laporan praktikum Evaluasi gizi
-
Upload
melinda-kristianty-yoenarto -
Category
Documents
-
view
381 -
download
22
description
Transcript of laporan praktikum Evaluasi gizi
LAPORAN PRAKTIKUM EVALUASI GIZI
ACARA IPERUBAHAN KUALITAS MINYAK DALAM PENGOLAHAN PANGAN
KELOMPOK 1
Penanggung Jawab:
1. Viara Rizky A1M0120112. Melinda Kristianty Yoenarto A1M0120323. Risnawati Dwi Maryuningsih A1M012049
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minyak merupakan medium penggorengan bahan pangan yang banyak
dikonsumsi masyarakat luas kurang lebih 290 juta ton minyak dikonsumsi tiap
tahun. Banyaknya permintaan akan bahan pangan digoreng merupakan suatu
bukti yang nyata mengenai betapa besarnya jumlah bahan pangan digoreng
yang dikonsumsi manusia oleh lapisan masyarakat dari segi tingkat manusia.
Tujuan penggorengan dalam bahan pangan sebagai medium penghantar panas,
memperbaiki rupa dan tekstur fisik bahan pangan, memberikan cita rasa gurih,
menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan (Ketaren, 1986).
Lemak (minyak) memegang peranan penting dalam menjaga kesehatan
tubuh manusia. Lemak memberikan energi sebanyak 9 kalori tiap gramnya.
Lemak (minyak) juga berfungsi sebagai sumber pelarut bagi vitamin larut
lemak seperti vitamin A, D, E dan K.
Senyawa polimer yang dihasilkan akibat pemanasan yang berulang-
ulang dapat menimbulkan gejala keracunan antara lain iritasi saluran
pencernaan, pembengkaan organ tubuh, diare, kanker dan depresi
pertumbuhan. Selain itu akan timbul rasa tengik akibat oksidasi yang
pengaruhnya tidak diharapkan pada bahan pangan yang digoreng. Pengaruh
tersebut antara lain mengakibatkan kerusakan gizi, tekstur dan cita rasa
(Muchtadi, 1989).
Pemakaian minyak goreng secara berulang dengan suhu yang tinggi
akan mengalami perubahan sifat fisikokimia (kerusakan minyak). Indikator
kerusakan minyak antara lain adalah angka peroksida dan asam lemak bebas.
Angka peroksida menunjukkan banyaknya kandungan peroksida di dalam
minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Asam lemak bebas
menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak yang
rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis (Sudarmadji,1982).
Tingginya angka peroksida dan angka asam dapat mempercepat proses
timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan.
Minyak goreng yang demikian sudah tidak layak untuk dikonsumsi karena
dapat menyebabkan penyakit seperti kanker, menyempitnya pembuluh darah,
dan gatal pada tenggorokan (Ketaren, 1986).
Oleh karena itu, dalam praktikum ini akan dipelajari perubahan-
perubahan yang terjadi pada minyak goreng yang dipakai berulang-ulang pada
penggorengan berbagai jenis makanan.
B. Tujuan
Mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada minyak goreng pada
berbagai cara penggorengan bahan makanan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Minyak
Minyak merupakan bahan cair dikarenakan rendahya kandungan asam
lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang
memiliki satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya, sehingga
mempunyai titik lebur yang rendah (Winarno, 1995). Minyak nabati pada
umumnya sebagian besar mengandung asam palmitat, asam sterat, asam oleat, dan
asam linoleat, kecuali minyak kelapa dan minyak kelapa sawit yang banyak
mengandung asam lemak-jenuh rantai sedang (C8–C14) (Almatsier, 2009).
Jenis asam lemak yang berikatan akan menentukan bentuk padat atau cair.
Berdasarkan struktur kimianya asam lemak dibagi menjadi dua, yaitu :
A. Asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA) (Gaman et al., 1994)
Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap
pada atom karbon.Asam lemak yang bersifat jenuh juga merupakan asam lemak
dengan rantai tunggal.Asam lemak jenuh biasanya terdapat dalam minyak atau
lemak yang berasal dari hewan.Asam lemak jenuh seperti asam laurat, asam
miristrat, asam palmitat, dan asam stearat ini yang dapat menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah yang fatalnya menyebabkan serangan stroke.
B. Asam lemak tidak jenuh ( Unsaturated Fatty Acid/ UFA) (Gaman et al., 1994)
Asam lemak tidak jenuh yaitu, bila rantai hidrokarbonnya tidak dijenuhi oleh
hidrogen dan karena itu mempunyai satu ikatan rangkap atau lebih.Asam lemak
tidak jenuh mudah rusak apabila terkena panas tetapi sangat bermafaat bagi
kesehatan.Contoh asam lemak tidak jenuh yaitu linoleat, linolenat, dan arakidonat
yang mempunyai fungsi mencegah terjadinya arterosklerosis atau mencegah
penyumbatan pembuluh darah.
2. Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau
lemak hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya
digunakan untuk menggoreng bahan makanan. Sedangkan menurut SNI (2013)
minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida yang
berasal dari bahan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk
hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses rafinasi atau pemurnian yang
digunakan untuk menggoreng. Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas,
penambah rasa gurih dan penambah nilai kalori bahan pangan (Ketaren, 1986;
Winarno, 1995).
Minyak yang dipakai menggoreng adalah minyak yang tergolong dalam
kelompok non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan membentuk lapisan keras
bila dibiarkan mengering di udara, contohnya adalah minyak sawit (Ketaren,
1986). Sistem menggoreng bahan pangan ada 2 macam, yaitu sistem ; 1) gangsa
(pan frying), dan 2) menggoreng biasa (deep frying). Proses gangsa (pan frying)
dapat menggunakan lemak atau minyak dengan titik asap yang lebih rendah,
karena suhu pemanasan umumnya lebih rendah dari suhu pemansan pada metode
deep frying. Ciri khas dari proses “gangsa” ialah karena bahan pangan yang
digoreng tidak sampai terendam dalam minyak (Ketaren, 1986).
Sedangkan metode deep frying, merupakan sistem menggoreng yang
paling umum digunakan untuk mengolah makanan, dikarenakan sistem
menggoreng ini yang cepat, dengan bahan makanan secara langsung terendam di
dalam medium minyak panas, sehingga menghasilkan tekstur dan flavor produk
yang diinginkan (Sunisa et al., 2011). Proses deep fat frying biasanya berlangsung
pada suhu tinggi (antara 200-205oC) (Ketaren, 1986).
Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu
minyak adalah asam lemaknya karena asam lemak menentukan sifat kimia dan
stabilitas minyak.Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu
pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang menimbulkan rasa gatal pada
tenggorokan.Akrolein terbentuk dari hidrasi gliserol. Titik asap suatu minyak
goreng tergantung pada kadar gliserol bebasnya. Menurut winarno yang dikutip
dari Jonarson (2004) makin tinggi kadar gliserol makin rendah titik asapnya,
artinya minyak tersebut makin cepat berasap. Makin tinggi titik asapnya, makin
baik mutu minyak goreng itu.
3. Nilai Gizi Minyak
Lemak dan minyak merupakan sumber energi paling padat, yang
menghasilkan 9 kilo kalori untuk tiap gram, yaitu 21/2 kali besar energi yang
dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama. Sebagai
simpanan lemak, lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar. Simpanan
ini berasal dari konsumsi berlebihan salah satu atau kombinasi zat-zat energi:
karbohidrat, lemak, protein. Lemak tubuh pada umumnya disimpan sebagai
berikut: 50% dijaringan bawah kulit (subkutan), 45% disekeliling organ dalam
rongga perut, dan 5% dijaringan intramuskular. Lapisan lemak di bawah kulit
mengisolasi tubuh dan mencegah kehilangan panas tubuh secara cepat, dan
demikian lemak berfungsi juga dalam memelihara suhu tubuh. Lapisan lemak
yang menyelubungi organ organ tubuh, seperti jantung, hati, dan ginjal membantu
menahan organ-organ tersebut tetap ditempatnya dan melindunginya terhadap
beturan dan bahaya lain (Almatsier, 2009).
Minyak dan lemak berperan sangat penting dalam gizi kita terutama
karena merupakan sumber energi, cita rasa, serta sember vitamin A, D, E, dan K.
Manusia dapat digolongkan makhluk omnivora, artinya makanannya terdiri dari
bahan hewani maupun nabati, karena itu dapat menerima minyak dan lemak dari
berbagai sumber baik ternak maupun tanaman (Winarno, 1995).
WHO menganjurkan mengkonsumsi lemak untuk orang dewasa minimum
20% dari energi total (sekitar 60 gram/hari). Konsumsi lemak total perhari yang
dianjurkan maksimal sebesar 30% dari energi total, terdiri dari 10% asam lemak
jenuh (SFA), 10% asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) dan 10% asam lemak
tidak jenuh jamak (PUFA) (Anonim, 2010).
4. Bilangan Asam
Bilangan asam digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang
terdapat dalam minyak dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau
campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH
0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam
1 gram minyak atau lemak
Jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak dapat
menunjukkan kualitas minyak, dimana semakin tinggi nilai asam lemak bebas
maka semakin turun kualitas. Adanya asam lemak bebas pada minyak disebabkan
karena minyak mengalami proses hidrolisis. Hidrolisis trigliserida dalam minyak
akan menghasilkan komponen asam lemak dan monogliserida. Pada tahap akhir
akan menghasilkan gliserol dan asam lemak.(Winarno, 2004). Konstituen yang
dapat menghidrolisis minyak diantaranya yaitu air dan enzim. Tingkat hidrolisis
minyak yang tinggi akan menyebabkan tingginya kadar asam lemak bebas
minyak. Tingkat hidrolisis minyak yang tinggi tersebut disebabkan oleh besarnya
jumlah konstituen penghidrolisis minyak, yaitu jumlah air yang cukup tinggi atau
tingginya aktivitas enzime lipase dalam minyak. Oksidasi komponen-komponen
minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat membentuk gugus asam
karboksilat sehingga akan menambah nilai bilangan asam suatu lemak atau
minyak.
5. Angka Peroksida
Angka peroksida atau bilangan peroksida merupakan nilai terpenting untuk
menentukan derajat kerusakan pada minyak lemak dan lemak. Asam lemak tidak
jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk
peroksida. Adanya peroksida dapat ditentukan secara iodometri. Angka peroksida
dinyatakan sebagai banyaknya mili-ekivalen peroksida dalam setiap 1000 g (1
kilogram) minyak, lemak dan senyawa-senyawa lain (Abdul Rohman, 2007).
Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah
mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti
menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa
disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju
degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami
degradasi dan bereaksi dengan zat lain (Raharjo, 2006).
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen
diambil dari senyawa oleofin menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan
logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang
terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat
mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan
radikal bebas yang baru ( deMan, 1999; Ericson, 2002).
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat:
1. Wajan 7. Filler
2. Kompor 8. Pipet
3. Cawan 9. Kalkulator
4. Sendok 10. Sokhlet/pendingin balik
5. Timbangan 11. Aluminium foil
6. Labu erlenmeyer
Bahan:
1. Kerupuk 9. Akuades
2. Tempe 10. Alkohol 95% netral
3. Ayam 11. Larutan KOH standar 0,1 N
4. Tahu 12. Indikator PP
5. Ubi 13. Larutan asam-asetat khloroform
6. Ikan 14. Larutan jenuh KI
7. Minyak goreng baru 15. Na2S2O3 0,1 N
8. Larutan pati 1%
B. Prosedur Kerja
1. Bilangan Asam
Ditimbang ± 6 g minyak, dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambah
15 ml alkohol 95% netral. Setelah ditutup dengan pendingin balik,
dipanaskan sampai mendidih dan digojog kuat-kuat untukmelarutkan asam
lemak bebasnya.
Perhitungan:
Angka asam = ml KOH x N KOH x56,1
berat bahan(g)
2. Angka Peroksida
Setelah dingin, larutan lemak dititrasi dengan 0,1 N larutan KOH standar
memakai 3 tetes indikator PP. Akhir titrasi tercapai apabila terbentuk
warna merah muda yang tidak hilang selama ½ menit. Apabila cairan yang
dititrasi berwarna gelap dapat ditambahkan pelarut yang cukup banyak dan
atau dipakai bromothymol-blue sampai berwarna biru.
Angka asam dinyatakan sebagai mg KOH yang dipakai untuk menetralkan
asam lemak bebas dalam 1 g lemak atau minyak.
Ditimbang 5 ± 0,05 g contoh dalam 250 ml erlenmeyer bertutup dan
ditambahkan 30 ml larutan asam-asetat khloroform (3:2). Digoyangkan
larutan sampai bahan terlarut semua.
Ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh.
Didiamkan selama 1 menit dengan kadangkala digoyang kemudian
ditambahkan 30 ml akuades.
Dititrasi dengan 0,1 N Na2S2O3sampai warna kuning hampir hilang.
Ditambahkan 0,5 ml larutan pati 1%. Dilanjutkan titrasi sampai warna biru
mulai hilang.
Perhitungan:
Angka peroksida = ml Na2 S2 O3 x N thio x 1000
berat contoh(g)
Angka peroksida dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida dalam
setiap 1000 g contoh.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Angka Peroksida
No. Sampel MinyakBerat Awal (g) ml KOH
I II III I II III
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Segar
Bekas penggorengan kerupuk
Bekas penggorengan tempe
Bekas penggorengan ayam
Bekas penggorengan tahu
Bekas penggorengan ubi
Bekas penggorengan ikan
5,02
5,05
5,0
5,01
5,10
5,0
5,02
-
5,23
5,10
5,01
5,20
5,02
5,04
-
5,07
5,17
5,02
5,01
5,05
5,06
0,33
0,57
0,22
0,56
0,7
0,81
0,75
-
0,99
0,33
0,7
1,3
1,3
1,7
-
1,05
0,38
2,0
1,93
0,3
2,5
Perhitungan
Rumus: Angka peroksida = ml Na2 S2 O3 x N thio x 1000
berat contoh(g)
- Sampel minyak segar
0,33 x0,1 x10005,02 = 6,57
mlg
- Sampel minyak bekas penggorengan kerupuk
Goreng 1x
0,5 x0,1 x10005,05
= 11,2 mlg
Goreng 2x
0,99 x0,1 x10005,23
= 18,9 mlg
Goreng 3x
1,05 x 0,1 x10005,07
= 20,71 mlg
- Sampel minyak bekas penggorengan tempe
Goreng 1x
0,22 x 0,1 x10005,0
= 4,4mlg
Goreng 2x
0,33 x0,1 x10005,10
= 6,47mlg
Goreng 3x
0,38 x0,1 x10005,17
= 7,35mlg
- Sampel minyak bekas penggorengan ayam
Goreng 1x
0,56 x0,1 x10005,01
= 11,17mlg
Goreng 2x
0,7 x0,1 x10005,01
= 13,97mlg
Goreng 3x
2,0 x 0,1 x10005,02
= 39,8mlg
- Sampel minyak bekas penggorengan tahu
Goreng 1x
0,7 x0,1 x10005,10
= 13,47mlg
Goreng 2x
1,3 x 0,1 x10005,20
= 25mlg
Goreng 3x
1,93 x 0,1 x10005,01
= 37,84mlg
- Sampel minyak bekas penggorengan ubi
Goreng 1x
0,81 x 0,1 x10005,0
= 16,2mlg
Goreng 2x
1,3 x 0,1 x10005,02
= 25,89mlg
Goreng 3x
0,3 x0,1 x10005,05
= 5,94mlg
- Sampel minyak bekas penggorengan ikan
Goreng 1x
0,22 x 0,1 x10005,0
= 4,4mlg
Goreng 2x
0,33 x0,1 x10005,10
= 6,47mlg
Goreng 3x
0,38 x0,1 x10005,17
= 7,35mlg
2. Angka Asam
No. Sampel MinyakBerat Awal (g) ml KOH
I II III I II III
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Segar
Bekas penggorengan kerupuk
Bekas penggorengan tempe
Bekas penggorengan ayam
Bekas penggorengan tahu
Bekas penggorengan ubi
Bekas penggorengan ikan
6,02
6,05
6,06
6,05
6,06
6,01
6,01
-
5,97
6,16
6,11
6,23
6,0
6,0
-
6,23
6,03
6,02
6,06
6,03
6,0
0,2
3
1,0
0,14
0,1
0,2
0,48
-
0,4
0,78
0,05
0,03
0,1
0,24
-
0,1
0,4
0,02
0,02
0,08
0,15
Perhitungan
Rumus: Angka asam = ml KOH x N KOH x56,1
berat contoh(g)
- Sampel minyak segar
0,2 x 0,1 x56,16,02 = 0,19
mlg
- Sampel minyak bekas penggorengan kerupuk
Goreng 1x
3 x 0,1 x56,16,05
= 2,78mlg
Goreng 2x
0,4 x 0,1 x 56,15,97
= 0,376 mlg
Goreng 3x
0,1 x 0,1 x56,16,23 = 0,09
mlg
- Sampel minyak bekas penggorengan tempe
Goreng 1x
1,0 x 0,1 x56,16,06 = 0,925
mlg
Goreng 2x
0,78 x0,1 x56,16,16
= 0,71 mlg
Goreng 3x
0,4 x 0,1 x 56,16,03 = 0,37
mlg
- Sampel minyak bekas penggorengan ayam
Goreng 1x
0,14 x 0,1 x56,16,05 = 0,13
mlg
Goreng 2x
0,05 x0,1 x56,16,11
= 0,05mlg
Goreng 3x
0,02 x 0,1 x56,16,02 = 0,02
mlg
- Sampel minyak bekas penggorengan tahu
Goreng 1x
0,1 x 0,1 x56,16,06
= 0,092mlg
Goreng 2x
0,03 x0,1 x56,16,23
= 0,027mlg
Goreng 3x
1,93 x 0,1 x56,15,01
= 0,018mlg
- Sampel minyak bekas penggorengan ubi
Goreng 1x
0,2 x 0,1 x56,16,01 = 0,186
mlg
Goreng 2x
0,1 x 0,1 x56,16,0
= 0,093 mlg
Goreng 3x
0,08 x0,1 x56,16,03 = 0,074
mlg
- Sampel minyak bekas penggorengan ikan
Goreng 1x
0,48 x0,1 x56,16,01 = 0,45
mlg
Goreng 2x
0,24 x 0,1 x56,16,0
= 0,224 mlg
Goreng 3x
0,15 x0,1 x56,16,0 = 0,14
mlg
3. Kandungan Peroksida dan Bilangan Asam
No. Sampel MinyakPeroksida (ml/g) Angka asam (ml/g)
I II III I II III
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Segar
Bekas penggorengan kerupuk
Bekas penggorengan tempe
Bekas penggorengan ayam
Bekas penggorengan tahu
Bekas penggorengan ubi
Bekas penggorengan ikan
6,57
11,2
4,4
11,17
13,47
16,2
14,95
-
18,9
6,47
13,97
25
25,89
33,73
-
20,71
7,35
39,8
37,84
5,94
49,4
0,19
2,78
0,925
0,13
0,092
0,186
0,45
-
0,376
0,71
0,05
0,027
0,093
0,224
-
0,09
0,37
0,02
0,018
0,074
0,14
B. Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian kandungan angka asam dan
peroksida dalam minyak kelapa dengan perlakuan penggorengan berulang
sampai 3 kali dan pada berbagai jenis makanan. Bilangan asam adalah ukuran
dari jumlah asam lemak bebas serta dihitung berdasarkan berat molekul dari
asam lemak atau campuran asam lemak. Asam lemak bebas merupakan fraksi
bukan lemak yang dapat mempengaruhi kualitas minyak. Asam lemak bebas
terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisis enzim selama pengolahan dan
penyimpanan. Proses kerusakan minyak dapat terjadi karena pemanasan yang
mengakibatkan perubahan susunan kimiawi karena terurainya trigliserida
menjadi gliserol dan asam-asam lemak (Riyanti, 2011).
Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan
kedalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling besar
jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat ketidak
jenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan iod (iodine value), maka
minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying oils karena
bilangan iod minyak tersebut berkisar antara 7,5 hingga 10,5 (Ketaren, 1986).
Sampel minyak yang digunakan dalam praktikum ini adalah minyak
bekas penggorengan kerupuk, tempe, ayam, tahu, ubi, dan ikan. Sedangkan
sebagai kontrolnya digunakan sampel minyak segar. Mula-mula praktikan
menyiapkan minyak goreng segar yang masih baru pada cawan sebagai
sampel kontrol. Lalu disiapkan pula minyak goreng baru pada wajan dan
digunakan untuk menggoreng kerupuk kemudian diambil sampel minyaknya.
Selanjutnya minyak goreng tersebut digunakan lagi untuk menggoreng
kerupuk kedua kalinya, diambil sampel minyaknya. Setelah itu, minyak
goreng tersebut digunakan lagi untuk menggoreng kerupuk yang ketiga
kalinya dan diambil sampel minyaknya. Dilakukan lagi prosedur
penggorengan tersebut untuk tempe, ayam, tahu, ubi, dan ikan. Sehingga
didapatkan sampel sebanyak 19 sampel minyak yang akan diuji angka asam
dan peroksidanya.
Pada proses penggorengan yang menggunakan energi panas
menimbulkan berbagai perubahan yang terjadi pada minyak dan
menghasilkan komponen flavor. Perubahan sifat fisiko kimia akibat
pemanasan ini mengakibatkan terjadinya kerusakan pada minyak dan
menurunkan mutu produk gorengnya (Febriansyah,2007). Pembentukan asam
lemak bebas dalam minyak goreng bekas diakibatkan oleh proses hidrolisis
yang terjadi selama proses penggorengan. Uap air yang dihasilkan pada saat
proses penggorengan, menyebabkan terjadinya hidrolisis terhadap trigliserida,
menghasilkan asam lemak bebas, digliserida, monogliserida, dan gliserol
yang diindikasikan dari angka asam (Mardinata P, 2012).
Untuk pengujian angka asam, masing-masing sampel minyak ditimbang
± 6 g, dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambah 15 ml alkohol 95%
netral kemudian ditutup dengan pendingin balik. Penambahan alkohol
ditujukan untuk melarutkan minyak dalam sampel agar dapat bereaksi dengan
basa alkali. Setelah itu dipanaskan sampai mendidih dan digojog kuat-kuat
yang bertujuan untuk melarutkan asam lemak bebasnya. Sampel dibiarkan
hingga dingin, selanjutnya sampel dititrasi dengan 0,1 N larutan KOH standar
memakai 3 tetes indikator PP. KOH berfungsi untuk melarutkan asam lemak
hasil hidrolisis agar mempermudah reaksi dengan basa. Akhir titrasi tercapai
apabila terbentuk warna merah muda yang tidak hilang selama ½ menit.
Banyaknya mg KOH yang dipakai dalam titrasi ini digunakan dalam
perhitungan untuk menentukan jumlah angka asam yang terbentuk dalam 1 g
lemak atau minyak.
Sedangkan untuk pengujian angka peroksida, sampel minyak ditimbang
sebanyak 5 ± 0,05 g dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml ditutup
dengan aluminium foil dan ditambahkan 30 ml larutan asam-asetat
khloroform dengan perbandingan 3:2. Digoyangkan larutan sampai bahan
terlarut semua dan ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh. Kemudian
didiamkan selama 1 menit dengan sesekali digoyang lalu ditambah 30 ml
akuades. Dititrasi dengan 0,1 N Na2S2O3 sampai warna kuning hampir hilang
setelah itu ditambah 0,5 ml larutan pati 1%. Dilanjutkan titrasi sampai warna
biru mulai hilang. Angka peroksida dinyatakan dalam mili-equivalen dari
peroksida dalam setiap 1000 g contoh.Dengan perhitungan sebagai berikut:
Angka peroksida = ml Na2 S2 O3 x N thio x 1000
berat contoh(g)
A. Angka Asam
Menurut SNI 01-3394-1998 kadar asam lemak bebas pada minyak
kelapa adalah sebesar 0,2 ml/g. Hasil pengujian pada sampel minyak segar,
didapatkan bahwa angka asam sebesar 0,19 ml/g, hasil ini tidak berbeda jauh
dengan ketentuan dari SNI.
Irawan G. (2013) mengatakan bahwa pemanasan dan pemanasan
berulang dapat meningkatkan pembentukan angka asam. Karena perlakuan
panas pada proses produksi, didapatkan bahwa bilangan asam, bilangan
penyabunan, bilangan peroksida mengalami peningkatan seiring dengan
peningkatan suhu dan peningkatan waktu pemanasan, sedangkan bilangan iod
akan mengalami penurunan (Kelana R, 2008).
Kenaikan asam lemak bebas dan penurunan kualitas minyak
dikarenakan pemanasan pada proses produksi. Semakin tinggi suhu dan
waktu pemanasan maka semakin tinggi pula kenaikan bilangan asam. Begitu
juga pada proses penggorengan, semakin banyak penggorengan berulang,
maka kadar asam lemaknya semakin tinggi. Hal ini dapat menurunkan
kualitas minyak. Pada tahap penyimpanan, yang menjadi alasan kenaikan
asam lemak bebas karena adanya intensitas kontak dengan cahaya dan
oksigen.
Sampel minyak bekas penggorengan kerupuk
Kerupuk digoreng sebanyak tiga kali dengan menggunakan minyak
goreng yang sama. Setiap kerupuk selesai digoreng, sampel minyak diambil,
sehingga didapatkan tiga sampel minyak bekas penggorengan kerupuk yang
ke-1, ke-2, dan ke-3. Berdasarkan uji angka asam yang dilakukan oleh
praktikan, didapatkan hasil bahwa minyak yang memiliki angka asam
tertinggi hingga terendah secara berurutan, yaitu sampel minyak ke-1 sebesar
2,78 ml/g, ke-2 sebesar 0,376 ml/g, dan diikuti oleh sampel ke-3 sebesar 0,09
ml/g.
Hasil pengujian angka asam terhadap minyak bekas penggorengan
kerupuk menunjukkan bahwa angka asam terbesar diperoleh pada sampel
minyak bekas penggorengan kerupuk pertama, yaitu sebesar 2,78 ml/g, hasil
tersebut juga menjadi angka asam terbesar dari seluruh sampel minyak yang
diujikan pada praktikum ini. Namun, hasil tersebut berbanding terbalik
dengan literatur yang ada yang menyatakan bahwa seharusnya semakin
singkat pemanasan, maka angka asam yang terbentuk akan semakin rendah.
Apabila dibandingkan dengan kontrol, angka asam tertinggi pada
pengujian sampel ini jauh diatas dari angka asam minyak segar dan juga
sangat jauh dari ketentuan asam lemak bebas yang diperbolehkan oleh SNI,
sehingga kerupuk yang dihasilkan dinyatakan tidak aman untuk dikonsumsi.
Sampel minyak bekas penggorengan tempe
Tempe digoreng sebanyak tiga kali dengan menggunakan minyak
goreng yang sama. Setiap tempe selesai digoreng, sampel minyak diambil,
sehingga didapatkan tiga sampel minyak bekas penggorengan tempe yang ke-
1, ke-2, dan ke-3. Berdasarkan uji angka asam yang dilakukan oleh praktikan,
didapatkan hasil bahwa minyak yang memiliki angka asam tertinggi hingga
terendah secara berurutan, yaitu sampel minyak ke-1 sebesar 0,927 ml/g, ke-2
sebesar 0,71 ml/g, dan diikuti oleh sampel ke-3 sebesar 0,37 ml/g.
Irawan G. (2013) mengatakan bahwa pemanasan dan pemanasan
berulang dapat meningkatkan pembentukan angka asam. Berdasarkan
literatur tersebut, dapat disimpulkan bahwa seharusnya sampel minyak ketiga
yang memiliki angka asam tertinggi, bukan sampel minyak pertama.
Ketidaksesuaian hasil praktikum dengan literatur dapat terjadi akibat
ketidaktelitian praktikan selama praktikum khususnya ketika melakukan
titrasi.
Apabila dibandingkan dengan kontrol, angka asam tertinggi pada
pengujian sampel ini melebihi angka asam minyak segar dan juga angka asam
yang diperbolehkan menurut SNI, sehingga tempe yang dihasilkan dinyatakan
tidak aman untuk dikonsumsi.
Sampel minyak bekas penggorengan ayam
Ayam digoreng sebanyak tiga kali dengan menggunakan minyak
goreng yang sama. Setiap ayam selesai digoreng, sampel minyak diambil,
sehingga didapatkan tiga sampel minyak bekas penggorengan ayam yang ke-
1, ke-2, dan ke-3. Berdasarkan uji angka asam yang dilakukan oleh praktikan,
didapatkan hasil bahwa minyak yang memiliki angka asam tertinggi hingga
terendah secara berurutan, yaitu sampel minyak ke-1 sebesar 0,13 ml/g, ke-2
sebesar 0,05 ml/g, dan diikuti oleh sampel ke-3 sebesar 0,02 ml/g.
Angka asam tertinggi diperoleh pada sampel minyak bekas
penggorengan ayam pertama, hal tersebut bertentangan dengan literatur.
Proses penggorengan menyebabkan minyak menjadi mudah rusak karena
selama proses penggorengan, minyak akan dipanaskan secara terus menerus
pada suhu tiggi serta terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yang
memudahkan terjadinya oksidasi pada minyak (Sartika, 2009).
Apabila dibandingkan dengan kontrol, angka asam tertinggi pada
pengujian sampel ini masih dibawah angka asam kontrol dan jumlah asam
lemak bebas yang diperbolehkan oleh SNI, sehingga dapat dikatakan ayam
hasil penggorengan tersebut masih aman untuk dikonsumsi.
Sampel minyak bekas penggorengan tahu
Tahu digoreng sebanyak tiga kali dengan menggunakan minyak
goreng yang sama. Setiap tahu selesai digoreng, sampel minyak diambil,
sehingga didapatkan tiga sampel minyak bekas penggorengan ayam yang ke-
1, ke-2, dan ke-3. Berdasarkan uji angka asam yang dilakukan oleh praktikan,
didapatkan hasil bahwa minyak yang memiliki angka asam tertinggi hingga
terendah secara berurutan, yaitu sampel minyak ke-1 sebesar 0,092 ml/g, ke-2
sebesar 0,027 ml/g, dan diikuti oleh sampel ke-3 sebesar 0,018 ml/g.
Menurut Herlina (2002), angka asam menunjukkan banyaknya asam
lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak atau minyak. Berdasarkan
praktikum, angka asam tertinggi dihasilkan oleh sampel minyak bekas
penggorengan tahu pertama sedangkan angka asam terkecil diperoleh oleh
sampel minyak bekas penggorengan tahu ketiga. Seharusnya asam lemak
bebas pada sampel bekas penggorengan pertama lebih kecil dibandingkan
sampel kedua dan ketiga karena semakin banyaknya asam lemak bebas
menunjukkan kualitas minyak yang semakin menurun.
Apabila hasil pengujian angka asam terhadap seluruh sampel
dibandingkan, maka sampel minyak bekas penggorengan tahu ketiga
memiliki angka asam terkecil, yaitu sebesar 0,018 ml/g dibandingkan dengan
18 sampel lainnya dan merupakan angka asam terdekat dengan hasil sampel
minyak segar, yaitu sebesar 0,19 ml/g. Apabila angka asam terbesar yang
dihasilkan dibandingkan dengan angka asam minyak segar, angka asam
sampel ini masih sangat jauh dibawah batasan angka asam yang ditentukan
oleh SNI sehingga sampel minyak tersebut dapat dikatakan merupakan
sampel minyak terbaik dibandingkan sampel minyak lainnya.
Sampel minyak bekas penggorengan ubi
Ubi digoreng sebanyak tiga kali dengan menggunakan minyak goreng
yang sama. Setiap ubi selesai digoreng, sampel minyak diambil, sehingga
didapatkan tiga sampel minyak bekas penggorengan ayam yang ke-1, ke-2,
dan ke-3. Berdasarkan uji angka asam yang dilakukan oleh praktikan,
didapatkan hasil bahwa minyak yang memiliki angka asam tertinggi hingga
terendah secara berurutan, yaitu sampel minyak ke-1 sebesar 0,186 ml/g, ke-2
sebesar 0,093 ml/g, dan diikuti oleh sampel ke-3 sebesar 0,074 ml/g.
Apabila dibandingkan dengan kontrol, angka asam tertinggi pada
pengujian sampel ini hampir mendekati angka asam yang diperbolehkan oleh
SNI, namun masih berada dibawahnya sehingga masih layak untuk digunakan
dan hasil penggorengannya masih aman untuk dikonsumsi.
Sampel minyak bekas penggorengan ikan
Ikan digoreng sebanyak tiga kali dengan menggunakan minyak goreng
yang sama. Setiap ikan selesai digoreng, sampel minyak diambil, sehingga
didapatkan tiga sampel minyak bekas penggorengan ayam yang ke-1, ke-2,
dan ke-3. Berdasarkan uji angka asam yang dilakukan oleh praktikan,
didapatkan hasil bahwa minyak yang memiliki angka asam tertinggi hingga
terendah secara berurutan, yaitu sampel minyak ke-1 sebesar 0,45 ml/g, ke-2
sebesar 0,224 ml/g, dan diikuti oleh sampel ke-3 sebesar 0,14 ml/g.
Apabila dibandingkan dengan kontrol, angka asam tertinggi pada
pengujian sampel berada di atas angka asam minyak segar dan juga melebihi
dari ketentuan asam lemak bebas yang diperbolehkan oleh SNI, sehingga
kerupuk yang dihasilkan dinyatakan tidak aman untuk dikonsumsi.
B. Angka Peroksida
Hasil pengamatan terhadap angka peroksida menunjukkan
kecenderungan meningkat dengan semakin banyaknya pengulangan
penggorengan. Pengulangan penggorengan pada suhu tinggi akan
mempengaruhi mutu kimia dan organoleptik minyak goreng. Cita rasa
makanan yang digoreng akan dipengaruhi oleh kualitas minyak goreng, bahan
dan proses penggorengan. Deep frying menurunkan asam lemak tak jenuh
pada minyak dan meningkatkan buih, warna, viskositas, densitas, panas
spesifik dan kandungan asam lemak bebas, komponen polar dan komponen
polimerik (Choe and Min, 2007).
Selain meningkatnya angka peroksida, selama proses penggorengan
juga telah terjadi perubahan-perubahan komponen dalam minyak.
Komponen-komponen yang terbentuk karena reaksi oksidasi maupun
hidrolisis yang berpengaruh terhadap sifat organoleptik minyak maupun
bahan yang digoreng.
Sampel minyak penggorengan kerupuk
Penggorengan kerupuk dilakukan sebanyak tiga kali dengan
menggunakan minyak goreng yang sama, semakin banyak penggorengan
maka angka peroksida yang dihasilkan pun semakin tinggi. Hal tersebut
dapat dilihat dari hasil pengukuran sampel minyak goreng kontrol yaitu
sebesar 6,5 ml/g, mengalami peningkatan pada penggorengan kerupuk
pertama dihasilkan angka peroksida sebesar 11,2 ml/g; penggorengan
kerupuk yang kedua sebesar 18,9 ml/g; dan penggorengan kerupuk yang
ketiga sebesar 20,71 ml/g. Pemakaian minyak goreng berkali-kali (lebih
dari 2 kali)akan meningkatkan angka peroksida, hal tersebut sesuai dengan
literatur yang ada.
Sampel minyak penggorengan tempe
Hasil pengukuran sampel minyak goreng kontrol yaitu sebesar 6,5
ml/g, sedangkan pada penggorengan tempe pertama dihasilkan angka
peroksida sebesar 4,4 ml/g; penggorengan kerupuk yang kedua sebesar
6,47 ml/g; dan penggorengan kerupuk yang ketiga sebesar 7,35 ml/g.
Dibandingkan dengan literatur dari hasil penelitian Alyas et al.
(2006) menunjukkan peningkatan bilangan peroksida yang signifikan
dengan meningkatnya suhu dan waktu penggorengan. Namun pada
praktikum, hasil pengukuran menunjukkan angka peroksida pada minyak
goreng kontrol lebih besar jumlahnya dibandingkan minyak goreng bekas
penggorengan tempe yang pertama dan kedua. Hal ini mungkin
disebabkan karena ketidaktelitian praktikan saat melakukan titrasi pada
pengukuran angka peroksida.Seharusnya semakin banyak penggorengan
maka angka peroksida yang dihasilkan semakin besar.
Sampel minyak penggorengan ayam
Penggorengan ayam dilakukan sebanyak tiga kali dengan
menggunakan minyak goreng yang sama, semakin banyak penggorengan
maka angka peroksida yang dihasilkan pun semakin tinggi. Hal tersebut
dapat dilihat dari hasil pengukuran sampel minyak goreng kontrol yaitu
sebesar 6,5 ml/g, mengalami peningkatan pada penggorengan ayam
pertama dihasilkan angka peroksida sebesar 11,7 ml/g; penggorengan
kerupuk yang kedua sebesar 13,97 ml/g; dan penggorengan kerupuk yang
ketiga sebesar 39,8 ml/g. Pemakaian minyak goreng berkali-kali (lebih
dari 2 kali) akan meningkatkan angka peroksida, hal tersebut sesuai
dengan literatur yang ada.
Sampel minyak penggorengan tahu
Penggorengan tahu dilakukan sebanyak tiga kali dengan
menggunakan minyak goreng yang sama, semakin banyak penggorengan
maka angka peroksida yang dihasilkan pun semakin tinggi. Hal tersebut
dapat dilihat dari hasil pengukuran sampel minyak goreng kontrol yaitu
sebesar 6,5 ml/g, mengalami peningkatan pada penggorengan tahu pertama
dihasilkan angka peroksida sebesar 13,47 ml/g; penggorengan kerupuk
yang kedua sebesar 25 ml/g; dan penggorengan kerupuk yang ketiga
sebesar 37,84 ml/g. Pemakaian minyak goreng berkali-kali (lebih dari 2
kali)akan meningkatkan angka peroksida, hal tersebut sesuai dengan
literatur yang ada.
Sampel minyak penggorengan ubi
Hasil pengukuran sampel minyak goreng kontrol yaitu sebesar 6,5
ml/g, sedangkan pada penggorengan ubi pertama dihasilkan angka
peroksida sebesar 16,2 ml/g; penggorengan kerupuk yang kedua sebesar
25,89 ml/g; dan penggorengan ubi yang ketiga sebesar 5,94 ml/g. Pada
penggorengan ubi yang ketiga mengalami penurunan angka peroksida
yaitu sebesar 5,94 ml/g, jumlahnya lebih kecil dibandingkan penggorengan
pertama dan kedua, serta jika dibandingkan dengan sampel minyak goreng
kontrol. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang ada, maka kesalahan
dimungkinkan karena ketidaktelitian praktikan saat melakukan titrasi.
Sampel minyak penggorengan ikan
Penggorengan ikan dilakukan sebanyak tiga kali dengan
menggunakan minyak goreng yang sama, semakin banyak penggorengan
maka angka peroksida yang dihasilkan pun semakin tinggi. Hal tersebut
dapat dilihat dari hasil pengukuran sampel minyak goreng kontrol yaitu
sebesar 6,5 ml/g, mengalami peningkatan pada penggorengan ikan pertama
dihasilkan angka peroksida sebesar 14,95 ml/g; penggorengan kerupuk
yang kedua sebesar 33,73 ml/g; dan penggorengan kerupuk yang ketiga
sebesar 49,4 ml/g. Pemakaian minyak goreng berkali-kali (lebih dari 2
kali)akan meningkatkan angka peroksida, hal tersebut sesuai dengan
literatur yang ada.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan pengujian angka asam dari seluruh sampel minyak yang
diujikan dapat disimpulkan bahwa sampel minyak bekas penggorengan
pertama kerupuk, tempe, dan ikan memiliki angka asam lebih besar dari
kontrol dan batas aman SNI, hal tersebut bertentangan dengan literatur
yang menyatakan bahwa angka asam meningkat seiring dengan
penggunaan minyak berulang kali.
2. Berdasarkan pengujian angka peroksida dari seluruh sampel minyak yang
diujikan dapat disimpulkan bahwa minyak goreng yang dipakai berulang
kali akan meningkatkan angka peroksida, hasil yang diperoleh dari
praktikum sesuai dengan literatur, dibuktikan dari angka peroksida
tertinggi diperoleh oleh sampel minyak bekas penggorengan ketiga pada
masing-masing sampel.
B. Saran
1. Praktikan harus lebih teliti dan hati-hati selama mengerjakan praktikum
terutama pada saat meakukan titrasi agar hasil yang diperoleh akurat dan
tepat.
2. Selama mengerjakan praktikum, praktikan harus lebih cermat dalam
melakukan tiap tahap prosedur agar hasil yang diperoleh sesuai dengan
yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rohman dan Sumantri. 2007.Analisis Makanan. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Alyas, S.A., Abdullah, A., Idris, N.A. 2006.Change of β-Carotene Content DuringHeating of Red Palm Olein. Journal of Oil Research (Special Issue-April 2009), p.99-120.
deMan, M.J, 1999. Principles of Food Chemistry.Third Edition. Aspen Publicher, Inc. Gaithersburg, Maryland.
Ericson, M.C., 2002 Lipid Oxidation of Muscle Foods dalam Akoh.C.C., and Min.B.D. 2002. Food Lipid: Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. 2nd Ed. Marcel Dekker Inc.New York-Basel.
Febriansyah, Reza. (2007). “Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang danAplikasi Adsorben Terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan Minyak pada Kacang Salut”.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Gaman, P.M, K.B, Sherington.1994. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi.Edisi Kedua. Jogjakarta: Gajah Mada University Press.
Ginting, M dan Herlina (2002). Lemak dan Minyak. Medan: Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. Hal 76, 78.
Irawan, G. N. 2013. “Pemanasan dan Pemanasan Ulang Minyak Jagung, Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Kelapa”.Jurnal. Departemen BiokimiaFakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Jatinangor.
Jonarson.2004. Analisa Kadar Asam Lemak Minyak Goreng yang Digunakan Penjual Makanan Jajanan Gorengan di Padang Bulan Medan Tahun 2004.Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
Kelana, R. 2008. “Pengaruh Suhu dan Waktu Pemanasan Terhadap Kualitas Minyak”.Jurnal. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. UI-Press, Jakarta.
Mardinata, P. 2012. “Penurunan Angka Asam pada Minyak Jelantah”.Jurnal. Program Studi Teknik Kimia. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal PendidikanTinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Raharjo, S. 2008. Melindungi Kerusakan Oksidasi pada Minyak Selama Penggorengan dengan Antioksidan.Foodreview Indonesia Vol.III.No.4. April 2008.
Riyanti, F. 2011. Pengaruh Pemanasan dan Penambahan Antioksidan. Universitas Sriwijaya, Palembang.
Sartika, R. (2009). Pengruh Suhu dan Lama Proses Penggorengan (Deep frying) Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Jakarta: UI Press. Hal. 53-55.
Sudarmadji, S.C. 1982.Mikrobiologi Pangan. PAU-Pangan dan Gizi. UGM Press, Yogyakarta.
Sunisa, W et al. 2011. Quality Changes of Chicken Frying Oil as Affected of Frying Conditions.International Food Research Journal 18: 615-620.
Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama:Jakarta.
Winarno, F.G. 2004.Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama:Jakarta.
Lampiran