LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf ·...

19
2003 Digitized by USU digital library 1 LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum) di Dataran Rendah IR. KASMAL ARIPIN, M.SI. DAN IR. LAHMUDDIN LUBIS, MP. Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semak yang tergolong sebagai tanaman tahunan, tetapi umumnya diusahakan sebagai tanaman setahun baik di daerah-daerah bewriklim sedang maupun di daerah tropis. Tanaman cabai berasal dari daerah tropis Amerika Selatan. Tanaman ini merupakan tanaman rempah-rempah yang mempunyai nilai ekspor tinggi. Cabai dikenal di seluruh dunia dan digunakan secara meluas dibanyak negara karena peranannya yang penting didalam masakan. Disamping itu tanaman cabai (Capsicum spp) merupakan tanaman sayuran utama yang ditanam secara meluas di negara-negara Asia Tengara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan negara Asia lainnya seperti India, Korea dan Cina (Vos, 1994). Seperti halnya tanaman budidaya yang lain pengusahaan tanaman cabai yang intensif dan meliputi areal yang luas ini telah menimbulkan perkembangan beberapa jenis hama, sehingga mengakibatkan masalah yang cukup meresahkan. Hama dan penyakit merupakan pembatas produksi utama. Hama-hama yang penting pada tanaman cabai antara lain Apis (Aphis gossypii Sulz) (Homoptera, Aphididae), Thrips (Thrips parvispinus Karny) (Thysanoptera; Thrips) dan lalat buah cabai (Dacus dorsalis Hend) (Diptera; Tephritidae) (Setiadi, 1990, Mudjiono, dkk. 1991). Penyakit yang penting pada tanaman cabai antara lain adalah penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) dan penyakit bercak daun (Cercospora capsici) (Semangun, 1989, Choli, dan Latif Abadi, 1991). Menurut Vos, 1994 besarnya kehilangan hasil oleh serangan satu atau lebih hama dan penyakit berkisar antara 12 65 %. Gulma selalu ada di sekitar tanaman budidaya, akan memberikan pengaruh pada tanaman yang diusahakan, hal ini terjadi karena adanya saling interaksi antara tanaman dengan gulma. Kehadiran gulma pada tanaman cabai akan menyebabkan rendahnya produksi, baik secara kwalitatif maupun kwantitatif. Tingginya penurunan hasil panen yang disebabkan gulma sangat bervariasi tergantung dari jenis tanaman utama. Gulma dalam jumlah yang cukup banyak dan selama masa pertumbuhan akan menyebabkan kehilangan hasil secara total. Pengendalian gulma merupakan suatu hal yang sangat penting (Moenandir, 1988). Tingginya kehilangan hasil jika gulma tidak dikendalikan tergantung kepada : kerapatan gulma dengan tanaman utama, species gulma, jenis tanaman, teknik bercocok tanam, tingkat kesuburan tanah, ketersediaan air dalam tanah. Persaingan yang timbul atas kehadiran gulma pada areal pertanaman mencakup udara dan penguasaan ruang, hal ini terjadi karena gulma dan tanaman utama tumbuh bersama di dalam suatu areal. Penanaman cabai di lahan yang belum dimanfaatkan (lahan subur) merupakan usaha untuk memanfaatkan lahan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Kecamatan Medan Marelan Desa Andan Sari masih ada lahan yang belum dimanfaatkan (lahan tidur) maka masyarakat tersebut masih banyak belum

Transcript of LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf ·...

Page 1: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 1

LAPORAN PENELITIAN

Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum) di Dataran Rendah

IR. KASMAL ARIPIN, M.SI. DAN IR. LAHMUDDIN LUBIS, MP.

Fakultas Pertanian

Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semak yang

tergolong sebagai tanaman tahunan, tetapi umumnya diusahakan sebagai tanaman setahun baik di daerah-daerah bewriklim sedang maupun di daerah tropis. Tanaman cabai berasal dari daerah tropis Amerika Selatan. Tanaman ini merupakan tanaman rempah-rempah yang mempunyai nilai ekspor tinggi. Cabai dikenal di seluruh dunia dan digunakan secara meluas dibanyak negara karena peranannya yang penting didalam masakan. Disamping itu tanaman cabai (Capsicum spp) merupakan tanaman sayuran utama yang ditanam secara meluas di negara-negara Asia Tengara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan negara Asia lainnya seperti India, Korea dan Cina (Vos, 1994).

Seperti halnya tanaman budidaya yang lain pengusahaan tanaman cabai yang intensif dan meliputi areal yang luas ini telah menimbulkan perkembangan beberapa jenis hama, sehingga mengakibatkan masalah yang cukup meresahkan. Hama dan penyakit merupakan pembatas produksi utama. Hama-hama yang penting pada tanaman cabai antara lain Apis (Aphis gossypii Sulz) (Homoptera, Aphididae), Thrips (Thrips parvispinus Karny) (Thysanoptera; Thrips) dan lalat buah cabai (Dacus dorsalis Hend) (Diptera; Tephritidae) (Setiadi, 1990, Mudjiono, dkk. 1991).

Penyakit yang penting pada tanaman cabai antara lain adalah penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) dan penyakit bercak daun (Cercospora capsici) (Semangun, 1989, Choli, dan Latif Abadi, 1991). Menurut Vos, 1994 besarnya kehilangan hasil oleh serangan satu atau lebih hama dan penyakit berkisar antara 12 � 65 %.

Gulma selalu ada di sekitar tanaman budidaya, akan memberikan pengaruh pada tanaman yang diusahakan, hal ini terjadi karena adanya saling interaksi antara tanaman dengan gulma. Kehadiran gulma pada tanaman cabai akan menyebabkan rendahnya produksi, baik secara kwalitatif maupun kwantitatif. Tingginya penurunan hasil panen yang disebabkan gulma sangat bervariasi tergantung dari jenis tanaman utama. Gulma dalam jumlah yang cukup banyak dan selama masa pertumbuhan akan menyebabkan kehilangan hasil secara total. Pengendalian gulma merupakan suatu hal yang sangat penting (Moenandir, 1988).

Tingginya kehilangan hasil jika gulma tidak dikendalikan tergantung kepada : kerapatan gulma dengan tanaman utama, species gulma, jenis tanaman, teknik bercocok tanam, tingkat kesuburan tanah, ketersediaan air dalam tanah. Persaingan yang timbul atas kehadiran gulma pada areal pertanaman mencakup udara dan penguasaan ruang, hal ini terjadi karena gulma dan tanaman utama tumbuh bersama di dalam suatu areal.

Penanaman cabai di lahan yang belum dimanfaatkan (lahan subur) merupakan usaha untuk memanfaatkan lahan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Kecamatan Medan Marelan Desa Andan Sari masih ada lahan yang belum dimanfaatkan (lahan tidur) maka masyarakat tersebut masih banyak belum

Page 2: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 2

mengetahui cara dan teknologi menanam cabai serta pengendalian hama terpadu (PHT) pada cabai.

Masalah-masalah dengan kesehatan tanaman menyebabkan penggunaan pestisida sangat intensif pada daerah produksi cabai. Penggunaan pestisida kadang-kadang sangat tinggi. Suatu analisa ekonomi usaha tani di Brebes menunjukkan bahwa 51% dari biaya sarana produksi (termasuk tenaga kerja) hanya digunakan untuk membelanjakan pestisida saja (Basuki, 1988). Pemberantasan hama dan penyakit tanaman dengan pestisida dapat menimbulkan masalah ekologi yang rawan. Keadaan ini mengakibatkan : Pencemaran tanah dan air, adanya resiko tinggi keracunan bagi manusia yang memperlakukan pestisida dan tanaman, kemungkinan adanya residu pestisida yang tinggi pada produk-produk yang dipasarkan dan biaya produksi tinggi (Vos, 1994).

Asandhi (1994 dalam Vos, 1994) menjelaskan bahwa di dalam usaha mengembangkan usaha tani yang berwawasan lingkungan, pemerintah Indonesia telah memperkenalkan konsep Pengendalian Hama terpadu (PHT) yang pada dasarnya adalah : Pertama menanam tanaman sehat sesuai dengan agroekosistemnya sejak dari pemilihan benih/bibit yang sehat, cara persemaian, cara tanam sampai pemupukannya, sehingga dengan demikian populasi hama tetap di bawah ambang kendali. Konsep kedua adalah pemanfaatan musuh alami. Ketiga adalah konsep ambang kendali dimana baru akan digunakan apabila populasi hama telah mencapai atau melampaui ambang kendali.

Namun demikian informasi mengenai usaha tani cabai yang berwawasan lingkungan masih sangat langka.

Pengendalian hama secara terpadu terdapat dua metoda yang sangat berhubungan dengan lingkungan dibandingkan dengan metode-metode yang lain, yaitu pengendalian hayati dan pengendalian dengan cara bercocok tanam. Pengendalian dengan bercocok tanam dan pengendalian hayati merupakan dua metode yang tidak dipisahkan satu sama lainnya. Pengendalian dengan bercocok tanam harus tidak berakibat negatif pada peranan musuh alami.

Berdasarkan uraian di atas peneliti telah melakukan penelitian yang berjudul : Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Di Dataran Rendah.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Cabai Tanaman cabai (Capsicum annum Linn) adlah merupakan tanaman sayuran

yang tergolong taaman setahun, berbentk perdu, dari suku (famili) terong terongan (Solanaceae). Keluarga ini mempunyai 0 genus dan sekitar 2.000 species yang terdiri dari tumbuhan herba (Badan Pengendali Bimas, 1983).

Tanaman cabai bukan tanaman asli Indonesia dan termasuk kedalam golongan tanaman berbunga, adapun sistematikanya adalah sebagai berikut :

Devisio : Spermatophyta Sub Devisio : Angiospermae Ordo : Polemoniales Famili : Solanaseae Genus : Capsicum Species : Capsicum annum L.

Morfologi Tanaman Cabai

Tanaman cabai termasuk tanaman semusim terdiri tegak dan berbentuk perdu, tinggi berkisar antara 0,65 � 0,75 m. Tanaman ewasa bertauk lebar tajuk berukuran 0,65 � 1 m. Tanaman ini berumah satu dan dapat melakukan penyerbukan sendiri.

Page 3: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 3

Perakaran tanaman cabai dangkal dengan kedalaman berkisar 45 cm. Penyebaran kearah samping berkisar 30 40 cm. Batang utama berwarna coklathijau berkayu panjang antara 20 � 28 cm dengan diameter 1,5 � 2,5 cm. Percabangan berwarna hijau dengan panjang antara 5 � 7 cm, diameter percabangan lebih kecil dari batang utama berkisar 0,5 � 1 cm. Dan terdiri atas tangkai dan tulang daun dan helai dan. Panjang tangkai daun antara 2 � 5 cm berwarna hijau, tangkai daun berkembang sekaligus sebagai ibu tulang daun, panjang daun 10 � 15 cm dengan lebar 4 � 5 cm.

Bunga cabai berkelamin dua (hermaprodit) dalam satu bunga terdiri satu alat kelamin jantan dan betina. Bunga tersusun di atas tangkai bunga terdiri atas dasar bunga kelopak bunga mahkota bunga. Letak bunga menggantung, panjang 1 � 1,5 cm panjang tangkai bunga 1 � 2 cm. Bakal buah berwarna kelabu dan pangkal berwarna putih. Putik berwarna putih bening, panjang 0,5 cm kepala putik berwarna hijau.

Buah cabai merupakan buah sejati tunggal terdiri dari satu bunga dan satu bakal buah. Permukaan buah rata dan licin, yang telah tua berwarna merah mengkilat panjang buah berkisar antara 9 � 15 cm dengan diameter 1 � 1,75 cm dengan berat yang bervariasi (Nawaningsih, dkk, 1998).

Hama Tanaman Cabai a. Kutu Daun (Apis) (Aphis gossypii Glover, (Homoptera ; Aphididae)

Serangga ini agak aneh, ia berkembangbiak dengan cara melahirkan anaknya,

karena memang serangga ini partenogenesis, yaitu sel telur dapat menjadi individu baru tanpa dibuahi. Setiap kutu dewasa dapat melahirkan anak sampai 50 perminggu. Nimfa yang baru dilahirkan akan menjadi dewasa setelah berumur enam hari dan seterusnya ia bisa melahirkan turunannya.

Serangga kutu di atas terjadi pada awal musim kemarau,yaitu pada saat udara kering, dan suhu tinggi. Bagian tanaman yang diserang biasanya pucuk tanaman dan daun muda. Serangga ini akan menggerombol disitu, sehingga ia mampu menutupi bagian pucuk tanaman. Daun yang diserang akan mengerut, pucuk mengeriting dan melingkar sehingga pertumbuhan tanaman terganggu.

Pada serangan berat, selain tanaman menjadi keriting, juga membuat tanaman tertutup lapisan hitam dari cendawan jelaga. Cendawan ini menghalangi butir hijau daun (klorofil) untuk mendapatkan sinar matahari sehingga proses fotosintesa pada tanaman menjadi terganggu, sehingga lama-lama bisa mati (Setiadi, 1990).

Gambar 1. a. Apis tidak bersayap

b. Apis bersayap (Perbesaran 20 x) Sumber : Pracaya (1994)

Page 4: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 4

b. Thrips (Thysanoptera : Thripidae)

Thrips merpakan hama sejenis serangga yang ukurannya kecil, panjang 1-2 mm saja. Pada thrips dewasa, warnanya agak kehitaman, bertotol merah atau bergaris, sedangkan pada thrips muda, warnanya agak keputihan atau kekuningan. Biasanya binatang ini meletakkan telurnya di bawah daun secara berpencaran. Telur ini berbentuk oval atau seperti ginjal. Waktu menetas calon thrips tersebut merupakan nimfa dan setelah melampaui beberapa stadia akan berbentuk pupa. Perkembangbiakan dari pupa ini untuk menjadi thrips muda akan menjadi pesat bila keadaan kelembaban relatif rendah dan suhu relatif tinggi. Umur thrips biasanya sekitar 20 hari, sedangkan penyebarannya atau penularannya, berjalan sangat cepat melalui angin ataupun manusia (Mudjiono, Bambang dan Toto, 1991).

Thrips tersebut melakukan serangan dengan mengisap cairan tanaman sehingga mengakibatkan rusaknya sel-sel tanaman. Biasanya perusakan oleh thrips ini ditandai oleh bercak-bercak putih mengkilap pada daun tanaman karena adanya rongga pada daun yang kehilangan cairan, kemudian bercak tersebut berubah menjadi kecoklatan lalu lama-lama daun itu akan mati pelan-pelan. Jika terjadi serangan berat, daun maupun pucuk tanaman serta tunas-tunas barunya akan keriting menggulung ke dalam, dan kadang-kadang pada daun timbul benjolan seperti tumor. Seterusnya pertumbuhan tunas berhenti dan tanaman akan menjadikerdil (Setiadi, 190; Mudjiono, Bambang dan Toto, 1991).

Gambar 2. a. Thrips yang masih muda

c. Thrips yang telah dewasa Sumber : Pracaya (1994)

c. Hama lalat buah

Gejala serangan lalat buah ditandai dengan adanya bintik hitam kecil dipangkal buah. Ini bekas tusukan lalat untuk memasukkan telur. Setelah menetas, larva (belatung) hidup di dalam buah sampai busuk dan buah rontok, kalau dibelah, tampaklah biji cabai yang hitam. Biasanya juga ada belatung. Sang belatung akan melenting ke tanah dan seminggu kemudian berubah menjadi lalat muda.

Telur hama ini berwarna pucat, bentuk memanjang dan agak membengkok diletakkan pada lubang kecil di bawah permukaan kulit buah pada semua tingkatan buah. Lalat meletakkan telur tersebut dengan menggunakan ovipositornya yang

Page 5: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 5

runving. Jumlah telur yang diletakkan sekitar 7 butir. Dalam lingkungan yang baik telur akan menetas dalam waktu 2 � 3 hari.

Kepompong berwarna coklat berbentuk seperti tong berada di bawah permukaan tanah. Stadium kepompong ini berlangsung selama kurang dari 2 minggu tergantung dari kebasahan tempat atau tanah tempat kepompong berada. Lalat sayapnya transparan dengan corak dekat tepian sayap terdapat pita yang berwarna hitam. Dada bagian depan berwarna coklat. Lalat tersebut dapat hidup selama 2 sampai 3 bulan (Setiadi, 1990, Mudjiono, dkk. 1991).

Gambar 3. Lalat buah cabai (Dacus dorsalis Hend) dewasa (Perbesaran 40 x)

Penyakit Tanaman Cabai

a. Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Sydow.

Butler & Bisby (Fungi Imperfecti, Melanconiales). Penyakit yang sering disebut penyakit kering buah ini, disebabkan oleh sejenis jamur yang disebut Colletotricum piperatum atau C. gloesporioides. Antrak ini sebetulnya tidak hanya menyerang buah cabai saja, tetapi juga menyerang bagian tanaman yang lain. Bagian yang diserang biasanya menunjukkan bercak mirip �patek� sehingga petani mempopulerkannya sebagai penyakit patek (Setiadi, 1990. Semangun, 1989).

a. Tanaman cabai terserang penyakit Antranosa. Tanda-tanda Serangan : a.1. Kalau menyerang buah, baik buah muda maupun buah tua atau masak akan

menimbulkan bercak-bercak pada buah, dan bercak ini kian lama akan kian melebar. Pada akhirnya seluruh buah akan dipenuhi bercak dan lama-lama buah akan mengerut, mengeriting, warna buah berubah menjadi kehitaman dan membusuk. Seterusnya buah akan rontok sendiri dan keadaannya sangat memprihatinkan.

a.2. Kalau bercak pada buah itu diperhatikan, ternyata dibagian tengah bercak itu terlihat semacam jamur berwarna jinga atau kemerahan.

a.3. Kalau menyerang bagian daun tanaman, biasanya dimulai dari bagian ujung

atau pucuk tanaman. Sebagaimana pada buah, serangan awal hanya timbul bercak saja, lama-lama akan melebar ke bawah dan akhirnya meliputi seluruh bagian tanaman yang lain. Kalau sudah begini mula-mula bagian tanaman yang diserang lebih awal akan mati dulu, kemudian disusul oleh bagian yang lain. Akhirnya seluruh tanaman akan mati dengan sendirinya.

Page 6: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 6

a.4. Kalau kita memperhatikan bercak pada bagian yang diserang antraknosa, akan terlihat bintik-bintik putih. Bintik-bintik inilah merupakan jamur C. capsici tersebut. Serangan penyakit Antraknosa bisa terjadi kapan saja. Namun menurut pengamatan di daerah Jawa Tengah serangan menghebat terjadi ketika curah hujan mulai meninggi (sekitar Januari). Sedangkan pada saat curah hujan mulai menurun atau ketika jatuh musim kering, hampir-hampir penyakit anraknosa tidak ditemukan (sekitar Maret � April). Berdasarkan pengalaman ini, maka dalam rangka menghadapi serangan antraknosa, sebaiknya penjagaan dilakukan ketika iklim mulai memasuki musim penghujan, dan kalau bisa waktu tanamna juga diperhitungkan supaya tidak dilakukan pas musim hujan tetapi menjelang akhir musim hujan atau menjelang musim kemarau (Semangun, 1989).

b. Penyakit Bercak daun Cabai (Cercospora capsici) (Fungi Imperfecti :

Roniliales). Penyakit bercak daun adalah penyakit yang banyak dijumpai pada cabai merah.

Penyakit disebabkan oleh amur Cercospora capsici. Jamur membentuk konidium berbentuk pada janjang bersekat 3 � 12 dengan ukuran 6 � 200 x 3 � 5 m, konidiofor pendek bersekat 1 � 3 (Semangun, 1989).

Gejala pada daun terdapat bercak-bercak bulat kecil, kebasah-basahan. Bercak dapat meluas hingga mempunyai garis tengah 0,5 cm atau lebih, pusatnya berwara pucat sampai putih dengan tepi yang lebih tua warnanya. Bercak-bercak yang tua dapat berlubang. Pada pabrika tapak bercak mempunyai permukaan jalur-jalur sepusat, yang nampak lebih jelas jika dilihat pada permukaan atas daun.

Apabila pada daun terdapat banyak bercak, daun cepat menguning dan gugur, atau langsung gugur tanpa menguning lebih dahulu. Bercak sering terdapat pada batang, tangkai daun. Bisa juga bercak dijumpai pada buah tetapi sangat jarang timbul. d. Pemakaian Mulsa

Pemulsaan adalah suatu cara teknik bercocok tanam yang bertujuan untuk memperbaiki tata udara tanah dan tersedianya air bagi tanaman. Bahan mulsa dapat terdiri dari dua golongan yaitu mulsa organik dan anorganik. Mulsa organik dapat berpa limbah pertanian yang berasal dari sisa panen misalnya jerami padi, daun jagung, daun pisang dan limbah indstri misalnya serbuk gergaji, serpihan kayu dan sabut kelapa. Mulsa anorganik seperti penggunaan plastik untuk menutupi permukaan tanah, (Purwowidodo, 1983).

Manfaat penggunaan plastik perak hitam pada budidaya cabai dapat diringkas sebagai berikut :

- Dapat memelihara kestabilan mikro flora tanah, kelembaban dan tingkat kesuburan tanah.

- Menghindari tingkat pluktuasi permukaan tanah dan pencucian hara oleh air. - Mengurangi sumber inokulum (sumber penyakit) penting pada tanaman

cabai. - Meningkatkan kebersihan lahan - Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan sehingga dapat berproduksi

secara optimal. - Mempermudah kegiatan pemeliharaan karena itu penguapan mulsa ini

berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai pada umumnya (Nawaningsih, dkk. 1998).

Pemberian mulsa sisa-sisa tanaman di atas permukaan tanah merupakan salah

satu usaha melindungi tanah dari pengaruh iklim yang berbeda-beda. Pemberian

Page 7: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 7

mulsa secara langsung bertujuan untuk mencegah hilangnya air dan mempertahankan kelembaban tanah (Mathers, Steward and Thomas, 1977; Ismail dan Effendi, 1985; Evizal dan Indarto, 1993).

Mulsa juga berfungsi menahan radiasi surya pada siang hari dan kehilangan panas dari tanah pada mala hari (Ismail dan Effendi, 1985; SaharHanafiah, 1992; Evizal dan Indarto, 1993).

Pemberian mulsa pada areal pertanaman juga dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah (Soepardi, 1974; Dariah dan Rochman, 1989; Evizal dan Indarto, 1993). Bahan organik dapat meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air serta meningkatkan ketersediaan unsur bagi tanaman (Mathers, Steward and Thomas, 1977; Thorne and Thorne, 1979).

Mulsa sebagai penutup tanah dapat menekan pertumbuhan gulma memacu kecepatan pertumbuhan awal pada tanaman kedelai. Sehingga penggunaan mulsa dapat menaikkan pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil biji kering (Evizal dan Indarto, 1993; Mastur dan Novianti, 1993).

Pemberian mulsa juga dapat menekan populasi gulma yang banyak menguras air (Evizal dan Indarto, 1993). Menurut Adisarwanto (1989), pemaaian mulsa jerami padi yang dihamparkan sebanyak 5 ton/ha mampu menekan pertumbuhan gulma 50 � 60 % sehingga gulma masih dapat tumbuh 40 � 50%. Persaingan gulma dengan tanaman utama salah satu faktor untuk menurunkan hasil tanaman kedelai. (Adisarwanto dan Suhartina, 1993).

TUJUAN DAN MANFAAT a. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk menghasilkan paket teknologi pengendalian terpadu tanaman cabai di lahan tidur yang dapat meningkatkan produktifitas dan pendapatan masyarakat petani, secara tehnis mudah diterapkan, secara sosial budaya dapat diterima dan tidak merusak lingkungan serta berorientasi agribisnis.

b. Manfaat

1. Agar masyarakat dapat memanfaatkan lahan tidur untuk pertanaman cabai sekaligus menambah pendapatan petani.

2. Perpaduan yang tepat dalam melaksanakan pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) pada cabai dengan pemakaian mulsa, varietas dan insektisida botani.

3. Sebagai tambahan informasi bagi masyarakat dalam pelaksanaan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada pertanaman cabai di lahan tidur.

BAHAN DAN METODA a. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang Kota Madya Medan. Ketinggian lokasi + 32 m dari permukaan laut, dengan topografi datar, pelaksanaan penelitian dilakukan dimulai dari bulan Juli 2000 sampai selesai.

b. Tempat dan waktu penelitian

Bahan yang digunakan Benih cabai varietas TM 888, Hot Beauty dan Lokal, Pupuk buatan, Pupuk kandang, Mulsa plastik hitam perat, pestisida botani buah pinang dan nimba.

Page 8: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 8

Alat yang digunakan : Cangkul untuk mengolah tanah dan pembuatan plot penelitian, Mesin air untuk penyiraman di lahan + selang pembuang + ejos air, Hand Sprayer untuk mengaplikasikan pupuk dan pestisida, Gembur untuk menyiram air di pembibitan, Meteran untuk mengukur tinggi tanaman dengan gulma, bambu sebagai ajir dan standart pengamatan parameter yang diamati. Timbangan untuk menimbang pupuk dan berat buah cabai, Triplek kayu, kuas dan cat untuk membuat plot/label, alat-alat tulis dan lainnya. Metode Penelitian Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial. Faktor pemakaian mulsa terdiri dari : MO (mulsa plastik perak) M1 (mulsa plastik hitam)

Faktor perlakuan varietas (Anak petak) dengan 3 jenis varietas yaitu : Varietas TM-888 (V1) Varietas Lokal (Cabe keriting) (V2) Varietas Hot beauty (V3) Faktor perlakuan pestisida botani (Anak-anak petak) 3 jenis yaitu : Pestisida ekstrak kulit jeruk (I1) Pestisida ekstrak pinang (I2) Pestisida ekstrak nimba (I3) Perlakuan sebanyak 3 ulangan, jadi jumlah petak perlakuan seluruhnya : 2 x 3 x 3 x 3 = 54 anak-anak petak petak (bagan percobaan pada lampiran 1). Kombinasi perlakuan : M0 V1 I1 M1 V1 I1 M0 V1 I1 M1 V1 I1 M0 V1 I1 M1 V1 I1 M0 V2 I2 M1 V2 I2 M0 V2 I2 M1 V2 I2 M0 V2 I2 M1 V2 I2 M0 V3 I3 M1 V2 I3 M0 V3 I3 M1 V2 I3 M0 V3 I3 M1 V2 I3 Jumlah petak perlakuan : 54 plot Ukuran plot : 2 x 2 = 4 m2 Jarak tanam : 40 x 50 cm. Model Rancangan Petak Anak Petak Terpisah-pisah : Yijkl = µ + Þ + αj + δj + δij + βk (αβ)jk + δijk + J1 + (αJ)jl + (βJ)kl + (αβJ)jkl + Σijkl Keterangan :

Page 9: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 9

Yijkl : nilai anak-anak petak yang diberi pestisida tarap ke-1, terletak pada anak petak yang ditanam cabai varietas ke-k dan petak yang diberi mulsa taraf ke-j di blok yang ke-I.

µ : pengaruh nilai tengah rata-rata populasi nilai ijkl Þ : pengaruh dari blok ke-I αj : pengaruh pemberian mulsa taraf ke-j δij : pengaruh galat petak utama yang diberi taraf ke-j dan pengaruh blok

taraf ke -i, βk : pengaruh perlakuan varietas taraf ke-k (αβ)jk : pengaruh dari pemberian mulsa taraf ke-j, dan varietas cabai taraf ke-

k δijk : galat kedua petak utama mulsa taraf ke-j, varietas cabai taraf ke-k

dan blok taraf ke-i. J1 : pengaruh inokulasi pestisida taraf ke-i. (αJ)jl : pengaruh ketergantungan dari pemberian mulsa taraf ke-j, dan

pestisida taraf ke-i. (βJ)kl : pengaruh ketergantungan pemberian mulsa taraf ke-j, varietas cabai

taraf ke-k dan pestisida taraf ke-i. (αβJ)jkl : pengaruh ketergantungan pemberian mulsa taraf ke-j, varietas cabai

taraf ke-k dan pestisida taraf ke-i. Σijkl : nilai galat yang diperoleh blok taraf ke-i pada petak utama yang diberi

mulsa pada taraf ke-j dan anak petak yang ditanami varietas cabai taraf ke-k dan di anak-anak petak yang pestisida taraf ke-i.

Untuk mengambil kesimpulan dilakukan dengan memakai uji Beda Nyata Terkecil (BNT). (Gomez, and Go, es, 1976; Steel and Torrie 1980, Yitnosumarto, 1991). Pelaksanaan Penelitian a. Persiapan Lahan

Areal yang akan digunakan dibersihkan dari gulma dan sisa tanaman. Kemudian tanah diolah dengan membajaknya sedalam 20 � 30 cm setelah pengolahan tanah pertama, tanah dibiarkan selama 1 minggu dan bila tidak turun hujan maka tanah disiram dengan mesin penyiraman. Selanjutnya di lakukan pengolahan tanah kedua yaitu pembuatan bedengan dan diratakan.

b. Pembuatan plot Pembuatan plot dilakukan setelah pengolahan tanah yang kedua dengan memperbaiki bedengan yang telah ada menjadi plot, yaitu dengan ukuran plot, panjang 3,5 m, lebar 2,5 m, tinggi bedengan 30 cm, jarak antara plot 50 cm, jarak antara ulangan 1 m. Penelitian ini menggunakan 3 ulangan, dengan jumlah plot 24 plot.

c. Pemupukan Setelah pembuatan plot dan diratakan sebelum mulsa di bentangkan terlebih dahulu lahan diberi kapur dengan kapur Dolomit dan diberi pupuk dasar Urea, TSP, KCl dengan dosis anjuran dengan dicampurkan insektisida Curater 3 G. Setelah itu lahan disiram hingga basah.

d. Pemasangan Mulsa Mulsa plastik dibentangkan dengan warna hitam menghadap di tanah dan warna perak menghadap ke atas. Mulsa plastik dipancang agar dapat menutup tanah dengan sempurna, sisi plastik harus di rekat erat dengan permukaan bedengan

Page 10: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 10

setelah itu pembuatan lubang tanaman dengan menggunakan kaleng bekas susu ukuran 10 cm, dengan jarak tanam 60 x 50 cm.

e. Pembuatan Lubang Tanaman Untuk mulsa plastik hitam perak, pembuatan lubang tanam dengan cara menggali tanah pada bagian muka yang telah dilubangi dengan alat pelubang berupa kaleng susu dengan ukuran lubang 10 cm dengan kedalaman 5 cm sedalam polibag bibit. Untuk mulsa jerami dan alang-alang dapat dilakukan dengan membuat lubang tanam, setelah itu dibuat lubang tanam dengan lebar 10 cm dengan kedalaman 5 cm. Jarak lubang tanam disesuaikan dengan jarak tanam 50 x 40 cm dengan sistem tanam persegi panjang.

f. Pembibitan Pembibitan dilaksanakan dalam media polibag dengan ukuran 3 x 5 cm. Sebelum benih ditanam polibeg terlebih dahulu benih dikecambahkan. Setelah benih tumbuh (berkecambah), bibit ditanam pada polibeg kecil secara berhati-hati karena benih masih lemah, tujuan penanaman ke polibeg kecil adalah untuk mengurangi setres pada tanaman, pada saat pemindahan kelapangan. Kemudian bibit tersebut ditempatkan pada rumah kaca yang terbuat dari plastik kaca yang tembus cahaya dan bagian bawah dilapisi papan agar tidak terjadi kelebihan air pada pembibitan.

g. Penanaman Plastik polibeg tempat pembesaran bibit yang telah berumur 1 bulan dibuka dengan hati-hati untuk menghindari agar tanah tempat melekatnya akar tidak sampai pecah, bibit di letakkan pada lubang tanah yang telah disediakan kemudian ditutup kembali sampai kepada bagian pangkal batang. Selanjutnya tanah disekitar tanaman ditekan. Susunan tanaman dengan jarak tanam 60 x 50 cm. Dan untuk setiap plot terdapat 20 tanaman.

h. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman dilakukan mulai dari pembibitan sampai penanaman di lapangan, antara lain : Penyiraman Penyiraman dengan air dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari dan jika turun hujan sehingga tanah areal pertanaman lembab maka penyiraman ditiadakan pada hari tersebut. Penyiangan Penyiangan dilakukan di luar plot sampel tergantung pertumbuhan gulma pada sekitar tanaman. Penyiangan pada tepi mulsa dilakukan secara hati-hati, sementara pada plot sampel gulma tidak dikendalikan sebagai sampel pengamatan. Pengendalian gulma pada parit antar bedengan dapat digunakan alat cangkul dan dilakukan secara berhati-hati jangan sampai mengenai muka mulsa plastik.

i. Pengamatan Parameter Pengamatan parameter dilakukan terhadap tiga tanaman sampel pada setiap plot, yang diamati sebagai berikut : a. Intensitas serangan hama

Page 11: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 11

Untuk menghitung intensitas serangan hama thrips dan hama kutu daun digunakan rumus : E (n x v) I = ---------- x 100 % Z x N Dimana : I = Intensitas serangan n = Jumlah tanaan yang diamati dari setiap katagori serangan yang sama. v = Nilai skala dari setiap katagori serangan. Z = Nilai skala dari katagori serangan yang tertinggi N = Jumlah tanaman yang diamati

b. Serangan penyakit 1. Penyakit Antraknosa Perhitungan intensitas serangan Antraknosa dengan menghitung jumlah buah yang terinfeksi dan yang sehat pada masing-masing penanaman dengan rumus sebagai berikut : Jumlah buah yang busuk I = ------------------------------- x 100 % Jumlah buah yang diamati. 2. Penyakit Bercak Daun Cabai Perhitungan serangan bercak daun cabai dihitung dengan menggunakan rumus : E (n x v) I = ---------- x 100 % Z x N Keterangan : I = Intensitas serangan n = Jumlah daun dalam kategori serangan v = Nilai skala tiap katagori serangan. N = Jumlah daun yang diamati Z = Nilai skor kategori tertinggi

c. Produksi Pengamatan produksi ditimbang setiap plot percobaan tiap kali panen, kemudian dijumlahkan semua produksi per plot sesuai dengan beberapa kali dipanen.

j. Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisa dengan analisis sidik ragam. Bila dari hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Pengamatan Parameter Pengamatan intensitas serangan hama apis dapat dilihat pada Lampiran 2.

Dari hasil analisis berdasarkan uji F pada daftar sidik ragam Lampiran 3 menunjukkan bahwa perlakuan mulsa, pemakaian varietas dan pestisida botani berpengaruh nyata.

Hasil beda rataan intensitas serangan hama Apis dapat dilihat pada Tabel .

Page 12: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 12

Dari hasil analisis berdasarkan uji F pada Sidik Ragam Lampiran 2 menunjukkan bahwa perlakuan mulsa, varietas dan pestisida berpengaruh sangat nyata pada intensitas serangan hama Apis. Interaksi mulsa dengan varietas, mulsa dengan pestisida, varietas dengan pestisida berpengaruh sangat nyata terhadap intensitas serangan hama apis. Interaksi kombinasi mulsa, varietas dan pestisida berpengaruh tidak nyata pada intensitas serangan hama apis.

Hasil uji beda rataan intensitas serangan hama apis pada interaksi mulsa dengan varietas, mulsa dengan pestisida dan varietas dengan pestisida dapat dilihat pada Tabel 1.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan interaksi mulsa dengan varietas untuk intensitas serangan hama ketiga varietas pada mulsa plastik perak (MO) maupun pemberian mulsa plastik hitam (M1), nyata intensitas serangan lebih tinggi pada mulsa plastik hitam (M2) pada varietas TM888 dan varietas lokal. Intensitas serangan yang paling sedikit pada perlakuan mulsa plastik perak varietas Hot beauty sebesar 8,92%.

Pada interaksi mulsa dengan pestisida, pada antar perlakuan pestisida mulsa plastik perak maupun pemberian mulsa hitam menunjukkan beda nyata. Intensitas serangan yang terendah pada perlakuan mulsa plastik perak dengan pestisida ekstrak kulit jeruk sebesar 9,78 %. Tabel 1. Pengaruh Mulsa dengan Varietas (M x V), Mulsa dengan Pestisida (MxP)

dan Varietas dengan Pestisida (MxI) Terhadap Intensitas Serangan Hama Apis (%)

Perlakuan Intensitas (%) serangan hama aps Mulsa dengan Varietas MOV1 15.24 ab M0V2 11,73 ab M0V3 8,92 a M1V1 28,32 c M1V2 22,98 bc M1V3 16,28 abc BNT 0.05 12,38 Mulsa dengan Pestisida MoIo 9.78 a M0I1 11,62 ab M0I2 14,52 ab M1I0 18,37 abc M1I1 21,35 bc M1I2 27,86 ab BNT 0.05 11,40 Varietas dengan Pestisida V1Io 17,60 abc V1I1 21,16 bc V1I2 26,58 c V2I0 15,48 abc V2I1 16,21 abc V2I2 20,38 abc V3I0 9,11 a V3I1 12,08 ab

Page 13: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 13

V3I2 16,61 abc BNT 0.05 11,40 Keterangan: Pengaruh Mulsa dengan Varietas (M x V), Mulsa dengan Pestisida (MxP) dan Varietas dengan Pestisida (MxI) Terhadap Intensitas Serangan Hama Apis (%)

Pada interaksi varietas dengan pemakaian pestisida, pestisida yang diberikan pada varietas cabai berbeda nyata. Varietas Hot beauty yang diberi pestisida menunjukkan intensitas serangan terendah walaupun tidak berbeda nyata dari ketiga jenis pestisida yang diberikan. Intensitas serangan hama yang terendah pada varietas Hot beauty yang diberi pestisida ekstrak kulit jeruk sebesar 9,11 %.

Intensitas serangan hama apis yang terendah didapat pada interaksi perlakuan mulsa plastik perak dengan varietas Hot beauty. Varietas yang terendah intensitas serangan pada Hot beauty dengan pemberian pestisida ekstrak kulit jeruk. Ini sesuai dengan pendapat Nawaningsih, dkk. 1998, pemakaian mulsa dapat menekan sumber inokulum penyakit dan meningkatkan pertumbuhan tanaman sehingga berproduksi secara optimal.

b. Intensitas Serangan Hama Thrips

Dari hasil analisis berdasarkan uji F pada Sidik Ragam Lampiran 2, menunjukkan bahwa pemberian mulsa dan varietas dan pestisida pada pengamatan intensitas serangan hama Thrips berpengaruh sangat nyata.

Hasil uji beda rataan intensitas serangan hama Thrips pada perlakuan mulsa, varietas dan pestisida dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh Mulsa, Varietas, Pestisida (M x V x P) Terhadap Intensitas

Serangan (%) Hama Thrips dan Hama Lalat Buah Perlakuan Intensitas serangan Intensitas serangan hama Thrips (%) Hama lalat buah (%) Mulsa, Varietas Dan Pestisida M0V1I0 17,77 d 19,29 b M0V1I1 21,09 gh 24,07 fg M0V1I2 21,49 h 24,33 gh M0V2I0 15,80 bc 17,49 a M0V2I1 19,55 e 21,24 cd M0V2I2 21,32 h 22,80 ef M0V3I0 13,81 a 17,73 a M0V3I1 14,71 ab 20,03 bc M0V3I2 15,77 bc 20,30 bc M1V1I0 19,89 ef 21,86 de M1V1I1 23,73 j 27,28 jkl M1V1I2 25,31 j 28,41 j M1V2I0 20,69 fgh 25,48 hi M1V2I1 21,20 gh 26,14 ij M1V2I2 22,89 i 27,61 jk

Page 14: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 14

M1V3I0 16,55 c 19,61 b M1V3I1 20,34 efg 24,43 h M1V3I2 23,38 j 26,30 ijk BNT 0.05 1,09 1,34 Keterangan: Angka-angka yang selajur diikuti oleh huruf yang sama pada kelompok

perlakuan yang sama berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5 %.

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan kombinasi mulsa, varietas dan pestisida terhadap intensitas serangan hama Thrips berbeda nyata. Pemberian mulsa plastik perak pada varietas Hot beauty dengan pestisida ekstrak kulit jeruk memberikan hasil yang terbaik dengan intensitas serangan 13,81 %. Sedangkan intensitas serangan yang tertinggi terdapat pada pemakaian mulsa plastik hitam, ketiga varietas yang diuji dengan pemakaian pestisida ekstrak pinang, yaitu sebesar 25,31 %. Dilihat dari Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pemakaian mulsa plastik perak lebih baik jika dibandingkan dengan pemakaian mulsa plastik hitam. Ini disebabkan hama Thrips lebih tidak tahan menentang sinar pantul yang diakibat-kan mulsa plastik perak akibatnya intensitas serangan pada perlakuan ini lebih rendah. Sedangkan mulsa plastik hitam tidak memantulkan sinar akibatnya hama Thrips bisa bertahan pada tanaman cabai yang ditanam dan mengakibatkan intensitas serangan hama makin meningkat. Pestisida yang diuji pada tanaman cabai menunjukkan ekstrak kulit jeruk memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan ekstrak pinang 3 % dan ekstrak nimba 70 %. Varietas yang diuji yaitu TM 888, varietas lokal dan varietas Hot Beauty yang lebih tahan adalah varietas Hot Beauty. c. Hama Lalat buah (Dacus dorsalis Hend)

Dari analisis berdasarkan uji F pada Sidik Ragam Lampiran 2, Menunjukkan bahwa pemberian mulsa, varietas dan pestisida pada pengamatan intensitas serangan hama lalat buah berpengaruh sangat nyata.

Hasil uji beda rataan intensitas serangan hama lalat buah pada perlakuan mulsa, varietas dan pestisida dapat dilihat pada Tabel 2.

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan mulsa, varietas dan pestisida terhadap intensitas serangan hama lalat buah berbeda nyata. Pemakaian mulsa plastik perak lebih baik jika dibandingkan dengan pemakaian mulsa plastik hitam. Varietas yang menunjukkan serangan yang ringan adalah varietas Hot Beauty. Pestisida yang menunjukkan intensitas serangan yang terendah terdapat pada perlakuan ekstrak kulit jeruk.

Perlakuan kombinasi mulsa plastik perak, varietas Hot beauty dan pestisida ekstrak kulit jeruk memberikan intensitas serangan 17,49 %, yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan mulsa plastik perak, varietas lokal dan pestisida ekstrak kulit jeruk. Intensitas serangan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi plastik hitam, varietas TM 888 dengan pestisida ekstrak nimba sebesar 28,41 %.

Tingginya serangan lalat buah pada varietas TM 888 mengakibatkan produksi menurun karena buah sebelum matang sudah rontok.

d. Intensitas Serangan Penyakit Bercak Daun

Dari hasil analisis berdasarkan uji F pada Sidik Ragam Lampiran 3, menunjukkan bahwa pemberian mulsa, varietas dan pestisida nabati pada pengamatan intensitas serangan penyakit bercak daun berpengaruh sangat nyata.

Page 15: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 15

Hasil uji beda rataan intensitas serangan penyakit bercak daun pada perlakuan mulsa, varietas dan pestisida nabati dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Mulsa, Varietas dan Pestisida Nabati (M x V x P) Terhadap

Intensitas (%) Serangan Penyakit Bercak Daun Cabai dan Penyakit Antraknosa

Perlakuan Intensitas serangan Intensitas serangan Penyakit Bercak daun (%) Penyakit Antraknosa (%) Mulsa, Varietas Dan Pestisida M0V1I0 19,09 bcd 26,27 cd M0V1I1 21,05 ef 27,77 e M0V1I2 22,83 g 29,89 f M0V2I0 17,70 b 23,27 b M0V2I1 20,48 de 23,27 b M0V2I2 21,97 fg 27,99 e M0V3I0 15,31 a 20,54 a M0V3I1 18,72 bc 25,60 c M0V3I2 20,11 cde 26,58 cd M1V1I0 28,41 jk 36,08 j M1V1I1 35,84 m 44,24 m M1V1I2 41,36 n 48,87 n M1V2I0 27,30 j 33,46 h M1V2I1 32,23 l 38,88 k M1V2I2 34,65 m 41,69 l M1V3I0 24,53 h 30,01 f M1V3I1 26,51 j 31,76 g M1V3I2 29,51 k 34,84 j BNT 0.05 1,53 1,14 Keterangan: Angka-angka yang selajur diikuti oleh huruf yang sama pada kelompok

perlakuan yang sama berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5 %.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan kombinasi mulsa, varietas dan pestisida nabati terhadap intensitas serangan penyakit bercak daun berbeda nyata. Intensitas serangan penyakit bercak daun pada perlakuan mulsa plastik perak lebih rendah jika dibandingkan dengan mulsa plastik hitam. Intensitas serangan pada perlakuan varietas yang terendah kelihatan pada varietas Hot beauty. Sedangkan pada perlakuan pestisida nabati intensitas terendah pada ekstrak kulit jeruk.

Page 16: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 16

Kombinasi perlakuan mulsa plastik perak, varietas Hot beauty dan pestisida ekstrak kulit jeruk memberikan hasil yang terendah serangan penyakit bercak daun sebesar 15,31 %. Sedangkan intensitas serangan tertinggi diperoleh pada perlakuan mulsa plastik hitam, varietas TM 888 dan pestisida nabati ekstrak nimba sebesar 41,36 %. Tingginya intensitas serangan penyakit bercak daun pada daun cabai akan mengakibatkan semakin sedikit khlorofil daun dan mengakibatkan rendahnya fotosintesis dan mengakibatkan produksi akan semakin rendah. e. Intensitas Serangan Penyakit Antraknosa (Colletotricum capsici) Sydow

Dari hasil analisis berdasaarkan uji F pada Daftar Sidik Ragam Lampiran 3, menunjukkan bahwa pemberian mulsa, varietas dan pestisida nabati pada pengamatan intensitas serangan penyakit Antraknosa berpengaruh sangat nyata.

Hasil uji beda rataan intensitas serangan penyakit antraknosa pada perlakuan mulsa, varietas dan pestisida nabati dapat dilihat pada Tabel 3.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan kombinasi mulsa, varietas dan pestisida nabati terhadap intensitas serangan penyakit antraknosa berbeda nyata.

Intensitas serangan pada perlakuan mulsa plastik perak lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan mulsa plastik hitam. Sedangkan pada varietas serangan yang terendah pada varietas Hot beauty dibandingkan pada varietas lokal dan TM 888. Pestisida nabati yang baik menekan serangan penyakit antraknosa yaitu pestisida ekstrak kulit jeruk.

Intensitas serangan yang terendah terdapat pada kombinasi perlakuan mulsa plastik perak, varietas Hot beauty dan pestisida nabati ekstrak kulit jeruk sebesar 20,54 % yang berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya.

Sedangkan intensitas serangan yang tedrtinggi terdapat pada perlakuan kombinasi mulsa plastik hitam, varietas TM 888 dan pestisida nabati ekstrak nimba 70 % dengan intensitas serangan 48,87 %.

Tingginya serangan pada kombinasi perlakuan plastik hitam, varietas TM 888 dan pestisida nabati nimba karena kelembaban lebih tinggi dan varietas yang lebih rentan jika dibandingkan dari varietas Hot beauty, dan varietas lokal. Pestisida nabati ekstrak nimba kelihatan tidak mampu menekan serangan antraknosa pada kombinasi perlakuan ini.

f. Produksi

Dari pengamatan yang dilakukan terhadap 10 kali panen produksi tanaman cabai dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil analisis berdasarkan uji F pada Daftar Sidik Ragam Lampiran 4, menunjukkan bahwa pemberian mulsa, varietas dan pestisida nabati terhadap produksi berpengaruh sangat nyata.

Hasil uji beda rataan produksi cabai pada perlakuan mulsa, varietas dan pestisida nabati dapat dilihat pada Tabel 5.

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa produksi yang tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan mulsa plastik perak, varietas Hot beauty dan pestisida nabati, ekstrak kulit jeruk seberat 13,67 kg. Produksi yang terendah diperoleh pada perlakuan kombinasi plastik hitam, varietas TM 888 dan pestisida nabati ekstrak nimba 70 %.

Rendahnya produksi pada kombinasi perlakuan ini dimungkinkan lebih tingginya serangan hama dan penyakit.

Page 17: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 17

Tabel 4. Pengaruh Mulsa, Varietas dan Pestisida Nabati (M x V x P) Terhadap Bobot

Produksi Tanaman Cabai (Kg) Perlakuan Berat Produksi (Kg) Mulsa, Varietas Dan Pestisida M0V1I0 12,51 b M0V1I1 10,13 c M0V1I2 11,59 b M0V2I0 10,68 c M0V2I1 10,04 c M0V2I2 10,69 c M0V3I0 13,24 a M0V3I1 13,67 a M0V3I2 14,12 a M1V1I0 8,17 c M1V1I1 9,01 cd M1V1I2 8,90 d M1V2I0 8,02 d M1V2I1 9,13 bc M1V2I2 8,60 c M1V3I0 9,87 c M1V3I1 10,75 c M1V3I2 10,05 c BNT 0.05 0,99 Keterangan: Angka-angka yang selajur diikuti oleh huruf yang sama pada kelompok

perlakuan yang sama berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5 %.

KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan

1. Mulsa yang baik dipakai untuk mengendalikan hama dan penyakit adalah mulsa plastik perak.

2. Varietas yang terbaik dari ketiga varietas adalah Hot beauty.

3. Pestisida yang terbaik dari ketiga pestisida nabati adalah pestisida ekstrak

kulit jeruk.

Page 18: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 18

4. Interaksi perlakuan mulsa plastik perak, varietas Hot beauty dan pestisida nabati ekstrak kulit jeruk adalah yang terbaik pada penelitian ini baik pada serangan intensitas hama dan penyakit.

5. Produksi yang tertinggi adalah perlakuan mulsa plastik perak, varietas Hot beauty dan pestisida nabati ekstrak kulit jeruk sebesar 14,12 kg.

b. S a r a n Karena konfleknya masalah tanama cabai, maka disarankan untuk

penanaman cabai di dataran rendah perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T. 1989. Telaah Komponen Teknologi Menunjang Supra Insus Kedelai

di Lahan Sawah, Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Hal. 151 - 161. ____________. 1993. Perbaikan Cara Tanam Kedelai di Lahan Sawah, Balai

Penelitian Tanaman Pangan Malang. Hal. 159 � 165. Badan Pengendali Bimas, 1983. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija, Sayuran.

Departemen Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Hal. 99 � 104. Cholil A dan A. Latief Abadi, 1991. Penyakit-penyakit Penting pada Tanaman

Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Hal. 77 � 80. Dariah A dan A. Rochman, 1989. Pengaruh Mulsa Hijau Alley Cropping dan Pupuk

Kandang terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung serta Beberapa Sifat Fisik Tanah Pertanaman. Tehnik Penelitian tanah, Bogor. Hal. 99 � 104.

Fryer,J.D. and Shodichi, M. 1988. Penanggulangan Gulma Secara Terpadu, Bina

Aksara Jakarta. Gomez, K.A. and A.A. Gomez, 1983. Statistical Prosedure for Agricultural Research,

2nd Edition, An International rice Institute Book. A. Willy. Intersci. Publ. John Wiley & Sins. New York � Chiclaster � Brisbane � Toronto � Singapore. P. 139 � 186.

Ismail, G.I. dan S, Effendi, 1985. Bertanam Kedelai Pada Lahan Kering. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. Hal. 105 � 111. Moenandir, J. 1988. Persaingan tanaman Budidaya dengan Gulma, Rajawali Pers.

Jakarta. Hal. 1 � 33. Mudjiono, G. Bambang Tri Rahardjo dan Toto Himawan, 1991. Hama-hama Penting

Tanaman Pangan. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Hal. 63 � 70.

Prajnata, F. 1995. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya, Bekasi. Hal. 8 � 23. Purwowidodo, 1983. Teknologi Mulsa. Dewa Ruci, Press. Jakarta. Hal. 5 � 35. Semangun, H. 1989. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gajah

Mada University Press. Hal. 47 � 64.

Page 19: LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama …library.usu.ac.id/download/fp/hpt-kasmal2.pdf · LAPORAN PENELITIAN Teknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) ... terong terongan (Solanaceae).

2003 Digitized by USU digital library 19

Semangun, H. dan N. Pusposendjojo, 1985. Reaksi Buah Beberapa Kultivar Lombok Besar iCapsicum annum) Terhadap Penyakit Antraknose (Colletotricum capsici). Kongres Nasional VIII PPT. Cibubur, Jakarta, Okt. 1985 : 110 � 112.

Setiadi, 1990. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal. 188. Shamon, E dan Coller, D. 1990. Chelilie Deseases Control, Cooperative Ext. Service,

Los Dmes New Mexico. Sherf, A.E. dan Maenab, A.A. 1990. Vegetable Diseases and Their Control, Scond

Edition, Awiley � Intercines Publication, John Willey & Sons, New York. Toronto. Singapore.

Soepardi, G. 1974. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah Fakultas

Pertanian IPB, Bogor. Hal. 1 � 78. Sumantri, E. 1989. Pengaruh Mulsa, Naungan dan Zat Pengatur Tumbuh Terhadap

Buah Tomat Kultivar Berlian Bulletin Penelitian Hortikultura XVIII. Suryanto, A. 1994. Pengendalian Hama Terpadu. Hama Sayur dan Buah-buahan.

Penebar Swadaya, Jakarta. Tengkano dan Iman. 1986. Metode Pengujian Ketahanan Varietas Kacang-kacangan

Terhadap Serangan Uphiomya phaseoli Tryion (Diptera : Agromyzidae). Vos, J.G.M. 1994. Pengelolaan Tanaman Terpadu pada Cabai (Capsicum spp) di

Dataran Rendah Tropis (Terjemahan oleh Ch. Lilies S. dan E. van de Fliert. Bentang).