai dan

deposisi pantai. Interpretasi foto udara multi temporal untuk

identifikasi perubahan garis pantai dan faktor – faktor yang

mempengaruhinya (Sutanto, 1986).

2.1.4.2. Data Penggunaan Lahan

Data penggunaan lahan (Land Use) daerah penelitian di

peroleh melalui interpretasi foto udara pankromatik hitam putih

skala 1 : 20.000 ; secara sistem blok didapat 9 (sembilan) bentuk

penggunaan lahan yaitu pemukiman, perkantoran / pergudangan,

sawah irigasi, sawah tadah hujan, kebun / perkebunan, hutan,

semak / belukar, tegalan / Iadang / tanah kosong, tambak, rataan

pasang surut. Masing-masing bagian dan bentuk penggunaan lahan

di daerah penelitian dapat diuraikan dan luas 36.426.268 Ha tidak

termasuk luas rataan pasang surut / marine yaitu 113,75 Ha.

2.1.4.3. Data Perubahan Garis Pantai

Garis pantai utara Semarang-Demak selalu mengalami

perubahan dari tahun ke tahun. Perubahan yang serius ini perlu

untuk dilakukan pemantauan terus menerus. Permasalahan yang

14

Page 15: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

dihadapi di daerah pantai utara adalah bagaimana mengetahui

perubahan garis pantai, proses yang terjadi dan mengapa terjadi

perubahan garis pantai. Metode penelitian yang digunakann adalah

interpretasi citra satelit Landsat tahun 1998 dan citra Allos tahun

2006, dan pengujian lapangan. Dengan menumpang susunkan

(overlay) ke dua citra satelit melalui sistem informasi geografis

merupakan cara cepat untuk mengetahui perubahan yang terjadi di

pantai utara Semarang Demak. Hasil penelitian menunjukkan

berdasarkan survei tersebut didapatkan ketelitian sebesar 93% dan

dikatakan valid dari 28 titik pengamatan yang berupa garis pantai

maupun penggunaan lahannya. Garis pantai yang terjadi antara

tahun 1999 sampai tahun 2006 lebih banyak mengalami proses

abrasi jika dibandingkann dengan akresi. Abrasi yang terjadi

sebesar 771,424 ha, sedangkan akresi yang sebesar 177,931 ha.

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik suatu simpulan

yaitu citra satelit Landsat dan Allos dapat digunakan untuk

mengetahui perubahan garis garis pantai utara Semarang Demak

dengan tingkat kebenaran 93 %, perubahan garis pantai yang terjadi

berupa abrasi sebesar 771,424 ha dan akresi sebesar 177,931 ha,

perubahan garis pantai abrasi terjadi akibat adanya arus laut dan

ombak laut yang terus menerus menghantam bibir pantai serta

adanya pantai yang relatif datar. Sedangkan akresi pada pantai

disebabkan oleh penumpukan sedimen yang berasal dari dari

daratan dan terendapkan di pantai terutama melalui muara sungai.

Saran dari penelitian adalah untuk mempercepat mengetahui

perubahan garis pantai sebaiknya dengan menggunakan citra

penginderaan jauh, agar masyarakat ikut menjaga dengan

mencegah adanya abrasi pantai. Cara yang dapat dilakukan dengan

melalui penghijauan kawasan pantai, misalnya dengan penanaman

mangrove di tepi pantai.

15

Page 16: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

2.1.4.4. Pelabuhan Tanjung Mas

Pelabuhan Tanjung Emas yang dahulu disebut Pelabuhan

Semarang, pada mulanya merupakan Pelabuhan Rede yang

dibangun pada tahun 1874 ditandai dengan berdirinya Menara

Suar. Karena letaknya yang strategis, Pelabuhan Semarang tidak

hanya berkembang sebagai pelabuhan perdagangan tapi juga

sebagai pelabuhan militer. Pada tahun 1963 mulai dibangun

Pelabuhan Coaster atau Pelabuhan Nusantara yang dapat

menampung kapal-kapal yang berukuran lebih kurang 2.000 DWT.

Sedangkan kapal-kapal yang berukuran lebih besar, masih harus

berlabuh dan melakukan aktivitas bongkar muat di Rede yang

jaraknya lebih kurang 3 mil dari pelabuhan3 dengan memakai

tongkang. Seiring kemajuan perekonomian maka pada Pelabuhan

Tanjung Emas dibangunlah beberapa fasilitas pendukung. Proyek

pembangunan tahap I telah selesai dan diresmikan oleh Presiden

Soeharto pada tanggal 23 November 1985 serta diberi nama

Pelabuhan Tanjung Emas.

2.1.4.5. Karakteristik Ruang Kota Semarang

Sebagian besar wilayah kota Semarang merupakan daerah

dataran rendah yang terletak sekitar 4 kilometer dari garis pantai.

Dataran rendah kota Semarang yang lebih dikenal dengan sebutan

“Kota Semarang Bawah” ini seringkali dilanda banjir sebagai

akibat luapan air laut (rob). Sedangkan, di sebelah selatan Kota

Semarang merupakan dataran tinggi, yang lebih dikenal dengan

sebutan “Kota Semarang Atas”.

2.1.4.5.1. Ruang Kota Semarang Bawah

Dengan berkembangnya kota Semarang tentunya

membawa konsekuensi akan kebutuhan lahan ke arah dataran

pesisir pantai, hal yang menjadi penting adalah daya dukung

kawasan bertumpu pada dataran alluvial hasil perkembangan

16

Page 17: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

garis pantai atau hasil proses sedimentasi. Masalah yang

berkembang selama ini berkaitan dengan kawasan kota

Semarang, terutama di “Semarang Bawah” yang berdekatan

dengan Pantura adalah terjadinya penurunan pada kawasan kota

sehingga terjadinya banjir tahunan (rob) yang tentunya dapat

dibuktikan dari pengukuran geodetik terhadap rata-rata

permukaan laut.

Secara fisiografi kota Semarang terletak pada dataran

alluvial merupakan hasil endapan yang berasal dari daratan

ditransport melalui sungai-sungai besar dan hasil proses

sedimentasi di wilayah pantai. Dataran alluvial ini

dilatarbelakangi oleh jajaran pegunungan Serayu Utara di bagian

selatan, perbukitan kendeng di sebelah timur dan langsung

berhadapan dengan laut jawa di bagian utaranya.

2.1.4.5.2. Ruang Kota Semarang Atas

Menyadari akan masalah rob dan banjir yang selalu

‘menghantui’ kota “Semarang Bawah”, maka terlihat

kecenderungan yang cukup kuat mayarakat untuk berpindah ke

kawasan perbukitan kota Semarang. Sehingga tidak

mengherankan jika para pengembang mulai melirik wilayah

Semarang atas sebagai lokasi yang strategis untuk membangun

perumahan. Konsekuensi logis yang melekat adalah, daerah

yang seyogianya menjadi resapan air atau setidak-tidaknya

memiliki fungsi hidrologis, kini sudah banyak yang beralih rupa

menjadi deretan bangunan berpenghuni.

Keadaan yang demikian secara kausalitas akan

menjadi ancaman terhadap kota “Semarang Bawah”. Hal ini

dikarenakan daerah yang seharusnya menjadi resapan air justru

akan mengalirkan air ke daerah yang lebih rendah. Sehingga ke

depan diharapkan pemerintah lebih selektif dalam melakukan

17

Page 18: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

pengembangan kota “Semarang Atas”, dengan tetap

memperhatikan asas keseimbangan pembangunan.

2.1.5. Struktur Tata Ruang

Kegiatan penentuan struktur tata ruang digunakan untuk

menentukan arah jalur mobilitas, inventarisasi lahan tanaman, dan bangunan

yang terkena proyek, maupun berbagai analisis tentang penataan secara

keruangan dan kelayakan teknis terhadap bangunan.

Pelaksanaan kegiatan ini tentu akan bersentuhan langsung dengan

masyarakat dan atau melibatkan masyarakat sekitar lokasi proyek yang akan

dikembangkan . kondisi tersebut potensial menimbulkan dampak sosial, baik

berupa keresahan masyarakat yang terkena proyek maupun timbulnya

spekulasi masyarakat terhadap ganti rugi pemebebasan tanah.

Hasil dari kegiatan penentuan struktur tata ruang tentang rencana

pembangunan dermaga baru di pelabuhan Tanjung Mas Semarang dilakukan

secara terperinci dan terjadwal sesuai dengan apa yang telah dirumuskan. Dan

diinformasikan kepada masyarakat , baik dalam bentuk sosialisasi media cetak

dan elektronik, sosialisasi secara instansional, maupun sosialisasi secara

langsung kepada masyarakat sekitar lokasi . sasialisai tersebut yaitu

memberitahukan kepada masyarakat dampak yang akan diakibatkan dengan

adanya proyek yang akan merubah sistem tata ruang di daerah sekitar Tanjung

Mas Semarang .

2.1.6. Uraian Singkat Rencana Kegiatan

Pelabuhan Tanjung Mas Semarang merupakan pelabuhan yang

dikelola oleh PT. PELABUHAN INDONESIA III (PERSERO). Pelabuhan ini

melayani Kapal angkut barang untuk kepentingan perdagangan ekspor dan

impor serta perdagangan di dalam negeri serta Pelabuhan pelayanan

penumpang yang hendak bertujuan ke pulau Kalimantan, Sulawesi, Sumatera

dsb.

18

Page 19: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Rencana kegiatan perpanjangan garis pantai pelabuhan tanjung

Mas Semarang yang terletak di Kecamatan Semarang Utara, tepatnya di Jl. No

10A Semarang.

Gambar 1. Wilayah Pelabuhan Tanjung Mas Semarang

Gambar 2. Wilayah Pelabuhan Tanjung Mas Semarang

Rencana perpanjangan garis pantai pelabuhan Tanjung Mas

Semarang dengan dilakukannya kegiatan reklamasi (penimbunan pasir kearah laut

sejauh 100 m) didasari oleh adanya abrasi yang menerjang melalui banjir Rob

sehingga mengganggu aktivitas kepelabuhanan di wilayah sekitar pelabuhan.

Adanya banjir Rob juga menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai dengan

tergenangnya wilayah sekitar pelabuhan secara bertahap.

Lingkup Kerja yang akan dilaksanakan adalah :

19

Page 20: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

1. Mobilisasi Alat Berat (Kapal penimbun pasir, Escavator, Truck, Grider,

dll).

Masuknya alat-alat berat ke wilayah pelabuhan Tanjung Mas

diprediksi akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitar seperti

lingkungan sosial dan lingkungan alam. Maka, mobilisasai alat berat harus

dirancang dengan teliti dan cermat agar tidak menimbulkan dampak yang

terlalu besar.

2. Survey Kelautan (Bathimetri, Aktivitas Biologi, Geologi, Kimiawi

Oseanografi).

Pengukuran aktivitas pesisir dan laut di wilayah pelabuhan

Tanjung Mas semarang perlu dilakukan untuk memperoleh data yang akan

dijadikan sebagai bahan acuan atau pertimbangan atas penyelenggaran

kegiatan perpanjangan garis penatai pelabuhan Tanjung Mas Semarang.

Kegiatan tersebut seperti Survey Bathimetri (Pengukuran kedalaman laut serta

pengumpulan data sekunder pada kondisi terakhir). Survey aktivitas Biologi

meliputi pengumpulan data jenis spesies flora dan fauna (laut dan darat) ,

jumlah biomassa, dan ekosistem pendukung wilayah pesisir. Survey aktivitas

kimiawi meliputi pengukuran kadar pencemaran laut yang terjadi di Sekitar

Wilayah pelabuhan dan penentuan jenis bahan /zat kimiawi yang terkandung

di wilayah pesisir dan laut. Survey oseanografi meliputi kajian aktivitas arus,

pasang surut,geologi pesisir laut, dan Gelombang yang dibentuk dalam sebuah

pemodelan untuk kepetingan prediksi.

3. Pembuatan Jalan Akses Sementara ke Pelabuhan untuk Mobilisasi Alat

Berat.

Pembuatan akses sementaara perlu dilakukan karena adanya

pertimbangan mobilisasi masyarakat sekitar yang tinggi tidak bisa dibarengi

dengan aktivitas mobilisasi alat berat pada jalan yang sama, karena

dikhawatirkan akan menggaggu kenyamanan dan keselamatan masyarakat

sekitar, serta tidak sesuainya spesifikasi jalan di sekitar pelabuhan yang telah

tersedia untuk kepetingan alat berat.

20

Page 21: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

4. Menambah Navigation Light (Lampu Navigasi).

Kegiatan ini dilakukan untuk antisipasi jalur pelayaran kapal yang

hendak masuk wilayah pelabuhan agar tidak kehilangan navigasi

(penunjukkan arah) bagi kapal yang masuk atau keluar dari wilayah

pelabuhan.

5. Reklamasi Wilayah Pelabuhan (Penimbunan Pasir untuk Perpanjangan

Wilayah Pantai ke Arah Laut).

Reklamasi pantai dengan melakukan penimbunan pasir sejauh 100

m kearah laut dengan menggunakan kapal khusus penimbun pasir. Pasir yang

diperoleh dapat berasal dari wilayah di luar Kota Semarang (untuk jenis pasir

tertentu) dan Pasir yang berasal dari hasil pengerukan dari sedimentasi di

sekitar wilayah Pesisir Semarang.

6. Pembangunan Breakwater dan Sea Wall

Breakwater atau dalam hal ini pemecah gelombang lepas pantai 

dan seawall atau tanggul laut yang dirancang untuk mengurangi gelombang

rencananya dibangun sepanjang wilayah pelabuhan Tanjung Mas Semarang

untuk mengantisipasi terjadinya abrasi (pengurangan panjang garis pantai)

oleh aktivitas laut seperti banjir rob yang dikhawatirkan menjadikan hasil

reklamasi akan menjadi kurang optimal.

2.1.7. Kegiatan yang Ada di Sekitar Rencana Lokasi Kegiatan dan

Dampaknya

A. Pembangunan Dermaga

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang

Kepelabuhanan yang dimaksud pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari

daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai

tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan

sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan atau

bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan

21

Page 22: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat

perpindahan intra dan antar moda transportasi (Anonim, 2013).

Dermaga adalah tempat kapal ditambatkan di pelabuhan. Pada

dermaga dilakukan berbagai kegiatan bongkar muat barang dan orang dari

dan ke atas kapal. Di dermaga juga dilakukan kegiatan untuk mengisi

bahan bakar untuk kapal, air minum, air bersih, saluran untuk air

kotor/limbah yang akan diproses lebih lanjut di pelabuhan (Wikipedia,

2013).

Dalam perencanaan suatu pekerjaan kontruksi dibutuhkan dasar-

dasar perencanaan agar dapat diketahui spesifikasi yang menjadi acuan

dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan dilapangan. Dasar-dasar

perencanaan dibutuhkan juga untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi perencanaan tersebut, masalah-masalah yang akan dihadapi

dan cara penyelesaiannya. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam

pelaksanaan suatu pekerjaan dituntut adanya perencanaan yang matang

dengan dasar-dasar perencanaan yang baik (Anonim, 2013).

Pemilihan lokasi untuk membangun dermaga meliputi daerah

pantai dan daratan. Pemilihan lokasi tergantung pada bebrapa faktor

seperti kondisi tanah dan geologi, kedalaman dan luas daerah perairan,

perlindungan pelabuhan terhadap gelombang, arus dan sedimentasi.

Tinjauan daerah peraiaran menyangkut luas perairan yang diperlukan

untuk alur pelayaran, kolam putar (turning basin), penambatan dan tempat

berlabuh, dan kemungkinan pengembangan dermaga di masa mendatang.

Berbagai faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi dermaga adalah

sebagai berikut :

1. Topografi dan Geologi

Keadaan topografi daratan dan bawah laut harus memungkinkan

untuk membangun pelabuhan dan kemungkinan untuk pengembangan di

masa mendatang. Daerah daratan harus cukup luas untuk membangun

fasilitas pelabuhan seperti dermaga, jalan dan sebagainya. Apabila daerah

daratan sempit maka pantai harus cukup luas dan dangkal untuk

22

Page 23: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

memungkinkan perluasan daratan dengan melakukan penimbunan pantai

tersebut. Daerah yang akan digunakan untuk perairan pelabuhan harus

mempunyai kedalaman yang cukup sehingga kapal-kapal bisa masuk ke

pelabuhan.

2. Tinjauan Pelayaran

Dermaga yang akan dibangun harus mudah dilalui kapal-kapal

yang akan menggunakannya. Kapal yang berlayar dipengaruhi oleh faktor-

faktor alam seperti angin, gelombang dan arus yang dapat menimbulkan

gaya-gaya yang bekerja pada badan kapal. Faktor tersebut semakin besar

apabila pelabuhan terletak di pantai yang terbuka ke laut, dan sebaliknya

pengaruhnya berkurang pada pelabuhan yang terletak di daerah yang

terlindungi secara alam. Pada umumnya angin dan arus mempunyai arah

tertentu yang dominan. Diharapkan bahwa kapal-kapal yang sedang

memasuki pelabuhan tidak mengalami dorongan arus pada arah tegak

lurus sisi kapal. Demikian juga, sedapat mungkin kapal-kapal harus

memasuki pelabuhan pada arah sejajar dengan arah angin dominan.

Gelombang yang mempunyai amplitudo besar akan menyebabkan

diperlukannya kedalaman saluran pengantar yang lebih besar, karena pada

keadaan tersebut kapal-kapal berisolasi (bergoyang naik turun dengan

fluktuasi muka air).

3. Tinjauan Sedimentasi

Pengerukan untuk mendapatkan kedalaman yang cukup bagi

pelayaran di daerah perairan pelabuhan memerlukan biaya yang cukup

besar. Pengerukan ini dapat dilakukan pada waktu membangun pelabuhan

maupun selama perawatan. Pengerukan selama perawatan harus sedikit

mungkin.

Pelabuhan harus dibuat sedemikian rupa sehingga sedimentasi

yang terjadi harus sedikit mungkin (kalau bisa tidak ada). Untuk itu di

dalam perencanaan pelabuhan harus ditinjau permasalahan sedimentasi.

Proses erosi dan sedimentasi tergantung pada sedimen dasar dan pengaruh

hidrodinamika gelombang dan arus. Jika dasar laut terdiri dari material

23

Page 24: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

yang mudah bergerak, maka arus dan gelombang akan mengerosi sedimen

dan membawanya searah dengan arus. Sedimen yang ditranspor tersebut

bisa berupa bed load (menggelinding, menggeser di dasar laut) seperti

misalnya pasir atau melayang untuk sedimen suspensi (lumpur, lempung).

Apabila kecepatan arus berkurang (misalnya di perairan pelabuhan)

maka arus tidak lagi mengangkut sedimen sehingga akan terjadi

sedimentasi di daerah tersebut. Proses sedimentasi ini sulit untuk

ditanggulangi, oleh karena itu masalah ini harus diteliti dengan baik untuk

dapat memprediksi resiko pengendapan. Sedimen yang ada di daerah

pantai bisa berupa pasir atau sedimen suspensi. Sedimen suspensi biasanya

berasal dari sungai-sungai yang bermuara di pantai.

4. Tinjauan Gelombang dan Arus

Gelombang menimbulkan gaya-gaya yang bekerja pada kapal dan

bangunan pelabuhan. Unutk menghindari gangguan gelombang terhadap

kapal yang berlabuh maka dinuat bangunan pelindung yang disebut

pemecah gelombang (breakwater).

Di dalam tinjauan pelayaran, diharapkan bahwa kapal-kapal dapat

masuk ke pelabuhan menurut alur pelayaran lurus (tanpa membelok) dan

alur tersebut harus searah dengan arah penjalaran gelombang terbesar dan

arah arus. Suatu mulut pelabuhan yang besar akan besar akan

memudahkan kapal memasuki pelabuhan.

Akan tetapi pada umumnya persyaratan-persyaratan untuk

kemudahan pelayaran tidak bisa semuanya terpenuhi. Mulut pelabuhan

yang besar dan menghadap arah datangnya gelombang akan menyebabkan

masuknya energi gelombang yang besar ke pelabuhan, sehingga

menggangu kapal yang sedang berlabuh. Demikian juga mulut pelabuhan

yang menghadap arah arus juga akan menyebabkan sedimentasi di

pelabuhan. Oleh karena itu harus diambil kompromi sehingga di dapat

pelabuhan yang andal dan memungkinkan kapal-kapal dapat berlabuh

dengan mudah.

24

Page 25: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

5. Tinjauan Kedalaman Air

Kedalaman laut sangat berpengaruh pada perencanaan pelabuhan.

Di laut yang mengalami pasang surut variasi muka air kadang-kadang

cukup besar. Menurut pengalaman, tinggi pasang surut yang kurang dari 5

meter masih dapat dibuat pelabuhan terbuka. Bila pasang surut lebih dari 5

meter, maka terpaksa dibuat suatu pelabuhan tertutup yang dilengkapi

dengan pintu air untuk memasukkan dan mengeluarkan kapal. Di sebagian

besar perairan Indonesia, tinggi pasang surut tidak lebih dari 2 meter

sehingga digunakan pelabuhan terbuka.

Untuk pelayaran, kapal-kapal memerlukan kedalaman air yang

sama dengan sarat (draft) kapal ditambah dengan suatu kedalaman

tambahan. Kedalaman air untuk pelabuhan didasarkan pada frekuensi

kapal-kapal dengan ukuran tertentu yang masuk ke dalam pelabuhan. Jika

kapal-kapal terbesar masuk ke pelabuhan hana satu kali dalam beberapa

hari, maka kapal tersebut hanya boleh masuk pada waktu air pasang.

Sedang kapal-kapal kecil harus dapat masuk ke pelabuhan pada setiap saat.

B. Dampak Pembangunan Dermaga dan Upaya Penanganannya

AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap

lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk

pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek

fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan

masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha

dan/atau kegiatan (MenLH, 2013).

Dampak pembangunan dermaga ini dapat digolongkan pada

dampak pra kontruksi, kontruksi, dan pasca kontruksi.

I. Tahap Pra Konstruksi

1. Komponen Lingkungan Geo Fisik Kimia.

Kegiatan pada tahap pra konstruksi tidak menimbulkan dampak penting

pada komponen lingkungan geo fisik kimia.

2. Komponen Lingkungan Biologi.

25

Page 26: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Kegiatan pada tahaap pra konstruksi tidak menimbulkan dampak besar

dan penting pada komponen lingkungan biologi.

3. Komponen Social Ekonomi Budaya

Keresahan Masyarakat

Perubahan Sikap Dan Persepsi Masyarakat

4. Komponen Lingkungan Dan Kesehatan Masyarakat

Kegiatan pada tahaap pra konstruksi tidak menimbulkan dampak besar

dan penting pada komponen lingkungan kesehatan lingkungan dan

masyarakat.

II. Tahap Konstruksi

1. Komponen Lingkungan Geo Fisik Kimia

Penurunan Kualitas Air

Penurunan Kualitas Udara

Peningkatan Kebisingan

Gangguan Lalu Lintas

2. Komponen Lingkungan Biologi

Gangguan Terhadap Biota Perairan

3. Komponen Social Ekonomi Budaya

Kesempatan Kerja Dan Peluang Berusaha

Peningkatan Pendapatan Penduduk

Perubahan Sikap Dan Persepsi Masyarakat

4. Komponen Lingkungan Dan Kesehatan Masyarakat

Gangguan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

III. Tahap Pasca Kontruksi

26

Page 27: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

1. Komponen Lingkungan Geo Fisik Kimia

Dampak Penurunan Kualitas Air Laut

Dampak Penurunan Kualitas Udara, Peningkatan Kebauan Dan

Kebisingan

Gangguan Lalu Lintas

Dampak terjadinya Rob

2. Komponen Lingkungan Biologi

Gangguan terhadap biota perairan

3. Komponen Social Ekonomi Budaya

Dampak Terbukanya Kesempatan Kerja dan Peluang Usaha

Peningkatan Aktifitas Pekerjaan

Dampak Peningkatan Pendapatan Penduduk

Dampak Peningkatan Pendapatan Daerah

Dampak Perubahan Sikap dan Persepsi Masyarakat

4. Komonen Lingkungan Kesehatan Lingkungan Dan Masyarakat

Dampak Penurunan Estetika

Problematika rob yang melanda Pelabuhan Tanjung Emas Semarang

masih menjadi momok bagi pengguna jasa ke pelabuhanan. Rob bisa terjadi

tanpa mengenal musim, meskipun pada musim kemarau, dan apabila terjadi air

pasang mengakibatkan terjadinya rob yang menutup dermaga bahkan jalan-

jalan di pelabuhan. Hal ini mengakibatkan terganggunya proses stevedoring

(bongkar muat) maupun aktivitas kepelabuhan yang lain. Rob terjadi akibat

dampak dari terjadinya penurunan deletasi tanah dan air laut juga mengalami

peningkatan volume dan ketinggian dari tahun ke tahun. Guna menangani

permasalahan banjir dan rob tersebut, PT Pelindo III membuat program

penanganan rob yang disebut dengan polder sistem (Anonim, 2013).

Dalam pembangunan polder sistem di Pelabuhan Tanjung Emas

tersebut dibagi menjadi empat cluster, masing-masing cluster dibuat tanggul

27

Page 28: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

keliling dan dipasang pompa untuk mengeluarkan air yang ditampung dalam

kolam retensi. Adapun luasan polder sistem pada cluster I seluas 591.027m2,

cluster II seluas 487.504 m2, cluster III seluas 544.693 m2 dan cluster IV seluas

292.797 m2. (Anonim, 2013).

Proses pembangunan polder sistem sendiri mulai dilakukan pada

cluster III, agar dermaga dalam Pelabuhan Tanjung Emas dapat segera

digunakan untuk kegiatan stevedoring (bongkar muat) secara optimal dan tidak

terganggu adanya genangan rob. Saat ini proses pembangunan yang telah

dilakukan adalah sedang menyelesaikan cluster III dengan alokasi anggaran

sedikitnya Rp 33 miliar dan progress pekerjaan hingga minggu ketiga Oktober

2012 telah mencapai 60 persen (Anonim, 2013).

Masalah banjir rob ini kerap menimbulkan masalah baru. Salah

satunya tambatan kapal tidak terlihat antara dermaga dengan batas air laut.

Banjir di dermaga ini pula yang menyebabkan proses bongkar muat tertunda

(Anonim, 2013).

Tri Suhardi, GM Pelindo III Cabang Tanjung Emas, dalam siaran

persnya, menyebutkan saat ini sudah terbangun 280 meter dari 500 meter total

folder yang harus dibangun untuk mengatasi banjir. Sementara Semarang saat

ini sudah memasuki musim hujan. Sementara folder yang sudah terbangun

butuh uji kemampuan untuk mengatasi banjir (Anonim, 2013).

Ini memang kondisi alam yang tidak mudah dilawan. Sementara saat

ini sedikitnya sudah lebih dari setengah Polder yang sudah terbangun, ungkap

Tri Suhardi. Pembangunan polder ini pula diharapkan bisa mendukung

program PT Kereta Api Indoesia (KAI) yang tengah mengembangkan bisnis

angkutan logistik. Tri Suhardi menyebutkan sebelumnya PT KAI telah

memiliki fasilitas rel kereta dari lingkungan Pelabuhan Tanjung Emas

(Anonim, 2013).

Tetapi masalah rob yang terjadi, menyebabkan rel kereta turun dan

terendam air. Setiap tahunnya kita meninggikan tanah hampir disemua lahan

milik Pelindo. Hal ini berimbas dengan terpendamnya rel kereta hingga

mencapai 1,5 meter, lanjutnya (Anonim, 2013).

28

Page 29: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Sebelumnya Pelindo III sudah memiliki nota kesepahaman dengan PT

KAI tentang angkutan logistik melalui kereta. Itu sudah kita pikirkan dan nanti

akan kita komunikaskan dengan PT KAI. Kebetulan tahun 2014 double track

lintas utara dan Terminal Multipurpose Teluk Lamong sudah beroperasi penuh.

Program ini yang akan kita bahas kembali, tutupnya Di tempat terpisah, Kepala

Humas PT Pelindo III Edi Priyanto, mengemukakan bahwa Pelabuhan Tanjung

Emas memang saat ini sedang getol melakukan pembangunan sarana fisik pada

pelabuhan terbesar di Propinsi Jawa Tengah (Anonim, 2013).

Dermaga yang semula terendam rob sudah mulai ditinggikan dan

terlihat bersih, sistem polder penanganan rob juga tengah dalam proses

penyelesaian serta saluran air dan jalan akses ke pelabuhan sedikit demi sedikit

mulai dilakukan perbaikan. Seandainya masih ada sedikit kekurangan tentunya

hal tersebut masih wajar, karena dalam kegiatan pembangunan memerlukan

proses dan perencanaan yang matang (Anonim, 2013).

Edi juga menjelaskan bahwa sistem polder bukanlah penghilangan

banjir yang semata-mata hanya menjaga satu kawasan terbebas dan banjir.

Sejarah polder dimulai dari Negeri Belanda dan telah memiliki riwayat

panjang. Keberhasilannya juga sudah teruji. Saat ini sekitar 65 % dari Negeri

Belanda akan banjir jika tidak ada sistem polder. Jika sekarang kita melihat

sistem polder di Negeri Belanda maka kita melihat suatu sistem yang tertata

dan teratur (Anonim, 2013).

Polder sendiri merupakan suatu daerah tertutup (dengan bantuan

tanggul) yang tinggi muka airnya sengaja dikontrol dengan menggunakan

pompa. Dengan menggunakan sistem ini suatu kawasan akan terjaga jumlah

airnya meskipun di musim hujan. Kondisi seperti ini sekaligus membebaskan

wilayah tersebut dari ancaman banjir rob (Anonim, 2013).

2.1.8. Alternatif-alternatif yang Akan Dikaji dalam Amdal

Penentuan faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam mengkaji

alternatif, cara identifikasi, prakiraan dan dasar pemikiran yang digunakan

untuk memberikan pembobotan, skala atau peringkat serta cara-cara untuk

mengintepretasikan hasilnya, alternatif-alternatif yang telah dipilih yang akan

29

Page 30: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

dikaji lebih lanjut dalam ANDAL, pustaka-pustaka yang digunakan sebagai

sumber informasi dalam pemilihan alternative.

Studi AMDAL pembangunan pelabuhan Tanjung Emas ini, telah

dilakukan pembahasan dalam perencanaan kegiatan pembangunan pelabuhan

semarang tersebut oleh pihak DKP selaku pihak pemrakarsa secara matang,

sehingga tidak memiliki alternatif lokasi lainnya. Studi AMDAL ini berjalan

paralel dengan perencanaan penyelesaian DED. Dimana gambar perencanaan

teknis tersebut merupakan hasil pemilihan dari beberapa alternatif desain,

berdasarkan hasil studi kelayakan teknis dan didasarkan atas masukan Dinas

Instansi terkait pada saat pembahasan rencana desain. Meskipun demikian,

apabila diperlukan koreksi terhadap desain dan tata letak bangunan atas dasar

pertimbangan kajian aspek lingkungan hidup, maka hal tersebut masih

dimungkinkan untuk dilakukan revisi desain.

Aspek-aspek yang diteliti dalam studi ini adalah dampak besar dan

penting yang akan timbul akibat rencana kegiatan pembangunan Pelabuhan

Tanjung Emas, serta dampak lingkungan yang terjadi terhadap kelancaran

rencana ini. Dampak tersebut didasarkan pada hasil pelingkupan dampak besar

dan penting sesuai dengan yang telah ada pada Kerangka Acuan dan

digambarkan dalam bentuk bagan alir.

Evaluasi dampak besar dan penting dilakukan dengan cara

menelaah secara holistik berbagai komponen lingkungan hidup yang akan

mengalami perubahan mendasar dan menelaah berbagai dasar pengelolaan.

Beragam komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar

dan penting tersebut (baik positip maupun negatip) ditelaah sebagai satu

kesatuan saling terkait dan saling mempengaruhi, sehingga diketahui sejauh

mana pertimbangan dampak besar dan penting yang bersifat positif dan bersifat

negatif. Metode yang digunakan untuk telaahan holisitic (antara lain : matrik,

bagan alir dan overlay), yang menjadi dasar untuk menelaah kelayakan

lingkungan hidup dari berbagai alternatif usaha dan/atau kegiatan.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, terdapat lahan-lahan

yang telah disiapkan (telah dibebaskan). Adapun lahan yang langsung akan

digunakan untuk rencana lanjutan pembangunan jalan Widang-Gresik menjadi

30

Page 31: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

4 lajur dapat dilihat pada Tabel. Alternatif ini untuk menjadi alternatif dari

rencana pembangunan pelabuhan Tanjung Emas.

Tabel 1. Proses Pelingkupan Amdal

Tabel 2. Hasil Proses Pelingkupan Rencana Pembangunan Pelabuhan

Tanjung Mas

31

Page 32: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

2.2. Lingkup Rona Lingkungan Hidup Awal

2.2.1. Rona Lingkungan Fisik Kimia

Rona Lingkungan Fisik meliputi Kebauan, Sampah, Kecerahan,

Arus, Kedalaman dan suhu. Menurut hasil survey rona lingkungan awal di

Tambak Lorok, Semarang pada daerah lepas pantai dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Nilai Parameter Fisik Kimia

No Parameter I II III Satua

n

Nilai rata-rata

1. Suhu 30 30,8 30,4 oC 30,4

2. Kecerahan 71 80 74 Cm 75

3. Kedalaman 1,6 1,8 1,4 m 1,6

4. Sampah - SEDANG

5. Kebauan - BAU

6. Salinitas 27 29 28 ppm 28

32

Page 33: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

7. pH 8 6 9 - 7,9

8. DO 2 4 2 Mg/l 2,5

2.2.2. Rona Lingkungan Biologi

Untuk komponen biologi terdapat flora dan fauna. Beberapa jenis

flora seperti vegetasi darat kebanyakan merupakan tanaman liar seperti rumput

dan beberapa jenis tanaman buah. Sedangkan untuk fauna hanya ditemukan

kambing dan kucing yang merupakan hewan ternak atau peliharaan masyarakat

sekitar TPI Tambak Lorok.

2.2.3. Rona Lingkungan Sosial, Ekonomi, Budaya

Secara umum, kegiatan ekonomi masyarakat TPI Tambak Lorok

adalah bekerja sebagai pedagang dan nelayan.

2.3. Pelingkupan

2.3.1. Identifikasi Dampak Potensial

Dampak potensial adalah dampak yang berpotensi terjadi akibat

adanya rencana kegiatan di lokasi yang diusulkan. Inti dari langkah ini adalah

mengidentifikasi interaksi antara komponen rencana kegiatan dengan

komponen lingkungan di lokasinya. Langkah ini dilakukan oleh tim pelaksana

kajian dengan membayangkan suatu situasi di mana semua dampak mungkin

saja terjadi atau situasi terburuk. Dengan demikian, segala macam dampak

yang terpikir akan dicatat. Beberapa alat bantu yang dapat digunakan untuk

melakukan identifikasi dampak potensial di antaranya adalah sebagai berikut :

Cheklist

Menggunakan daftar uji kategori dampak lingkungan dari

mulai pra, opreasional dan pasca proyek

Matriks

Memberikan pembobotan nilai dari dampak lingkungan

yang terjadi

33

Page 34: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Bagan Alir

Mengggunakan diagram alir untuk menganalisa dampak

dengan input proses dan aktivitas dan ouput besaran

dampak

Alat bantu yang paling mudah dan sering digunakan adalah

matriks. Matriks digunakan untuk menunjukkan interaksi antara komponen

kegiatan dengan komponen lingkungan hidup di lokasi kegiatan. Hal ini

dikembangkan dari informasi yang diperoleh dari tahap identifikasi rona

lingkungan awal dan deskripsi rencana kegiatan. Matriks disusun dengan

menempatkan komponen kegiatan dan komponen lingkungan, masing-masing,

pada satu sisi pada matriks. Untuk mengisi ruang dalam matriks, isi masing-

masing baris disandingkan dengan isi masing-masing kolom. Jika diperkirakan

terjadi interaksi antara kedua komponen tersebut, maka sel akan diisi dengan

suatu tanda. Sedangkan jika tidak terdapat interaksi, maka sel dibiarkan

kosong.

Tabel 4. Identifikasi Dampak Potensial di TPI Tambak Lorok, Semarang

No Identifikasi Dampak Potensial Positif Negatif

1. Sungai Tercemar (Sampah dan Air

Limbah)

2. Air Laut Tercemar (Sampah dan Air

Limbah)

3. Biota Laut terganggu ✓

4. Penurunan Air Tanah dan Intrusi air

laut

5. Kekurangan Air bersih ✓

6. Nelayan dan Petambak tergusur ✓

2.3.2. Evaluasi Dampak Potensial

34

Page 35: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Dampak potensial yang diakibatkan oleh perpanjangan garis pantai

pelabuhan Tanjung Mas Semarang berupa penurunan tanah. Dampak dari

penurunan tanah yang terus berlangsung menyebabkan semakin banyaknya

resapan air laut. Ini mencemari air sumur yang semula digunakan warga untuk

minum. Tercemarnya sumur ini menyebabkan masyarakat mengebor sumurnya

makin dalam untuk mendapatkan air tanah, sehingga semakin tinggi potensi

dampak penurunan tanah.

Selain itu perpanjangan pelabuhan Tanjung Mas berpengaruh

terhadap pencemaran perairan di sekitar pelabuhan. Pencemaran ini terlihat

dari jarangnya biota yang terdapat di daerah dekat pelabuhan, hanya ada

beberapa ikan dan kepiting yang ada di pesisir. Kecerahan air di daerah pesisir

dekat pemukiman warga juga sangat keruh.

2.3.3. Klasifikasi dan Prioritas Dampak

2.3.3.1. Prakonstruksi:

1. Perubahan pola kepemilikan lahan

2. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat

2.3.3.2. Konstruksi:

1. Terjadi kebisingan

2. Terjadi erosi tanah

3. Gangguan sistem drainase dan Irigasi

4. Gangguan transportasi Darat

5. Gangguan vegetasi

6. Peningkatan kuantitas aliran permukaan

7. Penurunan debit air sungai

8. Gangguan satwa liar

9. Peningkatan pendapatan masyarakat

10. Adanya kesempatan berusaha

11. Gangguan proses sosial

12. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat

13. Penurunan sanitasi lingkungan

35

Page 36: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

2.3.3.3. Operasi:

1. Perubahan kualitas udara ambien (debu dan gas)

2. Terjadi kebisingan

3. Penurunan kualitas air permukaan

4. Penurunan kualitas air laut

5. Gangguan transportasi darat

6. Gangguan biota air tawar

7. Gangguan biota air laut

8. Perubahan kependudukan

9. Peningkatan pendapatan masyarakat

10. Adanya kesempatan berusaha

11. Gangguan proses sosial

12. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat

13. Penurunan sanitasi lingkungan

14. Penurunan tingkat kesehatan masyarakat

2.3.3.4. Pasca Operasi:

1. Terjadi kebisingan

2. Peningkatan kualitas air permukaan

3. Peningkatan kualitas air laut

4. Gangguan transportasi darat

5. Hilangnya kesempatan berusaha

6. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat

2.4. Lingkup Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian

36

Page 37: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

2.4.1. Batas Proyek

Gambar 3. Peta Batas Proyek

Peta di atas merupakan peta batas proyek dari pemanjangan

dermaga Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Daerah tersebut meliputi Tambak

Lorok Semarang hingga Morosari Demak. Pemanjangan dermaga pelabuhan

Tanjung Mas. Ini rencananya dibangun untuk menambah daya tampung dari

pelabuhan Tanjung Mas itu sendiri. Daerah yang ada di peta merupakan daerah

yang terkena dampak baik dampak langsung maupun dampak tidak langsung

dari adanya pembangunan proyek ini.

Gambar 4. Panjang Garis Pantai Yang Terkena Dampak Proyek

37

Page 38: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Peta di atas merupakan panjang garis pantai yang akan terkena

dampak dari pembangunan pemanjangan dermaga dari pelabuhan Tanjung Mas

Semarang. Peta di atas juga menjelaskan batas dari tapak proyek pembangunan

pemanjangan dermaga dari pelabuhan Tanjung Mas Semarang.

2.4.2. Batas Administrasi

Gambar 5. Peta Kota Semarang

Kota Semarang yang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah

adalah satu-satunya kota di Provinsi Jawa Tengah yang dapat digolongkan

sebagai kota metropolitan. Sebagai ibu kota provinsi, Kota Semarang menjadi

parameter kemajuan kota-kota lain di Propinsi Jawa Tengah. Kemajuan

pembangunan Kota Semarang tidak dapat terlepas dari dukungan daerah-

daerah di sekitarnya, seperti Kota Ungaran, Kabupaten Demak, Kota Salatiga

dan Kabupaten Kendal.

Secara geografis wilayah Kota Semarang beradaa ntara 6º50’-7º10’

LS dan 109º35’-110º50’ BT dengan luaswilayah 373,70 km2 dengan batas-

batas sebagai berikut :

38

Page 39: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Batas Utara : LautJawa

Batas Selatan : Kabupaten Semarang

Batas Timur : KabupatenDemak

Batas Barat : Kabupaten Kendal

Kota Semarang terdiri dari 16 kecamatandan 177 kelurahan dengan

luas wilayah keseluruhan 373,7 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak

1.351.246 jiwa. Kecamatan yang mempunyai wilayah paling luas yaitu

kecamatan Mijen (62,15 km2) sedangkan kecamatan dengan luas wilayah

paling kecil adalah kecamatan Candisari (5,56 km2). Ketinggian Kota

Semarang bervariasi, terletak antara 0,75 sampai dengan 348,00 di atas garis

pantai.

2.4.3. Batas Ekologis

Batas ekologis meliputi cakupan daerah yang terkena dampak

ekologi dari pembangunan perpanjangan pelabuhan Tanjung Mas. Batas –

batas ekologis harus dapat dijelaskan secara ilmiah mengapa garis batas

tersebut dipilih. Penentuan batas ekologis agar mempertimbangkan keberadaan

badan air (DAS) di sekitar lokasi pelabuhan yang terkena dampak ekologis.

Batas ekologis juga agar mempertimbangkan sifat hidro – osenaografi (arus,

gelombang, angkutan sedimen) mempengaruhi penyebaran dampak dari

kegiatan kontruksi dan operasioal pelabuhan.

2.4.4. Peta Batas Sosial

39

Page 40: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Gambar 6. Peta Batas Sosial

Batas sosial merupakan ruang di sekitar proyek pembangunan

perpanjangan pelabuhan Tanjung Mas, Semarang yang merupakan tempat

berlangsungnya berbagai interaksi sosial. Batas sosial dalam proyek ini

meliputi wilayah pesisir dari Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara

hingga Kecamatan Sayung, Demak yang masih berbatasan dengan Laut

Jawa.

2.4.5. Batas Waktu Kajian

Batas waktu kajian pada Proyek Perpanjangan pelabuhan Tanjung

Mas ini meliputi waktu prakonstruksi, konstruksi hingga pasca konstruksi yang

di dalamnya terdiri dari banyak aspek yang mempengaruhinya.Yang di

dalamnya ada yang member dampak negative juga dampak positif baik dalam

aspek fisika , kimia , biologis maupun masyarakat.

Pada sesi prakonstruksi ini meliputi proses perencanaan, survey

lingkungan, perekrutan tenaga kerja, juga mobililasi bahan bangunan dan alat-

alat berat, di sini proses survey lingkungan memakanwakti 1,5 bulan

dikarenakan proses pengurusan perizinan di badan – badan daerah sekitar

Tanjung Mas , dan proses survey yang meliputi proses sampling juga survey

kelayakan daerah dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan, vegetasi,

40

Page 41: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

biota dan keadaan masyarakat di sekitar daerah atau tapak proyek , pada

perektutan tenaga kerja juga dibutuhkan waktu sekitar satu minggu dengan

mengambil sumber daya manusia di masyarakat sekitar tanjung Mas, dan yang

terakhir adalah mobilisasi bahan baku pembangunan, di sini diperlukan waktu

sekitar 1 bulan dikarenakan mendatangkan bahan baku semen dari luar daerah

juga luar pulau menggunakan kendaraan darat dan juga kapal besar. Jadi total

waktu untuk tahap praproyek atau prakonstruksi adalah 2 bulan lebih satu

minggu

Pada sesi konstruksi meliputi proses pengerukan pantai,

penyemenan, pengecoran, dll hingga sampai pada tahapoperasi. Pada tahap ini

memakan waktu yang lama yaitu sekitar 2 tahun, mengingat daerah yang

dikeruk dan dibangun luas dan banyaknya pertimbangan – pertimbangan

khusus dalam proses pembangunannya.

Pada sesi prakonstruksi meluputi proses operasi hingga proses

perbaikan dan rehabilitasi bagi vegetasi atau biota yang mengalami penurunan

kualitas selama proses konstruksi, di sini memakan waktu 1 tahun mengingat

dilakukannya evaluasi, pengawasan dan penanaman kembali vegetasi

mangrove di sekitar daerah atau tapak proyek Tanjung Mas. Jadi total waktu

pembangunan proyek ini atau batas waktu kajiannya adalah sekitar 3 tahun 2

bulan, itu sudah meliputi sesi prakonstruksi, konstruksi hingga

prakonstruksinya.

III. METODE STUDI

41

Page 42: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

3.1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Pengumpulan Data

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menandai suatu tempat dengan

menggunakan gps

b. Pengambilan beberapa titik yang sudah di tentukan sebelumnya

c. Titik yang di ambil merupakan titik yang mewakili dan mempunyai

pengaruh terhadap lokasi yang di teliti.

d. Tempat yang di ambil titik nya di catat nama lokasi.

Analisa data

a. Data di olah dengan menggunakan software arcgis

b. Ambil peta pelabuhan semarang di google earth

c. Masukkan peta ke dalam arcgis

d. Rektifikasi peta terlebih dahulu

e. Setelah itu masukkan koordinat lokasi ke dalam peta

Tabel 5. Tracking Arah Laut Tambak Lorok

TRACKING ARAH LAUTTAMBAK LOROKNO

S 6˚57'00.979"E 110˚26'23.212"S 6˚56'55.689"E 110˚26'22.031"S 6˚56'50.587"E 110˚26'20.438"S 6˚56'49.571"E 110˚26'23.569"S 6˚56'44.289"E 110˚26'18.653"S 6˚56'41.829"E 110˚26'17.939"S 6˚56'34.710"E 110˚26'15.934"

7

TRACKING

1

2

3

4

5

6

Tabel 6.

42

Page 43: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

TRACKING ARAH LAUTKAWASAN INDUSTRI TERBOYONO ELEVASI

S 6˚57'15.9"E 110˚28'19.8"S 6˚56'51.5"E 110˚28'09.8"S 6˚56'46.7"E 110˚28'03.1"S 6˚56'37.8"E 110˚27'52.5"S 6˚56'27.6"E 110˚27'44.8"S 6˚56'24.4"E 110˚27'42.3"S 6˚56'17.5"E 110˚27'36.6"

TRACKING

1

2

3

4

6

7

40 M

27 M

27 M

27 M

28 M

29 M

28 M

5

Tabel 7. Tracking Arah Laut Sriwulan

TRACKING ARAH LAUTSRIWULANNO ELEVASI

S 6˚56'49.5"E 110˚29'31.6"S 6˚56'47.5"E 110˚29'30.2"S 6˚56'45.4"E 110˚29'29.5"S 6˚56'44.9"E 110˚29'28.6"S 6˚56'44.3"E 110˚29'26.7"S 6˚56'44.4"E 110˚29'25.1"S 6˚56'43.6"E 110˚29'22.8"

3 26 M

TRACKING

1 28 M

2 27 M

7 27 M

4 26 M

5 26 M

6 27 M

Tabel 8. Tracking Arah Laut Morosari

43

Page 44: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

TRACKING ARAH LAUTMOROSARINO ELEVASI

S 6˚56'31.7"E 110˚30'21.1"S 6˚56'31.4"E 110˚30'20.1"S 6˚56'30.2"E 110˚30'18.0"S 6˚56'30.1"E 110˚30'16.7"S 6˚56'29.0"E 110˚30'14.0"S 6˚56'26.0"E 110˚30'10.7"S 6˚56'22.8"E 110˚30'08.2"

3 27 M

TRACKING

1 27 M

2 28 M

7 27 M

4 27 M

5 27 M

6 27 M

3.2. Metode Prakiraan Dampak Penting

Fokus pembahasan yang akan dibicarakan dalam metode prakiraan dampak penting komponen lingkungan dapat  dikelompokkan kedalam hal-hal sebagai berikut:

1. Dampak lingkungan

2. Metode prakiraan besaran dampak

3. Metode prakiraan tingkat kepentingan dampak

4. Ketidakpastian (uncertainty)

1.  Dampak Lingkungan

Munculnya perubahan terhadap kondisi lingkungan yang disebabkan oleh

suatu aktivtas  manusia dapat terjadi pada komponen geofisik, kimia, biotis, sosial

ekonomi, sosial budaya dan kesehatan masyarakat. Dalam kajian Amdal,

prakirakaan dampak lingkungan dilakukan karena adanya rencana

aktivitas/kegiatan  manusia dalam pembangunan yang diprakirakan akan

mengubah kualitas lingkungan Terjadinya dampak lingkungan akibat suatu

kegiatan pada komponen lingkungan tersebut dapat berupa dampak primer,

dampak sekunder, tersier dan seterusnya. Selain itu dampak lingkungan tersebut

dapat berisifat permanen sepanjang masa maupun sementara.Untuk dapat melihat

bahwa suatu dampak lingkungan atau suatu perubahan komponen lingkungan

44

Page 45: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

telah terjadi, harus mempunyai bahan pembanding sebagai acuan yang digunakan

yaitu kualitas/ kondisi lingkungan sebelum ada kegiatan. Tanpa acuan tersebut

tidak akan dapat diketahui  seberapa besar perubahan kualitas terhadap komponen

lingkungan yang telah/akan terjadi.

2. Metode Prakiraan Besaran Dampak

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian dampak yang saling berbeda

satu dengan yang lain. Clark, 1978 dalam Otto Sumarwoto, 1992 menjelaskan

bahwa dampak pembangunan terhadap lingkungan merupakan perbedaan antara

kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan akan ada

setelah ada pembangunan. Pakar lain yaitu Munn 1979 dalam Otto Sumarwoto,

1989 menjelaskan bahwa dampak pembangunan terhadap lingkungan ialah

perbedaan antara kondisi yang diperkirakan akan ada  tanpa adanya pembangunan

dan yang diperkirakan akan ada dengan adanya pembangunan tersebut. Dari

kedua pengertian tersebut diatas jelas bahwa pendapat Clark berpendapat sifat

lingkungan adalah tetap stabil selama tidak ada kegiatan ata aktivitas manusia,

sedangkan Munn berpendapat bahwa sifat kondisi lingkungan tidak stabil diwaktu

mendatang meskipun tidak ada kegiatan  pembangunan. Pendapat Munn adalah

realistis bahwa sebagian besar sifat lingkungan memang tidak statis, melainkan

dinamis. Sehingga muncullah ketidakpastian terhadap dampak-dampak yang

diprakirakan akan terjadi diwaktu yang akan dating pada saat ada atau setelah ada

kegiatan.

Berikut penjelasan dampak lingkungan yang dimaksud oleh Munn adalah

selisih perubahanlingkungan yang akan datang apabila tanpa proyek (E1tp) dan

kondisi parameter lingkungan yang sama diwaktu yang datang apabila dengan

proyek  ((E2dp):

(a) Tanpa Proyek

Kondisi Lingkungan saat ini (Eo)                                                           

Kondisi Lingkungan yang akan datang apabila tanpa proyek (E1tp)

(b) Dengan Proyek

Kondisi Lingkungan saat ini (Eo)                                                      

Kondisi Lingkungan yang akan datang apabila dengan proyek  (E2dp)

45

Page 46: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

(c) Dampak Lingkungan

Dampak = E2dp- E 1tp   (Munn,1979).

Namun pada kenyataan yang kebanyakan saat  sekarang oleh para

penyususn dokumen AMDAL  gunakan adalah  E2dp - Eo  

Metode prakiraan  dampak penting dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Metode formal, meliputi: model matematis,   model  fisik, model

eksperimen, dan model prakiraan cepat.

2.  Motode non-formal seperti metode institusional, pengalaman

(professional judgment), dan metode analog.

Prakiraan besaran dampak model matematis banyak digunakan

dalam memprakirakan besarnya perubahan kualitas lingkungan dalam studi

AMDAL , dengan menggunakan rumus- rumus matematik sesuai dengan

parameter dari komponen lingkungan terkena dampak. Sedangkan pada medel

non formal yang sering digunakan adalah mdel analog dan profesional judment.

Adapun tahapan dalam prakiraan besaran dan tingkat kepentingan

dampak lingkungan akibat suatu kegiatan/usaha terhadap komponen lingkungan

tertentu:

1. Buat/tentukan Rentang Skor Kualitas Lingkungan.

2. Ukur kualitas lingkungan awal ( dlm hal iniparameter geofisik).

3. Konversi kualitas lingkungan  awal ke dalam nilai skor (no.1).

4. Hitung/prakirakan kualitas lingkungan yang akan datang apabila rencana

kegiatan dilaksanakan (setiap tahap secara terpisah).

5. Konversi kualitas lingkungan  awal ke dalam nilai skor (no. 1).

6. Prakirakan besar dampak yakni selisih skor kualitas lingkungan antara

butir no.  dan butir no. 3).

7. Tentukan tingkat kepentingan dampak.

46

Page 47: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Tabel 9. Nilai prakiraan besaran dampak yang diperoleh berkisar antara 1 s/d 4,

dengan kriteria besaran dampak sebagai berikut:

No Besaran Dampak (M) Kriteria

1 0 Tidak ada dampak

2 1 Kecil

3 2 Sedang

4 3 Besar

5 4 Sangat Besar

3. Metode Prakiraan Tingkat Kepentingan Dampak

Prakiraan nilai besaran dampak (Magnitude = M) merupakan kegiatan

sebelum dilakukannya evaluai terhadap dampak besar dan penting dalam

pengambilan keputusan apakah dampak tersebut akan dikelola dan dipantau

dalam dokumen RKL dan RPL. Dalam evaluasi dampak nantinya dilakukan

secara berama-sama (integrtad) antara besaran dampak dengan nilai

kepentingan dampak (Importancy = I ).

Dampak besar dan penting merupakan satu kesatuan makna “dampak

penting”.Hal ini berarti bahwa tidak selalu yang hanya mempunyai dampak

besar saja yang bersifat penting, tetapi dampak yang kecil juga dimungkinkan

bersifat penting. Tingkat kepentingan dampak dilakukan untuk setiap dampak

hipotesis dengan mengacu pada kriteria penentu dampak penting sesuai dengan

Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL), yaitu:

1. Jumlah manusia yang terkena dampak

2. Luas wilayah persebaran dampak

3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung

4. Banyaknya komponen lain yang akan terkena dampak

5. Sifat kumulatif dampak

6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak

47

Page 48: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Penetapan tingkat kepentingan dampak dari masing-masing faktor penentu

tingkat kepentingan dampak dikelompokkan kedalam kriteria penting (P) dan

tidak penting (TP).

Berikut “Pedoman Kriteria Penentuan Ukuran Penting (P) dan Tidak

Penting (TP) Dampak”  masing-masing parameter penentu tingkat kepentingan

dampak menurut Kep. Ka. BAPEPDAL, Nomor: Kep-056 Tahun 1994 tentang

Pedoman Mengenai Ukuran dampak Penting, dengan usulan perubahan.

a.)   Jumlah manusia yang terkena dampak

Kriteria jumlah manusia terkena dampak dikatakan sebagai dampak penting 

(P) apabila terdapat > 25% manusia yang terkena dampak dan tidak

mendapatkan manfaat dari proyek.

b.)  Luas wilayah persebaran dampak

Kriteria Luas wilayah persebaran dampak dikatagorikan kedalam dampak

penting (P) apabila luas dampak > 0,25 kali luas wilayah studi, karena setidak-

tidaknya dalam luasan 0,25 di wilayah studi pemanfaatan ruang cukup beragam

sehingga dampaknya sudah mengenai banyk komponen lingkungan.

c.)   Intensitas dan lamanya dampak berlangsung

Intensitas dan lamanya dampak berlangsung  dikatagorikaan sebagai dampak

penting (P) apabila intensitasnya sama atau lebih besar daripada ambang batas

baku mutu, dan atau dampak berlangsung tidak hanya sesaat.

d.)  Banyaknya komponen lain yang akan terkena dampak

Banyaknya komponen lain yang akan terkena dampak dikatagorikan kedalam

kriteria penting (P) apabila ada komponen lain yang terkena dampak (sekunder,

tersier dst).

48

Page 49: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

e.)    Sifat kumulatif dampak

Dikatagorikan penting (P) apabila dampak yang diprakirakan terjadi akan

mengalami penumpukan (terakumulasi) dalam satu ruang tertentu, dan dampak

lingkungan dari berbagai sumber kegiatan menimbulkan efek saling

memperkuat.

f.)    Berbalik atau tidak berbaliknya dampak

Dikatagorikan penting (P) apabila dampak yang diprakirakan terjadi tidak

dapat pulih kembali (tidak berbalik) seperti kondisi semula, baik dipulihkan

kembali oleh alam maupun  dengan intervensi manusia.

Meskipun akhir dari hasil pembangunan adalah untuk kepentingan

manusia, namun ke enam parameter penentu tingkat kepentingan dampak

tersebut masing-masing diberi bobot sama yaitu bernilai 1. sehingga seluruh

bobot parameter penentu kepentingan lingkungannya adalah 6.  Apabila jumlah

bobot hasil prakiraan suatu dampak lingkungan yang masuk katagori penting

(∑P) berjumlah X, maka prosentase tingkat kepentingannya adalah:

Catatan:

I =  tingkat kepentingan dampak

X = jumlah bobot dampak berdasarkan jumlah nilai parameter yang

masuk katagori  penting (∑P)

6 = jumlah bobot seluruh parameter penentu dampak penting

Hasil nilai perhitungan tersebut kemudian digunakan untuk menetapkan

skor atau tingkat kepentingan dampaknya dengan menggunakan skor tingkat

kepentingan dampak.

4. Ketidakpastian Dampak

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian besar sifat kondisi

lingkungan tidaklah stabil.Oleh karena disaat memprakirakan dampak yang

diduga terjadi pada waktu mendatang harus dipertimbangkan adanya

ketidakpastian (uncertainty).Untuk menjamin presisi pendugaan besaran

dampak dan menanggulangi ketidakpastian ini maka perlu diketahui adanya

kesesatan atau kesalahan yang berasal dari beberapa sumber

49

Page 50: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

ketidakpastian.Sumber kesalahan dimungkinkan dapat berasal dari salah satu

sumber-sumber ketidakpastian berikut ini.

(1)   Type of One Error atau Alpha Error

Tipe Alpha Error adalah tipe kesalahan yang terjadi pada saat dilakukan

penarikan kesimpulan. Dari pendugaan terhadap dampak seluruh komponen

lingkungan yang telah dilakukan harus disimpulkan komponen apa saja yang

terkena dampak yang cukup besar.

(2)  Type of Two Errors atau Betha Error

Tipe kesalahan ini terjadi pada saat menentukan hipotesis yang diajukan.

Dalam pemikiran setiap pakar mengenai suatu komponen lingkungan tertentu

pasti telah ada hipotesis tentang dampak yang mungkin akan timbul. Dalam

memutuskan dampak yang sesuai dengan hipotesis, biasanya akan terjadi

kesalahan.

(3)  Type of S Error atau Subject Error

Kesalahan dalam pendugaan dampak tipe ini, disebabkan oleh karena tidak

baiknya dalam menentukan unit cuplikan (unit sampel).Dengan unit cuplikan

yang salah maka data dan informasi tentang kondisi lingkungan dan deskripsi

tentang rona lingkungan juga salah.Akibatnya dalam pendugaan dampak, juga

terjadi kesalahan.

(4)  Type G Error atau Group Error

Tipe kesalahan ini biasanya pada pendugaan dampak sosial ekonomi.Pada

hakekatnya pendapat suatu kelompok masyarakat sering berbeda dengan

pendapat individu.Apabila dilaksanakan pengamatan dalam kelompok saja,

kemungkinan terjadi kesalahan karena sifat-sifat individual tidak diketahui.

Sementara itu apabila diamatai sifat dan persepsi individual seringkali  tidak

sesuai dengan persepsi berdasarkan kelompok. Oleh karena itu  perlu

didapatkan informasi secara kelompok dan informasi individual. Setelah  data

dan informasi ini dinilai telah memenuhi syarat kemudian baru dilakukan

prakiraan dampak.

50

Page 51: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

(5)  Type of R Error atau Replication Error

Tipe kesalahan ini terjadi karena keterangan atau data diperoleh 

berdasarkan pada pengamatan yang ulangan cuplikannya tidak memenuhi

syarat. Pada studi Amdal hal ini sering terjadi, karena metode penelitian secara

ilmiah diabaikan.

Perlu dikemukakan disini bahwa dalam prakiraan dampak lingkungan bagi

parameter komponen lingkungan tertentu yang mungkin terjadi diwaktu yang

akan datang perlu kiranya masalah ketidakpastian mendapat perhatian dan

pertimbangan,. Pada Lampiran I diberikan contoh metode Formal (matematis)

dan Non Formal (Analog Dengan Kegiatan lain yang sama/mirip) untuk

memprakirakan besaran dan tingkat kepentingan dampak lingkungan).

3.3. Metode Evaluasi Dampak Penting

Evaluasi dampak merupakan kajian holistik, telaah secara totalitas dari

semua dampak. Dampak lingkungan positif maupun negatif ditelaah menjadi satu

kesatuan. Sesuasi PERMEN LH No. 8 tahun 2004 menggunakan metode Matriks

Fisher and Davies. Penelaahan akan digunakan sebagai dasar untuk meneelaah

kelayakan lingkungan dan identifikasi serta perumusan arah pengelolaan dampak

besar.

Pengambilan keputusan kelayakan lingkungan hidup dilakukan dengan

metode membuat matrik keputusan yaitu :

1. Menentukan kondisi lingkungan hidup tanpa proyek, sekarang maupun masa

mendatang.

2. Mengestimasi kondisi lingkungan hidup dengan mengasumsikan adanya

kegiatan yang tengah direncanakan.

3. Dampak holistik akan ditentukan dengan menghitung selisih dari kondisi

lingkungan yang akan datang dengan ataupun tanpa proyek.

Dengan metode itu, akan ditentukan seberapa besar perubahan kondisi

dampak lingkungan yang terjadi, baik tanpa maupun ada proyek dalam bentuk

skala. Jika dampak masih bersifat positif, maka kegiatan tersebut dapat dinyatakan

layak dari segi lingkungan dan sebaliknya jika dampak lebih bersifat negatif maka

kegiatan dinyatakan tidak layak dari tinjauan lingkungan hidup.

51

Page 52: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

IV. PELAKSANA STUDI

4.1. Pemrakarsa

Identitas Pemrakarsa

a) Nama Instansi : PT Pelabuhan Indonesia III (Persero)

b) Alamat : Jl. Coaster No 10A Semarang

c) Penanggungjawab : Iwan Sabatini

d) Jabatan : General Manager Terminal

Petikemas

Semarang (TPKS)

4.2. Pelaksana Studi

Peserta : Mahasiswa/i peserta kuliah AMDAL

Fakultas : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Jurusan : Jurusan Ilmu Kelautan

Program Studi : Oseanografi dan Ilmu Kelautan

Universitas : Universitas Diponegoro

4.3.1. Biaya dan Waktu Studi

4.3.1. Biaya Studi

4.3.2. Waktu Studi

Praktikum Lapangan dilaksanakan pada:

Hari/Tanggal : Senin, 17 Juni 2013

Waktu : 08.00 – 13.00 WIB

Lokasi : Kawasan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tambak

Lorok, Semarang

52

Page 53: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1997. Undang-Undang Republik Indonesia  No 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 86; Tambahan Lembaran Negara Nomor  3699)

Anonim, 1999. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999, tentang Analisis Mengenai Dampak lingkungan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838).

Anonim, 1994. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Republik Indoensia, Nomor: Kep-056 Tahun 1994, tentang Pedoman Mengenai Ukuran dampak Penting

Anonim, 2006. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor: 08 Tahun 2006, tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air,  Penerbit IPB Bandung.

Canter, L.W., 1977. Environmental  Impact Assesment. Ms.Graw Hill Book Company, New York.

Chafid Fandeli, 1997. Analisis Mengenai dampak Lingkungan, Gadjah Mada Penerbit  Liberty, Yogyakarta.

Erickon, P.A., 1979. Environmental Impact Assessment, Principles and Application.Academic Press. New york.

Otto Sumarwoto, 1992. Analisis Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Sarwono Hardjowigeno dan Soleh Sukmana, 1995, Menentukan Tingkat Bahaya Erosi. Laporan Teknis, No.16, Versi 1,0. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Sutikno, 1989.Fisografi Dalam AMDAL, Bahan Kursus AMDAL B, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

53

Page 54: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

LAMPIRAN

54

Page 55: Laporan Praktikum Lapangan Amdal

Dokumentasi

55