Laporan Praktikum Hama
description
Transcript of Laporan Praktikum Hama
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peramalan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan kegiatan untuk
memprediksi populasi atau serangan OPT dan kemungkinan penyebaran serta akibat yang
ditimbulkan oleh OPT tersebut. Peramalan merupakan komponen yang penting dalam strtegi
pengelolaan hama dan penyakit karena dapat memberikan peringatan dini mengenai tingkat
dan luasnya serangan.
Peramalan dapat dilakukan dengan beberapa teknik berdasarkan jenis penyakit yang
ingin diamati. Beberapa teknik peramalan diantaranya adalah menggunakan metode
sampling, spore trap dan baiting.
Sampling tanaman merupakan metode yang dilakukan untuk mendapatkan data
kerusakan yang dihasilkan oleh tanaman. Sampling dilakukan dengan penentuan sebagian
tanaman yang diskoring. Tanaman ditentukan dengan model-model sampling berdasarkan
dengan jenis tanaman yang akan diskoring. Dua keuntungan sampling adalah biaya yang
lebih rendah dan pengumpulan data yang lebih cepat daripada mengukur seluruh populasi.
Spore trap digunakan untuk mengangkap spora yang tersebar di udara. Beberapa jenis
jamur seperti Aspergillus dan Penicillium memproduksi spora yang kering sehingga dapat
bertahan lama dari kekeringan dan radiasi. Beberapa fungi seperti Fusarium menghasilkan
spora yang tersebar saat keadaan lembab. Saat kelembaban udara menurun seperti ketika
pergantian malam ke siang, sporofor Cladosporium akan bereaksi memelintir dan lepas
sehingga tersebar ke udara dan menjadikannya jenis yang mudah untuk ditemui saat siang
hari (Adam dan Moss, 2000)
Metode Baiting atau umpan dilakukan dengan untuk memastikan jenis Phytophthora
yang menyerang hingga tahap spesies. Banyak bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai
umpan Phythophthora. Beda jenis Phythophthora yang menyerang, maka beda pula umpan
yang digunakan.
1.2 Tujuan
Pada praktikum pertama yaitu praktikum sampling lahan jagung dengan penyakit
karat daun jagung bertujuan untuk mengetahui perkembangan penyakit karat daun jagung.
Praktikum kedua yaitu spore trap bertujuan untuk mengetahui pembuatan spore trap,
bagaimana aplikasinya dilapangan dan keberadaan spora dari suatu patogen di lapangan.
Praktikum ketiga, baiting pyhtophtora dengan menggunakan menggunakan apel bertujuan
untuk mengetahui apakah sampel tanah yang digunakan terdapat phytophtora atau tidak.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Sampling Lahan Jagung
2.1.1 Alat dan Bahan:
- Lahan pertanaman jagung
- Alat tulis
- Dokumentasi
2.1.2 Prosedur Kerja:
1. mencari lahan yang sudah ditanami tanaman yang masih berumur muda
2. sampling penyakit (disease severity) dilakukan dengan membagi 5 titik sampel
dengan masing-masing titik sampel terdiri dari atas 3 tanaman.
3. sampling dilakukan dengan waktu 7 hari sekali
2.2 SPORE TRAP
2.2.1 Alat dan Bahan:
- Obyek glass
- Agar
- ajir
- Tali rafia
- mikroskop
2.2.2 Prosedur Kerja:
1. obyek glass diolesi dengan agar pada salah satu sisinya
2. kemudian obyek glass yang telah diolesi, dipasang pada ajir dengan cara diikat
dengan tali rafia. Obyek glass dipasang pada bagian atas dan bagian tengah
ajir.
3. setelah obyek glass terpasang, selanjutnya langsung diaplikasikan pada lahan
pertanaman selama 1 hari
4. setelah satu hari, kemudian objek glass diamati di mikroskop untuk melihat
keberadaan spora yang tertangkap.
2.3 BAITING PHYTOPHTHORA MENGGUNAKAN MEDIA APEL
2.3.1 Alat dan Bahan:
- Sampel tanah tembakau dan jagung
- Apel 2 buah
- Cock borer
- Alkohol
- Kapas
- Plastik wrap
- Label
2.3.2 Prosedur Kerja:
1. sampel tanah diambil dari pertanaman tanaman tembakau dan jagung
2. sebelum apel dilubangi, terlebih dahulu disemprotkan oleh alkohol. Kemudian
dibuat 4 lubang dari masing-masing sisi apel ± 1 cm.
3. sampel tanah tembakau dan jagung dimasukkan kedalam apel yang telah
dilubangi
4. kemudian masing-masing lubang yang telah dimasukkan sampel tanah ditutup
dengan kapas.
5. selanjutnya apel dibungkus dengan plastik wrap. Diinkubasikan selama 3 hari
lalu apel tersebut diamati. Apabila apel busuk, hal tersebut menunjukkan
indikator bahwa sampel tanah yang digunakan mengandung phytophtora.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sampling Lahan Jagung
Pengambilan sampling dilakukan dengan cara mengamati per daun (disease severity)
pada setiap tanaman dengan setiap titik pengamatan terdiri dari tiga tanaman. Sampling
dilakukan dengan interval waktu 7 hari sekali (setiap hari rabu) sehingga didapatkan enam
kali data pengamatan.
Berdasarkan hasil pengamatan presentase intensitas penyakit karat daun pada jagung
terbesar adalah 24%. Presentase tersebut berada pada titik 5 yang berada di pinggir
pertanaman sehingga memiliki potensi infeksi yang lebih besar.
Tabel 1. Persentase tanaman terinfeksi
Karat jagung disebabkan oleh tiga spesies dari dua genera yaitu Puccinia sorghi Scw.,
P. polysora Underw., dan Physopella zeae (Mains) Cunmins dan Ramachar (Syn. Angiospora
zeae Mains). Cendawan ini menyerang bagian daun yang mulai menua berupa bintik-bintik
seperti warna karat, merah kecoklatan. Di bawah permukaan daun ada bintik-bintik berwarna
kuning. Jika serangan sudah meluas ke seluruh daun, daun akan kelihatan kering. Gejala pada
tanaman jagung yang terinfeksi penyakit karat adalah adanya bisul (pustules = sori), terutama
pada daun. Bisul terbentuk pada kedua permukaan daun bagian atas dan bawah. Bisul dengan
warna coklat kemerahan tersebar pada permukaan daun dan berubah warna menjadi hitam
kecoklatan setelah teliospora berkembang. Pada saat terjadi penularan berat, daun menjadi
kering.
Gejala yang ditimbulkan:
1. Penyakit karat daun muncul ketika tanaman akan berbunga
2. Bercak-bercak kuning kemerahan pada daun, dan kelobot jagung.
Cendawan karat punya tanaman inang rumput calincing (Oxalis sp) yang biasa
tumbuh di ketinggian lebih dari 400 m, sedang sporanya bertebaran di udara. Spora-spora itu
akan mendarat kalau perbedaaan suhu udara di bagian atas dan bagian bawah cukup besar.
Kejadian ini biasa berlangsung pada tengah hari. Jika pada sore harinya turun hujan yang
membuat lingkungan lebih dingin dan lembab, spora itu akan berkembangbiak dan merusak
tanaman jagung.
Peramalan epidemi penyakit mempunyai peranan penting dalam pengambilan
keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan
atau memprediksi peristiwa dimasa depan, sebab efektif atau tidaknya suatu keputusan
umumnya tergantung pada beberapa faktor yang tidak dapat kita lihat pada waktu keputusan
itu diambil. Peramalan merupakan komponem penting dalam strategi pengelolaan hama dan
penyakit tanaman sebab dengan adanya peramalan dapat memberikan peringatan dini
mengenai tingkat dan luasnya serangan.
Prakiraan penyakit tanaman memungkinkan untuk memprediksi peluang terjadinya
peledakan (out-break) atau peningkatan intensitas penyakit dan kemudian bagi kita untuk
menentukan apa, kapan dan dimana tindakan pengendalian akan dilakukan. Itu semua akan
bermanfaat sekali karena dalam pengelolaan penyakit tumbuhan, faktanya dilapangan petani
harus selalu menghitung resiko, biaya dan keuntungan pada setiap keputusan yang di ambil.
Mengingat penyebab-penyebab penyakit sangat halus, maka faktor lingkungan sangat besar
pengaruhnya terhadap terjadinya penyakit.
Pengamatan penyakit adalah kegiatan penghitungan dan pengumpulan informasi
tentang keadaaan populasi atau tingkat serangan penyakit dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu. Teknik pengamatan penyakit pada
tanaman memiliki arti penting dikarenakan merupakan salah satu cara untuk mengetahui
tingkat kerusakan serta perkembangan dari penyakit sehingga dapat menjawab pertanyaan
perlu tidaknya penyakit tersebut untuk dikendalikan. Keberhasilan dalam mengendalian
penyakit sangat dipengaruhi oleh teknik pengamatan yang digunakan. Teknik pengamatan
yang digunakan bermacam-macam tergantung dari jenis tanaman yang ingin diamati.
Untuk pengamatan penyakit yang dipakai adalah random sample (probability
sampling). Hal ini dikarenakan untuk mengetahui keadaan yang sesungguhnya dilapangan.
Setelah dilakukan pengamatan dengan berdasarkan kaidah-kaidah seperti yang telah
disebutkan di atas, dalam pengamatan penyakit maka ada satu aspek lagi yang harus dan
penting untuk diperhatikan yaitu adalah penghitungan Intensitas Penyakit (IP).
Rumus atau model perhitungan Intensitas Penyakit (IP) sangat banyak yang telah
dimodifikasi atau belum. Hal ini lebih disesuaikan dengan patogen yang diamati. Satu jenis
model dapat digunakan untuk menghitung IP dari berbagai jenis penyakit, namun adakala
model tersebut hanya cocok digunakan untuk menghitung suatu penyakit tertentu. Hasil
perhitungan IP untuk suatu jenis penyakit akan berbeda jika pengamatan yang dilakukan oleh
orang yang berbeda pula. Sehingga dalam penarikan kesimpulannya juga akan berbeda.
Pemilihan model atau rumus perhitungan IP turut menentukan hasil akhir dari
pengamatan. Dalam memilih model atau rumus perhitungan IP, hal-hal yang perlu diketahui
adalah:
1. Jenis penyakit, maksudnya disini adalah lebih terhadap pengenalan terhadap penyakit,
missal gejala, pathogen, dan penyebarannya.
2. Jenis Patogen, maksudnya adalah lebih kepada perkembangan dari patogen tersebut serta
karakter patogen.
3. Teknik pengamatan yang digunakan dapat berupa pengamatan mutlak atau pengamatan
relative serta teknik pengamatan lainnya.
4. Skoring yang digunakan.
Penghitungan intensitas penyakit dalam nilai keparahan penyakit ( disease severity )
berdasarkan rumus Townsend dan Heüberger (1974 dalam Agrios 2005) adalah sebagai
berikut
Keterangan :
I = keparahan penyakit
ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i
vi = nilai skor penyakit
N= jumlah tanaman yang diamati
V= skor tertinggi
3.2 Spore Trap
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, tidak ada spora yang tertangkap dalam
objek glass, karena pada saat mengamati agar pada objek glass telah rusak. Selain itu,
kemungkinan penyebab yang mengakibatkan tidak terlihat atau teramatinya spora pada saat
pengamatan dengan menggunakan mikroskop adalah permukaan objek glass yang terdapat
agar, tidak diberi air atau dibasahi sedikit terlebih dahulu dan ditutup kembali dengan kaca
penutup.
Spore trap ini digunakan untuk menjebak spora dan penyakit yang terbawa angin dan
berterbangan di udara. Jamur penyebab penyakit tumbuhan kebanyakan disebarkan dengan
beberapa macam bentuk spora, atau dengan potongan-potongan benang jamur. Alat-alat
penular ini disebarkan oleh angin, air, hewan, dan manusia maupun oleh kontak antara bagian
tanaman yang sehat dengan yang sakit, dan dapat juga terbawa bahan tanaman seperti biji dan
umbi.
Dasar metode non kultur adalah dengan menjebak mikroorganisme pada suatu alat
kemudian mikororganisme yang terjebak dihitung secara langsung (saat itu juga tanpa
inkubasi) dengan mikroskop. Dasar teknik ini adalah sama dengan metode impaction atau
filtration yang akan dijelaskan kemudian. Cara ini hanya spesifik digunakan untuk
menghitung spora jamur maka disebut juga jebakan spora (spore trap). Spora yang dihitung
tidak memperdulikan apakah spora tersebut mampu untuk berkecambah atau tidak.
Beberapa jenis spore trap adalah Air-O-Cell, Allergenco, VersaTrap, Burkard,
Cyclex, Cyclex-d, Micro-5 dll. Cara kerjanya adalah dengan menyedot udara memasuki alat
lalu partikel yang terbawa akan ditumbukkan dengan substrat sampling yang lengket,
kemudian sisa udara keluar lewat lubang. Spora yang menempel langsung dihitung dan
diidentifikasi.
Kelebihan metode non kultur adalah :
mudah digunakan.
dapat membedakan jenis jamur secara cepat berdasarkan bentuk spora.
cepat dan dapat menghemat waktu (tanpa inkubasi).
tidak tergantung pada jenis media pertumbuhan yang cocok.
bisa juga untuk mendeteksi partikel udara lainnya seperti hifa, polen, fragmen epitel
kulit dll.
cocok untuk menghitung spora yang dihubungkan dengan dampak alergi karena alergi
dapat dipicu oleh spora hidup atau mati.
Kekurangan metode ini adalah :
tidak dapat membedakan jenis jamur lebih jauh atau lebih detail (misalnya morfologi
spora Aspergillus sp. dan Penicillium sp. umumnya sama).
tidak dapat membedakan spora yang mampu untuk tumbuh atau spora mati.
Kurang cocok dipakai untuk mendeteksi sel vegetatif atau endospora bakteri.
3.3 Baiting Phytophthora pada Apel
Pada praktikum ini sampel tanah dari lahan jagung yang digunakan tidak menunjukan
adanya indikator mengandung phytophtora karena pada bagian lubang apel dengan tanah
jagung tidak membusuk. Hanya terdapat satu apel yang busuk pada bagian sampel tanah
tembakau.
Gambar 2. Baiting phytophthora pada apel setelah 3 hari
Tanah merupakan habitat berbagai mikro organisme seperti dari golongan jamur,
serangga, nematoda, bakteri, dan banyak mikro organisme lain. Jamur termasuk golongan
yang cukup dominan di dalam tanah, baik perananya sebagai patogen tanaman, dekomposer,
bahkan sebagai agen pengendali hayati. Jamur di dalam tanah yang berperan sebagai agen
pengendali hayati dapat diisolasi agar diperoleh isolat murni. Jamur agen hayati tular tanah
dikelompokkan sebagai jamur patogen serangga (entomopatogen) dan antagonis.
3.3.1 Deteksi dan isolasi Phytophthora dengan baiting dari tanah
Banyak bagian tanaman dapat digunakan untuk selektif umpan phytophthora. Ini
meliputi: buah-buahan, biji-bijian, polong, bibit, kotiledon, daun, cakram daun / strip, dan
kelopak. Pada dasarnya terdapat tiga teknik memancing:
1. Penyisipan tanah atau jaringan yang terinfeksi ke dalam lubang yang dibuat pada buah
berdaging (misalnya apel, kakao pod, pir, semangka).
2. Penanaman benih, bibit atau stek berakar ke dalam tanah, diikuti dengan penyiraman berat
untuk menginduksi infeksi.
3. Pengambangan atau berbagai jenis bagian umpan dibenamkan dalam campuran air dan
tanah. Ini adalah metode yang paling banyak digunakan untuk mengisolasi Phytophthora spp.
Jaringan tanaman yang terinfeksi dapat dicampur dengan tanah untuk memaksimalkan
deteksi.
Cara terbaik tentang pengambilan sampel tanah untuk phytophthora adalah sebagai
berikut: jika memungkinkan sampel harus diambil dari tanah lembab, dekat akar sehat
minimal 5 cm di bawah tanah permukaan. Permukaan tanah sering kering dan bersuhu tinggi,
menjadikannya tempat yang tidak sesuai bagi phytophthora. Sampel tanah terbaik diambil
selama atau setelah cuaca basah, yang biasanya meningkatkan aktivitas phytophthora.
Sampling terbaik di bawah kanopi tanaman sebagai pertumbuhan.
Tabel 2. Teknik baiting phytophthora dari tanah
Sumber : research.cip.cgiar.org
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Rata-rata serangan karat daun pada tanaman jagung mencapai 19,6% dengan serangan
yang paling tinggi mencapai 24% dan tiap minggunya terus meningkat
Tidak ada spora yang tertangkap karena objek glass telah rusak ketika akan diamati.
Bagian apel dengan tanah jagung tidak membusuk sedangkan satu bagian apel yang
membusuk pada bagian sampel tanah tembakau. Ini menandakan bahwa tanah
tembakau terserang Phythophthora sedangkan lahan jagung tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Spore trap (non-culturable) sampling air.
Diakses melalui http://www.emlab.com/s/sampling/SporetrapSampling.html pada 24
April 2013.
Drenth, Andre and Barbara Sendall. 2001. Practical guide to detection and identification of
phytophthora. CRC for Tropical Plant Protection. Australia.
Diakses melalui
https://research.cip.cgiar.org/confluence/download/attachments/37192003/
Drenth_Phytophthora_Practical_guide9.pdf?
version=1&modificationDate=1273703622000 pada 24 April 2013
Kindi, Muhammad. 2011. Laporan peramalan hama dan epidemiologi penyakit tanaman.
Diakses melalui http://muhamadkindi.blogspot.com/ pada 24 April 2013
Pradikha, E. Indra. 2010. Pengambilan Sampel Mikroorganisme Udara (Air Sampling).
Diakses melalui http://praktikmikrobiologi.blogspot.com/2011/01/pengambilan-
sampel-mikroorganisme-udara.html pada 24 April 2013.
Reed, Aileen. 2006. Sampling and testing for plant pathogens. Department of Agriculture and
Food. Western Australia.
Diakses melalui
http://www.agric.wa.gov.au/objtwr/imported_assets/content/pw/ph/bulletin2006_sam
pling_areid.pdf pada 24 April 2013
Soenartiningsih dan A. Haris Talanca. 2010. Intensitas serangan penyakit antraknosa
( colletothricum sp. ) pada varietas/galur dan hasil sorgum. Prosiding Seminar Ilmiah
dan Pertemuan Tahunan PEJ dan PFJ XX. Sulawesi Selatan.
Diakses melalui http://www.peipfi-komdasulsel.org/wp-content/uploads/2012/01/134-
138-NINGSIH-3.pdf pada 24 April 2013
LAMPIRAN GAMBAR
Laporan Praktikum Peramalan Epidemiologi Penyakit
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengamatan dan Peramalan Hama Penyakit
Tanaman
Disusun oleh:
Kelompok 2
Cahyaningtyas J. 150510100006
M. Riga Ansori 150510100059
Dimas Tri Rahadian 150510100072
Sellyna Agustin 150510100086
Dickdoyo Langgeng Waskito 150510100120
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2013